trauma kepalaa
TRANSCRIPT
-
7/28/2019 trauma kepalaa
1/24
HEAD INJURY
(TRAUMA CAPITIS)
Disusun oleh :
PUTRI ISMAYANDA
081001202
Pembimbing
Dr. H. M. Natsir Pohan, Sp.B
Dr. H. Syafril RM Harahap, Sp.B
Fakultas Kedokteran
Universitas Islam Sumatera Utara
2013/2014
-
7/28/2019 trauma kepalaa
2/24
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya makalah yang berjudul Head Injury (Trauma Capitis) ini dapat
diselesaikan. Penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dr.
H.M.Natsir Pohan, Sp.B dan Dr. H.Syafril RM Harahap, Sp.B selaku pembimbing atas
bantuan dan bimbingannya, serta kepada semua pihak yang turut membantu baik secara
langsung maupun tidak langsung dalam penyusunan makalah ini.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis berusaha mendapatkan informasi dan
referensi dari buku ajar yang berhubungan dengan tema makalah ini. Tetapi seperti
pepatah, Tiada Gading yang Tak Retak begitu juga dengan makalah ini, masih jauh darikata sempurna. Oleh karena itu, jika ada kesalahan dari segi penulisan maupun dari segi
isi, penulis memohon maaf yang sebesar-besarnya.
Akhir kata dengan segala kerendahan hati, penulis berharap makalah ini dapat
memberikan manfaat yang konkret bagi para pembaca. Terima kasih.
Rantauprapat, April 2013
Penulis
BAB I
-
7/28/2019 trauma kepalaa
3/24
PENDAHULUAN
Di Amerika Serikat kejadian head injury (trauma capitis) setiap tahunnya
diperkirakan mencapai 1.5 juta kasus. Dari seluruh jumlah tersebut, 1.1 juta menjalani
evaluasi darurat, termasuk lebih kurang 500.000 anak berusia dibawah 14 tahun. Dari
jumlah di atas, 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. 80% dari penderita
yang sampai di rumah sakit dikelompokkan sebagai trauma capitis ringan, 10% trauma
capitis sedang dan 10% sisanya adalah trauma capitis berat.
Head Injury atau trauma capitis adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak
yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstisiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar karena kecelakaan lalulintas.
Adapun pembagian trauma kapitis adalah:
Simple head injury
Commotio cerebri
Contusion cerebri
Laceratio cerebri
Basis cranii fracture
Simple head injury dan Commotio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera
kepala ringan. Sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai
cedera kepala berat.
Fokus utama dalam penanganan penderita dengan kecurigaan trauma capitis berat
adalah untuk mencegah cedera otak sekunder. Tindakan pemberian oksigen yang adekuat
dan mempertahankan tekanan darah yang cukup untuk perfusi otak merupakan langkah
penting untuk menghindarkan terjadinya cedera otak sekunder, yang pada akhirnya akan
meningkatkan tingkat kesembuhan penderita. Sebagai tindakan selanjutnya yang penting
setelah primary survey adalah identifikasi adanya lesi masa yang memerlukan tindakan
pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan kepala. Namun
demikian tindakan pemeriksaan CT Scan kepala tidak berarti transfer penderita menjadi
tertunda.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
4/24
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. ANATOMI
A. Kulit Kepala (Scalp)
Kulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut sebagai SCALP yaitu : 1. Skin atau
kulit 2. Connective Tissue atau jaringan penyambung 3. Aponeurosis atau galea
aponeurotika 4. Loose areolar tissue atau jaringan penunjang longgar 5. Perikranium.
Jaringan penunjang longgar memisahkan galea aponeurotika dari perikranium dan
merupakan tempat tertimbunnya darah (hematoma subgaleal). Kulit kepala memiliki
banyak pembuluh darah sehingga bila terjadi perdarahan akibat laserasi kulit kepala akan
menyebabkan banyak kehilangan darah hal ini disebabkan pembuluh darah besar dari
SCALP tidak berkonstriksi penuh, terutama pada bayi dan anak-anak.
B. Tulang Tengkorak
Tulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii. Kalvaria khususnya
di regio temporal adalah tipis, namun disini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii
berbentuk tidak rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses
akselerasi dan deselerasi.
Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior, fosa media dan fosa
posterior. Fosa anterior adalah tempat lobus frontalis, fosa media adalah tempat lobus
temporalis dan fosa posterior adalah ruang bagi bagian bawah batang otak dan serebelum.
