111785271-penyakit-jantung-paru.docx
TRANSCRIPT
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
1/22
1
Penyakit Jantung Paru
a. Cor Pulmonal1. Definisi
Cor pulmonal (CP) adalah suatu keadaan di mana terdapat hipertrofi dan atau
dilatasi dari ventrikel kanan sebagai akibat dari hipertensi (arteri) pulmonal yang
disebabkan oleh penyakit intrinsik dari parenkim paru, dinding toraks maupun
vaskuler paru. Cor pulmonal dapat bersifat akut akibat adanya emboli paru yang
masif, dapat juga bersifat kronis.1 Cor Pulmonal adalah hipertensi pulmonal yang
disebabkan penyakit yang mengenai struktur dan atau pembuluh darh paru; hipertensi
pulmonal menghasilkan pembesaran ventrikel kanan (hipertrofi dan atau dilatasi) dan
berlanjut dengan berjalannya waktu menjadi gagal jantung kanan. 2
Cor pulmonal akut adalah pereganagan atau pembebanan akibat hipertensi
pulmonal akut, sering disebabkan oleh emboli paru masif sedangkan cor pulmonal
kronis adalah hipertrofi dan dilatasi ventrikel kanan akibat hipertensi pulmonal yang
berhubungan dengan penyakit paru obstruktif atau restriktif. 2
2. EtiologiEtiologi CP secara garis besar dibagi menjadi:
1. Penyakit parenkim paru- PPOK merupakan penyebab tersering Cor Pulmonal kronis. Diperkirakan 80-
90% kasus.
- Bronkiektasis- Sistik fibrosis- Penyakit paru restriktif-
Pneumokoniosis- Sarcoidosis
2. Kelainan dinding toraks dan otot pernafasan- Kifoskoliosis- Amiotrofik lateral sclerosis (ALS)- Miastenia gravis
3. Sindroma Pickwikian dan sleep apnea4. Penyakit vaskuler paru
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
2/22
2
- Emboli paru berulang atau emboli paru masif (emboli paru masif penyebabtersering CP akut, sedangkan emboli paru berulang dapat menyebabkan CP
kronis)
- Hipertensi pulmonal primer- Schitosomiasis- Skleroderma
3. Patogenesis Cor Pulmonala. Cor Pulmonal Akut
Pada emboli paru masif yang terjadi akibat obstruksi akut yang luas pada
pembuluh darah paru. Akibatnya adalah:
1. Tahanan vaskuler paru meningkat2. Hipoksia akibat pertukaran gas ditengah kapiler-alveolar yang terganggu,
hipoksia tersebut akan menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah
(arteri) paru.
Tahanan vaskuler paru yang meningkat dan vasokonstriksi menyebabkan
tekanan pembuluh darah arteri paru semakin meningkat (hipertensi pulmonal).
Hipertensi pulmonal yang terjadi secara akut tidak memberikan waktu
yang cukup bagi ventrikel kanan untuk kompensasi, sehingga terjadilah
kegagalan jantung kanan akut. Gagal jantung kanan mulai terjadi jika tekanan
arteri pulmonalis meningkat tiba-tiba melebihi 40-45 mmHg. Gagal jantung
kanan akut ditandai dengan sesak nafas yang terjadi secara tiba-tiba, curah
jantung menurun sampai syok., JVP yang meningkat, liver yang membengkak
dan nyeri dan bising insufisiensi katup trikuspid.1
b. Cor Pulmonal KronisPenyakit Paru Obstruktif Kronis adalah penyebab tersering CP kronis
(lebih dari 50%) kasus. Pada PPOK akan terjadi penurunan vascular bedparu,
hipoksia, dan hiperkapnea/ asidosis respirtorik. Hipoksia dapat mengakibatkan
penyempitan pembuluh darah arteri paru, demikian juga asidosis respiratorik.
Disamping itu, hipoksia akan menimbulkan polisitemia sehingga visikositas
darah akan meningkat. Visikositas darah yang meningkat ini pada akhirnya
juga akan meningkatkan tekanan pembuluh darah arteri paru. Jadi, adanya
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
3/22
3
penurunan vaskuler bed, hipoksia dan hiperkapnea akan mengakibatkan
tekanan darah (arteri pulmonal), hal ini disebut dengan hipertensi pulmonal.
