ulumul qur'an nasikh walmansuk

Upload: parmanpulumuduyo

Post on 19-Jul-2015

197 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

1

REFISI MAKALAH NASIKH DAN WAL MANSUKH

Makalah ini Telah

Disampaikan pada Seminar Kelas Mata Kuliah Ulumul Quran Program Magister (S2) Konsentrasi PAI Semester I Tahun Akademik 2011/2012 O L E H;

PARMAN PULUMUDUYONIM. 8010021011112DOSEN PEMANDU : Dr. Mustamin, M. Arsyad, M. A Dr. H. Baharuddin HS, M.Ag

PROGRAM PASCASARJANA UIN ALAUDDIN MAKASSAR

2012

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah.1

Sungguh, ayatayat al-Quran merupakan serat yang membentuk tenunan kehidupan muslim, serta benang yang menjadi rajutan jiwanya. Karena itu, sering kali pada saat al-Quran berbicara tentang satu persoalan menyangkut satu dimensi atau aspek tertentu, tiba-tiba ayat lain muncul berbicara tentang aspek atau dimensi lain yang secara sepintas terkesan tidak saling berkaitan. Tetapi, orang yang tekun mempelajarinya akan menemukan keserasian hubungan yang amat mengagumkan, sama dengan keserasian hubungan yang memadukan gejolak dan bisikan-bisikan hati manusia, sehingga pada akhirnya dimensi atau aspek yang tadinya terkesan kacau, menjadi terangkai dan terpadu indah, bagai kalung mutiara yang tidak diketahui dimana ujung pangkalnya.1 Al-Quran juga menjelaskan tentang perbedaan antara surat makiyah dan madaniyah, pengetahuan nasikh dan mansukh, pembahasan tentang ayat-ayat yang muhkamat dan mutasyabihat, serta pembahasan-pembahasan lain yang berhubungan dengan al-Quranul azim.2 Pengetahuan tentang nasikh dan mansukh mempunyai fungsi dan manfaat besar bagi para ahli ilmu, terutama fuqaha, mufasir dan ahli usul, agar pengetahuan tentang hukum tidak menjadi kacau dan kabur, oleh sebab itu, terdapat banyak asar (perkataan sahabat dan tabiin) yang mendorong agar

1 M.Quraish Shihab, Wawasan al-Quran (Cet.1; Bandung: PT Mizan Pustaka 2007 ), h.10. 2 Muhammad Ali Ash-Shaabuuniy, Studi Ilmu al-Quran (Cet. 1; Bandung: Pustaka Setia 1998), h.14.

2

3

mengetahui masalah ini.3 Sekarang, kita ingin tahu dari al-Quran sendiri tentang ilmu Nasikh dan Mansukh, yang dapat dipandang sebagai tahapan turunya wahyu. Dengan pengetahuan yang benar mengenai soal itu, kita mudah menetapkan bagian alQuran yang turun lebih dulu dan mana yang turun berikutnya. Selain itu, juga akan memperlihatkan segi hikmah ilahi dalam memelihara keselamatan manusia serta memperkokoh keyakinan kita, bahwa sumber al-Quran yang hakiki ialah Allah Rabbul-alamin. Karenanya Allah jualah yang menghapus dan menetapkan sesuatu menurut kehendak-Nya, mencabut ketetapan hukum dan menggantinya dengan yang lain menurut kehendak-Nya, tak satu makhluk pun berhak mencampuri urusan-Nya, Muhammad Saw.4 Tasyri samawi diturunkan dari Allah kepada para rasul-Nya untuk memperbaiki umat dibidang akidah, Ibadah dan Muamalah. Oleh karena akidah semua ajaran samawi itu satu dan tidak mengalami perubahan karena ditegakkan atas tauhid uluhiyah dan rububiyah maka dakwah atau seruan para rasul kepada aqidah yang satu itu semuanya sama.5 Pada zaman sebelum munculnya Abu Muslim al-Ashfahani, termasuk Nabi dan Rasul-Nya yang terakhir,

jumhur-ulama (umumnya ulama) tanpa ragu membolehkan menetapkan sendiri ayat-ayat mana yang nasikh dan mana yang mansukh. Bahkan ketika itu, tanpa3 Manna< Khalin, berarti mengangkat hukum syara dengan dalil syara yang lain. Definisi yang dikemukakan oleh kedua tokoh di atas tidak memperlihatkan perbedaan yang berarti. Maksudya suatu hukum yang telah ditetapkan bisa saja dibatalkan kemudian digantikan oleh hukum lain. Atau suatu ayat yang telah diturunkan secara makna dan lafal bisa saja dicabut lafal, makna (hukumnya), atau lafal sekaligus maknanya.8 Memperluas arti nasikh sehingga mencakup pembatalan hukum yang ditetapkan kemudian, pengecualian hukum yang bersifat khusus yang datang kemudian, penjelasan yang datang kemudian terhadap hukum yang bersifat samar, penetapan syarat terhadap hukum terdahulu yang belum bersyarat. Bahkan ada diantara mereka yang beranggapan bahwa suatu ketetapan hukum yang ditetapkan oleh suatu kondisi tertentu telah menjadi mansukh apabila ada ketentuan lain yang berbeda akibat adanya kondisi lain, seperti misalnya perintah untuk bersabar atau menahan diri pada periode Makkah disaat kaum muslim lemah, dianggap telah di naskh oleh perintah atau izin berperang pada

