otentisitas al qur'an

33
Pendahuluan Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a.s. yang merupakan mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW yang dinukilkan secara mutawatir, membacanya bernilai ibadah, tertulis di dalam mushaf diawali dengan Al-Fatihah dan diakhiri dengan An-Nas. Al- Qur’an adalah kitab yang istimewa, sebuah mukjizat yang berbeda dan tidak bersifat supranatural di luar akal manusia. Alquran menjadi satu – satunya kitab yang orsinil, terjaga dari penurunan wahyu hingga sekarang. Kitab umat islam ini juga menjadi bacaan yang paling banyak dibaca, dihafal, dan dipelajari sepanjang masa. Penerjemahan Al quran meliputi 40 bahasa (meskipun maknanya tidak bisa dialihkan ke bahasa apapun). Berbagai elemen Al- quran pun telah dihitung secara cermat, meliputi jumlah kata ,ayat ,dan huruf Perilaku 1

Upload: shonnia-yosita

Post on 11-Dec-2015

145 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

otentisitas Al qur'an

TRANSCRIPT

Page 1: Otentisitas Al Qur'An

Pendahuluan

Al-Quran adalah wahyu yang diturunkan dari langit oleh Allah SWT

kepada Nabi Muhammad SAW melalui malaikat Jibril a.s. yang merupakan

mukjizat bagi Nabi Muhammad SAW yang dinukilkan secara mutawatir,

membacanya bernilai ibadah, tertulis di dalam mushaf diawali dengan Al-Fatihah

dan diakhiri dengan An-Nas. Al- Qur’an adalah kitab yang istimewa, sebuah

mukjizat yang berbeda dan tidak bersifat supranatural di luar akal manusia.

Alquran menjadi satu – satunya kitab yang orsinil, terjaga dari penurunan wahyu

hingga sekarang. Kitab umat islam ini juga menjadi bacaan yang paling banyak

dibaca, dihafal, dan dipelajari sepanjang masa. Penerjemahan Al quran meliputi

40 bahasa (meskipun maknanya tidak bisa dialihkan ke bahasa apapun). Berbagai

elemen Al- quran pun telah dihitung secara cermat, meliputi jumlah

kata ,ayat ,dan huruf Perilaku penghormatan tertinggi terhadap sebuah kitab suci

pun hanya ada terhadap kitab Al quran.1

Al-qur’an yang kita kenal sekarang sebetulnya adalah inovasi yang

usianya tak lebih dari 79 tahun. Usia ini didasarkan pada upaya pertama kali kitab

suci ini dicetak dengan percetakan modern dan menggunakan standar Edisi Mesir

pada tahun 1924. Sebelum itu, Al-Qur’an ditulis dalam beragam bentuk tulisan

tangan (rasm) dengan teknik penandaan bacaan (diacriticalmarks) dan autograf

yang bervariasi.Di dalamnya terkandung berbagai ilmu, hikmah dan pengajaran

yang tersurat maupun tersirat.

1 Zeni Rahmawati, Makalah Sejarah Teks Al-Qur’an, Suara Muslim,hal:1

1

Page 2: Otentisitas Al Qur'An

Kodifikasi atau pengumpulan Al-Qur’an telah dimulai sejak turunnya Al-

Qur’an. Sebagaimana daketahui, Al-Qur’an diwahyukan secara berangsur-angsur.

Setiap Nabi menerima wahyu, Nabi SAW lalu membacakan dihadapan para

sahabat karena beliau memang diperintahkan untuk mengajarkan Al-Qur;an

kepada mereka ( Q.S.16:44 ). Di samping menyuruh sahabat menghafalkan ayat-

ayat yang diajarkannya, Nabi juga memerintahkan sahabat yang pandai menulis

untuk menuliskannya diatas pelepah-pelepah kurma,lempengan batu dan kepingan

tulang.Sahabat yang pandai menulis juga sangat berhati-hati dalam menuliskan

ayat-ayat.2

Hal ini didorong oleh keyakinan mereka bahwa Al-Qur’an adalah firman

Allah yang harus dijadikan pedoman hidup,sehingga perlu dajaga dangan

baik.Setelah ayat-ayat yang di turunkan cukup satu surat, Nabi memberi nama

surat tersebut untuk membedakannya dari surat yang lain. Nabi juga memberi

petunjuk tentang urutan panempatan suratnya. Penyusunan ayat-ayat dan

penempatannya juga dilakukan berdasarkan petunjuk Nabi.Untuk menjaga

kemurnian Al Qur’an, setiap tahun malaikat Jibril datang kepada Nabi untuk

memeriksa bacaannya. Kemudian juga Nabi juga melakukan hal yang sama

kepada sahabat-sahabatnya, sehingga dengan demikian terpeliharalah Al Qur’an

dari kesalahan dan kekeliruan.

