bab ii tinjauan pustaka 2.1 asma bronkial 2.1.1 definisieprints.umm.ac.id/63665/2/bab ii.pdf · 2.1...

22
10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan dengan batuk, dada terasa berat, kesulitan bernafas, dan mengi (wheezing). Asma dapat diakibatkan oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan psikologi. Asma terjadi pada saluran bronkial dengan ciri bronkospasme periodik, dimana terjadinya kontraksi spasme pada saluran pernafasan terutama pada percabangan trakeobrokhial (Somantri, 2012). Asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan adannya peradangan jalan napas kronis dengan gambaran utama dari riwayat klinis seperti sesak napas yang episodik terutama pada malam hari dan sering disertai dengan batuk (Global Initiatve for Asthma (GINA), 2012). Asma dapat berpotensi serius yang dapat membebani pasien, keluarga, dan masyarakat karena asma menyebabkan gejala pernapasan, keterbatasan melakukan aktivitas, dan eksaserbasi yang dapat berakibat fatal (GINA, 2019). Orang yang menderita asma mengalami gejala yang berkisar dari ringan hingga berat, jarang terjadi atau terjadi setiap hari. Ketika gejalanya memburuk maka disebut serangan asma (National Heart, Lung, 2019). Penyakit asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi dapat dikendalikan dan dikurangi frekuensi terjadinya serangan (Mumpuni, 2014). Banyak penderita asma menganggap tata laksana asma hanya berfokus pada gejala asma

Upload: others

Post on 29-Nov-2020

20 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Asma Bronkial

2.1.1 Definisi

Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan dengan batuk,

dada terasa berat, kesulitan bernafas, dan mengi (wheezing). Asma dapat diakibatkan

oleh berbagai stimulus seperti faktor biokemikal, endokrin, infeksi, otonomik dan

psikologi. Asma terjadi pada saluran bronkial dengan ciri bronkospasme periodik,

dimana terjadinya kontraksi spasme pada saluran pernafasan terutama pada

percabangan trakeobrokhial (Somantri, 2012).

Asma merupakan penyakit heterogen yang ditandai dengan adannya peradangan

jalan napas kronis dengan gambaran utama dari riwayat klinis seperti sesak napas yang

episodik terutama pada malam hari dan sering disertai dengan batuk (Global Initiatve

for Asthma (GINA), 2012). Asma dapat berpotensi serius yang dapat membebani

pasien, keluarga, dan masyarakat karena asma menyebabkan gejala pernapasan,

keterbatasan melakukan aktivitas, dan eksaserbasi yang dapat berakibat fatal (GINA,

2019). Orang yang menderita asma mengalami gejala yang berkisar dari ringan hingga

berat, jarang terjadi atau terjadi setiap hari. Ketika gejalanya memburuk maka disebut

serangan asma (National Heart, Lung, 2019).

Penyakit asma merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan, akan tetapi

dapat dikendalikan dan dikurangi frekuensi terjadinya serangan (Mumpuni, 2014).

Banyak penderita asma menganggap tata laksana asma hanya berfokus pada gejala asma

Page 2: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

11

yang muncul, tetapi tidak ditujukan untuk penyebab yang mendasari terjadinya asma

tersebut. Pencegahan munculnya gejala asma dan peningkatan kualitas hidup penderita

secara signifikan dapat dilakukan dengan terapi yang adekuat terhadap penyebab yang

mendasari terjadinya asma (Clark, 2013).

2.1.2 Epidemiologi

Prevalensi asma pada anak laki-laki dibanding anak perempuan adalah 1,5:1.

Perbandingan tersebut lebih kurang sama ketika menjelang dewasa. Akan tetapi, saat

menopause perempuan lebih banyak daripada laki laki (Setiati et al., 2017). Menurut

GINA (2019), asma menyerang 1-18% populasi di berbagai negara. Dapat diperkirakan

100-150 juta penduduk dunia menderita asma dengan penambahan 180.000 orang tiap

tahunnya (Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2009).

Suatu survei menggunakan kuesioner ISAAC pada siswa usia 13-14 tahun di

Indonesia pada tahun 2008 menunjukkan bahwa di Jakarta Barat, prevalensi asma

sebesar 13,1% (Dharmayanti, Hapsari, & Azhar, 2015). Menurut hasil Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas) tahun 2018, prevalensi asma pada semua umur sebanyak 4,5%.

Asma terjadi pada perempuan sebanyak 2,5% dan laki-laki sebanyak 2,3%. Prevalensi

asma berdasarkan diagnosis dokter lebih banyak terjadi di perkotaan (2,6%) daripada

di perdesaan (2,1%). Prevalensi asma terbanyak berdasarkan diagnosis dokter tahun

2018 adalah Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (4,5%) dan terendah adalah

Provinsi Sumatera Utara (1,0%). Prevalensi asma di Provinsi Jawa Timur sebanyak

2,57%. Prevalensi asma di Kabupaten Malang sendiri sebesar 2,95% (Riset Kesehatan

Dasar (Riskesdas), 2018b).

