akhlak baik buruk
TRANSCRIPT
BAB IPENDAHULUAN
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak1 .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang
mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata
taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.
Oleh karena itu seseorang yang sudah memahami akhlak maka dalam bertingkah
laku akan timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani, pikiran, perasaan, bawaan dan
kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan tindakan akhlak yang dihayati
dalam kenyataan hidup keseharian.
Dengan demikian memahami akhlak adalah masalah fundamental dalam Islam.
Namun sebaliknya tegaknya aktifitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang
itulah yang dapat menerangkan bahwa orang itu memiliki akhlak. Jika seseorang sudah
memahami akhlak dan menghasilkan kebiasaan hidup dengan baik, yakni pembuatan itu
selalu diulang – ulang dengan kecenderungan hati (sadar).
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan
tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Semua yang telah dilakukan itu akan melahirkan perasaan moral yang terdapat di
dalam diri manusia itu sendiri sebagai fitrah, sehingga ia mampu membedakan mana
yang baik dan mana yang jahat, mana yang bermanfaat dan mana yang tidak berguna,
mana yang cantik dan mana yang buruk. bahwasanya ilmu akhlak adalah ilmu tentang
kebaikan dan cara mengikutinya, tentang kejahatan dan cara untuk menghindarinya
1
BAB II
PEMBAHASAN
1. TAFSIR AYAT-AYAT TENTANG AKHLAK
a. Surah Al-Maidah, ayat 8
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu
menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah
sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku
tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan.”
Mufrodat:
FIRMAN Allah SWT bermaksud:
Antara misi utama Islam diutuskan kepada seluruh alam untuk menyebarkan
pesan keadilan dan keseksamaan dalam kehidupan manusia sejagat. pesanj ini yang
mengiringi perutusan nabi dan rasul kepada kaum masing-masing.
2
Justru, Islam menganjurkan umatnya melaksanakan keadilan dalam setiap aspek
kehidupan mereka. Tambahan pula, perintah itu datang seiringan dengan sifat Allah
sendiri yang Maha Adil dan mengharamkan Zat-Nya daripada melakukan kezaliman.
Diriwayatkan dalam hadis yang bermaksud: “Wahai hamba-Ku! Sesungguhnya
Aku telah mengharamkan sifat kezaliman dalam ZatKu dan Aku juga mengharamkan
sifat itu di kalangan kamu. Oleh itu, jangan kamu zalim menzalimi antara sesama kamu.”
(Hadis riwayat Muslim)
Adil membawa arti meletakkan sesuatu pada tempatnya, bukan seperti difahami
kebanyakan umat Islam kini bahawa adil itu sama rata atau persamaan hak. Dalam al-
Quran, ada banyak ayat suci membicarakan mengenai keadilan supaya dapat dijulang
untuk mendasari setiap ruang hidup manusia sejagat.
Perlu diingat, keadilan yang ditawar-tawarkan Islam tidak terhadap kepada
golongan pemimpin saja tetapi semua lapisan masyarakat Islam terdiri daripada suami
isteri, penjual dan pembeli, sesama Muslim dan antara pemimpin dengan rakyatnya.
Oleh itu, setiap warga Muslim yang melafazkan dua kalimah syahadah
sewajarnya menjulang tinggi perintah Ilahi ini supaya konsep keadilan dapat
direalisasikan dan ditegakkan dalam masyarakat sejagat.
Pada masa sama, Allah memberi amaran kepada umat Islam supaya jangan
terperangkap dengan penyakit hati seperti dengki dan kebencian yang akan
mengakibatkan keruntuhan serta kehancuran bangsa itu sendiri.
3
b. Surah Ali-Imran, ayat 159
Artinya:
“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap
mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka
menjauhkan diri dari sekelilingmu. Karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah
ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.
Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada
Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-
Nya.”
Mufrodat:
FIRMAN Allah SWT bermaksud:
Ayat ini diturunkan kepada Rasulullah SAW dengan tujuan membentuk peribadi
sahabat serta pengikutnya yang terdiri daripada pelbagai karakter dan sikap. Dengan
panduan ayat ini diharapkan semua matlumat perjuangan dapat dicapai, membuahkan
hasil membanggakan dalam waktu singkat.
Setelah ayat ini dihayati dan diterapkan oleh Rasulullah, terbukti hanya dalam
tempoh 23 tahun Baginda berhasil membentuk sebuah masyarakat Arab jahiliah sebagai
masyarakat yang makmur penuh berbagai dimensi kecemerlangan dalam segenap aspek
kehidupan.
