al-jabariyah 2 tugas ok
DESCRIPTION
AL-JabariyahTRANSCRIPT
Tugas Mata Kuliah :Sejarah Perkembangan Pemikiran Islam
Dosen Pembina :Dr. H. Abd. Hadi, M.Ag.
Oleh :Ahmad Fuad Abdul Baqi
PROGRAM PASCASARJANA MAGISTER STUDI ISLAM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYATAHUN 2012
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah penulis haturkan kepada Allah SWT yang masih
memberikan kenikmatan dalam kehidupan ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan
pembuatan makalah dengan judul “Pemikiran Aliran Jabariyah”. Tidak lupa shalawat
dan salam selalu tercurahkan kepada baginda kita Nabi Muhammad SAW yang
menunjukkan kepada kita suatu kebaikan dan petunjuk dari Allah Swt. Sehingga kita
bias membedakan mana yang baik dan mana yang batil..
Makalah ini dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Sejarah
Perkembangan Pemikiran Islam. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai dua
pokok bahasan yaitu: Kemunculan Jabariyah dan Kelompok Faham Jabariyah.
Makalah ini sebagai penambah pengetahuan dan pemahaman sejarah perkembangan
islam di masa lampau dan sebagai pelajaran dimasag sekaran.
Akhirnya penulis sampaikan terima kasih atas perhatiannya terhadap makalah
ini, dan penulis berharap semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan
pembaca yang budiman pada umumnya. Tak ada gading yang tak retak, begitulah
adanya makalah ini. Dengan segala kerendahan hati, saran-saran dan kritik yang
konstruktif sangat penulis harapkan dari para pembaca guna peningkatan pembuatan
makalah pada tugas yang lain dan pada waktu yang akan datang.
Probolinggo, 9 Januari 2012
Penulis
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL …………………………………………………… i
KATA PENGANTAR …………………………………………………… ii
DAFTAR ISI ……………………………………………………………. iii
BAB I. PENDAHULUAN …………………..…………………………… 1
BAB II. PEMBAHASAN ........................................................................... 4
A. Kemunculan Jabariyah .............................................................. 4
B. Kelompok dan Faham Jabariyah ........................................................... 5
1. Kelompok Moderat …………………………………………… 5
2. Kelompok Ekstrem …………………………………………….. 6
3. Pertanyaan-Pertanyaan kepada Jabariyah dan Jawabannya ….. 7
BAB III. PENUTUP .................................................................................. 13
A. Kesimpulan ..................................................................................... 13
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Nama Jabariyah Berasal dri kata jabara yang mengandung arti memaksa.
sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa jabariyah berarti menghilangkan perbuatan
dari hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT.
dalam istilah Inggris paham jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu
paham yang menyatakan bahwa perbuatan manusia ditentukan sejak semula oleh
qada dan qadar Tuhan. dengan demikian posisi manusia dalam paham ini tidak
memiliki kebebasan dan inisiatif sendiri, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
oleh karena itu aliran Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak
mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. manusia
dalam paham ini betul melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan
terpaksa.
Paham jabariyah ini duduga telah ada sejak sebelum agama Islam datang
kemasyarakat Arab. kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara
telah memberi pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. ditengah bumi yang
disinari terik matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara panas ternyata tidak
dapat memberi kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman.
disana sini yang tumbuh hanya rumput keras dan beberapa pohon yang cukup kuat
untuk mengahdapi panasnya musim serta keringnya udara.
Dihadapan alam yang begitu ganas, alam yang indah, tetapi kejam,
menyebabkan jiwa merasa dekat kepada Zat yang Maha Pengasih dan Penyayang. Zat
pembina, Pemberi Petunjuk, Pemelihara dan Pelindung. dengan suasana alam yang
demikian menyebabkan mereka tidak punya daya dan kesanggupan apa-apa,
melainkan semata-mata patuh, tunduk, dan pasrah kepada kehendak Tuhan.