Page 3: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

12

2.1.3 Etiologi dan Faktor Resiko

Suatu penelitian di sebuah Rumah Sakit swasta di Surabaya menjelaskan bahwa

keturunan, polusi lingkungan, dan pola atau kebiasaan makan merupakan penyebab

tertinggi asma (Lorensia, Yulia, & Wahyuningtyas, 2016).

Interaksi antara faktor pejamu (host factor) dan faktor lingkungan merupakan

faktor risiko asma. Faktor pejamu adalah berkembangnya asma yang dipengaruhi

predisposisi oleh genetik. Faktor lingkungan dapat mempengaruhi perkembangan

menjadi asma dari individu dengan kecenderungan atau predisposisi asma, dapat

memberi dampak eksaserbasi dan atau gejala-gejala asma menetap (Perhimpunan

Dokter Paru Indonesia, 2004).

1) Faktor pejamu (host factor)

a. Genetik

Genetik merupakan faktor predisposisi dalam asma. Penyakit asma bronkial

diturunkan dalam keluarga dan berhubungan erat dengan atopi. Keluarga

dekat yang memiliki alergi biasanya menurun pada penderita. Bakat yang

menurun dari keluarga tersebut, ketika penderita terpapar dengan faktor

pencetus maka sangat mudah terkena asma bronkial (Perhimpunan Dokter

Paru Indonesia, 2004).

b. Obesitas

Studi mengevaluasi hubungan obesitas dengan asma pada umumnya

menggunakan Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT≥25kg/m2 dianggap

kelebihan berat badan, sedangkan IMT≥30kg/m2 masuk dalam klasifikasi

obesitas (Kankaanranta, Kauppi, Tuomisto, & Ilmarinen, 2016). Penelitian

menunjukkan bahwa individu yang mengalami kelebihan berat badan atau

Page 4: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

13

obesitas terjadi peningkatan kejadian asma. Insiden asma terjadi seiring

bertambahnya IMT seseorang (Berawi & Ningrum, 2017). Asma lebih sering

terjadi pada individu obesitas (IMT>30kg/m2) dan lebih susah untuk di

kontrol.

c. Jenis kelamin

Laki-laki merupakan faktor risiko terjadinya asma pada anak-anak. Prevalensi

asma pada anak laki-laki sebelum berumur 14 tahun dua kali lebih besar

(Global Initiatve for Asthma (GINA), 2012). Wanita setelah pubertas lebih

sering terkena asma. Risiko asma pada wanita dilaporkan menurun secara

umum setelah menopause, kecuali pada wanita yang menggunakan terapi

penggantian hormon pasca menopause (Ilmarinen, Tuomisto, &

Kankaanranta, 2015).

2) Faktor lingkungan

a. Rangsangan alergen

Reaksi hipersensitivitas dapat terjadi ketika suatu alergen (debu) masuk ke

dalam saluran pernafasan. Pada studi penelitian yang dilakukan oleh Wibowo

(2017) di Klinik Spesialis Paru Harum Melati, Pringsewu, Lampung,

didapatkan bahwa penyebab terjadinya asma sebanyak 33% adalah terpajan

oleh debu.

b. Rangsangan bahan-bahan di lingkungan kerja

Lingkungan pekerjaan yang mengandung debu industri yang cukup tinggi

dapat menimbulkan penyakit asma. Pada saat debu terhirup, debu akan

bergerak dan melalui belokan belokan di sepanjang jalan pernapasan ikut

dengan aliran lurus kedalam didorong oleh aliran udara. Partikel yang

berukuran besar akan mencari tempat yang lebih ideal untuk mengendap.

Page 5: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

14

Debu berukuran 2-3 mikron mengendap lebih dalam pada bronkus atau

bronkiolus yang menimbulkan efek alergi atau asma (Darmawan, 2013).

c. Asap rokok

Perokok aktif maupun pasif merupakan faktor risiko utama untuk asma onset

dewasa. Merokok akan mempercepat penurunan fungsi paru-paru tahunan

normal pada pasien nonatopik dengan asma awal atau lambat (mulai ≥10

tahun) (Ilmarinen et al., 2015).

d. Polusi udara

Ketika di suatu area terjadi peningkatan konsetrasi polusi udara yang melebihi

batas normal, maka akan menyebabkan risiko penyakit respirasi akut dan

kronik. Peningkatan gejala asma dapat terjadi akibat kualitas udara yang buruk

(Susanto, Purwitasari, Antariksa, Soemarwoto, & Mustofa, 2018)

2.1.4 Patofisiologi

Kombinasi spasme otot bronkus, sumbatan mukus, edema, dan inflamasi

dinding bronkus mengakibatkan obstruksi saluran napas pada asma. Pada masa

ekspirasi, obstruksi akan bertambah berat karena secara fisiologis saluran napas

menyempit pada fase tersebut (Setiati et al., 2017).

