tinjauan pustaka asma pada dewasa

24
ASMA BRONKIAL 1. Definisi Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala pernapasan. 1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun karena pemberian obat. 2 2. Epidemiologi Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia, terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah 2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia remaja dibandingkan dengan perempuan. 3 Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah penderita asma di dunia 1

Upload: hoho-nienda

Post on 02-Jan-2016

201 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

TRANSCRIPT

Page 1: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

ASMA BRONKIAL

1. Definisi

Asma adalah penyakit inflamasi kronis saluran pernapasan yang dihubungkan

dengan hiperresponsif, keterbatasan aliran udara yang reversibel dan gejala

pernapasan.1 Asma bronkial adalah salah satu penyakit paru yang termasuk dalam

kelompok penyakit paru alergi dan imunologi yang merupakan suatu penyakit yang

ditandai oleh tanggap reaksi yang meningkat dari trakea dan bronkus terhadap

berbagai macam rangsangan dengan manifestasi berupa kesukaran bernapas yang

disebabkan oleh penyempitan yang menyeluruh dari saluran napas. Penyempitan ini

bersifat dinamis dan derajat penyempitan dapat berubah, baik secara spontan maupun

karena pemberian obat.2

2. Epidemiologi

Asma dapat ditemukan pada laki – laki dan perempuan di segala usia,

terutama pada usia dini. Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah

2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada wanita usia

dewasa. Laki-laki lebih memungkinkan mengalami penurunan gejala di akhir usia

remaja dibandingkan dengan perempuan.3

Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), hingga saat ini jumlah

penderita asma di dunia diperkirakan mencapai 300 juta orang dan diperkirakan angka

ini akan terus meningkat hingga 400 juta penderita pada tahun 2025.4

Hasil penelitian International Study on Asthma and Allergies in Childhood

(ISAAC) pada tahun 2005 menunjukkan bahwa di Indonesia prevalensi penyakit asma

meningkat dari 4,2% menjadi 5,4%. Diperkirakan prevalensi asma di Indonesia 5%

dari seluruh penduduk Indonesia, artinya saat ini ada 12,5 juta pasien asma di

Indonesia.5

Penelitian yang dilakukan oleh Anggia D pada tahun 2005 di RSUD Arifin

Achmad Pekanbaru didapatkan kelompok umur terbanyak yang menderita asma

adalah 25 – 34 tahun sebanyak 17 orang (24,29%) dari 70 orang, dan perempuan lebih

banyak dari pada laki – laki (52,86%). 6

3. Faktor Resiko

1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Faktor resiko asma dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

a. Atopi

Hal yang diturunkan adalah bakat alerginya, meskipun belum

diketahui bagaimana cara penurunannya. Penderita dengan penyakit

alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang juga alergi. Dengan

adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah terkena penyakit asma

bronkial jika terpajan dengan faktor pencetus.

b. Hiperreaktivitas bronkus

Saluran pernapasan sensitif terhadap berbagai rangsangan

alergen maupun iritan.

c. Jenis Kelamin

Perbandingan laki – laki dan perempuan pada usia dini adalah

2:1 dan pada usia remaja menjadi 1:1. Prevalensi asma lebih besar pada

wanita usia dewasa.

d. Ras

e. Obesitas

Obesitas atau peningkatan Body Mass Index (BMI) merupakan

faktor resiko asma. Mediator tertentu seperti leptin dapat

mempengaruhi fungsi saluran pernapasan dan meningkatkan

kemungkinan terjadinya asma. Meskipun mekanismenya belum jelas,

penurunan berat badan penderita obesitas dengan asma, dapat

mempengaruhi gejala fungsi paru, morbiditas dan status kesehatan.

4. Faktor Pencetus

Penelitian yang dilakukan oleh pakar di bidang penyakit asma sudah

sedemikian jauh, tetapi sampai sekarang belum menemukan penyebab yang pasti.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa saluran pernapasan penderita asma

mempunyai sifat sangat peka terhadap rangsangan dari luar yang erat kaitannya

dengan proses inflamasi. Proses inflamasi akan meningkat bila penderita terpajan oleh

alergen tertentu.