4
Selaras seruan al-Quran kepada umat Islam supaya menghiaskan diri dengan sifat
lemah lembut, maka dalam masa sama umatnya juga diperintahkan supaya
menghindarkan diri daripada segala bentuk caci maki, prasangka buruk, tidak menerima
pandangan orang lain, apalagi perbuatan yang mengakibatkan fitnah memfitnah antara
sesama umat.
Diujung ayat ini tuhan memberikan sanjungan tinggi, kepada rasulnya diberi dua
gelar RAUF dan RAHIM yang berarti sangat pengasih, penyantun dan penghiba serta
sangat penyayang. Kedua nama RAUF dan RAHIM itu adalah sifat-sifat tuhan, asma
tuhan, termasuk didalam Asma’ul Husna yang 99 banyaknya. Rahmat allah yang telah
digulingkan kepadanya telah beliau laksanakan dengan baik, sehingga talah menjadikan
sikap hidup dan perangainya. Sehingga tuhan sendiri memberinya gelar dengan asma
tuhan, disnilah bertemu apa yang kerap kali dianjurkan oleh ahli-ahli tasawuf yaitu
supaya manusia berusaha membuat dirinya meniru sifat-sifat allah yang patut ditiru.
Maka didalam ayat yang tengah kita tafsirkan ini bertemulah kata-kata tuhan
memuji nabinya dengan halus dan penuh hormat, bahwasanya sikap lemah lembut beliau
terhadap umat setebal itu, tidak lain karena rahmat allah yang menjelma didalam dirinya.
Rahmat allah telah menjadikan sifat Rahim.
Menurut Kamus Dewan, lemah lembut didefinisikan sebagai elok perangai, halus
budi pekerti, baik hati, berwajah ceria dan berlapang dada. Sifat luhur inilah yang
menghiasi peribadi Rasulullah sehingga berjaya menyampaikan kalimah Allah di muka
bumi ini.
5
Wawasan Al-Qur'an Tentang Akhlak dan EtikaA. Pendahuluan
Istilah akhlak dan etika tidak bisa disamakan. Banyak orang yang beranggapan
bahwa etika adalah bagian atau sinonim dari pada akhlak. Jika kita telaah akhlak
lebih luas maknanya dari pada etika. Akhlak lebih bersifat batiniah (melekat di
dalam jiwa manusia) dan mencakup berbagai aspek dimulai dari akhlak terhadap
Allah, hingga kepada sesama makhluk (manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan,
dan benda-benda tak bernyawa). Akhlak menempati posisi yang sangat penting
dalam Islam, sehingga setiap aspeknya selalu berorientasi pada pembentukan
dan pembinaan akhlak yang mulia, yang lazim disebut akhlakul karimah. Kaum
muslim mempunyai suriteladan dalam berakhlakul karimah. Nabi Muhammad
SAW. merupakan orang yang berakhalakul karimah. Sesuai dengan sabda
Rasulullah SAW. yang diriwayatkan oleh ahmad, Baihaqi, dan Malik yang artinya
aku hanya diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.
Sedangkan etika hanya berkaitan dengan tingkah laku lahiriah dan dibatasi pada
aspek sopan santun antar sesama manusia. Etika diartikan sebagai watak
kesusilaan atau adat kebiasaan. Jika kita membahas tentang etika biasanya
dikaitkan dengan kata moral. Yang juga diartikan sebagai adat kebiasaan atau
cara hidup seseorang dengan melakukan perbuatan yang baik (kesusilaan) dan
menghindari hal-hal tindakan yang buruk.
Berdasarkan uraian di atas kami akan menguraikan lebih lanjut tentang wawasan
al-qur’an tentang akhlak dan etika. Semoga dengan adanya pemaparan berikut
dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan kita dan bias dijadikan bahan
referensi pengetahuan agama.
B. Pembahasan
1. Wawasan AL-Qur’an tentang Akhlak.
Kata akhlak merupakan bentuk jamak dari kata al-khuluq atau al-khulq, yang
secara etimologis berarti tabiat, budi pekerti, kebiasaan atau adat, keperwiraan,
kesatriaan, kejantanan, agama, dan kemarahan (al-gadlab).
