acc bcl

25
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Maksud 1.1.1 Mencari suatu singkapan yang menarik untuk dilakukan pendeskripsian dan genesa tentang singkapan tersebut 1.1.2 Mengetahui cara pendeskripsian suatu singkapan secara lengkap 1.1.3 Mengetahui sistematis penulisan hasil pendeskripsian di lapanga dalam Buku Catatan Lapangan dengan baik. 1.2 Tujuan 1.2.1 Mampu mencari suatu singkapan yang menarik untuk dilakukan pendeskripsian serta genesa pembentukan singkapan tersebut 1.2.2 Dapat mengetahui cara-cara yang efektif dalam pendeskripsian sua singkapan di lapangan 1.2.3 Dapat mengetahui sistematis penulisan hasil pendeskripsian lapan dalam Buku Catatan Lapangan.

Upload: fir-daus

Post on 21-Jul-2015

54 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Maksud 1.1.1 Mencari suatu singkapan yang menarik untuk dilakukan pendeskripsian dan genesa tentang singkapan tersebut 1.1.2 Mengetahui cara pendeskripsian suatu singkapan secara lengkap 1.1.3 Mengetahui sistematis penulisan hasil pendeskripsian di lapangan ke dalam Buku Catatan Lapangan dengan baik.

1.2 Tujuan 1.2.1 Mampu mencari suatu singkapan yang menarik untuk dilakukan pendeskripsian serta genesa pembentukan singkapan tersebut 1.2.2 Dapat mengetahui cara-cara yang efektif dalam pendeskripsian suatu singkapan di lapangan 1.2.3 Dapat mengetahui sistematis penulisan hasil pendeskripsian lapangan ke dalam Buku Catatan Lapangan.

1

BAB II DASAR TEORI2.1 Definisi Pengamatan Lapangan Pengamatan lapangan adalah suatu proses pekerjaan melihat secara saksama, teliti, dan menyeluruh dari gejala geologi di lapangan. Gejala geologi ini tidak hanya berupa batuan di singkapan saja, melainkan juga gejala lain misalnya: kenampakan bentang alam dari suatu wilayah dilihat dari suatu titik ketinggian, erosi dari kaki bukit, pembentukan endapan point bar pada suatu kelokan sungai, adanya proses longsoran atau gerakan tanah yang lain, dan sebagainya. Agar pengamatan menjadi efektif, dalam proses pengamatan perlu diingat dan dicari jawaban dari beberapa pertanyaan dasar yaitu : dimana, ada apa, dalam keadaan bagaimana, tersusun oleh apa, seberapa, kapan, apa potensinya. a. Dimana dilakukan pengamatan : ini harus menjawab dengan pemerian lokasi yang tepat dan teliti, misalnya: - Di kaki barat laut Jonggol, di pinggir jalan desa antara Kebon dan Plombongan, 15 meter di selatan jembatan Sungai Tinalah. - Di tebing barat Sungai Brantas, N 2470 E dari puncak Gunung Penanggungan. - Di kaki selatan perbukitan Jiwo Timur N 240 E dari puncak Baturagung, N 3250 E dari puncak Gunung Gambar. - Pada jalan setapak antara Dowo dan puncak Pendul, 53 meter dari pinggir desa Dowo. - Pada galian penambangan batugamping, di selatan desa Dowo, sebelah timur jalan setapak Cawas-Dowo-Pedan, N 450 E dari bukit Brujul.

2

b. Apa yang di amati : gambaran garis besar dari objek geologi utama yang ada di tempat itu, misalnya: - Singkapan batupasir massif tak berlapis. - Suatu daerah perbukitan memanjang dengan punggungan dan puncak yang tumpul. - Suatu gosong melintang (transversal bar) di tengah sungai yang terdiri dari kerikil dan kerakal andesit. - Sesar yang memisahkan tubuh andesit dengan batu pasir. c. Dalam keadaan bagaimana objek yang diamati tersebut, misalnya: - Batuan sebagian besar segar berlapis baik. - Batuan beku lapuk lanjut menjadi soil berwarna coklat. - Singkapan batuan sebagian segar sebagian lapuk, berwarna hitam. - Batuan segar berwarna abu-abu kecoklatan, terkekarkan. - Perlapisan batuan terkekarkan dan terlipat kuat. - Sesar bersifat lurus, tertutup, dan terisi gerusan halus. - Perbukitan berpuncak runcing, terbiku kuat, dsb. d. Tersusun oleh apa objek tersebut : pertanyaan ini menyangkut tentang segi kualitatip komponen batuan atau objek geologi lain, isalnya : struktur, tekstur, kemas, dsb., misalnya: - Tersusun oleh kuarsa dan ortoklas yang holokristalin. - Tersusun oleh partikel merncing yang bersifat grain-supported. - Terdiri dari lanau gampingan dan napal dengan foraminifera besar. - Perulangan gradasi normal antara batupasir menjadi serpih. - Tersusun oleh fragmen andesit, kuarsa, filit yang membundar tanggung. e. Seberapa : pertanyaan ini menyangkut segi kuantitatip komponen batuan atau objek geologi yang lain, misalnya : - Kuarsa 75%, mika 25% - Fragmen sebagian besar terdiri dari bioklast >70% sedang sisanya berupa ooid dan litoklast. - Lebar singkapan 60 meter sedang total kelebalan batuan 45 meter.

