trauma kepala

Upload: ressa-oktriani

Post on 15-Oct-2015

49 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

gsaed

TRANSCRIPT

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    1/43

    1

    Bab I

    Status Pasien

    1.1 Identitas Pasien

    Nama : Ny. E

    Usia : 50 tahun

    Jenis kelamin : Perempuan

    Pekerjaan : IRT

    Alamat : Jl. Cempaka Baru Tengah I A

    Tanggal MRS : 28 Februari 2014

    1.2 Anamnesis

    Keluhan utama :

    Nyeri di kepala sejak 2 jam SMRSKeluhan tambahan :

    Mual dan muntah Demam (-) Lemah pada tangan dan kaki (-) Keluar darah dari hidung dan kepala bagian belakang

    Riwayat penyakit sekarang :

    Pasien mengeluh nyeri kepala terutama di kepala bagian belakang setelah kecelakaan

    antara motor dengan motor 2 jam SMRS. Nyeri dirasakan seperti ditusuk -tusuk, nyeri sangat

    dirasakannya terutama pada bagian belakang kepala serta depan kepala, pasien menyangkal

    pusing berputar, Tidak sadarkan diri (-), beberapa menit setelah kejadian pasien mengalami mual

    yang diikuti dengan muntah sebanyak 3x. Pasien ingat kejadian sebelum, saat dan setelah

    kecelakaan, Keluarga pasien mengatakan pada saat setelah kecelakaan keluar darah dari lubang

    hidung dan bagian belakang kepala, namun menyangkal adanya keluar darah dari telinga, pasien

    langsung dibawa ke puskesmas terdekat dan langsung ditangani luka.

    demam (-), kejang (-), gangguan penglihatan (-), penglihatan ganda (-), gangguan

    pendengaran (-), telinga berdenging (-)

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    2/43

    2

    Riwayat penyakit dahulu :

    Hipertensi dan Diabetes Melitus disangkal

    Riwayat penyakit keluarga :

    Ayah menderita hipertensi Diabetes Melitus (-)

    Riwayat pengobatan :

    Pasien telah dilakukan penangan luka pada puskesmas terdekat

    1.3 Pemeriksaan Fisik

    Keadaan umum : tampak sakit sedang

    Kesadaran : komposmentis

    GCS : E= 4, V= 5, M= 6

    Tanda vital :

    - Tekanan darah : 130/80 mmHg- Nadi : 96 kali/ menit- Pernafasan (r) : 20 kali/ menit- Suhu (t) : 36,5 0C

    Status Generalis

    Kepala : terlihat adanya jahitan pada bagian occipital, nyeri tekan (+), nyeri tekansinus (-), hematom (-)

    Rambut : hitam, tumbuh merata, tidak mudah dicabut Mata : konjungtiva pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), raacoon eye (-) Telinga : deformitas (-/-), perdarahan (-/-), battle sign (-), otorhea (-/-) Hidung : deformitas (-), deviasi septum (-), sekret (-), epistaksis (-/-) Tenggorok : faring hiperemis (-), uvula di tengah, arkus faring simetris,

    tonsil T1-T1

    Gigi dan mulut : posisi lidah di tengah Leher : KGB leher tidak teraba membesar

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    3/43

    3

    Paru : vesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/- Jantung : bunyi jantung I/II normal, murmur (-), gallop (-), batas jantung Abdomen : datar, lemas, nyeri tekan (-), hati dan limpa tidak teraba

    membesar, bising usus (+) normal

    Ekstremitas : akral hangat, perfusi perifer baik, edema -/-, kuku pucat

    Status Neurologis

    Pemeriksaan pupil

    Diameter : 2 mm/2 mm Isokor/ anisokor: isokor Refleks cahaya langsung (+) Refleks cahaya tidak langsung (+)

    Pemeriksaan Tanda Rangsang Meningeal

    Kaku kuduk (-) Lasegue sign (-) Kernigs sign (-) Brudzinski I (-) Brudzinski II (-)

    Pemeriksaan Nervus Kranialis

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    4/43

    4

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    5/43

    5

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    6/43

    6

    Anggota Gerak Atas

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    7/43

    7

    Anggota Gerak Bawah

    Tes Fungsi Koordinasi dan keseimbangan

    Tes Romberg (-) Romberg dipertajam (-) Tes Pronasi supinasi (-) Tes telunjuk ke telunjuk (-) Rebound phenomenon (-)

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    8/43

    8

    Tes Kalori : tidak dilakukan1.4 Pemeriksaan Penunjang

    CT Scan (28 Februari 2014):Dilakukan CT scan kepala dengan potongan axial, slice 3 dan 8 mm tanpa kontras

    - Tak tampak fraktur tulang-tulang cranium- Tampak lesi hiperdens dengan perifocal edema di lobus frontalis kanan - kiri- Ventrikel system normal. Tidak tampak deviasi midline- Sulci cerebri normal- Tak tampak lesi hipo/ hiperdens di batang otak dan cerebellum- Orbita kanan dan kiri normal- Mastoid kanan dan kiri normal- Sinus paranasal normal- Kesan : Edema perifocal lobus frontalis dekstra - sinistra

    Laboratorium (28 Februari 2014):Hematologi umum

    Hemoglobin : 11,5 gr %

    Leukosit : 17.400 /mm3

    Hematokrit : 35 %

    Trombosit : 311 rb/mm3

    Gula darah sewaktu : 148 mg/dl

    Liver Profil

    SGOT : 25 u/l

    SGPT : 16 u/l

    Elektrolit

    Na : 141 mEq/L

    K : 3,5 mEq/L

    Cl : 104meq/L

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    9/43

    9

    1.5 Resume

    Pasien datang dengan keluhan nyeri kepala pasca trauma 2 jam SMRS, nyeri kepala

    seperti tertusuk-tusuk, nyeri kepala terus-menerus terutama dirasakan di kepala bagian belakang

    dan bagian depan kepala, nyeri kepala berputar (-), demam (-), penurnan kesadaran (-), beberapa

    menit pasca trauma os mengalami mual yang diikuti dengan muntah sebanyak 3x, pasien

    mengaku masih ingat kejadian sebelum, saat dan setelah kecelakaan, keluarga pasien

    mengatakan adanya keluar darah dari hidung serta kepala bagian belakang, gangguan

    pendengaran (-), gangguan penglihatan (-), kejang (-). Pasien mengaku telah dlakukan penangan

    terhadap lukanya di puskesmas terdekat dari kejadian

    Pemeriksaan Fisik : Kesadaran composmentis, GCS 15, Tanda vital normal, pada pemeriksaan

    generalis bagian kepala terlihat adanya jahitan pada bagian occipital, nyeri tekan (+), raccoon

    eye(-), battle sign (-), epistaksis (-),

    pada pemeriksaan neurologis dalam baatas normal,

    dilakukan pemeriksaan CT Scan kepala tanpa kontras dengan kesan edema perifocal lobus

    frontalis dekstra-sinistra, pada pemeriksaan Laboratorium ditemukan leukosit 17.400 /mm3.

