111785271-penyakit-jantung-paru.docx

Upload: anita-puspita

Post on 14-Apr-2018

241 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    1/22

    1

    Penyakit Jantung Paru

    a. Cor Pulmonal1. Definisi

    Cor pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau

    dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang

    disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding toraks maupun

    vaskuler paru. Cor pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang

    masif, dapat juga bersifat kronis.1 Cor Pulmonal adalah hipertensi pulmonal yang

    disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darh paru; hipertensi

    pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan

    berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. 2

    Cor pulmonal akut adalah pereganagan atau pembebanan akibat hipertensi

    pulmonal akut, sering disebabkan oleh emboli paru masif sedangkan cor pulmonal

    kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang

    berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif. 2

    2. EtiologiEtiologi CP secara garis besar dibagi menjadi:

    1. Penyakit parenkim paru- PPOK merupakan penyebab tersering Cor Pulmonal kronis. Diperkirakan 80-

    90% kasus.

    - Bronkiektasis- Sistik fibrosis- Penyakit paru restriktif-

    Pneumokoniosis- Sarcoidosis

    2. Kelainan dinding toraks dan otot pernafasan- Kifoskoliosis- Amiotrofik lateral sclerosis (ALS)- Miastenia gravis

    3. Sindroma Pickwikian dan sleep apnea4. Penyakit vaskuler paru

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    2/22

    2

    - Emboli paru berulang atau emboli paru masif (emboli paru masif penyebabtersering CP akut, sedangkan emboli paru berulang dapat menyebabkan CP

    kronis)

    - Hipertensi pulmonal primer- Schitosomiasis- Skleroderma

    3. Patogenesis Cor Pulmonala. Cor Pulmonal Akut

    Pada emboli paru masif yang terjadi akibat obstruksi akut yang luas pada

    pembuluh darah paru. Akibatnya adalah:

    1. Tahanan vaskuler paru meningkat2. Hipoksia akibat pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu,

    hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah

    (arteri) paru.

    Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan

    tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal).

    Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu

    yang cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah

    kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan

    arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung

    kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah

    jantung menurun sampai syok., JVP yang meningkat, liver yang membengkak

    dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid.1

    b. Cor Pulmonal KronisPenyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyebab tersering CP kronis

    (lebih dari 50%) kasus. Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bedparu,

    hipoksia, dan hiperkapnea/ asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan

    penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian juga asidosis respiratorik.

    Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga visikositas

    darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya

    juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    3/22

    3

    penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan

    tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal.

    Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel

    kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan

    dilatasi. Keadaan in iyang disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme

    kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.1

    Penyakit Paru Kronis

    Hipoksia Penurunan Vaskuler bed asidosis dan hiperkapnea

    Polisitemia Hipertensi Pulmonal

    Hipertrofi dan dilatasi Ventrikel Kanan

    Cor Pulmonal Compensata Cor Pulmonal Dekompensata

    4. Gambaran KlinisDiagnosis Cor Pummonal terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu:3

    1. Adanya penyakit pernafasan yang disertai dengan hipertensi pulmonal2. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.

    Cor Pulmonal akibat emboli paru terdapat keluhan berupa sesak nafas yang

    terjadi secara tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk

    dan hemoptisis. Pada penderita Cor Pulmonal dengan PPOK sebagai penyakit

    dasarnya maka keluhannya adalah sesak nafas disertai batuk yang produktif

    (banyak sputum). Pada penderita CP dengan Hipertensi Pulmonal Primer keluhan

    biasanya berupa sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional

    syncope). Dalam hal mengevaluasi keluhan sesak nafas akibat kelainan jantung

    kiri (misalnya Stenosis Mitral, payah jantung kiri) menimbulkan keluhan orthpnea

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    4/22

    4

    danparoxysmal nocturnal dyspnea. Jika terjadi gagal jantung kanan maka keluhan

    bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah sering terjadi. 1

    5. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik juga bervariasi, tergantung dari penyakit dasarnya, tanda

    yang biasanya didapatkan adalah:

    1. Takipnea2. Sianosis3. Jari tabuh4. JVP yang meningkat5. Abnormalitas dinding toraks6. Pada Cor Pulmonal yang akut didapatkan tanda-tanda low output state

    misalnya hipotensi-syok, keringat dingin, denyut nadi yang cepat dan lemah.

    7. Suara jantung yang lemah8. Pulsasi jantung kanan9. Bising insufisiensi trikuspid10.Hepatomegali11.Asites dan bengkak pada kaki

    6. Pemeriksaan EKGPemeriksaan EKG biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan

    abnormalitas atrium kanan. Seringpula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau

    supra ventrikuler. Poor progression of R pada sadapan prekordial merupakan

    tanda yang sering didapatkan jika penyebab CP nya adalah PPOK sehingga

    seringkali disalah artikan sebagai infark miokard lama.1

    7. Pemeriksaan Foto ToraksTanda yangs sering didapatkan adalah:1

    1. Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding toraks tergantungpenyakit dasarnya.

    2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaranvaskuler paru yang drastis didaerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran

    pohon gundul (pruned tree).