C. Meningen
Meningen adalah selubung jaringan ikat non sarafi yang membungkus otak dan
medulla spinalis yang barisi liquor cerebrospinal dan berfungsi sebagai schock absorber.
Meningen terdiri dari tiga lapisan dari luar kedalam yaitu : duramater, arachnoidea dan
piamater.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
5/24
1. Duramater
Merupakan selaput padat, keras dan tidak elastis. Duramater pembungkus medulla
spinalis terdiri atas satu lembar, sedangkan duramater otak terdiri atas dua lembar yaitu
lamina endostealis yang merupakan jaringan ikat fibrosa cranium, dan lamina meningealis.
Membentuk lipatan / duplikatur dibeberapa tempat, yaitu dilinea mediana diantara kedua
hehemispherium cerebri disebut falx cerebri , berbentuk segitiga yang merupakan lanjutan
kekaudal dari falx cerebri disebut Falx cerebelli, berbentuk tenda yang merupakan atap
dari fossa cranii posterior memisahkan cerebrum dengan cerebellum disebut tentorium
cerebelli, dan lembaran yang menutupi sella tursica merupakan pembungkus hipophysis
disebut diafragma sellae. Diantara dua lembar duramater, dibeberapa tempat membentuk
ruangan disebut sinus ( venosus ) duramatris.
Sinus duramatis menerima aliran dari vv. Cerebri, vv. Diploicae, dan vv. Emissari.
Ada dua macam sinus duramatis yang tunggal dan yang berpasangan. Sinus duramater
yang tunggal adalah : sinus sagitalis superior, sinus sagitalis inferior, sinus rectus, dan
sinus occipitalis. Sinus sagitalis superior menerima darah dari vv. Cerebri,vv. Diploicae,
dan vv. Emissari.Sinus sagitalis inferior menerima darah dari facies medialis otak. Sinus
rectus terletak diantara falx cerebri dan tentorium cerebelli, merupakan lanjutan dari v.cerebri magna, dengan sinus sagitalis superior membentuk confluens sinuum. Sinus
occipitalis mulai dari foramen magnum, bergabung dengan confluens sinuum.
Sinus duramater yang berpasangan yaitu sinus tranversus, sinus cavernosus, sinus
sigmoideus dan sinus petrosus superior dan inferior. Sinus tranversus menerima darah dari
sinus sagitalis superior dan sinus rectus, kemudian mengalir ke v. jugularis interna. Sinus
sigmoideus merupakan lanjutan sinus tranversus berbentuk huruf S. Sinus petrosus
superior dan inferior menerima darah dari sinus cavernosus dan mengalirkan masing
masing ke sinus traaanversus dan v. jugularis interna.
2. Aracnoidea
Membran halus disebelah dalam duramater, tidak masuk kedalam sulcus / fissura
kecuali fissura longitudinalis. Dari aracnoidea banyak muncul trabecula halus menuju
kepiamater membentuk bangunan seperti sarang labalaba.
Diantara aracnoidea dan piamater terdapat ruang spatium subaracnoidale, yang dibeberapa
tempat melebar membentuk cisterna. Sedangkan celah sempit diantara duramater dan
-
7/28/2019 trauma kepalaa
6/24
aracnoidea disebut spatium subdurale, celah sempit diluar duramater disebut spatium
epidurale.
Dari aracnoidea juga muncul jonjot jonjot yang mengadakan invaginasi ke duramater
disebut granulasio aracnoidales terutama didaerah sinus sagitalis yang berfungsi klep satu
arah memungkinkan lalunya bahanbahan dari LCS ke sinus venosus.
3. Piamater
Piamater melekat erat pada otak dan medulla spinalis, mengikuti setiap lekukan,
mengandung vasa kecil. Ditempat tertentu bersama dengan ependyma membentuk tela
choroidea. Piamater berperan sebagai barrier terhadap masuknya senyawa yang
membahayakan.
D. Otak
Otak manusia terdiri dari serebrum, serebelum dan batang otak. Serebrum terdiri
atas hemisfer kanan dan kiri yang dipisahkan oleh falks serebri, yaitu lipatan duramater
dari sisi inferior sinus sagitalis superior. Pada hemisfer serebri kiri terdapat pusat bicara
manusia yang bekerja dengan tangan kanan, dan juga pada lebih dari 85% orang kidal.
