asma bronkial
DESCRIPTION
Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Asma dimanifestasikan dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan mengi.TRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN
PASIEN DENGAN ASMA BRONKIAL
A. Definisi
Asma adalah suatu penyakit peradangan (inflamasi) saluran nafas
terhadap rangsangan atau hiper reaksi bronkus. Asma dimanifestasikan
dengan penyempitan jalan napas, yang mengakibatkan dispnea, batuk, dan
mengi.
B. Klasifikasi Asma Berdasarkan Etiologi
(1) Asma Bronkiale Tipe Atopik (Ekstrinsik)
Asma timbul karena seseorang yang atopi akibat pemaparan alergen.
Alergen yang masuk tubuh melalui saluran pernafasan, kulit, saluran
pencernaan dan lain-lain akan ditangkap oleh makrofag yang bekerja
sebagai antigen presenting cells (APC). Setelah alergen diproses dalam sel
APC, kemudian oleh sel tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel
APC melalui penglepasan interleukin I (II-1) mengaktifkan sel Th. Melalui
pelepasan Interleukin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan signal untuk berproliferasi menjadi sel plasthma dan membentuk
IgE. IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastosit yang ada dalam
jaringan dan basofil yang ada dalam sirkulasi. Hal ini dimungkinkan oleh
karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki reseptor untuk
IgE. Sel eosinofil, makrofag dan trombosit juga memiliki reseptor untuk
IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah memiliki sel-sel
mastosit dan basofil dengan IgE pada permukaan tersebut belumlah
menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap desentisisasi atau
baru menjadi rentan.
Bila orang yang sudah rentan itu terpapar kedua kali atau lebih dengan
alergen yang sama, alergen yang masuk tubuh akan diikat oleh IgE yang
sudah ada pada permukaan mastofit dan basofil. Ikatan tersebut akan
1
menimbulkan influk Ca++ ke dalam sel dan terjadi perubahan dalam sel
yang menurunkan kadar cAMP.
Kadar cAMP yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologik, yaitu histamin,
Eosinophil Chemotactic Factor-A (ECF-A), Neutrophil Chemotactic
Factor (NCF), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamin.
Hipereaktifitas bronkus yaitu bronkus yang mudah sekali mengkerut
(konstriksi) bila terpapar dengan bahan / faktor dengan kadar yang rendah
yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi apa-apa, misalnya
alergen (inhalan, kontaktan), polusi, asap rokok / dapur, bau-bauan yang
tajam dan lainnya baik yang berupa iritan maupun yang bukan iritan.
Dewasa ini telah diketahui bahwa hiperrektifitas bronkus disebabkan oleh
inflamasi bronkus yang kronik. Sel-sel inflamasi terutama eosinofil
ditemukan dalam jumlah besar dalam cairan bilas bronkus pasien asthma
bronkiale sebagai bronkhitis kronik eosinofilik. Hiper reaktifitas
berhubungan dengan derajad berat penyakit. Di klinik adanya
hiperreaktifitas bronkhus dapat dibuktikan dengan uji provokasi yang
menggunakan metakolin atau histamin.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas saat ini penyakit asma dianggap
secara klinik sebagai penyakit bronkhospasme yang reversibel, secara
patofisiologik sebagai suatu hiper reaksi bronkus dan secara patologik
sebagai suatu peradangan saluran nafas.
Bronkus pada pasien asma oedema di mukosa dan dindingnya,
infiltrasi sel radang terutama eosinofil serta terlepasnya sel silia yang
menyebabkan getaran silia dan mukus di atasnya sehingga salah satu daya
pertahanan saluran nafas menjadi tidak berfungsi lagi. Ditemukan pula
pada pasien asthma bronkiale adanya penyumbatan saluran nafas oleh
mukus terutama pada cabang-cabang bronkhus.
2
Akibat dari bronkhospasme, oedema mukosa dan dinding bronkhus
serta hipersekresi mukus maka terjadi penyempitan bronkhus dan
percabangannya sehingga akan menimbulkan rasa sesak, nafas berbunyi
(wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu
keadaan stress yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang
terangsang akan meningkatkan adeno corticotropic hormon (ACTH) dan
kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol dalam darah akan
mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan
kemampuan untuk melisis sel radang menurun yang direspon oleh tubuh
sebagai suatu bentuk inflamasi pada bronkhus sehingga menimbulkan
asma bronkiale.
