tesis ahmad

202
Daftar Isi Halaman Judul ............................................................................................... Persetujuan Pembimbing............................................................................... Persetujuan Tim Penguji Tertutup ............................................................... Persetujuan Akhir Te sis .................................................................................. Kata Pengantar............................................................................................... Pernyataan ....................................................................................................... Daftar Isi.......................................................................................................... Pedoman Transliterasi.................................................................................... Abstrak ............................................................................................................ BAB 1. PEDAH!"!A ..................................................................................... Latar Belakang Mas alah................... .......................................................... Rumusan Masalah..................... .................................................................. Batasan Masalah........................ ................................................................. Definisi Opersional..................... ................................................................ Tujuan dan Kegunaan Penelitian...................................... .......................... Kerangka Te oritis...................... .................................................................. Tinjauan Pustaka......................................................................................... Metodologi Penelitian...................... ........................................................... Sistematika Pemahasan............... .............................................................. BAB !. BI#$%A&I 'I$KAT BEDI!((A)A 'AID !%'I..................... Kelahiran dan Masa Ke"il Bediu##aman Said $ursi.................................. Pengalaman Pendidikan Said $ursi............................................................ Perjuangan dan Pemikiran Said $ursi........................................................ Kar%a Risale-i Nur.................. .................................................................... &saha'&saha Said $ursi di Bidang Pendidikan......................................... BAB *+ )ET#DE DA PEDEKA T A PEDIDIKA I'" A) BEDI!((A)A 'AID !%'I.............................................................. Metode'Metode Pendidikan (slam Said $ursi ................................................................................................  Metode Muhadharah (Ceramah) ................................................................................................  Metode Munazarat (Debat/Diskusi) ................................................................................................  Metode Tabyin (Memberi Penjelasan) ................................................................................................

Upload: nur-adilah-sweet

Post on 11-Oct-2015

169 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

KATA PENGANTAR

Daftar Isi

Halaman Judul

Persetujuan Pembimbing

Persetujuan Tim Penguji Tertutup

Persetujuan Akhir Tesis

Kata Pengantar

Pernyataan

Daftar Isi

Pedoman Transliterasi

Abstrak

BAB

1. PENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Rumusan Masalah

Batasan Masalah

Definisi Opersional

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Kerangka Teoritis

Tinjauan Pustaka

Metodologi Penelitian

Sistematika Pembahasan

BAB2. BIOGRAFI SINGKAT BEDIUZZAMAN SAID NURSI

Kelahiran dan Masa Kecil Bediuzzaman Said Nursi

Pengalaman Pendidikan Said Nursi

Perjuangan dan Pemikiran Said Nursi

Karya Risale-i Nur

Usaha-Usaha Said Nursi di Bidang Pendidikan

BAB

3. METODE DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN ISLAM

BEDIUZZAMAN SAID NURSI

Metode-Metode Pendidikan Islam Said Nursi

Metode Muhadharah (Ceramah)

Metode Munazarat (Debat/Diskusi)

Metode Tabyin (Memberi Penjelasan)

Metode Qishah (Kisah)

Metode Mukatabah (Membuat Surat-Menyurat/Tulisan)

Metode Tausyiah (Memberi Nasehat)

Metode Maudui (Membuat Tema-Tema)

Metode Tamtsil (Membuat Perumpamaan)

Metode Tarbiyah al-Fardiyah (Pendidikan Diri Sendiri)

Metode Itibar (Mengambil Pelajaran dai Suatu Kejadian)

Metode Uswah (Memberi Keteladanan)

Pendekatan-Pendektan Pendidikan Islam Said Nursi

Pendekatan Psikologis

Pendekatan Sosial-Kultural

Pendekatan Religik

Pendekatan Historis

Pendekatan Komparatif

Pendekatan Filosofis

Metode dan Pendekatan Pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi dari Sudut Pembelajaran

BAB

4. RELEVANSI METODE DAN PENDEKATAN PENDIDIKAN

ISLAM BEDIUZZAMAN SAID NURSI DENGAN PENDIDIKAN

ISLAM SEKARANG

Relevansi dengan Tujuan

Relevansi dengan Bahan Pendidikan

Relevansi dengan Peserta Didik (Murid)

Relevansi terhadap Situasi Pendidikan

BAB

5. PENUTUP

Simpulan

Saran

Rekomendasi

DAFTAR PUSTAKA

DAFTAR RIWAYAT HIDUPAbstrak

Tesis ini adalah sebuah hasil pnelitian kualitatif tentang Metode dan pendekatan Pendidikan Islam dalam pemikiran Perspektif Bediuzzaman Said Nursi.

Dasar pemikiran yang melatar belakangi penelitian ini adalah Pertama, penulis melihat bahwa ada hubungan erat antara peran pemikiran ketokohan dengan persoalan praksisi pendidikan, apalgi jika corak pemikiran itu bersifat inovatif dan menjawab kebutuhan zaman. Bediuzzaman Said Nursi (Said Nursi) merupakan seorang yang memiliki ide-ide yang fundamental dan komprehensif, seperti di bidang pendidikan ekonomi, politik, sosial, dan keagamaan; lebih-lebih pada sebagian besar Risale-i Nur banyak memuat gagasan yang radikal dan relevan dengan pendidikan Islam sekarang. Kedua, ada semacam kesejalanan ide pokok (filosofis) pendidikan yan gdituangkan Said Nursi metode-metode dan pendekatan-pendekatannya dalam upaya membentuk kepribadian dan menanamkan nilai pendidikan berasaskan ajaran Islam. Ketiga, konsep integralisasi ilmu pengetahuan religius dan modern yang diistilahkan dua sayap keilmuan (two wings) memiliki kesamaan visi dengan tikoh-tokoh kontemporer, yang tentulah konsesnsus itu dapat memberi kontribusi positif bagi aktifitas penelitian untuk mengembangkan metodologi pendidikan Islam. Keempat, bukti-bukti empirik, seperti Said Nursi pernah menjadi guru Madrasah Khur-Khur, mendirikan Universitas Az-Zahra, membuka forum tanya-jawab dengan masyarakat di lembaga informal, serta aktifitas dakwah dan pengajarannya dari satu tempat ke tempat lainnya merupakan sebuah indikator bahwa ia adalah seorang praktisi pendidikan. Oleh karena itu penelaahan terhadapmetode-metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh Said Nursi perlu dipelajari lebih lanjut. Kelima, pengaruh popularitas Said Nursi sekaligus Magnum Opus-nya Risale-i Nur sedang mendunia yang mana pengaruh tersebut secara proaktif perlu disikapi oleh para metodolog pendidikan Islam, tak terkecuali di nusantara ini.

Penelitian tesis ini memfokuskn pada ruang lingkup metodologi pendidikan Islam dengan permasalahan utama adalah bagaimana metode-metode dan pendekatan-pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Said Nursi di lembaga pendidikan, forum-forum masyarakat, dan dalam Risale-i Nur. Kedua, untuk mempelajarai tentang bagaimana relevansi metodolgi pendidikan Islam dengan tujuan bahan pelajaran, peserta pendidik,dan situasi pendidikan, ditinjau dari kebutuhan pendidikan Islam sekarang.

Ada tiga pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu: pendekatan historis, filosofis dan sosiologis. Pendekatan historis digunakan dalam rangka mempelajario data yang berhubungan dengan sejarah hidup (biografi) Said Nursi yang antara lain terkait dengan latar belakang kehidupan, pendidikan, perjuangan dan pemikiran, dan aktifitas Said Nursi dalam bidang pendidikan. Pendekatan filosofis digunakan untuk mempelajari menggali pemikiran, ide-ide atau gagasan dari Said Nursi, khususnya yang berkaitan dengan metode dan pendidikan Islam. Pendekatan sosiologis digunakan untuk mempelajari ide-ide umum metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi dalam konteks kehidupan sosial. Penelitian ini termasuk riset kepustakaan dengan menggunakan data kualitatif yang berbentuk literatur dan informasi verbal, dan menggunakan teknik analisis deskriftif analitif, yaitu menganalisa dan menyimpulkan dari pendapat-pendapat yang dikonfirmasikan, dan content analysis, yaitu menganalisis makna yang terkandung dalam asumsi, gagasan, ataupun statemen untuk mendapatkan pengertian dan kesimpulan.

Dari pembahasan tentang metode dan pendekatan Pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi, peneliti memperoleh satu temuan-temuan, yaitu:

Pertama, dalam melaksanakan pendidikan Islam, Said Nursi menggunakan 11 (sebelas) metode, yaitu: muhadharah (Ceramah), Munazarat (Debat, Tabyin (Penjelasan), Qishah (Cerita), Mukatabah (Membuat Surat Menyurat/Tulisan), Tausiyah (Memberi Nasihat), Maudui (Membuat Tema-Tema), Tamtsil (Membuat Perumpamaan), Self Education (Pendidikan Diri Sendiri), Itibar (Mengambil Pelajaran dari Suatu Kejadian atau Kisah), dan Uswah (Memberi Keteladanan). 6 (enam) pendekatan pendidikan Islam yang digunakan oleh Said Nursi adalah psikologis, sosial kultural, religik, historis, komparatif,dan filosofis.

Kedua, dilihat dari usaha-usaha pendidikan dengan cara langsung dan metode Risale-i Nur yang didasari dengan paradigma mengokohkan iman dan menggairahkan ibadah, sebagai prioritas pemenuhan kebutuhan yang paling fundamental bagi umat Islam di era sekarang ini, maka metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi memiliki relevansi dengan kondisi pendidikan Islam sekarang, yaitu:

1. relevansi dengan tujuan, dimana tujuan pendidikan Islam Said Nursi dengan metodologi yang dikemukakan oleh tokoh-tokoh pendidikan Islam seperti: Fazlur Rahman,Al-Syaibant, Al-Faruqi, dan tokoh lainnya, berasaskan integralisasi ilmu pengetahuan yang berakar dari fitrah manusia untuk mencari kebahagiaan sejati di dunia dan akhirat.

2. Relevansi dengan bahan yang dikaji Said Nursi (Khususnya dalam Risale-i Nur), di mana metode dan pendekatan pendidikannya menjelaskan fenomena penyakit umat manusa abad ini, seperti pengaruh budaya membuka aurat yang merusak fitrah wanita Islam, kesediman dan psimis karen aditimpakan musibah penyakit dan kematian disebabkan kurangnya kesadaran agama, kurang beradabnya anak terhadap orang tua disebabkan rendahnya ilmu agama, dam hilangnya harapan orang tua di usia lanjut disebabkan rendahnya moralitas dan tipisnya keimanan.

3. relevansi dengan peserta didik, dilihat dari model pendidikan yang dikenalkan oleh Said Nursi melalui aktifitas langsung dan Risale-i Nur-nya yang menekankan pada kepribadian personality( peserta didik dan merangsang semangat dan gerakan positive (positive movement), bagi pelajar-pelajar Islam yang menyadari sebuah produktifitas dan kebangkitan di bawah payung al-Quran. Sedangkan dalam kondisi abad ini, kepribadian dan produktifitas itu sangat dibutuhkan dan menjadi senjata umat untuk mengangkat citra umat Islam.

4. relevansi dengan situasi pendidikan, dilihat dari model pendidikan Said Nursi yang mengkaji konseptual interaksi kemodernan dan religius. Walaupun Said Nursi banyak menyajikan metode pendidikan secara terpadu (inter related method) terhadap musuh Islam da kalangan muslim sendiri-namun metode-metode yang disertai pendekatan psikologis, sosial budaya, religik, historis, komparatif, dan filosofis itu tetap berorientasi pada mencari kebenaran dan menghargai perbedaan bukan mencari kemenangan dan membenci perbedaan dan mengklaim diri sendiri yan benar. Metode dan pendekatan ini akan memperlebar cakrawala antar guru, antar peserta didik, guru-peserta didik, guru-peserta didi-masyarakat; sebagai sebuah interaksi edukatif yang hidup. Pendidikan sekarang sangat membutuhkan situasi (iklim) yang sehat seperti itu.

Bab IPENDAHULUAN

Latar Belakang Masalah

Kata pendidikan telah didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai fakar, yang banyak dipengaruhi pandangan dunia masing-masing. Tetapi, pada dasarnya semua pandangan yang berbeda itu bertemu dalam suatu kesimpulan awal, bahwa pendidikan merupakan suatu proses penyiapan generasi muda untuk menjalankan kehidupan dan memenuhi tujuan hidupnya secara lebih baik.

Pendidikan lebih daripada sekedar pengajaran. Kalau pengajaran dapat dikatakan sebagai suatu proses transfer ilmu belaka, namun pendidikan merupakan transformasi nilai dan pembentukan kepribadian dengan segala aspek yang dicakupnya. Dengan demikian, pengajaran lebih berorientasi pada pembentukan tukang-tukang atau para spesialis yang lebih bersifat teknis. Perbedaan pendidikan dengan pengajaran terletak pada penekanan pendidikan terhadap pembentukan kesadaran dan kepribadian anak didik di samping transfer ilmu dan keahlian (Ayzumardi Azra, 2000: 3-4).