Hemisfer otak yang mengandung pusat bicara sering disebut sebagai hemisfer dominan.
Lobus frontal berkaitan dengan fungsi emosi, fungsi motorik dan pada sisi dominan
mengandung pusat ekspresi bicara (area bicara motorik). Lobus parietal berhubungan
dengan fungsi sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori
tertentu. Pada semua orang yang bekerja dengan tangan kanan dan sebagian besar orang
kidal, lobus temporal kiri bertanggungjawab dalam kemampuan penerimaan rangsang dan
integrasi bicara. Lobus oksipital bertanggungjawab dalam proses penglihatan.
Batang otak terdiri dari mesensefalon (midbrain), pons dan medula oblongata.
Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem aktivasi retikular yang berfungsi dalam
kesadaran dan kewaspadaan. Pada medula oblongata terdapat pusat kardiorespiratorik,
yang terus memanjang sampai medula spinalis di bawahnya. Lesi yang kecil saja pada
batang otak sudah dapat menyebabkan defisit neurologis yang berat. Serebelum
bertanggungjawab dalam fungsi koordinasi dan keseimbangan, terletak dalam fosa
posterior, berhubungan dengan medula spinalis, batang otak dan juga kedua hemisfer
serebri.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
7/24
E. Cairan Serebrospinal
Cairan serebro spinal (CSS) dihasilkan oleh pleksus khoroideus (terletak di atap
ventrikel) dengan kecepatan produksi sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel
lateral melalui foramen Monro menuju ventrikel III, akuaduktus dari Sylvius menuju
ventrikel IV.Selanjutnya CSS keluar dari sistim ventrikel dan masuk ke dalam ruang
subarakhnoid yang berada di seluruh permukaan otak dan medulla spinalis. CSS akan
direabsorbsi ke dalam sirkulasi vena melalui granulaslo arakhnoid yang terdapat pada sinus
sagitalis superior. Adanya darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid
sehingga mengganggu penyerapan CSS dan menyebabkan kenaikan tekanan intrakranial
(hidrosefalus komunikans pasca trauma).
F. Tentorium
Tentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial
(terdiri dari fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial(berisi fosa
kranii posterior). Mesensefalon (midbrain) menghubungkan hemisfer serebri dengan
batang otak (pons dan medula oblongata) dan berjalan melalui celah lebar tentorium
serebeli yang disebut insisura tentorial. Nervus okulomotorius (Nervus III) berjalan di
sepanjang tepi tentorium. dan saraf ini dapat tertekan bila terjadi herniasi lobus temporal,
yang umumnya diakibatkan oleh adanya massa supratentorial atau edema otak. Serabut-
serabut parasimpatik yang berfungsi melakukan konstriksi pupil mata berjalan pada
sepanjang permukaan nervus okulomotorius. Paralisis serabut-serabut ini yang disebabkan
oleh penekanan Nervus III akan mengakibatkan dilatasi pupil oleh karena tidak adanya
hambatan aktivitas serabut simpatik.
Bagian otak yang sering mengalami herniasi melalui insisura tentorial adalah sisi
medial lobus temporal yang disebut Unkus. Herniasi Unkus juga menyebabkan penekanan
traktus kortikospinal (piramidalis) yang berjalan pada otak tengah. Traktuspiramidalis atau
traktus motorik menyilang garis tengah menuju sisi berlawanan pada level foramen
magnum, sehingga penekanan pada traktus ini menyebabkan paresis otot-otot sisi tubuh
kontralateral. Dilatasi pupil ipsilateral disertai hemiplegia kontralateral dikenal sebagai
sindrom klasik herniasi unkus. Kadang-kadang, lesi massa yang terjadi akan menekan dan
mendorong otak tengah ke sisi berlawanan pada tepi tentorium serebeli dan mengakibatkan
-
7/28/2019 trauma kepalaa
8/24
hemiplegia dan dilatasi pupil pada sisi yang sama dengan hematoma intrakranialnya
(sindroma lekukan Kernohan).
2.2. FISIOLOGI
A. Tekanan Intrakranial
Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat menyebabkan kenaikan
tekanan intrakranial (TIK). Kenaikan TIK dapat menurunkan perfusi otak dan
menyebabkan atau memperberat iskemia. TIK normal pada keadaan istirahat sebesar 10
mmHg. TIK lebih tinggi dari 20 mm Hg, terutama bila menetap, berhubungan langsung
dengan hasil akhir yang buruk.