Adanya hipertensi pulmonal menyebabkan beban tekanan pada ventrikel
kanan, sehingga ventrikel kanan melakukan kompensasi berupa hipretrofi dan
dilatasi. Keadaan in iyang disebut dengan Cor Pulmonal. Jika mekanisme
kompensasi ini gagal maka terjadilah gagal jantung kanan.1
Penyakit Paru Kronis
Hipoksia Penurunan Vaskuler bed asidosis dan hiperkapnea
Polisitemia Hipertensi Pulmonal
Hipertrofi dan dilatasi Ventrikel Kanan
Cor Pulmonal Compensata Cor Pulmonal Dekompensata
4. Gambaran KlinisDiagnosis Cor Pummonal terutama berdasarkan pada dua kriteria yaitu:3
1. Adanya penyakit pernafasan yang disertai dengan hipertensi pulmonal2. Bukti adanya hipertrofi ventrikel kanan.
Cor Pulmonal akibat emboli paru terdapat keluhan berupa sesak nafas yang
terjadi secara tiba-tiba pada saat istirahat, kadang-kadang didapatkan batuk-batuk
dan hemoptisis. Pada penderita Cor Pulmonal dengan PPOK sebagai penyakit
dasarnya maka keluhannya adalah sesak nafas disertai batuk yang produktif
(banyak sputum). Pada penderita CP dengan Hipertensi Pulmonal Primer keluhan
biasanya berupa sesak nafas dan sering pingsan jika beraktifitas (exertional
syncope). Dalam hal mengevaluasi keluhan sesak nafas akibat kelainan jantung
kiri (misalnya Stenosis Mitral, payah jantung kiri) menimbulkan keluhan orthpnea
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
4/22
4
danparoxysmal nocturnal dyspnea. Jika terjadi gagal jantung kanan maka keluhan
bengkak pada perut dan kaki serta cepat lelah sering terjadi. 1
5. Pemeriksaan fisikPemeriksaan fisik juga bervariasi, tergantung dari penyakit dasarnya, tanda
yang biasanya didapatkan adalah:
1. Takipnea2. Sianosis3. Jari tabuh4. JVP yang meningkat5. Abnormalitas dinding toraks6. Pada Cor Pulmonal yang akut didapatkan tanda-tanda low output state
misalnya hipotensi-syok, keringat dingin, denyut nadi yang cepat dan lemah.
7. Suara jantung yang lemah8. Pulsasi jantung kanan9. Bising insufisiensi trikuspid10.Hepatomegali11.Asites dan bengkak pada kaki
6. Pemeriksaan EKGPemeriksaan EKG biasanya menunjukkan hipertrofi ventrikel kanan dan
abnormalitas atrium kanan. Seringpula didapatkan aritmia ventrikuler dan atau
supra ventrikuler. Poor progression of R pada sadapan prekordial merupakan
tanda yang sering didapatkan jika penyebab CP nya adalah PPOK sehingga
seringkali disalah artikan sebagai infark miokard lama.1
7. Pemeriksaan Foto ToraksTanda yangs sering didapatkan adalah:1
1. Kelainan pada parenkim paru, pleura maupun dinding toraks tergantungpenyakit dasarnya.
2. Pelebaran trunkus pulmonalis pada daerah hilus disertai penurunan gambaranvaskuler paru yang drastis didaerah perifer, sehingga menimbulkan gambaran
pohon gundul (pruned tree).
3. Pembesaran ventrikel kanan
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
5/22
5
4. Pelebaran Vena Cava Superior
8. Pemeriksaan LaboratoriumPada penderita cor pulmonal pemeriksaan fungsi paru menunjukan kelainan
restriktif atau obstruktif berat (atau gabungan keduanya). Pemeriksaan analisis gas
darah dapat menunjukkan adanya hipoksia dan atau hiperkapnea/asidosis
respiratorik. Pada penderita CP analisis gas darah biasanya normal saat istirahat,
tetapi pada saat beraktifitas pemeriksaan gas darah menunjukan adanya hipoksia
berat disertai hiperkapneab, hal ini membuktikan bahwa etiologi sesak nafasnya
adalah kelaianan paru. Pada penderita CP dengan hipoksia yang bermakna
(saturasi oksigen arterial < 90%) seringkali menderita polisitemia.
9. Pemeriksaan EkokardiografiPemeriksaan ekokardiografi sangat menunjang diagnosis CP. Tetapi pada
penderita CP dengan PPOK sebagai penyakit dasarnya seringkali sulit untuk
mendapatkan gamabar ekokardigrafi yang baik. Dengan ekokardiografi tampak
adanya pembesaran (dilatasi) ventrikuler kanan, tanpa adanya kelainan struktur
pada jantung kiri.1
10.Diagnosis Cor PulmonalDengan melakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik yang teliti ditunjang
dengan pemeriksaan laboratorium., foto toraks, dan EKG biasanya diagnosis CP
sudah dapat ditegakkan. Bila masih meragukan pemeriksaan ekokardiografi dapat
membantu menegakkan diagnosis. Kriteria untuk menegakkan diagnosis CP
adalah adanya penyakit paru atau kelainan dinding toraks yang berat, dibuktikan
dengan foto toraks. Test faal paru dan analisa gas darah, disertai adanya hiipertrofi
ventrikel kanan yang dibuktikkan dengan cara (salah satu atau lebih) pemeriksaan
fisik, X-foto toraks, EKG, ekokardiografi. 1
11.Diagnosis Bandinga. Hipertensi vena pulmonal
b. Perikarditis konstriktif
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
6/22
6
12.Pengobatan- Pengobatan medik
Terapi Cor Pulmonal difokuskan kepada penyakit paru sebagai
penyakit dasarnya. Yang terbaik adalah menurunkan beban tekanan pada
ventrikel kanan disertai pengobatan spesifik untuk penyakit paru. Jika tidak
terdapat tanda-tanda gagal jantung kanan, tujuan utama pengobatan Cor
Pumonal adalah mencegah terjadinya gagal jantung kanan.
Pengobatan untuk mengendalikan hipertensi pulmonal
`Pengobatan terhadap hipoksia merupakan pengobatan yang utama
dalam hal menurunkan tekanan darah pulmonal. Pengobatan terhadap hipoksia
ini dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu: (1) pengobatan terhadap penyakit
dasarnya dan (2) pemberian oksigen. Pada Cor Pulmonal akut, karena
hipertensi pulmonal sebagai akibat obstruksi pembuluh darah paru karena
adanya emboli, maka penanganan ditujukan pada emboli paru nya. Terapi
standar adalah heparin 5000-10.000 unit bolos i.v dilanjutkan 1000 unit/jam
sampai aPTT 1 -2 x normal selama 7-10 hari dilajutkan warfarin 2-3 bulan.
