trauma thoraks
DESCRIPTION
trauma thorakTRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
Trauma toraks dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam. Dimana
trauma tumpul toraks umumnya akibat kecelakaan lalu lintas sedangkan trauma
tajam akibat benda-benda tajam seperti pisau, peluru, clurit, tombak, panah dan
sebagainya, umumnya tergantung tingkat kekerasan daripada masyarakat. Cedera
toraks sering disertai dengan cedera perut, kepala, dan ekstremitas sehingga
merupakan cedera majemuk.1,2
Angka kematian yang terbatas hanya akibat trauma toraks sebesar 4-8%, dan
bila disertai dengan organ lain 10-15%, angka ini akan lebih meningkat apabila
trauma mengenai beberapa (multipel) organ yang cedera seperti trauma capitis,
trauma abdomen dan trauma musculoskeletal (35%), oleh karena itu tidak boleh
kita hanya terpaku pada kelainan di toraks tetapi harus juga dilihat atau dicari
adanya kelainan organ atau kelainan sistem yang lain. Sebesar 90% daripada
trauma toraks umumnya tidak memerlukan tindakan operasi thoracostomy, tetapi
untuk menyelamatkan nyawa penderita adakalanya memerlukan tindakan operasi.1
Trauma toraks yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan
napas, hematotoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, flail chest
(dada instabil), pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus.2
Seperti yang sudah lazim, pemeriksaan dimulai dengan anamnesa yang baik
(allo atau auto anamnesa), dan kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik yang
baik agar dapat membuat diagnosa yang tepat. Memang pemeriksaan radiologik
toraks, biasanya dapat dibuat diagnosa dengan tindakan yang tepat dan
1
menyelamatkan jiwa pasien. Apalagi kalau kita berada didaerah perifer, dimana
sarana untuk itu belum memadai. Bahkan pada keadaan tertentu mungkin
pemeriksaan radiologik hanya memperpanjang waktu, yang diagnosa sebetulnya
sudah diperkirakan.1
Menangani trauma toraks yang baik harus mengetahui mekanisme trauma,
patofisiologi dan diagnosa. Sering kita terkecoh dengan keadaan pasien yang hanya
memberikan penampakan luar tidak gawat darurat tetapi sebetulnya terdapat suatu
keadaan yang lebih serius didalam atau sebaliknya seperti keadaan serius tetapi
sebetulnya tidak, karena kita melupakan mekanisme trauma, diagnosa dan
patofisiologi. Tetapi harus diingat mungkin pada keadaan gawat darurat kita
terpaksa mengambil suatu tindakan tanpa mengetahui secara tepat diagnosa,
mekanisme trauma dan patofisiologinya untuk menyelamatkan jiwa pasien. 1
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. DEFINISI
Trauma toraks adalah semua rudapaksa yang mengenai toraks yang meliputi
dinding toraks dan segenap isinya baik rudapaksa tajam, tumpul maupun tajam.3
II.2. ANATOMI DAN FISIOLOGI
Dada berisi organ vital paru dan jantung. Pernapasan berlangsung dengan
bantuan gerak dinding dada. Inspirasi terjadi karena kontraksi otot pernapasan,
yaitu m. Interkostalis dan diafragma, yang menyebabkan rongga dada membesar
sehingga udara akan terhisap masuk melalui trakea dan bronkus.2
Jaringan paru dibentuk oleh jutaan alveolus, mengembang dan mengempis
tergantung mengembang atau mengecilnya rongga dada. Dinding dada yang
mengembang akan menyebabkan paru-paru mengembang sehingga udara terhisap
ke alveolus. Sebaliknya bila m. Interkostalis melemas, dinding dada mengecil
kembali dan udara terdorong keluar. Sementara itu, karena tekanan intraabdomen,
diafragma akan naik ketika tidak berkontraksi. Ketiga faktor ini, yaitu lenturnya
dinding toraks, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen
menyebabkan ekspirasi jika otot interkostal dan diafragma kendur dan tidak
mempertahankan keadaan inspirasi. Dengan demikian ekspirasi merupakan
kegiatan yang pasif. 2
Jika pernapasan gagal karena otot pernapasan tidak bekerja, ventilasi paru
dapat dibuat dengan meniup cukup kuat agar paru mengembang di dalam toraks
bersamaan dengan mengembangnya toraks. Kekuatan tiupan harus melebihi
3
kelenturan dinding dada, kekenyalan jaringan paru, dan tekanan intraabdomen.