Mengambil makna dari pandangan tersebut artinya pendidikan secara umum memuat sebuah usaha dan cara-cara yang dipersiapkan oleh pelaku pendidikan [guru pendidik] dengan persiapan yang matang dan penekanan-penekanan menuju ke arah proses transformasi nilai dan pembentukan kepribadian yang sesungguhnya tidak mudah dilaksanakan. Jika kemudian dihubungkan dengan Islam sebagai sistem keagamaan kata pendidikan menimbulkan pengertian-pengertian baru dengan penekanan dan karakteristik yang berbeda-beda sesuai dengan cara pandang yang digunakan oleh para ahli.

Pendidikan Islam dipandang sebagai sebuah usaha dan cara kerja, paling sedikit memiliki tiga karakter, seperti yang ditulis Azra (2000, hal. 10), yaitu pertama, bahwa pendidikan Islam memiliki karakter penekanan pada pencarian ilmu pengetahuan, penguasaan, dan pengembangan atas dasar ibadah kepada Allah SWT; kedua, pendidikan Islam merupakan sebuah pengakuan akan potensi dan kemampuan seseorang untuk berkembang dalam suatu kepribadian; ketiga, pendidikan Islam merupakan sebuah pengamalan ilmu atas dasar tanggung jawab kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Sementara Zakiah Daradjat (1992, hal. 27) mendefinisikan, bahwa pendidikan Islam merupakan usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, menyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan pribadi muslim. Sejalan dengan pandangan Daradjat, Marimba (1976, hal. 85) memberikan titik fokus usaha pendidikan Islam, yaitu terletak pada bimbingan jasmani dan rohani menuju kepada terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Dari sini jelas sesungguhnya pendidikan Islam sebagai sebuah usaha manusia dewasa yang menempati posisi mulia sebagai tugas kemanusiaan dan kehambaan, karena terjalin dalam kerangka hubungan antar-manusia sekaligus bernilai ibadah kepada Tuhan. Umat Islam sendiri mengakui, susungguhnya kegiatan pendidikan merupakan sebuah sarana melaksanakan kewajiban menuntut ilmu (uthlub al-ilm). Untuk itulah ajaran Islam dijadikan sebagai sumber filosofi teratas, sebagaimana dikutip dari Al-Syaibany (1979, hal. 39):

Siapa saja yang meneliti sejarah Islam dengan berbagai sumber dari Al-Quran dan Sunnah, qiyas syari, ijma yang diakui, ijtihad dan tafsir yang benar yang dibuat ulama-ulama kita yang saleh sepanjang zaman, akan terdapat pada setiap hal itu akan membentuk pikiran yang menyeluruh dan berpadu tentang alam jagat, manusia, masyarakat dan bangsa, pengetahuan kemanusiaan dan akhlakselain itu orang yang mengkaji Islam pada berbagai sumbernyaakan keluar dengan pikiran-pikiran universal dan berpadu tentang filsafah wujud, falsafah pengetahuan, dan falsafah nilai. Inilah yang diperlukan oleh pendidik dalam membina pendidikan yang sebaik-baiknya.Pendapat Syaibani ini mengingatkan kita, bahwa pada pengertian global ajaran Islam telah memberikan konsep dasar filosofis, berkaitan dengan unsur pendidikan secara umum (tataran paedagogis). Kemudian dari konsep dasar itulah para ahli atau pemikir mengembangkannya menjadi ide-ide teknis dan spesifik terkait dengan cara-cara mendidik, strategi belajar-mengajar, dan sebagainya dengan lebih prosedural berdasarkan tataran didaktik-metodik.

Satu dari sekian luas kajian dalam ruang lingkup pendidikan Islam adalah aspek metodologinya. Dalam metodologi pendidikan, antara lain membahas tentang metode (cara), usaha, pendekatan, teknik, danstrategi yang dapat digunakan untuk mencapai semua tujuan-tujuan yang ingin diraih dalam kegiatan pendidikan Islam. Bahkan dalam ajaran Islam, Allah SWT mengingatkan akan pentingnya menggunakan cara-cara yang tepat dalam mengajak manusia ke jalan yang baik, sebagaimana Firman-Nya dalam QS. An-Nahl (16): 125 berikut:

(((((( (((((( ((((((( ((((((( (((((((((((((( (((((((((((((((( (((((((((((( ( (((((((((((( ((((((((( (((( (((((((( ( (((( (((((( (((( (((((((( ((((( (((( ((( (((((((((( ( (((((( (((((((( ((((((((((((((((( ((((( Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu, dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk. (Departemen Agama 1993, hal. 421).Menurut Al-Ghazali kata hikmah, mauizhah, dan mujahdah merupakan tiga cara berdakwah dalam tiga kelompok yang berbeda. Masing-masing kelompok orang yang diajakke jalan Allah SWT cocok dengan cara masing-masing, seperti jika hikmah diberikan kepada kelompok mauizhah, maka sama seperti memberi anak yang masih menyusui dengan daging burung, begitu pun sebaliknya (Al-Ghazali 2003, hal. xIv-xIvi). Agak berbeda dengan Ghazali, Ibnu Rusyd memahami ayat di atas dalam kaitannya menyeru ke jalan Allah, yaitu dengan hikmah diartikannya sebagai dakwah dengan pendekatan substansi yang mengarah pada filsafat. Dengan nasihat yang baik, yang berarti retorika yang efektif dan populer, dan dengan mujahadah yang lebih baik maksudnya adalah metode dialektis yang unggul (lihat Nurcholis Madjid 1999 hal. 100). Selanjutnya menurut Imam Al-Syaukani, hikmah adalah ucapan-ucapan yang tepat dan benar atau argumen-argumen yang kuat dan meyakinkan. Mauizhah al-hasanah adalah ucapan-ucapan yang berisi nasihat-nasihat yang baik dan bermanfaat bagi orang yang mendengarkan. Sedangkan diskusi dengan cara yang baik adalah berdiskusi dengan cara paling baik dari diskusi yang ada (Al-Syaukani dalan Yaqub 2000, hal. 121-122).

Dari tiga pandangan tokoh di atas, jelas ayat tersebut merupakan dasar metodologi dakwah yang pernah dipraktekkan oleh Rasulullah SAW. Ketiga asumsi diataswalaupun agak berbeda, namun bertemu pada satu kaidah, bahwa setiap upaya menyeru atau membimbing manusia ke arah yang baik memerlukan jalan atau cara-cara yang baik pula. Artinya fungsi metode lebih diperhatikan supaya apa yang diusahakan itu efektif. Dilihat dari maknanya secara implisit, ayat di atas menawarkan sebuah metodologi pendidikan yang baik sesuai yang diterapkan oleh Rasulullah SAW sebagai figur pemimpin dan pendidik umat manusia. Jika konsepsi ayat tadi dikaji secara mendalam, maka akan diperoleh lagi secara spesifik dan relatif bervariasi mengenai hal-hal pendidikan dalam Islam serta bagaimana implikasi-implikasi metodologis dalam tataran praktis di lapangan.

Ditinjau dari konteks historis, metodologi pendidikan Islam telah mengalami berbagai perubahan seiring kebutuhan dan kemajuan zaman. Untuk itulah tokoh-tokoh yang gigih ingin memperjuangkan tegaknya syiar Islam, termasuk usaha mentransformasikan nilai-nilai serta membentuk kepribadian berdasarkan standar ajaran Islam memegang peranan yang sangat penting. Sebab kehadiran tokoh-tokoh dalam kegiatan pendidikan tidak bisa diabaikan, mengingat dari mereka muncul beragam ide dan teori-teori untuk membangun sebuah tradisi dan metodologi pendidikan.

Seorang ulama abad 20, dengan karakter pemikiran yang memihak terhadap integralitas keilmuan yang ingin diungkap di sini adalah Bediuzzman Said Nursi (18877-1960). Bediuzzman Said Nursi selanjutnya disebut Said Nursi memiliki sosok pemberani dan gigih memperjuangkan umat Islam di Turki pada masa akhir kerajaan Turki Utsmani dengan mencetuskan ide-ide pembelaan terhadap agama dan pendidikan Islam. Said Nursi merupakan salah satu ulama kontemporer yang berani menghadapi kekerasan penguasa dan musuh-musuh Islam demi menyelamatkan iman manusia dari berbagai peristiwa berdarah dan penyimpangan terhadap fitrah manusia (Ihsan Kasim Salihi, 2003, hal. v). Bahkan sampai muncul Republik Turki, ia tetap konsisten berjuang hingga menghasilkan sebuah karya Risale-i Nur, suatu tulisan setebal 5000 halaman yang memuat pemikiran-pemikiran tentang essensi keimanan dan nilai-nilai pendidikan dalam abad ini.

Dalam karyanya Risale-i Nur, Said Nursi menyatakan, bahwa agar pendidikan Islam dapat tegak dengan kokohnya di dunia ini harus ditopang dengan dua aliran ilmu, yaitu ilmu religius dan ilmu modern: The Science of religion are the light of the conscience, and the modern science are the light of mind. The truth is manifested through of the combinig of the two. The student endeavor will take fight on those two wings. When they are sepurated, its leads to bigotry in the one, an doubts and skepticism in the order (Nursi dalam Tatli, 1992: 6). Said Nursi menghendaki pendekatan dalam pendidikan Islam dengan menggabungkan dua sayap keilmuan itu secara integral, di mana sebelumnya kedua liran ilmu itu terpisah.

Sebagai seorang guru, ia mencoba menerapkan pemikiran pendidikannya itu di madrasah Khur-Khur. Usaha ini memberi kesan yang positif ke arah memantapkan pemahaman dan intelektual pelajar. Said Nursi ingin membuang persepsi negatif masyarakat yang melihat agama dan sains teknologi tidak boleh bersatu (Zaidin, 2001, hal. 20). Usaha lainnya dilakukan Said Nursi pada tahun 1896 dengan mencoba mendirikan Madrasat al-Zahra (Zaidin, hal. 21).

Said Nursi yakin, bahwa usaha yang dijalaninya baik sebagai dai maupun guru akan memberi kontribusi yang positif bagi syiar Islam sekuat yang diusahakannya. Karena itu ia menerima pekerjaan sebagai seorang guru dengan penuh tanggung jawab:

He was a member of the Medrese Teachers Association, founded in 1919, the main aims of which were to undertake the necessary enterprises for raising the teaching profession to the high level that is in keeping with the Islamic nation (millet) and civilization,to product students of the ulama profession who would be throughly informed of the Islamic science and have knowledge of the modern science sufficient for the needs of the timesTo instill the truth of religion and elevated conduct of Islam in Muslims spirits, strengthen bond of brotherhood, encourage personal enterprise, and to protect the rights of medrese teachers. Said Nursi concern with education (Sahiner [1976] dalam Gozutok, 2002, hal. 395).

Dalam kesempatan lain Said Nursi menyempatkan diri membuka forum tanya jawab untuk menjelaskan hakikat iman dan ilmu pengetahuan sebagaimana dasar filosofis yang ia pegang. Misalnya, Said Nursi menjelaskan hakikat musibah gempa bumi yang terjadi di wilayah Turki Timur dan Barat dan banyak menghabiskan korban material dan jiwa banyak mengandung pelajaran bagi insan-insan yang beriman, seperti pelajaran untuk merenungkan peristiwa tersebut secara mendalam, mengevaluasi diri, menambah keyakinan dan ibadah, serta memperbanyak dzikir dan ibadah (Nursi 2000a, hal. 185-186). Dalam menyampaikan hakikat gempa bumi tersebut, Said Nursi menggunakan metode tanya jawab disertai pendekatan filosofis dan religik, dalam rangka mengurai makna yang tersirat dipadukan dengan kebenaran wahyu.

Dengan cara ini Said Nursi ingin memperkuat aspek aqidah (keimanan) dalam diri umat Islam melalui self education dan tafakur terhadap kejadian-kejadian alam. Bukan pengaruh ideologi non-Islam dan budaya negatif menumpulkan potensi akal, yang justru jadi pelengkap argumentasi untuk memperkuat aqidah; sehingga sangat clear integralitas wahyu dan akal (rasional) atau ilmu atau ilmu agama dan sains modern.

Dari aspek tujuan ide pendidikan Said Nursi nampaknya sejalan dengan Fazlur Rahman, bahwa pendidikan menekannkan akan pentingnya mengintegralisasikan ilmu-ilmu agama dan ilmu-ilmu umum secara organis dan menyeluruh. Menurut ia juga ilmu berdasarkan pada tujuan sehat bagi individu dan masyarakat, dan memantapkan tujuan ilmu pada prioritas moral (Rahman, 1992 hal. 70). Selain itu Ismail Raji Al-Faruqi dengan tawaran-tawarannya, ia menginginkan metodologi ilmu pengetahuan Islam tradisional diupayakan terbebas dari kelemahan-kelemahan, dengan empat kesatuan (utility), yaitu kesatuan Allah, kesatuan ciptaan, kesatua kebenaran dan ilmu pengetahuan, dan kesatuan hidup (Al-Faruqi dalam Sirozi 2001, hal. 18-19). Kesejalanan tujuan yang dimaksud tidak lain merupakan pembelaan terhadap upaya meningkatkan kualitas pendidikan umat Islam sebagai realisasi dari ajaran-ajarannya yang paripurna.