    3. Pembesaran ventrikel kanan

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    5/22

    5

    4. Pelebaran Vena Cava Superior

    8. Pemeriksaan LaboratoriumPada penderita cor pulmonal pemeriksaan fungsi paru menunjukan kelainan

    restriktif atau obstruktif berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan analisis gas

    darah dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnea/asidosis

    respiratorik. Pada penderita CP analisis gas darah biasanya normal saat istirahat,

    tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan gas darah menunjukan adanya hipoksia

    berat disertai hiperkapneab, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak nafasnya

    adalah kelaianan paru. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna

    (saturasi oksigen arterial < 90%) seringkali menderita polisitemia.

    9. Pemeriksaan EkokardiografiPemeriksaan ekokardiografi sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada

    penderita CP dengan PPOK sebagai penyakit dasarnya seringkali sulit untuk

    mendapatkan gamabar ekokardigrafi yang baik. Dengan ekokardiografi tampak

    adanya pembesaran (dilatasi) ventrikuler kanan, tanpa adanya kelainan struktur

    pada jantung kiri.1

    10.Diagnosis Cor PulmonalDengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditunjang

    dengan pemeriksaan laboratorium., foto toraks, dan EKG biasanya diagnosis CP

    sudah dapat ditegakkan. Bila masih meragukan pemeriksaan ekokardiografi dapat

    membantu menegakkan diagnosis. Kriteria untuk menegakkan diagnosis CP

    adalah adanya penyakit paru atau kelainan dinding toraks yang berat, dibuktikan

    dengan foto toraks. Test faal paru dan analisa gas darah, disertai adanya hiipertrofi

    ventrikel kanan yang dibuktikkan dengan cara (salah satu atau lebih) pemeriksaan

    fisik, X-foto toraks, EKG, ekokardiografi. 1

    11.Diagnosis Bandinga. Hipertensi vena pulmonal

    b. Perikarditis konstriktif

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    6/22

    6

    12.Pengobatan- Pengobatan medik

    Terapi Cor Pulmonal difokuskan kepada penyakit paru sebagai

    penyakit dasarnya. Yang terbaik adalah menurunkan beban tekanan pada

    ventrikel kanan disertai pengobatan spesifik untuk penyakit paru. Jika tidak

    terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan, tujuan utama pengobatan Cor

    Pumonal adalah mencegah terjadinya gagal jantung kanan.

    Pengobatan untuk mengendalikan hipertensi pulmonal

    `Pengobatan terhadap hipoksia merupakan pengobatan yang utama

    dalam hal menurunkan tekanan darah pulmonal. Pengobatan terhadap hipoksia

    ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: (1) pengobatan terhadap penyakit

    dasarnya dan (2) pemberian oksigen. Pada Cor Pulmonal akut, karena

    hipertensi pulmonal sebagai akibat obstruksi pembuluh darah paru karena

    adanya emboli, maka penanganan ditujukan pada emboli paru nya. Terapi

    standar adalah heparin 5000-10.000 unit bolos i.v dilanjutkan 1000 unit/jam

    sampai aPTT 1 -2 x normal selama 7-10 hari dilajutkan warfarin 2-3 bulan.

    Alternatif lain adalah dengan thrombolysis (misalnya: streptokinase: 250.000

    iu dalam infus selama 30 menit, dilanjutkan 100.000 iu/jam selama 24-72

    jam, post thrombolysis dilanjutkan dengan heparin.1

    Pada penderita Cor Pulmonal kronis, sebagian besar mengalami

    vasokonstriksi pada pembuluh darah paru akibat hipoksia. Pada penderita

    seperti ini harus diberikan oksigen untuk dapat mencapai tekanan oksigen

    arterial >60 mmHg. Obat-obatan lan yang biasanya diberikan adalah

    bronkodilator (aminofilin, 2 agonis) mukolitik dan ekspektoran untuk

    memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika terjadi eksaserbasi akut

    dari bronkitis.1

    Pengobatan gagal jantung

    Pada Cor Pulmonal yang disertai gagal jantung kanan (Cor Pulmonal

    Chronicum Decompensata) pengobatan penyakit paru yang mendasari dan

    penanganan hipoksia tetap menjadi terapi utama. Diuretik dan flebotomi

    merupakan terapi yang cukup baik. Diuretik efektif untuk pengobatan COPD,

    terutama penderita dengan PPOK sebagai penyakit dasarnya. Efek diuretik

    harus dimonitor secara ketat dengan pemeriksaan analisa gas darah.1

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    7/22

    7

    - Pengobatan tindakan bedahPada beberapa kasus Cor Pulmonal tindakan bedah mempunyai

    peranan dalam pengobatan. Pulmonal Embolectomy sangat bermanfaat pada

    penderita emboli paru. Adenoictomi pada anak dengan obstruksi jalan nafas

    kronis, uvulopalatopharyngeoplasty pada penderita sleep apnea dapat

    mengobati Cor Pulmonal akibat hipoventilasi yang kronis. Transplantasi

    jantung-paru dilakukan pada penderita CPCD tahap akhir. 1

    b. Emboli ParuTrias klinik yang merupakan predisposisi tromboemboli paru dideskripsikan oleh

    Rudolph Virchow, yaitu:

    1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah2. Hiperkoagulabilitas3. Stasis darah

    Sebagian besar pasien dengan emboli paru memiliki faktor predisposisi ini, seperti

    trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas,

    merokok, peningkatan usia, keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi sulih

    hormon. Beberapa pasien dengan emboli paru memiliki abnormalitas pembekuandarah primer dasar yang memudahkan mereka mengalami hiperkoagulasi, seperti

    defek fibrinolisis, penigkatan kadar antibodi fosfoslipid dan defisiensi kongenital

    antitrombin III, protein C, protein A atau plasmonogen.

