nyeri kepala trauma

29
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala. Berdasarkan kasusnya nyeri kepala dapat digolongkan menjadi nyeri kepala primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah neyri kepala yang tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi kelainan non- vascular. 1 Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan penyakit lain, bisa berupa penyakit saraf/neurologis maupun non-neurologis. Penyakit neurologis yang menyebabkan nyeri kepala, antara lain jepitan saraf leher, stroke, tumor otak, infeksi otak, aneurisma intracranial (pembesaran pembuluh darah otak), dan cedera kepala. Penyakit non-neurologis yang dapat menyebabkan nyeri kepala adalah hipertensi, sinusitis, penyakit gigi, kelainan persendian rahang, dan kelainan mata. 2 Berdasarkan suatu studi berbasis populasi, didapatkan prevalensi nyeri kepala, yaitu nyeri kepala 1

Upload: ahmad-fauzi

Post on 30-Jan-2016

19 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Nyeri Kepala

TRANSCRIPT

Page 1: Nyeri Kepala Trauma

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Nyeri kepala adalah rasa nyeri atau rasa tidak mengenakkan di seluruh

daerah kepala dengan batas bawah dari dagu sampai ke belakang kepala.

Berdasarkan kasusnya nyeri kepala dapat digolongkan menjadi nyeri kepala

primer dan nyeri kepala sekunder. Nyeri kepala primer adalah neyri kepala yang

tidak jelas terdapat kelainan anatomi atau kelainan struktur atau sejenisnya. Nyeri

kepala sekunder adalah nyeri kepala yang jelas terdapat kelainan anatomi atau

kelainan struktur atau sejenisnya dan bersifat kronis progresif, antara lain meliputi

kelainan non- vascular.1

Nyeri kepala sekunder adalah nyeri kepala yang berhubungan dengan

penyakit lain, bisa berupa penyakit saraf/neurologis maupun non-neurologis.

Penyakit neurologis yang menyebabkan nyeri kepala, antara lain jepitan saraf

leher, stroke, tumor otak, infeksi otak, aneurisma intracranial (pembesaran

pembuluh darah otak), dan cedera kepala. Penyakit non-neurologis yang dapat

menyebabkan nyeri kepala adalah hipertensi, sinusitis, penyakit gigi, kelainan

persendian rahang, dan kelainan mata.2

Berdasarkan suatu studi berbasis populasi, didapatkan prevalensi nyeri

kepala, yaitu nyeri kepala tipe tension merupakan nyeri kepala primer yang paling

sering ditemukan, yaitu sekitar 78% pasien, kemudian diikuti oleh migren sekitar

16% pasien. Diantara nyeri kepala sekunder, penyebab paling banyak yang

dikeluhkan pasien adalah karena hal yang bersifat akut (19%), penyakit pada

hidung atau sinus (15%), trauma kepala (4%) dan penyakit intracranial non

vascular, termasuk tumor (0,5%).3

Nyeri kepala merupakan gejala yang sering terjadi setelah cedera kepala,

leher ataupun pada otak. Biasanya, nyeri kepala akibat trauma kepala diikuti oleh

berbagai gejala lainnya, seperti rasa pusing, sulit untuk berkonsentrasi, rasa

gelisah, perubahan perilaku dan insomnia. Sekumpulan gejala ini dikenal dengan

nama sindrom post traumatik, dan diantara semua gejala tersebut, nyeri kepala

yang merupakan gejala yang paling menonjol.4

1

Page 2: Nyeri Kepala Trauma

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Nyeri Kepala Sekunder

2.1.1 Definisi

Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri kepala yang disebabkan oleh

gangguan lain. Nyeri kepala baru yang terjadi yang sementara memiliki kaitan

yang erat dengan gangguan lain yang merupakan penyebab sakit kepala yang telah

diketahui, yang dikodekan memiliki kaitan dengan gangguan tersebut.4

Kriteria diagnosis untuk nyeri kepala sekunder, yaitu:4

1. Nyeri kepala dengan satu atau lebih karakteristik di bawah ini, dan

memenuhi kriteria C dan D

2. Gangguan lain yang telah diketahui yang dapat menjadi penyebab sakit

kepala tersebut

3. Nyeri kepala yang terjadi dalam sementara memiliki kaitan yang erat

terhadap suatu gangguan lain dan / atau telah terdapat bukti memiliki

hubungan sebab akibat.

4. Nyeri kepala yang berkurang atau hilang dalam 3 bulan (mungkin lebih

singkat pada beberpa gangguan) setelah pengobatan atau remisi spontan

dari penyebab yang mendasari.