2 Ali Akbar,Makalah: Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan Al-Qur’an,hal:1

2

Page 3: Otentisitas Al Qur'An

A. Kodifikasi Al-Qur’an

Kodifikasi Al-Qur’an adalah pengumpulan Al-Qur’an, yang mana

pengumpulan ini dimulai sejak masa hidupnya Nabi Muhammad SAW hingga

wafatnya.

1.Pengumpulan Al-Qur’an pada masa Rasulullah dilakukan oleh dua cara:

a. Al Jam’u fi sudur

Para sahabat langsung menghafalnya diluar kepala setiap kali

Rasulullah SAW menerima wahyu. Hal ini bisa dilakukan oleh mereka

dengan mudah terkait dengan kultur (budaya) orang arab yang menjaga

Turast (peninggalan nenek moyang mereka diantaranya berupa syair atau

cerita) dengan media hafalan dan mereka sangat masyhur dengan kekuatan

daya hafalannya.

Al-Quran diturunkan kepada Nabi Saw. yang ummi(tidak pandai

membaca dan menulis). Demikian itu, memang diakui karena beliau

memang tidak pernah belajar membaca dan menulis kepada seoarang

gurupun. Oleh karena itu, perhatian Nabi hanyalah tertumpu pada cara

yang lazim dilakukan oleh orang-orang yang ummi, yaitu dengan cara

menghafal dan menghayatinya, sehingga dengan cara demikian beliau

dapat menguasai Al-Quran persis sebagaimana halnya diturunkan.

Kemudian setelah itu, ia lalu membacakannya kepada sejumlah

3

Page 4: Otentisitas Al Qur'An

shahabatnya, agar mereka dapat pula menghafal dan memantapkannya

di dalam lubuk hati mereka.3

Artinya : “Dia-lah yang mengutus kepada kaum yang buta huruf

seorang Rasul di antara mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya

kepada mereka, mensucikan mereka dan mengajarkan kepada mereka

kitab dan hikmah (al-Sunnah). Dan mereka sebelumnya benar-benar dalam

kesesatan yang nyata”.(Al-Jumu’ah:2)

b. Al Jam’u fi suthur

Setiap kali Nabi Muhammad mendapatkan wahyu, beliau selalu

membacakannya di depan para sahabat dan menyuruh mereka untuk

menulisnya. Para sahabat menulisnya di atas riqa (kulit binatang), al-likhaf

(lempengan batu), al-aktaf (tulang binatang), al-‘usbu (pelepah kurma).

Pernyataan ini dikuatkan dengan hadist yang dikeluarkan oleh Hakim

dengan sanad yang bersambung pada Anas r.a, ia berkata: “Suatu saat kita

bersama Rasulullah dan kita menulis Al-Qur’an (mengumpulkan) pada

kulit binatang.4

Terdapat dua jenis tulisan Arab, lazimnya disebut khat Hijazi.

Pertama adalah khat Kufi, dinamakan seperti itu karena mengikuti kota

Kufah yang mana sebagai tempat berkembang dan disempurnakannya

kaidah-kaidah penulisan aksara. Khat Kufi digunakan untuk menyalin al-

Qur’an, karena bentuk tulisannya mirip dengan tulisan orang-orang

3 Op.cit, Ali Akbar, hal:34 Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an PDF, Makalah, hal: 3

4

Page 5: Otentisitas Al Qur'An

Hirah. Bentuk tulisan kedua adalah Khat Naskhi, yang bersumber dari

bentuk tulisan nabthi dan biasa digunakan dalam surat-menyurat.

Dari kebiasaan menulis Al-Qur’an ini menyebabkan banyak

naskah-naskah (manuskrip) yang dimiliki oleh masing-masing penulis

wahyu, diantaranya yang terkenal adalah : Ubay bin Ka’ab, Abdullah bin

Mas’ud, Muadz bin Jabal, Zayd bin Tsabit dan Salim bin Ma’qal.