1
Namun terlepas dari ada dan tidak adanya kondisi alam yang demikian, Al-
Qur’an sendiri banyak mamuat ayat-ayat yang dapat membawa kepada timbulnya
paham jabariyah. Dalam surah Ash-Shaaffat ayat 96, ditegaskan:
Yang artinya “Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
Selain itu berikut ayat-ayat yang dapat membawa timbulnya faham jabariyah yaitu : Surat Al-An’am ayat 112;
Artinya “Dan Demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap Nabi itu musuh, Yaitu
syaitan-syaitan (dari jenis) manusia dan (dan jenis) jin, sebagian mereka
membisikkan kepada sebagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk
menipu (manusia)[499]. Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak
mengerjakannya, Maka tinggalkanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan.
[499] Maksudnya syaitan-syaitan jenis jin dan manusia berupaya menipu manusia agar tidak beriman kepada Nabi.
Surat Al-Anfal ayat 17;
Artinya “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika
kamu melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang
mukmin, dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha mendengar lagi
Maha mengetahui.2
Surat Al-Insaan ayat 30;
Artinya “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana.
Dengan demikian aliran Jabariyah memiliki dasar pijak didalam al-Qur’an,
kemudian Aliran jabariyah dibagi menjadi 2 yaitu aliran jabariyah yang ekstrim dan
moderat;
a. Aliran jabariyah yang ekstrim tokohnya dalah jahm bin safwan pendapatnya
manusia sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak
mutlak Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana
dimiliki oleh paham qodariyah. seluruh tindakan dan perbuatan manusai tidak
boleh lepas dari aturan, skenario, dan kehendak Allah. Namun ada
kecenderungan bahwa Tuhan lebih memperlihatkan sikap-Nya yang mutlak,
absolut dan berbuat sekehendak-Nya. hal ini bisa menimbulkan paham seolah-
olah Tuhan tidak adil jika ia menyiksa orang yang berbuat dosa, sedangkan
perbuatan dosa yang dilakukan orang itu terjadi atas kehendak Tuhan.
b. Paham jabariyah yang moderat tokohnya Najjar dan Dirar, bahwa Tuhanlah yang
menciptakan perbuatan manusia baik perbuatan itu positif maupun negatif. tetepi
dalam melakukan perbuatan itu manusia mempunyai bagian, daya yang
diciptakan dalam diri manusia oleh Tuhan, mempunyai efek, sehingga manusia
mampu melakukan perbuatan itu. daya yang diperoleh untuk mewujudkan
perbuatan-perbuatan inilah yang kemudian disebut kasb atau acquistion.3
sumber Drs. Abuddin Nata, M.A, Ilmu Kalam, Filsafat, dan Tsawwuf (Jakarta : PT
Raja Grafindo Persada, 1998 hlm, 39-42)
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kemunculan Jabariyah
Secara sosiologis, Masyarakat Arab sebelum Islam kelihatannya
dipengaruhi oleh faham Jabariyah. Bangsa Arab yang pada waktu itu bersifat
serba sederhana dan jauh dari pengetahuan, terpaksa menyesuaikan hidup
mereka dengan suasana padang pasir, dengan panasnya yang terik serta
tanahnya yang gundul. Dalam dunia yang demikian mereka tidak banyak
melihat jalan untuk merubah keadaan sekeliling mereka sesuai dengan
keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak berkuasa
menghadapi kesukaran-kesukaran hidup yang ditimbulkan suasana padang
padang pasir. Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak tergantung pada
kehendak natur. Hal ini membawa mereka pada faham fatalism1. Disamping
itu, dalam bukunya Ilmu Kalam,Thaib Thahir mengungkapkan bahwa faham
ini disebabkan karena disebabkan kuanya iman terhadap qudrat dan iradat
Allah ditambah pula dengan sifat wahdaniyatnya itulah yang mendorongnya
kepada faham jabariyah.
Aliran ini muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari
aliran jabariyah ini adalah jaham bin sofwan. Karena itu faham ini kadang-
kadang disebut Al-jahamiyah. Meskipun jaham yang banyak berperan dalam
menyebarkan faham ini, tetapi Aliran ini untuk pertama kali dalam sejarah
teologi Islam ditonjolkan oleh al-Jad bin Dirham. Aliran Jabariyah timbul
bersamaan dengan timbulnya aliran Qadariyah, dan tampaknya merupakan 4
reaksi dari padanya. Daerah tempat timbulnya pun tidak berjauhan. Aliran
jabariyah timbul di Khurasan Persia sedangkan Qadariyah timbul di Iraq2.