Jalan napas pada kondisi inflamasi persisten pada asma. Berbagai faktor dapat

memicu respon inflamasi akut, selama sel nflamasi yang tinggal berinteraksi dengan

mediator inflamasi, sitokin dan sel inflamasi menginfiltrasi tambahan. Pemicu umum

pada serangan asma akut diantaranya adalah pajanan terhadap allergen, infeksi saluran

napas, latihan, iritan yang di inhalasi, dan kekecewaan emosi (LeMone, Burke, &

Bauldoff, 2016).

Page 6: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

15

Serangan pemicu asma biasanya dikaitkan dengan inhalasi allergen seperti polen,

bulu binatang atau debu rumah dan alergi lain. Polutan lingkungan seperti asap rokok.

Risiko lebih tinggi peningkatan keparahan asma dapat terjadi ketika seseorang terkena

pajanan ke perokok pasif sejak kecil. Asma pekerjaan yang dipengaruhi oleh agens yang

ditemukan di tempat kerja seperti debu, zat kimia, uap dan gas berbahaya. Stimulus

internal yang umum pada serangan asma adalah infeksi pernapasan, biasanya virus.

Asma yang terjadi karena latihan di udara yang dingin dan kering juga dapat memicu

terjadinta asma pada orang yang rentan. Faktor penting pada serangan asma adalah sres

emosi. Sedangkan untuk pemicu farmakologisnya adalah aspirin dan NSAID lain,

penyekat beta, dan sulfit (LeMone et al., 2016).

Respon akut atau respon awal terjadi ketika pemicu seperti inhalasi allergen atau

iritan terjadi. Pelepasan mediator inflamasi (histamin, prostaglandin, dan leukotrien)

terjadi karena sel mast tersensitisasi di mukosa bronkial. Penghasilan mediator

inflamasi (sitokin, bradykinin, dan faktor pertumbuhan) oleh sel inflamasi yang tinggl

dan menginfiltrasi. Mediator inflamasi tersebut menstimulasi reseptor parasimpatis dan

otot polos bronkial untuk menghasilkan bronkokonstriksi. Peningkatan permeabilitas

kapiler juga terjadi yang sehingga plasma keluar dan menyebabkan edema mukosa.

Terstimulasi produksi mukus sehingga kelebihan mukus berkumpul di jalan napas yang

menyempit. Setelah pajanan dari pemicu selama 4 hinga 12 jam terjadi serangan lama

oleh respons fase akhir. Derajat inflamasi mempengaruhi derajat hiperaktivitas. Jalan

napas mengalami penyempitan karena bronkokonstriksi, edema dan inflamasi, serta

sekresi mukus yang mengakibatkan peningkata resistensi jalan napas, pembatasan

aliran udara, dan peningkatan kerja napas (LeMone et al., 2016).

Page 7: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

16

GAMBAR 2. 1 PATOFISIOLOGI ASMA

Pada serangan asma akut, pelepasan mediator inflamasi dari jalan napas

tersentisasi dengan diikuti aktivitas sel inflamasi sehingga mengakibatkan

bronkokonstriksi, edema jalan napas, dan penurunan bersihan mukosiler. Pembatasan

aliran udara dan peningkatan kerja napas terjadi akibat penyempitan jalan napas

sehingga udara yang terjebak tercampur dengan udara yang diinhalasi yang

menyebabkan terjadinya gangguan pertukaran gas (LeMone et al., 2016).

2.1.5 Klasifikasi

Asma dapat diklasifikasikan berdasarkan derajat dan tingkat kontrol. Menurut

derajat beratnya, asma dibedakan menjadi empat kategori yaitu intermiten, persisten

ringan, persisten sedang, dan persisten berat. Berdasarkan kontrol, klasifikasi asma

dapat dibedakan menjadi asma terkontrol, terkontrol parsial, dan tidak terkontrol

(Tanto, Liwang, Hanifati, & Pradipta, 2018).

Kerusakan epitel Edema Peningkatan produksi mukus

Stimulus

Pelepasan mediator kimia

Aktifitas sel inflamasi

Peningkatan resistensi, obstruksi jalan napas dan keterbatasan aliran udara

Serangan asma akut

Bronkospasme

Sumber: LeMone et al. (2016)

Page 8: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

17

Tabel 2.1 Derajat Asma

Klasifikasi Frekuensi Gejala Gejala di Malam

Hari

Intermiten

ringan

- Gejala ≤2x seminggu

- Serangan singkat

- Peak Expiratory Flow (PEF) normal

antara serangan

≤2 kali sebulan

Persisten ringan - >2x/minggu, tetapi <1x/hari

- Eksaserbasi dapat mengganggu aktivitas

≤2 kali sebulan

Persisten

sedang

- Gejala harian

- Membutuhkan bronkodilator setiap hari

- Eksaserbasi emmpengaruhi aktivitas

- Eksaserbasi >2x seminguu; dapat

bertahan selama beberapa hari

≤1 kali seminggu

Persisten hebat - Kontinyu

- Aktivitas fisik terbatas

- Eksaserbasi sering

Sering

GINA (2012) mengklasifikasikan asma berdasarkan tingkat kontrol asma

menjadi asma terkontrol, asma terkontrol parsial atau sebagian, dan asma tidak

terkontrol.