Kata akhlak dalam Al-Qur’an tidak disebutkan dalam bentuk tunggal, tetapi
dalam bentuk jamak yaitu khuluq. Seperti pada Al-qur’an surat Asy-Syu’ara ayat
137 yang berbunyi khuluq al-awwalin yang artinya adat istiadat orang-orang
terdahulu; dan Al-Qur’an surat Al-Qalam ayat 4 yang berbunyi wa innaka la’alaa
khuluqi adziimin yang artinya sesungguhnya engkau (Muhammad) berada di
atas budi pekerti yang agung.
6
Akhlak sebagai kelakuan manusia sangat beragam. Hal ini sesuai dengan firman
Allah SWT. Inna sa’yakum lasyttaa yang artinya sesungguhnya usaha kamu (hai
manusia) pasti amat beragam. (QS. Al-Lail [92] : 4 )
Keanekaragaman akhlak dapat ditinjau dari berbagai sudut, antara lain nilai
kelakuan yang berkaitan dengan baik dan buruk, serta dari objeknya yakni
kepada siapa kelakuan itu ditujukan. Berikut ini adlah uraian mengenai akhlak
ditinjau dari nilai kelakuan baik dan buruk serta sasaran akhlak (dilihat dari segi
objeknya).
a. Baik dan Buruk.
Secara konkrit kita melihat bahwa ada manusia yang berkelakuan baik dan
sebaliknya, ada yang berkelakuan buruk. Ini berarti bahwa manusia memiliki
potensi untuk berbuat baik dan buruk. Di antara ayat Al-Qur’an yang
menguraikan hal ini adalah Al-Qur’an surat Al-Balad ayat 10 yang berbunyi:
Artinya : “Maka kami telah member petunujuk kepadanya (manusia) dua jalan
mendaki (baik dan buruk).” (QS. Al-Balad [90]: 10).
dan Al-Qur’an surat Asy-Syam ayat 7-8 yang berbunyi :
Artinya : ”…dan (demi) jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Allah
mengilhami (jiwa manusia) kedurhakaan dan ketakwaan.” (QS. Asy-Syam [91]:
7-8)
Walaupun demikian sejatinya fitrah manusia adalah kecenderungan untuk
berbuat kebaikan. Hal ini terbukti dari persamaan konsep-konsep pokok moral
pada setiap peradaban dan zaman. Kalaupun terjadi perbedaan terletak pada
bentuk, penerapan, atau pengertian yang tidak sempurna terhadap konsep-
konsep moral, yang disebut ma’ruf dalam bahasa Al-Qur’an. Tidak ada
peradaban yang menganggap baik kebohongan, penipuan, atau keangkuhan.
Pun tidak ada manusia yang menilai bahwa penghormatan kepada kedua orang-
tua adalah buruk. Hal ini sesuai denagn Al-Quran surat Al-Isra ayat 23-24 yang
memerintahkan kepada seorang anak agar menghormati kedua orang tuanya,
terlebih jika usia mereka sudah tua uzur, karena boleh jadi mereka akan
melakukan hal-hal yang menjengkelkan). Anak dilarang berkata uf (cis), dan
harus memilih kata-kata yang baik, sambil merendahkan diri kepada keduanya.
Kembali pada persoalan kecenderungan manusia untuk berbuat kebajikan,
sebagian ulama menjadikan Al-Qur’an surat Al-Baqarah ayat 286 sebagai bukti
bahwa manusia tidak akan sulit melakukan kebajikan, berbeda halnya dengan
melakukan keburukan. Firman Allah SWT:
Artinya : “Untuk manusia ganjaran bagi perbuatan baik yang dilakukannya dan
sanksi bagi perbuatan (buruk) yang dilakukannya.”
7
Dalam terjemahan di atas terlihat bahwa kalimat "yang dilakukan" terulang dua
kali: yang pertama adalah terjemahan dari kata kasabat dan kedua terjemahan
dan kata iktasabat.
Syaikh Muhammad Abduh dalam tafsir Al-Manar menyatakan kataiktasabat, dan
semua kata yang berpatron demikian, member arti adanya semacam upaya
sungguh-sungguh dari pelakunya, berbeda dengan kasabat yang berarti
dilakukan dengan mudah tanpa pemaksaan. Dalam ayat di atas, perbuatan-
perbuatan manusia yang buruk dinyatakan dengan iktasabat, sedangkan
perbuatan yang baik dengan kasabat. Ini menandakan bahwa fitrah manusia
pada dasarnya cenderung kepada kebaikan, sehingga dapat melakukan
kebaikan dengan mudah. Berbeda halnya dengan keburukan yang harus
dilakukannya dengan susah payah dan keterpaksaan (ini tentu pada saat fitrah
manusia masih berada dalam kesuciannya).