    1.6 Diagnosis Kerja

    Diagnosis Klinis:- Cephalgia

    Diagnosis Topik:- Korteks cerebri

    Diagnosis Etiologi:- Cedera Kepala Ringan

    1.7 Rencana pemeriksaan penunjang

    EEG

    1.8 Penatalaksanaan

    Injeksi:

    Inf. RL 20 tpm Citicolin 2x500 mg

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    10/43

    10

    Ondancentron 2x1 Rantin 2x1

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    11/43

    11

    Analisa Masalah

    Derajat cedera kepala serta dasar diagnose pada kasus ini

    Pada kasus:

    Pasien pada kasus ini tidak mengalami penurunan kesadaran, GCS 15 (komposmentis) serta

    masih ingat sebelum, saat dan setelah kejadian. Maka pasien masuk dalam kriteria derajat cedera

    kepala Ringan.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    12/43

    12

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    Latar BelakangCedera kepala atau yang disebut dengan trauma kapitis adalah ruda paksa tumpul / tajam

    pada kepala atau wajah yang berakibat disfungsicerebral sementara.Merupakan salah satu

    penyebab kematian dan kecacatanutama pada kelompok usia produktif, dan sebagian besar

    karena kecelakaanlalu lintas. Hal ini diakibatkan karena mobilitas yang tinggi di kalangan

    usia produktif sedangkan kesadaran untuk menjaga keselamatan di jalan masihrendah, disamping

    penanganan pertama yang belum benar - benar, sertarujukan yang terlambat.

    Di Indonesia kejadian cidera kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus.

    Dari jumlah diatas , 10% penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Dari pasien yang

    sampai di rumah sakit , 80% dikelompokan sebagai cedera kepala ringan, 10 % termasuk cedera

    sedangdan 10% sedang, dan 10 % termasuk cedera kepala berat.

    Cedera kepala merupakan keadaan yang serius, sehingga diharapkan para dokter

    mempunyai pengetahuan praktis untuk melakukan pertolongan pertama pada penderita.

    Tindakan pemberian oksigen yang adekuat danmempertahankan tekanan darah yang cukup untuk

    perfusi otak danmenghindarkan terjadinya cedera otak sekunder merupakan pokok-

    pokok tindakan yang sangat penting untuk keberhasilan kesembuhan penderita.Sebagai tindakan

    selanjutnya yang penting setelah primary survey adalahidentifikasi adanya lesi masa yang

    memerlukan tindakan pembedahan, dan yang terbaik adalah pemeriksaan dengan CT Scan

    kepala.

    Pada penderita dengan cedera kepala ringan dan sedang hanya 3% -5% yang memerlukan

    tindakan operasi kurang lebih 40% dan sisanya dirawat secara konservatif. Prognosis pasien

    cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat. Adapun

    pembagian trauma kapitis adalah:Simple head injury, Commutiocerebri, Contusion cerebri, Laceratio cerebri, Basis cranii

    fracture. Simple head injury dan Commutio cerebri sekarang digolongkan sebagai cedera kepala

    ringan, sedangkan Contusio cerebri dan Laceratio cerebri digolongkan sebagai cedera kepala

    berat.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    13/43

    13

    Pada penderita korban cedera kepala, yang harus diperhatikan adalah pernafasan,

    peredaran darah dan kesadaran, sedangkan tindakan resusitasi, anamnesa dan pemeriksaan fisik

    umum dan neurologist harus dilakukansecara serentak. Tingkat keparahan cedera kepala harus

    segera ditentukan pada saat pasien tiba di Rumah Sakit

    II.1 Anatomi

    a. Kulit KepalaKulit kepala terdiri dari 5 lapisan yang disebut SCALP yaitu; skin atau kulit, connective

    tissue atau jaringan penyambung, aponeurosis atau galea aponeurotika, loose conective tissue

    atau jaringan penunjang longgar danpericranium. 1,2

    b. Tulang TengkorakTulang tengkorak terdiri dari kubah (kalvaria) dan basis kranii

    3,4. Tulang tengkorak terdiri

    dari beberapa tulang yaitu frontal, parietal, temporal dan oksipital.2,5

    Kalvaria khususnya di regio

    temporal adalah tipis, namun di sini dilapisi oleh otot temporalis. Basis kranii berbentuk tidak

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    14/43

    14

    rata sehingga dapat melukai bagian dasar otak saat bergerak akibat proses akselerasi dan

    deselerasi. Rongga tengkorak dasar dibagi atas 3 fosa yaitu : fosa anterior tempat lobus

    frontalis, fosa media tempat temporalis dan fosa posterior ruang bagi bagian bawah batang

    otak dan serebelum.1

    C. MeningenSelaput meningen menutupi seluruh permukaan otak dan terdiri dari 3 lapisan yaitu :

    1. Duramater

    Duramater secara konvensional terdiri atas dua lapisan yaitu lapisan endosteal dan lapisan

    meningeal.2 Duramater merupakan selaput yang keras, terdiri atas jaringan ikat fibrisa yang

    melekat erat pada permukaan dalam dari kranium. Karena tidak melekat pada selaput arachnoid

    di bawahnya, maka terdapat suatu ruang potensial (ruang subdura) yang terletak antara

    duramater dan arachnoid, dimana sering dijumpai perdarahan subdural. Pada cedera otak,

    pembuluh-pembuluh vena yang berjalan pada permukaan otak menuju sinus sagitalis superior di

    garis tengah atau disebut Bridging Veins, dapat mengalami robekan dan menyebabkan

    perdarahan subdural. Sinus sagitalis superior mengalirkan darah vena ke sinus transversus dan

    sinus sigmoideus. Laserasi dari sinus-sinus ini dapat mengakibatkan perdarahan hebat.1

    Arteri meningea terletak antara duramater dan permukaan dalam dari kranium (ruangepidural). Adanya fraktur dari tulang kepala dapat menyebabkan laserasi pada arteri-arteri ini

    dan menyebabkan perdarahan epidural. Yang paling sering mengalami cedera adalah arteri

    meningea media yang terletak pada fosa temporalis (fosa media).1

    2. Selaput Arakhnoid

    Selaput arakhnoid merupakan lapisan yang tipis dan tembus pandang.Selaput arakhnoid

    terletak antara pia mater sebelah dalam dan dura mater sebelah luar yang meliputi otak. Selaput

    ini dipisahkan dari dura mater oleh ruang potensial, disebutspatium subdural dan dari pia mater

    oleh spatium subarakhnoid yang terisi oleh liquor serebrospinalis.2 Perdarahan umumnya

    disebabkan akibat cedera kepala.1

    3. Pia mater

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    15/43

    15

    Pia mater melekat erat pada permukaan korteks serebri.1. Pia mater adarah membrana

    vaskular yang dengan erat membungkus otak, meliputi gyri dan masuk kedalam sulci yang

    paling dalam. Membrana ini membungkus saraf otak dan menyatu dengan epineuriumnya.

    Arteri-arteri yang masuk kedalam substansi otak juga diliputi oleh pia mater.5

    D. OtakOtak merupakan suatu struktur gelatin yang mana berat pada orang dewasa sekitar 14 kg.

    5

    Otak terdiri dari beberapa bagian yaitu; proensefalon (otak depan) terdiri dari serebrum dan

    diensefalon, mesensefalon (otak tengah) dan rhombensefalon (otak belakang) terdiri dari pons,

    medula oblongata dan serebellum.3

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    16/43

    16

    Fisura membagi otak menjadi beberapa lobus.