Berdasarkan pemikiran Said Nursi, Rahman, dan Al-Faruqi di atas, jelas mengindikasikan bahwa satu dari sekian banyak kelemahan umat Islam di bidang pendidikan sekaran terletak pada kelemahan paradigma keilmuan (dengan memisahkan ilmu agama dan sains modern) dan kelemahan metodologi pendidikan (dengan tidak mampu menyatukan kekuatan wahyu dengan argumentasi rasional), sehingga perlu diperlajari di mana titik kelemahan-kelemahan itu dan bagaimana usaha-usaha yang sudah dijalankan. Sebaliknya sebuah tuntutan masa sekarang adalah kondisi pendidikan yang mampu mencerahkan masa depan, di mana pendidikan itu berdaya guna mengembangkan berbagai dimensi keilmuan sekaligus juga akan melahirkan ilmuwan yang dapat memberi arti bagi masa depan umat manusia itu. Oleh karena itu di era millenium ketiga ini, eksistensi pendidikan Islam menjadi kebutuhan essensial dan orisinal bagi manusia.

Pendidikan Islam idealnya dapat mengantarkan suatu bangsa pada sebuah peradaban yang dinamis, menjadi salah satu penentu peradaban bangsa; maju, stagnan, atau mundur. Melalui tinjauan historis dapat dibaca mengenai kondisi lembaga pendidikan Islam yang maju tidak terlepas dari peranan metodologi yang dikembangkan. Seperti Fazlur Rahman (1984, hal. 263-265) menulis, bahwa tradisi dan metodologi yang keilmuan pendidikan Islam pada keemasan di abad pertengahan telah menunjukkan kebolehan dalam hal mengangkat citra (image) bagi pendidikan Islam. Ketika itu sistem pengajaran yang berkembang diantaranya halaqah dan mudzakarah. Bahkan oleh Rahman kedua sistem pengajaran ini telah menjadi ciri yang penting tentang watak keilmuan Islam di abad pertengahan, di samping juga pertumbuhan karya tulis dan kelembagaan kepustakaan ketika itu. Dari catatan Rahman ini, sesungguhnya kerja keras para tokoh dan pemikir pendidikan Islam dalam merintis sebuah tradisi dan metodologi, khususnya pada sistem pengajaran begitu maksimal, sehingga upaya mereka menjadi salah satu penentu keberhasilan institusi pendidikan Islam di kala itu. Metodologi pendidikan Islam yang dibawah para tokoh dan ilmuan muslim pada masa itu sudah menyumbangkan manfaat besar bagi kemajuan dan peradaban manusia pasca-mereka.

Sementara itu, menjadi perhatian utama bagi para pemikir dan praktisi pendidikan di Indonesia untuk menyikapi perkembangan metodologi pendidikan Islam (MPI) seperti Ahmad Tafsir, Mastuhu, Azmakhsyari Dhofier, Zakiah Daradjat, Jusuf Amir Feisal, dan sederet tokoh lainnya, adalah basis epitemologi untuk Ilmu Pendidikan Islam. Tema-tema yang mereka rekomendasikan adalah menggagas paradigma metodologi yang Islami bagi ilmu-ilmu pendidikan Islam dengan memadukan dua sayap keilmuan melalui pengembangan lembaga pendidikan dan sumber daya manusia (Tafsir et.al, 1995).

Hingga di sini dapat dilihat, bahwa diantara tokoh pendidikan kita masih getol menggagas metodologi ilmu pendidikan Islam yang Islami, walaupun terkadang mereka juga keblabasan dalam merumuskan basis efistemologi pendidikan Islam disebabkan cenderung melupakan prioritas utama dalam hal pembenaran aqidah yang paling fundamental. Suatu kewajaran apabila dalam perjalanannya ini, pendidikan Islam mengalami cobaan berat karena tidak mampu bersaing dan mensejajarkan diri dengan pendidikan Barat, antara lain disebabkan pendidikan Islam kurang memperhatikan dimensi moralitas (keimanan), sehingga membawa implikasi tehadap kaburnya identitas keislaman pada lembaga-lembaga pendidikan Islam. Padahal kekuatan Aqidah menjadi tolak ukur utama bagi kualitas pendidikan Islam.

Lain halnya dengan gagasan Said Nursi jelas dilandasi oleh kerangka pikir menguatkan keimanan umat Islam sebagai fondasi bagi tegaknya kisi-kisi kehidupan umat di segala aspeknya. Nampaknya pandangan Nursi ini cukup representatif mewakili yang dikehendaki para ahli pendidikan Islam untuk mencoba kembali pada tradisi dan pemikiran-pemikiran di abad pertengahan yang diilhami dengan semangat dikhotomisme, dalam arti menerapkan pendidikan berdasarkan paradigma integralistik yang memadukan dua kekuatan ilmu secara bersamaan.

Menyimak uraian di atas, ada tiga hal utama yang menarik perhatian peneliti untuk membahas aspek-aspek pendidikan Islam Said Nursi, yaitu: Pertama, Said Nursi memiliki dasar pemikiran yang khas ialah penguatan keimanan. Pemikiran tersebut ialah ia upayakan secara praktis dalam pendidikan formal, walaupun belum berhasil. Di samping memiliki kesejalanan dengan para tokoh pendidikan Islam Modern, gagasan pendidikan Islam Said Nursi juga memiliki perbedaan, terutama pada dasar pemikirannya yang berorientasi pada dimensi akidah (khususnya pokok-pokok keimanan) dengan argumentasi ilmiah, alamiah, dan rasional. Kedua, gagasan umum pendidikan Islam Said Nursi memiliki tujuan jelas yaitu ingin mempersatukan ilmu agama dan ilmu umum (modern) dalam sebuah mainstream pendidikan, sejalan dengan pemikiran Fazlur Rahman dan Al-Faruqi, dan para tokoh pendidikan lainnya yang mencoba merelevansikan tujuan ideal tersebut dengan kebutuhan pendidikan Islam di abad 21 ini. Ketiga, Said Nursi memiliki karya Risale-i Nur yang jika dibaca di dalamnya memuat secara global tentang metodologi pendidikan Islam. Khususnya pembahasan yang berkaitan dengan metode-metode dan pendekatan pendidikan banyak dituliskan dalam karya monumentalnya.

Rumusan Masalah

Seperti disebutkan di atas dalam latar belakang masalah bahwa Bediuzzaman Said Nursi dalam kehidupannya telah melakukan aktifitas pendidikan Islam di lembaga formal dan masyarakat. Artinya, dipandang dari sudut metodologi, Bediuzzaman Said Nursi memiliki andil dalam membangun sebuah metode dan pendekatan pendidikan Islam dengan karakter tersendiri.

Bertitik tolak dari latar belakang masalah di atas, ada permasalahan penting yang ingin penulis angkat dari aspek pendidikan Said Nursi, khususnya tentang metode dan pendekatan pendidikan Islam yang dilaksanakan oleh Said Nursi selama berinteraksi dengan masyarakat langsung dan dalam karyanya Risale-i Nur. Maka pokok permasalahan yang diteliti dalam tesis ini adalah bagaimana metode dan pendekatan pendidikan Islam dalam perspektif Badiuzzaman Said Nursi.

Berdasarkan pokok masalah tersebut, maka pertanyaan-pertanyaan yang perlu dijawab dalam tulisan ini adalah: Pertama, bagaimana metode dan pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Bediuzzaman Said Nursi? Kedua, bagaimana relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi dengan tujuan, bahan, peserta didik, dan situasi pendidikan, ditinjau dari kebutuhan pendidikan Islam sekarang?

Batasan MasalahIdealnya fokus penelitian ini berada dalam wilayah metodologi pendidikan Islam dalam arti luas, yaitu pembahasan tentang metode atau cara-cara umum yang digunakan oleh Said Nursi dalam melaksanakan pendidikan Islam. Mengingat pembahasan tersebut cukup luas, maka penelitian ini dikonsentrasikan pada metode-metode dan pendekatan-pendekatan yang digunakan oleh Said Nursi dalam arti khusus atau biasa digunakan dalam proses pendidikan Islam, seperti metode ceramah, tanya-jawab, debat, diskusi, penjelasan, cerita atau kisah lainnya. Dengan demikian kajian lebih difokuskan pada aspek bagaimana cara-cara pendidikan Islam bukan bagaimana ide-ide pemikiran-pemikiran pendidikan Islam dalam perspektif Said Nursi.

Definisi OperasionalJudul tesis ini tersusun dari beberapa istilah yang pengertian-pengertiannya perlu didefinisi untuk menjadi pedoman dan menghindari kerancuan dalam pembahasan lebih lanjut.

Ada empat istilah yang perlu didefinisikan untuk keperluan operasionalm yaitu: Pertama, kata metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan hodos. Meta berarti melalui dan hodos berarti jalan atau cara (Arifin 1995, hal. 257). Metode dalam bahasa Inggris disebut method yang berarti cara (Echols dan Shadily 1996, hal. 379). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Metode berarti cara yag teratur dan terpikir baik-baik untuk mencapai maksud (Depdikbud 1999, hal. 652). Bertitik tolak dari pengertian etimologis ini, Zakiah Daradjat (1996, hal. 1) mendefinisikan metode sebagai suatu cara kerja yang sistematik dan umum. Sedangkan Arifin (1995, hal. 257) mengartikan bahwa metode merupakan jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan. Kedua definisi ini mengisyaratkan bahwa metode merupakan cara kerja yang bersifat umum yang digunakan sebagai jalan untuk mencapai tujuan.

Kedua, kata pendekatan dalam bahasa inggris disebut approach yang berarti pendekatan, penghampiran, jalan, menjelang, datangnya, dan tibanya (Echols dan Shadily 1996, hal. 379). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pendekatan berarti proses, perbuatan, dan cara mendekati (Depdikbud 1999, hal. 218). Dari perngertian secara bahasa ini, Djamarah (2000, hal. 5) memberikan batasan pendekatan sebagai suatu proses perbuatan dan cara mendekati suatu kegiatan secara arif dan bijaksana, dimana cara-cara tersebut biasanya dikaitkan dengan aspek keilmuan yang ada, seperti filsafat, sosial, agama dan lain-lain.

Ketiga, kata pendidikan diartikan sebagai suatu proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan (Depdikbud 1999, hal. 232). Kata pendidikan dalam bahasa Arab disebut tarbiyyah dengan kata dasarnya rabba, berarti usaha mengenai cara mendidik. Pendidikan Islam, berarti usaha dan kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka menyampaikan seruan agama dengan berdakwah, manyampaikan ajaran, memberi contoh, melatih keterampilan berbuat, memberi motivasi dan menciptakan lingkungan sosial yang mendukung pelaksanaan ide pembentukan kepribadian muslim (Zakiah Daradjat 1992, hal. 25-27). Keempat, Bediuzzaman Said Nursi adalah seorang ulama Turki yang hidup pada periode akhir kerajan Turki Utsmani dan dalam periode pemerintahan Republik Turki yang dipimpin oleh Mustafa Kemal Ataturk. Ia seorang ulama yang gigih memperjuangkan Islam serta aktif melakukan kegiatan dakwah dan pendidikan. Said Nursi memiliki karya besar yang bernama Risale-i Nur.Untuk kepentingan penelitian ini, metode yang dimaksud adalah cara kerja yang bersifat umum yang digunakan sebagai jalan untuk melaksanakan proses dan pencapaian tujuan. Sedangkan pendekatan adalah proses perbuatan dan cara mendekati suatu kegiatan dengan penggunaan metode-metode tertentu secara arif dan bijaksana agar lebih efektif. Selanjutnya metode pendidikan diartikan cara-cara umum yang digunakan dalam kegiatan atau proses pendidikan, yang mana cara-cara tersebut merupakan cara yang paling tepat, teratur dan terpikir. Pendekatan pendidikan dimaksudkan sebagai suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati serta mempermudah proses penerapan metode-metode pendidikan pada suatu keberhasilan. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, metode pendidikan digunakan dalam rangka mentransformasikan nilai-nilai dan pembentukan kepribadian muslim berdasarkan ajaran Islam. Sedangkan pendidikan Islam merupakan cara mendekati yang dibutuhkan untuk lebih mengefektifkan penggunaan metode-metode tersebut.

Jadi, metode dan pendekatan pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi yang akan dibahas dalam tulisan ini terkait dengan cara-cara umum yang paling tepat, teratur, dan terpikir, dan suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati peserta didik dalam upaya mentransformasikan nilai-nilai dan pembentukan kepribadian berdasarkan ajaran Islam, baik melalui usaha yang bersifat langsung, maupun tidak langsung yang terdapat dalam karyanya Risale-i Nur.

Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian

Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk mempelajari aspek-aspek metodologis dalam pemikiran pendidikan Islam Bediuzzaman Said Nursi yang diterapkan dalam usaha-usahanya langsung di tengah masyarakat dan para muridnya: dan dalam karyanya Risale-i Nur (yang khususnya membahas tentang pendidikan).

Tujuan-tujuan khusus dari penelitian ini adalah: Pertama, untuk mempelajari tentang metode dan pendekatan pendidikan Islam yang diterapkan oleh Said Nursi di lembaga pendidikan, forum masyarakat, dan Risale-i Nur. Kedua, untuk mempelajari tentang bagaimana relevansi metode dan pendekatan tersebut dengan tujuan, bahan, peserta didik, dan situasi pendidikan, ditinjau dari kebutuhan pendidikan Islam sekarang.

Kegunaan penelitian

Dengan penelitian ini penulis berharap dapat memberikan kegunaan, yaitu: Pertama, secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat menyumbang bagi pengembangan ilmu pendidikan Islam sekarang dan yang akan datang serta memperkaya khazanah metodologi pendidikan Islam. Kedua, secara praktis hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi ilmuan dan praktisi pendidikan dalam menyahuti kebutuhan futuralistik. Ketiga, secara metodologis hasilnya diharapkan untuk memperkaya khazanah metodologi pendidikan Islam dan pengembangan riset lanjutan.

Kerangka Teoritis

Pendidikan yang tanggung jawab utamanya dipercayakan kepada guru-pendidik pada tataran implementasinya memerlukan ilmu dan cara-cara tertentu yang disebut metodologi. Agar usaha-usaha pendidikan tidak hanya dicap sebagai rekayasa dari proses belajar-mengajar yang kaku atau sekedar pentransferan ilmu pengetahuan yang bersifat statis, monoton, dan tidak menyenangkan, maka dalam prosesnya itu aktifitas pendidikan memerlukan metode dan pendekatan yang handal. Dengan begitu dapat mempermudah pendidikan mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Menurut Jamarah (1996, hal. 258), salah satu kajian metodologi pendidikan adalah metode dan pendekatan-pendekatan. Metode adalah cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan (Abuddin Nata 1997, hal. 92). Menurut ahmad Tafsir (2003, hal. 9-10), metode adalah istilah yang digunakan untuk mengungkapkan pengertian cara yang paling tepat dan cepat dalam melakukan sesuatu. Sementara Zakiah Daradjat (1996, hal. 1), mendefinisikan metode adalah cara kerja yang sistematik dan umum.

Dari teori-teori yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat dimengerti, bahwa metode adalah cara-cara yang tepat, teratur, dan terpikir, yang digunakan dalam kegiatan atau proses tertentu. Metode digunakan sebagai alat dan pengetahuan berkaitan dengan pekerjaan, kegiatan, atau proses tertentu yang bertujuan.

Dalam skup pendidikan Islam, metode digunakan sebagai cara kerja mengenai bagaimana sebaiknya pendidikan Islam itu dilaksanakan. Karena kegiatan pendidikan Islam berada dalam skala yang besar, maka dalam kegiatan itu terdapat kegiatan belajar-mengajar. Jadi, antara metode pendidikan dengan pengajaran merupakan sebuah persinggungan atau satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

Metode dalam pendidikan (umum dan agama Islam) mempunyai peranan penting dalam mewujudkan tujuan-tujuan yang dicitakan bersama. Karena itu metode menjadi sebuah sarana yang bermakna dalam menyajikan pelajaran, sehingga dapat membantu siswa memahami bahan-bahan pelajaran untuk mereka. Arifin (1996, hal. 197) mengingatkan, bahwa tanpa metode suatu materi pelajaran tidak akan dapat berproses secara efisien dan efektif dalam kegiatan pendidikan.

Ada beberapa metode dalam melaksanakan pendidikan Islam. Seperti Muh. Zein (1995, hal. 253) mencatat 15 metode, yaitu: ceramah, tanya jawab, mengambil pelajaran, mengkonkritkan masalah, penugasan, peragaan, diskusi, memberi perumpamaan, kunjungan ilmiah, korespodensi, hafalan, memberi pemahaman, memberikan pengalaman, mempermudah, dan menggembirakan. Agak berbeda dengan Muh. Zein, Arifin (1996, hal. 65-80), membagi metode-metode pendidikan Islam menjadi 16 macam, yaitu: berfikir, induktif-deduktif, praktik, jihad, situasional, kelompok, instruksional, cerita, bimbingan, dan penyuluhan, pemberian contoh dan teladan, diskusi, soal-jawab, imstal, khuitbah, targhib dan tarhib dan tarhieb, dan acquistion selaf education, serta taubat dan ampunan.

Dari dua teori di atas tampaknya metode-metode Islam cukup banyak, namun dalam keragaman metode tersebut antara yang satu dengan lainnya memiliki kesamaan. Jika dikombinasikan berdasarkan dua teori di atas, maka metode-metode pendidikan Islam dapat dibagi ke dalam 11 macam, sesuai dengan metode-metode yang biasa digunakan pada lembaga pendidikan sekarang. Metode-metode tersebut adalah:

Metode Mudharah (Ceramah)

Metode Ceramah adalah cara penyampaian materi pendidikan melalui komunikasi satu arah yaitu dari pendidik kepada peserta didik (one way traffic communication). Metode ini agak identik dengan tausyiah (memberi nasihat), dan khutbah.

Metode soal-jawab

Metode soal-jawab adalah pendidikan dengan cara, satu pihak memberikan pertanyaan sementara pihak lainnya memberikan jawaban. Dalam pengajaran, guru dan atau peserta didik dapat memberikan pertanyaan atau pun jawaban.

Metode Itibar (Mengambil Pelajaran dari Kisah atau Kejadian)

Metode Itibar adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara mengambil pelajaran, hikmah, dan pengertian dari sebuah peristiwa dan atau kisah yang terjadi. Biasanya metode ini terkait dengan penyampaian metode Cerita atau Ceramah.

Metode Resitasi (Penugasan)

Metode Resitasi adalah metode pendidikan dengan pemberian tugas. Biasanya metode ini terdiri dari tugas individu dan kerja kelompok. Metode ini dimaksudkan agar proses mengetahui dan memahami ilmu pengetahuan lebih efektif.

Metode Munazarat (Debat dan Diskusi)

Metode Diskusi adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara bertukar pikiran, pendapat dengan memantapkan pengertian dan sikap terhadap suatu masalah. Dengan metode ini peserta didik akan mencapai titik kebenaran.

Metode Tamsil (Memberi Misal)

Metode Tamsiliyah adalah cara memberikan perumpamaan kepada yang lebih faktual. Pendidikan dengan metode ini dapat memberikan pelajaran-pelajaran berharga dari perumpamaan-perumpamaan kepada peserta didik.

Metode Mukatabah (Mengumpulkan tulisan resume)

Metode Mukatabah adalah pendidikan dengan cara korespondensi atau membuat surat-menyurat dalam berbagai tema (bahan pelajaran). Dengan metode ini hasil pengajaran yang disampaikan oleh pendidik akan lebih berkesan dan terkumpul dalam tulisan.

Metode Tafhim (Memahami)

Metode Tafhim adalah pendidikan dengan cara memahami apa-apa yang telah diperoleh dari belajar sendiri atau dengan guru pendidik. Dengan metode ini peserta didik dituntut untuk lebih aktif mendapatkan makna secara mendalam terhadap bahan yang diterimanya.

Metode Qishah (Cerita)

Metode Cerita adalah pendidikan dengan membacakan sebuah cerita yang mengandung pelajaran baik. Dengan metode ini peserta didik dapat menyimak kisah-kisah yang diceritakan oleh guru, kemudian mengambil pelajaran dari cerita tersebut.

Metode Uswah (Pemberian Contoh dan Teladan)

Metode Pemberitahuan Contoh dan Tauladan adalah pendidikan yang dilakukan dengan cara memberikan contoh-contoh yang baik (uswah al-hasanah) berupa perilaku nyata, khususnya ibadah dan akhlak. Contoh tauladan ini merupakan pendidikan yang mengandung nilai pardagogis tinggi bagi peserta didik.

Metode Self Education (Pendidikan Diri Sendiri)

Metode Acquistion atau Self Education adalah metode pendidikan diri sendiri. Pendidikan dengan metode Self Education dilakukan dengan memberikan dorongan agar peserta didik dapat belajar dan membina diri mereka sendiri, setelah itu barulah dapt membina orang lainnya.

Pendekatan berarti proses, perbuatan, dan cara mendekati (Depdikbud 1999, ha. 218). Dari pengertian ini pendekatan pendidikan dapat diartikan sebagai suatu proses, perbuatan, dan cara mendekati dan mempermudah pelaksanaan pendidikan. Jika dalam kegiatan pendidikan, metode berfungsi sebagai cara mendidik, maka pendekatan berfungsi sebagai alat bantu agar penggunaan metode tersebut mengalami kemudahan dan keberhasilan. Selain metode-metode memiliki peranan penting dalam kegiatan pendidikan Islam, pendekatan-pendekatan juga menempati posisi yang berarti pula untuk memantapkan penggunaan metode-metode tersebut dalam proses pendidikan, terutama proses belajar mengajar.

Pendekatan pendidikan Islam yang seharusnya dipahami dan dikembangkan oleh para pendidik, menurut M. Arifin (1995, hal. 262-264) adalah meliputi:

1. Pendekatan Psikologis. Yang tekanannya diutamakan pada dorongan-dorongan yang bersifat persuasif dan motivatif, yaitu suatu dorongan yang mampu menggerakan daya kognitif (mencipta hal-hal baru), konatif (daya untuk berkemauan keras), dan afektif (kemampuan yang menggerakkan daya emosional). Ketiga daya psikis tersebut dikembangkan dalam ruang lingkup penghayatan dan pengamalan ajaran agama di mana faktor-faktor pembentukan kepribadian yang berproses melalui individualisasi dan sosialisasi bagi hidup dan kehidupannya menjadi titik sentral perkembangannya.

2. Pendekatan sosial-kultural: yang ditekankan pada usaha pengembangan sikap pribadi dan sosial sesuai dengan tuntutan masyarakat, yang berorientasi kepada kebutuhan hidup yang semakin maju dalam berbudaya dan berperadaban. Hal ini banyak menyentuh permasalahan-permasalahan inovasi ke arah sikap hidup yang alloplastis (bersifat membentuk lingkungan sesuai dengan ide kebudayaan modern yang dimilikinya), bukannya bersifat auto plastis (hanya sekedar menyesuaikan diri dengan lingkungan yang ada).

3. Pendekatan religik. Yakni suatu pendekatan yang membawa keyakinan (aqidah) dan keimanan dalam pribadi anak didik yang cenderung ke arah komprehensif intensif dan ekstensif (mendalam dan meluas). Pandangan yang demikian, terpancar dari sikap bahwa segala ilmu pengetahuan itu pada hakikatnya adalah mengandung nilai-nilai ke-Tuhanan. Sikap yang demikian harus di internalisasikan (dibentuk dalam pribadi) dan di eksternalisasikan (dibentuk dalam kehidupan di luar diri pribadinya.

4. Pendekatan historis, yang ditekankan pada usaha pengembangan pengetahuan, sikap dan nilai keagamaan melalui proses kesejarahan. Dalam hubungan ini penyajian serta faktor waktu secara kronologis menjadi titik tolak yang dipertimbangkan dan demikian pula faktor keteladanan merupakan proses identifikasi dalam rangka mendorong penghayatan dan pengamalan agama.

5. Pendekatan komparatif. Yaitu pendekatan yang dilakukan dengan membandingkan suatu gejala sosial keagamaan dengan hukum agama yang ditetapkan selaras dengan siatuasi dan zamannya. Pendekatan komparatif ini sering diwujudkan dalam bentuk komparatif studi, baik di bidang hukum agama maupun juga antara hukum agama itu sendiri dengan hukum lain yang berjalan, seperti hukum adat, hukum pidana/perdata, dan lain-lain.

6. Pendekatan filosofis. Yaitu pendekatan yang berdasarkan tinjauan atau pandangan falsafah. Pendekatan demikian cenderung kepada usaha mencapai kebenaran dengan memakai akal atau rasio. Pendekatan filosofis sering dipergunakan sekaligus dengan pola berpikir yang rasional dan membandingkan dengan pendapat-pendapat para ahli filsafat dari pelbagai kurun zaman tertentu beserta aliran filsafatnya.

Penggunaan teori pendekatan pendidikan Islam manurut Arifin di atas menurut peneliti cukup sesuai, karena peneliti dapat membahas aspek pendekatan pendidikan Islam dalam perspektif Said Nursi secara lengkap melalui sudut pandang psikologis, sosial-budaya, keagamaan, sejarah, perbandingan, dan pemikiran.

Terkait dengan prosesnya, metodologi pendidikan Islam diharapkan memiliki relevansi yang jelas. Untuk lebih mempermudah peneliti membahas relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi dihubungkan dalam konteks pendidikan Islam sekarang, peneliti menggunakan teori Zakiah Daradjat (1996, hal. 258), bahwa relevansi yang dimaksud adalah kesesuaian atau keserasian metode belajar mengajar dengan tujuan yang akan dicapai, bahan yang diajarkan, murid yang belajar, dan situasi belajar-mengajar.