B. Doktrin Monro-Kellie
Adalah suatu konsep sederhana yang dapat menerangkan pengertian dinamika TIK.
Konsep utamanya adalah bahwa volume intracranial harus selalu konstan. Hal ini jelas
karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang rigid, tidak mungkin mekar.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
9/24
Segera setelah trauma, massa seperti gumpalan darah dapat terus bertambah
sementara TIK masih dalam batas normal Saat pengaliran CSS dan darah intravaskuler
mencapai titik dekompensasi, TIK secara cepat akan meningkat.
C. Aliran Darah ke Otak (ADO)
ADO normal ke dalam otak pada orang dewasa antara 50 - 55 mL per 100 gr
jaringan otak per menit Pada anak, ADO bisa lebih besar bergantung pada usianya. Pada
usia 1 tahun ADO hampir sebesar dewasa, tapi pada usia 5 tahun ADO bisa mencapai 90
ml/ 100gr/menit, dan secara gradual akan menurun sebesar ADO dewasa saat mencapai
pertengahan sampai akhir masa remaja Cedera otak berat sampai koma dapat menurunkan
50% dari ADO dalam 6-12 jam pertama sejak trauma. ADO biasanya akan meningkat
dalam 2 - 3 hari berikutnya, tetapi pada penderita yang tetap koma ADO tetap di bawah
normal sampai beberapa hari atau mlnggu setelah trauma. Terdapat bukti bahwa ADO
yang rendah tidak dapat mencukupi kebutuhan metabolisme otak segera setelah trauma,
sehingga akan mengakibatkan iskemi otak fokal ataupun menyeluruh.
Sebagai tambahan, untuk mempertahankan ADO tetap konstan, pembuluh darah
prekapiler otak memiliki kemampuan untuk berkonstriksi ataupun dilatasi (autoregulasi
berdasar rangsang tekanan). Pembuluh darah ini juga mampu berkonstriksi ataupun dilatasisebagai respon terhadap perubahan kadar P02 atau PC02 darah (autoregulasi kimiawi).
Cedera otak berat dapat menggangu kedua mekanisme autoregulasi tersebut.
Konsekuensinya, penurunan ADO karena trauma akan mengakibatkan iskemi dan infark
otak. Iskemi yang terjadi dapat dengan mudah diperberat dengan adanya hipotensi,
hipoksia, atau hipokapnia karena hlperventilasi yang agresif. Oleh karena itu, semua
tindakan ditujukan untuk meningkatkan aliran darah dan perfusi otak dengan cara
menurunkan TIK, mempertahankan volume intravaskuler, mempertahankan tekanan arteri
rata-rata (MAP) dan mengembalikan okslgenasi dan normokapnia. Mempertahankan
tekanan perfusi otak / TPO (MAP - TIK) pada level 60-70 mmHg sangat
direkomendasikan untuk meningkatkan ADO.
Sekali mekanisme kompensasi terlewati dan terdapat peningkatan eksponensial
TIK, perfusi otak akan terganggu, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi.
Oleh karena itu, adanya hematoma intrakranial harus segera dievakuasi dan tekanan darah
sistemik yang adekuat harus dipertahankan.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
10/24
2.3. PATOLOGI
Trauma kapitis dapat terjadi akibat benturan langsung atau tanpa benturan langsung
pada kepala. Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tulang tengkorak.
Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, subdural dan
intraserebral. Cedera difus dapat mengakibatkan gangguan fungsi saja, yaitu gegar otak
atau cedera struktural yang difus.
Dari tempat benturan, gelombang kejut disebar ke seluruh arah. Gelombang ini
mengubah tekanan jaringan dan bila tekanan cukup besar, akan terjadi kerusakan jaringan
otak di tempat benturan yang disebut coup atau ditempat yang berseberangan dengan
benturan (contra coup).
2.4. KLASIFIKASI
1.Simple Head InjuryDiagnosasimple head injury dapat ditegakkan berdasarkan:
Ada riwayat trauma kapitis
Tidak pingsan
Gejala sakit kepala dan pusing
Umumnya tidak memerlukan perawatan khusus, cukup diberi obat simptomatik dan
cukup istirahat.