    5

    Lobus frontal berkaitan dengan fungsiemosi, fungsi motorik dan pusat ekspresi bicara. Lobus parietal berhubungan dengan fungsi

    sensorik dan orientasi ruang. Lobus temporal mengatur fungsi memori tertentu. Lobus oksipital

    bertanggung jawab dalam proses penglihatan. Mesensefalon dan pons bagian atas berisi sistem

    aktivasi retikular yang berfungsi dalam kesadaran dan kewapadaan. Pada medula oblongata

    terdapat pusat kardiorespiratorik. Serebellum bertanggung jawab dalam fungsi koordinasi dan

    keseimbangan.1

    E. Cairan serebrospinalis

    Cairan serebrospinal (CSS) dihasilkan oleh plexus khoroideus dengan kecepatan produksi

    sebanyak 20 ml/jam. CSS mengalir dari ventrikel lateral melalui foramen monro menuju

    ventrikel III, dari akuaduktus sylvius menuju ventrikel IV. CSS akan direabsorbsi ke dalam

    sirkulasi vena melalui granulasio arakhnoid yang terdapat pada sinus sagitalis superior. Adanya

    darah dalam CSS dapat menyumbat granulasio arakhnoid sehingga mengganggu penyerapan

    CSS dan menyebabkan kenaikan takanan intracranial.1Angka rata-rata pada kelompok populasi

    dewasa volume CSS sekitar 150 ml dan dihasilkan sekitar 500 ml CSS per hari.6

    F. TentoriumTentorium serebeli membagi rongga tengkorak menjadi ruang supratentorial (terdiri dari

    fosa kranii anterior dan fosa kranii media) dan ruang infratentorial (berisi fosa kranii posterior).1

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    17/43

    17

    G. Perdarahan OtakOtak disuplai oleh dua arteri carotis interna dan dua arteri vertebralis. Keempat arteri ini

    beranastomosis pada permukaan inferior otak dan membentuk sirkulus Willisi. Vena-vena otak

    tidak mempunyai jaringan otot didalam dindingnya yang sangat tipis dan tidak mempunyai

    katup. Vena tersebut keluar dari otak dan bermuara ke dalam sinus venosus cranialis.2

    II.2. FISIOLOGI

    A. Tekanan intracranial (TIK)Berbagai proses patologis yang mengenai otak dapat mengakibatkan perubahan tekanan

    intrakranial yang selanjutnya akan mengganggu fungsi otak yang akhirnya berdampak buruk

    terhadap penderita. Tekanan intrakranial yang tinggi dapat menimbulkan gangguan fungsi otak

    dan mempengaruhi kesembuhan penderita. Jadi kenaikan tekanan intrakranial (TIK) tidak hanya

    merupakan indikasi adanya masalah serius dalam otak, tetapi justru merupakan masalah

    utamanya. TIK normal pada saat istirahat kira-kira 10 mmHg (136 mmH2O). TIK lebih tinggi

    dari 20 mmHg dianggap tidak normal dan TIK lebih dari 40mmHg termasuk ke dalam kenaikan

    TIK berat. Semakin tinggi TIK setelah cedera kepala semakin buruk prognosisnya.(7)

    B. Doktrin Monro-KellieKonsep utama doktrin Monro-Kellie adalah bahwa volume intrakranial selalu konstan,

    karena rongga kranium pada dasarnya merupakan rongga yang tidak mungkin terekspansi. TIK

    yang normal tidak berarti tidak adanya lesi massa intrakranial, karena TIK umumnya tetap dalam

    batas normal sampai kondisi penderita mencapai titik dekompensasi dan memasuki fase

    ekspansional kurva tekanan-volume.(Gambar 1)(7)

    Gambar 1. Kompensasi intracranial terhadap massa yang ekspans

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    18/43

    18

    C. Tekanan Perfusi Otak (TPO)Tekanan perfusi otak merupakan indikator yang sama penting dengan TIK. TPO

    mempunyai formula sebagai berikut:

    TPO = MAPTIK

    Maka dari itu, mempertahankan tekanan darah yang adekuat pada penderita cedera kepala

    adalah sangat penting, terutama pada keadaan TIK yang tinggi.(1)

    TPO kurang dari 70mmHg umunya berkaitan dengan prognosis yang buruk pada penderita

    cedera kepala.

    D. Aliran Darah ke Otak (ADO)Aliran darah ke otak normal kira-kira 50 ml/100 gr jaringan otak/menit. Bila ADO

    menurun sampai 20-25ml/100 gr/menit, aktivitas EEG akan hilang dan pada ADO 5 ml/100

    gr/menit, sel-sel otak mengalami kematian dan terjadi kerusakan menetap. Pada penderita

    trauma, fenomena autoregulasi akan mempertahankan ADO pada tingkat konstan apabila MAP

    50-160 mmHg. Bila MAP < 50mmHg ADO menurun curam, dan bila MAP >160mmHg terjadi

    dilatasi pasif pembuluh darah otak dan ADO meningkat. Mekanisme autoregulasi sering

    mengalami gangguan pada penderita cedera kepala. Akibatnya penderita tersebut sangat rentan

    terhadap cedera otak sekunder karena iskemi sebagai akibat hipotensi yang tiba-tiba.(7)

    Bila mekanisme kompensasi tidak bekerja dan terjadi kenaikan eksponensial TIK, perfusi

    otak sangat berkurang, terutama pada penderita yang mengalami hipotensi. Maka dari itu, bilaterdapat TTIK, harus dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang adekuat tetap harus

    dipertahankan.(7)

    Etiologi

    Penyebab terbanyak trauma kepala adalah kecelakaan lalu lintas dimana lebih dari

    setengah kasus terjadi lebih sering pada daerah perkotaan. Penyebab lainnya adalah jatuh dari

    tempat tinggi, korban kekerasan, trauma akibat olahraga, dan trauma penetrasi. Trauma kepaladua sampai empat kali lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan pada perempuan, dan

    lebih sering terjadi pada umur kurang dari 35 tahun.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    19/43

    19

    II.3 Patofisiologi

    Pada cedera kepala, kerusakan otak dapat terjadi dalam dua tahap yaitu cedera primer dan

    cedera sekunder. Cedera primer merupakan cedera pada kepala sebagai akibat langsung dari

    suatu ruda paksa, dapat disebabkan benturan langsung kepala dengan suatu benda keras maupun

    oleh proses akselarasi deselarasi gerakan kepala. Dalam mekanisme cedera kepala dapat terjadi

    peristiwa coup dan contrecoup. Cedera primer yang diakibatkan oleh adanya benturan pada

    tulang tengkorak dan daerah sekitarnya disebut lesi coup. Pada daerah yang berlawanan dengan

    tempat benturan akan terjadi lesi yang disebut contrecoup.1Akselarasi-deselarasi terjadi karena

    kepala bergerak dan berhenti secara mendadak dan kasar saat terjadi trauma. Perbedaan densitas

    antara tulang tengkorak (substansi solid) dan otak (substansi semisolid) menyebabkan tengkorak

    bergerak lebih cepat dari muatan intrakranialnya. Bergeraknya isi dalam tengkorak memaksa

    otak membentur permukaan dalam tengkorak pada tempat yang berlawanan dari benturan

    (contrecoup).8

    Cedera sekunder merupakan cedera yang terjadi akibat berbagai proses patologis yang

    timbul sebagai tahap lanjutan dari kerusakan otak primer, berupa perdarahan, edema otak,

    kerusakan neuron berkelanjutan, iskemia, peningkatan tekanan intrakranial dan perubahan

    neurokimiawi.8

    Fraktur tengkorak

    Fraktur tengkorak dapat terjadi pada kalvaria atau basis. Pada fraktur kalvaria ditentukan

    apakah terbuka atau tertutup, linear atau stelata, depressedatau non depressed. Fraktur tengkorak

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    20/43

    20

    basal sulit tampak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT scan dengan setelan jendela-

    tulang untuk memperlihatkan lokasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih dari

    ketebalan tengkorak (> 1 tabula) memerlukan operasi elevasi. Fraktura tengkorak terbuka atau

    compound berakibat hubungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan serebral karena

    duranya robek, dan fraktura ini memerlukan operasi perbaikan segera.

    Frekuensi fraktura tengkorak bervariasi, lebih banyak fraktura ditemukan bila penelitian

    dilakukan pada populasi yang lebih banyak mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria linear

    mempertinggi risiko hematoma intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali

    pada pasien yang tidak sadar. Fraktura kalvaria linear mempertinggi risiko hematoma

    intrakranial sebesar 400 kali pada pasien yang sadar dan 20 kali pada pasien yang tidak sadar.