Dari kerangka teoritis di atas menunjukkan bahwa metode pendidikan Islam sedikitnya mempunyai 11 macam dan 6 pendekatan dalam penggunaan yang berbeda-beda sesuai dengan kebutuhan dan relevansinya, sehingga antara metode dan pendekatan itu menjadi sebuah rangkaian sebuah proses pendidikan.

Tinjauan Pustaka

Berdasarkan hasil tinjauan terhadap buku-buku yang relevan dengan data penelitian ini, peneliti menemukan beberapa penulis yang telah mengkaji sosok Said Nursi berkaitan pemikiran dalam koleksi Risale-i Nur.Sati dari beberapa tulisan Ihsan Kasim Saleh (2003) adalah berjudul Bediuzzaman Said Nursi: Pemikir dan Sufi Besar Abad 20 (Membebaskan Agama dari Dogmatisme dan Sekularisme). Dalam karyanya ini, Salihi mengkaji tentang pemikiran-pemikiran Said Nursi yang didasarkan pada usaha gigihnya membela Islam dari serangan sekularisme di masa pemerintahan Turki ketika pada tahun 1920-an.

Sukran Vahide (1997), pernah menulis buku Bediuzzaman Said Nursi. Dalam buku ini membahas tentang biografi Said Nursi dengan begitu banyak menampilkan sisi perjuangan dan pemikiran aqidah Bediuzzaman Said Nursi. Buku ini dapat menjadi pengantar untuk membaca tafsir Risale-i Nur. Dalam tulisan Vahide, ia banyak mengomentari kehebatan perjuanan Said Nursi dan pemikirannya dihubungkan dengan konseptual umat Islam dunia sekarang yang berada dalam masa krisi keimanan.

Mohammad Zaidin bin Mat (2000), dalam tesisnya berjudul ; Bediuzzaman Said Nursi: Sejarah Perjuangan dan Pemikiran. Dalam karya tersebut Zaidin membahas tentang upaya perjuangan dan pemikiran Said Nursi dalam menghadapi musuh-musuh Islam, seperti atheisme, komunisme, dan sekularisme dalam tentang kapasitas keilmuan dan pengalaman pendidikan Said Nursi, keprihatinannya dalam bidang pendidikan, serta upayanya mendirikan madrasah dan perguruan tinggi. Pada bagian akhir, beliau memberi catatan mengenai Said Nursi sebagai pemersatu antara Timur dan Barat dan Selatan Utara dengan membawa obat bagi umat Islam yang mayoritas mengalami kritis keimanan dalam kita Risale-i Nur.

Walaupun ketiga hasil penelitian di atas cukup luas membahas tentang aktifitas perjuanan dan pemikiran Said Nursi dan sedikit mengomentari masalah pendidikan Islam, namun karya ini cukup relevan untuk dijadikan referensi mengenai pemikiran dan perjuangan, dan pengalaman pendidikan Said Nursi.

Dari aspek pendidikan, Half Ertugrul (1994), telah memperkenalkan karya tentang Bediuzzaman Said Nursi berjudul: Egitimde Bediuzzaman Modeli. Dalam karya berbahasa Turki ini, Ertugrul membuat suatu kesimpulan, bahwa Said Nursi memiliki model tersendiri dalam pendidikan Islam, yaitu penekanan terhadap aspek aqidah, menggunakan metode pengulangan, pendalaman, dan pemahaman. Keutamaan model pendidikan Said Nursi terletak pada kemampuan ia menggunakan argumentasi rasional untuk menunjukkan hakikat kebenaran.

Adem Tatli (1992), dalam sebuah makalah yang berjudul: Bediuzzaman Education Method. Makalah ini dipresentasikan pada seminar simposium ke II tentang Bediuzzaman Said Nursi pada 27-29 September 1992 di Istambul. Suatu catatan penting dari makalah ini memuat tentang 13 tawaran Said Nursi untuk dijadikan basis epistemologi penegakkan sistem pengajaran.

Walaupun dua karya tersebut cukup signifikan untuk melengkapi data penulisan tesis ini, namun sisi kelemahannya mungkin terletak pada rumusan metode dan pendekatan apa yang digunakan oleh Said Nursi, baik dalam kegiatan informal, maupun dalam bentuk formal. Ertugrul dan Tatli masih dalam tataran umum mengkaji model atau pola pendidikan dihubungkan dengan basis penegakkan sistem pengajaran, meliputi landasan filosofis, kurikulum, guru, metode, siswa, pengelolaan kelas, dan aktifitas pergerakan siswa.

Sementara Sakir Gozutok (2000, hal. 404-412), dalam makalahnya yang berjudul: The Risale-i Nur in the Context of Educational Principles and Methods, menemukan beberapa metode pendidikan yang dipakai Said Nursi dalam Risale-i Nur, yaitu The Direct Lecturing Method, The Question and Answer Method, The Active Learning Method, dan Observational Method (External Observation and Inward Observation).

Dalam hasil kajian pustaka di atas, paling tidak terdapat 7 tema yang diangkat dari sosok Said Nursi, yaitu perjuangan Said Nursi dalam membebaskan agama dari dogmatisme dan sekularisme, sejarah perjuangan dan pemikirannya; model pendidikannya dan metode Risale-i Nur. Di sini penulis melihat hasil penelitian tersebut jelas memberi kontribusi nagi penelitian tesis ini.

Metodologi Penelitian

Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan tiga pendekatan, yaitu pendekatan historis, filosofis, dan sosiologis. Pendekatan historis adalah pendekatan keilmuan yang berhubungan dengan sejarah. Pendekatan ini dikomparasikan dengan fakta yang terjadi dan berkembang dalam waktu dan tempat-tempat tertentu untuk mengetahui persamaan dan perbedaan dalam suatu permasalahan (Arifin 1997, hal. 160). Pendekatan filosofis adalah pendekatan keilmuan yang berhubungan dengan kehidupan sosial (A. Mutki Ali 1989, hal. 47). Ketiga pendekatan ini sangat berguna untuk mempelajari data yang relevan dengan permasalahan penelitian.

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini termasuk jenis riset kepustakaan dengan menggunakan data kualitatif, yaitu data yang berbentuk literatur dan informasi verbal (Creswell,1994, hal. 145).

Sebagai penelitian bercorak Library research, data diperoleh dari sua sember, yaitu: sumber primer dan sekunder. Sumber primernya adalah 10 (sepuluh) karya Said Nursi yang diterbitkan Sozler Nesriyat AS Istanbul, yaitu: Bediuzzaman Said Nursi (Tariche-i Hayati), karya asli Said Nursi yang diterbitkan pada 1999; Bediuzzaman Said Nursi, The Words, The Letters 1928-1932. The Flashes Colection, dan The Rays Collection, yang diterjemahkan oeh Ihsan Qasim Salih 1998 dan 1999.

Data Sekunder yang digunakan adalah karya-karya dalam bentuk buku, jurnal, dan makalah yang relevan dan menjadi pelengkap data. Data sekunder yang digunakan di sini antara lain adalah: Adem Tatli, Bediuzzaman Education Method, Presented in The Second International Symposium on Bediuzzaman Said Nursi: The Recontruction of Islamic Thought in The Twentieth Century and Bediuzzaman Said Nursi,27-29 September, Istanbul,1992; Sukran Vahide, Bediuzzaman Said Nursi Istanbul,: Sozler Publication, 1992; Sukran Vahide, A Contemporary Approach to Understanding The Quran : The Example of The Risale-i Nur, Internationa Symposium Bediuzzaman Said Nursi, Istanbul: Sozler Publication, 1998; Muhammad Zaidin, Bediuzzaman Said Nursi: Sejarah Perkembangan dan Perjuangan Pemikiran, Malaysia: Malita Jaya Publisher, 2001; dan Halit Ertugrul, Egitimade Bediuzzaman Modeli Istanbul: Yeni Asya Yayinlari, 1994.

Alat Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui riset kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan, mencatat, dan mengklarifikasi, serta mempelajari metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi. Untuk mengumpulkan data digunakan Observasi Literatur, yaitu melakukan pengamatan langsung terhadap sumber data untuk menghasilkan data yang representatif; Editing, yaitu melakukan pemeriksaan terhadap data yang telah terkumpul, untuk kemudian mengklarifikasikannya kembali. Instrumen lain yang digunakan adalah Interviu, yaitu menggali informasi dengan mengajukan pertanyaan verbal kepada informan, khususnya para murid Said Nursi, yaitu Fatih Yigit, Hasbi Sen, Yakup Karakus, dan Murat Koseler, disertai diskusi mendalam untuk data yang bersumber dari bahasa Turki.

Teknis Analisis Data

Untuk memudahkan dalam menganalisis data, peneliti menggunakan dua teknik, yaitu: Deskriptip Analitik dan Content Analysis. Deskriptip Analysis adalah megnanalisis dan menyimpulkan data dari pendapat-pendapat yang dikonfirmasikan (Margono 1997, hal. 39)., Content Analysis adalah menganalisa makna yang terkandung dalam asumsi, gagasan, atau statemen untuk mendapatkan pengertian dan kesimpulan (Suryabrata 1997, hal. 85).

Sistematika Pembahasan

Untuk menyusun gambaran yang utuh dan terpadu tentang penelitian ini, maka penulis menyusun sistematika pembahasan sebagai berikut:

Bab Pertama, merupakan bab pendahuluan yang menuliskan secara garis besar isi penelitian, terdiri dari latar belakang masalah, rumusan masalah, batasan masalah, tujuan dan kegunaan penelitian, tinjauan pustaka, kerang,ka teoritis, metodologi penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab Kedua, merupakan pembahasan tentang biografi singkat Bediuzzaman Said Nursi, yang berkenaan dengan kelahiran dan masa kecil, pengalaman pendidikan, karya Risale-i Nur, perjuangan dan pemikiran, dan usaha-usahanya di bidang pendidikan.

Bab ketiga, membahas tentang metode pendidikan Islam Said Nursi, dan metode dan pendekatan Islam Said Nursi ditinjau dari sudut pembelajaran; analisis berdasarkan para fakar pendidikan.

Bab Keempat, memuat analisis tentang relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam dalam perspektif Bediuzzaman Said Nursi. Dalam bab ini membahas relevansi metode dan pendekatan pendidikan Islam Said Nursi dengan tujuan pendidikan, bahan pelajaran, peserta didik, dan situasi pendidikan.

Bab Kelima, merupakan bab penutup yang terdiri dari kesimpulan dan saran, dan rekomendasi.

Bab 2BIOGRAFI SINGKAT BEDIUZZAMAN SAID NURSI

Kelahiran dan Masa Kecil Beduzzaman Said NursiBeduzzaman Said Nursi dilahirkan menjelang fajar musim semi di Nurs, sebuah desa kecil di propinsi Bitlis wilayah Turki Timur pada 1293 H/1877 M. Daerah tempat kelahirannya ini terdapat lereng dan lembah gunung Taurus, daerah danau Van (Vahide 2000, hal. 3)

Nama asli Beduzzaman Said Nursi adalah Said bin Mirza. Ia dilahirkan dalam sebuah keluarga petani yang sederhana dari pasangan Mirza dan Nuriye (Nuriyyah). Kedua orang tuanya itu adalah dari keturunan suku Kurdi. Said bin Mirza juga dikenal dengan sebutan Said Nursi yang merujuk kepada tempat kelahirannya (desa Nurs). Berdasarkan sumber Sham al-Haqq al-Azzim Abadi yang dikuti Zaidin (2001) bahwa nenek moyang Nursi berasal dari Isbartah (Isparta). Mereka berasal dari keturunan Ahl al-Bayt. Said bin Nursi merupakan anak keempat dari tujuh orang adik beradik, yaitu Durriyah, Khanim, Abdullah, Said (Nursi), Muhammad, Abd al-Majid dan Marjan (Zaidin 2001, hal. 7).

Said Nursi di usia keci sudah memperlihatkan tanda-tanda seorang jenius. Hal ini seperti terlihat kebiasaan beliau banyak bertanya dan gemar menelaah masalah-masalah yang belum dimengertinya. Ia juga suka membuat pertanyaan-pertanyaan ilmiah dalam benaknya. Kisah tentang pengalaman kecil Said Nursi tersebut seperti dituliskan berikut ini:

Saat aku masih kecil, imajinasiku bertanya kepadaku, manakah yang dianggap lebih baik dari dua masalah? Apakah hidup bahagia selama seribu tahun dalam kemewahan dunia dan berkuasa, namun berakhir dengan ketiadaan, atau kehidupan abadi yang ada namun harus dijalani dengan penuh derita? Kemudian, aku melihat imajinasiku lebih memilih alternatif kedua daripada yang pertama dengan menyatakan: Aku tidak menginginkan ketiadaan, bahkan aku menginginkan keabadian meskipun di dalam neraka Jahanam (Salhi 2003, hal. 9).