3

- Lereng dari perbukitan kerucut berkisar antara 350 di sebelah timur, semakin ke barat semakin curam hingga mendekati 430. - Tebal perlapisan batupasir dibagian bawah rata-rata 45 cm, semakin ke atas menebal menjadi rata-rata 95 cm. f. Kapan : pertanyaan ini menyangkut waktu nisbi terjadinya objek geologi tersebut, misalnya : - Breksi menumpang secara tidak selaras di atas napal. - Batupasirnya menumpang selaras di atas batulempung. - Batugamping tufan diterobos oleh tubuh diorite porfir. - Napal merupakan xenoliths dalam basalt. g. Apa potensinya : Potensi Positif: - Bagian yang segar dan setengah lapuk dari breksi autoklastik di utara Gejayan berpotensi untuk ditambang sebagai sumber batupecah. - Dataran di selatan desa Pengkol dikelilingi perbukitan di bagian barat, utara, dan timur, dengan kondisi airtanah dangkal (sumur gali kedalaman airnya hanya bekisar dari 2 hingga 5 meter) sehingga potensiil untuk sumberdaya air untuk irigasi. Potensi Negatif: - Bagian atas tebing jalan di selatan desa Cengklik tersusun oleh breksi yang lapuk lanjut menjadi soil yang tebalnya bekisar antara lima hingga tujuh meter, tanpa tanaman pelindung sehingga pada saat hujan sangat mudah longsor.

4

2.2

Tempat yang layak untuk melakukan pengamatan Suatu lintasan diharapkan dapat memberikan data yang lengkap dan teliti dari daerah yang diteliti. Untuk itu, setiap titik pengamatan atau stasiun pengamatan perlu dipilih secara tepat pula. Adapun kriteria dari titik-titik di lapangan yang layak untuk dijadikan Stasiun Pengamatan (STA) atau Lokasi Pengamatan (LP=bagian dari suatu STA yang lokasinya masih terlalu dekat dengan STA sehingga tidak bisa dibedirikan sebagai suatu STA) adalah: 1. Tempat dimana dijumpai kontak antara dua macam/jenis batuan : kontak seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan, ataupun sekedar menunjukkan variasi yang dijumpai pada satu satuan batuan. 2. Tempat dimana dijumpai perubahan morfologi yang mendadak : tempat seperti ini boleh jadi merupakan kontak antara dua satuan batuan (selaras, tidak selaras, intrusi) atau adanya struktur kekar atau sesar pada daerah perubahan morfologi tersebut. 3. Tempat dimana dijumpai struktur yang cukup jelas, misalnya sesar, kekar, lipatan dan sebagainya. 4. Tempat dimana dijumpai singkapan batuan yang jelas, walau tidak ada kontak, perubahan morfologi maupun struktur. 5. Tempat dimana dijumpai proses alam atau kegiatan manusia yang bersangkutan dengan potensi geologi. 6. Tempat dimana dari titik itu bisa diamati dan diukur kondisi bentang alam sekitar : tempat seperti ini misalnya di puncak suatu bukit dimana justru tidak ada singkapan batuan maupun struktur tetapi justru dari situ bisa dibuat sketsa morfologi daerah sekitar. 7. Tempat yang letaknya di peta topografi yang digunakan sebagai dasar kerja sudah lebih dari 4 cm dari STA terdekat.