Tabel 2.2 Level of Asthma Control

Karakteristik Terkontrol Terkontrol Sebagian Tidak terkontrol

Gejala harian Tidak ada/

≤2x/minggu

>2x/minggu

≥3 krieria asma

terkontrol

sebagian

Keterbatasan

aktivitas

Tidak ada Ada

Gejala malam/

awaking

Tidak ada Ada

Kebutuhan akan

reliever/ rescue inhaler

Tidak ada/ ≤ 2 x/

minggu

>2x/minggu

Fungsi paru (PEF

atau FEV1)*

Normal <80% prediksi atau nila

terbaik individu (jika

tahu) *Tanpa penggunaan bronkodilator. Pada anak usia < 5 tahun, pemeriksaan fungsi paru tidak dianjurkan Diadaptasi dari: The Global Initiative for Asthma (GINA). 2012 Update of the GINA Report, Global Strategy for Asthma Management and Prevention. http://ginatshma.com. Diakses pada 26 Oktober 2019.

Page 9: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

18

2.1.6 Manifestasi Klinis

Beberapa tanda ketika terjadi serangan asma yaitu sensasi subjektif kekakuan

dada, batuk, dispnea dan mengi. Takikardi, takipnea, dan ekspirasi yang lama

merupakan hal umum yang terjadi ketika serangan. Pada saat auskultasi terdengar

mengi difus. Pada serangan yang lebih hebat terjadi penggunaa otot aksesoris

pernapasan, retraksi interkostal, mengi yang kencang, dan ditemukan suara napas jauh

(LeMone et al., 2016).

Gejala asma awal berupa batuk di malam hari atau dini hari, napas berbunyi,

sesak napas, rasa berat di dada, dahak sulit keluar. Gejala berat pada asma adalah

serangan batuk hebat, serangan napas berat hingga tersengal-sengal, sianosis, sulit

tidur, kesadaran menrun, dan posisi duduk merupaka posisi tidur ternyaman. Gejala

berat ini merupakan keadaan yang dapat mengancam jiwa. Pada asma ringan, gejala

muncul pada waktu dan ketika terpapat alergen tertentu, melakukan aktivitas fisik

tertentu, atau saluran pernapasan atas terinfeksi virus. Serangan sesak yang disertai

mengi terutama pada malam hari, dan adanya penyempitan saluran napas kronik

meruupakan tanda pada asma yang lebih berat (Katzung, 2007).

2.1.7 Diagnosis

Dalam menentukan derajat keterlibatan jalan napas selama dan antara episode

akut dan mengidentifikasi faktor penyebab seperti alergen diperlukan tes diagnostik,

diantaranya:

- Pemeriksaan fungsi paru (Pulmonary Function Test)

Pemeriksaan fungsi paru dilakukan untuk mengevaluasi derajat obstruksi jalan

napas. Pemeriksaan ini dilakukan sebelum dan sesuduah penggunan bronkodilator

aerosol untuk membantu menentukn reversibilitas obstruksi jalan napas.

Page 10: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

19

- Pemeriksaan tantangan atau provokasi bronkial

Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengonfirmasi diagnosis asma dengan

mendeteksi hiperresponsivitas jaan napas. Pada pemeriksaan ini menggunkan zat

yang diinhalasi seperti metakolin atau histamin dengan PFT.

- Arterial Blood Gases (ABG)

ABG dilakukan untuk mengetahui oksigenasi, eliminasi karbon dioksida, dan

status asam basa pasien selama serangan akut.

- Pemeriksaan kulit

Dilakukan peeriksaan kulit untuk mengidentifikasi alergen spesifik yang memicu

terjadinya serangan asma.

(Tanto et al., 2018)

2.1.8 Manajemen Asma

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2008), tujuan dari penatalaksanaan asma

adalah untuk meningkatkan dan mempertahankan kualitas hidup pasien agar pasien

penderita asma dapat hidup normal tanpa hambatan dalam melakukan aktivitas sehari-

hari. Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2004), dalam manajemen asma

terdapat 7 komponen program penatalaksanaan asma, yaitu:

1) Edukasi

Edukasi yang dapat diberikan adalah mengenai apa itu asma, bagaimana cara

mengidentifikasi dan mengontrol faktor pencetus, tujuan pengobatan asma dan

efek samping pengobatan, bagaimana cara penanganan ketika terjadi serangan

di rumah, bagaimana kualitas hidup.

Page 11: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

20

2) Penilaian dan pemantauan secara berkala

Pemantauan dan penilaian klinis berkala antara 1-6 bulan dilakukan oleh

penderita asma. Pemantauan tersebut dilakukan karena gejala yang dialami dan

berat asma penderita dapat berubah yang menyebabkan terapi yang diberikan

juga berubah. Dalam hal membantu penanganan asma mandiri dibutuhkan

review daya ingat dan motivasi penderita, asma dapat berubah sesuai dengan

pajanan pencetusnya.