Kitab Al-qur’an mencakup surah-surah panjang dan yang

terpendek terdiri atas 3 ayat, sedangkan yang paling panjang 286 ayat.

Beberapa riwayat menyebutkan bahwa Nabi Muhammad memberikan

instruksi kepada penulis tentang letak ayat pada setiap surah. Menurut

Utsman bin Abi Al-Ash, Malaikat Jibril menemui Nabi Muhammad

memberi perintah akan penempatan ayat tertentu. 5

Setelah Rasulullah wafat dan Abu bakar dipilih menjadi kholifah.

Tulisan-tulisan Al Qur’an yang berserakan pada pelepah-pelepah

kurma,tulang dan batu-batuan tetap disimpan dirumah Rasulullah sampai

terjadinya perang yamamah yang meranggut korban kurang lebih tujuh

puluh sahabat penghafal Al-Qur’an, kemudian timbul kekhatiran

dikalangan sohabat akan terjadimya perang lagi, yang akhirnya

menyababkan hilangnya Al Qur’an. Umar bin Khattab lalu menyarankan

kepada khalifah Abu Bakar agar menghimpun surat-surat dan ayat-ayat

yang masih berserakan itu kedalam satu mushaf.

5 Prof. Dr.M.M. Al-Azmi, Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai Kompilasi,

(Jakarta: Gema Insani, 2005) hal: 75

5

Page 6: Otentisitas Al Qur'An

2. Mushaf pada masa Khulafaurasyidin

a. Mushaf Abu Bakar

Pada masa pemerintahan Abu Bakar beliau memperioritaskan penulisan kembali

mushaf yang telah disalin dengan jelas dari mushaf yang telah ditulis pada masa

Rasulullah SAW sehingga tidak menyalin dari mushaf-mushaf lain dan

menjadikannya sebagai refrensi yang kuat dalam menulis Al-Qur’an.

Dan Abu Bakar menyuruh Zaid bin Tsabit. Kemudian mushaf tersebut

disimpan oleh Abu Bakar sampai beliau wafat, kemudian disimpan oleh Umar

hingga wafat, lalu di simpan oleh Sayyidina Hafsah Isti Rasul.6

b. Mushaf pada masa Khalifah Umar bin Khottohob RA

Pada masa Khalifah Umar bin Khotthob RA mushaf telah menyebar dan

beliau juga mencermatinya. Ketika beliau melihat mushaf yang hurufnya besar-

besar beliau merasa senang. Dan ketika melihat mushaf yang kecil-kecil hurufnya

beliau tidak suka. 7

c. Mushaf Utsmani

Selama pemerintahan Utsman terjadi penyebarluasan wilayah Islam yang

membawa Islam ke utara sampai ke Azerbeijan dan Armenia. Yang brengkat

untuk berjihad berasal dari suku kabilah dan provinsi yang beragam. Sejak awal

para pasukan tempur memiliki dialek yang berlainan, dan Nabi Muammad SAW

6 Muhammad bin Ahmad Asy-Shatiri, Otensititas Al-Qur’an Argumen dan Fakta Sejarah, (Jawa Tengah: T.B. Al-Anawr, 2011) hal: 70

7 Op.cit. Muhammad bin Ahmad Asy-Shatiri, hal:78

6

Page 7: Otentisitas Al Qur'An

telah mengajarkan mereka membaca Al-Qur’an dalam dialek masing-masing.

Dikarenakan sulit meningalkan dialek tersebut. Maka terjadilah kerancuan dalam

dalam menyebutkan huruf Al-Qur’an.

1) Sikap Ustman terhadap perselisihan bacaan

Adanya perbedaan dalam bacaan sebenarnya bukan merupakan bahan baru

karena Umar telah mengantisipasi tentang masalah ini yang telah terjadi di

zaman pemerintahannya.

Pada tahun 25H Utsman menyelesaikan masalah perbedaan ini hingga

tuntas. Beliau mengumpulkan umat islam dan menerangkan masalah

perbedaan dalam membaca Al-Qur’an sekaligus meminta pendapat mereka

tentang bacaan dalam beberapa dialek, wlaupun beliau sadar bahwa

beberapa orang akan menganggap bahwa dialek tertentu lebih unggul

sesuai dengan afiliasi kesukuan. Ketika ditanya tentang pendapatnya

sendiri beliau menjawab (sebagaimana yang diceritakan Ali bin Abi

Thalib):

نري أن نجمع الناس على مصحف واحدا فال تكن فرق��ة

وال يكن اختالف.