    Patofisiologi

    Efek klinis emboli paru tergantung pada:

    - Derajat obstruksi vaskular paru;- Pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari platelet

    teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2);

    - Penyakit kardiopulmonal sebelumnya- Usia dan kesehatan umum pasien.Afterload ventrikel kanan meningkat secara bermakna bila lebih 25% sirkulasi

    paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan

    ventrikel kanan, kemudian diikuti oleh dilatasi ventrikel kanan dan regurgitasi

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    8/22

    8

    trikuspid dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan

    ventrikel kanan. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan

    arteri pulmonalis lebih banyak diatas 50-60 mmHg sebagai respon terhadap obstruksi

    mayor mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada tromboemboli kronis atau

    hipertensi pulmonal primer tekanan ventrikel kanan dapat meningkat secara bertahap

    hingga tingkat suprasistemik (>100 mmHg). Kombinasi dari penurunan aliran darah

    paru dan pergeseran septum interventrikel ke ruang ventrikel kiri akibat ventrikel

    kanan yang mengalami dilatasi menurunkan pengisian ventrikel kiri.2

    Gambaran klinis

    Emboli paru menyebabkan berbagai derajat gangguan hemodinamik. Klasifikasi

    klinis yang diajukan untuk mendeskripsikan akibat hemodinamik embolus;

    namun,banyak emboli yang berukuran lebih kecil tidak dapat didteksi secara klinis.2

    Pada sebagian besar kasus, emboli paru merupakan konsekuensi dari kejadian

    trombosis arteri atau vena. Walaupun bergitu, resiko kematian pada emboli paru akut

    maupun rekuren jauh lebih besar dibanding pada trombosis arteri maupun vena.4

    Emboli paru minor akut; merupakan akibat dari obstruksi arteri pulmonalis kecil

    distal, sering mengakibatkan infark parenkim paru. Bila timbul gejala, dapat berupa

    takipneu, nyeri dada pleuritik dan hemoptisis. Biasanya tidak ada gangguan

    hemodinamik dan pemeriksaan klinis sering normal namun bisa didapatkan

    takikardia, gesekan pleural dan demam ringan.2

    Emboli paru mayor akut; disebabkan oleh obstruksi bermakna pada arteri

    pulmonalis proksimal dan biasanya menyebabkan dispneu berat, nyeri dada sentral

    tumpul, takikardia, irama derap, peningkatan tekanan vena dalam dan takipneu. Bila

    obstruksi arteri pulmonalis mendadak dan berat, dapat terjadi sinkop atau kematian.2

    Hipertensi pulmonal tromboemboli kronis; jarang terjadi, bisanya muncul dengan

    dispneu yang memiliki onset bertahap, dengan atau tanpa riwayat trombosis vena atau

    emboli paru sebelumnya. Dapat timbul rasa tidak nyaman di dada saat aktivitas fisik

    dan temuan klinis yang didapatkan merupakan akibat dari kelebihan beban tekanan

    ventrikel kanan.2

    `

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    9/22

    9

    Terdapat enam syndrome klinis emboli aru akut dengan gambaran sebegai berikut:7

    1. Emboli paru masifPresentasi klinis: sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi arteri sistemik;

    khas >50% obstruksi pada vaskulatur paru. Disfungsi ventrikel kanan dapat dijumpai.

    2. Emboli paru sedang sampai besar (submasif)Presentasi klinis: tekanan darah sistemmik masih normal, gambaran khas > 30%

    defek pada perfusi scan paru dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan.

    3. Emboli paru kecilPresentasi klinis: tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa disertai tanda-tanda

    disfungsi ventrikel kanan.

    4. Infark paruPresentasi klinis: nyeri peluritik, hemoptisis, pleral rub atau bukti adanya konsolidasi

    paru, khasnya berupa emboli perifer yang kecil, jarang disfungsi ventrikel kanan.

    5. Emboli paru paradoksikalPresentasi klinis: kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti stroke, jarang

    disertai ventrikel kanan.

    6. Emboli nontrombusPenyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor atau cairan amnion.Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan ini.