2.Commotio CerebriCommotio cerebri (geger otak) adalah keadaan pingsan yang berlangsung tidak
lebih dari 10 menit akibat trauma kepala, yang tidak disertai kerusakan jaringan otak.
Pasien mungkin mengeluh nyeri kepala, vertigo, mungkin muntah dan tampak pucat.
Vertigo dan muntah mungkin disebabkan gegar pada labirin atau terangsangnya
pusat-pusat dalam batang otak. Pada commotio cerebri mungkin pula terdapat amnesiaretrograde, yaitu hilangnya ingatan sepanjang masa yang terbatas sebelum terjadinya
-
7/28/2019 trauma kepalaa
11/24
kecelakaan. Amnesia ini timbul akibat terhapusnya rekaman kejadian di lobus temporalis.
Pemeriksaan tambahan yang selalu dibuat adalah foto tengkorak, EEG, pemeriksaan
memori. Terapi simptomatis, perawatan selama 3-5 hari untuk observasi kemungkinan
terjadinya komplikasi dan mobilisasi bertahap.
3.Contusio CerebriPada contusio cerebri (memar otak) terjadi perdarahan-perdarahan di dalam
jaringan otak tanpa adanya robekan jaringan yang kasat mata, meskipun neuron-neuron
mengalami kerusakan atau terputus. Yang penting untuk terjadinya lesi contusio ialah
adanya akselerasi kepala yang seketika itu juga menimbulkan pergeseran otak serta
pengembangan gaya kompresi yang destruktif. Akselerasi yang kuat berarti pula
hiperekstensi kepala. Oleh karena itu, otak membentang batang otak terlalu kuat, sehingga
menimbulkan blockade reversible terhadap lintasan asendens retikularis difus. Akibat
blockade itu, otak tidak mendapat input aferen dan karena itu, kesadaran hilang selama
blockade reversible berlangsung.
Timbulnya lesi contusio di daerah coup , contrecoup, dan intermediate
menimbulkan gejala deficit neurologik yang bisa berupa refleks babinsky yang positif dan
kelumpuhan UMN. Setelah kesadaran pulih kembali, si penderita biasanya menunjukkan
organic brain syndrome.
Akibat gaya yang dikembangkan oleh mekanisme-mekanisme yang beroperasi
pada trauma kapitis tersebut di atas, autoregulasi pembuluh darah cerebral terganggu,
sehingga terjadi vasoparalitis. Tekanan darah menjadi rendah dan nadi menjadi lambat,
atau menjadi cepat dan lemah. Juga karena pusat vegetatif terlibat, maka rasa mual,
muntah dan gangguan pernafasan bisa timbul.
Pemeriksaan penunjang seperti CT-Scan berguna untuk melihat letak lesi dan
adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek. Terapi dengan antiserebral edem, anti
perdarahan, simptomatik, neurotropik dan perawatan 7-10 hari.
4.Laceratio CerebriDikatakan laceratio cerebri jika kerusakan tersebut disertai dengan robekan
piamater. Laceratio biasanya berkaitan dengan adanya perdarahan subaraknoid traumatika,
subdural akut dan intercerebral. Laceratio dapat dibedakan atas laceratio langsung dan
tidak langsung.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
12/24
Laceratio langsung disebabkan oleh luka tembus kepala yang disebabkan oleh
benda asing atau penetrasi fragmen fraktur terutama pada fraktur depressed terbuka.
Sedangkan laceratio tidak langsung disebabkan oleh deformitas jaringan yang hebat akibat
kekuatan mekanis.
5.Fracture Basis CraniiFractur basis cranii bisa mengenai fossa anterior, fossa media dan fossa posterior.
Gejala yang timbul tergantung pada letak atau fossa mana yang terkena.
Fraktur pada fossa anterior menimbulkan gejala:
Hematom kacamata tanpa disertai subkonjungtival bleeding
Epistaksis
Rhinorrhoe
Fraktur pada fossa media menimbulkan gejala:
Hematom retroaurikuler, Ottorhoe
Perdarahan dari telinga
Diagnosa ditegakkan berdasarkan gejala klinik dan X-foto basis kranii. Komplikasi :
Gangguan pendengaran
Parese N.VII perifer
Meningitis purulenta akibat robeknya duramater
Fraktur basis kranii bisa disertai commotio ataupun contusio, jadi terapinya harus
disesuaikan. Pemberian antibiotik dosis tinggi untuk mencegah infeksi. Tindakan operatifbila adanya liquorrhoe yang berlangsung lebih dari 6 hari.