5

2.3

Prosedur Kerja Pengamatan dan Perekaman Data 1. Prosedur Kerja di Suatu Tempat Pengamatan a. Penetapan tempat yang akan diamati : Tentukan lokasi pengamatan di lapangan berdasar kenampakkan yang ada disekitarnya. Lokasi tersebut dicoba dicari letaknya di peta. b. Pastikan bahwa calon titik pengamatan tersebut memenuhi satu atau lebih dari 7 kriteria kelayakan suatu titik pengamatan. c. Dekati calon titik pengamatan, amati dengan seksama segala unsur, gejala dan proses geologi yang ada di tempat itu, periksa apa yang ada disekelilingnya untuk melihat kemungkinan pelamparan gejala yang ada. d. Jauhi calon titik pengamatan, kalau mungkin ke tempat yang lebih tinggi agar pandangan ke arah titik tersebut serta daerah sekitarnya menjadi lebih lapang/jelas. Dari jauh perhatikan apakah titik yang dijauhi tersebut sudah merupakan lokasi yang terbaik, ataukah ada titik lain yang lebih baik atau lebih lengkap. Kalau ada coba dari jauh diusahakan untuk menentukan hubungan antara apa yang ada di titik pertama dengan titik kedua. e. Datangi titik kedua yang lebih baik tadi, amati dengan teliti semua gejala geologi yang ada. Pengamatan ini harus menerus hingga mencapai titik pertama. f. Kalau masih ada keraguan tentang gejala geologi yang ada, ulang prosedur menjauhi dan mendekati kembali tersebut, sehingga diperoleh gambaran yang lengkap tentang apa yang sedang dihadapi. g. Setelah diperoleh keyakinan, kembalilah ke titik pengamatan yang terpilih, betulkan posisinya di peta topografi dan mulai melakukan pengamatan dan pengukuran yang teliti dan cermat. h. Dalam melakukan pengamatan, amati semua fakta geologi yang ada, mulai dari gejala yang bersifat makro (umum dan besar), kemudian secara berangsur menuju bagian-bagian bersifat mikro (detail). Amati pertautan antara kondisi makro dan mikro yang terlihat dan

6

periksa apakah kondisi seperti itu terjadi di seluruh bagian dari tempat pengamatan ataukah terjadi perubahan-perubahan ke salah satu arah. i. Pergunakan semua peralatan yang berkaitan dengan objek yang diamati. Lakukan pengetesan, pengukuran, perekaman serta

pengambilan contoh yang diperlukan. j. Buat catatan yang cermat namun singkat (A,B, C) tentang apa yang dihadapi secara menyeluruh. k. Pemerian lokasi Titik Pengamatan : Nilai suatu peta geologi sangat tergantung pada ketepatan pengeplotan unsur-unsur geologi di lapangan pada peta topografi yang dipakai sebagai dasar peta geologi tersebut. Pengeplotan yang tepat akan memberi gambaran

sebenarnya tentang kondisi geologi tempat tersebut, sedang pengeplotan yang salah, walau hanya beberapa centimeter atau bahkan beberapa milimeter saja di peta, akan membuat peta geologi yang dihasilkan menjadi kehilangan arti. Oleh karena itu pengeplotan harus dilakukan dengan teliti, sama sekali tidak dibolehkan pengeplotan dengan cara kira-kira. Apabila pemeta menggunakan peralatan GPS (Global Positioning System), maka ketepatan lokasi di lapangan tidak terlalu menjadi masalah karena semua dilakukan dengan menghitung koordinatnya, sehingga kooordinat tersebut menjadi dasar dalam pengeplotan di peta topografi. Namun apabila GPS tidak digunakan, maka unsur-unsur penanda di lapangan (landmark) dan unsur-unsur yang ada di peta topografi harus digunakan secara maksimal. Lokasi yang sudah dipilih di lapangan, harus segera diperi dengan teliti. Pemerian teliti ini berguna untuk beberapa hal: Untuk pengecekan kembali apakah pengeplotan di peta sudah tepat. Untuk melakukan pengeplotan kembali di peta baru / peta pindahan (peta arsip yang disimpan di base camp dan tidak dibawa ke lapangan).

7

Untuk menemukan kembali titik pengamatan tersebut di lapangan apabila diperlukan data tambahan atau adanya interes khusus yang timbul belakangan terhadap lokasi tersebut. Penetapan lokasi di lapangan sedapat mungkin dikaitkan dengan