Alternatif lain adalah dengan thrombolysis (misalnya: streptokinase: 250.000
iu dalam infus selama 30 menit, dilanjutkan 100.000 iu/jam selama 24-72
jam, post thrombolysis dilanjutkan dengan heparin.1
Pada penderita Cor Pulmonal kronis, sebagian besar mengalami
vasokonstriksi pada pembuluh darah paru akibat hipoksia. Pada penderita
seperti ini harus diberikan oksigen untuk dapat mencapai tekanan oksigen
arterial >60 mmHg. Obat-obatan lan yang biasanya diberikan adalah
bronkodilator (aminofilin, 2 agonis) mukolitik dan ekspektoran untuk
memudahkan pengeluaran dahak serta antibiotik jika terjadi eksaserbasi akut
dari bronkitis.1
Pengobatan gagal jantung
Pada Cor Pulmonal yang disertai gagal jantung kanan (Cor Pulmonal
Chronicum Decompensata) pengobatan penyakit paru yang mendasari dan
penanganan hipoksia tetap menjadi terapi utama. Diuretik dan flebotomi
merupakan terapi yang cukup baik. Diuretik efektif untuk pengobatan COPD,
terutama penderita dengan PPOK sebagai penyakit dasarnya. Efek diuretik
harus dimonitor secara ketat dengan pemeriksaan analisa gas darah.1
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
7/22
7
- Pengobatan tindakan bedahPada beberapa kasus Cor Pulmonal tindakan bedah mempunyai
peranan dalam pengobatan. Pulmonal Embolectomy sangat bermanfaat pada
penderita emboli paru. Adenoictomi pada anak dengan obstruksi jalan nafas
kronis, uvulopalatopharyngeoplasty pada penderita sleep apnea dapat
mengobati Cor Pulmonal akibat hipoventilasi yang kronis. Transplantasi
jantung-paru dilakukan pada penderita CPCD tahap akhir. 1
b. Emboli ParuTrias klinik yang merupakan predisposisi tromboemboli paru dideskripsikan oleh
Rudolph Virchow, yaitu:
1. Trauma lokal pada dinding pembuluh darah2. Hiperkoagulabilitas3. Stasis darah
Sebagian besar pasien dengan emboli paru memiliki faktor predisposisi ini, seperti
trauma mayor, pembedahan dalam waktu dekat sebelumnya, obesitas dan imobilitas,
merokok, peningkatan usia, keganasan, pil kontrasepsi oral, kehamilan, terapi sulih
hormon. Beberapa pasien dengan emboli paru memiliki abnormalitas pembekuandarah primer dasar yang memudahkan mereka mengalami hiperkoagulasi, seperti
defek fibrinolisis, penigkatan kadar antibodi fosfoslipid dan defisiensi kongenital
antitrombin III, protein C, protein A atau plasmonogen.
Patofisiologi
Efek klinis emboli paru tergantung pada:
- Derajat obstruksi vaskular paru;- Pelepasan agen humoral vasoaktif dan bronkokonstriksi dari platelet
teraktivasi (misalnya serotonin, tromboksan A2);
- Penyakit kardiopulmonal sebelumnya- Usia dan kesehatan umum pasien.Afterload ventrikel kanan meningkat secara bermakna bila lebih 25% sirkulasi
paru mengalami obstruksi. Awalnya hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
ventrikel kanan, kemudian diikuti oleh dilatasi ventrikel kanan dan regurgitasi
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
8/22
8
trikuspid dan dengan mulai gagalnya ventrikel kanan, terjadi penurunan tekanan
ventrikel kanan. Ventrikel kanan yang normal tidak mampu meningkatkan tekanan
arteri pulmonalis lebih banyak diatas 50-60 mmHg sebagai respon terhadap obstruksi
mayor mendadak pada sirkulasi paru, sementara pada tromboemboli kronis atau
hipertensi pulmonal primer tekanan ventrikel kanan dapat meningkat secara bertahap
hingga tingkat suprasistemik (>100 mmHg). Kombinasi dari penurunan aliran darah
paru dan pergeseran septum interventrikel ke ruang ventrikel kiri akibat ventrikel
kanan yang mengalami dilatasi menurunkan pengisian ventrikel kiri.2
Gambaran klinis
Emboli paru menyebabkan berbagai derajat gangguan hemodinamik. Klasifikasi
klinis yang diajukan untuk mendeskripsikan akibat hemodinamik embolus;
namun,banyak emboli yang berukuran lebih kecil tidak dapat didteksi secara klinis.2
Pada sebagian besar kasus, emboli paru merupakan konsekuensi dari kejadian
trombosis arteri atau vena. Walaupun bergitu, resiko kematian pada emboli paru akut
maupun rekuren jauh lebih besar dibanding pada trombosis arteri maupun vena.4
Emboli paru minor akut; merupakan akibat dari obstruksi arteri pulmonalis kecil
distal, sering mengakibatkan infark parenkim paru. Bila timbul gejala, dapat berupa
takipneu, nyeri dada pleuritik dan hemoptisis. Biasanya tidak ada gangguan
hemodinamik dan pemeriksaan klinis sering normal namun bisa didapatkan
takikardia, gesekan pleural dan demam ringan.2
Emboli paru mayor akut; disebabkan oleh obstruksi bermakna pada arteri
pulmonalis proksimal dan biasanya menyebabkan dispneu berat, nyeri dada sentral
tumpul, takikardia, irama derap, peningkatan tekanan vena dalam dan takipneu. Bila
obstruksi arteri pulmonalis mendadak dan berat, dapat terjadi sinkop atau kematian.2
Hipertensi pulmonal tromboemboli kronis; jarang terjadi, bisanya muncul dengan
dispneu yang memiliki onset bertahap, dengan atau tanpa riwayat trombosis vena atau
emboli paru sebelumnya. Dapat timbul rasa tidak nyaman di dada saat aktivitas fisik
dan temuan klinis yang didapatkan merupakan akibat dari kelebihan beban tekanan
ventrikel kanan.2
`
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
9/22
9
Terdapat enam syndrome klinis emboli aru akut dengan gambaran sebegai berikut:7
1. Emboli paru masifPresentasi klinis: sesak nafas, sinkop dan sianosis dengan hipotensi arteri sistemik;
khas >50% obstruksi pada vaskulatur paru. Disfungsi ventrikel kanan dapat dijumpai.