قلنا فنعم ما رأيت.

7

Page 8: Otentisitas Al Qur'An

“Saya tahu bahwa kita ingin menyatukan manusia(umat Islam) pada satu

mushaf(dengan satu dialek) oleh sebab itu tidak akan ada perbedaan dan

perselisiha. Dan kami menyatakan usulan yang sangat baik.”

Terdapa dua riwayat yang menjelaskan bagaimana Utsman menyelesaikan

tugas ini. Satu diantaranya yang lebih masyhur beliau membuat naskah

mushaf semata-mata berdasarkan suhuf yang berada di bawah penjagaan

Hafsah. Riwayat kedua yang tidak begitu masyhur mengatakan, Ustaman

terlebih dahulu memberi wewenang pengumpulan mushaf dengan

menggunakan sumber utama, sebelum membandingkannya dengan suhuf

yang sudah ada. 8

2) Ustman menyiapkan mushaf langsung dari suhuf

Utsman mengirimkan surat kepada Hafsah untuk mengirimkan suhuf yang

ada padanya untuk penulisan naskah dan kemudian akan dikembalikan

setelah selesai. Beliau memerintahkan Zaid bin Tsabit, Abdullah bin az

Zubair, Sa’id bin al-As, dan Abdurrahman bin al Harist bin Hisham untuk

memperbanyak salinan naskah.

3) Ustman membuat naskah mushaf tersendiri

a) Pelantikan sebuah panitia yang terdiri dari dua belas orang untuk

mengawal tugas ini.

Ibn Sirin meriwayatkan:

8Op.cit. Prof. Dr.M.M. Al-Azmi, hal: 97

8

Page 9: Otentisitas Al Qur'An

عن محمد بن سيرين : أن عثم��ان جم��ع اث��ني عش��ر

رجال من قريش واألنصار، فيهم : أبي بن كعب،وزي��د

بن ثابت، في جمع القرآن.

Ketika Ustman memutuskan menyatukan Al-Qur’an, dia

mengumpulkan panitia yang dari dua belas orang dari kedua-dua suku

Quraish dan Anshar. Di antara mereka adalah Ubayy bin Ka’b dan Zaid

bin Tsabit.

Dua belas orang tersebut adalah: Sa’id bin Al-As bin Sa’id bin al-As,

Nafi’ bin Zubair bin ‘Amr bin Naufal, Zaid bin Tsabit, Ubayy bin Ka’b,

Abdullah bin az Zubair, Abrur Rahman bin Hisham, Katsir bin Aflah,

Anas bin Malik, Abdullah bin Abbas, Malik bin Abi Amir, al-Baqillani,

Abdullah bin Umar, dan Abdullah bin Amr bin al-As.

b) Penyusuan sebuah naskah sendiri (otonom)

Ustman mempercayakan pada dua orng tersebut untuk mengurusi

tugas ini dengan mengumpulkan dan menabulasikan Al-Qur’an yang

ditulis diatas kertas kulit pada zaman Nabi Muhammad SAW. Dikatan

oleh Ibn Asakir (w. 571 H)di dalam bukunya History of Damascus:

Dalam ceramahya Ustman mengatakan”Orang –orang telah

berbeda dalam bacaan mereka, dan saya menganjurkan kepada siapa

saja yang memiliki ayat-ayat yang dituliskan di hadapan Nabi

Muhammad SAW hendaklah diserahkan kepadaku.” Maka orang-

9

Page 10: Otentisitas Al Qur'An

orang pun menyerahkan ayat-ayatnya yang ditulis di atas kertas kulit

dan tulang seta daun-daun, dan siapa saja yang menyumbang

memperbanyak kertas naskah, mula-mula akan di tanya oleh

Utsman,”Apakah kamu belajar ayat-ayat ini (seperti langsung dari

Nabi SAW sendiri? Semua penyumbang menjawaab disertai sumpah,

semua bahan yang dikumpulkan telah diberi tanda atau nama satu

persatu yang kemudian diserahkan kepada Zaid bin Tsabit.

c) Ustman mengambil mushaf dari Aisyah sebagai perbandingan

Ada beberapa riwayat yang meriwayatkan bahwasannya Utsman

mengambil mushaf dari Aisyah untuk melakukan tashih. Salah satu

riwayat tersebut adalah riwayat Harun bi Umar yang mengaitkan

bahwa:

Ketika Ustman hendak membuat salinan (naskah) resmi dia

meminta Aisyah agar mengirimkan kepadanya kertas kulit (suhuf)

yang dibacakan oleh Nabi Muhammad SAW yang disimpan di

rumahnya. Kemudian dia menyuruh Zaid bin Tsabit utuk

membetulkanny sebagaimana mestinya, pada waktu itu beliau merasa

sibuk dan ingin mencurahkan waktunya mengurus masyarakat dan

membuat ketentuan hukum sesama mereka.

d) Ustman mengambil suhuf dari Hafsah untuk melakukan verifikasi

Ibnu Shabba melaporkan:

10

Page 11: Otentisitas Al Qur'An

Zaid bin Tsabit berkata, “Ketika saya melakukan revisi Mushaf

Ustmani (mushaf yang dibuat sendiri) saya temukan kekurangan

satu ayat :

)من المؤمنين رجال صدقوا ما عهدوا الله علي��ه فمنهم

من قضى نحبه ومنهنم من ينتظر وما بدلوا تبديال.(

kemudian saya mencarinya di kalangan Muhajirin dan Anshar

(karena mereka itu yang menulis pada zaman Nabi Muhammad

SAW) sehingga saya mendapatkannya dari khuzaimah bin Tsabit

Al-Ansari. Kemudian saya menuliskannya.....lalu saya merevisi

sekali lagi dan tidak menemukan sesuatu (yang meragukan)

Ustman kemudian mengutus menemui Hafsah meminta agar

meminjamkan suhuf yang dipercayakan pada dirinya, Hafsah lalu

memberikan setelah Ustman berjanji pasti atau bernazar hendak

mengembalikan. Dalam perbandingan kedua ayat ini saya tidak

melihat adanya perbedaan. Kemudian saya kembalikan kepada

Ustman dan penuh kegembiraan, dia menyuruh orang-orang

membuat naskah dari mushaf itu.

4) Penentuan dan pendistribusian Mushaf Utsmani

a) Naskah terakhir dibacakan di depan para sahabat

Setelah melakukan verifikasi kemudian suhuf tersebut dibacakan

kepada sahabat di depan Ustman. Setelah selesai pembacaan Ustman

11

Page 12: Otentisitas Al Qur'An

mengirimkan duplikasi naskah mushaf untuk disebarluaskan ke seluruh

wilayah negara Islam.

b) Jumlah naskah mushaf yang telah disahkan

Ada delapan naskah yang dibagi-bagikan yaitu ke Kufah,

Basra,Suriah, Madinah, Mekah, Mesir, Bahrain, Yaman.

c) Ustman membakar seluruh manuskrip yang lain

Dengan selesainya tugas ini, tinta di atas naskah terakhir telah kering

dan duplikat naskah pun telah dikirimkan, maka tidak dirasa perlu lagi

adanya fragmentasi tulisan Al-Qur’an bergulir di tangan orang-orang.

d) Utsman mengirim pembaca Al-Qur’an dilengkapi dengan mushaf.

Abdul Fatah Al-Qadi berkata:

“Setiap ilmuan ini membacakan kepada masyarakat kota

masing-masing menurut tata-cara seperti apa yang mereka

pelajari secara autentik, bermacam-macam riwayat sampai

ke Nabi Muhammad SAW, sehingga riwayat-riwayat yang

ada satu dengan yang lainnya sama dan sesusuai dengan

kerangka konsonan mushaf. Cara bacaan yang sampai

hanya melalui satu jalur (atau mencakup ayat-ayat yang

telah di-mansukh sewaktu Nabi Muhammad SAW masih

hidup) kesemuanya dihilangkan atau dikesampingkan.

Pengiriman para pembaca dilengkapi dengan mushaf berarti

membatasi kemungkinan-kemungkinan bahwa yang sesuai

dengan skrip konsonan (yang diakui) hanya terbatas pada

12

Page 13: Otentisitas Al Qur'An

hal-hal yang dinyatakan autentik dan mendapatkan

pengukuhan dan pengakuan.

Pegiriman seorang ulama dengan sebuah mushaf

oleh karenanya, menerangkan bahwa baaan yang betul

adalah berdasarkan sistem belajar secara angsung dengan

guru yang jalur transmisinya sampai ke Nabi Muhammad

SAW, yang tidak hanya tergantung kepada skrip atau ejaan

yang umum dipakai.

e) Perintah Ustman dengan Mushaf yang Dikirimkan

1) Ustman memerintahkan agar semua Mushaf milik pribadi yang berbeda

dengan Mushaf miliknya harus dibakar.