Hal ini dilakukan pada ventilasi dengan respirator atau pada resusitasi dengan
napas buatan mulut ke mulut. 2
Adanya lubang di dinding dada atau di pleura visceralis akan menyebabkan
udara masuk kedalam rongga pleura, sehingga pleura visceralis terlepas dari
pleura parietalis dan paru tidak lagi ikut dengan gerak napas dinding toraks dan
diafragma. Hal ini terjadi pada pneumotoraks. Jika dipasang penyalir tertutup
yang diberi tekanan negatif, udara ini akan terhisap dan paru dapat dikembangkan
lagi. 2
II.3. KLASIFIKASI
Menurut Marijata (2006), berdasarkan penyebabnya trauma toraks dbagi
menjadi 2, yaitu:
1. Trauma toraks terbuka
Akibat luka tusuk atau luka yang menembus/membuat lubang.
Patologi pembedahan : trauma yang menusuk pada dinding dada akibat pisau,
tembakan pistol, atau luka lain besar kemungkinannya terjadi komplikasi
berupa pneumotoraks, kerusakan organ visceral intratorakal, dan infeksi.
2. Trauma toraks tertutup
Akibat trauma tumpul, deselerasi, atau luka remuk.
Patologi pembedahan : trauma tumpul langsung pada dinding dada terjadi
akibat luka tabrak, terkena dashboard dan kemudi setir yang dapat
menyebabkan patah tulang iga, dada flail (flail chest) dengan gerakan
paradoksal, ruptur diafragma, atau komplikasi kardiovaskuler yang serius.
4
Kekerasan deselerasi, yang dapat terjadi pada kecelakaan pesawat dan mobil
besar kemungkinannya menyebabkan ruptur aorta descenden distal arteri
subclavia dan ruptur diafragma. Luka yang remuk/hancur menyebabkan
perdarahan intraalveolar, hematom pulmo dan hipoksia.
II.4. PATOFISIOLOGI
Secara singkat patofisiologi dari trauma toraks meliputi : 3
1. Perdarahan
Keluar (exsanguinasi)
Tertampung pada rongga pleura (hematotoraks)
Perdarahan kecil-kecil, masuk kedalam jaringan (hematoma)
Perdarahan intraalveolar, diikuti kolapsnya kapiler-kapiler dan atelektasis,
hingga tahanan perifer di paru meningkat, diikuti aliran darah menurun dan
akan terjadi gangguan pertukaran gas.
Perdarahan tertampung pada cavum pericardii (tamponade cordis)
2. Kerusakan akveoli/jalan napas/pleura sehingga pernapasan bocor
Tertampung pada cavum pleura (pneumotoraks)
Tempat kebocoran bersifat katub/ventil, terjadi pneumotoraks desakan
(tension pneumotorax)
Udara masuk kedalam jaringan bawah kulit (emfisema kutis)
Udara masuk kedalam jaringan di mediastinum (emfisema mediastinum)
3. Patah tulang iga
Timbulnya rasa nyeri, sehingga penderita tidak mau bernafas (terjadi
gangguan ventilasi) dan tidak mau batuk (sekret/dahak terkumpul/tidak
5
bisa keluar).