    Untuk alasan ini, adanya fraktura tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sakit

    untuk pengamatan, tidak peduli bagaimana baiknya tampak pasien tersebut.

    Lesi Intrakranial

    Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difusa, walau kedua bentuk

    cedera ini sering terjadi bersamaan. Lesi fokal termasuk hematoma epidural, hematoma subdural,

    dan kontusi (atau hematoma intraserebral). Pasien pada kelompok cedera otak difusa, secara

    umum, menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan perubahan sensorium atau bahkan

    koma dalam. Basis selular cedera otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun terakhir ini.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    21/43

    21

    Hematoma Epidural

    Epidural hematom (EDH) adalah perdarahan yang terbentuk di ruang potensial antara

    tabula interna dan duramater. Paling sering terletak diregio temporal atau temporalparietal dan

    sering akibat robeknya pembuluh meningeal media. Perdarahan biasanya dianggap berasal

    arterial, namun mungkin sekunder dari perdarahan vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,

    hematoma epidural mungkin akibat robeknya sinus vena, terutama diregio parietal-oksipital atau

    fossa posterior. Walau hematoma epidural relatif tidak terlalu sering (0.5% dari keseluruhan atau

    9% dari pasien koma cedera kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis dan

    ditindak segera. Bila ditindak segera, prognosis biasanya baik karena cedera otak disekitarnya

    biasanya masih terbatas. Outcome langsung bergantung pada status pasien sebelum operasi.

    Mortalitas dari hematoma epidural sekitar 0% pada pasien tidak koma, 9% pada pasien

    obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.8

    Gejala dan tanda EDH9:

    Hilangnya kesadaran posttraumatik / posttraumatic loss of consciousness (LOC) secarasingkat.

    Terjadi lucid interval untuk beberapa jam. Keadaan mental yang kaku (obtundation), hemiparesis kontralateral, dilatasi pupil

    ipsilateral.

    Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan

    kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering juga

    tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di observasi

    dengan teliti. Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera

    kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala. Gejala yang sering

    tampak :penurunan kesadaran, bisa sampai koma,Bingung,Penglihatan kabur , Susah bicara,

    Nyeri kepala yang hebat, Keluar cairan darah dari hidung atau telinga, Nampak luka yang

    adalam atau goresan pada kulit kepala., Mual, Pusing, Berkeringat,pucat, Pupil anisokor,

    yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa

    dijumpai hemiparese atau serangan epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan

    mencapai maksimal dan reaksi cahaya pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    22/43

    22

    tanda sudah terjadi herniasi tentorial. Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada

    tahap akhir, kesadaran menurun sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami

    pelebaran sampai akhirnya kedua pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan

    tanda kematian.

    Gejala-gejala respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi

    rostrocaudal batang otak. Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar

    otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.

    Dengan pemeriksaan CT Scan akan tampak area hiperdens yang tidak selalu homogeny,

    bentuknya biconvex sampai planoconvex, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke

    sisi kontralateral (tanda space occupying lesion). Batas dengan corteks licin, densitas duramater

    biasanya jelas, bila meragukan dapat diberikan injeksi media kontras secara intravena sehingga

    tampak lebih jelas.10

    Hematoma Subdural

    Hematoma subdural (SDH) adalah perdarahan yang terjadi di antara duramater dan

    arakhnoid. SDH lebih sering terjadi dibandingkan EDH, ditemukan sekitar 30% penderita

    dengan cedera kepala berat. Terjadi paling sering akibat robeknya vena bridging antara korteks

    serebral dan sinus draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi permukaan atau

    substansi otak. Fraktura tengkorak mungkin ada atau tidak. Selain itu, kerusakan otak yang

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    23/43

    23

    mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih berat dan prognosisnya lebih buruk

    dari hematoma epidural. Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin diperkecil oleh tindakan

    operasi yang sangat segera dan pengelolaan medis agresif.

    Gejala Klinis

    1. Subdural Akut Hematoma

    Subdural akut hematoma menimbulkan gejala neurologik dalam 24 sampai 48 jam setelah

    cedera. Dan berkaitan erat dengan trauma otak berat. Gangguan neurologik progresif disebabkan

    oleh tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang

    selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadan ini dengan cepat menimbulkan

    berhentinya pernapasan dan hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.

    2. Subdural Subakut Hematoma

    Hematoma ini menyebabkan defisit neurologik dalam waktu lebih dari 48 jam tetapi

    kurang dari 2 minggu setelah cedera. Seperti pada hematoma subdural akut, hematoma ini juga

    disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan subdural. Anamnesis klinis dari penderita

    hematoma ini adalah adanya trauma kepalayang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya

    diikuti perbaikan status neurologik yang perlahan-lahan. Namun jangka waktu tertentu penderita

    memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai

    menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial

    seiring pembesaran hematoma, penderita mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan tidak

    memberikan respon terhadap rangsangan bicara maupun nyeri. Pergeseran isi intracranial dan

    peningkatan intracranial yang disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan hernia

    siunkus atau sentral dan melengkapi tanda-tanda neurologik dari kompresi batang otak.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    24/43

    24

    3. Subdural Kronik Hematoma

    Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan bahkan beberapa

    tahun setelah cedera pertama. Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan

    subdural. Terjadi perdarahan secara lambat dalam ruangan subdural. Dalam 7 sampai 10 hari

    setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan adanya selisih

    tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi kerusakan sel-sel

    darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang menyebabkan perdarahan

    lebih lanjutdengan merobek membran atau pembuluh darah di sekelilingnya, menambah ukuran

    dan tekanan hematoma. Subdural Hematoma yang bertambah luas secara perlahan paling sering

    terjadi pada usia lanjut (karena venanya rapuh) dan pada alkoholik. Pada kedua keadaanini,

    cedera tampaknya ringan; selama beberapa minggu gejalanya tidak dihiraukan. Hasil

    pemeriksaan CT scan dan MRI bisa menunjukkan adanya genangan darah. Subdural Hematoma

    pada bayi bisa menyebabkan kepala bertambah besar karena tulang tengkoraknya masih lembut

    dan lunak. Subdural Hematoma yang kecil pada dewasa seringkali diserap secara spontan.

    Hematoma subdural yang besar, yang menyebabkan gejala-gejala neurologis biasanya

    dikeluarkan melalui pembedahan.

    Kontusi dan hematoma intraserebral.

    Kontusi serebral sejati terjadi cukup sering. Selanjutnya, kontusi otak hampir selalu

    berkaitan dengan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi terjadi dilobus frontal dan

    temporal, walau dapat terjadi pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang otak. Perbedaan

    antara kontusi dan hematoma intraserebral traumatika tidak jelas batasannya. Bagaimanapun,

    terdapat zona peralihan, dan kontusi dapat secara lambat menjadi hematoma intraserebral dalam

    beberapa hari.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    25/43

    25

    Gejala dan tanda :

    1.Sakit kepala mendadak yang eksplosif

    2. Fotofobia

    3.Mual dan muntah

    4.Hilang kesadaran

    5.Kejang-kejang

    6.Gangguan respiratori

    7.Shock

    II.4. Klasifikasi

    Cedera kepala diklasifikasikan secara praktis dikenal tiga deskripsi klasifikasi yaitu

    berdasarkan:

    4.1. Mekanisme

    Cedera kepala tumpul, biasanya berkaitan dengan kecelakaan mobil-motor, jatuh, ataupukulan benda tumpul.

    Cedera kepala tembus, disebabkan oleh peluru atau tusukan. Adanya penetrasi selaputdura menentukan cedera apakah cedera tembus atau tumpul.