2. Emboli paru sedang sampai besar (submasif)Presentasi klinis: tekanan darah sistemmik masih normal, gambaran khas > 30%
defek pada perfusi scan paru dengan tanda-tanda disfungsi ventrikel kanan.
3. Emboli paru kecilPresentasi klinis: tekanan darah arteri sistemik yang normal tanpa disertai tanda-tanda
disfungsi ventrikel kanan.
4. Infark paruPresentasi klinis: nyeri peluritik, hemoptisis, pleral rub atau bukti adanya konsolidasi
paru, khasnya berupa emboli perifer yang kecil, jarang disfungsi ventrikel kanan.
5. Emboli paru paradoksikalPresentasi klinis: kejadian emboli sistemik yang tiba-tiba seperti stroke, jarang
disertai ventrikel kanan.
6. Emboli nontrombusPenyebab yang tersering berupa udara, lemak, fragmen tumor atau cairan amnion.Disfungsi ventrikel kanan jarang menyertai keadaan ini.
Pemeriksaan penunjang
- ElektrokardiografiPada gambaran EKG biasanya memperlihatkan sinus takikardia atau normal
pada Emboli paru minor, namun memperlihatkan abnormalitas khas pada
sekitar 30% pasien dengan emboli masif. Abnormalitas ini antara pola S1, Q3,
T3 (gelombang S di lead I, gelombang q dan gelombang T terbalik di lead III),
blok cabang serabut kanan, p pulmonal, dan deviasi aksis ke kanan. Perubahan
non spesifik, antara lain sinus takikardia, AF, dan inversi gelombang T di lead
anteroseptal (VI-V3)
- EkokardiografiBisa terlihat dilatasi jantung kanan dan perkiraan tekanan ventrikel kanan
Dan diperkirakan tekanan ventrikel kanan mungkin bila di deteksi regurgitasi
trikuspid.2
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
10/22
10
- RadiologisPada pemeriksaan foto rontgen dada pasien emboli paru, biasanya didapatkan
adalah pembesaran arteri pulmonalis descendens, peninggian diafragma
bilateral, pembesaran jantung kanan, densitas paru daerah terkena dan tanda
Wester Mark.5
- Laboratorium5a. Pemeriksaan darah tepi: kadang-kadang ditemui leukositosis dan LED
yang sedikit meninggi.
b. Kimia darah: ditemukan peningkatan kadar enzim SGOT, LDH dan CPK.Terdapat peningkatan kadar FDP yang mencapai puncaknya pada hari
ketiga serangan.
c. Analisis gas darah: biasanya didapatkan Parendah (hipoksemia), tetapitidak jarang ditemukan pasien dengan serangan emboli paru mempunyai
Palebih tinggi dari 80 mmHg. Menurunnya Padisebabkan karena
gagalnya fungsi perfusi dan ventilasi paru.
Diagnosis
Diagnosis emboli paru maupun infark paru seharusnya ditegakkan melewati
proses diagnosis yang lazim dilakukan yakni berdasarkan anamnesis yakni keluhan
sesak nafas mendadak, nyeri dada (nyeripleuretik)ataupun hemoptisis, riwayat
penyakit, pemeriksaan fisik untuk mengetahui kelainan klinis yang ada, dan hasil
pemeriksaan penunjang untuk memperkuat data yang ada.6
The Wells score:
Clinically suspected DVT - 3.0 points
Alternative diagnosis is less likely than PE - 3.0 points
Tachycardia - 1.5 points
Immobilization/surgery in previous four weeks - 1.5 points
History of DVT or PE - 1.5 points
Hemoptysis - 1.0 points
Malignancy (treatment for within 6 months, palliative) - 1.0 points
Traditional interpretation
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
11/22
11
Score >6.0 - High (probability 59% based on pooled data)
Score 2.0 to 6.0 - Moderate (probability 29% based on pooled data)
Score 4 - PE likely. Consider diagnostic imaging.
Score 4 or less - PE unlikely. Consider D-dimer to rule out PE.
Pengobatan
Pengobatan yang diberikan kepada pasien emboli atau infark paru terdiri atas:
1. Tindakan untuk memperbaiki keadan umum pasienHal-hal yang perlu dilakukan adalah:
- Memberikan oksigen untuk mencegah terjadinya hipoksemia- Memberikan cairan infus untuk mempertahankan kestabilan keluaran ventrkel
kanan dan aliran darah pulmonal
- Intubasi (bila diperlukan)2. Pengobatan atas dasar indikasi khusus
Perlu diperhatikan pemebrian obat sesuai dengan indikasi gejala, misalnya ada
indikasi pemberian obat vasopresor, obat ionotropik, anti aritmia, digitalis.3. Pengobatan utama terhadap emboli paru
Pengobatan utama terhadap emboli paru sampai sekarang yang dilakukan:
- Pengobatan antikoagulan: heparin; pemberian heparin dapat dengan berbagaicara menurut keadaaan pasien. Dapat diberikan drip heparin dengan infus
intravena, suntikan intravena intermitten dan suntikan subkutan. Dosis heparin
bolus 3000-5000 unit intravena diikuti sebanyak 30.000-35.000 unit/hari
dalam infus glukosa 5% atau NaCl 0,9% atau di sesuaikan sampai hasil
pengobatan heparin dengan target pemeriksaan PTT mencapai 1,5-2 kali nilai
normal, lama pengobatan diberikan selama 7-10 hari.