Terjadi fail chest bila patah tulang iga jamak dan segmental (lebih dari satu
tempat)
4. Kompresi pada dada dapat menimbulkan terjadinya asfiksia traumatika
5. ”luka menghisap” pada dinding dada , paru mengempis/kolaps
II.5. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis dari trauma toraks terdiri dari : 4,6
A. Gejala trauma dada :
1. Nyeri – akibat fraktur costae atau komplikasi pulmo maupun kardivaskular
2. Dyspneu – akibat fraktur, pneumotoraks, hematotoraks, flail chest, ruptur
diafragma, ruptur trakhea atau bronkhus utama atau kerusakan
serius organ viseral; pernapasan yang tiba-tiba meningkat (sesak
napas memburuk secara cepat) merupakan ciri khas terjadinya
pneumotoraks desak (tension pneumothorax)
B. Tanda trauma dada :
1. Syok – akan parah jika brhubungan dengan kerusakan organ dalam
2. Trauma dinding dada – akan tampak memar, suara menyedot dari dinding
dada, gerakan dinding dada paradoksal, atau nyeri pada fraktur kosta.
3. Emfisema – ada sensasi krepitasi di bawah tangan pemeriksa akibat udara
yang masuk ke subkutan, disebabkan fraktur kosta atau rupturnya trakhea
daerah servikal/bronkhus.
4. Emfisema Mediastnum dengan Mediastinitis – ditandai dengan nyeri atau
suara ngik-ngik dari laring dan suara klik parakardial yang terjadi
bersamaan dengan suara jantung dicurigai adanya rutur esofagus atau
trakhea.
6
5. Deviasi trakhea – akibat pneumotoraks hebat atau hematoraks pada sisi
sebelahnya, akibat kolapsnya paru pada sisi yang sama.
6. Peningkatan Tekanan Vena Jugularis (Jugular Vwenous Pressure/JVP) –
terjadi pada tamponade kordis akibat hemoperikardiva
7. Paru – hipersonor menunjukkan pneumotoraks, dan suara napas yang
menurun atau hilang menunukkan hemothoraks, pneumothoraks atau
kolaps paru.
Tabel gawat dada : 2
PENYEBAB KLINIS
Obstruksi jalan napas
Hemotoraks masif
Tamponade jantung
Pneumotoraks desak
Toraks instabil
Pneumotoraks terbuka
Kebocoran trakea-bronkial
- sianosis, pucat, stridor- otot napas bantuan +- retraksi supraklavikula dan interkostal- anemia, syok hipovolemik- sesak napas- pekak pada perkusi- suara napas berkurang- tekanan vena sentral tidak meninggi- syok kardiogenik- tekanan vena meninggi (leher)- bunyi jantung berkurang- hemitoraks mengembang- gerakan hemitoraks kurang- suara napas berkurang- emfisema subkutis- trakea terdorong kesisi lateral- gerakan napas paradoksal- sesak napas, sianosis- inpeksi luka- kebocoran udra terdengar dan tampak- pneumotoraks- emfisema- infeksi
II.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
7
Pemeriksaan penunjang pada keadaan trauma toraks terdiri dari : 4
1. Foto X-ray dada. Harus dilakukan dan akan menunjukkan adanya fraktur
fraktur kosta, pneumothoraks, hematothoraks, ruptur diafragma, kontusi pulmo
dan ateletaksis. Cedera pada aorta dan cabang-cabang mayornya akan terjadi
perdarahan dan bayangan mediastinum bagian atas akan meluas. Pada
hemoperikardiva akan terlihat bayangan jantung melebar.
2. Elektrokardiogram (EKG). Dilakukan bila dicurigai terjadinya trauma
cardial
3. Aortografi. Sebaiknya dilakukan jika dicurigai kerusakan arteri besar,
khususnya jika ada perlusan mediastinal pada foto x-ray dada.
II.7. TERAPI
Tergantung pada tingkat keparahan trauma dada serta luasnya cedera yang
menyertainya. 4,5,6
1. Respirasi
Jalan napas yang bebas dan gerakan paru yang baik, sangat penting untuk
pernapasan yang adekuat.