Nyeri kepala sekunder (yaitu sakit kepala yang disebabkan oleh kondisi

lain) harus dipertimbangkan pada pasien dengan sakit kepala onset baru atau sakit

kepala yang berbeda dari sakit kepala yang biasa mereka alami. Sebuah studi

observasi telah menyoroti tanda-tanda peringatan berikut atau bendera merah (red

flags) yang berpotensi menjadi sakit kepala sekunder yang memerlukan

investigasi lebih lanjut.5

Gejala bendera merah (Red flags), yaitu:5

– Baru terjadi atau terjadi perubahan pada nyeri kepala pada pasien usia > 50

tahun

– Thunderclap: intensitas puncak nyeri kepala yang sangat singkat (beberapa

detik sampai 5 menit)

2

Page 3: Nyeri Kepala Trauma

– Gejala neurologi fokal (misal kelemahan tungkai, aura < 5 menit atau > 1

jam)

– Gejala neurologi non fokal (missal, gangguan kognitif)

– Perubahan pada frekuensi nyeri kepala, karakteristik ataupun gejala yang

menyertai

– Pemeriksaan neurologi yang abnormal

– Nyeri kepala yang merubah sikap tubuh, nyeri kepala yang membuat pasien

terbangun (Migrain merupakan penyebab tersering nyeri kepaladi pagi hari)

– Nyeri kepala yang dicetuskan oleh latihan fisik atau maneuver valsava

(seperti batuk, tertawa, atau kegiatan yang memaksa), pasien dengan faktor

risiko terjadinya thrombosis sinus vena cerebral

– Nyeri tertentu pada rahang atau gangguan penglihatan, kaku kuduk, demam,

nyeri kepala yang baru terjadi pada pasien dengan riwayat HIV

– Nyeri kepala yang baru terjadi pada pasien dengan riwayat kanker

Telah dikembangkan mnemonic "SNOOP T" oleh para peneliti yang

dapat digunakan sebagai pengingat dari bendera merah (red flags) di pusat

pelayanan kesehatan primer yang mungkin menunjukkan potensi sakit kepala

lebih serius sebagai nyeri kepala sekunder.6

Gambar 2.1 Instrument SNOOP T6,7

3

By Valsava activity, exertion, or sexual intercourse

Triggered headache

First headache or fundamentally different ( i.e. significant change in feature, frequency or severity)

Previous headache history

New onset and progressive, eg after 50 year of age for giant cell arteritis

Older

First and worst headache, sudden or abrupt from sleep, or progressively worsening

Onset

Confusion, impaired alertness/

Drowsy or persistent focal signs

(lasting more than one hour)

Neurological symptoms

or abnormal sign

Fever, weight loss or known cancer, HIV, immunosupression Or thrombotic risks

Systemic symptom

or Secondary risk factors

Description / examples

Flag

Page 4: Nyeri Kepala Trauma

2.1.2 Klasifikasi

Berdasarkan The International of Headache Disorders edisi 2 tahun 2004

(ICHD - 2), klasifikasi nyeri kepala sekunder dibagi atas:5,8

1. Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher

2. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan vaskuler cranial atau

servikal

3. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan non vaskuler intracranial

4. Nyeri kepala yang berkaitan dengan substansi atau withdrawal nya

5. Nyeri kepala yang berkaitan dengan infeksi

6. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan homeostasis

7. Nyeri kepala atau nyeri vaskuler yang berkaiatan dengan kelaianan

kranium, leher, mata, telinga, hidung, sinus, gigi, mulut, atau struktur

fasial atau cranial lainnya.

8. Nyeri kepala yang berkaitan dengan kelainan psikiatrik.

2.2 Nyeri Kepala yang Berkaitan dengan Trauma Kepala dan/ atau Leher

2.2.1 Definisi

Hubungan antara nyeri kepala dan trauma pada kepala atau leher lebih

mudah ditegakkan bila nyeri kepala tersebut terjadi seketika atau pada hari-hari

pertama setelah trauma. Sebaliknya, sangat lebih sulit bila nyeri kepala muncul

beberapa minggu atau bulan pasca trauma, khususnya bla mayoritas dari nyeri

kepala ini memiliki pola yang sama dengan nyeri kepala tipe tension ( tension

type headache). Faktor mekanik seperti posisi kepala pada saat terbentur, rotasi

atau landai meningkatkan risiko terjadinya nyeri kepala pasca trauma.5

2.2.2 Klasifikasi

Berdasarkan The International of Headache Disorders edisi 2 tahun 2004

(ICHD - 2), klasifikasi nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/

atau leher dibagi atas:5,8

1.1 Nyeri kepala akut pasca trauma

1.1.1 Nyeri kepala akut pasca trauma berkaitan dengan trauma kapitis sedang

atau berat

4

Page 5: Nyeri Kepala Trauma

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala, tidak khas, memenuhi criteria C dan D.

B. Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu keadaan

dibawah ini:

1. Hilang kesadaran selama > 30 menit

2. Glasgow Coma Scale (GCS) < 13

3. Amnesia pasca trauma berlangsung > 48 jam

4. Imaging mengambarkan adanya suatu lesi otak traumatic (hematoma

serebri, perdarahan intraselebral dan atau subarachnoid, kontusio

serebri dan/ atau fraktur tulang tengkorak)

C. Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah

kesadaran penderita pulih kembali.

D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:

1. Nyeri kepala hilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma

kepala.

1.1.2 Nyeri kepala akut pasca trauma berkiatan dengan trauma kapitis ringan

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Trauma kepala dengan semua keadaan dibawah ini:

1. Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran menurun < 30

menit

2. Glasgow Coma Scale (GCS) ≥ 13

3. Gejala dan / atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kapitis ringan

(concussion)

C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah trauma kepala.

D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala.

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan sejak trauma

kepala.

5

Page 6: Nyeri Kepala Trauma

Trauma kepala ringan dapat memunculkan gejala kognitif yang kompleks,

gangguan perilaku atau kesadaran dan GCS ≥ 13. Hal ini dapat terjadi dengan atau

tanpa abnormalitas dari pemeriksaan neurologis, neuroimaging (CT scan, MRI),

EEG, pemerikaan LCS, tes fungsi vestibular dan test neuropsikologis.5

5.2 Nyeri kepala kronik pasca trauma

Nyeri kepala kronik pasca trauma biasanya merupakan bagian dari

sindrom pasca trauma yang termasuk berbagai jenis gejala seperti gangguan

keseimbangan, konsentrasi yang lemah, berkurangnya kemampuan bekerja,

iritabilitas, mood depresif, gangguan tidur dan lainnya.5,8

5.2.1 Nyeri kepala kronik pasca trauma berkaitan dengan trauma kapitis sedang

atau berat

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala, tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Terdapat trauma kepala dengan sekurang-kurangnya satu keadaan

dibawah ini:

1. Hilang kesadaran selama > 30 menit

2. Glasgow Coma Scale (GCS) < 13

3. Amnesia pasca trauma berlangsung > 48 jam

4. Imaging mengambarkan adanya suatu lesi otak traumatic (hematoma

serebri, perdarahan intraselebral dan atau subarachnoid, kontusio

serebri dan/ atau fraktur tulang tengkorak)

C. Nyeri kepala terjadi dalam 7 hari setelah trauma kepala atau sesudah

kesadaran penderita pulih kembali.

D. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala.

5.2.2 Nyeri kepala kronik berkaitan dengan trauma kapitis ringan

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Trauma kepala dengan semua keadaan dibawah ini:

1. Tidak disertai hilangnya kesadaran, atau kesadaran menurun < 30

menit

6

Page 7: Nyeri Kepala Trauma

2. Glasgow Coma Scale (GCS) ≥ 13

3. Gejala dan / atau tanda-tanda diagnostik dari trauma kapitis ringan

(concussion)

C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah trauma kepala.

D. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala.

5.3 Nyeri kepala akut yang berkaitan dengan whiplash injury

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Adanya kejadian whiplash secara mendadak disertai timbulnya nyeri leher.

C. Nyeri kepala muncul dalam 7 hari sesudah whiplash injury.

D. Terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah whiplash injury.

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah whiplash

injury.

Istilah whiplash biasanya merujuk pada kejadian tiba-tiba dari akselerasi

dan/ atau deselarasi dari leher (biasanya terjadi pada kebanyakan kasus

kecelakaan). Manifestasi klinis mencakup gejala dan tanda yang berhubungan

dengan leher, seperti somatik ekstraservikal, neurosensoris, perilaku, gangguan

kognitif dan afektif yang mana muncul dala berbagai ekspresi.5,8

5.4 Nyeri kepala kronik yang berkaitan dengan whiplash injury

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Adanya kejadian whiplash secara mendadak disertai timbulnya nyeri leher.

C. Nyeri kepala muncul dalam 7 hari sesudah whiplash injury.

D. Nyeri kepala berlangsung lebih dari 3 bulan setelah whiplash injury.

5.5 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma intracranial traumatic

5.5.1 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma epidural

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala akut, nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

7

Page 8: Nyeri Kepala Trauma

B. Imaging menggambarkan adanya hematoma epidural.

C. Nyeri kepala timbul dalam beberapa menit sampai 24 jam setelah

terjadinya hematoma.