2

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Penyempitan saluran pernapasan pada penderita asma disebabkan oleh reaksi

inflamasi kronik yang didahului oleh faktor pencetus. Beberapa faktor pencetus yang

sering menjadi pencetus serangan asma adalah :

1. Faktor Lingkungan

a. Alergen dalam rumah

b. Alergen luar rumah

2. Faktor Lain

a. Alergen makanan

b. Alergen obat – obat tertentu

c. Bahan yang mengiritasi

d. Ekspresi emosi berlebih

e. Asap rokok bagi perokok aktif maupun perokok pasif

f. Polusi udara dari dalam dan luar ruangan

g. Exercise-induced asthma

h. Perubahan cuaca

5. Klasifikasi

Berat-ringannya asma ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain gambaran

klinik sebelum pengobatan (gejala, eksaserbasi, gejala malam hari, pemberian obat

inhalasi β-2 agonis dan uji faal paru) serta obat-obat yang digunakan untuk

mengontrol asma (jenis obat, kombinasi obat dan frekuensi pemakaian obat). Tidak

ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat menentukan berat-ringannya suatu

penyakit. Dengan adanya pemeriksaan klinis termasuk uji faal paru dapat menentukan

klasifikasi menurut berat-ringannya asma yang sangat penting dalam

penatalaksanaannya.7

Asma diklasifikasikan atas asma saat tanpa serangan dan asma saat serangan

(akut)7 :

1. Asma saat tanpa serangan

Pada orang dewasa, asma saat tanpa atau diluar serangan, terdiri dari: 1)

Intermitten; 2) Persisten ringan; 3) Persisten sedang; dan 4) Persisten berat

(Tabel.1)

3

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Tabel 1. Klasifikasi derajat asma berdasarkan gambaran klinis secara umum pada orang dewasa7

2. Asma saat serangan

Klasifikasi derajat asma berdasarkan frekuensi serangan dan obat yang

digunakan sehari-hari, asma juga dapat dinilai berdasarkan berat-ringannya

serangan. Global Initiative for Asthma (GINA) membuat pembagian derajat

serangan asma berdasarkan gejala dan tanda klinis, uji fungsi paru, dan

pemeriksaan laboratorium. Derajat serangan menentukan terapi yang akan

diterapkan. Klasifikasi tersebut meliputi asma serangan ringan, asma serangan

sedang dan asma serangan berat. Perlu dibedakan antara asma (aspek kronik)

dengan serangan asma (aspek akut). Sebagai contoh: seorang pasien asma

persisten berat dapat mengalami serangan ringan saja, tetapi ada kemungkinan

pada pasien yang tergolong episodik jarang mengalami serangan asma berat,

bahkan serangan ancaman henti napas yang dapat menyebabkan kematian.

4

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Tabel 2. Klasifikasi asma menurut derajat serangan7

6. Patogenesis

Asma merupakan inflamasi kronik saluran napas dan disebabkan oleh

hiperreaktivitas saluran napas yang melibatkan beberapa sel inflamasi terutama sel

mast, eosinofil, sel limfosit T, makrofag, neutrofil dan sel epitel yang menyebabkan

pelepasan mediator seperti histamin dan leukotrin yang dapat mengaktivasi target

saluran napas sehingga terjadi bronkokonstriksi, kebocoran mikrovaskular, edema dan

hipersekresi mukus. Inflamasi saluran napas pada asma merupakan proses yang

sangat kompleks melibatkan faktor genetik, antigen dan berbagai sel inflamasi,

interaksi antara sel dan mediator yang membentuk proses inflamasi kronik.8

Proses inflamasi kronik ini berhubungan dengan peningkatan kepekaan

saluran napas sehingga memicu episode mengi berulang, sesak napas, batuk terutama

pada malam hari. Hiperresponsivitas saluran napas adalah respon bronkus berlebihan

yaitu penyempitan bronkus akibat berbagai rangsangan spesifik dan non-spesifik.8

5

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Gambar 1. Patogenesis Asma9

Tabel 3. Mediator Sel Mast dan Pengaruhnya terhadap Asma10

Mediator Pengaruh terhadap asma

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan A2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF)

Kontruksi otot polos

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin dan Thromboksan E2 Bradikinin Platelet-activating factor (PAF) Chymase Radikal oksigen

Udema mukosa

Histamin LTC4, D4,E4 Prostaglandin Hidroxyeicosatetraenoic acid

Sekresi mukus

Radikal oksigen Enzim proteolitik Faktor inflamasi dan sitokin

Deskuamasi epitel bronkial

6

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

7. Diagnosis

Diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

laboratorium, dan pemeriksaan penunjang.

