acara i karbohidrat

31
ACARA I KARBOHIDRAT A. Tujuan Tujuan praktikum Acara I Karbohidrat ini adalah : a. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa. b. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa. c. Menentukan suhu gelatinasi pati tapioka dan tepung beras. B. Tinjauan Pustaka a. Tinjauan Teori Larutan Tollen mengoksidasi aldosa dan ketosa hingga memberikan tes positif terhadap aldehid dan terhadap α-hidroksiketon. Sedangkan larutan Benedict (mirip dengan larutan Fehling yang mengandung ion kompleks kupri sulfat) akan memberikan endapan merah bata, Cu 2 O, bila mengoksidsi aldehida (dalam larutan alkali α- hidroksiketon diubah menjadi aldehida). Karena larutan kupri tatrat dan sitrat berwarna biru, maka endapan yang berwarna merah bata cukup jelas dan memberikan indikasi tes positif. Gula-gula yang memberikan hasil positif terhadap uji Tollen dan

Upload: fiyan-maulana-rajendra

Post on 12-Apr-2016

57 views

Category:

Documents


10 download

DESCRIPTION

ITP semester 3

TRANSCRIPT

Page 1: Acara I Karbohidrat

ACARA I

KARBOHIDRAT

A. Tujuan

Tujuan praktikum Acara I Karbohidrat ini adalah :

a. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap sukrosa. 

b. Mengetahui pengaruh asam dan alkali terhadap glukosa.

c. Menentukan suhu gelatinasi pati tapioka dan tepung beras.

B. Tinjauan Pustaka

a. Tinjauan Teori

Larutan Tollen mengoksidasi aldosa dan ketosa hingga memberikan

tes positif terhadap aldehid dan terhadap α-hidroksiketon. Sedangkan larutan

Benedict (mirip dengan larutan Fehling yang mengandung ion kompleks

kupri sulfat) akan memberikan endapan merah bata, Cu2O, bila mengoksidsi

aldehida (dalam larutan alkali α-hidroksiketon diubah menjadi aldehida).

Karena larutan kupri tatrat dan sitrat berwarna biru, maka endapan yang

berwarna merah bata cukup jelas dan memberikan indikasi tes positif. Gula-

gula yang memberikan hasil positif terhadap uji Tollen dan Benedict disebut

gula pereduksi. Semua karbohidrat yang mengandung gugus hemiasetal atau

gugus ketal akan memberikan hasil positif terhadap uji tersebut. Sedangkan

gula nonpereduksi adalah semua karbohidrat yang hanya mengandung

gugus asetal atau ketal yang tidak memberikan hasil positif terhadap uji

Tollen dan Benedict. Larutan Benedict digunakan untuk menentukan

glukosa dalam urin. Oksidasi pereaksi Benedict berlangsung dalam larutan

alkali, dan dalam larutan alkali gula akan mengalami serangkaian reaksi

kompleks menyebabkan isomerasi dan pemecahan (Sastrohamidjojo, 2005).

Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati secara

luar biasa dan tidak bisa kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat

granula pati pecah (membengkak) disebut suhu gelatinisasi. Kemampuan

granula pati dalam menyerap air hanya mencapai kadar 30%. Peningkatan

Page 2: Acara I Karbohidrat

granula pati dalam air antara suhu 550C sampai 650C merupakan

pembengkakan yang sesungguhnya, selanjutnya granubal pati dapat kembali

ke bentuk semula. Gelatinisasi terjadi apabila suspensi pati dipanaskan

sehingga terjadi perubahan. Mula-mula suspensi pati keruh seperti susu tiba-

tiba menjadi jernih pada suhu tertentu. Terjadinya translusi pati tersebut

diikuti pembengkakan granula pati. Air dapat masuk ke butir-butir pati

apabila energi kinetik molekul air menjadi lebih kuat daripada -daya tarik-

menarik antarmolekul pati dalam granula. Hal tersebut menyebabkan

bengkaknya granula pati dan gelatinisasi (Winarno, 2004).

Proses pengolahan padi menjadi tepung menghasikan tepung beras.

Proses ini merupakan usaha pengecilan bentuk (ukuran) dari bentuk asal

berupa beras. Proses ini dapat dilakukan secara tradisional ataupun secara

mekanis menggunakan mesin penggiling. Proses pengolahan tepung beras

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara kering dan basah

(Khatir, 2011). Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan,

konsentrasi suspensi pati dan kadar amilosa. Selain itu gelatinisasi juga dipacu

oleh keberadaan asam atau basa. Semakin banyak fraksi amilosa, granula

makin kompak dan makin sukar tergelatinisasi (Rahim, 2009)

Suhu gelatinisai berbeda-beda pada setiap jenis pati dan membentuk

kisaran suhu. Penentuan suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan

viskosimeter. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized

microscope. Suhu gelatinisasi pada jagung 620C - 700C, tapioka 520C -

640C, beras 680C - 780C, gandum 54,50C - 640C dan kentang 580C - 660C

(Winarno, 2004). Tepung beras ketan tergelatinisasi pada suhu yang lebih

rendah dibandingkan dengan tepung lainnya. Suhu terjadinya gelatinisasi

pada tepung ini adalah 67,47ºC. Sementara suhu terjadinya gelatinisasi pada

tepung tapioka, tepung terigu dan tepung beras berturut-turut adalah pada

69,56ºC, 82,38ºC dan 85,39ºC.Waktu yang dibutuhkan tepung beras ketan

untuk tergelatinisasi sempurna paling cepat dibandingkan dengan tepung

lainnya. Hal ini diindikasikan dengan waktu puncak, yaitu pada 5,87 menit.