Pembagian cedera kepala lainnya:
1. Cedera Kepala Ringan (CKR) termasuk didalamnya Laseratio dan Commotio Cerebri
o Skor GCS 13-15
o Tidak ada kehilangan kesadaran, atau jika ada tidak lebih dari 10 menit
-
7/28/2019 trauma kepalaa
13/24
o Pasien mengeluh pusing, sakit kepala
o Ada muntah, ada amnesia retrogad dan tidak ditemukan kelainan pada
pemeriksaan neurologist.
o Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak
o Tidak memerlukan tindakan operasi
o Lama dirawat di RS
-
7/28/2019 trauma kepalaa
14/24
i) Fokal :
(1)Perdarahan meningeal :
(a)Epidural.
(b)Subdural.
(c)Sub-arakhnoid.
(2)Perdarahan dan laserasi otak :
(a) Perdarahan intraserebral dan atau kontusi. Benda asing, peluru
tertancap.
(b) Difusa :
(i)Konkusi ringan.
(ii)Konkusi klasik.
(iii)Cedera aksonal difusa.
2.5. GAMBARAN KLINIS
Gambaran klinis ditentukan berdasarkan derajat cedera dan lokasinya. Derajat
cedera dapat dinilai menurut tingkat kesadarannya melalui system GCS, yakni metode
EMV (Eyes, Movement, Verbal)
-
7/28/2019 trauma kepalaa
15/24
Glasgow Coma Scale (GCS):
1. Kemampuan membuka kelopak mata (E)
Secara spontan 4
Atas perintah 3
Rangsangan nyeri 2
Tidak bereaksi 1
2. Kemampuan komunikasi (V)
Orientasi baik 5
Jawaban kacau 4
Kata-kata tidak berarti 3
Mengerang 2
Tidak bersuara 1
3. Kemampuan motorik (M)
Kemampuan menurut perintah 6
Reaksi setempat 5
Menghindar 4
Fleksi abnormal 3
Ekstensi 2
Tidak bereaksi 1
2.6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Yang dapat dilakukan pada pasien dengan trauma capitis adalah:
1. CT-Scan
Untuk melihat letak lesi dan adanya kemungkinan komplikasi jangka pendek.
2. Lumbal Pungsi
Untuk menentukan ada tidaknya darah pada LCS harus dilakukan sebelum 6 jam
dari saat terjadinya trauma
3. EEG
Dapat digunakan untuk mencari lesi
-
7/28/2019 trauma kepalaa
16/24
4. Roentgen foto kepala
Untuk melihat ada tidaknya fraktur pada tulang tengkorak
2.7. DIAGNOSA
- Ada tidaknya riwayat trauma kapitis
- Gejala-gejala klinis : GCS, Interval lucid, peningkatan TIK, gejala lateralisasi
- Pemeriksaan penunjang.
2.8. PENATALAKSANAAN
Pada cedera kulit kepala, suntikan prokain melalui sub kutan membuat luka
mudah dibersihkan dan diobati. Daerah luka diirigasi untuk mengeluarkan benda
asing dan miminimalkan masuknya infeksi sebelum laserasi ditutup.
PEDOMAN RESUSITASI DAN PENILAIAN AWAL
1. Menilai jalan nafas : bersihkan jalan nafas dari debris dan muntahan;
lepaskan gigi palsu, pertahankan tulang servikal segaris dgn badan dgn
memasang collar cervikal, pasang guedel/mayo bila dpt ditolerir. Jika cedera
orofasial mengganggu jalan nafas, maka pasien harus diintubasi.
2. Menilai pernafasan ; tentukan apakah pasien bernafas spontan/tidak. Jika tidak
beri O2 melalui masker O2. Jika pasien bernafas spontan selidiki dan atasi cedera
dada berat spt pneumotoraks e x tensif, hemopneumotoraks. Pasang oksimeter
nadi untuk menjaga saturasi O2 minimum 95%. Jika jalan nafas pasien tidak
terlindung bahkan terancam/memperoleh O2 yg adekuat ( Pa O2 >95% dan Pa
CO295%) atau muntah maka pasien harus
diintubasi serta diventilasi oleh ahli anestesi.