Bebaskan jalan napas
Retensi sputum disertai obstruksi bronkus dan ateletaksis dapat terjadi
pada : a. Pasien tidak sadar (cedera kepala)
b. syok
c. trauma dada yang nyeri
d. produksi sekret berlebihan seperti pada kontusi paru, oedem
paru, hematom pulmo masif, dan pada trauma dada hebat.
Terapi, berupa :
a. Analgesik yang adekuat
b. Sedasi untuk mengurangi kecemasan dan ketakutan
8
c. Posisi tubuh dan fisioterapi
d. Antibiotik
e. Penghisapan nasofaringeal
f. Penghisapan naso trakheal
g. Penghisapan melalui bronkoskopi
h. Trakheostomi
Gerakan paru yang memadai
Gerakan paru yang tidak adekuat dapat terjadi ketika :
a. flail chest dengan pernapasan paradoksal
b. cedera kepala berat dengan kerusakan batang otak
c. adanya udara atau darah di rongga pleura
Terapi, berupa :
a. trakeostomi dan respirasi tekanan positif intermiten dengan
respirator
b. udara didalam rongga pleura harus dikeluarkan dengan WSD
atau darah pada rongga pleura diaspirasi, drainas, atau operasi
c. penutupan luka dinding dada yang menghisap (sucking chest
wall wound)
2. Sirkulasi
Pengembalian kembali cairan dan darah yang hilang harus dilakuka.
Transfusi darah diperlukan jika terjadi kerusakan organ viseral
intrathorakal dan jika ada trauma abdomen yang biasanya menyertai
(ruptur lien dan hepar).
3. Penilaian progerifitas yang teratur
9
Pada trauma dada sedang dan parah, penilaian klinis dan radiologis
berulang untuk melihat kemajuan pasien penting dilakukan. Sebagai
tambahan, peeriksaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida serial
dilakukan untuk melihat fungsi respirasi.
4. Trauma dada
Trauma Dada Terbuka
Penutupan luka dada yang terbuka dan menghisap harus segera dilakukan .
dapat dilakukan dengan penutupan maupun jahitan sementara dan
kemudian dilakukan prosedur elektif. Torakotomi perlu dilakukan jika ada
trauma organ viseral intrathorakal, pengambilan benda asing di rongga
pleura dan atau bila ada infeksi (swarte)
Fraktur Costa Simpel
Trauma yang paling sering terjadi pada dinding torakal dimana nyeri yang
menyertai saat bernafas dapat menyebabkan ventilasi berkurang, retensi
sputum, ateletaksis dan pneumonia, terutama pada orang tua.
Terapi :
a. mengurangi nyeri dengan analgesik, atau blok nervus
intercostalis dan atau paravertebra.
b. Fisioterapi dan diusahakan batuk
c. Sedasi menggunakan Chlorpromazine (largactil) atau Diazepam
(valium)
d. Operasi diindikasi untuk fragmen sternum yang overlap
Flail Chest
Ketika terjadi gerakan paradoksal, maka respirasi menjadi tidakadekuat
10
dan terjadi hipoksia, hiperkapnea, asidosis dan penurunan pengisisan
jantung (penurunan kardiak output) dan retensi sputum dengan ateletaksis
mungkin terjadi.
Terapi :
Untuk kasus ringan : - analgesik adekuat
- sedasi
- posisi tubuh dan fisioterafi
- oksigen intranasal
- respirator dengan mouthpiece
Untuk kasus berat : trakheostomi dan respirasi tekanan positif intermiten
diperlukan paling tidak selama 10 hari. Jika tidak ada insufisiensi
respirasi, analis gas drah serial perlu dilakukan untuk menentukan
perlunya trakheostomi dan bantuan pernapasan.