Di usia kecil ini, said Nursi juga gemar menghadiri forum pendidikan yan diselenggarakan untuk orang orang dewasa dan menyimak diskusi-diskusi tentang berbagai kajian, khususnya majeli ilmiah yang dihadiri oleh para ulama setempat di rumah ayahnya. Selain itu terkenal seorang anak yang pandai memelihara harga diri dari perbuatan zalim. Sikap dan sifat-sifat tersebut terus melekat dan bertambah kuat dalam kepribadiannya (Salih 2003, hal. 9).

Melihat pengalaman hidup Said Nursi di masa kecilnya ini, ia dapat digolongkan sebagai anak yang unik, aktif dan rajin, juga pandai memanfaatkan waktu untuk kepentingan menimba ilmu pengetahuan. Dengan pengalaman hidup dan ditunjang oleh perwatakan yang baik inilah telah memberi bekal yang berharga bagi pengalaman hidup Said Nursi selanjutnya.

Nursi hidup pada masa akhir kerajaan Turki Usmani, tepatnya pada masa kekuasaan Sultan Hamid II. Pada masa ini kerajaan Turki Usmani berupaya keras memperjuangkan integritas bangsa dan menyadarkan dunia Islam akan bahaya-bahaya dan arogansi lawan politik Islam. Perjungan tersebut boleh dikatakan sebgai awal pengalaman buruk bagi umat Islam Turki dengan membawa mereka ke ambang kehancuran yang begitu dahsyat:

Pada masa ini musuh secara intensif mencabik-cabik bangsa dan negara Turki, untuk mempercepat kehancurannya, selama tiga puluh tahun Sultan Abdul Hamid II berkuasa dan memerintah Turki dengan segala daya dan upaya yang dilakukannya untuk memelihara integritas kekuasaan negara yang sangat luas tidak membuahkan hasil yang maksimal. Nahkan upayanya dalam arena percaturan politik, memanfaatkan dana moneter internasional, dan membangkitkan kesadaran dunia Islam untuk menghadapi bahaya Eropa, tidak membuahkan hasil, bahkan pasca perjuangannya itu telah membawa kepada keruntuhan Turki Usmani, dan dalam media massa ia diklaim buruk, ia mendapat fitnah dan ketidakpercayaan bangsa lain (Salih 2003, hlm. 3-4).

Di awal kehidupannya, Said Nursi benar-benar dihdapkan pada kondisi yang sulit untuk menjamin masa depan umat Islam, bahkan lebih parah lagi kondisi tersebut telah membawa pada jatuhnya kerajaan Islam Turki Usmani. Sebagai implikasinya, keruntuhan daulat Usmani ini telah membuka kaum liberalis dan musuh-musuh Islam untuk menghancurkan sisa kekuatan umat Islam. Mereka datang membuat interfensi politik dengan bebas mencampuri urusan daulat Turki Usmani dan membuka jalan lebar untuk memecah belah dunia Islam serta membangkitkan disintegrasi secara internal:

Ketika titik-titik lemah dalam tubuh kerajaan telah diketahui oleh pihak asing, lalu dimanfaatkan mereka dengan proaktif, mereka berhasil menggoyang dan mencabut akar dinasti Turki Usmani. Setelahnya, dengan leluasa mereka berhasil memangkas ranting-rantingnya. Mata-mata asing dengan bebas keluar masuk untuk mendapatkan rahasia negara. Sehingga dalam kondisi ini Sultan tidak mampu mempertahankan kudeta dari Jamiiyyah al-IttihadWa at-Tauraqi (Organisasi Persatuan dan Kemajuan) yag diusung oleh musuh dari luar (Salih 2003, hlm. 4).

Kondisi terpuruk ini laksana seperti mimpi buruk bagi kesejarahan Turki Usmani. Bagi umat Islam sendiri, kondisi tersebut menorehkan sebuah keresahan dan himpitan psikologis yang sangat merugikan, dan sebaliknya merupakan angin segar bagi musuh Islam untuk melancarkan westernisasi serta menghancurkan semua dimensi kehidupan umat Islam, termasuk di dalamnya Idiologi, politik, ekonomi, agama, dan pendidikan, hingga akhirnya semua pengaruh-pengaruh negatif dari Barat berhasil memperdaya Islam. Sisi bahaya pengaruh-pengaruh tersebutmembawa implikasi pada pengadopsian unsur kehidupan Barat, sekalian juga mengesampingkan ajaran-ajaran Islam, termasuk sistem pemerintahan dan tradisi Islam (Nasution 1996, hal. 62-63). Bukan hanya pengaruh westernisasi, melainkan kekuatan sekularisasi sudah mulai merambah ke semua dimensi kehidupan umat Islam, terkhusus, budaya Islam dari warisan Turki Usmani.

Demikian potret keadaan kehidupan umat Islam pasca keruntuhan Turki Usmani, mereka mulai memasuki cobaan berat di bawah pengaruh materialisme yang berada pada titik puncak kejayaannya. Di masa ketika dunia mengalami krisis, manusia terpesona dan takjub dengan kemajuan sains dan teknologi Barat itu, kehidupan Islam di Turki semakin mengalami guncangan berat. Banyak intelektual muslim menyimpang dari jalan benar dengan hanya manyandarkan intelektualitas mereka pada apa saja yang datang dari Barat. Namun, bagi Said Nursi masa tersebut bukan merupakan hal yang harus dijauhi, tetapi adalah awal perjuangan.

Pengalaman Pendidikan Said Nursi

Secara kelembagaan, pendidikan yang pertama kali diterima oleh anak adlah pendidikan informal, dimana orang tua ketika itu memegang posisi yang sangat urgen. Di antara beragam jenis materi pendidikan, pendidikan agamalah yang menjadi basis semua kegiatan pendidikan yang ingin diselenggarakan dalam kehidupan keluarga.

Seperti dialami oleh Said Nursi, pendidikan agama baginya dan saudara-saudarinya begitu diperhatikan oleh kedua orang tua mereka, sehingga tercipta dalam keluarga mereka suasana religius. Sosok kedua orang tua Said Nursi begitu baik untuk diteladani oleh anak-anak mereka:

Kedua orang tuanya sangat menekankan kepada pendidikan agama dengan mengedepankan sifat-sifat baik mereka sebagai panutan atau uswah. Orang tuanya mengajarkan tentang agama, berikut permasalahan-permasalahan di seputar pengajaran agama, tentang iman dan tauhid. Pada masa kecilnya Nursi telah menunjukkkan perwatakan yang menarik, ia suka bertanya dan m,encoba mencari jawabannya sendiri. Memikirkann persoalan kehidupan dan kematian, persoalan kemasyarakatan. Ia juga sering menghadiri majlis, perbincangan atar-ulama di kampungnya (Zaidin 2001, hal. 8).

Selama delapan tahun, Said Nursi berada dalam didikan orang tuanya sebelum merantau menuntut ilmu. Sejak dari kecil, Said Nursi telah memperlihatkan perwatakan yang menarik. Dia suka bertanya dan mencoba mendapatkan jawaban bagi setiap persoalan yang menarik perhatiannya. Suatu ketika, Said Nursi pernah bertanya kepada ibunya tentang gerhana bulan (Zaidin 2001, hal. 7).

Disamping itu, Said Nursi juga pernah memikirkan persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kehidupan dan kematian serta sumbangan-sumbangan ulama terhadap masyarakat. Said Nursi juga suka menghadiri majelis perbincangan dan perdebatan orang-orang dewasa. Lebih-lebih lagi, majelis perbincangan antara ulama sekampungnya sering diadakan di rumah ayahnya. Ini sudah tentu sangat besar manfaatnya, terutamanya dalam menyuburkan sifat analisis, kritis serta minat kepada dialog dan perdebatan (Zaidin 2001, hal. 8). Kejeniusan Said Nursi kecil ini semakin nyata ketika ia mampu menghafal al-Quran dalm usia 12 tahun.

Said Nursi mulai berusaha keras mempelajari ilmu-ilmu tradisional melalui beberapa orang guru, seperti Abdullah (sekaligus abangnya) belajar ilmu al-Quran, Syeikh Muhammad Amin Afandi, dan Syaikh Sayyid Nur Muhammad. Untuk pertama kali Nursi belajar di Kuttab (madrasah) pimpinan Muhammad Afandi di desa Thag pada tahun 1882, sebagaimana ia juga belajar kepada kakaknya Abdullah, pada setiap liburan akhir pekan. Namun keberadaan beliau di desa Thag ini hanya berlangsun sebentar saja, karena kegiatan belajarnya dilanjutkan di madrasah desa Birmis.

Tidak puas dengan ilmu yang diperoleh dari tiga orang gurunya tersebut, Said Nursi melanjutkan belajar di Madrasah Mir Hasan Wali di Muks, dan belajar pula di Madrasah Bayazid di bawah bimbingan Syaikh Muhammad Al-Jalali. Pelajaran yang diambilnya seputar ilmu al-Quran dan Nahwu Sharaf. Sebagai apresiasi dari kerja keras belajarnya, Said Nursi mampu menguasai kitab-kitab utama ketika itu dan memdapat gelar Mulla Said (Zaidin 2001, hal. 11).

Selanjutnya Said Nursi menjelajahi kemungkinan masih tersisa ulama, Syeikh atau guru yang handal, untuk menguras habis keilmuan mereka, seperti Syeikh Fathullah, hingga beliau mendapatkan ilmu baru yang semakin memantapkan dirinya untuk mengdakan debat, diskusi dan pengajaran bagi masyarakat bawah. Karena kemampuan intelektual yang menakjubkan itu, Nursi digelari gurunya Badi al-Zaman (keunggulan zaman). Nursi begitu ingin mendapatkan ilmu, hingga suatu ketika melanjutkan belajarnya ke Khizan, di sini ia bermimpi bertemu dengan Rasulullah SAW. saat yang paling berharga tersebut ia pergunakan untuk meminta ilmu kepada Rasulullah SAW. Ketika itu Rasulullah SAW berkata kepadanya: Akan dikaruniakan kepadamu ilmual-Quran dengan syarat kamu tidak bertanya kepada siapapun (Zaidin 2001, hal. 10). Pada fase berikutnya, atas kehendak Allah SWT menjadikan beliau begitu cepat menguasai berbagai ilmu keagamaan, termasuk ilmu al-Quran, Hadist, Fiqh, dan ilmu lainnya.

Said Nursi pergi ke Bitlis pada tahun 1888 dan mendaftarkan diri di sekolah Syeikh Amin Afandi. Tetapi ia belajar di sekolah tersebut hanya sebentar, sebab Syaikh tersebut menolaknya dengan alasan faktor usia yang belum memadai. Selanjutnya ia belajar lagi di sekolah Mir Hasan Wali di Mukus dan di Waston (Kawasy), hingga ke sekolah di Bayazid, salah satu daerah yang termasuk ke dalam wilayah Agra. Di sinilah Said Ursi mempelajari ilmu-ilmu agama dasar, karena sebelum itu beliau hanya belajar Nahwu dan Sharaf saja. Di Bitlis Nursi tinggal serumah dengan wali kota Bitlis dan belilau berkesempatan untuk menelaah sejumlah besar buku ilmiah dan menghafal sebagian daripadanya. Begitu juga beliau pun berkesempatan menelaah sejumlah besar kitab tentang ilmu kalam, ,mantiq (logika), nahwu, tafsir, hadist, dan fiqh. Kemudian lebih dari delapan puluh kitab induk tentang ilmu-ilmu keislaman berhasil di hafal (Salih 2003,hal. 10-13).

Adapun usaha Said Nursi untuk mendalami Sains Modern terjadi pada tahun 1897:

Said Nursi meninggalkan Bitlis dan menuju ke Wan setelah mendapat undangan dari Hasan Basha, Gubernur Wan ketika itu. Undangan tersebut diterimanya mengingat di Wan tidak ada lagi tokoh ulama, sedangkan di Bitlis golongan ini sudah ramai. Setelah beberapa ketika tinggal di kediaman Tahir Basha, Said Nursi kemudian dijemput untuk tinggal di kediamannya Tahir Basha, Gubernur Wan yang baru. Said Nursi menerima undangan ini beberapa sebab, diantaranya: gubernur ini terkenal seorang yang mencintai ilmu dan para ulama. Disamping itu juga, dikediamannya terdapat perpustakaan yang besar yang memuatkan kitab-kitab agama dan juga kitab-kitab sains modern seperti fisika, geologi, matematika dan sebagainya. Tahir Basha juga telah menjadikan kediamannya sebagai tempat pertemuan dan perbincangan alim-ulama (Zaidin 2001, hal. 19).

Ketika berada di sini, Said Nursi telah bertemu dan berdialog dengan beberapa orang guru dalam bidang ilmu-ilmu modern. Kelemahan beliau dalam bidang tersebut telah mendorongnya membaca dan mempelajari buku-buku sains modern yang terdapat dalam perpustakaan Tahir Basha. Akhirnya denga inisiatifnya sendiri dan dalam masa singkat beliau telah berhasil menguasai ilmu-ilmu modern seperti sejarah, geografi, matematika, fisika, kimia, astronomi, filsafat modern, ilmu hayat dan ilmu bumi.