(2) Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik)
Asma non alergenik (asma intrinsik) terjadi bukan karena pemaparan
alergen tetapi terjadi akibat beberapa faktor pencetus seperti infeksi
saluran nafas atas, olah raga atau kegiatan jasmani yang berat, serta
tekanan jiwa atau stress psikologik. Serangan asma terjadi akibat
gangguan saraf otonom terutama gangguan saraf simpatis yaitu blokade
adrenergik beta dan hiperreaktifitas adrenergik alfa. Dalam keadaan
normal aktifitas adrenergik beta lebih dominan daripada adrenergik alfa.
Pada sebagian penderita asma aktifitas adrenergik alfa diduga meningkat
yang mengakibatkan bronkhokonstriksi sehingga menimbulkan sesak
nafas.
Reseptor adrenergik beta diperkirakan terdapat pada enzim yang
berada dalam membran sel yang dikenal dengan adenyl-cyclase dan
disebut juga messengner kedua. Bila reseptor ini dirangsang, maka enzim
adenyl-cyclase tersebut diaktifkan dan akan mengkatalisasi ATP dalam sel
menjadi 3’5’ cyclic AMP. cAMP ini kemudian akan menimbulkan dilatasi
otot-otot polos bronkus, menghambat pelepasan mediator dari mastosit /
basofil dan menghambat sekresi kelenjar mukus. Akibat blokade reseptor
adrenergik beta maka fungsi reseptor adrenergik alfa lebih dominan
3
akibatnya terjadi bronkhus sehingga menimbulkan sesak nafas. Hal ini
dikenal dengan teori blokade adrenergik beta. (baratawidjaja, 1990).
(3) Asma Bronkiale Campuran (Mixed)
Pada tipe ini keluhan diperberat baik oleh faktor-faktor intrinsik
maupun ekstrinsik.
C. Patofisiologi
Asma adalah obstruksi jalan napas difus reversibel. Obstruksi disebabkan
oleh satu atau lebih dari yang berikut ini :
1. Kontraksi otot-otot yang mengelilingi bronki, yang menyempitkan jalan
napas.
2. Pembengkakan membran yang melapisi bronki
3. Pengisian bronki dengan bronkus yang kental
Selain itu, otot-otot bronchial dan kelenjar mukosa membesar; sutum yag
kental, banyak dihasilkan dan alveoli mejadi hiperinflasi, dengan udara
terperangkap didalam jaringan paru. Mekanisme yang pasti dari perubahan ini
tidak diketahui, tetapi apa yang paling diketahui adalah keterlibatan system
imunologis dan saraf otonom.
Beberapa individu dengan asma mengalami respon imun buruk terhadap
lingkungan mereka. Antibodi yang dihasilkan (IgE) kemudian menyerang sel-
sel dalam mast dalam paru. Pemajan ulang terhadap antigen mengakibatkan
ikatan antigen dan antibodi, menyebabkan pelepasan produk sel-sel mast
(disebut mediator) seperti histamine, bradikinin, prostaglandin serta
anafilaksis dari substansi yang bekerja lambat (SRS-A). Pelepasan mediator
ini dalam jaringan paru mempengaruhi otot polos dan kelenjar jalan napas,
menyebabkan bronkospasme, pembengkakan membrane mukosa dan
pembentukan mucus yang sangat banyak.
Sistem saraf otonom mempersarafi paru. Tonus otot bronchiale diatur oleh
inpuls saraf vagal dari sistem parasimpatis. Pada asma idiopatik atau non
alergi, ketika ujung saraf pada jalan napas dirangsang oleh factor seperti
4
infeksi, latihan, dingin, merokok, emosi, dan polutan, dan jumlah asetilkolin
yang dilepaskan meningkat. Pelepasan asetilkolin ini secara langsung
menyebabkan bronkokontriksi juga merangsang pembentukan mediator
kimiawi. Individu dengan asma dapat mempunyai toleransi rendah terhadap
respon parasimpatis.