    4.2.Beratnya cedera

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    26/43

    26

    GCS digunakan secara umum dalam deskripsi beratnya cedera penderita kepala. Penderita

    dengan GCS 14-15 diklasifikasikan ke dalam cedera kepala ringan, GCS 9-13 termasuk cedera

    kepala sedang, dan GCS 3-8 termasuk cedera kepala berat.(1)

    Glasgow Coma Scale Ni lai

    Respon membuka mata (E)

    Buka mata spontan

    Buka mata bila dipanggil/rangsangan suara

    Buka mata bila dirangsang nyeri

    Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

    4

    3

    2

    1

    Respon verbal (V)

    Komunikasi verbal baik, jawaban tepat

    Bingung, disorientasi waktu, tempat, dan orang

    Kata-kata tidak teratur

    Suara tidak jelas

    Tak ada reaksi dengan rangsangan apapun

    5

    4

    3

    2

    1

    Respon motorik (M)

    Mengikuti perintah

    Dengan rangsangan nyeri, dapat mengetahui tempat

    rangsanganDengan rangsangan nyeri, menarik anggota badan

    Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi fleksi abnormal

    Dengan rangsangan nyeri, timbul reaksi ekstensi abnormal

    Dengan rangsangan nyeri, tidak ada reaksi

    6

    5

    43

    2

    1

    4.3Morfologi Cedera Kepala PrimerCedera kepala primer dibagi dalam lima kategori:

    a. Kerusakan kulit kepalaKerusakan kulit kepala dapat dimulai dari kontusi jaringan yang kecil sampai dengan

    avulsi total dari lapisan kulit kepala. Karena kulit kepala kaya akan pembuluh darah, maka

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    27/43

    27

    laserasi yang besar dapat menyebabkan kehilangan darah yang banyak dan dapat menyebabkan

    syok.

    b. Fraktur tulang kepalaFraktur tulang kepala merupakan hasil dari trauma tumpul atau penetrasi. Fraktur tulang

    kepala dapat dikategorikan menjadi fraktur linier dan fraktur depressed. Fraktur linier dapat

    terjadi pada kubah kranium atau basis kranium, tergantung pada beban energi yang terjadi

    dengan arah jarak deselerasi, dan bentuk objek yang membentur kepala.

    c. Fraktur linier pada kubah kraniumFraktur linier terjadi secara sekunder terhadap kekuatan yang besar pada permukaan yang

    lebar, merupakan cedera benturan yang disebabkan oleh perubahan bentuk kepala dari sisi

    benturan. Faktor-faktor yang mempengaruhi adalah kejadian, sisi, arah dan tingkat fraktur.

    d. Fraktur basis kraniiFraktur basis kranii terjadi pada 19-21% dari semua fraktur tulang kepala dan 4% dari

    seluruh cedera kepala. Fraktur basis kranii sering merupakan ekstensi dari fraktur kubah

    kranium, dapat juga timbul dari aliran beban pada benturan langsung pada basis kranii.

    Tempat-tempat yang relatif lemah pada basis kranii adalah sinus sfenoid, foramen

    magnum, hubungan temporal dengan petrosum, sfenoid ring bagian dalam. Tempat-tempat ini

    mudah terjadi fraktur. Gambaran fraktur tergantung dari kekuatan tenaga,struktur tulang danforamen pada basis kranii. Fraktur basis kranii dengan robek dura sangat mudah terjadi infeksi

    atau dapat juga terjadi fistula pada duramater yang ditandati dengan bocornya LCS berupa

    rinorre dan ottorea.

    http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/140DOE2.JPG&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/781eme0824-16.jpg&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/140DOE2.JPG&template=izoom2http://www.emedicine.com/cgi-bin/foxweb.exe/makezoom@/em/makezoom?picture=/websites/emedicine/emerg/images/Large/781eme0824-16.jpg&template=izoom2
  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    28/43

    28

    Fraktur basis kranii juga berhubungan dengan cedera saraf otak dan pembuluh darah,

    karena dapat terjadi terpotongnya saraf otak atau pembuluh darah oleh fragmen fraktur atau

    strangulasi.

    e. Fraktur depressedFraktur depressed biasanya merupakan dari gaya yang terlokalisir pada satu tempat di

    kepala. Ketika gaya tersebut cukup besar, atau terkonsentrasi pada daerah sempit, tulang

    terdesak ke bawah, sehingga menghasilkan fraktur depressed. Keadaaan tersebut tergantung dari

    besarnya benturan dan kelenturan tulang kepala.

    II.5. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik

    1. Anamnesis

    I. Identifikasi pasien (nama, umur, jenis kelamin, pekerjaan)

    II. Keluhan utama, dapat berupa :

    Penurunan kesadaran Nyeri kepala

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    29/43

    29

    III.Anamnesis tambahan :

    Kapan terjadinya ( untuk: mengetahui onset) Bagaimana mekanisme terjadinya trauma, bagian tubuh yang terkena dan tingkat

    keparahannya ?

    Apakah ada pingsan ? Apakah pernah sadar setelah pingsan ? Apakah ada nyeri kepala, kejang, mual dan muntah ? Apakah ada perdarahan dari telinga, hidung dan mulut ? Riwayat AMPLE : Allergy, Medication (sebelumnya), Past Illness (penyakit

    penyerta), Last Meal, Event/Environment yang berhubungan dengan kejadian

    trauma

    Komplikasi / Penyulit

    1. Memakai helm atau tidak (untuk kasus KLL)

    2. Pingsan atau tidak (untuk mengetahui apakah terjadi Lucid interval)

    3. Ada sesak nafas, batuk-batuk

    4. Muntah atau tidak

    5. Keluar darah dari telinga, hidung atau mulut

    6. Adanya kejang atau tidak

    7. Adanya trauma lain selain trauma kepala (trauma penyerta)

    8. Adanya konsumsi alkohol atau obat terlarang lainnya

    9.Adanya riwayat penyakit sebelumnya (Hipertensi, DM)

    Pertolongan pertama (apakah sebelum masuk rumah sakit penderita sudah mendapat

    penanganan). Penanganan di tempat kejadian penting untuk menentukan penatalaksanaan dan

    prognosis selanjutnya.

    2 Pemeriksaan Fisik

    1.Primary Survey

    A.Airway,dengan kontrol servikal:

    Yang pertama harus dinilai adalah jalan nafas, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi

    jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur tulang wajah, fraktur mandibula atau

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    30/43

    30

    maksila, fraktur laring atau trakea.

    Bila penderita dapat berbicara atau terlihat dapat berbicarajalan nafas bebas. Bila penderita terdengar mengeluarkan suara seperti tersedak atau berkumur - ada

    obstruksi parsial.

    Bila penderita terlihat tidak dapat bernafas - obstruksi total.- Jika penderita mengalami penurunan kesadaran atau GCS < 8 keadaan

    tersebut definitif memerlukan pemasangan selang udara.

    - Selama pemeriksaan jalan nafas, tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi ataurotasi pada leher.

    - Dalam keadaan curiga adanya fraktur servikal atau penderita datang denganmultiple trauma, maka harus dipasangkan alat immobilisasi pada leher,

    sampai kemungkinan adanya fraktur servikal dapat disingkirkan.

    B.Breathing, dengan ventilasi yang adekuat

    Pertukaran gas yang terjadi saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen danmengeluarkan karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi fungsi yang

    baik dari paru, dinding dada, dan diafragma.

    Pada inspeksi, baju harus dibuka untuk melihat ekspansi pernafasan dan jumlahpernafasan per menit, apakah bentuk dan gerak dada sama kiri dan kanan.

    Perkusi dilakukan untuk mengetahui adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknva udara ke dalam paru-paru.