3. Menilai sirkulasi ; otak yg rusak tidak mentolerir hipotensi. Hentikan semua
perdarahan dengan menekan arterinya. Perhatikan adanya cedera intra
abdomen/dada. Ukur dan catat frekuensi denyut jantung dan tekanan darah,
pasang EKG, pasang jalur intravena yg besar. Berikan larutan koloid
sedangkan larutan kristaloid menimbulkan eksaserbasi edema.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
17/24
4. Obati kejang ; Kejang konvulsif dpt terjadi setelah cedera kepala dan harus diobati
mula-mula diberikan diazepam 10 mg intravena perlahan-lahan dan dpt diulangi
2x jika masih kejang. Bila tidak berhasil diberikan fenitoin 15mg/kgbb.
5. Menilai tingkat keparahan : CKR,CKS,CKB.
6. Pada semua pasien dengan cedera kepala dan atau leher, lakukan foto tulang
belakang servikal ( proyeksi A-P, lateral dan odontoid ), kolar servikal baru
dilepas setelah dipastikan bahwa seluruh servikal C1-C7 normal.
7. Pada semua pasien dengan cedera kepala sedang dan berat :
o Pasang infus dgn larutan normal salin ( Nacl 0,9% ) atau RL cairan isotonis
lebih efektif mengganti volume intravaskular daripada cairan hipotonis dan
larutan ini tdk menambah edema cerebri
o Lakukan pemeriksaan ; Ht, periksa darah perifer lengkap, trombosit, kimia darah
o Lakukan CT scan
Pasien dengan CKR, CKS, CKB harus dievaluasi adanya :
Hematoma epidural
Darah dalam sub arachnoid dan intraventrikel
Kontusio dan perdarahan jaringan otak
Edema cerebri
Pergeseran garis tengah
Fraktur kranium
CKR :
Perawatan selama 3-5 hari
Mobilisasi bertahap
Terapi simptomatik
Observasi tanda vital
CKS :
Perawatan selama 7-10 hari
Anti cerebral edem
Anti perdarahan
Simptomatik
-
7/28/2019 trauma kepalaa
18/24
Neurotropik
Operasi jika ada komplikasi
CKB :
Seperti pada CKS
Antibiotik dosis tinggi
Konsultasi bedah saraf
2.9. KOMPLIKASIJangka pendek :
1. Hematom Epiduralo Letak : antara tulang tengkorak dan duramater
o Etiologi : pecahnya A. Meningea media atau cabang-cabangnya
o Gejala : setelah terjadi kecelakaan, penderita pingsan atau hanya nyeri kepala
sebentar kemudian membaik dengan sendirinya tetapi beberapa jam kemudian
timbul
gejala-gejala yang memperberat progresif seperti nyeri kepala, pusing,
kesadaran menurun, nadi melambat, tekanan darah meninggi, pupil pada sisi
perdarahan mula-mula sempit, lalu menjadi lebar, dan akhirnya tidak bereaksi
-
7/28/2019 trauma kepalaa
19/24
terhadap refleks cahaya. Ini adalah tanda-tanda bahwa sudah terjadi herniasi
tentorial.
o Akut (minimal 24jam sampai dengan 3x24 jam)
o Interval lucid
o Peningkatan TIK
o Gejala lateralisasi hemiparese
o Pada pemeriksaan kepala mungkin pada salah satu sisi kepala didapati
hematoma subkutan
o Pemeriksaan neurologis menunjukkan pada sisi hematom pupil melebar. Pada
sisi kontralateral dari hematom, dapat dijumpai tanda-tanda kerusakan traktus
piramidalis, misal: hemiparesis, refleks tendon meninggi dan refleks patologik
positif.
o CT-Scan : ada bagian hiperdens yang bikonveks
o LCS : jernih
o Penatalaksanaannya yaitu tindakan evakuasi darah (dekompresi) dan
pengikatan pembuluh darah.
2. Hematom subduralo Letak : di bawah duramater
o Etiologi : pecahnya bridging vein, gabungan robekan bridging veins dan
laserasi piamater serta arachnoid dari kortex cerebri
-
7/28/2019 trauma kepalaa
20/24
o Gejala subakut : mirip epidural hematom, timbul dalam 3 hari pertama
Kronis : 3 minggu atau berbulan-bulan setelah trauma
o CT-Scan : setelah hari ke 3 diulang 2 minggu kemudian
Ada bagian hipodens yang berbentuk cresent.