Jaham lah yang pertama kali mengatakan bahwa manusia dalam
keadaan terpaksa, tidak bebas dan tidak mempunyai kekuasaan sedikit juapun
untuk bertindak dalam mengerjakan sesuatu. Allah lah yang menentukan
sesuatu itu kepada seseorang, apa yang akan dikerjakannya, baik dikehendaki
oleh manusia itu sendiri maupun tidak. Jadi Allah lah yang memperbuat
segala pekerjaan manusia3.
B. Kelompok dan Faham Jabariyah
Tampaknya setiap aliran memilki faham yang mereka anut dan mereka
jalankan sesuai dengan keyakinan mereka. Meskipun sebuah aliran sudah
tidak ada, namun faham-faham aliran tersebut masih terus bergulir saling
mempengaruhi dari generasi ke generasi. Meskipun secara jelas aliran
jabariyah ini sudah hampir tidak dijumpai lagi, namun faham-fahamnya masih
ada. Sejalan dengan faham jabariyah ini adalah faham Fatalism. Disamping
itu juga ada beberapa golongan yang memilki pemahaman yang serupa
dengan jabariyah, dan dalam jabariyah itu sendiri terbagi menjadi kelompok
diantaranya;
1. Kelompok Moderat
Faham moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn
Muhammad al- Najjar. Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-
perbuatan manusia baik perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski
demikian manusia memilki andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang
diciptakan-Nya memilki efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya.
Dan inilah yang disebut usaha, kasb atau acquition. Senada dengan faham ini
adalah fahamnya Dirar Ibn ‘Amr ia mengatakan bahwa perbuatan-perbuatan 5
manusia pada hakekatnya diciptakan Tuhan, dan diperoleh (acquired,
iktasaba) pada hakekatnya oleh manusia.
Dalam faham yang dibawa Dirar dan al-Najjar ini manusia tidak lagi
merupakan wayang yang digerakan oleh dalang. Manusia telah mempunya
bagian dalam perwujudan perbuatan-perbuatannya. Menurut faham ini,
manusia dan Tuhan bekerjasama dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan
manusia. Manusia semata-mata tidak dipaksa dalam dalam melakukan
perbuatan-perbuatannya. Faham kasb yang dibawa Dirar dan al-Najjar
merupakan faham penengah dari faham Qadariyah yang dibawa Ma’bad serta
Ghailan dan faham Jabariyah yang dibawa oleh Jahm.
2. Kelompok Ekstrem
Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan4. Kaum
jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini
terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Nama Jabariyah sendiripun diambil dari
kata Jabara yang mengandung arti memaksa. Memang dalam aliran ini
terdapat faham yang memandang bahwa manusia dalam mengerjakan
perbuatanya terpaksa (majbur) dalam istilah Inggris faham ini disebut faham
fatalism atau predenstination. Perbuatan-perbuatan manusia telah ditentukan
dari semula oleh kada dan kadar Allah.
Menurut Jahm manusia tidak memilki kekuasaan untuk berbuat apa-
apa; manusia tidak mempunyai daya, tidak memilki kehendak sendiri dan
tidak mempunyai kekuasaan serta tidak memilki pilihan. Manusia dalam
perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa dengan dengan tidak ada kekuasaan,
kemauan dan pilihan baginya
. والاردة له قدرة ال أفعاله في مجبور هو6
اختيار وال
Perbuatan-perbuatan diciptakan tuhan dalam diri manusia, tak obahnya
dengan gerak yang diciptakan Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karena
itu manusia berbua bukan dalam arti sebenarnya, tetapi dalam arti majazi atau
kiasantak obahnya sebagaimana disebut air mengalir, batu bergerak, maahari
terbit dan sebaginya. Segala perbuatan manusia merupakan perbuatan yang
dipaksakan atas dirinya termasuk didalamnya perbuatan-perbuatan seperti
menegrjakan kewajiban, menerima pahala dan menerima siksaan5.