    Pemeriksaan penunjang

    - ElektrokardiografiPada gambaran EKG biasanya memperlihatkan sinus takikardia atau normal

    pada Emboli paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas khas pada

    sekitar 30% pasien dengan emboli masif. Abnormalitas ini antara pola S1, Q3,

    T3 (gelombang S di lead I, gelombang q dan gelombang T terbalik di lead III),

    blok cabang serabut kanan, p pulmonal, dan deviasi aksis ke kanan. Perubahan

    non spesifik, antara lain sinus takikardia, AF, dan inversi gelombang T di lead

    anteroseptal (VI-V3)

    - EkokardiografiBisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekanan ventrikel kanan

    Dan diperkirakan tekanan ventrikel kanan mungkin bila di deteksi regurgitasi

    trikuspid.2

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    10/22

    10

    - RadiologisPada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya didapatkan

    adalah pembesaran arteri pulmonalis descendens, peninggian diafragma

    bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan tanda

    Wester Mark.5

    - Laboratorium5a. Pemeriksaan darah tepi: kadang-kadang ditemui leukositosis dan LED

    yang sedikit meninggi.

    b. Kimia darah: ditemukan peningkatan kadar enzim SGOT, LDH dan CPK.Terdapat peningkatan kadar FDP yang mencapai puncaknya pada hari

    ketiga serangan.

    c. Analisis gas darah: biasanya didapatkan Parendah (hipoksemia), tetapitidak jarang ditemukan pasien dengan serangan emboli paru mempunyai

    Palebih tinggi dari 80 mmHg. Menurunnya Padisebabkan karena

    gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi paru.

    Diagnosis

    Diagnosis emboli paru maupun infark paru seharusnya ditegakkan melewati

    proses diagnosis yang lazim dilakukan yakni berdasarkan anamnesis yakni keluhan

    sesak nafas mendadak, nyeri dada (nyeripleuretik)ataupun hemoptisis, riwayat

    penyakit, pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan klinis yang ada, dan hasil

    pemeriksaan penunjang untuk memperkuat data yang ada.6

    The Wells score:

    Clinically suspected DVT - 3.0 points

    Alternative diagnosis is less likely than PE - 3.0 points

    Tachycardia - 1.5 points

    Immobilization/surgery in previous four weeks - 1.5 points

    History of DVT or PE - 1.5 points

    Hemoptysis - 1.0 points

    Malignancy (treatment for within 6 months, palliative) - 1.0 points

    Traditional interpretation

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    11/22

    11

    Score >6.0 - High (probability 59% based on pooled data)

    Score 2.0 to 6.0 - Moderate (probability 29% based on pooled data)

    Score 4 - PE likely. Consider diagnostic imaging.

    Score 4 or less - PE unlikely. Consider D-dimer to rule out PE.

    Pengobatan

    Pengobatan yang diberikan kepada pasien emboli atau infark paru terdiri atas:

    1. Tindakan untuk memperbaiki keadan umum pasienHal-hal yang perlu dilakukan adalah:

    - Memberikan oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia- Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kestabilan keluaran ventrkel

    kanan dan aliran darah pulmonal

    - Intubasi (bila diperlukan)2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus

    Perlu diperhatikan pemebrian obat sesuai dengan indikasi gejala, misalnya ada

    indikasi pemberian obat vasopresor, obat ionotropik, anti aritmia, digitalis.3. Pengobatan utama terhadap emboli paru

    Pengobatan utama terhadap emboli paru sampai sekarang yang dilakukan:

    - Pengobatan antikoagulan: heparin; pemberian heparin dapat dengan berbagaicara menurut keadaaan pasien. Dapat diberikan drip heparin dengan infus

    intravena, suntikan intravena intermitten dan suntikan subkutan. Dosis heparin

    bolus 3000-5000 unit intravena diikuti sebanyak 30.000-35.000 unit/hari

    dalam infus glukosa 5% atau NaCl 0,9% atau di sesuaikan sampai hasil

    pengobatan heparin dengan target pemeriksaan PTT mencapai 1,5-2 kali nilai

    normal, lama pengobatan diberikan selama 7-10 hari.

    Warfarin, obat ini bekerja denga menghambat aktivitas vitamin K yaitu

    dengan mempengaruhi sintesis prokoagulan primer. Warfarin diberikan padaq

    pasien dengan trombosis vena atau emboli paru berulang dan pasien dengan

    faktor resiko menetap. Dosis yang diberikan diberikan adalah 10-15 mg/kg BB

    dengan target sampai terjadi pemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    12/22

    12

    normal waktu protrombin yang maksimum. Lama pemberian biasanya sekitar

    3 bulan (12 minggu terus menerus).6

    - Pengobatan trombolitikBertujuan untuk menghilangkan sumbatan mekanik karena tromboemboli.

    Cara kerja obat ini adalah mengadakan trombolisis. Obat yang tersedia ada 2

    macam yakni streptokinase dan urokinase. Cara kerjanya akan memperkuat

    aktivitas fibrinolisis endogen denganlebih mengaktifkan plasmin. Dosis awal

    streptokinase 250.000 unit dalam larutan garam fisiologis atau glukosa 5%

    diberikan intravena selama 30 menit. Dosis pemerliharaan: 100.000 unit/ jam

    diberikan selama 24-72 jam. Dosis awal urokinase: 4.400 unit/kgBB, dalam

    larutan fisiologis atau glukosa 5% diberikan intravena selama 15-30 menit.