D. Tanda dan Gejala
Tanda dan gejalanya adalah :
1.Pernafasan cepat dan dalam
2.Gelisah
3.Otot-otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras
4.Batuk, sesak nafas, wheezing dan nyeri dada
Pada serangan asma yang berat, gejala yang timbul beberapa
macam, yaitu:
1.Kontraksi otot-otot bantu pernafasan
2.Silerit chesit
3.Sianosis
4.Gangguan kesadaran
5. Klien tampak letih
6. Hipersensitif
bronkhus
7. Tachikardi
E. Manifestasi klinik
Batuk ada sputum, bunyi wheezing, nyeri dada, gelisah dan duduk
menyangga kepala. Batuk adalah respon fisiologis pada iritasi bronkhi.
Sejumlah besar yang membuktikan frekuensi batuk sebagai suatu keluhan
klien. Batuk berasal dari larink ke bronchiare dan ke bronchialf dostal.
Iritasi kimia sederhana dari aspirasi makanan atau cairan menyebabkan
batuk dengan segera. Keluhan demam dan sputum dipertimbangkan
sebagai suatu sebab infeksi. Bila bronkhus basah akibatnya adalah batuk.
Cairan mokus dari bronkhitis, nanah dari infeksi atau transudasi cairan
plasma pada congestif heart failure pada akhirnya klien batuk pada malam
hari ketika berbaring, tanyakan kepada klien jika batuk berdahak.
Ciri sputum yaitu mokus murni putih sampai jernih purulen biasanya
berwarna kuning hingga hijau. Sputum yang berbau busuk biasanya berarti
5
bahwa saat ini abses di paru-paru, dengan hubungan ini pula riwayat
alkoholik dan kerusakan gigi yang baru mungkin memajukan aspirasi
sebagai penyebab.
F. Penatalaksanaan
1. Pengobatan farmakologik
a. Bronkodilator
Bronkodilator adalah obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2
golongan :
1) Simpatomimetik/ andrenergik (Adrenalin dan efedrin).
Nama obat :
Orsiprenalin (Alupent)
Fenoterol (berotec)
Terbutalin (bricasma)
Obat-obat golongan simpatomimetik tersedia dalam bentuk tablet,
sirup,suntikan dan semprotan. Yang berupa semprotan: MDI (Metered dose
inhaler). Ada juga yang berbentuk bubuk halus yang dihirup (Ventolin
Diskhaler dan Bricasma Turbuhaler) atau cairan broncodilator (Alupent,
Berotec, brivasma serts Ventolin) yang oleh alat khusus diubah menjadi
aerosol (partikel-partikel yang sangat halus ) untuk selanjutnya dihirup.
2) Santin (teofilin)
Nama obat :
Aminofilin (Amicam supp)
Aminofilin (Euphilin Retard)
Teofilin (Amilex)
Efek dari teofilin sama dengan obat golongan simpatomimetik, tetapi cara
kerjanya berbeda. Sehingga bila kedua obat ini dikombinasikan efeknya saling
memperkuat.
Cara pemakaian : Bentuk suntikan teofillin / aminofilin dipakai pada serangan
asma akut, dan disuntikan perlahan-lahan langsung ke pembuluh darah.
Karena sering merangsang lambung bentuk tablet atau sirupnya sebaiknya
diminum sesudah makan. Itulah sebabnya penderita yang mempunyai sakit
6
lambung sebaiknya berhati-hati bila minum obat ini. Teofilin ada juga dalam
bentuk supositoria yang cara pemakaiannya dimasukkan ke dalam anus.
Supositoria ini digunakan jika penderita karena sesuatu hal tidak dapat minum
teofilin (misalnya muntah atau lambungnya kering).
b. Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan obat pencegah serangan
asma. Manfaatnya adalah untuk penderita asma alergi terutama anak-anak.
Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain, dan
efeknya baru terlihat setelah pemakaian satu bulan.
c. Ketolifen
Mempunyai efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin. Biasanya
diberikan dengan dosis dua kali 1mg / hari. Keuntungan obat ini adalah dapat
diberika secara oral.
2. Pengobatan non farmakologik:
a. Memberikan penyuluhan.
b. Menghindari faktor pencetus.
c. Pemberian cairan.
d. Fisiotherapy.
e. Beri O2 bila perlu.
G. Asuhan Keperawatan
Asuhan keperawatan yang dilakukan perawat terhadap pasien yang
mengalami asma adalah :
1. Pengkajian
Hal-hal yang perlu dikaji pada pasien asma adalah sebagai berikut:
Riwayat kesehatan yang lalu:
Kaji riwayat pribadi atau keluarga tentang penyakit paru sebelumnya.