Potensi yang dimiliki manusia untuk melakukan kebaikan dan keburukan, serta
kecenderungannya yang mendasar kepada kebaikan, seharusnya mengantarkan
manusia memperkenankan perintah Allah (agama-Nya) yang dinyatakan-Nya
sesuai dengan fitrah (asal kejadian manusia). Dalam Al-Quran surat Ar-Rum ayat
30 dinyatakan bahwa:
Artinya : “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Al1ah).
Itulah fithrah Allah yang telah menciptakan.” (QS. Ar-Rum [30]: 30)
Di sisi lain, karena kebajikan merupakan pilihan dasar manusia, kelak di hari
kemudian pada saat pertanggungjawaban, sang manusia dihadapkan kepada
dirinya sendiri:
Artinya: “Bacalah kitab amalmu (catatan perbuatanmu); cukuplah engkau sendiri
yang melakukan perhitungan atas dirimu.” (QS Al-Isra' [17]: 14).
b. Sasaran Akhlak.
Sasaran akhlak Islamiyah meliputi:
1) Akhlak terhadap Allah
Titik tolak akhlak terhadap Allah adalah pengakuan dan kesadaran bahwa tiada
Tuhan melainkan Allah. Dia memiliki sifat-sifat terpuji; demikian agung sifat itu,
yang jangankan manusia, malaikat pun tidak akan mampu menjangkau hakikat-
Nya. Oleh sebab itu Al-Quran mengajarkan kepada manusia untuk memuji-Nya,
Wa qul al-hamdulillah (Katakanlah"al-hamdulillah"). Dalam Al-Quran surat An-
Naml (27): 93, secara tegas dinyatakan-Nya bahwa,
Artinya: “Dan katakanlah, "Segala puji bagi Allah, Dia akan memperlihatkan
kepadamu tanda-tanda kebesaran-Nya, maka kamu akan mengetahuinya. Dan
Tuhanmu tiada lalai dari apa yang kamu kerjakan." (QS. AN-Naml [27]: 93)
8
Artinya: “Mahasuci Allah dan segala sifat yang mereka sifatkan kepada-Nya,
kecuali (dari) hamba-hamba Allah yang terpilih.” (QS. Ash-Shaffat [37]: 159-160).
Teramati bahwa semua makhluk kecuali nabi-nabi tertentu selalu menyertakan
pujian mereka kepada Allah dengan menyucikan-Nya dari segala kekurangan.
Artinya: “Dan para malaikat menyucikan sambil memuji Tuhan mereka.” (QS.
Asy-Syura [42]: 5).
Artinya: “Guntur menyucikan (Tuhan) sambil memuji-Nya.” (QS. Ar-Ra'd [13]:
13).
Artinya: “Dan tidak ada sesuatu pun kecuali bertasbih (menyucikan Allah) sambil
memuji-Nya.” (QS. Al-Isra' [17]: 44).
Semua itu menunjukkan bahwa makhluk tidak dapat mengetahui dengan baik
dan benar betapa kesempurnaan dan keterpujian Allah Swt. Itu sebabnya
mereka sebelum memuji-Nya bertasbih terlebih dahulu dalam arti menyucikan-
Nya. Jangan sampai pujian yang mereka ucapkan tidak sesuai dengan
kebesaran-Nya. Bertitik tolak dari uraian mengenai kesempurnaan Allah, tidak
heran kalau Al-Quran memerintahkan manusia untuk berserah diri kepada-Nya,
karena segala yang bersumber dari-Nya adalah baik, benar, indah, dan
sempurna.
Tidak sedikit ayat Al-Quran yang memerintahkan manusia untuk menjadikan
Allah sebagai "wakil". Misalnya firman-Nya dalam Al-Qur’an surat Al-Muzzammil
ayat 9 yang Artinya: “(Dialah) Tuhan masyrik dan maghrib, tiada Tuhan
melainkan Dia, maka jadikanlah Allah sebagai wakil pelindung).” (QS. Al-
MUzammil [73]: 9)
2) Akhlak terhadap Sesama Manusia.