Warfarin, obat ini bekerja denga menghambat aktivitas vitamin K yaitu
dengan mempengaruhi sintesis prokoagulan primer. Warfarin diberikan padaq
pasien dengan trombosis vena atau emboli paru berulang dan pasien dengan
faktor resiko menetap. Dosis yang diberikan diberikan adalah 10-15 mg/kg BB
dengan target sampai terjadi pemanjangan (lebih dari 15-25%) dari nilai
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
12/22
12
normal waktu protrombin yang maksimum. Lama pemberian biasanya sekitar
3 bulan (12 minggu terus menerus).6
- Pengobatan trombolitikBertujuan untuk menghilangkan sumbatan mekanik karena tromboemboli.
Cara kerja obat ini adalah mengadakan trombolisis. Obat yang tersedia ada 2
macam yakni streptokinase dan urokinase. Cara kerjanya akan memperkuat
aktivitas fibrinolisis endogen denganlebih mengaktifkan plasmin. Dosis awal
streptokinase 250.000 unit dalam larutan garam fisiologis atau glukosa 5%
diberikan intravena selama 30 menit. Dosis pemerliharaan: 100.000 unit/ jam
diberikan selama 24-72 jam. Dosis awal urokinase: 4.400 unit/kgBB, dalam
larutan fisiologis atau glukosa 5% diberikan intravena selama 15-30 menit.
Dosis pemerliharaan 4.400 unit/kgBB/jam selama 12-24 jam.6
4. Pengobatan lainnya- Venous interuption; mencegah emboli ulang dari trombus vena dalam tungkai
bawah dengan pemasangan filter di vena cava inferior secara intravena.
- Embolektomi dilakukan bila ada kontraindikasi heparinisasi/ trombolitik padaemboli paru massif dan sub massif.8
- Pemasangan filter vena cava dilakukan bila ada I perdarahan yangmemerlukan transfusi emboli paru berulang meskipun telah menggunakan
antikoagulan jangka panjang.8
Prognosis
Prognois emboli paru jika diterapi yang tepat dapat segera diberikan adlah
baik. Emboli paru juga dapat menimbulkan kematian mendadak, umumnya prognosis
emboli paru kurang baik. Pada emboli paru masif prognosisnya lebih buruk lagi,
karena 70% dapat mengalami kematian dalam waktu 2 jam sesudah serangan akut. 6
c. Hipertensi PulmonalSirkulasi paru merupakan sistem bertekanan rendah dengan tekanan arteri
pulmonalis rerata saat istirahat < 20 mmHg. Tekanan akan lebih tinggi sementara
pada latihan atau di ketinggian namun bila tekana terus menerus > 20 mmHg dalam
keadaan istirahat akan teerjadi hipertensi paru.4
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
13/22
13
Hipertensi pulmonal bersifat progresif karena peningktan resistensi vaskular
pulmonal, yang menyebabkan menurunnya fungsi ventrikel kanan akibat peningkatan
afterload ventrikel kanan, sering pada pasien usia muda dan pertengahan.5
Hipertensi pulmonal primer merupakan suatu kondisi yang tidak diketahui
etiologinya namun faktor-faktor yang mempengaruhi antara lain:
- Obat-obatan anoreksia (misalnya fenfluramin)- Kokain- Obat-obatan kemoterapi (misalnya mitomisin C, bleomisin, siklofosfamid,
karmutisin)
- Hipertensi portal- Kelainan jaringan ikat (sindrome kalsinosis, Raynaud, esofagus)- Infeksi HIV- Sindrome keracunann oil.
PatofisiologiPredisposisi
Kerusakan endotel paru
Pelepasan: TB, PG, ET-1
Pelepasan: NO, kerusakan sal K+
Vasokontriksi
Pelepasan: PDGF, VEGF, TGF-
Remodeling
Fibrinolisis, gangguan koagulasi
Trombosis In situ
Hipertensi Pulmonal
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
14/22
14
Pasien dengan predisposisi genetik, kerusakan endotel dapat menimbulkan siklus
ganas perkembangan hipertensi pulmonal, pertama, kerusakan endotel menyebaabkan
imbalans mediator vasoaktif vasokontriksi. Kemudian terjadi pelepasan growth factor
yang menyebabkan penipisan pembulu darah (remodelling). Hal ini merangsang
fibrinolisis dan gangguan koagulasi yang memprepitasi trombosis insitu.
Klasifikasi
a. Klasifikasi klinik hipertensi pulmonal- Hipertensi arteri pulmonal
o Idiiopatik atau primero Familialo Hipertensi yang berhubungan:
Penyakit kolagen pada pembuluh darah Shunt kongenital sistemik ke pulmonal Hipertensi pulmonal Infeksi HIV
Toksin dan obat-obatano Yang berhubungan dengan keterlibatan vena atau kapiler
Penyakit oklusi vena pulmonal Hemangiomatosis kapiler pulmonal
- Hipertensi pulmonal dengan penyakit jantung kirio Penyakit atrium atau ventrikel kiri jantungo Penyakit katup jantung kiri
- Hipertensi pulmonal yang dihubungkan dengan penyakit paru dan atauhipoksia
o PPOKo Penyakit jaringan paruo Sleep apneao Kelainan hipoventilasi alveolar
- Hipertensi pulmonal oleh karena penyakit emboli dan trombolitik kroniko Obstruksi tromboembolitik arteri pulmonalis proksimalo Obstruksi tromboembolitik arteri pulmonalis distal
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
15/22
15
o Emboli pulmonal non trombolitik (tumor, parasit, benda asing)
b. Klasifikasi status fungsional WHO pasien hipertensi pulmonal- Kelas I :pasien dengan hipertensi pulmonal tanpa keterbetadan dalam
melakukan aktivitas sehari-hari.
- Kelas II :pasien dengan hipertensi pulmonal, dengan sedikitketerbatasan dalam melakukan aktivitas sehari-hari.
