trauma kepala
DESCRIPTION
gsaedTRANSCRIPT
-
5/25/2018 Trauma Kepala
1/43
1
Bab I
Status Pasien
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. E
Usia : 50 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Alamat : Jl. Cempaka Baru Tengah I A
Tanggal MRS : 28 Februari 2014
1.2 Anamnesis
Keluhan utama :
Nyeri di kepala sejak 2 jam SMRSKeluhan tambahan :
Mual dan muntah Demam (-) Lemah pada tangan dan kaki (-) Keluar darah dari hidung dan kepala bagian belakang
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengeluh nyeri kepala terutama di kepala bagian belakang setelah kecelakaan
antara motor dengan motor 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk -tusuk, nyeri sangat
dirasakannya terutama pada bagian belakang kepala serta depan kepala, pasien menyangkal
pusing berputar, Tidak sadarkan diri (-), beberapa menit setelah kejadian pasien mengalami mual
yang diikuti dengan muntah sebanyak 3x. Pasien ingat kejadian sebelum, saat dan setelah
kecelakaan, Keluarga pasien mengatakan pada saat setelah kecelakaan keluar darah dari lubang
hidung dan bagian belakang kepala, namun menyangkal adanya keluar darah dari telinga, pasien
langsung dibawa ke puskesmas terdekat dan langsung ditangani luka.
demam (-), kejang (-), gangguan penglihatan (-), penglihatan ganda (-), gangguan
pendengaran (-), telinga berdenging (-)
-
5/25/2018 Trauma Kepala
2/43
2
Riwayat penyakit dahulu :
Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal
Riwayat penyakit keluarga :
Ayah menderita hipertensi Diabetes Melitus (-)
Riwayat pengobatan :
Pasien telah dilakukan penangan luka pada puskesmas terdekat
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Kesadaran : komposmentis
GCS : E= 4, V= 5, M= 6
Tanda vital :
- Tekanan darah : 130/80 mmHg- Nadi : 96 kali/ menit- Pernafasan (r) : 20 kali/ menit- Suhu (t) : 36,5 0C
Status Generalis
Kepala : terlihat adanya jahitan pada bagian occipital, nyeri tekan (+), nyeri tekansinus (-), hematom (-)
Rambut : hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), raacoon eye (-) Telinga : deformitas (-/-), perdarahan (-/-), battle sign (-), otorhea (-/-) Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-/-) Tenggorok : faring hiperemis (-), uvula di tengah, arkus faring simetris,
tonsil T1-T1
Gigi dan mulut : posisi lidah di tengah Leher : KGB leher tidak teraba membesar
-
5/25/2018 Trauma Kepala
3/43
3
Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-), batas jantung Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba
membesar, bising usus (+) normal
Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer baik, edema -/-, kuku pucat
Status Neurologis
Pemeriksaan pupil
Diameter : 2 mm/2 mm Isokor/ anisokor: isokor Refleks cahaya langsung (+) Refleks cahaya tidak langsung (+)
Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal
Kaku kuduk (-) Lasegue sign (-) Kernigs sign (-) Brudzinski I (-) Brudzinski II (-)
Pemeriksaan Nervus Kranialis
-
5/25/2018 Trauma Kepala
4/43
4
-
5/25/2018 Trauma Kepala
5/43
5
-
5/25/2018 Trauma Kepala
6/43
6
Anggota Gerak Atas
-
5/25/2018 Trauma Kepala
7/43
7
Anggota Gerak Bawah
Tes Fungsi Koordinasi dan keseimbangan
Tes Romberg (-) Romberg dipertajam (-) Tes Pronasi supinasi (-) Tes telunjuk ke telunjuk (-) Rebound phenomenon (-)
-
5/25/2018 Trauma Kepala
8/43
8
Tes Kalori : tidak dilakukan1.4 Pemeriksaan Penunjang
CT Scan (28 Februari 2014):Dilakukan CT scan kepala dengan potongan axial, slice 3 dan 8 mm tanpa kontras