D. Terdapat salah satu atau lebih keadaan dibawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah hematoma dievakuasi.

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah

hematoma dievakuasi.

5.5.2 Nyeri kepala yang berkaitan dengan hematoma subdural

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala akut/ progresif, nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C

dan D.

B. Imaging menggambarkan adanya hematoma subdural.

C. Nyeri kepala timbul dalam 24 – 72 jam setelah terjadi hematoma.

D. Terdapat satu atau lebih dari keadaan di bawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah hematoma dievakuasi.

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah

hematoma dievakuasi.

5.6 Nyeri kepala yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher yang

lainnya.

5.6.1 Nyeri kepala akut yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher

yang lainnya.

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Ada bukti kejadian, trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.

C. Nyeri kepala di temporal berhubungan dengan, dan/ atau adanya bukti

kejadian trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.

D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah trauma kepala dan/

atau leher yang lainnya

8

Page 9: Nyeri Kepala Trauma

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan setelah trauma

kepala dan/ atau leher yang lainnya.

5.6.2 Nyeri kepala kronik yang berkaitan dengan trauma kepala dan/ atau leher

yang lainnya.

Kriteria diagnostik:

A. Nyeri kepala tidak khas, memenuhi kriteria C dan D.

B. Ada bukti kejadian, trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.

C. Nyeri kepala di temporal berhubungan dengan, dan/ atau adanya bukti

kejadian trauma kepala dan/ atau leher yang lainnya.

D. Nyeri kepala menetap lebih dari 3 bulan setelah trauma kepala dan/ atau

leher yang lainnya.

5.7 Nyeri kepala pasca kraniotomi

5.7.1 Nyeri kepala akut pasca kraniotomi

Kriteria diagnostik:

A. Intensitas nyeri kepala yang bervariasi, dengan lokasi nyeri maksimal di

daerah kraniotomi, memenuhi kriteria C dan D.

B. Kraniotomi dilakukan sebagai alasan trauma kepala dan lainnya.

C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah kraniotomi.

D. Terdapat satu atau lebih keadaan di bawah ini:

1. Nyeri kepala menghilang dalam 3 bulan setelah kraniotomi.

2. Nyeri kepala menetap, tetapi tidak lebih dari 3 bulan, setelah

kraniotomi.

5.7.2 Nyeri kepala kronik pasca kraniotomi

Kriteria diagnostik:

A. Intensitas nyeri kepala yang bervariasi, dengan lokasi nyeri maksimal di

daerah kraniotomi, memenuhi kriteria C dan D.

B. Kraniotomi dilakukan sebagai alasan trauma kepala dan lainnya.

C. Nyeri kepala timbul dalam 7 hari setelah kraniotomi.

D. Nyeri kepala menetap lebih dari 3 bulan setelah kraniotomi.

9

Page 10: Nyeri Kepala Trauma

2.2.3 Patofisiologi

Nyeri (sakit) merupakan mekanisme protektif yang dapat terjadi setiap saat

bila ada jaringan manapun yang mengalami kerusakan, dan melalui nyeri inilah

seorang individu akan bereaksi dengan cara menjauhi stimulus nyeri tersebut.

Nyeri kepala dipengaruhi oleh nucleus trigeminoservikalis yang merupakan

nosiseptif yang penting untuk kepala, tenggorokan dan leher bagian atas. Semua

aferen nosiseptif dari trigeminus, fasial, glosofaringeus, vagus dan saraf dari C1 –

C3 beramifikasi pada grey matter area ini.9

Daerah sensitive terhadap nyeri kepala dapat di bagi menjadi 2 bagian,

yaitu: intracranial dan ekstrakranial. Intracranial yaitu sinus venosus, vena korteks

serebrum, arteri basal, duramater bagian anterior, dan fossa tengah serta posterior.