Pneumothoraks
Kemungkinan terjadi akibat :
a. fraktur costae yang menusuk paru
b. fraktur costae dengan tusukan ke paru dengan sistem katup
menyebabkan pneumotoraks desak (tension pnemothorax)
c. ruptur trakhe atau bronkhus utama, menyebabkan tension
pnemothorax
d. trauma dada terbuka, menyebabkan pneumothoraks hisap (sucking
pneumothorax)
Terapi :
a. shallow pneumothorax tidak mengganggu pernapasan, sehingga
11
tidak membutuhkan terapi, respirasi tekanan positif intermiten
diperlukan pada kondisi tertentu
b. deep pneumothorax membutuhkan insersi interkostal dan kemudian
ujung distal dibenamkan ke dalam air (underwater seal)
c. tension pneumothorax membutuhkan insersi segera WSD atau
jarum pada underwater seal.
d. tension pneumothorax akibat ruptur trakhea atau bronkus utama
dicurigai terjadi jika paru gagal berkembang setelanh pemasngan
drainase pada rongga pleura dan dapat dikonfirmasi dengan
bronkoskopi. Kemudian torakotomi dan perbaikan perlu dilakukan.
Hematotoraks
Dapat terjadi dari :
a. pembuluh darah parietal (interkostal, mammaria interna), jika
perdarahan terus menerus berlangsung.
b. Pembuluh darah pulmo berhubungan dengan trauma paru, jika
perdarahan tekanan rendah terjadi, biasanya berhenti
sendiri/spontan.
c. Trauma diafragma dan subdiafragma, jika darah dari diafragma
yang ruptur dan atau organ abdomen bagian atas terhisap ke rongga
pleura.
Terapi :
a. Minimal – observasi ketat
b. Sedang – diaspirasi dengan syringe, jarum dan two-way tap (pungsi
dua arah), secara menyeluruh dan sesering mungkin bila
12
dibutuhkan
c. Banyak (gross) – WSD
d. Kontinyu – torakotomi dan mempertahankan hemostasis
e. Menjendal (clotted) – enzim fibrinolitik intrapleural dapat
digunakan
f. Terinfeksi – pembentukan empyema akan membutuhkan
thorakotomi dan drainase
Pada semua kasus, transfusi darah, antibiotik dan analgesik diberikan
jika ada indikasi.
Kontusi/Laserasi Pulmo
Jarang menyebabkan hemoptisis profuse yang terus menerus
Terapi :
a. Tindakan suportif yang sering dilakukan adalah membersihkan
jalan nafas dan trakeostomi
b. Jika perlu dilakukan dranase hematotoraks
c. Hematom pulmo yang masif perlu diexcisi
d. Bagian paru yang terdapat laserasi jarang dilakukan
perbaikan/repair
Ruptur Trakhea atau Bronkhus Utama
Sering terlewat tetapi cenderung terjadi pada trauma dada yang lebih
parah. Mungkin muncul sebagai :
a. Pnemotoraks desak akut (acute tension pneumothorax), karena
kebocoran udara yang persisten ke dalam rongga pleura
b. Ateletaksis kronis dan infeksi paru berulang jika kebocoran
13
udara menutup secara spontan.
Diagnosis dibuat melalui bronkoskopi.
Terapi :
a. Akut : thorakotomi dan perbaikan/repair
b. Kronis : thorakotomi dan pneumonektomi jika paru tidak dapat
mengembang atau sekret bronkhus terinfeksi, atau thorakotomi
dan anastomosis bronkial jika paru dapat mengembang dan
sekret bronkhus tidak terinfeksi
Ruptur Esofagus
Ruptur esofagus jarang terjadi tetapi dapat terjadi akibat luka yang
menusuk atau luka tubrukan. Esofagus juga dapat sobek dari dalam
karena esofagoskopi atau pedang yang tertelan.
Ruptur esofagus terjadi sebagai emfisema mediastinum dan
mediastinitis dan bila dicurigai, diagnosis dibuat berdasarkan
esofagoskopi dan foto x-ray dengan kontras oral (gastrografin).