Sementara untuk tergelatinisasi sempurna, tepung tapioka memerlukan

Page 3: Acara I Karbohidrat

waktu 6,05 menit, tepung terigu 8,9 menit, dan tepung beras pada 9,97

menit (Imaningsih, 2012).

b. Tinjauan Bahan

Karbohidrat meliputi lebih dari 90% dari berat semua biomassa, dan

lebih dari 90% dari massa karbohidrat dalam bentuk polimer karbohidrat

yaitu polisakarida (Bothara, 2012). Karbohidrat adalah senyawa multifungsi

dari gugus karbo di mana kelompok OH adalah digunakan untuk

menghubungkan posisi target yang berbeda (Valderrama, 2007).

Karbohidrat adalah polihidroksi aldehida atau keton atau senyawa yang

menghasilkan senyawa-senyawa ini bila dihidrolisa. Rumus empiris

karbohidrat secara umum (CH2O)n.. Terdapat tiga golongan karbohidrat:

monosakarida, oligosakarida, dan polisakarida. Monosakarida atau gula

sederhana, terdiri dari hanya satu unit polihidroksi aldehida atau keton.

Monosakarida yang paling banyak di alam adalah glukosa. Oligosakarida

terdiri dari rantai pendek unit monosakarida yang digabungkan bersama-

sama oleh ikatan kovalen. Disakarida mempunyai dua unit monosakarida.

Sukrosa atau gula tebu terdiri dari glukosa dan fruktosa yang digabungkan

dengan ikatan kovalen. Polisakarida terdiri dari rantai panjang yang

mempunyai ratusan atau ribuan unit monosakarida. Beberapa polisakarida,

seperti selulosa, mempunyai rantai linier, sedangkan yang lain, seperti

glikogen mempunyai rantai cabang. Polisakarida yang paling banyak

dijumpai yaitu pati dan selulosa (Lehninger, 1982).

Karbohidrat sangat penting tersedia untuk tubuh kita. Sekitar 97%

tubuh kita digantikan setiap tahun oleh makanan yang kita makan. Tubuh

kita membutuhkan sekitar 50 atau lebih nutrisi untuk menjaga kesehatan

yang baik, tidak terkecuali karbohidrat. Karbohidrat adalah senyawa organik

yang hanya terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen. Karbohidrat dapat

disebut dengn istilah lain yaitu sakarida. Karbohidrat (sakarida) dibagi

menjadi empat (4) kelompok kimia: Monosakarida, Disakarida,

Oligosakarida dan Polisakarida (Shah, 2013).

Page 4: Acara I Karbohidrat

Monosakarida adalah karbohidrat sederhana yang tidak dapat

dihidrolisis menjadi karbohidrat yang lebih kecil. Monosakarida adalah

aldehida atau keton dengan dua atau lebih gugus hidroksil. Rumus kimia

dari monosakarida adalah CnH2nOn. Monosakarida penting sebagai

molekul pembentuk asam nukleat. Monosakarida dengan tiga (3) karbon

disebut sebagai triosa, dengan empat (4) karbon disebut tetrosa, dengan lima

(5) kabon adalah pentosa, dan enam (6) karbon adalah heksosa

(Shah, 2013). Menurut Lehninger (1982), monosakarida akan segera

mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida, hidrogen peroksida

atau ion cupri. Pada reaksi seperti ini, gula dioksidasi pada gugus karbonil,

dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi. Glukosa dari gula lain yang

mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula pereduksi.

Disakarida ialah gabungan dari dua monosakarida. Disakarida terdiri

dari dua unit monosakarida terikat bersama-sama oleh ikatan kovalen

dikenal sebagai hubungan glikosidik yang terbentuk melalui reaksi

dehidrasi, mengakibatkan hilangnya atom hidrogen dari satu monosakarida

dan gugus hidroksil dari yang lain. Rumus disakarida adalah C12H22O11.

Sukrosa adalah disakarida yang paling melimpah dan merupakan bentuk

utama karbohidrat dan diangkut dalam tumbuhan. Laktosa juga merupakan

disakarida, terjadi secara alami dalam susu mamalia. Makanan tinggi

karbohidrat termasuk buah-buahan, permen, minuman ringan, roti, pasta,

kacang-kacangan, kentang, dedak, beras, sereal dan lain-lain (Shah, 2013).

Sukrosa bila dihirolisis dengan asam encer akan menghasilkan glukosa dan

fruktosa. Sukrosa merupakan gula yang tidak mereduksi

(Sastrohamidjojo, 2005).

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik.

Berbagai jenis pati tidak sama sifatnya tergantung dari panjang rantai C-nya,

serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Pati memiliki dua fraksi yang

dapat dipisahkan dengan air panas, fraksi terlarut dan fraksi tidak terlarut.

Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak telarut disebut amilopektin.

Amilosa memiliki struktur lurus dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa dan

Page 5: Acara I Karbohidrat

amilopektin memiliki cabang dengan ikatan α-(1,4)-D-glukosa

(Winarno, 2004).

Tapioka memiliki karakteristik yang spesifik terkait dengan suhu

gelatinisasi, kemampuan mengembang (swelling power), dan kelarutan

dibandingkan dengan pati lainnya. Tapioka merupakan pati yang diambil

dari ubi kayu dan dimanfaatkan sebagai bahan pangan atau bahan pembantu

industri nonpangan. Pati dari tapioka terdiri atas 17% amilosa dan 83%

amilopektin. Granula tapioka berbentuk semi bulat dengan salah satu bagian

ujungnya mengerucut dengan ukuran 5-35 μm. Suhu gelatinisasinya

berkisar antara 52-64°C, kristalinisasi 38%, kekuatan mengembang 42, dan

kelarutan 31%. Kekuatan mengembang dan kelarutan tapioka lebih kecil

dibanding pati kentang, tetapi lebih besar dari pati jagung. suhu gelatinisasi

tapioka berkisar antara 58,5−70,0°C, bergantung pada varietas ubi kayu

yang digunakan untuk memproduksi tapioka. (Herawati, 2012).

Sukrosa dibentuk oleh penghapusan molekul air dari kombinasi gugus

hidroksil glikosidik α-D-glukosa dan β-D-glukosa. Untuk pembentukan

sukrosa, kedua kelompok karbonil dari unit individu yang terlibat terikat

oleh ikatan glikosidik. Sukrosa tidak mengandung kelompok aktif sehingga

tidak menunjukkan mutarotation. Sukrosa adalah gula non pereduksi.

Karbonil bebas adalah kelompok aktif laktosa sedangkan hemiacetal adalah

kelompok aktif maltosa (Nithiyanantham, 2013).

Menurut Sintasari (2014), fungsi sukrosa meningkatkan total padatan,

memberikan rasa manis sehingga akan mempengaruhi penerimaan masyarakat

terhadap minuman probiotik. Menurut Kurniawan dan Iwan dalam Maelani (2013),

penambahan sukrosa pada media tanam menunjukkan kecepatan pertumbuhan

miselium dari kultur “ submerged” lebih cepat dibandingkan dengan cara

konvensional biasa. Menurut Agustiawati dalam Maelani (2013) menyatakan

bahwa sukrosa memiliki kemampuan dalam meningkatkan daya kecambah

konidia dan pertumbuhan jamur Entomopatogen Beauveria bassiana

Vuillemin. Selanjutnya, gula merupakan sumber karbohidrat utama karena

termasuk dalam golongan disakarida (glukosa dan fruktosa), yang mempunyai

Page 6: Acara I Karbohidrat

dua fungsi yaitu sebagai bahan bakar (pembangun) dan bahan dasar penyusun

struktur sel.

Tepung-tepungan dianalisis kandungan proksimat, distribusi ukuran

partikel dan komposisi amilosa-amilopektinnya. Sifat pemasakan diuji

dengan menggunakan Rapid Visco Analizer (RVA) untuk menentukan

viskositas, suhu dan waktu puncak terjadinya gelatinisasi. Tepung beras,

beras ketan, terigu dan tapioka memiliki sifat gelatinisasi berbeda yang

berhubungan dengan struktur pati dan komposisi amilosa-amilopektin.

Tepung terigu memiliki viskositas puncak yang paling rendah, sementara

tepung tapioka tertinggi. Adanya garam akan menunda waktu terjadinya

gelatinisasi. Jumlah kandungan amilosa berpengaruh pada profil gelatinisasi

pati. Amilosa memiliki ukuran yang lebih kecil dengan struktur tidak

bercabang. Sementara amilopektin merupakan molekul berukuran besar

dengan struktur bercabang banyak dan membentuk double helix. Saat pati

dipanaskan, beberapa double helix fraksi amilopektin merenggang dan

terlepas saat ada ikatan hidrogen yang terputus. Jika suhu yang lebih tinggi

diberikan, ikatan hidrogen akan semakin banyak yang terputus,

menyebabkan air terserap masuk ke dalam granula pati. Pada proses ini,

molekul amilosa terlepas ke fase air yang menyelimuti granula, sehingga

struktur dari granula pati menjadi lebih terbuka, dan lebih banyak air yang

masuk ke dalam granula, menyebabkan granula membengkak dan

volumenya meningkat. Molekul air kemudian membentuk ikatan hidrogen

dengan gugus hidroksil gula dari molekul amilosa dan amilopektin. Di

bagian luar granula, jumlah air bebas menjadi berkurang, sedangkan jumlah

amilosa yang terlepas meningkat. Molekul amilosa cenderung untuk

meninggalkan granula karena strukturnya lebih pendek dan mudah larut.

Mekanisme ini yang menjelaskan bahwa larutan pati yang dipanaskan akan

lebih kental (Imaningsih, 2012).