Ekstrakranial yaitu pembuluh darah dan otot dari kulit kepala, bagian dari orbuta,

membran mukosa dari rongga nasal dan paranasal, telinga tengah dan luar, gigi

dan gusi. Sedangkan daerah yang tidak sensitif nyeri adalah parenkim otak,

ventrikuler ependima dan pleksus koroideus.9

Perubahan organik memainkan peranan penting dalam pathogenesis nyeri

kepala pasca trauma, meskipun secara spesifik masih belum diketahui dengan

jelas. Setelah kejadian trauma kepala baik trauma kepala ringan ataupun berat,

terjadi kerusakan serabut saraf dan degenerasi serabut saraf dengan jelas. Sirkulasi

serebral juga biasanya tidak normal setelah trauma kepala. Pada beberapa pasien,

sirkulasi serebral menjadi lambat untuk beberapa bulan atau bahkan tahun setelah

trauma kepala dan hal ini menyertai symptom postconcussion.10

Gambar 2.2 Perubahan otak selama hiperfleksi dan hiperekstensi11

10

Page 11: Nyeri Kepala Trauma

Disfungsi dari neurological pada trauma kepala disebabkan oleh akselerasi

atau deselerasi otak. Gaya rotasi menyebabkan cedera yang signifikan memalui

kerusakan akson. Hal ini dapat menjelaskan mengapa trauma dengan kepala yang

bebas (misalnya pada kecelakan mobil) lebih menyebabkan kerusakana bila

dibandingka dengan trauma pada kepala yang terfiksir (misalnya pada cedera

ketika berolahraga).10

Akhir-akhir ini, terdapat beberapa bukti yang telah dikumpulkan yang

mendukung basis neurokimia untuk nyeri kepala migraine, dan kemungkinan

nyeri kepala pasca trauma juga memiliki mekanisme yang sama dengan hal

tersebut. Neuropeptida ditemukan dalam serabut saraf perivaskuler dan

memelihara homeostasis dari sirkulasi serebral. Neuropetida tersebut

bermanifestasi pada serabut saraf ujung perivaskular dari pembuluh darah

serebral, yang mana beraksi sebagai neurotransmitter, termasuk neuropeptida Y,

substansi P, gen kalsitonin berkaitan peptide, polipeptida vasoaktif. Hal ini

diyakini bertanggung jawab terhadap vasokonstriksi dan vasodilatasi serebral dan

transimisi dari nosiseptor yang menstimulasi sistem saraf pusat. Hal ini muncul

akibat kejadian kaskade neurokimia yang terjadi setelah trauma kepala, termasuk

disfungsi yang dimediasi kalsium, pelepasan neurokimia yang berkaitan dengan

transmisi neuromodulator dan gangguan pada transportasi aksopalsmik.10

Gambar 2.3 Rotasi dari hemisfer otak disekitar batang otak11

11

Page 12: Nyeri Kepala Trauma

2.2.4 Penegakan Diagnosis

Sindrom nyeri kepala pasca-trauma adalah gejala sisa yang sangat umum

yang mengikuti trauma kepala atau leher. Nyeri kepala ini dapat sembuh sendiri

dalam beberapa hari sampai beberapa minggu. Pada kebanyakan pasien, terutama

mereka dengan trauma yang lebih berat, sakit kepala mungkin menjadi masalah

selama berbulan-bulan, bertahun-tahun, atau seumur hidup. Jika sakit kepala

berkembang dalam waktu 2 minggu dari kejadian tersebut, dan bertahan selama

lebih dari beberapa bulan, kita akan menganggap hal ini menjadi fase kronis

sindrom sakit kepala pasca-trauma. Kadang-kadang, pasien tidak menyadari nyeri

kepala pasca-trauma sampai beberapa bulan setelah cedera, tetapi sakit kepala

biasanya dimulai dalam hitungan jam atau hari dari kecelakaan.12

Terdapat beberapa gejala yang sering menyertai sindrom nyeri kepala

pasca-trauma. Ini cenderung serupa pada kebanyakan pasien. Mereka mencakup

beberapa atau semua hal berikut: konsentrasi yang buruk, menjadi mudah marah,

kepekaan terhadap kebisingan atau lampu yang terang (fotofobia), depresi, pusing

atau vertigo, tinnitus, masalah memori, kelelahan, insomnia, kurangnya motivasi,

penurunan libido, kegelisahan atau kecemasan, iritabilitas, menjadi mudah

frustrasi, dan penurunan kemampuan untuk memahami isu-isu kompleks. Sindrom

nyeri kepala pasca-trauma berkisar dari ringan sampai berat dan sering

mengganggu kehidupan seseorang. Hal ini kemudian menjadi lingkaran setan

bagi pasien, dengan stres psikologis lebih yang ditempatkan pada pasien karena

kesulitan di tempat kerja dan di rumah.12

Secara khusus, pertanyaan mengenai riwayat yang berkaitan dengan tiga

fenomena utama: cedera otak, trauma tengkorak atau adneksa tengkorak