    Dosis pemerliharaan 4.400 unit/kgBB/jam selama 12-24 jam.6

    4. Pengobatan lainnya- Venous interuption; mencegah emboli ulang dari trombus vena dalam tungkai

    bawah dengan pemasangan filter di vena cava inferior secara intravena.

    - Embolektomi dilakukan bila ada kontraindikasi heparinisasi/ trombolitik padaemboli paru massif dan sub massif.8

    - Pemasangan filter vena cava dilakukan bila ada I perdarahan yangmemerlukan transfusi emboli paru berulang meskipun telah menggunakan

    antikoagulan jangka panjang.8

    Prognosis

    Prognois emboli paru jika diterapi yang tepat dapat segera diberikan adlah

    baik. Emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak, umumnya prognosis

    emboli paru kurang baik. Pada emboli paru masif prognosisnya lebih buruk lagi,

    karena 70% dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. 6

    c. Hipertensi PulmonalSirkulasi paru merupakan sistem bertekanan rendah dengan tekanan arteri

    pulmonalis rerata saat istirahat < 20 mmHg. Tekanan akan lebih tinggi sementara

    pada latihan atau di ketinggian namun bila tekana terus menerus > 20 mmHg dalam

    keadaan istirahat akan teerjadi hipertensi paru.4

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    13/22

    13

    Hipertensi pulmonal bersifat progresif karena peningktan resistensi vaskular

    pulmonal, yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan akibat peningkatan

    afterload ventrikel kanan, sering pada pasien usia muda dan pertengahan.5

    Hipertensi pulmonal primer merupakan suatu kondisi yang tidak diketahui

    etiologinya namun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:

    - Obat-obatan anoreksia (misalnya fenfluramin)- Kokain- Obat-obatan kemoterapi (misalnya mitomisin C, bleomisin, siklofosfamid,

    karmutisin)

    - Hipertensi portal- Kelainan jaringan ikat (sindrome kalsinosis, Raynaud, esofagus)- Infeksi HIV- Sindrome keracunann oil.

    PatofisiologiPredisposisi

    Kerusakan endotel paru

    Pelepasan: TB, PG, ET-1

    Pelepasan: NO, kerusakan sal K+

    Vasokontriksi

    Pelepasan: PDGF, VEGF, TGF-

    Remodeling

    Fibrinolisis, gangguan koagulasi

    Trombosis In situ

    Hipertensi Pulmonal

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    14/22

    14

    Pasien dengan predisposisi genetik, kerusakan endotel dapat menimbulkan siklus

    ganas perkembangan hipertensi pulmonal, pertama, kerusakan endotel menyebaabkan

    imbalans mediator vasoaktif vasokontriksi. Kemudian terjadi pelepasan growth factor

    yang menyebabkan penipisan pembulu darah (remodelling). Hal ini merangsang

    fibrinolisis dan gangguan koagulasi yang memprepitasi trombosis insitu.

    Klasifikasi

    a. Klasifikasi klinik hipertensi pulmonal- Hipertensi arteri pulmonal

    o Idiiopatik atau primero Familialo Hipertensi yang berhubungan:

    Penyakit kolagen pada pembuluh darah Shunt kongenital sistemik ke pulmonal Hipertensi pulmonal Infeksi HIV

    Toksin dan obat-obatano Yang berhubungan dengan keterlibatan vena atau kapiler

    Penyakit oklusi vena pulmonal Hemangiomatosis kapiler pulmonal

    - Hipertensi pulmonal dengan penyakit jantung kirio Penyakit atrium atau ventrikel kiri jantungo Penyakit katup jantung kiri

    - Hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atauhipoksia

    o PPOKo Penyakit jaringan paruo Sleep apneao Kelainan hipoventilasi alveolar

    - Hipertensi pulmonal oleh karena penyakit emboli dan trombolitik kroniko Obstruksi tromboembolitik arteri pulmonalis proksimalo Obstruksi tromboembolitik arteri pulmonalis distal

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    15/22

    15

    o Emboli pulmonal non trombolitik (tumor, parasit, benda asing)

    b. Klasifikasi status fungsional WHO pasien hipertensi pulmonal- Kelas I :pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbetadan dalam

    melakukan aktivitas sehari-hari.

    - Kelas II :pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikitketerbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.

    - Kelas III :pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukanaktivitas ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat.

    - Kelas IV : pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampumelakukan aktivitas apapun (aktivitas ringan akan merasakan sesak), dengan

    tanda dan gejala gagal jantung kanan.