Tepung beras merupakan bahan yang mengandung kadar protein

cukup tinggi yaitu 8,7%. Tepung beras memiliki karekteristik yang berbeda

dengan tepung terigu. Tepung beras memiliki jumlah air bebas lebih tingi

Page 7: Acara I Karbohidrat

dalam sistem adonan karena ukuran granula patinya lebih kecil (3-8 mikron)

sehingga mengabsorbsi lebih sedikit air. Tepung beras tidak membentuk

jaringan gluten dalam sistem adonan sehingga kemampuan menahan airnya

lebih rendah dibanding tepung terigu (Widjajaseputra, 2011).

Glukosa merupakan komponen yang penting dalam darah. Glukosa

memiliki rumus molekul C6H12O6. Glukosa termasuk dalam gula sederhana

yang tidak dapat dipecah lagi menjadi gula yang lainnya (Hart, 2003).

Menurut Asif (2011), glukosa adalah karbohidrat terpenting dalam manusia

tubuh. Glukosa terbentuk dari hidrolisis karbohidrat kompleks termasuk pati

dan dekstrin. Glukosa ditemukan dalam darah dan memberikan energi untuk

tubuh. Glukosa juga terbentuk dari pemecahan glikogen dalam tubuh.

C. Metodologi

1. Alat

a. Tabung reaksi

b. Mikroskop

c. Pipet tetes

d. Termometer

e. Penangas Air

f. Gelas Benda

g. Gelas Beaker 100 ml

h. Pipet Ukur 10 ml

i. Kertas Lakmus

j. Pengaduk

k. Sendok kecil

l. Penjepit

2. Bahan

a. Larutan Sukrosa 5%

b. Larutan Glukosa 0,1 M

c. Pereaksi Benedict

d. Larutan NaOH 0,1 N

Page 8: Acara I Karbohidrat

e. Larutan HCL 0,1 N

f. Aquades

g. Kristal NaHCO3

h. Tepung Pati

i. Tepung Beras

j. Larutan Iodine

Page 9: Acara I Karbohidrat

3. Cara Kerja

a. Pengaruh Asam dan Alkali Terhadap Sukrosa

2 ml sukrosa 5%

dimasukkan dalam 3 tabung reaksi

Tabung 1 ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 5 ml, tabung 2 ditambahkan HCL 0,1 N sebanyak 5 ml, dan tabung 3 ditambahkan aquades sebanyak 5 ml

Dipanaskan sampai mendidih 2-3 menit (Pemanasan I)

Diamati perubahan warnanya

NaHCO3 ditambahkan pada tabung ke 2

Sebanyak 2 ml dari masing-masing larutan dipindahkan ke dalam 3 tabung reaksi

2 ml pereaksi Benedict

Ditambahkan pada setiap tabung lalu dipanaskan dalam penangas air selama 5 menit (pemanasan 2)

diamati perubahan warna atau warna endapan

Page 10: Acara I Karbohidrat

b. Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa

Tabung 1 ditambahkan NaOH 0,1 N sebanyak 2 ml, tabung 2 ditambahkan HCL 0,1 N sebanyak 2 ml, dan tabung 3 ditambahkan aquades sebanyak 2 ml

Dipanaskan sampai mendidih

Diamati perubahan warna larutan

2 ml glukosa 0,1 N

dimasukkan dalam 3 tabung reaksi

Page 11: Acara I Karbohidrat

c. Gelatinisasi Pati

Sebanyak 1 sendok kecil pati tapioka dan tepung beras

Dimasukkan dalam 4 beaker glass 100 ml dan ditambahkan aquadest hingga membentuk pasta kental

Beaker 1 ditambah 50 ml air suhu kamar, Beaker 2 ditambah 50 ml air suhu 40°C, Beaker 3 ditambah 50 ml air suhu 65°C, Beaker 4

ditambah 50 ml air suhu 80°C

Masing-masing diambil 1 tetes dan diratakan pada gelas benda

larutan iodine 1 tetes

diratakan dan ditutup dengan gelas penutup

diamati di bwah mikroskop perbesaran 10 x 10

Page 12: Acara I Karbohidrat

D. Hasil dan Pembahasan

Tabel 1.1. Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Sukrosa

Kel. PerlakuanPemanasan 1 Pemanasan 2

Warna Awal

Warna Akhir Warna Endapan

1, 2, 3 5 ml NaOH 0,1 N Bening Bening Biru

Muda

Tidak ada endapan

4, 5, 6 5 ml HCl 0,1 N Bening Bening Biru Kehijauan

Endapan merah bata

7, 8, 9 5 ml Aquades Bening Bening Biru Tidk ada endapan

Sumber : Laporan Sementara

Disakarida merupakan gabungan dari dua monosakarida yang

berikatan kovalen terhadap sesamanya. Disakarida digabungkan oleh ikatan

kimia yang menggabungkan kedua unit monosakarida yang disebut ikatan

glikosida. Disakarida dibentuk jika gugus hidroksil pada salah satu gula

bereaksi dengan karbon anomer pada gula yang kedua. Disakarida yang

terdapat di alam umumnya sukrosa, laktosa, dan maltosa. Ikatan glikosida

terhidrolisis oleh asam namun tahan terhadap basa. Sehingga disakarida

mampu terhidrolis menghasilkan komponen monosakarida bebasnya dengan

perebusan oleh asam encer (Lehninger, 1982).