Anamnesis

Anamnesis meliputi adanya gejala yang episodik, gejala berupa batuk,

sesak napas, mengi, rasa berat di dada dan variabiliti yang berkaitan dengan

cuaca. Faktor – faktor yang mempengaruhi asma, riwayat keluarga dan adanya

riwayat alergi.11

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pada pasien asma tergantung dari derajat obstruksi

saluran napas. Tekanan darah biasanya meningkat, frekuensi pernapasan dan

denyut nadi juga meningkat, ekspirasi memanjang diserta ronki kering,

mengi.11

Pemeriksaan Laboratorium

Darah (terutama eosinofil, Ig E), sputum (eosinofil, spiral Cursshman,

kristal Charcot Leyden).11

Pemeriksaan Penunjang

o Spirometri

Spirometri adalah alat yang dipergunakan untuk mengukur faal

ventilasi paru. Reversibilitas penyempitan saluran napas yang

merupakan ciri khas asma dapat dinilai dengan peningkatan volume

ekspirasi paksa detik pertama (VEP1) dan atau kapasiti vital paksa

(FVC) sebanyak 20% atau lebih sesudah pemberian bronkodilator.

o Peak flow meter/PFM

Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana,

alat tersebut digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal

dari paru. Oleh karena pemeriksaan jasmani dapat normal, dalam

menegakkan diagnosis asma diperlukan pemeriksaan objektif

(spirometer/FEV1 atau PFM). Spirometer lebih diutamakan dibanding

PFM oleh karena PFM tidak begitu sensitif dibanding FEV, untuk

diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur terutama saluran

napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat diagnostik,

7

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

APE dapat digunakan dalam diagnosis untuk penderita yang tidak

dapat melakukan pemeriksaan FEV1.

o Uji Provokasi Bronkus

Uji provokasi bronkus membantu menegakkan diagnosis asma.

Pada penderita dengan gejala sma dan faal paru normal sebaiknya

dilakukan uji provokasi bronkus. Pemeriksaan uji provokasi bronkus

merupakan cara untuk membuktikan secara objektif hiperreaktivitas

saluran napas pada orang yang diduga asma. Uji provokasi bronkus

terdiri dari tiga jenis yaitu uji provokasi dengan beban kerja (exercise),

hiperventilasi udara dan alergen non-spesifik seperti metakolin dan

histamin.

o Foto Toraks

Pemeriksaan foto toraks dilakukan untuk menyingkirkan

penyakit lain yang memberikan gejala serupa seperti gagal jantung kiri,

obstruksi saluran nafas, pneumothoraks, pneumomediastinum. Pada

serangan asma yang ringan, gambaran radiologik paru biasanya tidak

memperlihatkan adanya kelainan.

Tabel 4. Diagnosis Asma12

8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

8. Diagnosis Banding

Bronkitis kronik

Bronkitis kronik ditandai dengan batuk kronik yang mengeluarkan

sputum 3 bulan dalam setahun untuk sedikitnya 2 tahun. Penyebab batuk

kronik seperti tuberkulosis, bronkitis atau keganasan harus disingkirkan

dahulu. Gejala utama batuk disertai sputum biasanya didapatkan pada pasien

berumur lebih dari 35 tahun dan perokok berat. Gejalanya dimulai dengan

batuk pagi hari, lama kelmaan disertai mengi dan menurunnya kemampuan

kegiatan jasmani. Pada stadium lanjut, datap ditemukan sianosis dan tanda-

tanda corpulmonal

Emfisema paru

Sesak merupakan gejala utama emfisema. Sedangkan batuk dan mengi

jarang menyertainya. Pasien biasanya kurus. Berbeda dengan asma, pada

emfisema tidak pernah ada masa remisi, pasien selalu sesak pada kegiatan

jasmani. Pada pemeriksaan fisik ditemukan dada kembung, peranjakan napas

terbatas, hipersonor, pekak hati menurun, dan suara napas sangat lemah.

Pemeriksaan foto dada menunjukkan hiperinflasi.

Gagal jantung kiri

Dulu gagal jantung kiri dikenal dengan asma kardial dan timbul pada

malam hari disebut paroxysmal nocturnal dispnea. Penderita tiba-tiba

terbangun pada malam hari karena sesak, tetapi sesak menghilang atau

berkurang bila duduk. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kardiomegali dan

edema paru.