    Gambaran Klinis

    Gejala dan Tanda Hipertensi Pulmonal

    Gejala Tanda

    Dispneu saat aktivitas Distensi vena jugularis

    Fatigue Impuls ventrikel kanan dominan

    Sinkop Komponen katup menguat (P2)

    Nyeri dada angina S3 jantung kanan

    Hemoptisis Murmur trikuspid

    Fenomena Raynauds Hepatomegali

    Edema perifer

    Diagnosis

    Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National

    Institut e of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau

    mean tekanan2a r t e r i p u l m o n a l i s l e b i h d a r i 2 5 m m H g p a d a s a a t

    i s t i r a h a t a t a u l e b i h 3 0 m m H g p a d a a k t i f i t a s d a n t i d a k

    d i d a p a t k a n a d a n y a k e l a i n a n v a l v u l a r p a d a j a n t u n g k i r i ,

    p e n ya k i t myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    16/22

    16

    Pemeriksaan Penunjang

    - ElektrokardiografiMungkin memperllihatkan deviasi aksis ke kanan, hipertrofi atrium kanan

    namun seringkali tidak signifikan. Adanya emfisema pada penyakit paru

    kronis mengurangi voltase EKG dan dapat menutupi tanda-tanda hipertrofi.5

    - Radiologi toraksBila ditemukan dilatsi arteri pulmonalis utama pada semua penyebab

    hipertensi pulmonal, bukti penyaqkit paru dasar, atau defek perfusi paru

    bercak.5

    - Tes fungsi paruAkan menunjukan kelainan pada pasien dengan penyakit paru dasar. Kapasitas

    difusi karbon monoksida sangat rendah bila ada hipertensi pulmonal.5

    - Pemeriksaan angiografiKaterisasi jantung merupakan baku emas untuk diagnosis hipertensi pulmonal.

    Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti adenosin, inhalasi nictric

    oxide atau epoprostenol) dapat dilakukan selama katerisasi.2

    Pengobatan

    Medikamentosa2

    - Terapi vasodilator- Prostanoid- Nitric oxide- Penghambat Fosfodiesterase- Antagonis reseptor endotelin

    Tindakan bedah2

    - Atrial septosotomi- Thromboenarterectomy pulmonary- Transplantasi paru

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    17/22

    17

    Penyakit Jantung Sistemik

    a. Diabetes MelitusPenyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada

    pasien dengan DM. Angka kejadian aterosklerosis pada pembuluh darah besar dan

    infark miokard meningkat pada pasien DM tipe 1 dan 2. DM merupakan faktor resiko

    independen untuk PJK dan angka kejadian PJK berhubungan dengan lama menderita

    DM. DM tipe 2 meningkatkan resiko terjadinya PJK sebanyak 2 kali lebih besar. Pada

    pasien Diabetes Melitus mungkin tidak mempunyai respon nyeri terhadap adanya

    iskemia miokard, kemungkinan karena disfungsi sistem saraf otonom menyeluruh.

    Presentasi iskemia mungkin berupa sesak saat aktivitas atau episodik, edema paru,

    aritmia, blok jantung dan sinkop. Karena penyakit jantung korener lebih sering

    ditemukan pada pasien dengan Diabetes Melitus dan seringkali tidak berhubungan

    dengan gejala gejala angina yang khas, maka threshold diagnosa harus rendah,

    terutama jika penyakit sudah berlangsung lama dan terdapat faktor resiko terkait

    untuk PJK (misalnya hipertesi, merokok, hiperlipidemia).2

    Kardiomiopati diabetik dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa

    mekanisme yang mendasarinya adalah: (1) gangguan metabolisme, (2) gangguan

    regulasi keseimbangan kalsium, (3) peningkatan stres oksidasi, (4) disfungsi autonom,

    (5) gangguan sistem renin angiotensin, (6) small vessel disease, dan (7) disfungsi

    mitokondria

    Pasien diabetes melitus mungkin mengalami disfungsi miokardial berupa

    kardiomiopati restriktif tanpa adanya penyakit jantung koroner, dengan relaksasi

    abnormal miokard, dan dibuktikan secara klinis dengan tekanan pengisian ventrikel

    kiri yang meningkat. 2

    Mekanisme yang mendasari terjadinya kardiomiopati diabetik adalah

    multifaktorial, antara lain

    - Gangguan metabolik berupa deplesiglucose transporter 4 , peningkatan asamlemak, perubahan metabolisme energi miokard, defisiensi karnitindan

    perubahan homostasis kalsium

    - Fibrosis miokard yang dikaitkan dengan pengingkatan Angiotensin II, IGF-Idan sitokin inflamasi

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    18/22

    18

    - Mikroangiopati, penurunan cadangan aliran koroner dan disfungsi endotel.- Resistensi insulin (hiperinsulinemia dan penurunan sensitivitas insulin) dan

    neuropati autonom jantung (denervasi dan perubahan kadar katekolamin

    miokardial).

    Gambaran klinis

    Awalnya berupa disfungsi diastolik, mulai dari disfungsi diastolik ringan samapi berat

    dan berlanjut menjadi disfungsi sistolik. Penelitian menunjukkan terdapat hubungan

    antara mikroalbunuria dengan disfungsi sistolik dan diastolik.2

    Insiden gagal jantung yang tinggi dan prognosis yang buruk pada pasien DM, selain

    karena faktor hipertensi dan penyakit jantung koroner, dikaitkan juga adanya

    kardiomiopati diabetik. Pasien diabetes melitus memiliki resiko lebih besar mengalami

    gagal jantung klinis, bahkan setelah koreksi penyakit jantung koroner, hipertensi dan

    kegemukan dan mungkin kardiomiopati diabetik memberi kontribusi pada angka

    mortalitas dan morbiditas kardiovaskular yang meningkat.