2) Tidak membaca sesuatu yang bertentangan dengan Mushaf Uthmani.

Karena, Mushaf Uthmani merupakan standar baru dan sejak saat itu setiap

muslim yang belajar Al-Qur’an harus dengan sesuai dengan teks mushaf

Ustmani.9

d. Mushaf Ali RA

Banyak riwayat mengenai pengumpulan Al-Qur’an yang dilakukan oleh

Sayyidina Ali berupa penulisan Al-Qur’an dalam satu mushaf. Diriwayatkan oleh

Ibnu Dloris dalam fhadoilnya, beliau berkata: Bisr bin Musa telah menceritakan

sebuah hadist kepadaku dari Haudzah bin Kholifah dari Auf dari Muhammad bin

Sirin dari Ikrimah beliau berkata: “Setelah pembaiatan Abu Bakar, Ali bin Abi

9 Op.cit, Prof.Dr.M.M. Al-A’zami hal:108

13

Page 14: Otentisitas Al Qur'An

Thalib duduk di dalam rumahnya lalu dikatakan kepada Abu Bakar: “Ali tidak

suka membaiatmu.” Kemudian Abu Bakar mengirim utusan memanggil Ali dan

berkata:” Apakah anda tidak suka membaiatku?” Sayyidina Ali menjawab:”Tidak,

Wallahi.” Lalu Abu Bakar berkata: “Apa sebab engkau tidak membaiatku?”

Sayyidina Ali menjawab: “Aku melihat kitab Allah ada penambahan di dalamnya

maka aku berjanji kepada diriku sendiri bahwa aku tidak akan mengenakan

selendangkku untuk shalat hingga aku mengumpulkannya sendiri.” Kemudian

Abu Bakar berkata kepadanya: “ Maka sesungguhnya itu adalah sabaik-baiknya

apa yang anda pikirkan.”10

10 Op.cit., Muhammad bin Ahmad Asy-Shatiri, hal: 53

14

Page 15: Otentisitas Al Qur'An

B. Otensititas Al-Qur’an

1. Al-Qur’an diturunkan dengan Sab’atu Ahruf

Rasulullah SAW bersabda:

أنزل القرآن على سبعة أحرف

"Al-Qur’an diturunkan dengan sab’atu ahruf.”

Sab’atu ahruf maksudnya wajah bacaan yang ada tujuh. Dalam arti bahwa

sebagian lafadz dalam Al-Qur’an memiliki cara membaca, lahjah ataupun tulisan

yang berbeda tetapi tetap memiliki makna yang sama. Ada sebagian yang

mengatakan bahwa kebanyakan orang Arab menggunakan bahasa-bahasa suku

Arab yang digunakan ketika itu, yaitu: Quraisy, Hudzail, Tsaqif, Hawazin,

Kinanah, Tamim dan Yaman. Dan inilah bahasa yang paling fasih. Rasulullah

SAW juga menguatkan para sahabat yang membaca dengan ketujuh huruf

tersbut. Allah berfirman:

15

Page 16: Otentisitas Al Qur'An

Maka Sesungguhnya telah Kami mudahkan Al Quran itu dengan

bahasamu, agar kamu dapat memberi kabar gembira dengan Al Quran itu kepada

orang-orang yang bertakwa, dan agar kamu memberi peringatan dengannya

kepada kaum yang membangkang. (Q.S. Maryam:97).11

2. Al-Qur’an sampai kepada kita dengan riwayat mutawatir dan juga melalui

tulisan

Pertama, sabda Rasulullah SAW:

“Sampaikanlah oleh kalian dariku walau satu ayat dan bercerita hadsitlah

oleh kalian tentang Bani Isra’il dan tidak ada dosa. Barang siapa berdusta atasku

dengan sengaja maka bersiap-siaplah menempati neraka.” (H.R. Bukhori, Ahmad

dan Tirmidzi dari Ibnu Umar).

Dalam kata “ walau satu ayat” merupakan dorongan kuat bagi para sahabat

untuk menyampaikan dan meyebarluaskan Al-Qur’an kepada kaum muslimin dan

juga yang lainnya ketika berdakwah.