Banyak sekali rincian yang dikemukakan Al-Quran berkaitan dengan perlakuan
terhadap sesama manusia. Petunjuk mengenai hal ini bukan hanya dalam
bentuk larangan melakukan hal-hal negatif seperti membunuh, menyakiti badan,
atau mengambil harta tanpa alasan yang benar, melainkan juga sampai kepada
menyakiti hati dengan jalan menceritakan aib seseorang di belakangnya, tidak
peduli aib itu benar atau salah, walaupun sambil memberikan materi kepada
yang disakiti hatinya itu.
Yang Artinya: “Perkataan yang baik dan pemberian maaf lebih baik daripada
sedekah yang disertai dengan sesuatu yang menyakitkan (perasaan si
penerima).” (QS. Al-Baqarah [2]: 263).
Di sisi lain Al-Quran menekankan bahwa setiap orang hendaknya didudukkan
secara wajar. Nabi Muhammad SAW. misalnya dinyatakan sebagai manusia
seperti manusia yang lain, namun dinyatakan pula bahwa beliau adalah Rasul
yang memperoleh wahyu dari Allah. Atas dasar itulah beliau berhak memperoleh
9
penghormatan melebihi manusia 1ain. Karena itu, Al-Quran berpesan kepada
orang-orang Mukmin:
Artinya: “Jangan meninggikan suaramu lebih dari suara Nabi(saat berdialog),
dan jangan pula mengeraskan suaramu (di hadapannya saat beliau diam)
sebagaimana (kerasnya) suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain...”
(QS. Al-Hujurat [49]: 2).
Artinya: “Janganlah kamu jadikan panggilan (nama) Rasul di antara kamu,
seperti panggilan sebagian kamu kepada sebagian (yang lain).” (QS. An-Nur
[24]: 63).
Petunjuk ini berlaku kepada setiap orang yang harus dihormati.
Al-Quran juga menekankan perlunya privasi (kekuasaan atau kebebasan
pribadi).
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memasuki rumah yang
bukan rumahmu sebelum kamu meminta izin dan memberi salam kepada
penghuninya.” (QS. An-Nur [24]: 27).
Dalam surat lain dijelaskan yang Artinya: “Hai orang-orang yang beriman,
hendaklah budak-budak lelaki dan wanita yang kamu miliki, dan orang-orang
yang belum balig di antara kamu meminta izin kepada kamu tiga kali (yaitu
waktu) sebelum shalat subuh, ketika kamu menanggalkan pakaian (luar)-mu di
tengah hari, dan sesudah shalat isya ...” (QS. An-Nur [24): 58).
Salam yang diucapkan itu wajib dijawab dengan salam yang serupa, bahkan
juga dianjurkan agar dijawab dengan salam yang lebih baik.” (QS. An-Nisa' [4]:
86)
Setiap ucapan haruslah ucapan yang baik, Al-Quran memerintahkan, yang
Artinya: “Ucapkanlah kata-kata yang baik kepada manusia.” (QS. A1-Baqarah
[2]: 83).
Bahkan lebih tepat jika kita berbicara sesuai dengan keadaan dan kedudukan
mitra bicara, serta harus berisi perkataan yang benar,sebagaimana dijelaskan
dalam Al Qur’an yang Artinya: “Dan katakanlah perkataan yang benar.” (QS. Al-
Ahzab [33]: 70).
Akhlak terhadap sesama manusia juga meliputi akhlak terhadap orang tua, dan
dijelaskan dalam Al Qur’an surat Al Israa’ : 23-24
Artinya: “Dan Tuhanmu menetapkan bahwa janganlah kamu menyembah
melainkan kepadaNya, dan berbuat baiklah kepada ibu bapak. Jika sampai salah
seorang mereka itu atau keduanya telah tua dalam pemeliharaanmu (berusia
lanjut), maka janganlah engkau katakan kepada keduanya “ah”, dan janganlah
engkau bentak keduanya, dan berkatalah kepada keduanya perkataan yang
mulia. “Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh kasih
10
sayang, dan ucapkanlah, “Hai Tuhanku, kasihanilah keduanya, sebagaimana
mereka telah memeliharaku waktu kecil”. ( QS. Al Isra’: 23-24)
Sebagai makhluk yang diciptakan oleh Allah, kita diharuskan untuk menyembah
hanya kepadaNya. Kita dilarang berbuat yang tidak baik kepada orang tua,
bahkan untuk berkata “ah” saja kita dilarang. Ada pepatah yang mengatakan
Surga ada ditelapak kaki Ibu. Saat orang tua kita sudah berusia lanjut, mereka
membutuhkan kita (sebagai anak) untuk merawat mereka dengan penuh kasih
sayang seperti mereka saat merawat kita dari kecil hingga sekarang. Diwajibkan
bagi kita untuk berdoa kepada Allah SWT dan meminta kepadaNya untuk
kebahagian mereka di dunia maupun di akhirat.