Hiperdens yang berbentuk cresent di antara tabula interna dan parenkim otak
(bagian dalam mengikuti kontur otak dan bagian luar sesuai lengkung tulang
tengkorak)
Isodens terlihat dari midline yang bergeser
o Operasi sebaiknya segera dilakukan untuk mengurangi tekanan dalam otak
(dekompresi) dengan melakukan evakuasi hematom. Penanganan subdural
hematom akut terdiri dari trepanasi-dekompresi.
3. Perdarahan IntraserebralPerdarahan dalam cortex cerebri yang berasal dari arteri kortikal, terbanyak pada
lobus temporalis. Perdarahan intraserebral akibat trauma kapitis yang berupa
hematom hanya berupa perdarahan kecil-kecil saja. Jika penderita dengan
perdarahan intraserebral luput dari kematian, perdarahannya akan direorganisasi
-
7/28/2019 trauma kepalaa
21/24
dengan pembentukan gliosis dan kavitasi. Keadaan ini bisa menimbulkan
manifestasi neurologik sesuai dengan fungsi bagian otak yang terkena.
4. Oedema serebriPada keadaan ini otak membengkak. Penderita lebih lama pingsannya, mungkin
hingga berjam-jam. Gejala-gejalanya berupa commotio cerebri, hanya lebih berat.
Tekanan darah dapat naik, nadi mungkin melambat. Gejala-gejala kerusakan
jaringan otak juga tidak ada. Cairan otak pun normal, hanya tekanannya dapat
meninggi.
TIK meningkat
Cephalgia memberat
Kesadaran menurun
Jangka Panjang :
1. Gangguan neurologis
Dapat berupa : gangguan visus, strabismus, parese N.VII dan gangguan N. VIII,
disartria, disfagia, kadang ada hemiparese
2. Sindrom pasca trauma
-
7/28/2019 trauma kepalaa
22/24
Dapat berupa : palpitasi, hidrosis, cape, konsentrasi berkurang, libido menurun,
mudah tersinggung, sakit kepala, kesulitan belajar, mudah lupa, gangguan tingkah
laku, misalnya: menjadi kekanak-kanakan, penurunan intelegensia, menarik diri,
dan depresi.
2.10.PROGNOSA1. Menurut Chusid (1982), prognosis trauma kapitis tergantung berat dan
letak trauma kapitis.
2. Menurut King & Bewes (2001), prognosis trauma kapitis buruk jika pada
pemeriksaan ditemukan pupil midriasis dan tidak ada respon E, V, M
dengan rangsangan apapun. Jika kesadarannya baik, maka prognosisnya
dubia, tergantung jenis trauma kapitis, yaitu: pasien dapat pulih kembali
atau traumanya bertambah berat.
3. Menurut Fauzi (2002), faktor yang memperjelek prognosis adalah
terlambatnya penanganan awal/resusitasi, transportasi yang lambat,
dikirim ke RS yang tidak memadai, terlambat dilakukan tindakan
pembedahan dan disertai trauma multipel yang lain.
-
7/28/2019 trauma kepalaa
23/24
DAFTAR PUSTAKA
1. The American Collage of Surgery. Advanced Trauma Life Support Program for
Doctors, Seventh Edition. 2004. First Impression.
2. A. Marx John, Hockberger Robert S, Walls, Ron M, Rosen's Emergency Medicine
: CONCEPTS AND CLINICAL PRACTICE, Seventh Edition. Copyright 2011.
Elsevier Inc.
3. Allan H. Ropper, Martin A. Samuels. Adams & Victors Principles of Neurology,
9th Edition. Copyright The McGraw-Hill Companies.
4. Hankey, Graeme J, Wardlaw, Joanna M. Clinical Neurology. 2002. Manson
Publishing
5. Patel, Pradip R. Lecture Notes : Radiology second edition. 2005. Erlangga Medical
Series.
6. Holmes, Erskine J. Misra, Rakesh R : AZ of Emergency Radiology. Cambridge
University Press. 2004. Greenwich Medical Media Ltd .
7. Netter, Frank N. Atlas of Human Anatomy. 2006.
8. Schwartz, David T. Emergency Radiology Case Study. 2008. Mcgraw-Hill
-
7/28/2019 trauma kepalaa
24/24
9. Drislane, Frank W. Blueprints in Neurology.2002. Blackwell Publishing