3) Identifikasi dan mengendalikan faktor pencetus

Identifikasi faktor pencetus harus diketahui oleh penderita asma, karena

sebagian dari penderita asma tidak mengatahui apa saja fktor pencetus dari

asma mereka.

4) Perencanaan pengobatan jangka panjang

Kondisi stabil pasien minimal dalam jangka waktu satu bulan adalah asma

tekrontrol. Terdapat 3 faktor yang dapat dipertimbangkan dalam mencapai

atau mempertahankan asma terkontrol, yaitu:

1. Medikasi

Medikasi pada penderita asma bertujuan untuk mengatasi dan mencegah

gejala obstruksi jalan napas. Medikasi dapat dikategorikan menjadi obat

pengontrol dan obat pelega (Clark, 2013).

a. Pengontrol (Controllers)

Obat pengontrol merupakan obat yang diberikan dalam waktu jangka

panjang untuk mengontrol asma. Menurut GINA (2014), obat ini akan

mengurangi peradangan saluran napas, mengendalika gejala, dan

mencegah terjadinya eksaserbasi. Beberapa yang termasuk obat

pengontrol sebagai berikut:

Page 12: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

21

- Kortikosteroid inhalasi

- Kortikosteroid sistemik

- Sodium kromoglikat

- Neodokromil sodium

- Metilsantin

- Long Acting Beta Agonist

- Leukotrien modifiers

- Antihistamin generasi ke dua (antagonis -H1)

- Lain-lain

b. Pelega (reliever)

Obat pelega merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi gejala

akut dan eksaserbasi. Obat pelega (reliever) dapat disebut juga obat

penyelamat yang digunakan untuk mengatasi mengi dan gejala akut

lainnya (Clark, 2013). Beberapa macam obat peelega adalah sebagai

berikut:

- Short-Acting Beta Agonist

Obat ini dalam waktu 3-5 menit setelah pemberian dapat

merelaksasi otot polos saluran napas dan mengembalikan atau

meningkatkan aliran udara.

- Antikolinergik

Obat ini berkerja dengan cara menghambat reseptor kolinergik

muskarinik dan mangurangi tonus vagal saluran napas, dapat

mengurangi bronkospasme dan sekresi mukus.

- Kortikosteroid sistemik

Page 13: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

22

Obat ini dapat diberikan melalui injeksi, intravena (IV), atau secara

oral.

Menurut National Asthma Council Australia (2006), terdapat terapi

komplementer atau terapi nonfarmakologis yang dapat dilakukan pada pasien

asma seperti breathing technique, akupuntur, exercise theraphy, psychological therapy,

dan manual therapies.

2. Tahapan pengobatan

Stepdown therapy adalah pengobatan yang dimulai dengan usaha untuk

menekan inflamasi pada jalan napas dan pencapaian asma terkonrol

secepat mungkin kemudian menurunkan terapi seminimal mungkin

dengan tetap mengontrol asma. Apabila keadaan asma tetap tidak

terkontrol dengan terapi awal, maka evaluasi diagnosis dengan tetap

memberi pengobatan sesuai beratnya gejala asma.

3. Penanganan asma mandiri (Pelangi Asma)

Penaganan asma mandiri dapat memberi pengetahuan penderita tentang

kondisi kronik dan bervariasi keadaan penyakit asma. Mengajak penderita

agar dapat memantau kondisinya sendiri, mengidentifikasi perburukan

asma, mengontrol gejala asma, dan untuk mengetahui kapan penderita

harus segera membutuhkan bantuan tenaga medis. Penderita dipaparkan

dengan 3 zona yaitu merah, kunig, dan hijau. Pemberian nama pelangi

asma agar penderita tidak takut dan nyaman pada pencatatan tersebut.

Page 14: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

23

Tabel 2.3 Pelangi Asma

Warna Tanda Keterangan

Hijau - Kondisi baik, asma

terkontrol

- Gejala tidak ada/ minimal

- APE: 80-100% nilai dugaan

atau terbaik

pengobatan sesuai berat

asma dengan prinsip

pengobata dilanjutkan.

Minimal 3 bulan tetap

berada diwarna hijau, maka

pertimbanagkan penurunan

terapi.

Kuning - Berhati-hati, asma tidak

terkontrol, dapat terjadi

serangan akut/ eksaserbasi

- Gejala asma malam,

aktivitas terhambat, batuk,

mengi, dada terasa berat,

saat aktivitas atau istirahat.

- APE: 60-80%

Membutuhkan perubahan

dosis terapi.

Merah - Berbahaya

- Gejala terus menerus dan

membatasi aktivitas

- APE <60% nilai dugaan/

terbaik

Butuh pengobatan segera

sebagai rencana pengobatan

yang disepakati dokter dan

penderita secara tertulis.