    Keterangan tambahan :

    1. Gejala tension pneumothoraks :Nyeri dada dan sesak nafas yang progresif, distress pernafasan. takikardi, hipotensi, deviasi

    trakea ke arah yang sehat, hilang suara nafas pada satu sisi, dan distensi vena leher, hipersonor,sianosis (manifestasi lanjut).

    2. Gejala Flail Chest :Gerak thorax asimetris (tidak terkoordinasi), palpasi gerakan pernafasan abnormal, dan

    http://penurur.an/http://penurur.an/
  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    31/43

    31

    krepitasi iga atau fraktur tulang rawan.

    3. Gejala Open pneumothorax:Hipoksia dan hiperkapnia

    4. Gejala hematothorax: Nyeri dan sesak nafas Pada inspeksi mungkin gerak nafas tertinggal atau pucat karena perdarahan.

    Fremikus sisi yang terkena lebih keras dari sisi yang lain.

    Pada perkusi, didapatkan pekak dengan batas dan bunyi nafas tidak terdengar ataumenghilang.

    C. Circulation, dengan kontrol perdarahan

    a. Volume darah

    Suatu keadaan hipotensi harus dianggap hipovolemik sampai terbukti sebaliknya. Jika volume turun, maka perfusi ke otak dapat berkurang sehingga dapat mengakibatkan

    penurunan kesadaran.

    Penderita trauma yang kulitnya kemerahan terutama pada wajah dan ekstremitas, jarangdalarn keadaan hipovolemik. Wajah pucat keabu-abuan dan ekstremitas yang dingin

    merupakan tanda hipovolemik.

    Nadio Periksa kekuatan, kecepatan, dan iramao Nadi yang tidak cepat, kuat, dan teratur : normovolemiao Nadi yang cepat, kecil : hipovolemiko Kecepatan nadi yang normal bukan jaminan normovolemiao Tidak ditemukannya pulsasi dari arteri besar, merupakan tanda

    diperlukan resusitasi segera.

    b. Perdarahan

    Perdarahan eksternal harus dikelola pada primary survey dengan cara penekanan pada luka

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    32/43

    32

    D.Disability

    Evaluasi terhadap keadaan neurologis secara cepat. Yang dinilai adalah tingkat kesadaran,

    ukuran pupil dan reaksi pupil terhadap cahaya dan adanya parese.

    Suatu cara sederhana menilai tingkat kesadaran dengan AVPU

    A : sadar (Alert) V : respon terhadap suara (Verbal) P : respon terhadap nyeri (Pain) U : tidak berespon (Unresponsive)Glasgow Coma Scale adalah sistem skoring sederhana dan dapat memperkirakan keadaan

    penderita selanjutnya. Jika belum dapat dilakukan pada primary survey, GCS dapat diiakukan

    pada secondary survey.

    Menilai tingkat keparahan cedera kepala melalui GCS :

    A. Cedera kepala ringan (kelompok risiko rendah)o Skor GCS 15 (sadar penuh, atentif; orientatif)o Tidak ada kehilangan kesadaran (misalnya : konklusi)o Tidak ada intoksikasi alkohol atau obat terlarango Pasien dapat tnengeluh nyeri kepala dan pusingo Pasien dapat menderita abrasi, Iaserasi, atau hematoma kulit kepalao

    Tidak ada kriteria cedera sedang-berat.

    B.Cedera kepala sedang, (kelompok risiko sedang)o Skor GCS 9-14 (konfusi, letargi, atau stupor)o Konklusio Muntaho Tanda kemungkinan fraktur kranium (tanda Battle, mata rabun, hemotimpanum,

    otorea atau rinorea cairan serebro spinal)

    o Kejang.

    C.Cedara kepala berat (kelompok risiko berat)o Skor GCS 3-8 (koma)o Penurunan derajat kesadaran secara progresif

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    33/43

    33

    o Tanda neurologis fokalo Cedera kepata penetrasi atau teraba fraktur depresi kranium

    Penurunan kesadaran dapat terjadi karena berkurangnya perfusi ke otak atau trauma

    langsung ke otak. Alkohol dan obat-obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Jika

    hipoksia dan hipovolemia sudah disingkirkan, maka trauma kepala dapat dianggap sebagai

    penyebab penurunan kesadaran, bukan alkohol sampai terbukti sebaliknya.

    E.Exposure

    Penderita trauma yang datang harus dibuka pakaiannya dan dilakukan evaluasi terhadap

    jejas dan luka.

    2. Secondary Survey

    Pemeriksaan dari kepala sampai kaki (head to toe, examination), termasuk reevaluasi tanda

    vital.Cari adanya tanda-tanda:

    Racoon eyes sign (echimosis periorbital) Battles Sign (echimosis retroaorikuler) Rhinorrhea , Otorhea (tanda kebocoran LCS)

    Segera setelah status kardiovaskular penderita stabil, dilakukan pemeriksaan naeurologis

    lengkap.

    Tingkat kesadaran dengan GCS Pupil : dinilai isokor atau anisokor, diameter pupil, reaksi cahaya. Motorik : dicari apakah ada parese atau tidak

    Interpretasi pemeriksaan pupil pada penderita cedera kepala

    Ukuran Pupil Reaksi Cahaya Interpretasi

    Dilatasi unilateral Lambat atau (-) Paresis N III akibat kompresi

    sekunder herniasi tentorial

    Dilatasi bilateral Lambat atau (-) Perfusi otak tidak cukup, parese

    N III bilateral

    Dilatasi unilateral (equal) Reaksi menyilang

    (Marcus-Gunn)

    Cedera N. Optikus

    Konstriksi Bilatral Sulit dilihat Obta atau opiat, enchepalopati

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    34/43

    34

    metabolik, lesi pons

    Konstriksi unilateral Positif Cedera saraf simpatik

    Pada bagian ini dilakukan pemeriksaan neurologis lengkap yaitu GCS jika belumdilakukan pada primary survey

    Dilakukan X-ray foto pada bagian vang terkena trauma dan terlihat ada jejas.

    II.6 Penanganan

    Penanganan awal cedera kepala pada dasarnya mempunyai tujuan: (1) Memantau sedini

    mungkin dan mencegah cedera otak sekunder; (2) Memperbaiki keadaan umum seoptimal

    mungkin sehingga dapat membantu penyembuhan sel-sel otak yang sakit.

    Penanganan dimulai sejak di tempat kejadian secara cepat, tepat, dan aman. Pendekatan

    tunggu dulu pada penderita cedera kepala sangat berbahaya, karena diagnosis dan penanganan

    yang cepat sangatlah penting. Cedera otak sering diperburuk oleh akibat cedera otak sekunder.

    Penderita cedera kepala dengan hipotensi mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak daripada

    tanpa hipotensi. Adanya hipoksia dan hipotensi akan menyebabkan mortalitas mencapai 75persen. Oleh karena itu, tindakan awal berupa stabilisasi kardiopulmoner harus dilaksanakan

    secepatnya.

    Faktor-faktor yang memperjelek prognosis: (1) Terlambat penanganan awal/resusitasi; (2)

    Pengangkutan/transport yang tidak adekuat; (3) Dikirim ke RS yang tidak adekuat; (4) Terlambat

    dilakukan tindakan bedah; (5) Disertai cedera multipel yang lain.

    Penanganan di Tempat Kejadian

    Dua puluh persen penderita cedera kepala mati karena kurang perawatan sebelum sampai

    di rumah sakit. Penyebab kematian yang tersering adalah syok, hipoksemia, dan hiperkarbia.

    Dengan demikian, prinsip penanganan ABC (airway, breathing, dan circulation) dengan tidak

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    35/43

    35

    melakukan manipulasi yang berlebihan dapat memberatkan cedera tubuh yang lain, seperti leher,

    tulang punggung, dada, dan pelvis.