Terapi : - Thorakostomi dan perbaikan/repair
- Terapi pengganti intravena atau pemberian makanan lewat
jejunostomi
- Trakheostomi dan tindakan suportif jika berhubungan dengan
ruptur trakhea
Trauma Jantung
Hemoperikardia, laserasi dan kontusi kardial, ruptur kardial, ruptur
perikardial, dan cedera pada mekanisme katup dapat terjadi setelah
tubrukan, deselerasi dan luka remuk/hancur.
14
Diagnosis seringkali susah ditegakkan tetapi tamponade kordis dengan
tekanan arteri rendah, tekanan vena tinggi, pulsus paradoksus dan
pembesaran bayangan jantung akan menimbulkan kecurigaan.
Elektrokardiografi menunjukkan perubahan non spesifik, anomali QRS
dan berbagai macam aritmia.
Terapi : jika terjadi tamponade, perlu dilakukan perikardisintesis atau
thorakotomi.
Ruptur Aorta Thorakalis
Biasanya cepat berkembang menjadi fatal. Ruptur sering terjadi
dibagian distal arteri subclavia sinister dan biasanya akibat trauma
deselerasi. Jika pasien bertahan hidup, biasanya karena dinding pleura
mediastinum dan adventitia aorta terdapat hematom yang pulsating.
Ketika pasien tiba dirumah sakit dalam keadaan hidup, kecurigaan
diagnosis jika foto X-ray menggambarkan perluasan mediastinum
superior dan pergeseran trakhea. Kemudian aortogram lewat arteri
brakhialis dextra akan menunjukkan letak defek.
Terapi : thorakotomi dada kiri dan penyambungan dengan jahitan atau
diganti dengan prosthese memanfaatkan by-pass atrium kiri ke arteri
femoralis.
Ruptur Duktus Thoraksikus
Merupakan komplikasi yang terjadi akibat trauma tubrukan atau cedera
hiperekstensi pada vertebra.
Sesak napas akibat chylothoraks (biasanya bagian kanan) dan diagnosis
ditegakkan dari parasintesis, hasilnya cairan seperti susu berisi droplet
15
lemak, kholesterol, limfosit dan mengandung tinggi protein.
Terapi : - Aspirasi sesering mungkin aau kateter interkostal dan
penghisapan (Suction)
- Thorakotomi dan ligasi duktus thoraksikus antara chylii
sisterna dan di bagian luka perlu dilakukan jika cara
konservatif gagal.
Ruptur Diafragma
Bisa terjadi akibat tubrukan deselerasi yang mengakibatkan luka
menususk. Kebanyakan terjadi pada hemidiafragma kiri dan terletak di
tengah/sentral. Herniasi lambung, lien, omentum dan usus kecil dapat
terjadi melalui defek dan bangunan-bangunan ini sering terkena trauma
akibat gaya trauma yang diteruskan. Ada 2 fase dari kondisi ini :
1. Akibat segera dari ruptur : a. Syok
b. Nyeri
c. Kehilangan darah
d. Hematothorax.
2. Efek masuknya organ abdomen kedalam rongga dada :
a. pergeseran paru, jantung dan isi mediastinum
b. obstruksi organ viseral abdomen atau etrjadi
perforasi
Terdapat 6 tanda ruptur diafragma, yaitu :
a. Berkurangnya gerakan napas dada
b. Suara sonor dinding dada yang terganggu
c. Hilanngnya retraksi spatium intercostal pada pergerakan
16
diafragma
d. Munculnya suara gastrointestinal di dalam rongga dada
e. Pergeseran jantung
f. Syok
Terapi :
a. Koreksi syok
b. Laparatomi atau thorakotomi
c. Reposisi isi abdomen ke asalnya
d. Perbaikan kembali ruftur diafragma
e. Drainase rongga pleura
17
BAB III
PRESENTASI KASUS
Obs. TRAUMA TORAKS
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : S
Umur : 25 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Candisari RT 01 / 02 Bnyuurip Purworejo
Agama : Islam
Pekerjaan : Pekerja lepas
Pendidikan : Tamat SMP
Tgl. Masuk : 06 Desember 2006 Pukul : 05.55 WIB
No. CM : 076054
Kelas : II ( Kenanga )
II. ANAMNESIS
Anamnesis diberikan oleh pasien dan keluarganya.