Kedua,sabda Rasulullah SAW:

“ Janganlah kalian menulis dariku apapun, maka barang siapa menulis

dariku sesuatu selain Al-Qur’an maka harus menghapusnya.” (H.R. Muslim).

Dalam hadist ini mendorong para sahabat Rasulullah untuk menulis Al-

Qur’an. Dalam hadist juga menunjukkan larangan mencampur aduk tulisan Al-

Qur’an dengan yang lainnya. Kemudian setelah dirasa aman bahwa Al-Qur’an

11 Op.cit, Muhammad bin Ahmad Asy-Shatiri, hal:69

16

Page 17: Otentisitas Al Qur'An

tidak bercampur dengan lainnya karena sudah disatukan di dalam mushaf, maka

Rasulullah memperbolehkan menulisnya.12

3. Penemuan Tanda Diakritikal

Diakritikal dalam bahasa arab disebut dengan taskhil, yang dibuat oleh

Abu al-Aswad ad-Du’ali (w.69 H/688 M). Abul-Aswad ad-Dualy menggunakan

titik bundar penuh yang berwarna merah untuk menandai fathah, kasrah,

Dhammah, Tanwin dan menggunakan warna hijau untuk menandai Hamzah. Jika

suatu kata yang ditanwin bersambung dengan kata berikutnya yang berawalan

huruf Halq (idzhar) maka ia membubuhkan tanda titik dua horizontal seperti

"adzabun alim" dan membubuhkan tanda titik dua Vertikal untuk menandai

Idgham seperti "ghafurrur rahim". Pada zaman pemerintahan Mu’awiyah (w.

60H /679 M), dia menerima perintah untuk melaksanakan sistem tanda titik

kedalam naskah Mushaf, yang kemungkinan dapat terselesaikan pada tahun 50 H /

670 M.13

Skim (kerangka ) ini kemudian diturunkan kepada generasi penerusnya

melalui usaha Yahya bin Ya’mar (w. 90 H/ 708 M), Nasr bin ‘Asim al-Laiti

(w.100 H/ 718 M), Maimun al-Aqran, kemudian sampai kepada Khalil bin Ahmad

al-Fraheedi (w.170 H/ 186 M) dan ialah yang mengenalkan pada kita sekarang

tanda fathah, sukun, kasrah, dammah, dan tasydid.14

12Op.cit. Muhammad bin Ahmad Asy-Shatiri, hal: 62

13 Op.cit. Prof.Dr.M.M. Al-A’zami, hal:154

14Ibid, hal:155

17

Page 18: Otentisitas Al Qur'An

Skim diakrtitikal Khalil bin Ahmad al-Fraheedi menyebar dengan cepat

dalam pengenalannya bukan saja pada teks Al-Qur’an, jadi untuk tujuan

membedakan skrip dan tanda diakritikal yang digunakan untuk naskah Al-Qur’an

selalu dijaga sehingga skrip dan tanda ini dibedakan dari skrip dan tanda yang

digunakan di buku lain.

Kemudian pada masa Khalifah Al-Makmun, para ulama selanjutnya

berijtihad untuk semakin mempermudah orang untuk membaca dan menghafal Al

Quran khususnya bagi orang selain arab dengan menciptakan tanda-tanda baca

tajwid yang berupa Isymam, Rum, dan Mad. Sebagaimana mereka juga membuat

tanda Lingkaran Bulat sebagai pemisah ayat dan mencamtumkan nomor ayat,

tanda-tanda waqaf (berhenti membaca),ibtida (memulai membaca), menerangkan

identitas surah di awal setiap surah yang terdiri dari nama, tempat turun, jumlah

ayat, dan jumlah 'ain.

Sebelum ditemukan mesin cetak, Al Quran disalin dan diperbanyak dari

mushaf utsmani dengan cara tulisan tangan. Keadaan ini berlangsung sampai abad

ke16 M. Ketika Eropa menemukan mesin cetak yang dapat digerakkan (dipisah-

pisahkan) dicetaklah Al-Qur'an untuk pertama kali di Hamburg, Jerman pada

tahun 1694 M.

Naskah tersebut sepenuhnya dilengkapi dengan tanda baca. Adanya mesin

cetak ini semakin mempermudah umat islam memperbanyak mushaf Al Quran.

Mushaf Al-Quran yang pertama kali dicetak oleh kalangan umat islam sendiri

18

Page 19: Otentisitas Al Qur'An

adalah mushaf edisi Malay Usman yang dicetak pada tahun 1787 dan diterbitkan

di St. Pitersburg Rusia.