    Umumnya, pada menit-menit pertama penderita mengalami semacam brainshockselama

    beberapa detik sampai beberapa menit. Ini ditandai dengan refleks yang sangat lemah, sangat

    pucat, napas lambat dan dangkal, nadi lemah, serta otot-otot flaksid bahkan kadang-kadang pupil

    midriasis. Keadaan ini sering disalahtafsirkan bahwa penderita sudah mati, tetapi dalam waktu

    singkat tampak lagi fungsi-fungsi vitalnya. Saat seperti ini sudah cukup menyebabkan terjadinya

    hipoksemia, sehingga perlu segera bantuan pernapasan.

    Yang pertama harus dinilai adalah kelancaran jalan napas ( airway). Jika penderita dapat

    berbicara maka jalan napas kemungkinan besar dalam keadaan adekuat. Obstruksi jalan napas

    sering terjadi pada penderita yang tidak sadar, yang dapat disebabkan oleh benda asing,

    muntahan, jatuhnya pangkal lidah, atau akibat fraktur tulang wajah. Usaha untuk membebaskan

    jalan napas harus melindungi vertebra servikalis (cervical spine control), yaitu tidak boleh

    melakukan ekstensi, fleksi, atau rotasi yang berlebihan dari leher. Dalam hal ini, kita dapat

    melakukan chin lift atau jaw thrust sambil merasakan hembusan napas yang keluar melalui

    hidung. Bila ada sumbatan maka dapat dihilangkan dengan cara membersihkan dengan jari atau

    suctionjika tersedia. Untuk menjaga patensi jalan napas selanjutnya dilakukan pemasangan pipa

    orofaring. Bila hembusan napas tidak adekuat, perlu bantuan napas. Bantuan napas dari mulut ke

    mulut akan sangat bermanfaat (breathing). Apabila tersedia, O2 dapat diberikan dalam jumlah

    yang memadai. Pada penderita dengan cedera kepala berat atau jika penguasaan jalan napas

    belum dapat memberikan oksigenasi yang adekuat, bila memungkinkan sebaiknya dilakukan

    intubasi endotrakheal.

    Status sirkulasi dapat dinilai secara cepat dengan memeriksa tingkat kesadaran dan denyut

    nadi (circulation). Tindakan lain yang dapat dilakukan adalah mencari ada tidaknya perdarahan

    eksternal, menilai warna serta temperatur kulit, dan mengukur tekanan darah. Denyut nadi

    perifer yang teratur, penuh, dan lambat biasanya menunjukkan status sirkulasi yang relatif

    normovolemik. Pada penderita dengan cedera kepala, tekanan darah sistolik sebaiknya

    dipertahankan di atas 100 mmHg untuk mempertahankan perfusi ke otak yang adekuat. Denyut

    nadi dapat digunakan secara kasar untuk memperkirakan tekanan sistolik. Bila denyut arteri

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    36/43

    36

    radialis dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 90 mmHg. Bila denyut arteri femoralis

    yang dapat teraba maka tekanan sistolik lebih dari 70 mmHg. Sedangkan bila denyut nadi hanya

    teraba pada arteri karotis maka tekanan sistolik hanya berkisar 50 mmHg. Bila ada perdarahan

    eksterna, segera hentikan dengan penekanan pada luka. Cairan resusitasi yang dipakai adalah

    Ringer Laktat atau NaCl 0,9%, sebaiknya dengan dua jalur intra vena. Pemberian cairan jangan

    ragu-ragu, karena cedera sekunder akibat hipotensi lebih berbahaya terhadap cedera otak

    dibandingkan keadaan edema otak akibat pemberian cairan yang berlebihan. Posisi tidur yang

    baik adalah kepala dalam posisi datar, cegah head down(kepala lebih rendah dari leher) karena

    dapat menyebabkan bendungan vena di kepala dan menaikkan tekanan intrakranial.

    PEMERIKSAAN PENUNJANG

    a. Foto polos kepalaIndikasi foto polos kepala.

    Indikasi meliputi jejas lebih dari 5 cm, Luka tembus (tembak/tajam), Adanya corpus alineum,

    Deformitas kepala (dariinspeksi dan palpasi), Nyeri kepala yang menetap, Gejala fokal

    neurologis, Gangguan kesadaran. Sebagai indikasi foto polos kepala meliputi jangan

    mendiagnose foto kepala normal jika foto tersebut tidak memenuhi syarat, Pada kecurigaan

    adanya fraktur depresi maka dillakukan foto polos posisi AP/lateraldan oblique.

    b. CT-Scan (dengan atau tanpa kontras)Indikasi CT Scan adalah :

    1. Nyeri kepala menetap atau muntah muntah yang tidak menghilangsetelah pemberian obatobatan analgesia/anti muntah.

    2. Adanya kejang kejang, jenis kejang fokal lebih bermakna terdapatlesiintrakranial dicebandingkan dengan kejang general.

    3.

    Penurunan GCS lebih 1 point dimana faktor faktor ekstracranial telahdisingkirkan (karena penurunan GCS dapat terjadi karena misal terjadi shock,

    febris, dll).

    4. Adanya lateralisasi.5. Adanya fraktur impresi dengan lateralisasi yang tidak sesuai, misal fraktur depresi

    temporal kanan tapi terdapat hemiparese/plegi kanan.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    37/43

    37

    6. Luka tembus akibat benda tajam dan peluru7. Perawatan selama 3 hari tidak ada perubahan yang membaik dari GCS.8. Bradikardia (Denyut nadi kurang 60 X / menit). mengidentifikasi luasnya lesi,

    perdarahan, determinan ventrikuler, dan perubahan jaringan otak. Catatan : Untuk

    mengetahui adanya infark / iskemia jangan dilekukan pada 24 - 72 jam setelah

    injuri.

    c. MRI : Digunakan sama seperti CT-Scan dengan atau tanpa kontras radioaktif.d. Cerebral Angiography: Menunjukan anomali sirkulasi cerebral, seperti : perubahan

    jaringan otak sekunder menjadi udema, perdarahan dan trauma.

    e. Serial EEG: Dapat melihat perkembangan gelombang yang patologisf.f. X-Ray: Mendeteksi perubahan struktur tulang (fraktur), perubahan

    struktur garis(perdarahan/edema), fragmen tulang.

    g. BAER: Mengoreksi batas fungsi corteks dan otak kecilh. PET: Mendeteksi perubahan aktivitas metabolisme otaki. CSF, Lumbal Punksi :Dapat dilakukan jika diduga terjadi perdarahansubarachnoid.j. ABGs: Mendeteksi keberadaan ventilasi atau masalah pernapasan(oksigenisasi) jika

    terjadi peningkatan tekanan intracranial

    k. Kadar Elektrolit : Untuk mengkoreksi keseimbangan elektrolit sebagaiakibat peningkatan tekanan intrkranial

    l. Screen Toxicologi: Untuk mendeteksi pengaruh obat sehingga menyebabkan penurunankesadaran (Haryo, 2008)

    PENANGANAN CEDERA KEPALA RINGAN (GCS 14-15)

    Sekitar 80% dari semua pasien cedera kepala dikategorikan sebagai cedera kepala ringan.

    Pasien sadar tetapi mungkin mengalami hilang ingatan atas kejadian yang melibatkan cederanya.

    Bisa terdapat riwayat singkat terjadinya pingsan namun sulit untuk diketahui. Gambaran inisering berhubungan dengan alcohol atau zat intoksikan lainnya.

    Kebanyakan pasien dengan cedera kepala ringan sembuh tanpa penanganan berarti.