Menurut faham ekstrem ini, segala perbuatan manusia tidak
merupakan perbuatan yang timbul dari kemauannya sendiri, tetapi perbuatan
yang dipaksakan atas dirinya. Kalau seorang mencuri, umpamanya, maka
perbuatan mencuri itu bukanlah terjadi atas kehendaknya sendiri, tetapi timbul
karena kada dan kadar Tuhan menghendaki yang demikian. Dengan kata
kasarnya, ia mencuri bukanlah kehendaknya sendiri, tetapi Tuhan lah yang
memaksa ia mencuri. Manusia, dalam faham ini hanya merupakan wayang
yang digerkan oleh sang dalang. Sebagaimana manusia digerakan oleh
Tuhannya. Tanpa gerak dari Tuhan manusia tidak bisa berbuat apa-apa6.
3. Pertanyaan-Pertanyaan kepada Jabariyah dan Jawabannya
Dalam dialektika keilmuan, beradu argument dalam rangka
mempertahankan pendapat dan membuka diri untuk dapat dikritik merupaka
sebuah tradisi. Mereka tidak menutup diri dari kritik, hanya yang belum
berpendirian teguhlah yang belum berani terbuka. Hal ini dibuktikan mislanya
pada tradisi dialektika masa filsuf yunani. Disamping itu pula dalam dunia
teologi Islam, saling serang menyerang argument adalah hal yang biasa. Di
bawah ini ada beberapa pertanyaan yang dilontarkan kepada Jabariyah dan
bagaimana mereka menjawabnya. 7
Sebelum memualai pada pertanyaan dan jawaban mereka, alangkah
lebih baik diketahui terlebih dahulu bagaimana jalan pikiran Jabariyah dalam
soal-soal keimanan lainnya. Di bawah ini akan diuraikan alam pikiran
Jabariyah:
1. Apa yang diperbuat itu adalah atas qudrat dan iradat Allah semata, tanpa
campur tangan manusia sedikitpun. Tetapi dengan faham ini tidak berarti
bahwa Jabariyah menganggap semua kewajiban-kewajiban yang
diperintahkan Allah itu sia-sia saja, dan juga mereka tidak menganggap bahwa
balasan-balasan Tuhan atas kejahatan manusia itu sebagai kezhaliman.
2. Ahli Jabariyah tidak mendustakan utusan-utusan Allah dan tidak juga
membebaskan diri dari semua larangan-larangan Allah. Dari sini teranglah
bahwa Jabariyah tidak sama dengan kaum Musyrikin yang menentang
kewajiban dan larangan Allah dengan menggunakan alasan: jika Allah tidak
menghendaki kami menjadi kaum Musyrikin, niscaya tidak akan menjadi
orang Musyrikin.
Setelah mengetahui alur pikiaran, maka timbullah beberapa pertanyaan
yang ditujukan pada mereka diantaranya:
1. Kalau pedapat ahli Jabariyah seperti yang disebutkan diatas, maka apakah
artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan menurunkan Qur’an yang penuh
dengan perintah, larangan, janji dan ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia
belaka?
Jabariyah menjawab semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu
pun untuk menjalankan qadar Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan
orang-orang yang maksiat. Keadaan itu tidak bedanya dengan Tuhan
menurunkan hujan. Jika hujan itu jatuh di atas tanahyang subur tentu akan
menyuburkan dan akan menumbuhkan macam-macam tumbuhan atas izin dan 8
kekuasaan Allah SWT. Sedangkan sebagian hujan yang lain jatuh di atas
tanah yang tandus karena sudah ditakdirkan Allah demikian.
Demikian pula Allah menerbitkan matahari, yang dengan sinarnya
berpencerlah faedah dan kemanfaatan yang tidak erbilang banyaknyabagi
kehidupan manusia dan langsungnya hidup alam fana ini. Tidak bedanya
dengan hal itu Allah menurunkan kitab-kitab dan mengutus Rasul-rasul Nya
yang dipilih dari hamba-hamba Nya, bagaikan hujan dan matahari yang penuh
dengan rahmat dan hikmah. Bilamana hikmah dan pengajaran Rasul-rasul
Nya itu kebetulan sampai kepada oarng yang hatinya telah dibukakan Allah
untuk menerimanya niscaya segeralah ia menangkap dan menerima ajaran-
ajaran yang mengandung hikmah itu.
