asma bronkial

21
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL A. Definisi Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi. B. Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi (1)Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik) Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui pelepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam jaringan dan 1

Upload: atik-cm-olivia-seonara

Post on 24-Oct-2015

10 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi.

TRANSCRIPT

Page 1: asma bronkial

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL

A. Definisi

Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas

terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Asma dimanifestasikan

dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan

mengi.

B. Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi

(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)

Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.

Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran

pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja

sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel

APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel

APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui

pelepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B

diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk

IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam

jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh

karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk

IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk

IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel

mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah

menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau

baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan

alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang

sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan

1

Page 2: asma bronkial

menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel

yang menurunkan kadar cAMP.

Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.

Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah

mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di

dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,

Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic

Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator

tersebut ialah obstruksi oleh histamin.

Hipereaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut

(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah

yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya

alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang

tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan.

Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperrektifitas bronkus disebabkan oleh

inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil

ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma

bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas

berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya

hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang

menggunakan metakolin atau histamin.

Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap

secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara

patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik

sebagai suatu peradangan saluran nafas.

Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya,

infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang

menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya

pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula

pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh

mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus.

2

Page 3: asma bronkial

Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus

serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan

percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi

(wheezing) dan batuk yang produktif.

Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu

keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang

terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan

kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan

mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan

kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh

sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan

asma bronkiale.

(2) Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)

Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan

alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi

saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta

tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat

gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade

adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan

normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.

Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat

yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak

nafas.

Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang

berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan

disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim

adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel

menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi

otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit /

basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor

adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan

3

Page 4: asma bronkial

akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini

dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).

(3) Asma Bronkiale Campuran (Mixed)

Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik

maupun ekstrinsik.

C. Patofisiologi

Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan

oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :

1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan

napas.

2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki

3. Pengisian bronki dengan bronkus yang kental

Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar; sutum yag

kental, banyak dihasilkan dan alveoli mejadi hiperinflasi, dengan udara

terperangkap didalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini

tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan system

imunologis dan saraf otonom.

Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun buruk terhadap

lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-

sel dalam mast dalam paru. Pemajan ulang terhadap antigen mengakibatkan

ikatan antigen dan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast

(disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, prostaglandin serta

anafilaksis dari substansi yang bekerja lambat (SRS-A). Pelepasan mediator

ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,

menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan

pembentukan mucus yang sangat banyak.

Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchiale diatur oleh

inpuls saraf vagal dari sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non

alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti

4

Page 5: asma bronkial

infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, dan jumlah asetilkolin

yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung

menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator

kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap

respon parasimpatis.

D. Tanda dan Gejala

Tanda dan gejalanya adalah :

1.Pernafasan cepat dan dalam

2.Gelisah

3.Otot-otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras

4.Batuk, sesak nafas, wheezing dan nyeri dada

Pada serangan asma yang berat, gejala yang timbul beberapa

macam, yaitu:

1.Kontraksi otot-otot bantu pernafasan

2.Silerit chesit

3.Sianosis

4.Gangguan kesadaran

5. Klien tampak letih

6. Hipersensitif

bronkhus

7. Tachikardi

E. Manifestasi klinik

Batuk ada sputum, bunyi wheezing, nyeri dada, gelisah dan duduk

menyangga kepala. Batuk adalah respon fisiologis pada iritasi bronkhi.

Sejumlah besar yang membuktikan frekuensi batuk sebagai suatu keluhan

klien. Batuk berasal dari larink ke bronchiare dan ke bronchialf dostal.

Iritasi kimia sederhana dari aspirasi makanan atau cairan menyebabkan

batuk dengan segera. Keluhan demam dan sputum dipertimbangkan

sebagai suatu sebab infeksi. Bila bronkhus basah akibatnya adalah batuk.

Cairan mokus dari bronkhitis, nanah dari infeksi atau transudasi cairan

plasma pada congestif heart failure pada akhirnya klien batuk pada malam

hari ketika berbaring, tanyakan kepada klien jika batuk berdahak.

Ciri sputum yaitu mokus murni putih sampai jernih purulen biasanya

berwarna kuning hingga hijau. Sputum yang berbau busuk biasanya berarti

5

Page 6: asma bronkial

bahwa saat ini abses di paru-paru, dengan hubungan ini pula riwayat

alkoholik dan kerusakan gigi yang baru mungkin memajukan aspirasi

sebagai penyebab.

F. Penatalaksanaan

1. Pengobatan farmakologik

a. Bronkodilator

Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2

golongan :

1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).

Nama obat :

Orsiprenalin (Alupent)

Fenoterol (berotec)

Terbutalin (bricasma)

Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,

sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose

inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin

Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,

Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi

aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.

2) Santin (teofilin)

Nama obat :

Aminofilin (Amicam supp)

Aminofilin (Euphilin Retard)

Teofilin (Amilex)

Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara

kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling

memperkuat.

Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan

asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.

Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya

diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit

6

Page 7: asma bronkial

lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam

bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.

Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum

teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).

b. Kromalin

Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan

asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.

Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan

efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.

c. Ketolifen

Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya

diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat

diberika secara oral.

2. Pengobatan non farmakologik:

a. Memberikan penyuluhan.

b. Menghindari faktor pencetus.

c. Pemberian cairan.

d. Fisiotherapy.

e. Beri O2 bila perlu.

G. Asuhan Keperawatan

Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien yang

mengalami asma adalah :

1. Pengkajian

Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:

Riwayat kesehatan yang lalu:

Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.

Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.

Kaji riwayat pekerjaan pasien.

Aktivitas

7

Page 8: asma bronkial

Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.

Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehari-hari.

Tidur dalam posisi duduk tinggi.

Pernapasan

Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.

Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.

Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,

melebarkan hidung.

Adanya bunyi napas mengi.

Adanya batuk berulang.

Sirkulasi

Adanya peningkatan tekanan darah.

Adanya peningkatan frekuensi jantung.

Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.

Kemerahan atau berkeringat.

Integritas ego

Ansietas

Ketakutan

Peka rangsangan

Gelisah

Asupan nutrisi

Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.

Penurunan berat badan karena anoreksia.

Hubungan sosal

Keterbatasan mobilitas fisik.

Susah bicara atau bicara terbata-bata.

Adanya ketergantungan pada orang lain.

Seksualitas

Penurunan libido

2. Diagnosa

8

Page 9: asma bronkial

Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot respirasi,

kecemasan, dan kelainan pada dinding dada, sindrom hiperventilasi

Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.

Kriteria Hasil :

Sesak berkurang

Batuk berkurang

Klien dapat mengeluarkan sputum

Wheezing berkurang/hilang

TTV dalam batas normal keadaan umum baik

Ekspansi paru mengembang.

Pola nafas efektif

Bunyi nafas normal atau bersih

Intervensi :

Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis,

onkhi.

Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi

nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma

berat).

Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.

Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada

penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat

melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.

Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk

pada sandaran.

Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan

menggunakan gravitasi.

Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan

untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.

9

Page 10: asma bronkial

batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit

akut/kelemahan.

Berikan air hangat.

penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.

Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).

Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.

Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya

pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.

Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung

derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan

atelektasis dan atau nyeri dada.

Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.

ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.

Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.

Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.

Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.

Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan

ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.

Kolaborasi.

- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.

- Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan

kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.

- Berikan oksigen tambahan

Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari yang Diperlukan Tubuh

berhubungan dengan faktor biologi, ekonomi, psikologi.

Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.

Kriteria Hasil :

Keadaan umum baik

Mukosa bibir lembab

Nafsu makan baik

10

Page 11: asma bronkial

Tekstur kulit baik

Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan

Bising usus 6-12 kali/menit

Berat badan dalam batas normal.

Intervensi :

Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).

Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.

Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.

Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan

keperawatan.

Timbang berat badan dan tinggi badan.

Penurunan berat badan yang signfikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.

Anjurkan klien minum air hangat saat makan.

Air hangat dapat mengurangi mual.

Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.

Kolaborasi

- Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.

- Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.

- Berikan obat sesuai indikasi.

- Vitamin B squrb 2×1.

- Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.

- Antiemetik rantis 2×1

- menghilangkan mual / muntah.

3. Implementasi

Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh

perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase

pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :

11

Page 12: asma bronkial

a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan

b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan

c. Memberikan asuhan keperawatan

d. Melanjutkan pengumpulan data

4. Evaluasi

Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang

merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat

dan anggota tim kesehatan lainnya

Tujuan evaluasi adalah :

a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak

b. Untuk melakukan pengkajian ulang

Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan

dengan prilaku klien

a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan

pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan

b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi

tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan

c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali

menunjukkan prilaku yang telah ditentukan

12

Page 13: asma bronkial

BAB III

PENUTUP

3.1 SIMPULAN

1) Asma adalah penyakit jalan napas obstuktif intermiten, reversible di mana

rake dan bronki berespon dalam scara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.

2) Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari

kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjad sebelum usia 40

tahun.

3) Klasifikasi Asma dibagi berdasarkan Etiologi, yaitu Asma Bronkiale Tipe

Atopik (Ekstrinsik), Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik), Asma

Bronkiale Campuran (Mixed).

4) Tanda dan gejala asma adalah : Pernafasan cepat dan dalam, Gelisah, Otot-

otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras, Batuk, sesak nafas,

wheezing dan nyeri dada

3.2 SARAN DAN KRITIK

Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran

dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi

penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan

keperawatan pada pasien asma.

13

Page 14: asma bronkial

DAFTAR PUSTAKA

1. Carpenito L.J, 1999. “Diagnosa Keperawatan dan Masalah

Kolaboratif”.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2

Jakarta; EGC.

2. Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III.

Jakarta; Buku Kedokteran. EGC.

3. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikasi Bedah. Edisi 8. Volume 1.

Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

4. Mansjoer Arif, dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media

Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Anonymous. Nanda Internasional Nursing Diagnoses 2009 – 2011. US : wiley-

blackwell

14