unsur-unsur alami, misalnya sungai, puncak gunung atau bukit, maupun unsur buatan manusia yang teramati baik di lapangan maupun di peta topografi, misalnya jalan raya, jalan setapak, selokan irigasi, batas desa dan sebagainya. Setelah titik lokasi pengamatan ditetapkan, maka usahakan untuk dikaitkan dengan beberapa buah titik yang mudah dikenal baik di lapangan maupun di peta. Di bawah ini diberikan beberapa contoh STA 34 Pada tebing jalan desa antara Desa Jimbung ke arah desa Talunombo, 35 m di selatan jembatan S. Krendetan, N 1230 E dari puncak G. Selo dan N 470 E dari puncak G. Munding. 2. Pencatatan dan Pengukuran data Lapangan Pada pekerjaan lapangan pemetaan geologi, salah satu hal yang penting dari proses pengumpulan data adalah pembuatan peta lapangan. Catatan lapangan ini nantinya akan menjadi sumber informasi serta sumber inspirasi uatama setelah pemeta kembali ke pangkalan kerja atau ke kantor, dan mulai memilih, memproses serta menafsirkan apa yang diamati dan diperoleh di lapangan. Oleh karena itu, penbuatan catatan lapangan yang lengkap, menyeluruh serta terorganisir dengan baik merupakan suatu keharusan. Suatu catatan yang ala kadarnya, tidak lengkap atau sulit dibaca akan menjadi tidak berguna sama sekali manakala pemeta mulai melupakan bagaimana kenampakan singkapan yang diamati dan dicatat tadi. Maksud yang sesungguhnya dari pembuatan catatan lapangan yang baik adalah agar dalam penelaahan data lapangan yang penting (critical filed data), pemeta tidak sekedar mengandalkan ingatannya saja.

8

Macam-macam informasi geologi yang umumnya perlu dicatat antara lain: Lokasi yang tepat dari singkapan yang diamati, sehingga dengan catatan itu lokasi tersebut akan mudah ditemukan dip eta topografi yang menjadi dasar kerja lapangan tadi. Kondisi geomorfologi tempat pencatatan serta daerah sekitarnya. Keadaan umum dari batuan yang terdapat di tempat tersebut, menyangkut tentang: macam batuan, tingkat homogenitas (massif, berselang-seling, bersisipan, bergradasi, dan sebagainya), kedudukan batuan, tingkat pelapukan, warna (segar/lapuk), tekstur, kemas, komposisi, struktur, dan aspek petrologi utama lainnya, termasuk tendensi perubahan vertikal maupun horizontal. dimensi singkapan secara parsial maupun total Kemungkinan adanya indikasi proses diagenesa, alterasi, mineralisasi, dan atau metamorfisme pada sebagian atau seluruh batuan yang tersingkap, intensitas maupun ekstensitas setiap proses yang ada. Macam dan kedudukan dari indicator arus purba (arah foreset, flute cast, sumbu alur, penggungan gelembur, dan sebagainya). Macam, kedudukan, intensitas, serta ekstensitas unsure struktur (kekar, foliasi, lineasi, belahan, slickenside, dan sebagainya). Sketsa singkapan atau bagian singkapan yang penting, denah lapangan, sayatan, kolom dan skema atau diagram lain yang bersifat tabulatif, disertai dengan perbandingan atau skala yang memadai. Lokasi serta objek dari foto, contoh batuan, contoh fosil, contoh soil, contoh air, dan contoh lain yang relevan dengan penelitian dan diambil di lapangan. Data lain yang relevan untuk penyempurnaan studi lapangan tersebut.

9

Semua hasil observasi, bahkan termasuk yang membingungkan ataupun yang merupakan anomali, tetap harus dicatat secara teliti dan menyeluruh. seringkali, di kemudian hari, data-data yang aneh inilah yang justru dapat membantu memperbaiki dan meningkatkan penafsiran. Beberapa petunjuk cara membuat catatan yang baik: Biasakan untuk memulai pada halaman baru pada notes setiap pergantian hari. Pergantian halaman tersebut perlu dilakukan kalau terjadi perubahan tugas pekerjaan, walaupun pada hari yang sama. Untuk setiap pergantian tersebut berikan catatan pendek tentang tanggal dan judul kerja yang harus dilakukan (misal: 19/07/1998- Pemetaan penyebaran intrusi dasit di lereng timur G. Kebo, sekitar desa Pandanan, Jiwo Barat). Apabila pemetaan dilakukan di musim hujan, keadaan cuaca pada awal kerja di pagi hari seta perubahan cuaca yang terjadi pada jam-jam tertentu perlu dicatat dengan baik. Tempat utama dimana dilakukan pengamatan (Stasiun Pengamatan = STA) perlu dicatat secara menyeluruh dan lengkap. Catatan harus sedemikian rupa sehingga hanya dengan membaca uraian dari STA tersebut, lokasinya akan mudah ditentukan secara tepat di peta yang menjadi dasar kerja lapangan. Dalam melakukan pencatatan, gunakan pensil atau tinta/ballpoint yang tahan air, sehingga kalau hujan tidak luntur. Buat catatan secara rapi. Ikut prinsip ABC (Accurate, Brief, Clear). Buat sketsa secara sederhana, jelas dan skematik. Sketsa harus dianggap lebih menyerupai diagram daripada suatu lukisan. Sketsa yang dibuat harus memiliki skala san sedapat mungkin menunjukkan kedudukan struktur (misalnya arah bidang perlapisan) atau gejala lain yang ditunjukkan, seta arah yang dihadapai pada waktu membuat sketsa tersebut.

