11016-14-573430992142.doc

13
1 JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAAN UNIVERSITAS MERCU BUANA MODUL 13 PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN (3 SKS) Ir. Sylvia Indriany, M.T. POKOK BAHASAN : PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN LENTUR(BM) MATERI KULIAH : Pendahuluan, parameter perencanaan (lalu lintas, DDT/CBR,FR,IP,a,), batasan perencanaan Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANY PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Upload: adipati

Post on 20-Dec-2015

5 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

MODUL 13PERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

(3 SKS)Ir. Sylvia Indriany, M.T.

POKOK BAHASAN : PARAMETER PERENCANAAN TEBAL PERKERASAN

LENTUR(BM)

MATERI KULIAH :Pendahuluan, parameter perencanaan (lalu lintas, DDT/CBR,FR,IP,a,), batasan

perencanaan

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 2: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

PARAMETER PERENCANAAN TEBAL

PERKERASAN LENTUR(BM)

13.1. PENDAHULUAN

Lapis perkerasan jalan berfungsi untuk menerima dan menyebarkan

beban lalu lintas yang diterimanya, tanpa menimbulkan kerusakan yang berarti

pada konstruksi jalan itu sendiri. Karena itu perlu direncanakan ketebalan yang

cukup, sehingga jalan tersebut dapat berfungsi sesuai dengan masa layan

yang telah ditentukan.

Untuk keperluan tersebut perlu diperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhi

fungsi pelayanan, seperti : fungsi jalan, kinerja perkerasan, umur rencana, lalu

lintas,tanah dasar, kondisi lingkungan, sifat material dan bentuk geometrik lapis

perkerasan

Susunan suatu lapis perkerasan lentur menurut SNI 1732-1989-F tentang

perencanaan tebal perkerasan lentur jalan raya dengan metoda analisa

komponen, umumnya meliputi lapis permukaaan (surface course), lapis pondasi (base

course)dan lapis pondasi bawah (sub base course). Susunan tersebut dapat dilihat pada gambar

berikut :

D1 Lapis permukaanD2 Lapis pondasiD3 Lapis pondasi bawah

Subgrade

13.2. FUNGSI JALAN

Mengenai hirarki jaringan jalan diatur dalam UU no. 13/1980 dan PP no.

26/1985 tentang jalan yang dibagi atas JARINGAN JALAN PRIMER dan JARINGAN

JALAN SEKUNDER.

Jaringan jalan primer adalah sistem jaringan jalan dengan peranan pelayanan

jasa distribusi di tingkat nasional dengan semua simpul jasa distribusi yang

kemudian berwujud kota.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 3: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

Sedangkan sistem jaringan jalan sekunder adalah sistem jaringan jalan dengan

pelayanan jasa distribusi untuk masyarakat dalam kota.

Menurut fungsinya, jalan dapat dibedakan atas : jalan arteri (melayani angkutan

utama), jalan kolektor (melayani angkutan pengumpulan/pembagian) dan jalan

lokal(melayani angkutan setempat). Sehingga jika dibagi dalam sistem jaringan

primer dan sekunder adalah :

Sistem jaringan primer :

Jalan arteri primer

Jalan kolektor primer

Jalan lokal primer

Sistem jaringan sekunder :

Jalan arteri sekunder

Jalan kolektor sekunder

Jalan lokal sekunder

Hirarki jalan diatas akan berpengaruh pada perencanaan tebal perkerasan

sehubungan dengan kondisi permukaan jalan.

13.3. KINERJA PERKERASAN JALAN

13.3.1. Indeks permukaan (serviceability index)

Indeks permukaan diperoleh dari hasil pengamatan kondisi jalan, meliputi

kerusakan jalan spt retak, alur, lubang, lendutan pada jalur roda dan kekasaran

permukaan yang berkaitan dengan tingkat pelayanan bagi lalu lintas.

Nilai ini berkisar 0–5 yang dapat berarti sebagai berikut :

IP KONDISI JALAN

1,0 Permukaan jalan dalam kondisi rusak berat sehingga sangat mengganggu lalu lintas kendaraan

1,5 Tingkat pelayanan terendah yang masihmungkin

2,0 Tingkat pelayanan rendah bagi jalan yang masih mantap

2,5 Permukaan jalan masih cukup stabil dan baik

Sumber : SNI-1732-1989-F

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 4: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

Sebagai tambahan untuk jalan dengan IP= 3-4, menunjukkan pelayanan

yang baik sedangkan untuk 4 – 5 menunjukkan fungsi pelayanan yang sangat baik.

Indeks permukaan jalan umumnya dilihat pada awal dan akhir umur rencana. Dalam

menentukan indeks permukaan akhir umur rencana (Ipt), perlu dipertimbangkan

kalsifikasi fungsional jalan dan jumlah lintas ekivalen rencana (LER), yang dapat

dilihat pada DAFTAR V, SNI-1732-1989-F.