Sebaliknya bila ajaran-ajaran itu jatuh kepada orang-orang yang
memang hatinya tidak bersedia menerimanya, sudah tentu ia tidak akan suka
menerimanaya, malahan ia lari dan benci terhadap ajaran-ajaran yang amat
tinggi nilainya itu. Sedangkan dakwah itu seolah-olah suatu kewajiban yang
ditaklif (diwajibkan), tetapi pada hakekatnya merupakan merupakan
kewajiban untuk membuktikan ketaatan mereka yang sangat taat, dan perintah
Tuhan bagi orang-orang maksiat itu, adalah sebagi perintah memperolok-olok
saja, atau untuk menjadi bukti akan kelalaian dan pembangkangan mereka.
Allah mengutus para Rasul untuk menyampaikan dakwah perintah-
perintah Tuhan, kepada seluruh manusia. Dengan begitu maka mereka tidak
ada alasan untuk mengingkari adanya kewajiabn - kewajiban itu. Kalu kitab-
kitab itu tidak diturunkan Allah dan Allah tidak mengutus utusan yang
menyampaikan dakwah itu, mungkin timbul perdebatan kalau seandainya
kami menerima menerima ajaran-ajaran itu, tentu kami akan iman dan akan
lebih sempurna iman kami dari pada mereka yang sudah beriman sekarang.9
Demikianlah, maka dengan telah diturunkannya kitab-kitab Allah dan
diutusnya Rasul-rasul itu, akan ternyata kelak bahwa merek melakuakan
kejahatn dan tidak suka tunduk kepada ajaran Rasul –rasul itu harus memilki
konsekwensi atas perbuatannya sendiri dan tidak akan melemparkan
pertanggung jawaban itu kepada Rabbul ‘alamin.
2. Bagaiman Tuhan memperbuat hambanya celaka sedangkan semua kelakuan
hambanya adalah Allah jua yang menunjukannya, Allah jua yang
membuatnya, dan Allah jua yang memudahkan terlaksananya. Maka tidakkah
hal itu dapat dikatakan kezhaliman? Tidakkah sebaiknya kalau semua hamba
Allah itu dijadikan orang yang baik-baik dan semuanya bahagia?
Jabariyah menjawab segala apa saja yang terjadi di alam ini adalah
telah ditentukan Allah dalam azalinya. Dan semua yang dijadikan Allah itu
tentu ada hikmahnya. Allah memberi wujud pada sesuatu seperti yang tampak
wujud dimata kita ini, adalah menurut kemauan dan yang dikehendaki, serta
menurut tujuan sesuatu yang dimintanya kepada Allah. Oleh karena itu kita
tidak boleh bertanya-tanya sesuatu yang sudah terjadi itu mengapa dijadikan
demikian, umpamanya:mengapa emas dijadikan kekuning-kuningan, mengapa
tanah dijadikan tanah seperti ini, dan mengapa api itu bias menghanguskan
dan air itu bias memadamkan? Dan seterusnya. Begitu pula tidak boleh
dikatakan, mengapa yang baik itu dikatakan baik, dan yang buruk itu
dijadikan buruk ? dan mengapa sebagian yang lainnya dihinakan, di dunia
atau di akhirat ? karena Allah itu memberikan sesuatu itu sesuai dengan ilmu
Allah sebagaimana firman Allah dalam surat Thaha ayat 50
“ Allah Ta’ala itu memberikan kepada sesuatu apa juapun kejadiannya kemudian Allah memberikan petunjuk kepadanya”.
10
Seperti di atas juga telah disebutkan bahwa orang tidak perlu
memperkatakan mengapa si A dijadikan baik sedang si C dijadikan jelek, atau
mengapa si B menjadi orang yang sedang-sedang. Sebab persoalan ini
merupakan persoalan yang berputar bagaikan lingkaran yang tiada berujung
dan berpangkal. Sebab walaupun pekerjaan itu baik toh masih akan ditanya
juga sebab mengapa diperbuat baik, tidak diperbuat yang jelek saja. ?
Allah SWT Tuhan semesta alam pencipta dan pengatur alam, lebih
baik berhak untuk mengerjakan dan menunjukan kekuasaan Nya di alam yang
luas ini menurutkehendak dan kemauan Nya. Hal itu sesuai dengan firman
Allah :
“Dan Tuhanmu menciptakan apa yang Dia kehendaki dan memilihnya.
sekali-kali tidak ada pilihan bagi mereka[1134]. Maha suci Allah dan Maha
Tinggi dari apa yang mereka persekutukan (dengan Dia). (Al-qashas : 68)
[1134] Bila Allah telah menentukan sesuatu, Maka manusia tidak
dapat memilih yang lain lagi dan harus menaati dan menerima apa yang telah
ditetapkan Allah.