10

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Alat Perlengkapan Praktikum Alat tulis (pensil, penggaris, dll) Buku Catatan Lapangan Clipboard Kompas geologi

3.2 Langkah Kerja a) Persiapan alat perlengkapan praktikum. b) Penentuan daerah pengamatan c) Melakukan Observasi ke daerah pemganatan d) Melakukan pendeskripsian daerah pengamatan e) Menginterpretasikan genesa daerah pemetaan f) Mencatat hasil pengamatan ke dalam Buku Catatan Lapangan.

3.3 Diagram AlirPersiapan alat & bahan Praktikum

Penentuan daerah pengamatan

Terjun ke lapangan untuk melakukan Observasi

Pengambilan data yang dianggap penting tentang daerah penelitian

11

Interpretasi genesa lapangan

Selesai

12

BAB IV HASIL PENGAMATAN

4.1 STA 1 Lokasi Waktu Cuaca Morfologi Bentuklahan Litologi : Tinjomoyo, Kaligarang : 28 April 2012 (13:10) : cerah : Perbukitan : Fluvial : 1. Koglomerat 2. Batupasir Dimensi : 20 x 15 m

Channel bar

Point bar

Gambar STA 1 Kaligarang

Deskripsi sungai

: 1. Stadia sungai : Dewasa-tua

2. Point bar, Channel Bar 3. Arus sedang 4. Erosi : Lateral

5. Tipe transport : Suspensi 6. Meander Tata Guna lahan Potensipositif : Persawahan : Tambang pasir atau batu dan irigasi

13

Potensi negative Genesa

: Rawan Longsor dan banjir : Sungai kaligarang merupakan sungai yang berstadia dewasa menuju tua dengan di cirikan sudah mulai terbentuk meander pada sungai, erosi lateral sehingga sungai sudah mulai melebar di tepi ssungai terdapat endapan hasil transportasi berupa batuan beku, batupasir dan konglomerat yang sering di sebut dengan Point bar dan juga terdapat Channel bar. sungai ini mempunyai litologi berupa konglomerat Energi transport sungai ini sudah mulai berkurang di bagian meander sungai terdapat erosi pada meander.

4.2 STA 2 Lokasi Waktu Cuaca Morfologi Bentuklahan Litologi : Sampangan, Semarang : 28 April 2012 (13: 20) : Cerah : Perbukitan : Struktural : 1. Breksi 2. Konglomerat 3. Batupasir 4. Batupasir halus 5. Breksi (Kerakal) 6. Breksi (Kerikil) 7. Pasir sangat halus 8. Pasir halus Dimensi : 20 x 10 m

14

Gambar STA 2 Perlapisan miring

Potensi positif Potensi negative Vegetasi Tata guna lahan Potensi positif Potensi negatif Struktur geologi Deskripsi

: Perkebunan : Rawan Longsor : Semak belukar, rumput liar, pepohonan : pertokoan, perkebunan : Objek studi geologi : longsor : perlapisan miring : STA ini termasuk ke dalam bentuk lahan struktural dimana terdapat struktur perlapisan miring yang telah tererosi sehingga kenampakan singkapan ini satu sayap lipatan. Litologi singkapan berupa breksi, konglomerat, dan batupasir tufan. Stuktur tersebut terbentuk karena adanya gaya endogen yang memperngaruhi singkapan ini sehingga mampu membuat lapisan tersebut miring dari posisi awalnya yang terendapkan secara horizontal.

15

4.3 STA 3 Lokasi Waktu Cuaca Morfologi Bentuklahan Litologi : Manyaran (Phapros) : 28 April 2012 (13: 00) : cerah : Perbukitan Landai : Bentuk Lahan Struktural : 1. Breksi 2. Tuff Kasar Kontak perlapisan : Breksi dengan Tuff (N192oE/12o) Struktur : Kekar Gerus Kekar I N2820E/180 N2750E/200 N2750E/140 N2750E/150 N2750E/170 Dimensi : 7 x 20 m Kekar II N710E/220 N690E/200 N700E/210 N710E/200 N710E/220

Kekar gerus

Gambar STA 3 Manyaran

Potensipositif Potensi negative Genesa

: Tambang Pasir : Rawan Longsor dan gerakan tanah : Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada

STA 4 ini, diperkirakan STA ini terbentuk hasil dari

16

proses erupsi gunung ungaran purba. Dimana abu-abu volkanik yang mengendap di daerah ini, yang kemudian mengalami diagenesis hingga menjadi batuan piroklastik yaitu tuff kasar. Karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi menyebabkan terjadinya proses deformasi dimana perlapisan tuff yang tadinya horizontal berubah menjadi miring. Dan kemudian terjadilah ketidak selarasan dimana terjadi pengendapan material-material yang memotong perlapisan tuff sehingga terbentuklah batuan sedimen yaitu breksi. Kemudian karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi ini terbentuklah kekarkekar pada daerah ini (kekar gerus).

4.4 STA 4 Lokasi Waktu Cuaca Morfologi Bentuklahan Litologi Struktur Dimensi : Srondol Kulon : 28 April 2012 (14:25) : Mendung : Perbukitan : Bentuk Lahan Struktural : Konglomerat : Kekar (N123oE/230) : 15 m x 14 m

Gambar STA 4 Srondol Kulon

17

Vegetasi Potensipositif Potensi negative Genesa

: Ilalang, semakbelukar : Tambang Pasir : Rawan Longsor : Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan pada

STA 4 ini, diperkirakan STA ini terbentuk hasil dari proses erupsi gunung ungaran purba. Dimana abu-abu volkanik yang mengendap di daerah ini, yang kemudian mengalami diagenesis hingga menjadi batuan yaitu Konglomerat dan batupasir. Karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi menyebabkan terjadinya proses deformasi dimana perlapisan konglomerat yang tadinya horizontal berubah menjadi miring. Dan kemudian terbentuk struktur geologi berupa kekar

4.5 STA 5 Lokasi Waktu Cuaca Morfologi Bentuk Lahan Litologi Struktur Tingkat Pelapukan Vegetasi Tataguna Lahan Potensi Positif Potensi Negatif Dimensi : Gombel Baru : 28 April 2012 (14:45) : Mendung : Perbukitan : Struktural : Konglomerat : Kekar N2600E/370 : Sedang-tinggi : Pohon & semak : Pemukiman dan jalan raya : Objek studi geologi : Gerakan tanah dan longsor :5x3m

18

Gambar STA 5 Gombel Baru

Morfogenesa

: Pada STA ini terdapat Struktur primer berupa perlapisan terbentuk dan membentuk lapisan batuan sedimen yaitu Konglomerat dan akibat adanya gangguan endogen bumi sehingga perlapisan batuan ini mengalami Fracture berupa Kekar.

19

BAB V PEMBAHASAN

5.1 STA 1 Sungai kaligarang merupakan sungai yang berstadia dewasa menuju tua dengan di cirikan sudah mulai terbentuk meander pada sungai, erosi lateral sehingga sungai sudah mulai melebar di tepi sungai terdapat endapan hasil transportasi berupa batuan beku yang di angkut dengan cara traksi, batupasir secara suspensi/mengambang dan konglomerat yang terbentuk dari batuan beku kecil yang terendapkan dengan batupasir, pada meander sungai terdapat endapan di tepi sungai yang sering di sebut dengan Point bar dan juga terdapat Channel bar. Yang merupakan endapan yang terbentuk di tengah sungai. sungai ini mempunyai litologi berupa konglomerat, batuan beku, breksi, dan lempung. Energi transport sungai ini sudah mulai berkurang di bagian meander sungai terdapat erosi pada meander yang mengakibatkan longsoran yaitu pada Cut of slope yang membentuk singkapan yang tersusun dari lempung, pasir, konglomerat dan soil yang susunannya mengkasar ke atas Corsening upward berarti arus dai sungai sudah berkurang sehingga tidak mampu mengendapkan bagian yang kasar di bawah nya sungai tersebut juga terdapat Block glide yang berbentuk bongkahan jatuh karena proses erosi dari sungai tersebut.