Larutan Benedict berfungsi mengetahui adanya kandungan glukosa

(monosakarida) pada suatu zat. Pereaksi Benedict tidak dapat bekerja

dengan baik pada kondisi asam. Pada pemanasan kedua, tujuan penambahan

benedict adalah untuk mengetahui ada tidaknya gugus reduksi pada sukrosa

sehingga dapat diketahui apakah terjadi hidrolisis atau tidak dengan

penambahan larutan yang berbeda tingkat keasamannya (pH) yaitu dengan

penambahan NaOH yang bersifat basa, HCl yang bersifat asam dan aquades

yang memiliki pH netral. Larutan Benedict (mirip dengan larutan Fehling

yang mengandung ion kompleks kupri sulfat) akan memberikan endapan

merah bata, Cu2O, bila mengoksidsi aldehida (dalam larutan alkali α-

Page 13: Acara I Karbohidrat

hidroksiketon diubah menjadi aldehida). Karena larutan kupri tatrat dan sitrat

berwarna biru, maka endapan yang berwarna merah bata cukup jelas dan

memberikan indikasi tes positif (Sastrohamidjojo, 2005).

Penambahan NaHCO3 kristal bertujuan untuk memberikan suasana

sedikit basa. Pada suasana yang sedikit basa, benedict mampu bekerja secara

maksimal. Benedict tidak dapat bekerja dengan baik pada kondisi asam. Fungsi

lain dari NaHCO3 adalah sebagai katalis dalam reaksi Benedict. Apabila

sukrosa ditambah Benedict dengan menggunakan katalis NaHCO3 reaksinya

akan menghasilkan CuO2, asam, dan H2O yang menimbulkan endapan

berwarna merah bata. Setelah penambahan kristal NaHCO3, hidrolisis terhenti

dan larutan telah berada dalam keadaan netral sehingga saat penambahan reaksi

Benedict dapat terlihat jelas perbedaan warnanya (Irzam, 2014).

Berdasarkan percobaan, diperoleh hasil dari kelompok 1, 2 dan 3

dengan perlakuan Sukrosa + 5 ml NaOH 0,1 N warna awal larutan sebelum

pemanasan 1 adalah bening, setelah pemanasan 1 juga masih bening. Setelah

penambahan pereaksi Benedict, larutan menjadi berwarna biru muda dan

setelah pemanasan 2 tidak terdapat endapan. Warna biru muda tersebut

menunjukkan bahwa pada uji benedict berada di suasana basa, unsur atau ion

yang penting yang terdapat pada larutan tersebut adalah Cu2+ yang berwarna

biru. Menurut Sastrohamidjojo (2005), sukrosa akan terhidrolisis dan stabil

pada suasana asam. Sehingga dalam suasana basa (penambahan NaOH 0,1 N)

larutan sukrosa tidak terhidrolisis dan tidak menunjukkan reaksi positif dalam

penambahan pereaksi Benedict. Larutan yang bersifat alkalis tidak mampu

menghidrolisis sukrosa sehingga sukrosa tetap menjadi gula nonpereduksi yang

memberikan hasil negatif terhadap uji Benedict.

Berdasarkan hasil dari kelompok 4, 5 dan 6, dimana sukrosa + 5 ml

HCl 0,1 N pada awal sebelum pemanasan 1, larutan menunjukkan warna

bening, setelah pemanasan 1 larutan juga masih menunjukkan waarna bening.

Sebelum dilakukan pemanasan 2, larutan terlebih dahulu ditambahkan dengan

kristal NaHCO3 . Tujuan dari penambahan tersebut adalah untuk membuat

larutan berada dalam suasana netral dan menghentikan proses hidrolisis yang

Page 14: Acara I Karbohidrat

terjadi, sehingga saat penambahan pereaksi Benedict dapat terlihat jelas

perbedaannya. Setelah penambahan kristal NaHCO3, larutan diberi pereaksi

Benedict dan dipanaskan (pemanasan 2). Setelah itu, terdapat endapan yang

berwarna merah bata pada larutan. Endapan merah bata terjadi karena sukrosa

telah terhidolisis menjadi dua gula monosakarida (glukosa dan fruktosa)

setelah proses penambahan asam. Glukosa merupakan gula pereduksi dimana

memberikan hasil positif terhadap uji Benedict sehingga terdapat endapan

mereh bata di akhir percobaan. Berdasarkan percobaan, hasil tersebut sudah

sesuai dengan teori yang ada.

Pada kelompok 7, 8 dan 9, sukrosa + 5 ml aquades, pada awal

sebelum pemanasan 1, larutan berwarna bening, setelah pemnasan 1 juga masih

bening. Kemudian larutan ditambahkan larutan Benedict berubah menjadi

warna biru dan setelah pemanasan 2 tidak terdapat endapan. Penambahan

aquades kedalam larutan sukrosa berfungsi untuk menunjukkan sifat sukrosa

dalam pH netral yaitu dalam kisaran pH aquades antara 6 sampai 7. Pada pH

netral sukrosa relatif stabil karena tidak terjadi perubahan warna pada saat

sebelum dan sesudah pemanasan kedua serta penambahan larutan Benedict.