Mulai Abad ke-20, pencetakan Al -Quran dilakukan umat islam sendiri.

Pencetakannya mendapat pengawasan ketat dari para Ulama untuk menghindari

timbulnya kesalahan cetak. Cetakan Al Quran yang banyak dipergunakan di dunia

islam dewasa ini adalah cetakan Mesir yang juga dikenal dengan edisi Raja Fuad

karena dialah yang memprakarsainya. Edisi ini ditulis berdasarkan Qiraat Ashim

riwayat Hafs dan pertama kali diterbitkan di Kairo pada tahun 1344 H/1925 M.

Selanjutnya, pada tahun 1947 M untuk pertama kalinya Al Quran dicetak dengan

tekhnik cetak offset yang canggih dan dengan memakai huruf-huruf yang indah.

Pencetakan ini dilakukan di Turki atas prakarsa seorang ahli kaligrafi turki yang

terkemuka Said Nursi.15

4. Kritikan Orientalis Terhadap Kompilasi Al-qur’an

Para Orientalis menanyakan mengapa, jika Al-Quran sudah di tulis sejak

zaman Nabi Muhammad SAW, Umar merasa khawatir dengan kematian para

huffaz pada peperangan Yamamah ?

Jawabannya adalah karena dengan adanya ribuan para huffaz memperoleh

ilmu pengetahuan Al-Qur’an melalui satu-satunya otoritas yang saling beruntun di

muka bumi ini yang akhirnya sampai pada Nabi Muhammad SAW. Setelah beliau

wafat para sahabat menjadi sumber otoritas yang saling beruntun, kematian

mereka hampir-hampir mengancam terputusnya kesaksian yang berakhir pada

15 Makalah Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an, hal: 15

19

Page 20: Otentisitas Al Qur'An

zaman Nabi Muhammad SAW, yang memungkinkan untuk mendapatkan ilmu

yang diberi otoritas kurang memungkinkan. Demikian juga apabila mereka

mencatat dengan menggunakan tulisan tangan akan kehilangan nilai sama sekali.,

karena pemiliknya sudah masuk keliang lahat dan tidak dapat melakukan

pengesahan sama sekali tentang kebenarannya. Kendati terdapat tulisan yang tidak

sengaja sama dengan Al-Qur’an seperti yang dihafal oleh yang lain, selama masih

ada saksi utama yang sesuai, ia akan menjadi paling tinggi, menempati urutan

ketiga dari dokumen yang sah. Itulah sebabnya Abu Bakar bertahan pada

pendiriannya bahwa setiap orang bukan saja membawa ayat, melainkan juga saksi

untuk membuktikan bahwa penyampain bacaan itu datang dari Nabi Muhammad

SAW.16

Kesimpulan16 Op.cit. Prof.Dr.M.M. Al-A’zami, hal: 339

20

Page 21: Otentisitas Al Qur'An

Kodifikasi Al-qur’an telah terjadi semenjak zaman Nabi Muhammad SAW

hidup dan terus berlangsung hingga wafatnya beliau. Para sahabat terus

memelihara keaslian Al-Qur’an dan berusaha untuk melindunginya dari

kerusakan-kerusakan. Ini terlihat dari usaha mereka dalam mengumpulkan Al-

Qur’an setelah wafatnya Nabi Muhammad SAW. dan Al-Qur’an yang kita kenal

sekarang sudah memenuhi standar dari segi tulisan dan bacaan, dan tidak

diragukan lagi keasliannya. Tapi berbeda dengan kaum orientalis yang

mempertanyakan keaslian Al-Qur’an dan mereka ingin menghancurkan Al-

Qur’an.

Refrensi

21

Page 22: Otentisitas Al Qur'An

Makalah Sejarah Kodifikasi Al-Qur’an

Al-Azmi, .M.M., 2005 Sejarah Teks Al-Qur’an dari Wahyu Sampai

Kompilasi, (Jakarta: Gema Insani ).

Asy-Shatiri, Muhammad bin Ahmad, 2011 Otensititas Al-Qur’an Argumen dan

Fakta Sejarah, (Jawa Tengah: T.B. Al-Anwar).

Rahmawati, Zeni Makalah Sejarah Teks Al-Qur’an, Suara Muslim

Ali Akbar,Makalah: Membalik Sejarah Pengumpulan dan Penulisan

Al-Qur’an

22