(kerusakan kepala atau struktur di kepala tetapi di luar otak), dan akselerasi /

deselerasi servikal (CAD) (disebut whiplash injury). 13

Salah satu petunjuk utama untuk pemeriksa berhubungan dengan asal-usul

nyeri kepala harus datang dari profil yang membangun gejala sakit kepala, serta

riwayat sebelum cedera kepala. Hanya karena seseorang memiliki sakit kepala

pra-cedera tidak berarti bahwa ia tidak bisa mengembangkan berbagai jenis sakit

kepala atau memburuknya kondisi pra-luka setelah trauma. Pertanyaan utama

berhubungan terhadap profil sakit kepala yang perlu ditanyakan dinyatakan dalam

12

Page 13: Nyeri Kepala Trauma

mneumonia “COLDER”: Character, Onset, Location, Duration, Exacerbation,

and Relief. Deskripsi lainnya termasuk frekuensi, keparahan, gejala yang

berhubungan, dan ada / tidaknya aura, derajat kecacatan fungsional yang

berhubungan dengan episode sakit kepala, serta waktu pada saat nyeri kepala

muncul, hal ini semua penting sebagai parameter untuk menanyakan tentang hal

tersebut. Pemeriksaan fisik yang memadai sangat penting untuk diagnosis yang

tepat dan harus meliputi inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi yang sesuai.

Pemeriksaan neurologis harus menjadi inti dari penilaian ini, bagaimanapun,

pemeriksaan yang adekuat dimulai dari pemeriksaan tengkorak dan struktur

leher.13

Neuroimaging umumnya tidak diperlukan untuk pasien dengan nyeri

kepala primer (misalnya migrain atau kronis), namun biasanya diindikasikan

untuk nyeri kepala sekunder (misalnya terkait dengan patologi yang mendasari).14

Tabel 2.1 Parameter neuroimaging pada pasien dengan nyeri kepala14

Emergent neuroimaging recommended

"Thunderclap" headache with abnormal neurological exam

Neuroimaging recommended to determine if it is safe to do lumbar puncture

Headache accompanied by signs of increased intracranial pressureHeadache accompanied by fever and nuchal rigidity

Neuroimaging should be considered

Isolated "thunderclap" headacheHeadache radiating to neckTemporal headache in an older individualNew onset headache in patient who is- HIV positive- has a prior diagnosis of cancer- is in a population at high risk for intracranial

diseaseHeadache accompanied by abnormal neurological examination, including papilledema or unilateral loss of sensation, weakness, or hyperflexia

Neuroimaging not usually warranted

Migraine and normal neurological exam

No recommendation (Some evidence for increased risk of intracranial abnormality, not sufficient for recommendation)

Headache worsened by Vasalva maneuver, wakes patient from sleep, or is progressively worsening

No recommendation (insufficient data) Tension type headache and normal neurological exam

Secara umum, MRI dianggap lebih unggul dari pada CT-scan untuk

mengevaluasi parenkim otak, dan CT-scan dianggap unggul dari MRI untuk

13

Page 14: Nyeri Kepala Trauma

mengevaluasi perdarahan subarachnoid. Namun, karena CT-scan lebih cepat dan

lebih tersedia, maka harus dilakukan pada evaluasi emergensi pada pasien dengan

onset mendadak, sakit kepala " thunderclap " atau sakit kepala terburuk dalam

hidup mereka.14

Gambar 2.4 Subarachnoid hemorage. (A), CT-scan non kontras, menampilkan Subarachnoid hemorage (ditunjuk oleh tanda panah). (B), CT- angiogram, yang menampilkan aneurisma (ditunjuk tanda panah) dari arteri communicans anterior sebagai penyebab perdarahan.14

Tabel 2.2 Algoritma pemilihan modalitas neuroimaging pada pasien dengan nyeri kepala14

FOR PATIENTS PRESENTING WITH:- Worst headache of life- Sudden, severe “thunderclap” headacheAn emergent non-contrast head CT scan should be obtained. If it shows:- Subdural hematoma, patient requires surgical evaluation.- Subarachnoid or intraparenchymal hemorrhage, further neuroimaging is warranted.- CT angiography for suspected vascular malformations or aneurysms.- MRI for suspected cerebral amyloid angiopathy or brain neoplasms.- CT venography for suspected cerebral venous sinus thrombosis.- A mass lesion, proceed with a brain MRI.- No lesion to explain the headache, obtain an MRI. Consider additional tests such as CT

angiography, MR angiography, transcranial Doppler ultrasound, or lumbar puncture.