- Tak tampak fraktur tulang-tulang cranium- Tampak lesi hiperdens dengan perifocal edema di lobus frontalis kanan - kiri- Ventrikel system normal. Tidak tampak deviasi midline- Sulci cerebri normal- Tak tampak lesi hipo/ hiperdens di batang otak dan cerebellum- Orbita kanan dan kiri normal- Mastoid kanan dan kiri normal- Sinus paranasal normal- Kesan : Edema perifocal lobus frontalis dekstra - sinistra
Laboratorium (28 Februari 2014):Hematologi umum
Hemoglobin : 11,5 gr %
Leukosit : 17.400 /mm3
Hematokrit : 35 %
Trombosit : 311 rb/mm3
Gula darah sewaktu : 148 mg/dl
Liver Profil
SGOT : 25 u/l
SGPT : 16 u/l
Elektrolit
Na : 141 mEq/L
K : 3,5 mEq/L
Cl : 104meq/L
-
5/25/2018 Trauma Kepala
9/43
9
1.5 Resume
Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala pasca trauma 2 jam SMRS, nyeri kepala
seperti tertusuk-tusuk, nyeri kepala terus-menerus terutama dirasakan di kepala bagian belakang
dan bagian depan kepala, nyeri kepala berputar (-), demam (-), penurnan kesadaran (-), beberapa
menit pasca trauma os mengalami mual yang diikuti dengan muntah sebanyak 3x, pasien
mengaku masih ingat kejadian sebelum, saat dan setelah kecelakaan, keluarga pasien
mengatakan adanya keluar darah dari hidung serta kepala bagian belakang, gangguan
pendengaran (-), gangguan penglihatan (-), kejang (-). Pasien mengaku telah dlakukan penangan
terhadap lukanya di puskesmas terdekat dari kejadian
Pemeriksaan Fisik : Kesadaran composmentis, GCS 15, Tanda vital normal, pada pemeriksaan
generalis bagian kepala terlihat adanya jahitan pada bagian occipital, nyeri tekan (+), raccoon
eye(-), battle sign (-), epistaksis (-),
pada pemeriksaan neurologis dalam baatas normal,
dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras dengan kesan edema perifocal lobus
frontalis dekstra-sinistra, pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan leukosit 17.400 /mm3.
1.6 Diagnosis Kerja
Diagnosis Klinis:- Cephalgia
Diagnosis Topik:- Korteks cerebri
Diagnosis Etiologi:- Cedera Kepala Ringan
1.7 Rencana pemeriksaan penunjang
EEG
1.8 Penatalaksanaan
Injeksi:
Inf. RL 20 tpm Citicolin 2x500 mg
-
5/25/2018 Trauma Kepala
10/43
10
Ondancentron 2x1 Rantin 2x1
-
5/25/2018 Trauma Kepala
11/43
11
Analisa Masalah
Derajat cedera kepala serta dasar diagnose pada kasus ini
Pada kasus:
Pasien pada kasus ini tidak mengalami penurunan kesadaran, GCS 15 (komposmentis) serta
masih ingat sebelum, saat dan setelah kejadian. Maka pasien masuk dalam kriteria derajat cedera
kepala Ringan.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
12/43
12
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Latar BelakangCedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul / tajam
pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsicerebral sementara.Merupakan salah satu
penyebab kematian dan kecacatanutama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar
karena kecelakaanlalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan
usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masihrendah, disamping
penanganan pertama yang belum benar - benar, sertarujukan yang terlambat.
Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.
Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang
sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera
sedangdan 10% sedang, dan 10 % termasuk cedera kepala berat.
Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter
mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.
Tindakan pemberian oksigen yang adekuat danmempertahankan tekanan darah yang cukup untuk
perfusi otak danmenghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-
pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.Sebagai tindakan
selanjutnya yang penting setelah primary survey adalahidentifikasi adanya lesi masa yang
memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan
kepala.
Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan
tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Prognosis pasien
cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat. Adapun
pembagian trauma kapitis adalah:Simple head injury, Commutiocerebri, Contusion cerebri, Laceratio cerebri, Basis cranii
fracture. Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala
ringan, sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala
berat.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
13/43
13
Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah pernafasan,
peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik
umum dan neurologist harus dilakukansecara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus
segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit
II.1 Anatomi
a. Kulit KepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective
tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue
atau jaringan penunjang longgar danpericranium. 1,2
b. Tulang TengkorakTulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii
3,4. Tulang tengkorak terdiri
dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.2,5
Kalvaria khususnya di regio
temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak
-
5/25/2018 Trauma Kepala
14/43
14
rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan
deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus
frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang
otak dan serebelum.1
C. MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :
1. Duramater
Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan
meningeal.2 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang
melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid
di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara
duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,
pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di
garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan
perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan
sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.1
Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruangepidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini
dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri
meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).1
2. Selaput Arakhnoid
Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput arakhnoid
terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput
ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebutspatium subdural dan dari pia mater
oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.2 Perdarahan umumnya
disebabkan akibat cedera kepala.1
3. Pia mater
-
5/25/2018 Trauma Kepala
15/43
15
Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.1. Pia mater adarah membrana
vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang
paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.
Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.5
D. OtakOtak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.
5
Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan
diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,
medula oblongata dan serebellum.3
-
5/25/2018 Trauma Kepala
16/43
16
Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.
5
Lobus frontal berkaitan dengan fungsiemosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi
sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital
bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem
aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata
terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan
keseimbangan.1
E. Cairan serebrospinalis
Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi
sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju
ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam
sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya
darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan
CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.1Angka rata-rata pada kelompok populasi
dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.6
F. TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari
fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).1
-
5/25/2018 Trauma Kepala
17/43
17
G. Perdarahan OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini
beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak
tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai
katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.2
II.2. FISIOLOGI
A. Tekanan intracranial (TIK)Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan perubahan tekanan
intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk
terhadap penderita. Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak
dan mempengaruhi kesembuhan penderita. Jadi kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya
merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak, tetapi justru merupakan masalah
utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O). TIK lebih tinggi
dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan
TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala semakin buruk prognosisnya.(7)
B. Doktrin Monro-KellieKonsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan,
karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK
yang normal tidak berarti tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam
batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase
ekspansional kurva tekanan-volume.(Gambar 1)(7)
Gambar 1. Kompensasi intracranial terhadap massa yang ekspans
-
5/25/2018 Trauma Kepala
18/43
18
C. Tekanan Perfusi Otak (TPO)Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO
mempunyai formula sebagai berikut:
TPO = MAPTIK
Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala
adalah sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang tinggi.(1)
TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan prognosis yang buruk pada penderita
cedera kepala.
D. Aliran Darah ke Otak (ADO)Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO
menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit, aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100
gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita
trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat konstan apabila MAP
50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi
dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering
mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan
terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.(7)
Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi
otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bilaterdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus
dipertahankan.(7)
Etiologi
Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari
setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya adalah jatuh dari
tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trauma penetrasi. Trauma kepaladua sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan
lebih sering terjadi pada umur kurang dari 35 tahun.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
19/43
19
II.3 Patofisiologi
Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan
cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari
suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun
oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi
peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada
tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan
tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1Akselarasi-deselarasi terjadi karena
kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas
antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak
bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa
otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan
(contrecoup).8
Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang
timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,
kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan
neurokimiawi.8
Fraktur tengkorak
Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan
apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressedatau non depressed. Fraktur tengkorak
-
5/25/2018 Trauma Kepala
20/43
20
basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-
tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari
ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau
compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena
duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.
Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian
dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear
mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali
pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma
intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar.
Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit
untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.
Lesi Intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk
cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural,
dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara
umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan
koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun terakhir ini.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
21/43
21
Hematoma Epidural
Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara
tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau temporalparietal dan
sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal
arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,
hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau
fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau
9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan
ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya
biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi.
Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien
obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.8
Gejala dan tanda EDH9:
Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness (LOC) secarasingkat.
Terjadi lucid interval untuk beberapa jam. Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil
ipsilateral.
Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga
tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi
dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera
kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering
tampak :penurunan kesadaran, bisa sampai koma,Bingung,Penglihatan kabur , Susah bicara,
Nyeri kepala yang hebat, Keluar cairan darah dari hidung atau telinga, Nampak luka yang
adalam atau goresan pada kulit kepala., Mual, Pusing, Berkeringat,pucat, Pupil anisokor,
yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa
dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan
mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah
-
5/25/2018 Trauma Kepala
22/43
22
tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada
tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami
pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan
tanda kematian.
Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi
rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar
otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.
Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny,
bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke
sisi kontralateral (tanda space occupying lesion). Batas dengan corteks licin, densitas duramater
biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga
tampak lebih jelas.10
Hematoma Subdural
Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan
arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita
dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks
serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau
substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang
-
5/25/2018 Trauma Kepala
23/43
23
mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk
dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan
operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.
Gejala Klinis
1. Subdural Akut Hematoma
Subdural akut hematoma menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah
cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan
oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang
selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan
berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
2. Subdural Subakut Hematoma
Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi
kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga
disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita
hematoma ini adalah adanya trauma kepalayang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya
diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita
memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai
menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial
seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak
memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan
peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan hernia
siunkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
24/43
24
3. Subdural Kronik Hematoma
Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa
tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan
subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari
setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih
tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel
darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan
lebih lanjutdengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran
dan tekanan hematoma. Subdural Hematoma yang bertambah luas secara perlahan paling sering
terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaanini,
cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil
pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Subdural Hematoma
pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut
dan lunak. Subdural Hematoma yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.
Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya
dikeluarkan melalui pembedahan.
Kontusi dan hematoma intraserebral.
Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu
berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan
temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan
antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,
terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat menjadi hematoma intraserebral dalam
beberapa hari.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
25/43
25
Gejala dan tanda :
1.Sakit kepala mendadak yang eksplosif
2. Fotofobia
3.Mual dan muntah
4.Hilang kesadaran
5.Kejang-kejang
6.Gangguan respiratori
7.Shock
II.4. Klasifikasi
Cedera kepala diklasifikasikan secara praktis dikenal tiga deskripsi klasifikasi yaitu
berdasarkan:
4.1. Mekanisme
Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh, ataupukulan benda tumpul.
Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaputdura menentukan cedera apakah cedera tembus atau tumpul.
4.2.Beratnya cedera
-
5/25/2018 Trauma Kepala
26/43
26
GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala. Penderita
dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan, GCS 9-13 termasuk cedera
kepala sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala berat.(1)
Glasgow Coma Scale Ni lai
Respon membuka mata (E)
Buka mata spontan
Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara
Buka mata bila dirangsang nyeri
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
4
3
2
1
Respon verbal (V)
Komunikasi verbal baik, jawaban tepat
Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang
Kata-kata tidak teratur
Suara tidak jelas
Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun
5
4
3
2
1
Respon motorik (M)
Mengikuti perintah
Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat
rangsanganDengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal
Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi
6
5
43
2
1
4.3Morfologi Cedera Kepala PrimerCedera kepala primer dibagi dalam lima kategori:
a. Kerusakan kulit kepalaKerusakan kulit kepala dapat dimulai dari kontusi jaringan yang kecil sampai dengan
avulsi total dari lapisan kulit kepala. Karena kulit kepala kaya akan pembuluh darah, maka
-
5/25/2018 Trauma Kepala
27/43
27
laserasi yang besar dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan
syok.