Apabila tetap tidak ada

repon, segera hubungi

dokter atau segera ke rumah

sakit

5) Penenatapan pengobatan pada serangan akut

Penanganan sehari-hari yang kurang tepat akan mempengaruhi seringnya

terjadi serangan asma. Kunci pertama dalam penatalaksaanan serangan akut

adalah penilaian berat serangan yang selanjutnya akan diberikan pengobatan

yang tepat, dan dilihat bagaimana respon pengobatan, setelah itu dilakukan

tindakan apa yang sebaknya dilakukan (pulang, observasi, rawat inap, intubasi,

pemasanngan ventilator, ICU, dll).

Page 15: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

24

6) Kontrol asma secara teratur

Jika pengobatan pada pasien tidak terkontrol, maka yang harus dilakukan

adalah penaikan pengobatan. Dalam hal ini, perbaikan dilihat dalam satu bulan.

Pemantauan tetap haruss dilakukan karena ketika pasien kehilangan kontrol

maka dapat menyebabkan eksaserbasi.

7) Pola hidup sehat

Beberapa pola hidup sehat yang dapat dijalani pada penderita asma adalah

sebagai berikut:

a. Meningkatkan kebugaran fisik

Salah satu bentuk olahraga yang dianjurkan adalah Senam Asma Indonesia

(SAI). Senam ini bertujuan khususnya untuk melenturkan dan menguatkan

otot pernapasan untuk melatih cara bernapas yang benar. SAI dilakukan di

setiap klub asma di wilayah Yayasan asma seluruh Indonseia yang

dikenalkan oleh Yayasan Asma Indonesia. Senam dapat dilakukan 3-4x

seminggu dengan durasi 30 menit dan akan memberikan hasil apabila

minimal dilaksanakan 4-7 minggu (Azhar & Berawi, 2015).

b. Berhenti atau tidak pernah merokok

Perburukan fungsi paru dan risiko bronchitis kronik atau emfisema dapat

terjadi pada penderita asma yang merokok.

c. Lingkungan kerja

Pada penderita asma kerja, bahan-bahan di tempat kerja merupakan faktor

pecetus terjadinya serangan. Usahakan lingkungan kerja bebas dari polusi

udara, asap rokok, dan bahan-bahan iritan yang lainnya.

Page 16: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

25

2.2 Tingkat Kontrol Asma

Tingkat kontrol asma merupakan hal penting bagi pasien asma. Kontrol asma

adalah sejauh mana efek asma dapat dilihat oleh pasien. Kontrol asma memiliki dua

domain, yaitu kontrol gejala dan faktor risiko untuk hasil yang buruk di masa depan

terutama eksaserbasi (GINA, 2019). Tingkat kontrol asma yang buruk dapat

meningkatkan eksaserbasi, hospitalisasi pasien, dan kematian (Adachi et al., 2018).

Menurut Global Initiatve for Asthma (GINA) (2012), tujuan pengobatan adalah untuk

mencapai dan mempertahankan tingkat kontrol asma untuk waktu yang lama.

Pengukuran tingkat kontrol asma dapat dilakukan berdasarkan patient based. Kuesioner

tingkat kontrol yang spesifik terhadap asma sudah dikembangkan dan divalidasi

sehingga dapat menentukan tingkatan kontrol asma. Kuesioner tersebut adalah Asthma

Control Test (ACT) yang dapat menilai dengan cepat dan tepat mengenai tingkat kontrol

asma (Atmoko, Khairina, Faisal, & Bobian, 2011).

Asthma Control Test (ACT) merupakan kuesioner yang dikeluarkan oleh America

Lung Association yang terdiri dari lima pertanyaan. Pada kuesioner ini, yang merupakan

parameter adalah gangguan aktifitas karena asma, frekuensi kekambuhan gejala asma,

gejala malam, penggunaan obat pelega (reliever), dan persepsi pasien terhadap kontrol

asma. Kuesioner ACT hanya dapat diberikan kepada pasien berusia 12 tahun atau lebih

dengan pertanyaan mengenai keluhan asma pasien selama 1 bulan terakhir (Tanto et

al., 2018). ACT bersifat lebih valid, reliabel, mudah digunakan dan lebih koperhensif

dibanding dengan jenis kuesioner lainnya sehingga dapat digunakan secara luas

(Nathan et al., 2004).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sabri & Chan (2014) untuk mendeteksi

perubahan tingkat kontrol asma secara mandiri, penggunaan ACT merupakan alat yang

Page 17: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

26

cukup efektif. Tingkat kontrol asma sangat penting diketahui bagi pasien agar pasien

dapat mendeteksi perburukan terhadap gejala asma secara dini. Ketika terjadi

perburukan harus segera dilakukan intervensi agar dapat mencegah terjadinya

eksaserbasi yang dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian pada pasien asma.

Skor jawaban dari kuesioner ACT sebanyak 25 artinya asma terkontrol, skor 19-24

artinya asma terkontrol sebagian, dan skor ≤19 artinya asma tidak terkontrol.