FOR PATIENTS PRESENTING WITH:- New headache with focal neurological symptoms or abnormal neurological exam.- Headache with fever and/or nuchal rigidity.- Headache with signs of increased intracranial pressure.- Progressively worsening headache.- New onset headache in patients with known underlying brain lesion or systemic illness

that predisposes to intracranial pathology (e.g. HIV, TB, cancer).

14

Page 15: Nyeri Kepala Trauma

CT scan is performed only for urgent clinical indications to:- Exclude midline shift prior to lumbar puncture.- Evaluate for hydrocephalus.MRI is the preferred modality; discuss with neuroradiologist to optimize protocol.- Intravenous contrast for inflammatory, infectious, neoplastic, and demyelinating conditions.- Gradient echo sequences for intracranial hemorrhage.- MR-angiography for vascular diseases.- Fat-suppressed T1 axial images for cerebral artery dissection.- MR-spectroscopy for brain neoplasms.Additional neuroimaging may be warranted based upon the initial imaging findings.

Pada pasien dengan cedera kepala ringan yang disertai dengan sakit kepala

yang terus menerus, ataupun muntah merupakan indikasi untuk pemeriksaan CT-

Scan kepala. Berdasarkan NICE, 2007, kriteria bagi pasien yang mengalami

cedera kepala untuk mendapatkan CT-Scan kepala segera adalah:15

- GCS < 13 pada pemeriksaan awal di IGD

- GCS < 15 pada 2 jam pertama setelah kejadian pada pemeriksaan di

IGD

- Curiga terdapat fraktur terbuka atau fraktur depress

- Terdapat tanda-tanda fraktur basis crania (haemotympanum, raccoon

eyes, battle’s sign, rhinorea atau otorrhea).

- Kejang post trauma

- Defisit fokal neurologi

- Lebih dari 1 kali episode muntah

- Amnesia > 30 menit

2.2.5 Penatalaksanaan

Pilihan terapi tergantung pada jenis sakit kepala yang sedang dirawat.

Prinsip pengobatan untuk mengobati nyeri kepala typer tension pasca trauma

adalah menggunakan anti-inflamasi dalam situasi pasca-trauma, untuk membantu

mengatasi rasa sakit di leher atau tulang belakang yang menyertainya. Relaksan

otot juga bermanfaat pada nyeri kepela rutin tipe tension, karena spasme otot

servikal. 12

Anti-inflamasi yang khas termasuk aspirin, ibuprofen, dan naproxen.

Relaksan otot seperti Flexeril atau Robaxin sering membantu, tetapi rasa lemah

selalu masalah pada pengobatan dengan kelas ini. Terapi untuk nyeri kepala

15

Page 16: Nyeri Kepala Trauma

pasca-trauma dengan tipe migren mengikuti pedoman yang sama seperti untuk

sakit kepala migrain rutin. Obat antiemetik sangat membantu bagi banyak

pasien.12

Obat pencegahan untuk neyri kepala pasca-trauma dapat diberikan selama

2 sampai 3 minggu pertama dari periode pasca-trauma, obat- obat seperti anti-

inflamasi biasanya digunakan. Kebanyakan pasien tidak memerlukan obat-obatan

pencegahan harian, dan sakit kepala pasca-trauma akan terus menurun dari waktu

ke waktu. Namun, setelah periode awal, jika nyeri kepala tetap sering muncul

(setidaknya satu atau dua kali per minggu) pasien dapat mengambil manfaat dari

pengobatan profilaksis.12

Obat preventif paling umum digunakan untuk nyeri kepala pasca-trauma

adalah antidepresan, terutama amitriptyline (Elavil) atau nortriptyline (Pamelor),

dan beta blockers. Obat anti-inflamasi dapat juga memiliki tujuan ganda,

berfungsi baik sebagai penghilang gejala dan preventif. Antidepresan yang

beersifat sedatif, terutama amitriptyline, seringkali mengurangi sakit kepala

harian, migrain, dan insomnia.13

Meskipun pilihan pertama untuk pengobatan pencegahan dalam situasi

pasca-trauma biasanya antidepresan dan / atau beta blocker, obat alternatif lainnya