A. Keluhan Utama : Nyeri pada dada kanan
B. Keluhan Tambahan : Kepala terasa agak pusing, nafas terasa agak sesak, dan
terasa nyeri pada luka lecet di pelipis dan lutut kanan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke RSUD Saras Husada Purworejo melalui IGD pada
tanggal 06 Desember 2006 dengan keluhan nyeri pada dada kanan. Keluhan
18
tersebut dirasakan setelah pasien mengalami jatuh dari sepeda motor
(kecelakaan tunggal) pada tanggal 06 Desember 2006 jam 05.55 WIB, pada
waktu itu pasien habis pulang dari menarik ojek, pasien terjatuh ketika
melintasi tikungan yang licin karena penuh pasir. Pasien memakai helm, kepala
tidak langsung mengenai aspal saat terjatuh, dada kanan menghantam setang
sepeda motor. Pada waktu kejadian pasien dalam keadaan sadar begitu pula
ketika sampai di rumah sakit.
Setelah kejadian, selain mengeluh dada kanan terasa sakit pasien juga
mengeluhkan kepala terasa agak pusing, nafas terasa agak sesak, dan terasa
nyeri pada luka lecet di pelipis dan lutut kanan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat penyakit Jantung : disangkal
- Riwayat penyakit Hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit DM : disangkal
- Riwayat penyakit Asma : disangkal
- Riwayat jatuh sebelum kejadian ini : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga :
Tidak ada keluarga yang menderita sakit yang sama.
19
III. PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sedang, kooperatif
Kesadaran : Compos mentis (GCS : E4V5M6)
Vital Sign : Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 90 x/menit
Respirasi : 26 x/menit
Suhu : 36,5 °C (Axiler)
Status Generalisata
Kulit : Warna kulit sawo matang, tidak ikterik, tidak
sianosis, tugor cukup
Kepala : Simetris, mesochepal
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor 3 mm, refleks cahaya (+/+)
Hidung : Simetris, Discharge (-/-)
Mulut : Bibir agak kering, Sianosis (-), lidah kotor (-)
Telinga : Tidak ada kelainan bentuk
Leher : Simetris, JVP tidak meningkat, kelenjar thyroid tidak
membesar, kelenjar limfe tidak membesar
Thoraks
- Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
20
Palpasi : Ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : Batas kiri atas ICS II LPS sinistra
Batas kanan atas ICS II LPS dekstra
Batas kiri bawah ICS V LMC sinistra
Batas kanan bawah ICS IV LPS dekstra
Auskultasi : S1 > S2 reguler, bising jantung (-)
- Paru : Simetris, retraksi (-), Rh (-/-), Wh (-/-)
Abdomen : Hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas : Superior kanan : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup
kiri : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup
Inferior kanan : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup
kiri : udem (-), sianosis (-), tonus otot cukup
Reflek :
Ektremitas superior : RF : +/+ normal, RP : -/-
Ektremitas inferior : RF : +/+ normal, RP : -/-
B. Status Lokalis :
Regio Thorax
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi tidak ada,
hematom (-), vulnus (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, krepitasi (-/-),
Nyeri tekan (+/-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
21
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
A. Laboratorium tgl 12 Desember 2006
HEMATOLOGI
- AE 4,8 x 106 / mm3
- AL 15,2 x 103 / mm3 4.000-11.000/mmk
- AT 200.000 / mm3 150.000-400.000/mmk
- Hb 14,5 gr/dl 12-16 gr/dl
- Hitung Jenis Leukosit
Granula : 88,6 %
Limfosit : 8,9 %
Monosit : 2,5 %
- Waktu perdarahan 2’ 40” 1-3 menit
- Waktu pembekuan 3’ 25” 2-6 menit
KIMIA
- GDS 119 gr/dl < 200 gr/dl
B. Rontgen Thorax :
: Tampak perselubungan inhomogen hemitorax dekstra. Sinus lancip,
diafragma licin. Besar cor tidak valid untuk dinilai (inspirasi kurang
dalam). Syst. Tulang yang tervisualisasi intak, tidak tampak fraktur
Kesan : Susp. Kontusio pulmo dekstra.