Kaji riwayat reaksi alergi atau sensitifitas terhadap zat/ faktor lingkungan.
Kaji riwayat pekerjaan pasien.
Aktivitas
7
Ketidakmampuan melakukan aktivitas karena sulit bernapas.
Adanya penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan melakukan
aktivitas sehari-hari.
Tidur dalam posisi duduk tinggi.
Pernapasan
Dipsnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan.
Napas memburuk ketika pasien berbaring terlentang ditempat tidur.
Menggunakan obat bantu pernapasan, misalnya: meninggikan bahu,
melebarkan hidung.
Adanya bunyi napas mengi.
Adanya batuk berulang.
Sirkulasi
Adanya peningkatan tekanan darah.
Adanya peningkatan frekuensi jantung.
Warna kulit atau membran mukosa normal/ abu-abu/ sianosis.
Kemerahan atau berkeringat.
Integritas ego
Ansietas
Ketakutan
Peka rangsangan
Gelisah
Asupan nutrisi
Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernapasan.
Penurunan berat badan karena anoreksia.
Hubungan sosal
Keterbatasan mobilitas fisik.
Susah bicara atau bicara terbata-bata.
Adanya ketergantungan pada orang lain.
Seksualitas
Penurunan libido
2. Diagnosa
8
Pola pernafasan tidak efektif berhubungan dengan kelemahan otot respirasi,
kecemasan, dan kelainan pada dinding dada, sindrom hiperventilasi
Tujuan : Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
Sesak berkurang
Batuk berkurang
Klien dapat mengeluarkan sputum
Wheezing berkurang/hilang
TTV dalam batas normal keadaan umum baik
Ekspansi paru mengembang.
Pola nafas efektif
Bunyi nafas normal atau bersih
Intervensi :
Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas, misalnya : mengi, erekeis,
onkhi.
Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan obstruksi jalan nafas. Bunyi
nafas redup dengan ekspirasi mengi (empysema), tak ada fungsi nafas (asma
berat).
Kaji / pantau frekuensi pernafasan catat rasio inspirasi dan ekspirasi.
Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dpat ditemukan pada
penerimaan selama strest/adanya proses infeksi akut. Pernafasan dapat
melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding inspirasi.
Kaji pasien untuk posisi yang aman, misalnya : peninggian kepala tidak duduk
pada sandaran.
Peninggian kepala tidak mempermudah fungsi pernafasan dengan
menggunakan gravitasi.
Observasi karakteristik batuk, menetap, batuk pendek, basah. Bantu tindakan
untuk keefektipan memperbaiki upaya batuk.
9
batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya pada klien lansia, sakit
akut/kelemahan.
Berikan air hangat.
penggunaan cairan hangat dapat menurunkan spasme bronkus.
Kolaborasi obat sesuai indikasi.Bronkodilator spiriva 1×1 (inhalasi).
Membebaskan spasme jalan nafas, mengi dan produksi mukosa.
Kaji frekuensi kedalaman pernafasan dan ekspansi dada. Catat upaya
pernafasan termasuk penggunaan otot bantu pernafasan / pelebaran nasal.
Kecepatan biasanya mencapai kedalaman pernafasan bervariasi tergantung
derajat gagal nafas. Expansi dada terbatas yang berhubungan dengan
atelektasis dan atau nyeri dada.
Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas seperti crekels, mengi.
ronki dan mengi menyertai obstruksi jalan nafas / kegagalan pernafasan.
Tinggikan kepala dan bantu mengubah posisi.
Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan pernafasan.
Observasi pola batuk dan karakter sekret.
Dorong/bantu pasien dalam nafas dan latihan batuk.
Dapat meningkatkan/banyaknya sputum dimana gangguan ventilasi dan
ditambah ketidak nyaman upaya bernafas.
Kolaborasi.
- Berikan humidifikasi tambahan misalnya : nebulizer.
- Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas, memberikan
kelembaban pada membran mukosa dan membantu pengenceran sekret.
- Berikan oksigen tambahan
Ketidakseimbangan Nutrisi : Kurang dari yang Diperlukan Tubuh
berhubungan dengan faktor biologi, ekonomi, psikologi.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi dapat terpenuhi.