Selain itu akhlak terhadap orang tua juga dijelaskan dalam surat Al Ahqaaf : 15
Artinya: “Dan Kami telah perintahkan manusia untuk berbuat baik kepada ibu-
bapaknya. Ibunya telah mengandungnya dengan kepayahan dan melahirkannya
dengan kepayahan (pula). Dia mengandungnya sampai masa menyapihnya tiga
puluh bulan, sehingga apabila anak itu mencapai dewasa dan mencapai usia
empat puluh tahun, dia berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk supaya aku
mensyukuri nikmatMu yang Engkau anugerahkan kepadaku dan kepada ibu
bapakku dan supaya aku dapat mengerjakan amal saleh yang Engkau
meridhainya, dan berilah kebaikan kepadaku (juga) pada keturunanku.
Sesungguhnya aku taubat kepada-Mu dan sesungguhnya aku termasuk orang-
orang yang berserah diri (muslim)”.
Ayat ini juga menyuruh kita untuk berbuat baik kepada orang tua, karena suatu
hari nanti kita pun akan menjadi orang tua yang mana akan memiliki keturunan,
maka hendaknya kita bertaubat dan mensyukuri atas apa yang dianugerahkan
Allah SWT pada kita dan selalu mengerjakan amal sholeh seperti yang telah di
perintahkan Allah SWT. Serta tak lupa juga kita berdoa kepada-Nya, agar kita
dan keturunan-keturunan kita selalu diberi kebaikan oleh Allah.
Pada kenyataannya, fenomena yang terjadi dimasyarakat pada zaman modern
seperti sekarang ini, seringkali orang tua diperlakukan sebagai pembantu bukan
diperlakukan selayaknya sebagai orang tua. Misalnya seorang anak yang sudah
sukses dan berkeluarga biasanya anaknya dititipkan pada orang tuanya untuk
mengasuh dan merawat anaknya dengan alasan mereka sibuk bekerja.
Fenomena lain yang terjadi di masyarakat adalah perilaku anak yang berakhlak
madzmumah, hal ini dapat diatasi dengan cara mengingatkan secara terus –
menerus, mencari sebab mengapa anak tersebut berperilaku yang tidak baik,
kemudian menentukan langkah – langkah yang sesuai dengan
permasalahannya.
11
3) Akhlak terhadap Lingkungan
Yang dimaksud lingkungan di sini adalah segala sesuatu yang berada di sekitar
manusia, baik binatang, tumbuh-tumbuhan, maupun benda-benda tak bernyawa.
Binatang, tumbuhan, dan benda-benda tak bernyawa semuanya diciptakan oleh
Allah Swt. dan menjadi milik-Nya, serta semuamemiliki ketergantungan kepada-
Nya. Keyakinan ini mengantarkan sang Muslim untuk menyadari bahwa
semuanya adalah "umat" Tuhan yang harus diperlakukan secara wajar dan baik.
Karena itu dalam Al-Quran surat Al-An'am (6): 38 ditegaskan bahwa binatang
melata dan burung-burung pun adalah umat seperti manusia juga, sehingga
semuanya --seperti ditulis Al-Qurthubi (W. 671 H) di dalam tafsirnya-- "Tidak
boleh diperlakukan secara aniaya."
Jangankan dalam masa damai, dalam saat peperangan pun terdapat petunjuk
Al-Quran yang melarang melakukan penganiayaan. Jangankan terhadap
manusia dan binatang, bahkan mencabut atau menebang pepohonan pun
terlarang, kecuali kalau terpaksa, tetapi itu pun harus seizin Allah, dalam arti
harus sejalan dengan tujuan-tujuan penciptaan dan demi kemaslahatan terbesar.
Sebagaimana yang diterangkan dalam Al Qur’an yang Artinya: “Apa saja yang
kamu tebang dari pohon (kurma) atau kamu biarkan tumbuh, berdiri di atas
pokoknya, maka itu semua adalah atas izin Allah ...” (QS. Al-Hasyr [59]: 5).