Emboli paru

Hal-hal yang dapat menimbulkan emboli antara lain adalah imobilisasi,

gagal jantung dan tromboflebitis. Disamping gejala sesak napas, pasien batuk-

natuk yang dapat disertai darah, nyeri pleura, keringat dingin, kejang, dan

pingsan. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya ortopnea, takikardi, gagal

jantung kanan, pleural friction, irama derap, sianosis, dan hipertensi.

Pemeriksaan elektrokardiogram menunjukkan perubahan antara lain aksis

jantung ke kanan.

9

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

9. Penatalaksanaan

Tujuan utama penatalaksanaan asma adalah meningkatkan dan

mempertahankan kualiti hidup agar penderita asma dapat hidup normal tanpa

hambatan dalam melakukan aktiviti sehari-hari. Tujuan penatalaksanaan asma13:

Menghilangkan dan mengendalikan gejala asma

Mencegah eksaserbasi akut

Meningkatkan dan mempertahankan faal paru seoptimal mungkin

Mengupayakan aktiviti normal termasuk exercise

Menghindari efek samping obat

Mencegah terjadi keterbatasan aliran udara (airflow limitation) ireversibel

Mencegah kematian karena asma

Penatalaksanaan asma bertujuan untuk mengontrol penyakit, disebut sebagai asma

terkontrol. Asma terkontrol adalah kondisi stabil minimal dalam waktu satu bulan.13

Penatalaksanaan asma bronkial terdiri dari pengobatan non-medikamentosa

dan pengobatan medikamentosa :

Pengobatan non-medikamentosa

Penyuluhan

Menghindari faktor pencetus

Pengendali emosi

Pemakaian oksigen

Pengobatan medikamentosa

Pengobatan ditujukan untuk mengatasi dan mencegah gejala obstruksi jalan

napas, terdiri atas pengontrol dan pelega.13

a. Pengontrol (Controllers)

Pengontrol adalah medikasi asma jangka panjang untuk mengontrol asma,

diberikan setiap hari untuk mencapai dan mempertahankan keadaan asma

terkontrol pada asma persisten. Pengontrol sering disebut pencegah, yang

termasuk obat pengontrol : 

1) Glukokortikosteroid inhalasi

Pengobatan jangka panjang yang paling efektif untuk mengontrol

asma. Penggunaan steroid inhalasi menghasilkan perbaikan faal paru,

menurunkan hiperesponsif jalan napas, mengurangi gejala, mengurangi

10

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

frekuensi dan berat serangan dan memperbaiki kualiti hidup. Steroid inhalasi

adalah pilihan bagi pengobatan asma persisten (ringan sampai berat).

Tabel 5. Dosis glukokortikosteroid inhalasi dan perkiraan kesamaan potensi13

Dewasa Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

200-500 ug

200-400 ug

500-1000 ug

100-250 ug

400-1000 ug

 

500-1000 ug

400-800 ug

1000-2000 ug

250-500 ug

1000-2000 ug

 

>1000 ug

>800 ug

>2000 ug

>500 ug

>2000 ug

Anak Dosis rendah Dosis medium Dosis tinggi

Obat

Beklometason dipropionat

Budesonid

Flunisolid

Flutikason

Triamsinolon asetonid

 

100-400 ug

100-200 ug

500-750 ug

100-200 ug

400-800 ug

 

400-800 ug

200-400 ug

1000-1250 ug

200-500 ug

800-1200 ug

 

>800 ug

>400 ug

>1250 ug

>500 ug

>1200 ug

 

 

2) Glukokortikosteroid sistemik

Cara pemberian melalui oral atau parenteral. Harus selalu diingat

indeks terapi (efek/ efek samping), steroid inhalasi jangka panjang lebih baik

daripada steroid oral jangka panjang.

3) Kromolin (sodium kromoglikat dan nedokromil sodium)

Pemberiannya secara inhalasi. Digunakan sebagai pengontrol pada

asma persisten ringan. Dibutuhkan waktu 4-6 minggu pengobatan untuk

menetapkan apakah obat ini bermanfaat atau tidak.

4) Metilsantin

Teofilin adalah bronkodilator yang juga mempunyai efek

ekstrapulmoner seperti antiinflamasi. Teofilin atau aminofilin lepas lambat

dapat digunakan sebagai obat pengontrol, berbagai studi menunjukkan

pemberian jangka lama efektif mengontrol gejala dan memperbaiki faal paru.

5) Agonis beta-2 kerja lama

11

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Termasuk di dalam agonis beta-2 kerja lama inhalasi adalah salmeterol

dan formoterol yang mempunyai waktu kerja lama (> 12 jam). Seperti

lazimnya agonis beta-2 mempunyai efek relaksasi otot polos, meningkatkan

pembersihan mukosilier, menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan

memodulasi penglepasan mediator dari sel mast dan basofil.