b. Fraktur tulang kepalaFraktur tulang kepala merupakan hasil dari trauma tumpul atau penetrasi. Fraktur tulang
kepala dapat dikategorikan menjadi fraktur linier dan fraktur depressed. Fraktur linier dapat
terjadi pada kubah kranium atau basis kranium, tergantung pada beban energi yang terjadi
dengan arah jarak deselerasi, dan bentuk objek yang membentur kepala.
c. Fraktur linier pada kubah kraniumFraktur linier terjadi secara sekunder terhadap kekuatan yang besar pada permukaan yang
lebar, merupakan cedera benturan yang disebabkan oleh perubahan bentuk kepala dari sisi
benturan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kejadian, sisi, arah dan tingkat fraktur.
d. Fraktur basis kraniiFraktur basis kranii terjadi pada 19-21% dari semua fraktur tulang kepala dan 4% dari
seluruh cedera kepala. Fraktur basis kranii sering merupakan ekstensi dari fraktur kubah
kranium, dapat juga timbul dari aliran beban pada benturan langsung pada basis kranii.
Tempat-tempat yang relatif lemah pada basis kranii adalah sinus sfenoid, foramen
magnum, hubungan temporal dengan petrosum, sfenoid ring bagian dalam. Tempat-tempat ini
mudah terjadi fraktur. Gambaran fraktur tergantung dari kekuatan tenaga,struktur tulang danforamen pada basis kranii. Fraktur basis kranii dengan robek dura sangat mudah terjadi infeksi
atau dapat juga terjadi fistula pada duramater yang ditandati dengan bocornya LCS berupa
rinorre dan ottorea.
http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/140DOE2.JPG&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/781eme0824-16.jpg&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/140DOE2.JPG&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/781eme0824-16.jpg&template=izoom2 -
5/25/2018 Trauma Kepala
28/43
28
Fraktur basis kranii juga berhubungan dengan cedera saraf otak dan pembuluh darah,
karena dapat terjadi terpotongnya saraf otak atau pembuluh darah oleh fragmen fraktur atau
strangulasi.
e. Fraktur depressedFraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di
kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang
terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari
besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.
II.5. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
1. Anamnesis
I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)
II. Keluhan utama, dapat berupa :
Penurunan kesadaran Nyeri kepala
-
5/25/2018 Trauma Kepala
29/43
29
III.Anamnesis tambahan :
Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset) Bagaimana mekanisme terjadinya trauma, bagian tubuh yang terkena dan tingkat
keparahannya ?
Apakah ada pingsan ? Apakah pernah sadar setelah pingsan ? Apakah ada nyeri kepala, kejang, mual dan muntah ? Apakah ada perdarahan dari telinga, hidung dan mulut ? Riwayat AMPLE : Allergy, Medication (sebelumnya), Past Illness (penyakit
penyerta), Last Meal, Event/Environment yang berhubungan dengan kejadian
trauma
Komplikasi / Penyulit
1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)
2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)
3. Ada sesak nafas, batuk-batuk
4. Muntah atau tidak
5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut
6. Adanya kejang atau tidak
7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)
8. Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya
9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)
Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah mendapat
penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan penatalaksanaan dan
prognosis selanjutnya.
2 Pemeriksaan Fisik
1.Primary Survey
A.Airway,dengan kontrol servikal:
Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau
-
5/25/2018 Trauma Kepala
30/43
30
maksila, fraktur laring atau trakea.
Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicarajalan nafas bebas. Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - ada
obstruksi parsial.
Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan
tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.
- Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi ataurotasi pada leher.
- Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang denganmultiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,
sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.
B.Breathing, dengan ventilasi yang adekuat
Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen danmengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang
baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.
Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlahpernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.
Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru.