2. Wawasan Al-Qur’an tentang Etika.
Dalam hal ini kami akan menguraikan etika pergaulan menurut Al-Qur’an. Akhlak
dalam agama tidak dapat disamakan dengan etika, etika dibatasi pada sopan
santun antar sesama manusia, serta berkaitan dengan tingkah laku lahiiriyah
saja. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak bisa lepas dari etika. Sesuai dengan
definisi dari etika itu sendiri yakni berkaitan dengan cara hidup seseorang. Kami
mengambil ayat dari Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 10-13 dalam memaparkan
etika pergaulan ini. Allah SWT. Berfirman yang Artinya: “10.orang-orang beriman
itu Sesungguhnya bersaudara. sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan)
antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu
mendapat rahmat.11. Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan
orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh Jadi yang ditertawakan
itu lebih baik dari mereka. dan jangan pula sekumpulan perempuan
merendahkan kumpulan lainnya, boleh Jadi yang direndahkan itu lebih baik. dan
janganlah suka mencela dirimu sendiri dan jangan memanggil dengan gelaran
yang mengandung ejekan. seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang
buruk sesudah imandan Barangsiapa yang tidak bertobat, Maka mereka Itulah
orang-orang yang zalim.12. Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan
12
purba-sangka (kecurigaan), karena sebagian dari purba-sangka itu dosa. dan
janganlah mencari-cari keburukan orang dan janganlah menggunjingkan satu
sama lain. Adakah seorang diantara kamu yang suka memakan daging
saudaranya yang sudah mati? Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. dan
bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi
Maha Penyayang.13. Hai manusia, Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari
seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa –
bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa
diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal”.
Dalam ayat 10 Allah menggunakan kata bukan اخوة kata . اخوان Dari segi
kandungan makna ternyata terdapat perbedaan arti antara keduanya, meskipun
sama-sama merupakan bentuk jamak dari kata tunggal .اخ Kata اخوة menunjukan arti saudara sekandung[12]. Sedangkan berarti اخوان teman
sejawat. Disini al-Qur’an menganggap persaudaraan dalam satu agama
bagaikan persaudaraan dalam satu nasab, dan Islamlah sebagai orang tuanya.
Pada ayat 10 Allah menegaskan bahwa orang-orang mukmin adalah
bersaudara. Meskipun berbeda bangsa, adat, warna kulit, bahasa, kedudukan,
social-ekonomi, tetapi mereka itu satu ikatan persaudaraan islam. Oleh karennya
sesama orang mukmin harus mempunyai jiwa persaudaraan yang kokoh
sebagaimana diajarkan agamanya yaitu Islam.
Kandungan ayat 11 merupakan konsekuensi logis dari makna yang terkandung
pada ayat 10. Pada ayat 10 orang mukmin itu bersaudara, maka konsekuensinya
orang-orang mukmin tidak boleh saling mengolok-olok. Sebab boleh jadi orang-
orang mukmin yang diperolok-olok itu lebih baik dari oarng yang mengolok-olok.
Demikian juga orang mukminah.
Olok-olok disini dapat berupa ejekan atau perkataan, sindiran dan kelakar yang
bersifat merendahkan diri atau menghinanya. Itu semua dapat menimbulkan
pertengkaran atau perkelahian. Oleh karena itu Allah melarang orang-orang
mukmin saling memperolok-olok yang lain agar terbina persaudaraan, kesatuan,
persatuan dikalangan orang mukmin.
Pada ayat 11 juga orang mukmin dilarang mengolok-olok diri sendiri. Ahli tafsir
menjelaskan mengolok-olok diri sendiri maksudnya mengolok sesama mukmin
karan antara sesama muslim itu satu tubuh. Begitupun di ayat ini Allah melarang
orang mukmin memanggil orang mukmin lain dengan panggilan atau sebutan
yang buruk. Yaitu sebutan yang tidak disukai oleh orang yang dipanggil atau
digelarinya. Seperti memanggil orang beriman dengan panggilan “hai Fasik” atau
13
“hai Kafir”. Dalam ayat ini Allah memperingatkan kepada orang yang berbuat
kesalahan harus segera taubat.
Masih dalam kerangka membina persaudaraan orang-orang mukmin. Dalam
ayat 12 Allah melarang orang-orang yang beriman cepat berperasangka. Sebab
sebagian perasangka itu adalah dosa, karena itu harus di jauhi. Dalam ayat ini
juga Allah melarang oarng mukmin mencari-cari kesalahan orang lain,
menggunjing, menceritakan keburukan orang lain (ghibah).Allah
menggambarkan orang yang begitu bagaikan seseorang yang makan daging
mentah, yang sebenarnya dia sendiri tidak menyukainya.