dapat dimanfaatkan. Blocker kalsium (verapamil) yang digunakan untuk migrain

sebagai terapi lini pertama. Valproate (Depakote), methysergide (Sansert), dan

MAO inhibitor (phenelzine) digunakan bila obat- obat lini pertama tersebut belum

berhasil.Pemberian DHE secara intravena,dapat digunakan berulang-ulang dan

sangat berguna untuk neyri kepala berat pasca-trauma. (Robin headache clinic,

MHI post trauma).13

Biofeedback yang dikombinasi dengan obat-obatan memberikan manfaat

yang besar pada sejumlah pasien. Konsep dasar dari biofeedback adalah untuk

mengizinkan pasien menggunakan teknik relaksasi untuk melepaskan otot yang

tegang dan membawanya ke bawah kontrol yang volunter. Electromyograph

biofeedback untuk otot-otot spesifik dan thermal biofeedback untuk komponen

pembuluh darah yang biasa digunakan pada teknik relaksasi.10

CBT atau modifikasi perilaku juga diperlukan bagi pasien nyeri kepala

pasca trauma. Banyak pasien yang hanya membutuhkan dukungan, edukasi dan

16

Page 17: Nyeri Kepala Trauma

bantuan seseorang dalam menata kembali kontigensi eksternal dalam hidupnya.

Beberapa lainnya membutuhkan intervensi, dimana beberapa diantaranya

membutuhkan psikoterapi jangka panjang. Beberapa masalah yang termasuk

dalam terapi nyeri kepala pasca trauma ini adalah depresi, ansietas, frustasi,

ekspektasi yang berlebihan, rasa marah, rasa sedih dan kehilangan.10

17

Page 18: Nyeri Kepala Trauma

DAFTAR PUSTAKA

1. Anonymous. Hubungan Antara Topis dan Volume Massa Intrakanial dengan Lokasi dan Intensitas Nyeri Kepala. Available from: http://www.scribd.com/document_downloads/direct/29019337?extension=pdf&ft=1355325427&lt=1355329037&uahk=wqy/k/s8kEJpr85hyAnFJZGHzh0. [di akses pada tanggal 12 Desember 2012].

2. Pondok Indah Health Group. Nota Sehat Nyeri Kepala Kapan Harus Diwaspadai?. Available fom: http://rspondokindah.co.id/rspi/Download-document/322-Nota-Sehat-Nyeri-Kepala-Kapan-Harus-DIwaspadai-97-KB.html. [di akses pada tanggal 12 Desember 2012].

3. Dodick DW. 2003. Proceddings Clinical Clues and Clinical Rules: Primary vs Secondary Headache. Adv Stud Med. 2003; 3 (6C): S440- S555.

4. International Headache Society. 2004. Cephalgia The International Classification of Headache Disorder. 2nd Edition. An International Journal of Headache Volume 24 Supplement 1 2004.

5. SIGN. 2008. Diagnosis and Management of Headache in Adults 107 A National clinical Guidelines. Available from: www.sign.ac.uk/guidelines/published/numlist.html. [diakses pada tanggal 15 Desember 2012].

6. Bryans R, Decina P, Marcoux H et all., 2012. Clinical Practice Guideline for the Management of Headache Disorders in Adults. Guidelines Development Committee (GDC) of the Canadian Chiropractic Association and the Canadian Federation of Chiropractic Regulatory and Education Accrediting Boards, Clinical Practice Guidelines Project (The CCA·CFCREAB-CPG).

7. Sitanggang S. Nyeri Kepala Sekunder Power Point. Bagian Neurologi RS PGI Cikini Jakarta.

8. PERDOSSI. 2010. Konsensus Nasional III Diagnostik dan Penatalaksanaan Nyeri Kepala. Pusat Penerbitan dan Percetakan Unair (AUP) Airlangga: Surabaya.

9. Anonymous. Nyeri Kepala. Available from: http://blog.tp.ac.id/pdf/tag/pdf-penatalaksanaan-nyeri-kepala-sekunder.pdf. [diakses pada tanggal 12 Desember 2012].

10. Browndyke JN. 2002. Mild Head Injury and Posttraumatic Headache. www.neuropsychologycentral.com p: 1-7.

18

Page 19: Nyeri Kepala Trauma

11. Parker RS. 2001. Physical Principles and Neurotrauma In: Concussive Brain Trauma Neurobehavioral Impairment and Maladaption. CRC Press. New York Washington DC. P: 71-97.

12. Robbims L. 2000. Post Traumatic Headache. Available from: http://www.headachedrugs.com/archives/post_traumatic.html. [di akses pada tanggal 15 Desember 2012].

13. Zasler ND. 2011. Post-Traumatic Cephalalgia: Perspectives on a Major Pain. International Brain Injury Association. Available from: http://www.internationalbrain.org/?q=node/157. [di akses pada tanggal 15 Desember 2012].

14. Miller JC, Lee SI. 2006. Radiology Rounds Neuroimaging for Headache. Volume 4, Issue 10, October 2006.

15. NICE. 2007. Head Injury Triage, Assessment, Investigation And Early Management of Head Injury In Infants, Children and Adults. London.

19