Manusia tidak berhak untuk menyanggah apa yang telah ditentukan dan
ditetapkan serta diperbuat Allah, tetapi Allah berhak menuntut dan mengadili
apa yang diperbuat oleh manusia. Sebab akal manusia tidak akan sanggup
mencapai ilmu Allah, dan hanya Allah lah Yang Maha Mengetahui hikmah-
hikmah yang lebih dalam tentang apa-apa yang dijadikan Nya. Demikianlah,
semua yang telah diuraikan di atas, adalah uraian singkat tentang sekelumit
Jabariyah7.
11
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Jabariyah muncul ketika masa Bani Umayyah. Pemimpin pertama dari aliran
jabariyah ini adalah jaham bin sofwan. Jabariyah itu sendiri terbagi menjadi
kelompok: pertama kelompok moderat dan kelompok ekstrem. Kelompok
12
moderat ini dipelopori dan di bawa oleh al-Husain Ibn Muhammad al- Najjar.
Kata al-Najar, Tuhanlah yang menciptakan perbuatan-perbuatan manusia baik
perbuatan baik maupun perbuataan jahat. Meski demikian manusia memilki
andil dalam perbuatan-perbuatannya. Tenaga yang diciptakan-Nya memilki
efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Dan inilah yang disebut
usaha, kasb atau acquition
kedua Faham ekstrem ini lah yang dibawa oleh jahm bin shafwan. Kaum
jabariyah ekstrem ini berpendapat bahwa manusia tidak memilki kemerdekaan
dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam faham ini
terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Disamping itu juga ada beberapa
pertanyaan dan jawaban yang bergulir mengenai faham Jabariyah ini.
Pertanyaan pertama apakah artinya Tuhan mengutus Rasulnya dan
menurunkan Qur’an yang penuh dengan perintah, larangan, janji dan
ancaman? Tidaklah itu menajadi sia-sia belaka? Jabariyah menjawab
semuanya itu tidak sia-sia, karena semuanya itu pun untuk menjalankan qadar
Allah juga terhadap orang-orang yang ta’at dan orang-orang yang maksiat.
Pertanyaan kedua Bagaiman Tuhan memperbuat hambanya celaka sedangkan
semua kelakuan hambanya adalah Allah jua yang menunjukannya, Allah jua
yang membuatnya, dan Allah jua yang memudahkan terlaksananya. Maka
tidakkah hal itu dapat dikatakan kezhaliman? Tidakkah sebaiknya kalau
semua hamba Allah itu dijadikan orang yang baik-baik dan semuanya
bahagia? Jabariyah menjawab segala apa saja yang terjadi di alam ini adalah
telah ditentukan Allah dalam azalinya. Dan semua yang dijadikan Allah itu
tentu ada hikmahnya. Allah memberi wujud pada sesuatu seperti yang tampak
wujud dimata kita ini, adalah menurut kemauan dan yang dikehendaki, serta
menurut tujuan sesuatu yang dimintanya kepada Allah. Oleh karena itu kita
13
tidak boleh bertanya-tanya sesuatu yang sudah terjadi itu mengapa dijadikan
demikian,
Daftar Pustaka :
1. Nasution, harun, Teologi Islam: aliran-aliran, sejarah analisa perbandingan, UI Press, Jakarta, 1983, hal 31
2. A. Nasir Shalihun, pengantar ilmu kalam, Rajawali Press, Jakarta, 1991, hal 133
3. Abdul mun’m Thaib Thahir, Ilmu Kalam, Widjaya, Jakarta, 1986,Hal 101
4. Jahm bin shafwan selain penggerak gerakan jabariyah, juga seorang pemimpin yang mengatakan bahwa Allah Ta’ala tidak mempunyai sifat-sifat menurut Jahm, Tuhan hanya memilki Zat saja. Jahm berkata tidak layak tuhan itu disipati oleh sifat-sifat yang dipakai untuk mensifati makhluknya.
5. Lih al-Milal jilid 1 hal 87
6. Nasution, harun, op.cit hal 34
7. A. Nasir Shalihun, op.cit. hal 242-246
14