- Kelas III :pasien dengan hipertensi pulmonal, yang bila melakukanaktivitas ringan akan merasakan sesak dan rasa lelah yang hilang bila istirahat.
- Kelas IV : pasien dengan hipertensi pulmonal, yang tidak mampumelakukan aktivitas apapun (aktivitas ringan akan merasakan sesak), dengan
tanda dan gejala gagal jantung kanan.
Gambaran Klinis
Gejala dan Tanda Hipertensi Pulmonal
Gejala Tanda
Dispneu saat aktivitas Distensi vena jugularis
Fatigue Impuls ventrikel kanan dominan
Sinkop Komponen katup menguat (P2)
Nyeri dada angina S3 jantung kanan
Hemoptisis Murmur trikuspid
Fenomena Raynauds Hepatomegali
Edema perifer
Diagnosis
Kriteria diagnosis untuk hipertensi pulmonal merujuk pada National
Institut e of Health; bila tekanan sistolik arteri pulmonalis lebih dari 35 mmHg atau
mean tekanan2a r t e r i p u l m o n a l i s l e b i h d a r i 2 5 m m H g p a d a s a a t
i s t i r a h a t a t a u l e b i h 3 0 m m H g p a d a a k t i f i t a s d a n t i d a k
d i d a p a t k a n a d a n y a k e l a i n a n v a l v u l a r p a d a j a n t u n g k i r i ,
p e n ya k i t myokardium, penyakit jantung kongenital dan tidak adanya kelainan paru
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
16/22
16
Pemeriksaan Penunjang
- ElektrokardiografiMungkin memperllihatkan deviasi aksis ke kanan, hipertrofi atrium kanan
namun seringkali tidak signifikan. Adanya emfisema pada penyakit paru
kronis mengurangi voltase EKG dan dapat menutupi tanda-tanda hipertrofi.5
- Radiologi toraksBila ditemukan dilatsi arteri pulmonalis utama pada semua penyebab
hipertensi pulmonal, bukti penyaqkit paru dasar, atau defek perfusi paru
bercak.5
- Tes fungsi paruAkan menunjukan kelainan pada pasien dengan penyakit paru dasar. Kapasitas
difusi karbon monoksida sangat rendah bila ada hipertensi pulmonal.5
- Pemeriksaan angiografiKaterisasi jantung merupakan baku emas untuk diagnosis hipertensi pulmonal.
Tes vasodilator dengan obat kerja singkat (seperti adenosin, inhalasi nictric
oxide atau epoprostenol) dapat dilakukan selama katerisasi.2
Pengobatan
Medikamentosa2
- Terapi vasodilator- Prostanoid- Nitric oxide- Penghambat Fosfodiesterase- Antagonis reseptor endotelin
Tindakan bedah2
- Atrial septosotomi- Thromboenarterectomy pulmonary- Transplantasi paru
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
17/22
17
Penyakit Jantung Sistemik
a. Diabetes MelitusPenyakit kardiovaskular merupakan penyebab utama kematian pada
pasien dengan DM. Angka kejadian aterosklerosis pada pembuluh darah besar dan
infark miokard meningkat pada pasien DM tipe 1 dan 2. DM merupakan faktor resiko
independen untuk PJK dan angka kejadian PJK berhubungan dengan lama menderita
DM. DM tipe 2 meningkatkan resiko terjadinya PJK sebanyak 2 kali lebih besar. Pada
pasien Diabetes Melitus mungkin tidak mempunyai respon nyeri terhadap adanya
iskemia miokard, kemungkinan karena disfungsi sistem saraf otonom menyeluruh.
Presentasi iskemia mungkin berupa sesak saat aktivitas atau episodik, edema paru,
aritmia, blok jantung dan sinkop. Karena penyakit jantung korener lebih sering
ditemukan pada pasien dengan Diabetes Melitus dan seringkali tidak berhubungan
dengan gejala gejala angina yang khas, maka threshold diagnosa harus rendah,
terutama jika penyakit sudah berlangsung lama dan terdapat faktor resiko terkait
untuk PJK (misalnya hipertesi, merokok, hiperlipidemia).2
Kardiomiopati diabetik dapat disebabkan oleh banyak faktor. Beberapa
mekanisme yang mendasarinya adalah: (1) gangguan metabolisme, (2) gangguan
regulasi keseimbangan kalsium, (3) peningkatan stres oksidasi, (4) disfungsi autonom,
(5) gangguan sistem renin angiotensin, (6) small vessel disease, dan (7) disfungsi
mitokondria
Pasien diabetes melitus mungkin mengalami disfungsi miokardial berupa
kardiomiopati restriktif tanpa adanya penyakit jantung koroner, dengan relaksasi
abnormal miokard, dan dibuktikan secara klinis dengan tekanan pengisian ventrikel
kiri yang meningkat. 2
Mekanisme yang mendasari terjadinya kardiomiopati diabetik adalah
multifaktorial, antara lain
- Gangguan metabolik berupa deplesiglucose transporter 4 , peningkatan asamlemak, perubahan metabolisme energi miokard, defisiensi karnitindan
perubahan homostasis kalsium
- Fibrosis miokard yang dikaitkan dengan pengingkatan Angiotensin II, IGF-Idan sitokin inflamasi
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
18/22
18
- Mikroangiopati, penurunan cadangan aliran koroner dan disfungsi endotel.- Resistensi insulin (hiperinsulinemia dan penurunan sensitivitas insulin) dan
neuropati autonom jantung (denervasi dan perubahan kadar katekolamin
miokardial).