Al-Qur’an surat Al-Hujarat ayat 13 menegaskan kepada semua manusia bahwa
ia diciptakan Allah dari seorang laki-laki dan seorang perempuan. Menciptakan
manusia secara pluralistic, beraneka bangsa, suku, bahasa, budaya dan warna
kulit. Keanekaragaman dan kemajemukan manusia seperti itu adalah bukan
untuk berpecah belah, saling membanggakan kedudukan, yang satu lebih
terhormat dari yang lainnya akan tetapi supaya saling mengenal, bersilaturahmi,
berkomunikasi, saling member dan menerima. Suatu hal penting bahwa semua
manusia itu sama di hadapan Allah, yang membedakan derajat mereka adalah
ketaqwaannya kepada Allah SWT.
C. Kesimpulan
Dari uraian di atas kami menyimpulkan bahwa :
1. Kedudukan akhlak dijadikan sebagai tolok ukur tingkat keberagamaan
seseorang.
2. Etika pergaulan menurut Al-Qur’an erat kaitannya dengan sikap toleransi. Kita
dianjurkan untuk bertoleransi kepada sesama manusia bahkan dengan orang
berlainan akidah. Akan tetapi toleransi tersebut tidak berlaku jikalau menyangkut
urusan agama.
3. Membina akhlak pada anak dapat dilakukan dengan cara menanamkan akhlak
yang baik pada anak sejak usia dini agar selalu terbiasa dengan akhlak yang
baik.
c. Surah Al-Qalam, ayat 4
Artinya:
“Sesungguhnya engkau (Muhammad) benar-benar berakhlak yang agung”
14
Mufrodat:
Budi pekerti adalah sikap hidup, atau karakter atau perangai. Dibawa oleh
latihan atau kesanggupan mengendalikan diri. Mula-mulanya latihan dari sika
sadar akan yang baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk. Lalu dibiasakan
berbuat itu , kemudian menjadilah dia adat kebiasaan. Tidak mau lagi
mengerjakan yang buruk, selalu mengerjakan yang baik dan lebih baik.
Dikatakan orang bahwasanya budi pekerti itu adalah gabungan dua sikap.
Yaitu sikap tubuh dan batin, pekerti dalam hidup. Sehingga apa yang di perbuat
tidak ada yang menyinggung undang-undang budi yang halus.
Disini budi jadi isi jiwa atau makna yang terkandung dalam hati lalu
diucapkan dengan bahasa yang terpilih dari sinilah sebabnya maka ilmu sutera
yang halus, baik puisi (nazam), atau prosa (natsar) disebut orang ilmu adab,
menjadi sebagian dari budi juga.
Keteguhan sikap Nabi Muhahammad saw yang tenang dan tentram serta
kesabaran beliau yang amat besar ketika orang menuduhnya orang gila, beliau
tidak marah dan tidak kehilangan akal, itupun termasuk budi yang sangat agung.
Keberhasilan Nabi Muhammad saw dalam melakukan dakwah ialah karena
kesanggupannya.
BAB III
KESIMPULAN
Pengertian akhlak adalah kebiasaan kehendak itu bila membiasakan sesuatu maka
kebiasaannya itu disebut akhlak1 .Jadi pemahaman akhlak adalah seseorang yang
15
mengeri benar akan kebiasaan perilaku yang diamalkan dalam pergaulan semata – mata
taat kepada Allah dan tunduk kepada-Nya.
Akhlak merupakan kelakuan yang timbul dari hasil perpaduan antara hati nurani,
pikiran, perasaan, bawaan dan kebiasaan dan yang menyatu, membentuk suatu kesatuan
tindakan akhlak yang dihayati dalam kenyataan hidup keseharian.
Budi pekerti adalah sikap hidup, atau karakter atau perangai. Dibawa oleh latihan
atau kesanggupan mengendalikan diri. Mula-mulanya latihan dari sika sadar akan yang
baik adalah baik dan yang buruk adalah buruk. Lalu dibiasakan berbuat itu , kemudian
menjadilah dia adat kebiasaan. Tidak mau lagi mengerjakan yang buruk, selalu
mengerjakan yang baikdan lebih baik.
16