Keterangan tambahan :
1. Gejala tension pneumothoraks :Nyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi, hipotensi, deviasi
trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher, hipersonor,sianosis (manifestasi lanjut).
2. Gejala Flail Chest :Gerak thorax asimetris (tidak terkoordinasi), palpasi gerakan pernafasan abnormal, dan
http://penurur.an/http://penurur.an/ -
5/25/2018 Trauma Kepala
31/43
31
krepitasi iga atau fraktur tulang rawan.
3. Gejala Open pneumothorax:Hipoksia dan hiperkapnia
4. Gejala hematothorax: Nyeri dan sesak nafas Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan.
Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain.
Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak terdengar ataumenghilang.
C. Circulation, dengan kontrol perdarahan
a. Volume darah
Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolemik sampai terbukti sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakibatkan
penurunan kesadaran.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarangdalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin
merupakan tanda hipovolemik.
Nadio Periksa kekuatan, kecepatan, dan iramao Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemiao Nadi yang cepat, kecil : hipovolemiko Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemiao Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda
diperlukan resusitasi segera.
b. Perdarahan
Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada luka
-
5/25/2018 Trauma Kepala
32/43
32
D.Disability
Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran,
ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.
Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU
A : sadar (Alert) V : respon terhadap suara (Verbal) P : respon terhadap nyeri (Pain) U : tidak berespon (Unresponsive)Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan
penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan
pada secondary survey.
Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :
A. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)o Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)o Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)o Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarango Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusingo Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepalao
Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.
B.Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)o Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)o Konklusio Muntaho Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,
otorea atau rinorea cairan serebro spinal)
o Kejang.
C.Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)o Skor GCS 3-8 (koma)o Penurunan derajat kesadaran secara progresif
-
5/25/2018 Trauma Kepala
33/43
33
o Tanda neurologis fokalo Cedera kepata penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium
Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak atau trauma
langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Jika
hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala dapat dianggap sebagai
penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya.
E.Exposure
Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap
jejas dan luka.
2. Secondary Survey
Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi tanda
vital.Cari adanya tanda-tanda:
Racoon eyes sign (echimosis periorbital) Battles Sign (echimosis retroaorikuler) Rhinorrhea , Otorhea (tanda kebocoran LCS)
Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan pemeriksaan naeurologis
lengkap.
Tingkat kesadaran dengan GCS Pupil : dinilai isokor atau anisokor, diameter pupil, reaksi cahaya. Motorik : dicari apakah ada parese atau tidak
Interpretasi pemeriksaan pupil pada penderita cedera kepala
Ukuran Pupil Reaksi Cahaya Interpretasi
Dilatasi unilateral Lambat atau (-) Paresis N III akibat kompresi
sekunder herniasi tentorial
Dilatasi bilateral Lambat atau (-) Perfusi otak tidak cukup, parese
N III bilateral
Dilatasi unilateral (equal) Reaksi menyilang
(Marcus-Gunn)
Cedera N. Optikus
Konstriksi Bilatral Sulit dilihat Obta atau opiat, enchepalopati
-
5/25/2018 Trauma Kepala
34/43
34
metabolik, lesi pons
Konstriksi unilateral Positif Cedera saraf simpatik
Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belumdilakukan pada primary survey
Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas.
II.6 Penanganan
Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan: (1) Memantau sedini
mungkin dan mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki keadaan umum seoptimal
mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.
Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman. Pendekatan
tunggu dulu pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena diagnosis dan penanganan
yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder.
Penderita cedera kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada
tanpa hipotensi. Adanya hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75persen. Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan
secepatnya.
Faktor-faktor yang memperjelek prognosis: (1) Terlambat penanganan awal/resusitasi; (2)
Pengangkutan/transport yang tidak adekuat; (3) Dikirim ke RS yang tidak adekuat; (4) Terlambat
dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera multipel yang lain.
Penanganan di Tempat Kejadian
Dua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan sebelum sampai
di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok, hipoksemia, dan hiperkarbia.