Kriteria Hasil :
Keadaan umum baik
Mukosa bibir lembab
Nafsu makan baik
10
Tekstur kulit baik
Klien menghabiskan porsi makan yang disediakan
Bising usus 6-12 kali/menit
Berat badan dalam batas normal.
Intervensi :
Kaji status nutrisi klien (tekstur kulit, rambut, konjungtiva).
Menentukan dan membantu dalam intervensi lanjutnya.
Jelaskan pada klien tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh.
Petikan pengetahuan klien dapat menaikan partisi bagi klien dalam asuhan
keperawatan.
Timbang berat badan dan tinggi badan.
Penurunan berat badan yang signfikan merupakan indikator kurangnya nutrisi.
Anjurkan klien minum air hangat saat makan.
Air hangat dapat mengurangi mual.
Anjurkan klien makan sedikit-sedikit tapi sering.
Kolaborasi
- Consul dengan tim gizi/tim mendukung nutrisi.
- Menentukan kalori individu dan kebutuhan nutrisi dalam pembatasan.
- Berikan obat sesuai indikasi.
- Vitamin B squrb 2×1.
- Defisiensi vitamin dapat terjadi bila protein dibatasi.
- Antiemetik rantis 2×1
- menghilangkan mual / muntah.
3. Implementasi
Implementasi merupakan pelaksanaan perencanaan keperawatan oleh
perawat . Seperti tahap – tahap yang lain dalam proses keperawatan , fase
pelaksanaan terdiri dari beberapa kegiatan antara lain :
11
a. Validasi (pengesahan) rencana keperawatan
b. Menulis/ mendokumentasikan rencana keperawatan
c. Memberikan asuhan keperawatan
d. Melanjutkan pengumpulan data
4. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawatan yang
merupakan kegiatan sengaja dan terus menerus yang melibatkan klien perawat
dan anggota tim kesehatan lainnya
Tujuan evaluasi adalah :
a. Untuk menilai apakah tujuan dalam rencana perawatan tercapai atau tidak
b. Untuk melakukan pengkajian ulang
Untuk dapat menilai apakah tujuan ini tercapai atau tidak dapat dibuktikan
dengan prilaku klien
a. Tujuan tercapai jika klien mampu menunjukkan prilaku sesuai dengan
pernyataan tujuan pada waktu atau tanggal yang telah ditentukan
b. Tujuan tercapai sebagian jika klien telah mampu menunjukkan prilaku, tetapi
tidak seluruhnya sesuai dengan pernyataan tujuan yang telah ditentukan
c. Tujuan tidak tercapai jika klien tidak mampu atau tidak mau sama sekali
menunjukkan prilaku yang telah ditentukan
12
BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
1) Asma adalah penyakit jalan napas obstuktif intermiten, reversible di mana
rake dan bronki berespon dalam scara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
2) Asma dapat terjadi pada sembarang golongan usia; sekitar setengah dari
kasus terjadi pada anak-anak dan sepertiga lainnya terjad sebelum usia 40
tahun.
3) Klasifikasi Asma dibagi berdasarkan Etiologi, yaitu Asma Bronkiale Tipe
Atopik (Ekstrinsik), Asma Bronkiale Tipe Non Atopik (Intrinsik), Asma
Bronkiale Campuran (Mixed).
4) Tanda dan gejala asma adalah : Pernafasan cepat dan dalam, Gelisah, Otot-
otot bantu pernafasan akan bekerja dengan keras, Batuk, sesak nafas,
wheezing dan nyeri dada
3.2 SARAN DAN KRITIK
Guna menyempurnakan makalah ini, diharapkan adanya masukan saran
dan kritik dari para pembaca. Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat bagi
penulis maupun pembaca agar dapat memahami lebih lanjut tentang asuhan
keperawatan pada pasien asma.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Carpenito L.J, 1999. “Diagnosa Keperawatan dan Masalah
Kolaboratif”.Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan. Edisi 2
Jakarta; EGC.
2. Doengoes E. Maryllin, 1999. “Rencana Asuahan Keperawatan”. Edisi III.
Jakarta; Buku Kedokteran. EGC.
3. Brunner & Suddarth. 2001. Keperawatan Medikasi Bedah. Edisi 8. Volume 1.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
4. Mansjoer Arif, dkk. 2000 . Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Media
Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Anonymous. Nanda Internasional Nursing Diagnoses 2009 – 2011. US : wiley-
blackwell
14