Tabel 1.2. Data Percobaan Pengaruh Asam dan Alkali terhadap Glukosa

Kel. PerlakuanPerubahan Warna

Warna Awal Warna Akhir

1, 2, 3

Glukosa + NaOH 0,1 N dipanaskan Bening Kuning

Kecoklatan4, 5, 6 Glukosa + 0,1 N HCl dipanaskan Bening Bening

7, 8, 9 Glukosa + aquades dipanaskan Bening Bening

Sumber : Laporan Sementara

Monosakarida adalah suatu molekul yang terdiri dari lima atau enam

atom C.Monosakarida yang mengandung satu gugus aldehid disebut aldosa,

sedangkan yang mengandung satu gugus keton disebut ketosa. Monosakarida

dengan enam atom C disebut heksosa, contohnya glukosa, fruktosa, dan

galaktosa. Monosakarida dengan lima atom C disebut pentosa, contohnya

Page 15: Acara I Karbohidrat

xilosa, arabinosa dan ribosa (Winarno, 2004). Menurut Lehninger (1982),

monosakarida akan segera mereduksi senyawa pengoksidasi seperti ferisianida,

hidrogen peroksida atau ion cupri. Pada reaksi seperti ini, gula dioksidasi pada

gugus karbonil, dan senyawa pengoksidasi menjadi tereduksi. Glukosa dari

gula lain yang mampu mereduksi senyawa pengoksidasi disebut gula

pereduksi. Sifat gula pereduksi yang dimiliki monosakarida berguna dalam

analisa gula.

Pada percobaan ini bertujuan untuk menguji pengaruh asam dan basa

terhadap gula reduksi. Digunakan 5 ml glukosa dengan konsentrasi 0,1 M yang

dimasukkan ke dalam 3 tabung reaksi. Ketiga tabung reaksi tersebut

diberi perlakuan berbeda dengan menambahkan 2 ml NaOH pada tabung

pertama, 2 ml HCl pada tabung kedua, dan 2 ml aquades pada tabung ketiga.

Kemudian dipanaskan dan diamati perubahannya.

Tabung 1 (kelompok 1, 2 dan 3) pada saat awal sebelum pemanasan,

larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna

kuning kecoklatan. Hal tersebut karena glukosa mengalami dekomposisi dan

menunjukkan reaksi positif terhadap Benedict sehingga setelah penambahan

Benedict dan pemanasan, larutan berubah warna. Menurut Sastrohamidjojo

(2005), oksidasi pereaksi Benedict berlangsung dalam larutan alkali, dan dalam

larutan alkali gula akan mengalami serangkaian reaksi kompleks menyebabkan

isomerasi dan pemecahan. Namun, pada percobaan kali ini terjadi sedikit

penyimpangan, seharusnya larutana menghasilkan endapan merah bata setelah

pemanasan, karena, menurut Lehninger (1982), gluosa merupakan gula

pereduksi, diana gula pereduksi seharusnya menunjukkan endapan merah bata

saat bereaksi dengna Benedict dan dipanaskan. Penyimpangan terjadi bisa

kaarena larutan glukosa yang digunakan kurang murni atau sudah terlalu lama

disimpan di laboratorium.

Tabung 2 (kelompok 4, 5 dan 6) pada saat awal sebelum pemanasan,

larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna

bening. Menurut Sastrohamidjojo (2005) glukosa stabil pada kondisi asam.

HCl yang besifat tidak mampu menghidrolisis glukosa. Sehingga, walaupun

Page 16: Acara I Karbohidrat

telah diberi pereaksi Benedict dan dipanaskan, glukosa akan tetap dan tidak

menimbulkan endapan merah bata.

Tabung 3 (kelompok 7, 8 dan 9) pada saat awal sebelum pemanasan,

larutan menunjukkan warna bening. Setelah pemanasan terbentuk warna

bening. Aquades bersifat netral sehingga tidak dapat menghidrolisa glukosa

walaupun ditambahh pereaksi Benedict dan pemanasan. Aquades hanya

berfungsi sebagai pelarut dan kontrol pada pH netral.

Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Gelatinisasi Pati pada Perbesaran 10 x 10Kel Perlakuan Gambar Keterangan

1Tepung tapioka + air suhu kamar

Bentuk : Granul pati bulat dan kecil100x

2

Tepung tapioka + air suhu 400C

Bentuk : Granul pati bulat dan sedang100x

3

Tepung tapioka + air suhu 650C

Bentuk : Granul pati bulat dan agak besar

100x

4

Tepung Tapioka + air suhu 800C

Bentuk : Granul pati bulat dan besar100x

Page 17: Acara I Karbohidrat

5

Tepung Beras + air suhu kamar

Bentuk : Granul pati bulat dan kecil100x

6

Tepung Beras + air suhu 400C

Bentuk : Granul pati bulat dan sedang100x

7

Tepung Beras + air suhu 650C

Bentuk : Granul pati bulat dan agak besar

100x

8 / 9

Tepung Beras + air suhu 800C

Bentuk : Granul pati bulat dan besar100x

Sumber : Laporan Sementara

Gelatinisasi merupakan peristiwa pembengkakan granula pati secara

luar biasa dan tidak bisa kembali pada kondisi semula. Suhu pada saat granula

pati pecah (membengkak) disebut suhu gelatinisasi. Kemampuan granula pati

dalam menyerap air hanya mencapai kadar 30%. Peningkatan granula pati

dalam air antara suhu 550C sampai 650C merupakan pembengkakan yang

sesungguhnya, selanjutnya granubal pati dapat kembali ke bentuk semula.