Gambaran klinis
Awalnya berupa disfungsi diastolik, mulai dari disfungsi diastolik ringan samapi berat
dan berlanjut menjadi disfungsi sistolik. Penelitian menunjukkan terdapat hubungan
antara mikroalbunuria dengan disfungsi sistolik dan diastolik.2
Insiden gagal jantung yang tinggi dan prognosis yang buruk pada pasien DM, selain
karena faktor hipertensi dan penyakit jantung koroner, dikaitkan juga adanya
kardiomiopati diabetik. Pasien diabetes melitus memiliki resiko lebih besar mengalami
gagal jantung klinis, bahkan setelah koreksi penyakit jantung koroner, hipertensi dan
kegemukan dan mungkin kardiomiopati diabetik memberi kontribusi pada angka
mortalitas dan morbiditas kardiovaskular yang meningkat.
Mengingat prevalensi kardiomiopati diabetik diketahui cukup tinggi pada pasien
diabetes melitus tipe 2 asimtomatik, maka untuk mencegahprogresivitas mennjadi gagal
jantung perlu ditegakkan diagnosis secara dini. Deteksi dini kardiomiopati diabetik dapat
dilakukan dengan pemeriksaan ekokardiografi doppler baik untuk melihat disfungsi
diastolik dengan berbagai stadiumnya:abnormalitas relaksasi (disfungsi diastoik berat),
pseudonormal (disfungsi diastolik sedang), gangguan retriksi (disfungsi diastolik berat)
maupun disfungsi sistolik.2
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis DCM dapat invasif dan non invasif.
Ekokardiografi adalah tehnik non invasif yang terpercaya untuk menentukan adanya
hipertrofi ventrikel kiri, penurunan fungsi miokard dan mempunyai nilai prognostik
dalam diagnosis awal DCM 9. Pemeriksaan brain natriuretic peptide (BNP) dan
kombinasi dua atau lebih kriteria ekokardiografi digunakan untuk mendiagnosa DCM
secara akurat. Skrining ekokardiografi untuk menentukan adanya kardiomiopati diabetik
asimptomatis harus dilakukan pada semua penderita diabetes tanpa gejala dengan
mikroalbuminuria
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
19/22
19
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan kardiomiopati diabetik adalah dengan pengendalian gula darah.
Pengobatan lain yang mungkin efektif antara lain: inhibitor angiotensin converting enzym
(ACE) dan antagonis reseptor angiotensin.2 ACE-I atau ARB direkomendasikan sebagai
terapi lini pertama pada pasien diabetes dengan disfungsi LV dengan atau tanpa gejala
gagal jantung selama tidak ada kontraindikasi. ACE-I atau ARB dapat memperbaiki
fungsi ventrikel, mengurangi lama rawat inap, meningkatkan angka harapan hidup dan
menurunkan progresivitas gagal jantung. ACE-I atau ARB harus tetap diberikan saat
keluar dari rumah sakit sebagai terapi pemeliharaan.
Terapi aspirin (75 hingga 162 mg/hari) direkomendasikan sebagai strategi pencegahan
primer pada penderita diabetes dengan resiko tinggi kardiovaskular (usia >40 tahun,
riwayat keluarga dengan penyakit kardiovaskular, hipertensi, merokok, dislipidemia, atau
albuminuria).10
b. Penyakit TiroidHormon tiroid memberikan pengaruh yang besar pada sistem kardiovaskular
dengan sejumlah mekanisme secara langsung maupun tidak langsung. Hormon tiroid
menyebabkan peningkatan pada metabolisme dan konsumsi oksigen di seluruh tubuh
yang secara langsung memberikan babn kerja tembahan pada jantung. Hormon tiroid
memberikan efek langsung ionotropik, kronotropik dan dromotropik yang mirip
dengan apa yang terlihat dengan stimulasi adrenergik (misalnya takikardia ,
peningkatan curah jantung), hormon tiroid meningkatkan sintesis miosin dan Na+, K+,
ATPase, seperti halnya densitas reseptor miokardial -adrenergik.
1. HipertiroidismeKelebihan hormon tiroid menyebabkan palpitasi, dengan berbagai derajat
gangguan pada pekerjaan, dan meningkatnya tekanan darah, secara independen
dengan sebab hipertiroidisme. Perubahan denyut jantung hasil dari peningkatan
simpatis dan penurunan parasimpatis. Takikardi, dengan detak jantung lebih dari
90 kali per menit, secara umum selama beristirahat dan selama tidur, selain
peningkatan denyut jantung yang normal selama olahraga berlebihan.11
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
20/22
20
Pada pasien dengan hipertiroidisme, output jantung 50-300 persen lebih tinggi
daripada orang normal. Peningkatan ini disebabkan oleh efek gabungan penurunan
dalam resistensi vaskular sistemik, peningkatan denyut jantung saat istirahat,
peningkatan kontraktilitas ventrikel kiri dan sebagian kecil ejeksi, dan
peningkatan volume darah. Pentingnya kontribusi penurunan resistensi vaskular
sistemik adalah peningkatan aliran darah sistemik pada pasien dengan
hipertiroidisme. 11
Manifetasi kardiovaskuler hipertiroidisme termasuk berdebar, hipertensi
sistollik, lelah atau pada pasien pasien pasien dengan penyakit jantung
tersembunyi, angina atau gagal jantung. Takikardia sinus ditemukkan pada sekitar
40% pasien dan fibrilasi arterial pada sekitar 15% pasien. Penemuan-penemuan
lainnya termasuk prekordium hiperdinamik, tekanan nadi melebar, peningkatan
pada intensitas bunyi jantung pertama dan komponen pulmonik pada bunyi
jantung kedua dan ketiga. Pada beberapa kasus mungkin ada murmur mid
diastolik yang terdengan jelas pada left sternal border dengan atau tanpa systolic
ejection click. Mungkin dapat berupa manifestasi kardiovakular tirotoksikosis
seperti fibrilasi atrial yang mungkin resisten terhadap terapi sampai
hipertiroidisme dapat terkendali.