2.2.1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan Tingkat Kontrol Asma

Menurut Atmoko et al., (2011), terdapat beberapa faktor yang berhubungan

dengan tingkat kontrol asma pasien, diantaranya yaitu:

1. Usia

Usia penderita asma yang lebih muda mempunyai tingkat kontrol asma yang

lebih tinggi daripada usia 51-61 tahun.

2. Indeks Massa Tubuh

Semakin tinggi Indeks Massa Tubuh (IMT) penderita asma maka semakin

rendah tingkah kontrol asma. Tingginya IMT dan obesitas merupakan faktor

potensial yang berhubungan dengan buruknya kontrol asma pasien.

3. Tingkat pengetahuan

Tingkat pengetahuan pasien yang baik dapat memberikan tingkat kontrol asma

yang baik pula pada asma pasien. Semakin baik pengetahuan yang dimiliki oleh

seorang penderita asma, baik tentang cara penggunaan obat, proses terjadi asma,

faktor pencetus, gejala yang timbul, maka cenderung makin baik pula tingkat

kontrolnya (asma terkontrol) (Andayani & Waladi, 2014).

Page 18: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

27

4. Derajat berat asma

Semakin berat derajat asma pasien maka semakin rendah tingkat kontrol asma

pasien tersebut. Akan tetapi, pasien dengan derajat berat juga dapat memiliki

kontrol yang baik dan sebaliknya meskipun jarang ditemukan.

2.2 Konsep Kualitas Hidup

2.3.1 Definisi

Menurut WHO, kualitas hidup merupakan bagaimana suatu individu

mempersepsikan posisi mereka dalam kehidupan dengan konteks sistem budaya dan

nilai dimana hubungannya mereka hidup dengan tujuan, harapan, standar hidup dan

perhatian. Konsep ini merupakan cara yang kompleks dan terpengaruh luas, yang

meliputi kesehatan fisik, keadaan psikologis, keyakinan, hubungan sosial dan masalah

yang menonjol dengan hubungan mereka dari lingkungan mereka (Fitrina, 2017).

Kualitas hidup adalah suatu konsep kemampuan individu untuk berperan dalam

lingkunagnnya dan apa yang dilakukannya dapat menghasilkan kepuasan bagi dirinya

(Afiani, Salam, & Effiana, 2017). Kualitas hidup berkaitan dengan kesehatan yang

menggambarkan tingkat kesehatan pada individu dengan penyakit tertentu dan

perawatan yang diterima berdasarkan prosedur perawatan standar untuk penyakitnya

(Wahyuni, Hamid, Syafiuddin, & Bachtiar, 2016).

2.3.2 Domain yang mempengaruhi Kualitas Hidup

Menurut World Health Organization (1997), kualitas hidup memiliki empat

domain, yaitu:

Page 19: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

28

1) Domain kesehatan fisik

Domain kesehatan fisik terdiri dari energi dan fatigue, rasa sakit dan ketidak

nyamanan, istirahat dan tidur, mobilitas, aktivitas sehari-hari, ketergantungan

obat dan bantan medis, dan kapasitas kerja.

2) Domain psikologis

Domain psikologis terdiri dari citra tubuh, perasaan positif dan negatif, self-

esteem, berpikir, belajar, memori, konsentrasi dan spiritualitas.

3) Domain hubungan sosial

Domain hubungan sosial terdiri dari hubungan pribadi, dukungan sosial, dan

aktivitas seksual.

4) Domain lingkungan

Domain lingkungan terdiri dari keuangan, freedom, physical safety dan security,

kesehatan dan perlindungan sosial, lingkungan tempat tinggal, kesempatan

untuk mendapatkan informasi dan ketrampilan baru, partisipasi dan rekreasi,

lingkungan fisik, dan transportasi.

2.3.3 Pengukuran Kualitas Hidup Pasien Asma

Kualitas hidup pasien asma sangat penting karena mempengaruhi aktifitas pasien

pada kehidupan sehari-hari. Kuesioner Mini-AQLQ merupakan kueioner yang dapat

digunakan untuk mengukur kualitas hidup pada pasien asma. Kuesioner Mini-AQLQ

dapat diberikan kepada pasien asma dengan usia >17 tahun. Kuesioner Mini-AQLQ

terdiri dari 15 pertanyaan dengan 4 domain yaitu gejala, keterbatasan aktivitas, fungsi

emosi, dan pengaruh lingkungan (Juniper, Guyatt, Cox, Ferrie, & King, 1999).

Page 20: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

29

2.3.4 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien Asma

Berdasarkan penelitian oleh Afiani et al. (2017), didapatkan beberapa faktor yang

dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien asma, diantaranya adalah:

- Indeks Massa Tubuh (IMT)

Pasien asma dengan IMT lebih besar memiliki derajat asma dan gejala asma lebih

berat dibandingkan pasien asma dengan IMT normal. Pasien asma dengan

obesitas mengalami penurunan aktivitas fisik sehingga mempengaruhi kualitas

hidupnya.