Sedangkan untuk menentukan indeks permukaan pada awal umur rencana (Ipo),

perlu diperhatikan jenis lapis permukaan jalan (kerataan/kehalusan serta kekokohan)

pada wal umur rencana. Daftar nilai untuk Ipo dapat dilihat pada DAFTAR VI, SNI-

1732-1989-F.

13.3.2. Indeks kondisi jalan (Road condition index)

RCI adalah skala dari tingkat kenyamanan atau kinerja jalan yang diperoleh

sebagai hasil pengukuran alat Roughometer atau secara visuil. Skala nilai ini

berkisar antara 2 – 10 dengan pengertian semakin besar nilai RCI maka semakin

rata dan teratur jalan tersebut.

13.4. UMUR RENCANA (UR)

Umur rencana adalah jumlah waktu dalam tahun dihitung sejak jalan tersebut

mulai dibuka sampai saat diperlukan perbaikan berat/dianggap perlu diberi lapis

permukaan yang baru. Umur rencana ini ditentukan dengan mempertimbangkan

pertumbuhan lalu lintas, dan biasanya diambil 20 tahun untuk jalan baru dan 10

tahun untuk peningkatan jalan.

Selama umur rencana, pemeliharaan jalan tetap harus dilakukan seperti pelapisan

nonstruktural yang berfungsi sebagai lapis aus.

13.5. LALU LINTAS

13.5.1. Jumlah jalur dan koefisien distribusi kendaraan (C)

Jalur rencana merupakan salah satu jalur lalu lintas dari suatu ruas jalan raya

yang menampung lalu lintas terbesar. Jika jalan tidak memiliki tanda batas jalur, maka

jumlahnya ditentukan berdasar lebar perkerasan sebagai berikut :

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 5: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

Lebar perkerasan (L) Jumlah jalur

< 5,5 m

5,5 m <= L < 8,25 m

8,25 <= L < 11,25 m

11,25 m <= L < 15 m

15 m <= L < 18,75 m

18,75 <= L < 22 m

1 jalur

2 jalur

3 jalur

4 jalur

5 jalur

6 jalur

Koefisien distribusi kendaraan (C) untuk kendaraan ringan dan berat yang lewat

pada jalur rencana ditentukan menurut daftar II, SNI-1732-1989-F

Jumlah jalur Kendaraan ringan Kendaraan berat

1 arah 2 arah 1 arah 2 arah

1 jalur2 jalur3 jalur4 jalur5 jalur6 jalur

1,000,600,40

---

1,000,500,400,300,250,20

1,000,700,50

---

1,000,50

0,4750,45

0,4250,40

*) berat total < 5 ton, misalnya : mobil pnp, pick up, mobil hantaran

**) berat total >= 5 ton, misalnya : bus, truk, traktor, semi trailer, trailer

13.5.2. Angka Ekivalen (E) beban sumbu kendaraan

Angka ekivalen (E) masing-masing golongan beban sumbu ditentukan menurut rumus :

Angka Ekivalen sumbu tunggal = ( beban satu sumbu tunggal dalam kg )

8160

angka ekivalen sumbu ganda = 0,086 ( beban satu sumbu ganda dalam kg )

8160

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 6: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

Daftar angka ekivalen dapat dilihat pada daftar III SNI 1732-1989-F

Beban Sumbu Angka Ekivalen

Kg Lb Sumbu tunggal Sumbu ganda

1000

2000

3000

4000

5000

6000

7000

8000

8160

9000

10000

11000

12000

13000

14000

15000

16000

2205

4409

6614

8818

11023

13228

15432

17637

18000

19841

22046

24251

26455

28660

30864

33069

35276

0.0002

0.0036

0.0183

0.0577

0.1410

0.2923

0.5415

0.9238

1.000

1.4798

2.2555

3.3022

4.6770

6.4419

8.6447

11.4184

14.7815

-

0.0003

0.0016

0.0050

0.0121

0.0251

0.0466

0.0794

0.0860

0.1273

0.1940

0.2840

0.4022

0.5540

0.7452

0.9820

1.2712

13.5.3. Volume lalu lintas

Jumlah kendaraan yang akan lewat pada suatu ruas jalan dinyatakan dengan

volume lalu lintas, yang diperoleh dari survey lalu lintas untuk menentukannya.

Biasanya volume yang dipakai dalam penentuan tebal perkerasan adalah Lalu lintas

harian rata-rata (LHRdengan satuan kendaraan/hari.