Said Nursi juga pernah menulis beberapa buku dalam bidang yang berkaitan, misalnya berkenaan algebra. Malangnya, buku tersebut telah musnah dalam satu kebakaran besar yang terjadi di Wan (Zaidin 2001, hal. 17).

Dalam perdebatan ilmiah, Said Nursi dengan penguasaannya dalam bidang agama dan sains modern menjadi perhatian banyak orang. Kemashyuran beliau makin tersebar. Akhirnya Said Nursi diberi gelar Bediuzzaman. Sejak itu, gelar tersebut telah menjadi sebagian dari namanya. Beliau sendiri menggunakan gelar Bediuzzaman dalam tulisan-tulisannya. Menurut Said Nursi, beliau menggunakan gelar tersebut bukannya untuk bermega, tetapi untuk menggambarkan perwatakannya yang berbeda dengan orang lain.

Perjuangan dan Pemikiran Said Nursi

Menurut salih (2003, hal 90-91), kehidupan said Nursi dapat dilihat dalam dua periode. Periode pertama (Said al-Qadim), yaitu periode di mana Said Nursi sendiri menamainya Said al-Qadim (Said Lama). Periode ini berlangsung sampai beliau diasingkan ke Perla tahun 1926. Periode kedua (Said al-Jadid), yaitu dimana Said Nursi sediri menamainya Said al-Jadid (Sadid Baru). Periode ini berlangsung sejak beliau memulai kehidupannya di pengasingan Perla tahun 1926 sampai beliau wafat tahun 1960. Tentu saja selama masa Said Lama dan Said Baru Said Nursi telah banyak melakukan perjuangan dan menyumbangkan pemikirannya kepada masyarakat. Dari aktifitas yang banyak tersebut, di sini akan dibahas sebagian saja terkait dengan perjuangan dan pemikiran Saud Nursi.

Perjuangan Said Nursi antara lain terjadi pada 1899 menghadapi Negarawan Britain Inggris yang bermaksud menghancurkan kekuatan umat Islam dengan menjalankan al-Quran dari mereka. Said Nursi dengan sangat reaksioner dan emosi melawan gagasan gagasan tersebut degnan pernyataannya yang terkenal, bahwa Akan aku buktikan bahwa al-Quran ini memiliki sinar yang tak pernah pudar menerangi kehidupan umat manusia (Nursi, 1998, hal 65-66). Kemudian dilanjutkan pada 1907, Said Nursi mengajukan usulan mendirikan Madrasah al-Zahra pada masa Sultan Hamid II (Nursi 199c, hal. 428); suatu perjuangan yang ia usahakan dalam bidang pendidikan. Perjuangannya berlanjut pula di zaman pergolakan pada 1908-1912. Ketika itu Said Nursi berjuang keras menegakkan satu sistem kelembagaan yang berteraskan Syariat Islam dan menentang gerakan pemberontakan. Memandang pengaruh Said Nursi serta ketokohannya, para pimpinan gerakan pemberontakan mencoba membujuk dan mempengaruhinya untuk ikut serta dalam gerakan mereka. Antara mereka yang datang menemuinya adalah Emanuel Carasso, seorang yang Yahudi berkebangsaan Itali. Tetapi apa yang dilakukan adalah sebaliknya, sehingga dia berkata: lelaki ajaib inihampir-hampir menyebabkan aku memeluk Islam dengan kata-kataya (Zaidin 2001, hal. 32). Di sini Said Nursi ingin menunjukkan sikap Istoqomah dan pembelaan yang kuat pada Islam.

Dalam tahun 1908, meletus gerakan pemberontakan yang bernama Revolusi Turki Muda (The young Turk Revolution) yang didalangi oleh Pertumbuhan Perpaduan dan Kemajuan telah berhasil memaksa Sultan mengaktifkan semua kelembagaan. Walaupun Said Nursi menyokong usaha untuk mengembalikan kelembagaan dalam negara, tetapi Revolusi Muda Turki tidak disetujuinya. Ini jelas dari sikap Said Nursi yang berpegang kepada prinsip kesederhanaan (menolak kekerasan) dalam menuntut sesuatu keadilan atau kebaikan. Lebih-lebih lagi, Pertumbuhan dan Kemajuan yang menjadi penggerak utama ke arah tercetusnya revolusi tersebut bergerak di atas prinsip perjuangan yang menyimpang dari ajaran Islam (Zaidin 2001, hal. 33).

Said Nursi terus menyampaikan idenya kepada masyarakat tanpa dapat dipengaruhi oleh pihak manapun. Beliau melihat hanya kekuatan Islam yang mampu mengembalikan kekuatan dan kemakmuran dakwah. Ini jelas dari pidato yang diisampaikannya di Salanik selepas pengisytiharan kelembagaan tersebut. Di antara ucapannya, seperti di kutip Zaidin (2001, hal.34): Berhati-hatilah saudara-saudaraku, jangan kamu hancurkan kebebasan ini dengan kematian kedua kalinya dengan tindakan-tindakan yang bodoh dan pengabaian dalam urusan agama. Sesungguhnya undang-undagn asas yang berfraksikan pada undang-undang Islam (Syariat) adalah malaikat maut yang akan menyantap semua ruh isme-isme yang merusakkan, akhlak buruk, tipu daya setan, dan penyelewengan yang hina. Sekali lagi Said Nursi menunjukkan sikap yang tegasya membela Islam. Ia telah memperlihatkan lanhkah-langkah konkret untuk berjuang demi tegaknya syiar Islam.

Pada 5 Oktober 1908 (9 Ramadhan 1326 H), Austria telah mengumumkan telah memasuki Bosnia dan Hersegovina ke dalam negara tersebut. Sebagai tindak balasan, kerajaan Turki Usmani telah menyatakan memboikot semua barang Austria dan gedung-gedung jualannya. Aktifitas perniagaan dan perdagangan di Istanbul mulai terhambat (Zaidin 2001, hal. 37). Keadaan ini berimbas juga pada kehidupan hampir dua puluh ribu masyarakat boroh dari bangsa Kurdi. akhirnya mereka melancarkan mogok dan tidak lagi mematuhi arahan ketua-ketua mereka. Suatu hari, kumpulan boroh yang berada di Khan Ashirah mulai bertindak liar. Nursi yang mendengar berita tersebut terus bergegas ke sana dan memberikan nasihat kepada mereka. Antara lain kata-katanya ialah:

Musuh kita adalah kejahilan, keperluan dan perselisihan. Kita akan memerangi ketiga musuh-musuh ini dengan senjata kemajuan, pengetahuan dan penyatuan. Oleh karena itu kita perlu bantu membantu dan berganding bahu dengan orang-orang Turki. Mereka adalah saudara kita.......mereka telah menyadarkan kita dari kealpaan dan mendorong kita dari ke arah ketamadunan. Ya, kita akan bersatu dengan mereka (orang Turki) dan mereka yang berjiran dengan kita karena permusuhan dan perseteruan adalah kebinasaan. Kita sebenarnya tidak mempunyai waktu untuk bermusuhan (sesama sendiri).... (Nursi dalam Zaidin 2001, hal. 38).

Said Nursi menginginkan tetap terpelihara rasa persaudaraan di antara sesama umat Islam Turki, jangan sampai terpancing dengan persoalan-persoalan remeh yang justru akan menghancurkan kekuatan ketika itu. Dengan kemajuan pengetahuan dan semangat persatuan akan melahirkan kekuatan ukhuwah al-islamiyah, serangan-serangan dekonstruktif dari pihak non-Islam akan mudah disingkirkan. Melihat peranan Said Nursi di masa pergolakan ini, perjuangannya bersifat sederhana dan tidak dengan kekerasan. Sementara objek yang diperjuangkannya adalah orang-orang yang seakidah dengannya.

Pada 5 April 1909, Partai al-Ittihad al-Muhammadi telah didirikan di Istanbul. Ia diresmikan oleh Darwish Wihdati. Pertumbuhan politik Islam ini secara umum adalah tindak reaksi terhadap masyarakat Islam yang merasa bimbang dengna perkembangan yang berlaku dalam negara di bawah pemerintahan Partai Perpaduan dan Kemajuan. Mereka menuntut supaya Syariat Islam ditegakkan semula dalam negara. Hasil dari protes mereka terhadap kerajaan ialah berlakunya penutupan kedai minuman keras dan pusat teater. Mereka juga menuntut supaya kerajaan membuat pembendung bagi Gerakan Kebebasan Wanita (Zaidin 2001, hal. 32).

Meskipun Said Nursi menyokong Partai al-Ittihad al-Muhammadi, sokongan ini sedikitpun tidak membuat beliau berhenti dari menyatakan kebenaran, maupun mengkritik pihak-pihak mana yang dilihatnya tidak bertindak sewajarnya. Ini terbukti apabila sebagian kritikannya juga ditujukan kepada golongan pengarang, termasuklah Darwish Wihdati sendiri, yang tidak memperlihatkan adab-adab penulisan yang Islami. Antara kritikannya, Sasterawan seharusnya beradab, terutamanya dengan adab-adab Islam supaya (kekuatan) agama itu dapat menjadi pengawal dalam bidang penulisan. (Zaidin 2001, hal. 38)

Dalam tahun 1910, Said Nursi meninggalkan Istanbul dan kembali ke Wan melalui Batum. Dalam perjalanan, Said Nursi singgah di Tiflis untuk melihat suasana bandaraya tersebut. Untuk itu, Nursi pun mendaki bukit Shaykh Sanan dan untuk sesaat Nursi memandang ke arah bumi yang berada di bawah jajahan Rusia. Seorang polisi Rusia datang menghampirinya. Setelah sampai ke Wan, Said Nursi mulai menyampaikan kuliah-kuliah agama kepada masyarakat. Himpunan tanya-jawaban yang diberikan dalam kuliah itu dimasukkan oleh Said Nursi dalam kitabnya al-Munazarat. Kitab ini dicetak di Istanbul dalam tahun 1913 (Zaidin 2001, hal. 44-46).

Pada 1911, ia pergi ke Damaskus untuk menyampaikan khutbah di Masjid Umayyah di depan ribuan jamaah tentang kondisi umat Islam yang sakit parah dan dalam dominasi Barat. Said Nursi dalam kesempatan ini menawarkan pemikirannya untuk mengatasi masalah-masalah tersebut dengan selalu memperkuat kesadaran kolektifitas, memegang teguh ajaran Islam, disamping juga mempelajari ilmu dan peradaban Barat yang maju (Nursi 1998, hal. 115-116). Di tahun yang sama ini Said Nursi pernah pergi ke Bayrut (Beirut) dan kemudiannya kembali ke Istanbul melalui jalan laut pada Juni 1911. Disana Said Nursi telah dipilih sebagai wakil dari Timur Turki untuk mengiringi Sultan Rashad dalam satu lawatan ke Rumayli, sebuah kawasan Eropa di bawah kekuasaan Turki. Rombongan Di-Raja ini berangkat dengan menaiki kapal perang Barbarossa dan mereka sampai ke Salanik pada 7 Juni 1911. Pada 11 Juni 1911, rombongan tersebut sampai ke Uskup (Skopje), sebuah bandaraya bersejarah, yang juga merupakan ibukota Qusuwa (Kosovo). Dalam perjalanan ini, dua orang pengikut Sultan yang berpendidikan sekolah modern berbual dengan Said Nursi (Zaidin 2001, hal. 48).

Di masa itu, sebuah universitas sedang dibina di Qusuwa. Nursi mengambil kesempatan ini dengan menjelaskan kepada Sultan Abdul Hamid II dan beberapa orang pemimpin Partai Perpaduan dan Kemajuan tentang betapa perlunya dibina sebuah universitas di Timur Turki, sebagai usulan awalnya. Rencana tersebut telah disambut baik oleh Sultan. Setelah Qusuwa jatuh ketangan Rusia dalam perang Balkan, peruntukan sejumlah 19.000 lira yang disediakan bagi penubuhan universitas di Timur Turki atas permintaan Said Nursi sendiri. Setelah kembali ke Wan, Said Nursi terus meletakkan batu pertama pendirian universitas tersebut di Irtamit (Edremit), berhampiran dengan Tasik Wan (Zaidin 2001, hal. 48-49). Kendati proyek tersebut tidak membuahkan hasil yang membanggakan disebabkan meletusnya Perang Dunia I. Usaha Said Nursi ini cukup bergengsi dengan maksud ingin mendirikan madrasah az-Zahrah sebagai upaya menegakkan syiar Islam dan ilmu pengetahuan melalui jalur pendidikan formal.

Selanjutnya Said Nursi melibatkan diri berjuang dalam Perang Dunia I (1912-1923) menentang tentara Rusia dan Armenia. Corak perjuangannya yang sederhana (tanpa senjata dan kekerasan) telah diubah menjadi perjuangan bersenjata apabila berhadapan dengan musuh-musuh luar (bukan Islam). Pada tahun 1912-1923, Said Nursi menggunakan segala ruang yang ada untuk menyedarkan umat Islam dan membangkitkan semangat mereka supaya berjihad menentang penjajah.