- Derajat asma

Selain berkaitan dengan keparahan penyakitnya, derajat asma juga berkaitan

dengan respon terhadap terapi, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup

pasien asma.

- Lama menderita asma

Secara teori, semakin lama sesorang menderita asma, maka tingkat kualitas

hidupnya pun akan semakin parah.

- Tingkat kontrol asma

Pasien asma dengan tngkat kontrol yang tidak terkontrol memiliki kualitas hidup

yang buruk. Pasien asma memiliki kepatuhan pengobatan yang rendah

mengakibatkan gejala asma yang semakin parah dan meningkatkan risiko

berkembangnya masalah kesehatan sehingga mempengaruhi kualits hidup pada

pasien.

2.3 Kualitas Hidup Pasien Asma

Asma dapat memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien. Kualitas

hidup dapat berubah sesuai dengan lingkungan serta pengalaman pasien saat itu, dan

Page 21: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

30

merupakan suatu respon dari penyakit tertentu. Asma dapat merusak kualitas hidup

bagi penderitanya dari domain biopsikososialnya dan dapat mempengaruhi aktivitas

sehari-hari seperti olahraga, keterbatasan fisik, emosi, serta kehidupan sosial bagi

penderita (Matsunaga et al., 2015; Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2004).

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2004), menetapkan bahwa tujuan utama dalam

penatalaksanaan asma adalah mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidup

penderita agar dapat hidup normal tanpa hambatan untuk melakukan aktfitas sehari-

hari.

Kualitas hidup juga dapat digunakan untuk pengkajian secara konvensional

dalam menilai keparahan penyakit seperti penyakit asma, berkaitan dengan pengujian

faal paru, intensitas gejala, serta kebutuhan pengobatan (La Scala, Naspitz, & Solé,

2005). Berdasarkan hasil penelitian oleh Fitri et al. (2016), kualitas hidup pada pasien

asma persisten 44,1% tergolong sedang, 30,5% tergolong buruk, dan presentase

terendah adalah 25,4% tergolong baik.

2.4 Hubungan Tingkat Kontrol Asma dengan Kualitas Hidup

Asma yang tidak terkontrol akan menyebabkan konsekuensi klinis seperti

eksaserbasi asma dan penurunan kualitas hidup pasien (Afiani et al., 2017). Dampak

negatif lainnya dari buruknya kontrol asma adalah terbatasnya aktifitas fisik, gangguan

tidur, cuti kerja ataupun sekolah, distress emosional dan psikologi, kepuasan hidup

yang buruk, hospitalisasi, kematian (Adachi et al., 2019). Menurut GINA (2019), tujuan

jangka panjang manajemen asma adalah mencapai kontrol gejala yang baik,

mempertahankan aktvitas yang normal, meminimalkan risiko kematian terkait asma,

eksaserbasi, pembatasan aliran udara persisten, dan efek samping pengobatan.

Page 22: BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisieprints.umm.ac.id/63665/2/BAB II.pdf · 2.1 Asma Bronkial 2.1.1 Definisi Asma merupakan suatu gangguan saluran nafas yang dicirikan

31

Berdasarkan penelitian sebelumnya, dimana pada penelitian tersebut menilai

faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas hidup pasien asma dewasa. Pada penelitian

tersebut didapatkan bahwa terdapat beberapa faktor yang dapat mepengaruhi kualitas

hidup pasien asma, yaitu Indeks Massa Tubuh (IMT), lama menderita asma, derajat

asma, dan tingkat kontrol asma (Afiani et al., 2017). Penelitian yang dilakukan oleh

Matsunaga et al. (2015), menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara asma kontrol

dan keparahan asma, dimana pasien pada asma derajat berat lebih cenderung memiliki

tingkat kontrol asma tidak terkontrol. Kulitas hidup pasien asma dengan tingkat asma

terkontrol dan terkontrol sebagian lebih tinggi daripada yang tidak terkontrol.

Keterbatasn aktivitas merupakan domain yang paling terpengaruh. Berdasarkan

penelitian yang dilakukan oleh Adachi et al. (2019), didapatkan bahwa penurunan nilai

kualitas hidup yang berhubungan dengen kesehatan berhubunga dengan keterbatasan

dalam aktivitas sehari-hari, gejala asma, diikuti dengan fungsi emosional.

Kualitas hidup pasien asma akan menjadi lebih baik ketika tingkat kontrol pada

pasien tersebut baik dan derajat keparahan asma rendah (Matsunaga et al., 2015).

Kontrol asma yang lebih baik dapat dicapai dengan perbaikan pemantauan dan

penurunan gejala asma tersebut (Adachi et al., 2019). Kualitas hidup merupakan hal

yang penting, karena berkaitan dengan keadaan sesak pasien yang akan menghambat

pasien dalam melakukan aktivitas sehari-hari atau status fungsionalnya terganggu

(Chaidir & Septika, 2015).