LHR setiap jenis kendaraan ditentukan pada wal umur rencana menurut dua arah

pada jalan tanpa median atau masing-masing arah pada jalan dengan median. LHR

ini selanjutnya akan diekivalensikan terhadap berat sumbu kendaraan dengan

rumus-rumus lintas ekivalen yang memasukkan faktor pertumbuhan lalu lintas (i)

sebagai berikut :

Lintas ekivalen permulaan (LEP) = Σ LHRj x Cj x Ej

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 7: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

Lintas ekivalen akhir (LEA) = Σ LHRj (1+i)UR x Cj x Ej

Lintas ekivalen tengah (LET) = (LEP + LEA)/2

Lintas ekivalen rencana (LER) = LET x FP

FP adalah faktor penyesuaian dengan rumus FP = UR/10

Lintas ekivalen rencana yang nantinya akan dipakai untuk menentukan tebal

perkerasan lentur.

13.6. KONDISI /FAKTOR LINGKUNGAN (FR)

Kondisi lingkungan ikut mempengaruhi kondisi perkerasan jalan antara lain :

Berpengaruh terhadap sifat teknis konstruksi dan sifat komponen material

Pelapukan material perkerasan

Penurunan tingkat kenyamanan dari perkerasan jalan

Dan faktor yang paling dominan adalah air yang berasal dari hujan serta pengaruh

perubahan temperatur.

Dua hal diatas terangkum dalam DAFTAR IV, yang mencerminkan pengaruh

keadaan lapangan (meliputi permeabilitas tanah, kelengkapan drainase, bentuk

alinyemen serta prosentase kendaraan >13 ton dan kendaraan berhenti) dan

keadaan iklim (curah hujan rata-rata/tahun)

Dalam perkembangannya permeabilitas dan kelengkapan drainase dapat dianggap

sama.

13.7. TANAH DASAR

Sifat tanah dasar akan mempengaruhi ketahanan lapisan diatasnya dan mutu

jalan secara keseluruhan. Sifat tanah dasar ini dinyatakan dengan nilai daya dukung

tanah. Banyak metoda untuk menentukan daya dukung tanah ini, di Indonesia

digunakan nilai DDT yang ditentukan dengan grafik korelasi terhadap nilai

CBR(california Bearing Ratio).

Nilai CBR yang dimaksud adalah nilai CBR lapangan atau nilai CBR laboratorium.

Sampel untuk nilai CBR lapangan diambil dalam keadaan undisturb pada beberapa

titik, kemudian direndam dan ditentukan nilai CBRnya. Pada jalan yang cukup

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 8: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

panjang maka untuk pengambilan sampel ruas jalan sebaiknya dibagi dalam

segmen-segmen berdasar jenis tanahnya.

CBR laboratorium biasanya digunakan untuk pembangunan jalan baru, dimana pada

CBR rencana jalan baru perlu diperhatikan faktor-faktor yang berpengaruh

diantaranya adalah tempat dimana ruas jalan terletak (diatas tanah galian atau

timbunan). Hubungan antara nilai CBR dan DDT dapat dilihat pada gambar 1, SNI

1732-1989-F, atau dapat juga dipergunakan rumus :

13.8. KOEFISIEN KEKUATAN RELATIF

Sesuai dengan fungsinya, maka lapis perkerasan harus dibuat dari bahan yang

kualitasnya lebih baik dari tanah dasar. Untuk lapis permukaan, lapis pondasi dan

pondasi bawah, ditentukan secara korelasi sesuai nilai marshall test untuk bahan

dengan aspal, kuat tekan untuk bahan yang distabilisasi atau CBR untuk lapis

pondasi bawah. Tabel kekuatan relatif untuk masing-masing lapisan menurut jenis

bahannya dapat dilihat pada DAFTAR VII SNI 1732-1989-F

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

DDT = 4,3 log (CBR) +1,7

Page 9: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

13.9. BATASAN-BATASAN PERENCANAAN

Pada perencanaan perkerasan lentur dengan analisa komponen ini terdapat

beberapa cara pelaksanaaan yaitu :

Konstruksi langsung

Pelapisan ulang (overlay) untuk pemeliharaan/peningkatan jalan

Konstruksi bertahap.

Semuanya terikat oleh batasan-batasan minimum yang ditentukan oleh SNI

1732-1989-F DAFTAR VIII tentang tebal lapisan permukaan dan lapis pondasi atas

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN

Page 10: 11016-14-573430992142.doc

13JURUSAN TEKNIK SIPILFAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN PERENCANAANUNIVERSITAS MERCU BUANA

berdasar nilai ITP yang didapat dari monogram dan bahan perkerasannya.

Sedangkan untuk lapis pondasi bawah tebal minimum ditentukan 10 cm.

Pusat Pengembangan Bahan Ajar - UMB SILVIA INDRIANYPERENCANAAN GEOMETRIK JALAN