Gelatinisasi terjadi apabila suspensi pati dipanaskan sehingga terjadi

perubahan. Mula-mula suspensi pati keruh seperti susu tiba-tiba menjadi jernih

pada suhu tertentu. Terjadinya translusi pati tersebut diikuti pembengkakan

Page 18: Acara I Karbohidrat

granula pati. Air dapat masuk ke butir-butir pati apabila energi kinetik molekul

air menjadi lebih kuat daripada -daya tarik-menarik antarmolekul pati dalam

granula. Hal tersebut menyebabkan bengkaknya granula pati dan gelatinisasi

(Winarno, 2004).

Gelatinisasi pati dipengaruhi oleh suhu dan waktu pemanasan,

konsentrasi suspensi pati dan kadar amilosa. Selain itu gelatinisasi juga dipacu

oleh keberadaan asam atau basa. Semakin banyak fraksi amilosa, granula makin

kompak dan makin sukar tergelatinisasi (Rahim, 2009)

Suhu gelatinisai berbeda-beda pada setiap jenis pati dan membentuk

kisaran suhu. Penentuan suhu gelatinisasi dapat ditentukan dengan

viskosimeter. Suhu gelatinisasi juga dapat ditentukan dengan polarized

microscope. Pada percobaan digunakan pati tapioka dan pati tepung beras. Pati

tapioka memiliki kisaran suhu gelatinisasi 520C - 640C, sedangkan pati tepung

beras memiliki suhu 680C - 780C (Winarno, 2004).

Pada percobaan ini yang digunakan polisakarida berupa tepung

tapioka dan tepung beras. Kisaran suhu yang dipakai dalam percobaan ini

adalah suhu kamar, 40°C, 65°C, dan 80°C. Pada percobaan ini, masing –

masing dibuat preparat mikroskopisnya pada gelas obyek dan ditambah larutan

Iodine encer, agar warna yang terlihat lebih jelas, sehingga dapat ditentukan

range suhu gelatinisasi. Pengamatan dengan menggunakan mikroskop, dimana

perbesarannya tergantung dari perkalian nilai lensa obyektif dan lensa okuler.

Dari data di atas dapat diketahui bahwa pada pasta kental tapioka

dengan perlakuan pada suhu kamar belum terlihat pemecahan granula. Pada

suhu 40°C granula mulai banyak yang pecah dan ukuran granula menjadi lebih

besar dari sebelumnya. Pada tepung tapioka yang ditambah air pada suhu 65°C,

sudah mulai terjadi gelatinisasi ditandai dengan granula yang semakin

membesar dari ukuran sebelumnya. Pada tambahan air suhu 80°C, gelatinisasi

telah terjadi hampir keseluruhan bagian dengan granula pecah serta ukuran

besar-besar . Dari data ini dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi

pada tepung tapioka adalah antara suhu 40°C - 65°C. Data ini pun telah men-

Page 19: Acara I Karbohidrat

dekati kesesuaian dengan teori yang ada, yaitu suhu gelatinisasi pati tapioka

antara kisaran 52°C - 64°C.

Pada tepung pati beras yang ditambah air pada suhu kamar, granula

pati belum ada yang pecah. Sedangkan yang ditambah air pada suhu 40°C,

warnanya mulai pudar, dan sedikit granula mulai membesar. Pada suhu 65°C,

granula pati beras mulai banyak yang pecah namun ukuran granula lebih kecil

dari ukuran pati tapioka bersuhu sama. Pada tepung yang ditambah air pada

suhu 80°C, pati menunjukkan peristiwa gelatinisasi dengan granula besar-

besar. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa kisaran suhu gelatinisasi pada pati

beras adalah suhu 65°C - 80°C. Data ini telah mendekati teori yang ada, yaitu

bahwa suhu gelatinisasi tepung pati beras memang antara 68°C -78°C.

Ukuran globula pati tapioka jika dibandingkan dengan ukuran globula

pati beras memang lebih besar. Apabila suspensi pati pada zat cair dipanaskan,

maka alan terjadi peningkatan kecepatan penyerapan air oleh granula pati

tersebut. Jadi terdapat pengaruh suhu terhadap perubahan bentuk dan ukuran

granula pati. Saat proses pemanasan terjadi, butiran-butiran globula akan

menyerap air sehingga ukuran globula meningkat atau membesar. Semakin

lama proses pemanasan terjadi, maka penggelembungan globula akan melewati

batas maksimum dan menyebabkan globula pecah dan keluarnya pati yang

terhidrasi menyebabkan terbentuknya koloid. Pada fase ini, pati mengalami

gelatinisasi. Suhu gelatinisasi pati beras lebih tinggi dibanding suhu gelatinisasi

pati tapioka, yakni berkisar antara 680C – 780C, pada pati tapioka berkisar

antara 520C-640C (Winarno, 2004)