    Tetapi, sekitar 3% mengalami komplikasi yang tidak terduga, mengakibatkan disfungsi

    neuroligik berat jika penurunan status mental terlambat dideteksi.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    38/43

    38

    Pemeriksaan CT scan perlu dipertimbangkan pada semua pasien yang mengalami pingsan

    lebih dari lima menit, amnesia, nyeri kepala berat, dan GCS 15menit

    - Post Traumatic Amnesia > 1Jam

    - Pada observasi penurunan kesadaran

    - Sakit Kepala >>- Fraktur

    - Otorhoe / Rinorhoe

    - Cedera penyerta,

    - CT-Scan Abnormal

    - Tidak ada keluarga

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    39/43

    39

    - Intoksikasi alkohol / Obat-obatan.

    Jika pasien asimtomatik, sadar penuh, normal secara neurologis, maka pasien diamati

    selama beberapa jam, diperiksa ulang, dan jika masih normal, akan dipulangkan.

    Pesan untuk penderita / keluarga, Segera kembali ke Rumah Sakit bila dijumpai hal-hal sbb

    :

    -Tidur / sulit dibangunkan tiap 2 jam

    - Mual dan muntah yang terus memburuk

    - Sakit Kepala yang terus memburuk

    - Kejang

    - Kelemahan tungkai & lengan (hemiparese)

    - Bingung / Perubahan tingkah laku /gaduh gelisah

    - Pupil anisokor

    - Nadi naik / turun (bradikardi)

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    40/43

    40

    PENANGANAN CEDERA KEPALA SEDANG (GCS 9-13)

    Kira-kira sekitar 10% dari pasien cedera kepala adalah termasuk cedera kepala sedang.

    Pasien masih dapat mengikuti perintah sederhana tetapi pasien biasanya bingung dan somnolen

    dan mungkin terdapat defisit neurologis fokal seperti hemiparesis. Sekitar 10-20% dari pasien ini

    mengalami penurunan kesadaran hingga koma.

    Sebelum dilakukan penanganan neurologis, anamnesa singkat dilakukan dan

    kardiopulmoner distabilkan terlebih dahulu. CT scan kepala perlu dilakukan dan dokter bedah

    saraf dihubungi. Semua pasien ini memerlukan observasi di ruang ICU atau unit serupa yang

    memudahkan observasi dan evaluasi neurologis ketat untuk 12 hingga 24 jam pertama. CT scan

    untuk follow up dalam 12-24 jam dianjurkan jika hasil CT scan awal abnormal atau jika terjadi

    penurunan pada status neurologis pasien.

    PENANGANAN CEDERA KEPALA BERAT (GCS 3-8)

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    41/43

    41

    Pasien yang mengalami cedera kepala berat tidak mampu untuk mengikuti perintah

    sederhana bahkan setelah stabilisasi kardiopulmoner. Pendekatan wait and see pada pasien ini

    bisa berakibat fatal, maka diangnosis dan penanganan cepat sangatlah penting. Jangan menunda

    CT scan.

    A. Primary Survey dan ResusitasiCedera kepala sering tidak disebabkan oleh cedera sekunder. Hipotensi pada pasien dengan

    cedera kepala berat berhubungan dengan tingkat mortalitas yang meningkat dua kali lipat

    disbanding pasien tanpa hipotensi (60% vs 27%). Adanya hipoksia ditambah hipotensi

    berhubungan dengan tingkat mortalitas yang mencapai 75%. Maka dari itu, stabilisasi

    kardiopulmoner pada pasien cedera kepala berat adalah prioritas dan dan harus segera tercapai.

    Transient respiratory arrest dan hipoksia dapat menyebabkan cedera otak sekunder. Pada

    pasien koma, intubasi endotrakeal harus dilakukan segera. Pasien diberi oksigen 100% sampai

    didapat gas darah, lalu penysuaian tepat terhadap FIO2. Pulse oxymetri adalah pembantu yang

    berguna dan diharapkan didapat saturasi O2> 98%. Hiperventilasi harus digunakan pada pasien

    dengan cedera kepala berat secara hati-hati dandipakai hanya saat terjadi penurunan tingkat

    neurologic.

    Hipotensi biasanya tidak terkait dengan cedera kepala itu sendiri kecuali pada stadium

    terminal saat terjadikegagalan vena medular. Perdarahan intrakranila tidak menyebabkan syok

    hemoragik. Euvolemia harus segera dilakukan jika pasien hipotensi.Hipotensi adalah penanda kehilangan banyak darah, walau tidak terlalu jelas. Penyebab

    yang harus diperhatikan yaitu cedera spinal cord, kontusio jantung atau tamponade dan tension

    pneumothorax.

    B. Pemeriksaan NeurologisSegera setelah status kardiopulmoner pasien stabil, pemeriksaan neurologis yang cepat dan

    langsung. Terdiri dari pemeriksaan GCS dan reflex cahaya pupil. Pada pasien koma, respon

    motorik dapat dilakukan dengan mencubit otot trapezius atau dengan nail-bed pressure.

    C. Secondary SurveyPemeriksaan seperti GCS, lateralisasi dan reaksi pupil sebaiknya dilakukan untuk

    mendeteksi penurunan neurologik sedini mungkin.

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    42/43

    42

    D. Prosedur Diagnostik8CT scan kepala emergensi harus dilakukan sedini mungkin setelah hemodinamik stabil.

    CT scan juga harus diulang bila ada perubahan pada status klinis dan secara rutin 12-24 jam

    setelah cedera untuk pasien dengan kontusio atau hematom pada CT scan awal.

    PROGNOSA

    Apabila penanganan pasien yang mengalami cedera kepala sudah mendapat terapi yang

    agresif, terutama pada anak-anak biasanya memiliki daya pemulihanyang baik. Penderita yang

    berusia lanjut biasanya mempunyai kemungkinanyang lebih rendah untuk pemulihan dari cedera

    kepala.1

    Selain itu lokasi terjadinya lesi pada bagian kepala pada saat trauma jugasangat

    mempengaruhi kondisi kedepannya bagi penderita

  • 5/25/2018 Trauma Kepala

    43/43

    43

    DAFTAR PUSTAKA

    1. American College of Surgeon Committe on Trauma. Cedera kepala. Dalam:AdvancedTrauma Life Support for Doctors. Ikatan Ahli Bedah Indonesia,penerjemah. Edisi 7.

    Komisi trauma IKABI; 2004. 168-193.

    2. Snell RS. Clinical Anatomy for Medical Student. 6th ed. Sugiharto L,Hartanto H,Listiawati E, Susilawati, Suyono J, Mahatmi T, dkk, penerjemah.Anatomi Klinik

    Untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta: EGC: 2006.

    3. Dunn LT, Teasdale GM. Head Injury. Dalam : Oxford Textbook of Surgery.2nd ed.Volume 3. Oxford Press;2000.

    4. Netter FH, Machado CA. Atlas of Human Anatomy. Version 3. Icon LearningSystemLLC;2003

    5. Whittle IR, Myles L. Neurosurgery. Dalam: Prnciples and Practice of Surgery. 4th ed.Elsevier Churchill Livingstone;2007. 551-61.

    6. Smith ML, Grady MS. Neurosurgery. Dalam: Schwarrtz Principles of Surgery. 8th ed.McGraw-Hill;2005. 1615-20.

    7. Cedera Kepala dalam American College of Surgeon. Advance Trauma Life Support.1997. USA: First Impression. Halaman 196-235.

    8. Hickey JV. Craniocerebral Trauma. Dalam: The Clinical Practice of Neurological andNeurosurgical Nursing 5th edition. Philadelphia : lippincot William & Wilkins;2003

    9. Green, Mark S. Handbook of neurosurgery, fifth edition.thieme. 200110.Ghazali Malueka, 2007, Radiologi Diagnostik, Yogyakarta: Pustaka Cendekia.