    Mengingat prevalensi kardiomiopati diabetik diketahui cukup tinggi pada pasien

    diabetes melitus tipe 2 asimtomatik, maka untuk mencegahprogresivitas mennjadi gagal

    jantung perlu ditegakkan diagnosis secara dini. Deteksi dini kardiomiopati diabetik dapat

    dilakukan dengan pemeriksaan ekokardiografi doppler baik untuk melihat disfungsi

    diastolik dengan berbagai stadiumnya:abnormalitas relaksasi (disfungsi diastoik berat),

    pseudonormal (disfungsi diastolik sedang), gangguan retriksi (disfungsi diastolik berat)

    maupun disfungsi sistolik.2

    Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis DCM dapat invasif dan non invasif.

    Ekokardiografi adalah tehnik non invasif yang terpercaya untuk menentukan adanya

    hipertrofi ventrikel kiri, penurunan fungsi miokard dan mempunyai nilai prognostik

    dalam diagnosis awal DCM 9. Pemeriksaan brain natriuretic peptide (BNP) dan

    kombinasi dua atau lebih kriteria ekokardiografi digunakan untuk mendiagnosa DCM

    secara akurat. Skrining ekokardiografi untuk menentukan adanya kardiomiopati diabetik

    asimptomatis harus dilakukan pada semua penderita diabetes tanpa gejala dengan

    mikroalbuminuria

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    19/22

    19

    Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan kardiomiopati diabetik adalah dengan pengendalian gula darah.

    Pengobatan lain yang mungkin efektif antara lain: inhibitor angiotensin converting enzym

    (ACE) dan antagonis reseptor angiotensin.2 ACE-I atau ARB direkomendasikan sebagai

    terapi lini pertama pada pasien diabetes dengan disfungsi LV dengan atau tanpa gejala

    gagal jantung selama tidak ada kontraindikasi. ACE-I atau ARB dapat memperbaiki

    fungsi ventrikel, mengurangi lama rawat inap, meningkatkan angka harapan hidup dan

    menurunkan progresivitas gagal jantung. ACE-I atau ARB harus tetap diberikan saat

    keluar dari rumah sakit sebagai terapi pemeliharaan.

    Terapi aspirin (75 hingga 162 mg/hari) direkomendasikan sebagai strategi pencegahan

    primer pada penderita diabetes dengan resiko tinggi kardiovaskular (usia >40 tahun,

    riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi, merokok, dislipidemia, atau

    albuminuria).10

    b. Penyakit TiroidHormon tiroid memberikan pengaruh yang besar pada sistem kardiovaskular

    dengan sejumlah mekanisme secara langsung maupun tidak langsung. Hormon tiroid

    menyebabkan peningkatan pada metabolisme dan konsumsi oksigen di seluruh tubuh

    yang secara langsung memberikan babn kerja tembahan pada jantung. Hormon tiroid

    memberikan efek langsung ionotropik, kronotropik dan dromotropik yang mirip

    dengan apa yang terlihat dengan stimulasi adrenergik (misalnya takikardia ,

    peningkatan curah jantung), hormon tiroid meningkatkan sintesis miosin dan Na+, K+,

    ATPase, seperti halnya densitas reseptor miokardial -adrenergik.

    1. HipertiroidismeKelebihan hormon tiroid menyebabkan palpitasi, dengan berbagai derajat

    gangguan pada pekerjaan, dan meningkatnya tekanan darah, secara independen

    dengan sebab hipertiroidisme. Perubahan denyut jantung hasil dari peningkatan

    simpatis dan penurunan parasimpatis. Takikardi, dengan detak jantung lebih dari

    90 kali per menit, secara umum selama beristirahat dan selama tidur, selain

    peningkatan denyut jantung yang normal selama olahraga berlebihan.11

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    20/22

    20

    Pada pasien dengan hipertiroidisme, output jantung 50-300 persen lebih tinggi

    daripada orang normal. Peningkatan ini disebabkan oleh efek gabungan penurunan

    dalam resistensi vaskular sistemik, peningkatan denyut jantung saat istirahat,

    peningkatan kontraktilitas ventrikel kiri dan sebagian kecil ejeksi, dan

    peningkatan volume darah. Pentingnya kontribusi penurunan resistensi vaskular

    sistemik adalah peningkatan aliran darah sistemik pada pasien dengan

    hipertiroidisme. 11

    Manifetasi kardiovaskuler hipertiroidisme termasuk berdebar, hipertensi

    sistollik, lelah atau pada pasien pasien pasien dengan penyakit jantung

    tersembunyi, angina atau gagal jantung. Takikardia sinus ditemukkan pada sekitar

    40% pasien dan fibrilasi arterial pada sekitar 15% pasien. Penemuan-penemuan

    lainnya termasuk prekordium hiperdinamik, tekanan nadi melebar, peningkatan

    pada intensitas bunyi jantung pertama dan komponen pulmonik pada bunyi

    jantung kedua dan ketiga. Pada beberapa kasus mungkin ada murmur mid

    diastolik yang terdengan jelas pada left sternal border dengan atau tanpa systolic

    ejection click. Mungkin dapat berupa manifestasi kardiovakular tirotoksikosis

    seperti fibrilasi atrial yang mungkin resisten terhadap terapi sampai

    hipertiroidisme dapat terkendali.