5.2 STA 2 STA ini terletak di daerah Sampangan, Semarang. Dimensi dari singkapan ini adalah 20 meter x 40 meter. Morfologi pada STA ini adalah perbukitan dengan bagian atas bukit terdapat vegetasi berupa rumput dan semak belukar dan bagian bawahnya pertokoan. STA ini termasuk ke dalam bentuk lahan struktural. Pada daerah ini terdapat struktur berupa perlapisan miring yang telah tererosi sehingga perlapisan ini terlihat seperti salah satu satu sayap lipatan saja, jika ditemukan sayap satunya lagi dimungkinkan

20

terdapat stuktur berupa lipatan sinklin atau antiklin. Singkapan ini tersingkap karena adanya SPBU yang dibangun di tempat tersebut sehingga memotong bukit tersebut. Hal tersebut karena terbentuknya lapisan yang ada pada singkapan tidak terjadi bersamaan. Satu lapisan dengan lapisan lainnya terbentuk pada waktu yang berbeda dan tentunya dengan proses pengendapan yang berbeda pula diman batuan pertama yang terbentuk terlebih dahulu merupakan batuan yang memiliki umur yang paling tua yaitu batupasir tuffan dan yang paling muda yaitu konglomerat, hal ini sesuai denan hukum super posisi yang mana batuan yang paling tua berada di paling bawah dan makin keatas makin muda, perlapisan batuan yang terbentuk pada singkapan ini juga tidak teratur dimana kita tidak bisa menentukan bahwa perlapisan yanng ada pada singkapan ini mengkasar keatas atau sebaliknya karena lapisan batuan yang ada pada singkapan tersusun tidak sistematis terkadang ditemukan lapisan breksi diantara konglomerat dan batupasir tuffan. Terbentuk nya struktur perlapisan tersebut disebabkan oleh waktu dan proses pengendapan yang berbeda dimana lapisan batuan yang halus terendapkan dengan waktu yang lama sedangkan lapisan batuan yang berukuran kasar lebih cepat terendapkan karena ukuran frgamen yang kasar. Ukuran fragmen yang halus berarti telah mengalami proses transportasi yang jauh sehingga terjadi pemilahan butir selama transportasi sehingga ukuran butir yang terddapat pada lapisan batuan tersebut terlihat beragam berbeda dengan lapisan batuan yang berukuran kasar yang memiliki fragmen yang masih kasar yang baru terlepas dari batuan asalnya dan pemilahan karena transportasi nya pun belum baik karena kemungkinan jarak transportasi yang masih dekat, terbentuknya perlapisan sterusnya dengan litologi yang berbeda disebabkan oleh terjadinya jeda pengendapan atau tererosi sehingga membentuk lapisan yang lebih muda lagi diatasnya dan kemudian lapisan yang awalnya terbentuk atau terendapkan secara horizontal karena adanya aktivitas endogen dan mempengaruhi singkapan ini sehingga lapisan ini menjadi perlapisan miring dimana arah gaya yang bekerja pada perlapisan ini

21

yaitu sejajar perlapisan batuan tersebut yang mana gaya bekerja menedekat pada satu titik atau Compressive yang membentuk perlapisan tersebut menjadi miring. Tataguna lahannya yaitu daerah pertokoan dengan potensi positif yaitu daerah usaha dan pemukiman dan potensi negatifnya yaitu rawan terjadi longsong dan dapat menimpa bangunan dibawahnya

5.3 STA 3 STA 3 ini berada di daerah Manyaran (Phapros), berjarak sekitar 5km dari gedung pertamina sukowati. Pengamatan dilakukan pada pukul 13.00 WIB pada tanggal 28 april 2012, cuaca pada saat mengamati daerah ini adalah mendung. Pada STA 3 ini terdapat bentuk lahan struktural dan terdapat suatu ketidak salarasan. Struktur yang terdapat pada daerah ini merupakan struktur sekunder yaitu terdapat struktur kekar, jenis kekar yang terbentuk pada daerah ini setelah dilakukan pengamatan dan analisis adalah jenis kekar gerus. Diperkirakan daerah ini terbentuk hasil dari proses erupsi gunung ungaran purba. Dimana abu-abu volkanik yang mengendap di daerah ini, yang kemudian mengalami diagenesis hingga menjadi batuan piroklastik yaitu tuff kasar. Karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi menyebabkan terjadinya proses deformasi dimana perlapisan tuff yang tadinya horizontal berubah menjadi miring. Dan kemudian terjadilah ketidak selarasan dimana terjadi pengendapan material-material yang memotong perlapisan tuff sehingga terbentuklah batuan sedimen yaitu breksi. Kemudian karena adanya tenaga endogen dari dalam bumi ini terbentuklah kekar-kekar pada daerah ini (kekar gerus). Terlihat adanya kontak perbedaan litologi batuan yaitu antara 2 jenis batuan yang berbeda. Hal tersebut menunjukan adanya ketidakselaran yaitu angular unconformity yaitu antara 2 unit batuan sedimen yang menyudut. Litologi pada daerah ini terdiri breksi dan tuff kasar. Batuan batuan diperkirakan ini merupakan hasil transport dari material material gunung

22

Ungaran purba. Pada breksi, batu ini memiliki warna coklat, struktur non structure, fragmen bongkah (>256 mm) berangkal (64-256 mm), sortasi buruk, kemas terbuka, dan memiliki bentuk butir angular. Dilihat dari vegetasinya terdapat ilalang dan semak belukar. Derah ini merupakan lahan kosong, yang berarti tataguna lahannya tidak ada hanya sebagai lahan tak terpakai. Namun dareah ini memiliki potensi positif dan potensi negatif. Potensi positif daerah ini adalah sebagai lahan tempat penambangan pasir dan juga dapat di jadikan sebagai objek studi kasus. Sedangkan potensi negatif dari daerah ini adalah rawan terjadinya longsor.

5.4 STA 4 Di STA 4 ini, dijumpai sebuah singkapan berupa struktur geologi yang mempengaruhi kondisi geologi daerah daerah sekitarnya. Strruktur geologi dalam hal ini adalah struktur sekunder. Struktur sekunder biasanya terbentuk oleh adanya proses endogen yang bekerja adalah proses tektonik. Proses ini mengakibatkan adanya pengangkatan, pengkekaran, patahan dan lipatan yang tercermin dalam bentuk topografi dan relief yang khas. Bentuk relief ini akan berubah akibat proses eksternal yang berlangsung kemudian. Macam-macam proses eksternal yang terjadi adalah pelapukan (dekomposisi dan

disintergrasi), erosi (air, angin, atau glasial) serta gerakan massa tanah (longsoran, rayapan, aliran, rebahan atau jatuhan). Litologi daerah ini terdiri dari konglomerat dan batupasir. Konglomerat memiliki ukuran butir antara 64 256 mm, dengan bentuk butir well rounded, kemas terbuka, dan sortasi buruk. Sedangkan batupasir memiliki ukuran butir 1/2 1 mm, dengan bentuk butir well rounded, kemas tertutup, dan sortasi baik. Sebagian kecil bagian batuan yang berada pada lapisan paling atas telah lapuk menjadi tanah dan ditumbuhi beberapa vegetasi. Daerah sekitar STA 4 digunakan sebagai tempat pemukiman warga. Selain untuk pemukiman, daerah ini berpotensi untuk menjadi objek studi geologi khususnya untuk mempelajari struktur geologi. Namun disamping itu, daerah

23

ini juga dapat membahayakan. Lerengnya yang curam dapat membahayakan penduduk sekitar seandainya terjadi longsor.

5.5 STA 5 Pada STA 5 ini, dijumpai sebuah singkapan yang menunjukkan adanya proses denudasional berupa gerakan tanah (mass wasting) dengan jenis Runuthan tanah yaitu proses dimana suatu massa batuan mengalami perlepasan dari batuan induknya kemudian massa batuan tersebut jatuh kebawah dengan gerakan yang cepat. Proses denudasional yang terjadi pada STA I dipicu oleh beberapa faktor, diantaranya pemilahan (sort), iklim, topografi / morfologi, proses geomorfologi, vegetasi dan tata guna lahan, faktor yang paling dominan yaitu air, air mampu mengerosi bagian batuan dan mampu melarut sementasi antara batuan yang merekat. Keenam faktor diatas sangat berpengaruh terhadap tingkat pelapukan yang terjadi pada daerah sekitar STA 5. Litologi daerah ini terdiri dari batulanau, pasir kasar, dan pasir halus, berurut dari bawah ke atas. Batulanau yang berada pada lapisan paling bawah dari singkapan memiliki ukuran butir 1/16 1/256 mm,. Batupasir pasir kasar memiliki ukuran butir 1/2 1 mm, Sedangkan batupasir pasir halus memiliki ukuran butir 1/8 1/4 mm, Singkapan di STA 5 ini bermula dari proses pengendapan material sedimen di daerah tersebut mulai dari batulanau, pasir kasar, lalu pasir halus. Lama-kelamaan batuan yang telah terendapkan tersebut mengalami pelapukan sehingga menjadi tanah Pelapukan ini mengubah sifat fisik batuan dan mengurangi daya ikatnya. Akibatnya, tanah menjadi mudah lepas dari batuan induknya. Karena kondisi lereng yang terjal, massa tanah jatuh secara vertikal dengan kecepatan yang ektrim cepat. Peristiwa Runtuhan tanah. Saat ini, daerah sekitar STA 5 digunakan sebagai tempat pemukiman warga. Selain untuk pemukiman, daerah ini berpotensi untuk menjadi objek studi geologi khususnya untuk mempelajari gerakan tanah. Namun disamping

24

itu, daerah ini juga dapat membahayakan penduduk sekitar karena berpotensi longsor.

25