Tabel 6. Onset dan durasi (lama kerja) inhalasi agonis beta-213

Onset Durasi (Lama kerja)

Singkat Lama

Cepat Fenoterol

Prokaterol

Salbutamol/ Albuterol

Terbutalin

Pirbuterol

Formoterol

Lambat   Salmeterol

 

6) Leukotriene modifiers

Obat ini merupakan antiasma yang relatif baru dan pemberiannya

melalui oral. Mekanisme kerja menghasilkan efek bronkodilator minimal dan

menurunkan bronkokonstriksi akibat alergen, sulfurdioksida dan exercise.

Selain bersifat bronkodilator, juga mempunyai efek antiinflamasi. Kelebihan

obat ini adalah preparatnya dalam bentuk tablet (oral) sehingga mudah

diberikan. Saat ini yang beredar di Indonesia adalah zafirlukas (antagonis

reseptor leukotrien sisteinil).  

b. Pelega (Reliever)

Prinsipnya untuk dilatasi jalan napas melalui relaksasi otot polos,

memperbaiki dan atau menghambat bronkostriksi yang berkaitan dengan gejala

akut seperti mengi, rasa berat di dada dan batuk, tidak memperbaiki inflamasi

jalan napas atau menurunkan hiperesponsif jalan napas. Termasuk 13:

1) Agonis beta-2 kerja singkat

Termasuk golongan ini adalah salbutamol, terbutalin, fenoterol, dan

prokaterol yang telah beredar di Indonesia. Mempunyai waktu mulai kerja

(onset) yang cepat. Mekanisme kerja sebagaimana agonis beta-2 yaitu

relaksasi otot polos saluran napas, meningkatkan bersihan mukosilier,

12

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

menurunkan permeabiliti pembuluh darah dan modulasi penglepasan mediator

dari sel mast. Merupakan terapi pilihan pada serangan akut dan sangat

bermanfaat sebagai praterapi pada exercise-induced asthma

2) Metilsantin

Termasuk dalam bronkodilator walau efek bronkodilatasinya lebih

lemah dibandingkan agonis beta-2 kerja singkat.

3) Antikolinergik

Pemberiannya secara inhalasi. Mekanisme kerjanya memblok efek

penglepasan asetilkolin dari saraf kolinergik pada jalan napas. Menimbulkan

bronkodilatasi dengan menurunkan tonus kolinergik vagal intrinsik, selain itu

juga menghambat refleks bronkokostriksi yang disebabkan iritan. Termasuk

dalam golongan ini adalah ipratropium bromide dan tiotropium bromide.

4) Adrenalin

Dapat sebagai pilihan pada asma eksaserbasi sedang sampai berat.

Pemberian secara subkutan harus dilakukan hati-hati pada penderita usia lanjut

atau dengan gangguan kardiovaskular. Pemberian intravena dapat diberikan

bila dibutuhkan, tetapi harus dengan pengawasan ketat (bedside monitoring).

Cara pemberian pengobatan

Pengobatan asma dapat diberikan melalui berbagai cara yaitu inhalasi, oral

dan parenteral (subkutan, intramuskular, intravena). Kelebihan pemberian pengobatan

langsung ke jalan napas (inhalasi) adalah 13:

lebih efektif untuk dapat mencapai konsentrasi tinggi di jalan napas

efek sistemik minimal atau dihindarkan

beberapa obat hanya dapat diberikan melalui inhalasi, karena tidak

terabsorpsi pada pemberian oral (antikolinergik dan kromolin). Waktu

kerja bronkodilator adalah lebih cepat bila diberikan inhalasi daripada oral.

Tabel 7. Pengobatan sesuai berat asma 13

13

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Semua tahapan : ditambahkan agonis beta-2 kerja singkat untuk pelega bila dibutuhkan, tidak melebihi 3-4 kali sehari.