Dalam tesis Zaidin (2001, hal. 49), dituliskan pula tentang penugasan Said Nursi untuk memimpin perang. Ini terjadi pada 1912, dalam minggu-minggu pertama tercetusnya Perang Balkan, Said Nursi telah ditetapkan memimpin pasukan sukarelawan dari selatan Anadul (Anatola). Said Nursi kemudiannya di saat-saat hampir tercetusnya Perang Dunia I diberi kepercayaan untuk menganggotai al-Tashkilat al-Maksusah. Kerajaan telah membuat keputusan untuk menyebarkan Fatwa Jihad ke seluruh dunia Islam. Beliau telah ditugaskan melaksanakan misi tersebut ke Lybya (Afrika Utara). Dengan menaiki kapal selam Jerman, Nursi dan pasukannya berangkat ke sana. Misinya ini adalah untuk menghubungi Sayyid Muhammad Idris al-Sanusi yang ketika itu sedang berjuang menentang tentara tentara Itali. Perjuangan keras Said Nursi pada masa ini jelas bertujuan mengusir kaum kolonial.

Setelah dua tahun Said Nursi pulang ke Istanbul pada tahun 1918. Kemudian Said Nursi diangkat menjadi anggota Darul Hikmah al-Islamiyah tanpa sepengetahuannyasebagai penghargaan baginya. Ketika ia berada di lembaga tersebut, ia pernah mengalami transformasi spiritual sebagai berikut:

Sadar diriku berada di dalam rawa aku mencari bantuan, mencari jalan keluar dan panduan. Aku melihat ada berbagai jalan, dan saat ragu jalan mana yang harus ikuti, aku mencari penjelasan pada kitab Futuh al-Gaib, tulisan Syaih Abdul Qadir Jailani. Muncul kalimat berikut di hadapanku: Kamu berada di Darul Hikam (Rumah Kebijaksanaan); mencari dokter (rohani) yang akan menyembuhkan hatimu. Anehnya, aku memang anggota Darul Hikam (lembaga para ilmuwan tersebut). Aku dianggap sebagai dokter, seorang pembimbing rohani, yang diharapkan dapat menyembuhkan penyakit-penyakit rohani umat Islam; sementara sayalah yang secara rohani sakit yang lebih parah daripada orang lain, dan aku harus mengobati diriku sendiri sebagai pasien. Setelah itu, aku membaca kitab Maktubat (surat-surat) karya Imam Rabbani juga dengan tandas memberikan nasihatnya di banyak surat yagn lain, Menyatukan arah yang akan engkau tuju, yakni ambil satu saja pemimpin atau satu jalan ke arah kebenaran. Tetapi, nasihat beliau yang paling penting ini tidak sesuai dengan watak dan perangaiku. Kadang-kadang pikiranku tidak bisa memutuskan mana yang harus diikuti. Karena setiap jalan memiliki daya tarik sendiri-sendiri, maka sulit bagiku untuk menyenangi salah satu jalan dan mengikutinya. Asat aku dalam kebingungan, dengan kasih sayang Allah SWT aku menjadi tahu bahwa ujung semua jalan tersebut, sumber dari semua saluran tersebut, matahari yang dikelilingi oleh semua planet tersebut, tak lain adalah a-Quran yang penuh hikmah, yang bisa menyatukan semua arah (Nursi 2003, hal. 487-488).

Setelah mengalami transformasi spiritual itu, Said Nursi semakin mantap dengan pendirian dan pemikirannya. Kekuatan yang diilhami dari perenungannya itu menambah keberaniannya berjuang, baik dalam menasehati orang Islam di sekitarnya, maupun berhadapan dengan musuh dalam peperangan.

Setelah kerajaan Turki Usmani mengalami keruntuhan pada tahun 1922, dan diikuti dengan berdirinya Republik Turki, corak perjuangan Said Nursi bertambah berat, yakni harus berhadapan dengan orang Islam sendiri. Pada masa pemerintahan Kemal Ataturk ini, Said Nursi banyak menghadapi kekerasan penguasa dengan keluar-masuk penjara, yang oleh Said Nursi sendiri disebutnya Madrasah Yusufiyah. Di penjara Said Nursi ditempatkan di sel sendirian dengan sejumlah interogasi yang menyudutkan (Salih 2003, hal. 65). Langkah ini sebagai upaya pihak berwajib agar mentalnya melemah. Tetapi Said Nursi tetap berlanjut dengan perjuangannya, bahkan ia bertekad menyusun Risale-i Nur, sekalipun mendapat berbagai tekanan.

Di dalam sel penjara ini beliau berhasil menyusun al-Lamaat yang kedua puluh delapan, kedua puluh sembilan, dan ketiga puluh. Begitu juga selama berada di sel rutan ini, beliau juga sukses mengajak narapidana untuk bertobat kepada Allah SWT dan menjadi pengikut jalan yang lurus. Penyidik sedikitpun tidak berhasil membuktikan bahwa beliau bersama para murid terbukti melakukan apa yang dituduhkan memusuhi pemerintah. Namun demikian, pengadilan tetap memvonis kurungan sebelas bulan kepada beliau sebagai hukuman atas karyanya Risalah al-Hijab, yakni al-Lamaat yang kedua puluh empat (Salih 2003,hal. 66).

Pada 1925 pecah pemberontakan di Turki bagian tenggara dan diikuti di daerah-daerah lain, Nursi dikirim ke pengasingan dalam negeri dan menjalani sisa kehidupannya, hingga wafat pada tahun 1960, dalam pengawasan ketat, di penjara,atau di kamp penyiksaan. Nursi semula dipaksa tinggal di Barla (Perla), sebuah desa berbukit-bukit di barat daya Turki. Di sana dia menjalani kehidupan yang sulit dan terpisah dari hampir setiap orang. Tetapi dia berhasil mendapatkan hiburan, pelipur sejati, dengan mendekatkan diri kepada Allah yang Maha Besar dan lewat penyerahan diri seutuhnya pada-Nya (Salih 2003, hal. 66).

Bagian-bagian pokok dari Risale-i Nur, The Words (Kumpulan Kata) dan The Letters (Kumpulan Surat), ditulisnya di Barla kala dia dalam keadaan sulit. Salinan karya-karya tersebut ditulis tangan dan mulai menyebar ke seluruh Turki. Metode perjuangan Islam ini mengundang reaksi dan kebencian pemerintah. Dengan tuduhan membangun masyarakat rahasia dan berupaya melawan pemerintah, Said Nursi dituntut hukuman mati dan 120 santrinya diadili di pengadilan Pidana Eskisehir pada tahun 1935 (Salih 2003, hal. 66).

Meskipun sepanjang hidupnya dia selalu menentang segala pemberontakan dan gerakan yang bermaksud memecah ketentraman dan keteraturan masyarakat, dan selalu menandaskan bahwa hak-hak setiap orang tidak boleh dilanggar meskipun demi kepentingan seluruh masyarakat, dia dituduh membangun organisasi-organisasi rahasia yang bertujuan menghancurkan ketentraman masyarakat. Perjuangan dan pemikiran Said Nursi selalu salah diartikan.

Ketika dalam persidangan dia ditanya pendapatnya tentang negara Republik Turki, dia menjawab: Biografi saya yang kalian pegang itu membuktikan bahwa saya ini warga negara Turki yang religius bahkan sebelum kalian lahir ke dunia demikian saya adanya. Dia ditahan selama 11 bulan di penjara sebelum akhirnya diputuskan tidak bersalah. Seteah dibebaskan, dia dipaksa tinggal di Kastamonu. Semula dia tinggal di kamar teratas kantor polisi itu, kemudian dipindahkan ke sebelah rumah tepat di seberangnya. Dia menetap di Kastamonu selama tujuh tahun, dan beberapa bagian penting dari Risale-i Nur ditulisnya di sana. Selama masa ini, baik dia maupun para santrinya (dari Kastamonu dan daerah-daerah lain) terus menerus mendapatkan tekanan dari Pemerintah. Tekanan tersebut kian lama kian meningkat dan berpuncak dengan penangkapan besar-besaran dan pengadilan serta pemenjaraan di Denizli pada 1943-1944 (Salih 2003, hal. 66).

Said Nursi dituduh membentuk tariqah Sufi dan mengorganisir masyarakat politis. Meskipun tuduhan itu kemudian gugur, tetapi Nursi dikurung selama 9 bulan dalam sebuah sel yang kecil sekali, gelap dan pengap dalam kondisi yag sangat menyedihkan sampai ia dibebaskan pada 1944. Setelah dibebaskan, Said Nursi dikirim ke kota Emirdag, propinsi Afiyunagar menetap di sana. Pada tahun 1948 sebuah perkara baru dibuka di pengadilan Pidana Afyon. Pengadilan memvonis dia dengan semena-mena, tetapi vonis tersebut dibatalkan melalui banding, dan Said Nursi beserta murid-muridnya dinyatakan tidak bersalah. Setelah itu dia berpindah-pindah tempat tinggal seperti ke Emirfag, Isparta, Afyun, dan Istanbul. Pada tahun 1953 dia diadili sekali lagi, kali ini dengan tuduhan menerbitkan A Guide for Youth (Pentunjuk bagi Para Pemuda), dan kembali dinyatakan tidak bersalah. Pada saat wafatnya di Urfah, 23 Maret 1960, yang mungkin bertepatan dengan Lailatul Qadar, penyelenggara pemakaman menemukan peninggalannya berupa surban, sepotong kain, dan uang dua puluh lira (Salih 2003, ha. 67).

Said Nursi di depan pengadilan pernah menyampaikan pembelaan yang sangat terkenal. Berikut ini akan kita kutip sebagian daripadanya:

Bapak-bapak hakim yang terhormat: Saya telah dihadapkan ke persidangan ini dengan tuduhan bahwa saya seorang yang telah menjadikan agama sebagai jalan untuk membuat kekacauan dan merusak keamanan umum. Pada kesempatan ini, izinkan saya untuk menyampaikan pernyataan kepada Bapak-bapak sekalian: Dampak suatu perbuatan tidak bisa dituduh sebagai faktor penyebab suatu kasus sampai terjadi dan tidak dapat dituduh sebagai biang keladinya. Memang, bisa jadi batang korek api bisa membakar rumah. Tetapi kemungkinan ini tidak berarti sebagai biang segala tindakan kriminal. Aktifitasku yang hanya terfokus menggeluti ilmu-ilmu keislaman hanya dijadikan sarana untuk memperoleh ridha Allahm jauh bumi dari langit untuk dipergunakan selain dari itu. Bapak-bapak telah bertanya: Apakah saya yang termasuk orang-orang yang aktif dalam kegiatan seperti yang dilakukan para pengikut thariqat sufisme? Pertanyaan ini saya jawab: sesungguhnya era kita sekarang adalah era memelihara iman bukan era mempertahankan thariqah sufisme. Kelak di akhirat pasti akan banyak masuk syurga tanpa melalui Thariqah sufisme. Tetapi seorang pun tidak akan ada yang masuk ke sana tanpa iman (Salih 2003, hal. 67).

Berkali-kali tuduhan diarahkan kepada said Nursi dan murid-muridnya, tetapi semua tuduhan-tuduhan tersebut tidak pernah terbukti dalam sidang pengadilan yang terjadi pada 1952 di Istanbul, pada 1953 di Samson, pada 1956 di Afiyun, hingga ia wafat pada 1960 di Urfah (baca Salih 2003, hal. 97-118). Sebagai akhir perjuangannya Said Nursi memberikan peninggalan sejati yang tak ternilai dari pahlawan Islam dan kemanusiaan ini, yang pada saat meninggalnya hanya berbobot 40 kilogram, adalah kumpulan Risale-i Nur setebal 6000 halaman, yang telah diperkarakan di berbagai persidangan sebanyak sekitar 2000 kali hingga sekarang, dan prinsip-prinsip mulianya yang merupakan dimensi yang tidak akan bisa dicatat dalam catatan penyelengara jenazah (Nursi 2003b, hal. XV-XVI).

Perjuangan Said Nursi sangat memberi arti dalam riwayat kehidupannya. Di samping berjuang juga ia telah menorehkan sebuah sejarah pemikiran dalam sederetan tokoh Islam lainnya di Turki khususnya dan Islam pada umumnya. Sebagai tonggak tegaknya pemikiran Nursi berpijak dengan filosofi yang begitu mendasar, yakni dengan melihat kekafiran modern berakar dari sains dan filsafat, bukan dari kebodohan sebagaimana dikemukakan oleh orang-orang sebelum dia. Paradoksnya, ketidaktahuan umat Islam terhadap sains dan teknologi membuat mereka tertinggal dari Barat di bidang ekonomi dan militer.

Kini kita melihat dengan mata kepala kita sendiri, sains dan teknologi yang telah mendatangkan kekuatan bagi Barat untuk mencapai superiotas ekonomi dan militer di dunia membuat orang-orang Barat kehilangan keimanan dan mora