Besar cor tidak valid untuk dinilai
Syst. Tulang yang tervisualisai intak, tidak tampak fraktur.
22
V. RESUME
A. Anamnesis
Laki-laki
Usia 25 tahun
Nyeri pada dada kanan
Kepala terasa agak pusing, nafas terasa agak sesak, dan terasa nyeri pada
luka lecet di pelipis dan lutut kanan.
Riwayat penyakit asma disangkal
Riwayat jatuh sebelum kejadian ini disangkal
Keluarga pasien tidak ada yang menderita penyakit yang sama
B. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Sedang, kooperatif
Kesadaran : Compos mentis
Vital Sign : Dalam batas normal
Status Generalisata : Dalam batas normal
Status lokalis :
Regio Thorax
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak tidak ada, retraksi tidak ada,
hematom (-), vulnus (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan sama dengan kiri, krepitasi (-/-),
Nyeri tekan (+/-)
Perkusi : Sonor (+/+)
23
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
VI. DIAGNOSIS KLINIS
- Obs. Trauma Thorax
VII. DIAGNOSIS BANDING
- Sesak napas non traumatik
VIII. SARAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Rontgen thorax ulang AP ½ duduk
VIII. PENATALAKSANAAN
- O2 3-5 lt/menit
- Analgetik : Remopain inj 3 x 1
- Antibiotik : Ciprofloxacin 2 x 200 mg
IX. PROGNOSIS :
- Bonam
24
BAB IV
PEMBAHASAN
Trauma toraks dapat terjadi akibat trauma tumpul atau trauma tajam. Dimana
trauma tumpul toraks umumnya akibat kecelakaan lalu lintas sedangkan trauma
tajam akibat benda-benda tajam
Trauma toraks yang memerlukan tindakan darurat adalah obstruksi jalan
napas, hematotoraks besar, tamponade jantung, pneumotoraks desak, flail chest
(dada instabil), pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea-bronkus.
Dari kasus didapatkan pasien seorang laki-laki berusia 25 tahun mengalami
kecelakaan tunggal dengan sepeda motor, mengeluh nyeri dada kanan akibat
menghantam setang speda motor. Pasien sadar penuh dengan keluhan tambahan
dada terasa agak sesak. Dari UGD didapatkan diagnosa sementara observasi trauma
thorax. Dari pemeriksaan fisik terutama regio thorax didapatkan hasil yang normal,
dimana tidak mengarah pada keadaan kegawat daruratan thorax. Pada kasus ini
dilakukan pemeriksaan radiologi rontgen toraks, dari pembacaan didapat hasil
yang normal.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Rachmad, K. B., Purba, R. T., 1991, Trauma Torak dan Laporan Kasus Trauma
Torak dalam Simposium Pengenalan Dini Dan Penatalaksanaan Pada Kasus
Trauma, Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Indonesia, Jakarta: 25-35
2. Sjamsuhidajat, R., de Jong W., 1997, Buku-Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, EGC,
Jakarta: 512-524
3. Anonym, 2000, Standar Pelayanan Medis RSUP DR.Sardjito, jilid 3, 2nd ed, Medika
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 167-172
4. Marijata, 2006, Trauma Dada dalam Pengantar Dasar Bedah Klinis, Unit Pelayanan
Kampus (UPK) Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta: 18-26
5. Anonym, 2006, Primary Trauma Care,
http://www.primarytraumacare.org/PTCMain/Training/pfd/PTC_INDO.pdf
6. Anonym, 2006, Chest Injury, http://www.madsci.com/manu/trau_che.htm#60
26