2
Awal pengobatan pasien dengan seluruh spektrum dari gejala yang
berhubungan dengan jantung dan tanda-tanda hipertiroidisme, dari sinus
takikardia dan dispnea saat latihan untuk gagal jantung, harus mencakup antagonis
reseptor beta adrenergik, seperti propranolol, atau selektif antagonis reseptor beta
1 adrenergik, seperti atenolol. Tujuan dari sebuah terapi adalah untuk menurunkan
denyut jantung hampir normal. Hal ini akan menyebabkan perbaikan komponen
takikardia ventrikular meningkat, sedangkan dampak inotropik langsung dari
hormon tiroid akan bertahan. Terjadinya kerja propranolol dan perbaikan yang
dihasilkan dalam jantung, neuromuskuler, dan manifestasi psikologis yang cepat
dari hipertiroidisme menunjukkan bahwa obat ini harus diberikan untuk sebagian
besar pasien dengan gejala yang berlebihan. Meskipun penyakit paru-paru
obstruktif dan asma adalah kontraindikasi untuk penggunaan dari antagonis
reseptor beta adrenergik, gagal jantung bukanlah kontraindikasi. Terapi definitif
kemudian dapat dicapai dengan aman dengan iodine-131 sendiri atau dalam
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
21/22
21
kombinasi dengan obat antitiroid, adapun obat-obat yang temasuk obat antitiroid
adalah Propiltiourasil, Methimazole, Karbimazol.11
2. HipotiroidismeManifestasi kardia hipotirodisme termasuk penurunan curah jantung, voume
sekuncup, frekuensi jantung, tekanan darah dan tekanan nadi. Permeabilitas
kapiler yang meningkat menyebabkan efusi pleura. Tanda-tanda klinis lainnya
mencakup kardiomegali, brakikardia, denyut nadi melemah, dan bunyi jantung
menlemah. EKG umumnya menunjukkan sinus brakikardia dan voltase rendah
dan mungkin menunjukkan interval QT memanjang, penurunan voltase
gelombang P, waktu konduksi AV memanjang, gangguan konduksi
intraventrikuler dan kelainan gelombang ST-T non spesifik. Foto rontgen dada
mungkin menunjukkan kardiomegali. Pasien hipotiroidisme seringkali mengalami
peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida dan penyakit aterosklerosis arteri
koroner berat. Angina dan infark mungkin terjadi selama permulaan penggantian
hormon tiroid, terutama pada pasien-pasien usia lanjut dengan penyakit jantung
yang tersembunyi. Pada pasien-pasien dengan gejala sindroma koroner akut dan
gagal jantung pemberian hormon tiroid dapat berbahaya karena dapat
meningkatkan aktivitas jantung, pada kasus ini harus menyembuhkan penyakit
jantung terlebih dahulu baru memberikan terapi hormon tiroid. 2
-
7/27/2019 111785271-Penyakit-Jantung-Paru.docx
22/22
22
Daftar pustaka
1. Joewono, Boedi Soesetyo., 2003, Ilmu Penyakit Jantung, Airlangga University Press,Surabaya.
2. Sudoyo, Aru W dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid III, Ed IV, FKUI,Jakarta.
3. A. Price sylvia, M. Wilson Lorraine., 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, jilid 2, EGC, Jakarta.
4. Gray, Houn H dkk., 2003, Lectures Notes Kardiologi, Ed IV, Erlangga MedicalSeries, Jakarta.
5. Yulidar, Adityo Susilo, Ika Prasetya., 2011,Hipertensi Pulmonal pada Pasien denganPaten Foramen Oval. Di dalam: ryan Ranitya, Aditya Susilo, Simon Salim (Ed),
Pendekataan Holistik Penyakit Kardiovaskular, Interna Publishing, Jakarta.
6. Sudoyo, Aru W dkk., 2006, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid II, Ed IV, FKUI,Jakarta.
7. Nafiah, Ali., 2007, Emboli Paru, Universitas Sumatra Utara, Fakultas Kedoteran,Sumatra Utara , (makalah)
8. Lesmana, Vivi Putri., 2010,Emboli Paru, Majalah Kedokteran CDK edisi 180 (serialonline),http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdf, (18 mei 2012)
9. Christina, G., Papadogiannis, D., and Tentolouris, N., 2010. Diabeticcardiomyopathy: from the pathophysiology of the cardiac myocytes to current
diagnosis and management strategies. Vascular Health and Risk Management, 6,
pp.883903.
10.Ong, G., Davis, T.M.E., and Davis, W.A., 2003. Aspirin is associated with reducedcardiovascular and all-cause mortality in type 2 diabetes in a primary prevention
setting. Journal of the American College of Cardihttp://1.bp.blogspot.com/-
L39904h8ElY/Ti73uKDcKpI/AAAAAAAAADw/3YASyT51iTU/s1600/mp258.jpgology, 41(9),
pp.1529-1538.
11.Klein I, Ojamaa K. Mechanisms of disease: thyroid hormone and the cardiovascularsystem. N Engl J Med, 2001; 344 (7): 501-509
http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://search/http://search/http://search/http://search/http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science?_ob=PublicationURL&_tockey=%23TOC%234884%232003%23999589990%23425875%23FLA%23&_cdi=4884&_pubType=J&view=c&_auth=y&_acct=C000050221&_version=1&_urlVersion=0&_userid=10&md5=6ba9101f519a1dd23ef64e13ec1dc8c3http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://www.sciencedirect.com/science/journal/07351097http://search/http://search/http://search/http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdfhttp://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/11_180Embliparu.pdf/11_180Embliparu.pdf