8 Kadar M. Yusuf, Studi al-Quran (Cet.I; Jakarta: Amzah, 2009), h.,113.

6

7

periode Madinah, sebagaimana ada yang beranggapan bahwa ketetapan hukum Islam yang membatalkan hukum yang berlaku pada masa pra Islam merupakan bagian dari pengetahuan naskh. Al-Maraghi menjelaskan hikmah adanya naskh, lebih jauh dikatakanya bahwa hal ini sama dengan obat-obat yang diberikan kepada pasien. Para nabi dalam hal ini berfungsi sebagai dokter, dan hukum-hukum yang diubahnya sama dengan obat-obat yang diberikan oleh dokter. Ada dua butir yang harus digarisbawahi dari pernyataan Al-Maraghi di atas. Pertama, mempersamakan nabi sebagai dokter dan hukum-hukum sebagai obat memberikan kesan bahwa nabi dapat mengubah atau mengganti hukumhukum tersebut, sebagaimana dokter mengganti obat-obatnya tersebut, walaupun telah tidak sesuai dengan pasien lain yang membutuhkannya.9 Dalam masalah naskh, para ulama terbagi atas empat golongan: Orang yahudi. Mereka tidak mengakui adanya naskh, karena menurutnya, naskh mengandung konsep al-bada, yakni nampak jelas setelah kabur (tidak jelas). Yang dimaksud mereka ialah, naskh itu adakalanya tanpa hikmah, dan ini mustahil bagi Allah. Dan adakalanya karena sesuatu hikmah yang sebelumnya tidak nampak. Ini berarti terdapat suatu kejelasan yang didahului oleh ketidak jelasan. Dan ini mustahil pula bagi-Nya. Cara berdalil mereka ini tidak dapat dibenarkan. Sebab masing-masing hikmah nasikh dan mansukh telah diketahui Allah lebih dahulu. Jadi pengetahuan-Nya tentang hikmah tersebut bukan hal yang baru muncul. Ia

9 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Quran, op. cit., h. 225.

membawa hamba-hamba-Nya dari satu hukum ke hukum lain adalah karena sesuatu maslahat yang telah diketahui-Nya jauh sebelum itu, sesuai dengan hikmah dan kekuasaan-Nya yang absolut terhadap segala milik-Nya. Orang yahudi sendiri mengakui bahwa Syariat Musa menghapuskan syariat sebelumnya. Dan dalam nas-nas Taurat pun tedapat naskh, seperti pengharaman sebagian besar binatang atas Bani Israil, yang semula dihalalkan. Berkenaan dengan mereka Allah berfirman dalam Q.S. Ali Imran/3:93.

. Q$y9$# tb$2 yxm _t6j9 @u ) @ w) $tB tPym @u ) 4n?t mtR `B @6s% br& tAt\? p1uqG9$# 3 @% (#q?'s p1uqG9$$/ !$ydq=?$$s b) NGZ. %|

Terjemahan: Semua makanan itu halal bagi Bani Israil, kecuali makanan yang diharamkan oleh Israil (Yakub) atas sebelum taurat diturunkan. Katakanlah (muhammad) maka bawalah Taurat lalu bacalah, jika kamu orang-orang yang benar. 10

Dan firman-Nya dalam Q.S. al-anam/ 6 :146.

n?tur %!$# (#r$yd $oYBym @2 9 ( .... Terjemahan: Dan kepada orang-orang Yahudi, Kami haramkan segala binatang yang10 Departemen Agama RI, Al-Quran dan Terjemahannya (Cet. III; Bandung: PT Sygma Examedia Arkanleema, 2009), h. 62.

8

9

berkuku ...

11

Ditegaskan dalam Taurat, bahwa Adam menikah dengan saudara perempuanya. Tetapi kemudian Allah mengharamkan pernikahan demikan atas Musa, dan Musa memerintahkan bani israil agar memebunuh siapa saja diantara mereka yang menyembah patung anak sapi namun kemudian perintah ini dicabut kembali. Orang Syiah Rafidah. Mereka sangat berlebihan dalam menetapkan naskh dan meluaskanya. Mereka memandang konsep al-bada sebagai suatu hal yang mungkin terjadi bagi Allah. Dengan demikian, maka posisi mereka sangat kontradiksi dengan orang yahudi, untuk mendukung pendapatnya itu mereka mengajukan argumentasi dengan ucapan-ucapan yang mereka nisbahkan kepada Ali r.a secara dusta dan palsu. Juga dengan firman Allah: dalam Q.S. ar-Raad/ 13 : 39.....) qsJt

!$# $tB !$to M6Vur#)

Terjemahan : Allah menghapuskan apa yang ia kehendaki dan menetapkan (apa yang ia kehendaki). 12 Paham demikian merupakan kesesatan yang dalam dan penyelewengan terhadap al-Quran. Sebab makna ayat tersebut adalah: Allah menghapuskan sesuatu yang dipandang perlu dihapuskan dan menetapkan penggantinya jika penetapannya mengandung maslahat. Disamping itu penghapusan dan penetapan terjadi dalam banyak hal, misalnya menghapuskan keburukan dengan kebaikan.