Dengan demikian, prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan circulation) dengan tidak
-
5/25/2018 Trauma Kepala
35/43
35
melakukan manipulasi yang berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher,
tulang punggung, dada, dan pelvis.
Umumnya, pada menit-menit pertama penderita mengalami semacam brainshockselama
beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang sangat lemah, sangat
pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot flaksid bahkan kadang-kadang pupil
midriasis. Keadaan ini sering disalahtafsirkan bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu
singkat tampak lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya
hipoksemia, sehingga perlu segera bantuan pernapasan.
Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika penderita dapat
berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas
sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing,
muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan
jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh
melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat
melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui
hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau
suctionjika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa
orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke
mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah
yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas
belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan
intubasi endotrakheal.
Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut
nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan
eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi
perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif
normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya
dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut
nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri
-
5/25/2018 Trauma Kepala
36/43
36
radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis
yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya
teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan
eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai adalah
Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan
ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak
dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang
baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down(kepala lebih rendah dari leher) karena
dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto polos kepalaIndikasi foto polos kepala.
Indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum,
Deformitas kepala (dariinspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal
neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan
mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan
adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateraldan oblique.
b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Indikasi CT Scan adalah :
1. Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilangsetelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.
2. Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapatlesiintrakranial dicebandingkan dengan kejang general.
3.
Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telahdisingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,
febris, dll).
4. Adanya lateralisasi.5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi
temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
37/43
37
6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit). mengidentifikasi luasnya lesi,
perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk
mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah
injuri.
c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.d. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan
jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.
e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologisf.f. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan
struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.
g. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecilh. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otaki. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahansubarachnoid.j. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika
terjadi peningkatan tekanan intracranial
k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagaiakibat peningkatan tekanan intrkranial
l. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunankesadaran (Haryo, 2008)
PENANGANAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 14-15)
Sekitar 80% dari semua pasien cedera kepala dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.
Pasien sadar tetapi mungkin mengalami hilang ingatan atas kejadian yang melibatkan cederanya.
Bisa terdapat riwayat singkat terjadinya pingsan namun sulit untuk diketahui. Gambaran inisering berhubungan dengan alcohol atau zat intoksikan lainnya.
Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti.
Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi
neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
38/43
38
Pemeriksaan CT scan perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami pingsan
lebih dari lima menit, amnesia, nyeri kepala berat, dan GCS 15menit
- Post Traumatic Amnesia > 1Jam
- Pada observasi penurunan kesadaran
- Sakit Kepala >>- Fraktur
- Otorhoe / Rinorhoe
- Cedera penyerta,
- CT-Scan Abnormal
- Tidak ada keluarga
-
5/25/2018 Trauma Kepala
39/43
39
- Intoksikasi alkohol / Obat-obatan.
Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati
selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.
Pesan untuk penderita / keluarga, Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb
:
-Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam
- Mual dan muntah yang terus memburuk
- Sakit Kepala yang terus memburuk
- Kejang
- Kelemahan tungkai & lengan (hemiparese)
- Bingung / Perubahan tingkah laku /gaduh gelisah
- Pupil anisokor
- Nadi naik / turun (bradikardi)
-
5/25/2018 Trauma Kepala
40/43
40
PENANGANAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-13)
Kira-kira sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala sedang.
Pasien masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya bingung dan somnolen
dan mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sekitar 10-20% dari pasien ini
mengalami penurunan kesadaran hingga koma.
Sebelum dilakukan penanganan neurologis, anamnesa singkat dilakukan dan
kardiopulmoner distabilkan terlebih dahulu. CT scan kepala perlu dilakukan dan dokter bedah
saraf dihubungi. Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang ICU atau unit serupa yang
memudahkan observasi dan evaluasi neurologis ketat untuk 12 hingga 24 jam pertama. CT scan
untuk follow up dalam 12-24 jam dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal atau jika terjadi
penurunan pada status neurologis pasien.
PENANGANAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS 3-8)
-
5/25/2018 Trauma Kepala
41/43
41
Pasien yang mengalami cedera kepala berat tidak mampu untuk mengikuti perintah
sederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmoner. Pendekatan wait and see pada pasien ini
bisa berakibat fatal, maka diangnosis dan penanganan cepat sangatlah penting. Jangan menunda
CT scan.
A. Primary Survey dan ResusitasiCedera kepala sering tidak disebabkan oleh cedera sekunder. Hipotensi pada pasien dengan
cedera kepala berat berhubungan dengan tingkat mortalitas yang meningkat dua kali lipat
disbanding pasien tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipoksia ditambah hipotensi
berhubungan dengan tingkat mortalitas yang mencapai 75%. Maka dari itu, stabilisasi
kardiopulmoner pada pasien cedera kepala berat adalah prioritas dan dan harus segera tercapai.
Transient respiratory arrest dan hipoksia dapat menyebabkan cedera otak sekunder. Pada
pasien koma, intubasi endotrakeal harus dilakukan segera. Pasien diberi oksigen 100% sampai
didapat gas darah, lalu penysuaian tepat terhadap FIO2. Pulse oxymetri adalah pembantu yang
berguna dan diharapkan didapat saturasi O2> 98%. Hiperventilasi harus digunakan pada pasien
dengan cedera kepala berat secara hati-hati dandipakai hanya saat terjadi penurunan tingkat
neurologic.
Hipotensi biasanya tidak terkait dengan cedera kepala itu sendiri kecuali pada stadium
terminal saat terjadikegagalan vena medular. Perdarahan intrakranila tidak menyebabkan syok
hemoragik. Euvolemia harus segera dilakukan jika pasien hipotensi.Hipotensi adalah penanda kehilangan banyak darah, walau tidak terlalu jelas. Penyebab
yang harus diperhatikan yaitu cedera spinal cord, kontusio jantung atau tamponade dan tension
pneumothorax.
B. Pemeriksaan NeurologisSegera setelah status kardiopulmoner pasien stabil, pemeriksaan neurologis yang cepat dan
langsung. Terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya pupil. Pada pasien koma, respon
motorik dapat dilakukan dengan mencubit otot trapezius atau dengan nail-bed pressure.
C. Secondary SurveyPemeriksaan seperti GCS, lateralisasi dan reaksi pupil sebaiknya dilakukan untuk
mendeteksi penurunan neurologik sedini mungkin.
-
5/25/2018 Trauma Kepala
42/43
42
D. Prosedur Diagnostik8CT scan kepala emergensi harus dilakukan sedini mungkin setelah hemodinamik stabil.
CT scan juga harus diulang bila ada perubahan pada status klinis dan secara rutin 12-24 jam
setelah cedera untuk pasien dengan kontusio atau hematom pada CT scan awal.
PROGNOSA
Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang
agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihanyang baik. Penderita yang
berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinanyang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera
kepala.1
Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma jugasangat
mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita
-
5/25/2018 Trauma Kepala
43/43
43
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:AdvancedTrauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,penerjemah. Edisi 7.
Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.
2. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,Hartanto H,Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.Anatomi Klinik
Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.
3. Dunn LT, Teasdale GM. Head Injury. Dalam : Oxford Textbook of Surgery.2nd ed.Volume 3. Oxford Press;2000.
4. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon LearningSystemLLC;2003
5. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed.Elsevier Churchill Livingstone;2007. 551-61.
6. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrtz Principles of Surgery. 8th ed.McGraw-Hill;2005. 1615-20.
7. Cedera Kepala dalam American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support.1997. USA: First Impression. Halaman 196-235.
8. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological andNeurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins;2003
9. Green, Mark S. Handbook of neurosurgery, fifth edition.thieme. 200110.Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.