Berat Asma Medikasi pengontrol harian

Alternatif / Pilihan lain Alternatif lain

Asma Intermiten

Tidak perlu -------- -------

Asma Persisten Ringan

Glukokortikosteroid inhalasi (200-400 ug BD/hari atau

ekivalennya)

Teofilin lepas lambat

Kromolin

Leukotriene modifiers

------

Asma Persisten Sedang

 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid

(400-800 ug BD/hari atau ekivalennya) dan

agonis beta-2 kerja lama

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah Teofilin lepas lambat ,atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Glukokortikosteroid inhalasi dosis tinggi (>800 ug BD atau ekivalennya) atau

Glukokortikosteroid inhalasi (400-800 ug BD atau ekivalennya) ditambah leukotriene modifiers

Ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, atau

Ditambah teofilin lepas lambat

Asma Persisten Berat

 

Kombinasi inhalasi glukokortikosteroid (> 800 ug BD atau ekivalennya) dan agonis beta-2 kerja lama, ditambah ³ 1 di bawah ini:

teofilin lepas lambat

leukotriene modifiers

glukokortikosteroid oral

Prednisolon/ metilprednisolon oral selang sehari 10 mg

ditambah agonis beta-2 kerja lama oral, ditambah teofilin lepas lambat

10. Komplikasi

Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah :

a. Status asmatikus

b. Atelektasis

c. Hipoksemia

d. Pneumothoraks

e. Emfisema

11. Prognosis

14

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir

menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi beresiko yang

berjumlah kira-kira 10 juta. Sebelum dipakai kortikosteroid, secara umum angka

kematian penderita asma wanita dua kali lipat penderita asma pria. Juga kenyataan

bahwa angka kematian pada serangan asma dengan usia tua lebih banyak, kalau

serangan asma diketahui dan dimulai sejak kanak – kanak dan mendapat pengawasan

yang cukup kira-kira setelah 20 tahun, hanya 1% yang tidak sembuh dan di dalam

pengawasan tersebut kalau sering mengalami serangan common cold 29% akan

mengalami serangan ulang.14Pada penderita yang mengalami serangan intermitten

angka kematiannya 2%, sedangkan angka kematian pada penderita yang dengan

serangan terus menerus angka kematiannya 9%.14

DAFTAR PUSTAKA15

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA ASMA PADA DEWASA

1. Riyanto BS, Hisyam B. Obstruksi Saluran Pernapasan Akut. Dalam : Buku Ajar Ilmu

Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi ke - 4. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu

Penyakit Dalam FKUI. 2006. h 978 – 87.

2. Alsagaff H, Mukty A. Dasar - Dasar Ilmu Penyakit Paru. Edisi ke – 2. Surabaya :

Airlangga University Press. 2002. h 263 – 300.

3. Morris MJ. Asthma. [ updated 2011 June 13; cited 2013 May 10]. Available from :

http://emedicine.medscape.com/article/296301-overview#showall

4. Partridge MD. Examining The Unmet Need In Adults With Severe Asthma. Eur

Respir Rev 2007; 16: 104, 67–72

5. Dewan Asma Indonesia. Pedoman Tatalaksana Asma. Jakarta. 2011

6. Anggia D. Profil Penderita Asma Bronkial yang Dirawat Inap di Bagian Paru RSUD

Arifin Achmad Pekanbaru Periode Januari – Desember 2005. Pekanbaru : Fakultas

Kedokteran Universitas Riau. 2006.

7. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 1023/MENKES/SK/XI/2008 Tentang Pedoman Pengendalian

Penyakit Asma. Jakarta. 3 Nopember 2008.

8. Rahmawati I, Yunus F, Wiyono WH. Patogenesis dan Patofisiologi Asma. Jurnal

Cermin Kedokteran. 2003; 141. 5 – 6.

9. Widjaja A. Patogenesis Asma. Makalah Ilmiah Respirologi 2003. Surakarta : Fakultas

Kedokteran Universitas Sebelas Maret. 2003. h 27.

10. Noorcahyati S. Pemantauan Kadar Imunoglobulin M (Igm) dan Imunoglobulin G

(IgG) Chlamydia pneumoniae pada Penderita Asma di Rumah Sakit Umum Pusat H.

Adam Malik Medan. Medan : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara. 2002.

11. Mansjoer A, Triyanti K, Savitri R, Wardani WI, Setiowulan W. Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi III. Jakarta : Media Aesculapius FKUI. 2001. h 477 – 82.

12. Rengganis I. Diagnosis dan Tatalaksana Asma Bronkial. Majalah Kedokteran

Indonesia. Nopember 2008; 58(11), 444-51.

13. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di

Indonesia. 2003. h 73-5

14. Mcfadden ER. Penyakit Asma. Dalam Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit Dalam.

Isselbacher KJ et al, editor. Jakrta : EGC. 2000. 1311-18.

16