11 Ibid.,h. 147. 12 Ibid., h. 254.

Firman Allah: dalam Q.S. Hud/ 11 :114.

b) MuZ|pt:$# td N$th9$# 4 y... 3 Terjemahan : Perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan kesalahan-kesalahan...13 Juga penghapusan kekafiran dan kemaksiatan orang-orang yang bertaubat dengan taubatnya, serta penetapan iman dan ketaatan mereka. Hal demikian ini tidak menuntut adanya kejelasan yang didahului kekaburan bagi Allah. Tetapi ia melakukan itu semua berdasarkan pengetahuan-Nya tentang sesuatu sebelum sesuatu itu terjadi. Abu Muslim al-Asfahani. Menurutnya, secara logika naskh dapat saja terjadi, tetapi tidak mungkin terjadi menurut syara. Dikatakan pula bahwa ia menolak sepenuhnya terjadi naskh dalam al- Quran berdasarkan Firman Allah: dalam Q.S. Fussilat/ 41 :42.

w m?'t @t79$# .`B t/ myt wur `B m=yz ( @\s? `iB AO3ym 7Hxq Terjemahanya : Yang tidak akan didatangi oleh kebatilan baik dari depan maupun dari belakang (pada masa lalu dan yang akan datang), yang diturunkan dari tuhan yang Maha bijaksana, Maha Terpuji.14 Dengan pengertian bahwa hukum-hukum al-Quran tidak akan dibatalkan untuk selamanya. Dan mengenai ayat-ayat tentang naskh, semuanya ia taksiskan. Pendapat Abu Muslim ini tidak dapat diterima, karena makna yang13 Ibid., h. 234. 14 Ibid., h. 481.

10

11

membatalkannya dan tidak datang pula sesudahnya sesuatu yang membatalkanya. Jumhur Ulama. Mereka berpendapat, naskh adalah suatu hal yang dapat diterima akal dan telah pula terjadi dalam hukum-hukum syara, berdasarkan dalil-dalil : Perbuatan-perbuatan Allah tidak tergantung pada alasan dan tujuan. Ia boleh saja memerintahkan suatu pada suatu waktu dan melarangnya pada waktu yang lain. Karena hanya Dialah yang lebih mengetahui kepentingan hamba-hamba-Nya. 15 Nas-nas Kitab dan Sunnah menunjukan kebolehan nask dan terjadinya, antara lain : dalam Q.S. an-Nahl/ 16 :101. s)ur !$oY9t/ Zpt#u c%x6B 7pt#u .... # Terjemahan Dan apabila Kami menganti suatu ayat ditempat ayat yang lain.... Allah berfirman dalam Q.S. al-Baqarah/ 2 :106.

tB |YtR `B >pt#u rr& $ygYR N'tR 9s2 ! $ $pk]iB rr& !$yg=WB 3 .....

Terjemahan Apa saja ayat yang kami nasakhan, atau kami jadikan (manusia) lupa kepadanya, kami datangkan yang lebih baik atau yang sebanding15 Manna Khalil al-Qattan, op. cit., h. 333.

denganya..... 16 B.JENIS-JENIS NASIKH DAN HIKMAH ADANYA NASIKH. Nask dalam Quran ada tiga macam: Pertama, naskh tilawah dan hukum misalnya apa yang diriwayatkan oleh muslim dan yang lain, dari Aisyah, ia berkata: Diantara yang diturunkan kepada beliau adalahsepuluh susuan yang maklum itu menyebabkan mahram, kemudian (ketentuan) ini dinasakh oleh lima susuan yang maklum. Maka ketika Rasulullah wafat lima susuan ini termasuk ayat Quran yang dibaca (matlu). Kata-kata Aisyah, lima susuan ini termasuk ayat al-Quran yang dibaca, pada lahirnya menunjukan bahwa tilawah-nya masih tetap. Tetapi tidak demikian halnya, karena ia tidak terdapat dalam mushaf usmani. Kesimpulan demikian dijawab, bahwa yang dimaksud dengan perkataan Aisyah tersebut ialah ketika beliau menjelang wafat.17 Kedua, naskh hukum, sedang tilawah-nya tetap. Misalnya naskh hukum ayat idah selama satu tahun, sedang tilawahnya tetap. Mengenai naskh macam ini banyak dikarang kitab-kitab yang di dalamnya para pengarang menyebutkan bermacam-macam ayat. Padahal setelah diteliti, ayat seperti itu hanya sedikit jumlahnya, sebagaimana dijelaskan Qadi Abu bakar ibnul Arabi. Dalam hal ini mungkin timbul pertanyaan, apakah hikmah penghapusan hukum sedang tilawanya tetap? Jawabanya ada dua segi:16 Ibid., h. 17. 17 Manna< Khali