Perbedaan ukuran globula antara tapioka dan beras juga berpengaruh

pada suhu optimum gelatinisasinya. Semakin besar ukuran globula, maka

semakin rendah suhu gelatinisasi, dan sebaliknya. Pemanasan menyebabkan

globula mengembang dan akhirnya pecah, sedangkan dalam keadaan dingin,

globula akan menyusut dan memapat. Ukuran globula pati tapioka menurut

Herawati (2012), pada suhu kamar 28μm, pada suhu 500C 35 μm, pada suhu

650C 40 μm, dan pada suhu 800C 20 μm. Ukuran globula pati beras pada suhu

Page 20: Acara I Karbohidrat

kamar 20 μm, pada suhu 500C 25 μm, pada suhu 650C 34 μm, dan suhu 800 15

μm.

E. Kesimpulan

1. Sukrosa stabil dalam suasana sedikit alkali, terhidrolisis pada suasana

asam , mudah larut dalam air dan rusak setelah pemanasan.

2. Glukosa sebagai gula pereduksi bersifat stabil terhadap suasana asam,

tidak stabil dalam suasana alkali dan akan mengalami pencokelatan bila

dipanaskan dalam kondisi alkali.

3. Pati termasuk polisakarida, apabila dipanaskan maka akan mengalami

gelatinisasi.

4. Kisaran suhu gelatinisasi tepung tapioka pada hasil percobaan berkisar

antara 520C - 640C dan tepung beras 680C - 780C.

Page 21: Acara I Karbohidrat

DAFTAR PUSTAKA

Asif, H. M.; Muhammad Akram; Tariq Saeed. 2011. Carbohydrates. International Research Journal of Biochemistry and Bioinformatics Vol. 1(1) pp. 001-005, February 2011.

Bothara, Sunil B dan Sudarshan Singh. 2012. Thermal Studies on Natural Polysaccharide. Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine.

Hart, Harold., Leslie E. Craine., dan David J Hart. Kimia Organik. Penerbit Erlangga. Jakarta.

Herawati, Heny. 2012. Teknologi Proses Produksi Food Ingredient Dari Tapioka Termodifikasi. Jurnal Litbang Pertanian, 31(2): 68-76.

Imanningsih, Nelis. 2012. Profil Gelatinisasi Beberapa Formulasi Tepung-Tepungan Untuk Pendugaan Sifat Pemasakan. Jurnal Penel Gizi Makan 35 (1): 13-22.

Irzam, Firmannanda Nur dan Harijono. 2014. Pengaruh Efek Pergantian Air dan Penggunaan NaHCO3 dalam Perendamam Ubi Kayu Iris terhadap Kadar Sianida pada Pengolahan Tepung Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No 4.

Khatir, Rita., Ratna dan Wardani. 2011. Karakteristik Pengeringan Tepung Beras Menggunakan Alat Pengering Tipe Rak. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Vol. 3, No. 2.

Leningher, Albert L. 1982. Dasar-dasar Biokimia. Erlangga. Jakarta..

Maelani, Lisma. 2013. Pengaruh Takaran Sukrosa terhadap Pertumbuhan dan Hasil Jamur Tiram Putih. Fakultas Pertanian Universitas Siliwangi.

Nithiyanantham, S dan L Palaniappan. 2013. Physicochemical Studies on Some Disaccharides (Sucrose, Lactose, Maltose) in Aqueous Media at 298.15 K. Chemical Science Transanctions Journal Vol. 2 No. 1.

Rahim, Abdul., Mappiratu dan Amalia Noviyanty. 2009. Sifat Fisiokimia dan Sensoris Sohun Instan dari Pati Sagu. Jurnal Agroland Vol. 16 No. 2.

Sastrohamidjojo, Hardjono. 2005. Kimia Organik. UGM Press. Yogyakarta.

Shah, Jinehi T Dan Ajit V Pandya. 2013. Estimation Of The Quantity Of Carbohydrate Content In Potato (Solanum Tuberosum). International Journal of Green and Herbal Chemistry, Vol. 2, No. 2, 285-288.

Sintasari,Rinelda Ayu., Joni Kusnadi dan Dian Widya Ningtyas.2014. Pengaruh Penambahan Konsentrasi Susu Skim dan Sukrosa terhadap Karakteristik Minuman Probiotik Sari Beras Merah. Jurnal Pangan dan Agroindustri Vol. 2 No. 3.

Valderrama, Alonso Aguirre dan Jose A Dobado. 2007. Conformational Analysis of Thiosugars : Theoretical NMR Chemical Shifts and JH,H Coupling

Page 22: Acara I Karbohidrat

Constants of 5-Thio-Pyranose Monosaccharides. Journal of Carbohydrate Chemisty.

Widjajaseputra, Anna Ingani., Harijonruo., Yunianta dan Teti Estiasih. 2011. Pengaruh Rasio Tepung Beras dan Air terhadap Karakteristik Kulit Lumpia. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan Vol. XXII No. 2.

Winarno, F. G. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.