    2

    Awal pengobatan pasien dengan seluruh spektrum dari gejala yang

    berhubungan dengan jantung dan tanda-tanda hipertiroidisme, dari sinus

    takikardia dan dispnea saat latihan untuk gagal jantung, harus mencakup antagonis

    reseptor beta adrenergik, seperti propranolol, atau selektif antagonis reseptor beta

    1 adrenergik, seperti atenolol. Tujuan dari sebuah terapi adalah untuk menurunkan

    denyut jantung hampir normal. Hal ini akan menyebabkan perbaikan komponen

    takikardia ventrikular meningkat, sedangkan dampak inotropik langsung dari

    hormon tiroid akan bertahan. Terjadinya kerja propranolol dan perbaikan yang

    dihasilkan dalam jantung, neuromuskuler, dan manifestasi psikologis yang cepat

    dari hipertiroidisme menunjukkan bahwa obat ini harus diberikan untuk sebagian

    besar pasien dengan gejala yang berlebihan. Meskipun penyakit paru-paru

    obstruktif dan asma adalah kontraindikasi untuk penggunaan dari antagonis

    reseptor beta adrenergik, gagal jantung bukanlah kontraindikasi. Terapi definitif

    kemudian dapat dicapai dengan aman dengan iodine-131 sendiri atau dalam

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    21/22

    21

    kombinasi dengan obat antitiroid, adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid

    adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.11

    2. HipotiroidismeManifestasi kardia hipotirodisme termasuk penurunan curah jantung, voume

    sekuncup, frekuensi jantung, tekanan darah dan tekanan nadi. Permeabilitas

    kapiler yang meningkat menyebabkan efusi pleura. Tanda-tanda klinis lainnya

    mencakup kardiomegali, brakikardia, denyut nadi melemah, dan bunyi jantung

    menlemah. EKG umumnya menunjukkan sinus brakikardia dan voltase rendah

    dan mungkin menunjukkan interval QT memanjang, penurunan voltase

    gelombang P, waktu konduksi AV memanjang, gangguan konduksi

    intraventrikuler dan kelainan gelombang ST-T non spesifik. Foto rontgen dada

    mungkin menunjukkan kardiomegali. Pasien hipotiroidisme seringkali mengalami

    peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dan penyakit aterosklerosis arteri

    koroner berat. Angina dan infark mungkin terjadi selama permulaan penggantian

    hormon tiroid, terutama pada pasien-pasien usia lanjut dengan penyakit jantung

    yang tersembunyi. Pada pasien-pasien dengan gejala sindroma koroner akut dan

    gagal jantung pemberian hormon tiroid dapat berbahaya karena dapat

    meningkatkan aktivitas jantung, pada kasus ini harus menyembuhkan penyakit

    jantung terlebih dahulu baru memberikan terapi hormon tiroid. 2

  • 7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx

    22/22

    22

    Daftar pustaka

    1. Joewono, Boedi Soesetyo., 2003, Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press,Surabaya.

    2. Sudoyo, Aru W dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Ed IV, FKUI,Jakarta.

    3. A. Price sylvia, M. Wilson Lorraine., 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, jilid 2, EGC, Jakarta.

    4. Gray, Houn H dkk., 2003, Lectures Notes Kardiologi, Ed IV, Erlangga MedicalSeries, Jakarta.

    5. Yulidar, Adityo Susilo, Ika Prasetya., 2011,Hipertensi Pulmonal pada Pasien denganPaten Foramen Oval. Di dalam: ryan Ranitya, Aditya Susilo, Simon Salim (Ed),

    Pendekataan Holistik Penyakit Kardiovaskular, Interna Publishing, Jakarta.

    6. Sudoyo, Aru W dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed IV, FKUI,Jakarta.

    7. Nafiah, Ali., 2007, Emboli Paru, Universitas Sumatra Utara, Fakultas Kedoteran,Sumatra Utara , (makalah)

    8. Lesmana, Vivi Putri., 2010,Emboli Paru, Majalah Kedokteran CDK edisi 180 (serialonline),http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdf, (18 mei 2012)

    9. Christina, G., Papadogiannis, D., and Tentolouris, N., 2010. Diabeticcardiomyopathy: from the pathophysiology of the cardiac myocytes to current

    diagnosis and management strategies. Vascular Health and Risk Management, 6,

    pp.883903.

    10.Ong, G., Davis, T.M.E., and Davis, W.A., 2003. Aspirin is associated with reducedcardiovascular and all-cause mortality in type 2 diabetes in a primary prevention

    setting. Journal of the American College of Cardihttp://1.bp.blogspot.com/-

    L39904h8ElY/Ti73uKDcKpI/AAAAAAAAADw/3YASyT51iTU/s1600/mp258.jpgology, 41(9),

    pp.1529-1538.

    11.Klein I, Ojamaa K. Mechanisms of disease: thyroid hormone and the cardiovascularsystem. N Engl J Med, 2001; 344 (7): 501-509

    http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://search/http://search/http://search/http://search/http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://search/http://search/http://search/http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdf