sutra alam makalah

20
Makalah Natural Silk Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sains dan Teknologi Hayati semester 2 tahun ajaran 2013/2014 Disusun Oleh: Nur Latifah Shaumi 19813006 Theo Syamuda 19813033 Reni Rohimawati 19813067 Muhammad Haris Abdulloh 19813105 Marsya Haifatunisa Karimah 19813116 SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG BANDUNG 2014

Upload: zella-purnamaningtyas

Post on 22-Nov-2015

166 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Sutra Alam Makalah

TRANSCRIPT

  • Makalah

    Natural Silk

    Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Pengantar Sains dan Teknologi

    Hayati semester 2 tahun ajaran 2013/2014

    Disusun Oleh:

    Nur Latifah Shaumi 19813006

    Theo Syamuda 19813033

    Reni Rohimawati 19813067

    Muhammad Haris Abdulloh 19813105

    Marsya Haifatunisa Karimah 19813116

    SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

    INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

    BANDUNG

    2014

  • 1

    Daftar Isi

    BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................................. 2

    Latar Belakang .............................................................................................................................. 2

    Tujuan ........................................................................................................................................... 2

    BAB II SUTERA ALAM .................................................................................................................. 3

    2.1 Informasi Biologis Komoditas.................................................................................................. 3

    2.2 Potensi Industri ........................................................................................................................ 4

    2.3 Teknologi ................................................................................................................................ 5

    2.4 Industri yang Ada .................................................................................................................... 7

    2.5 Manajemen .............................................................................................................................. 9

    2.6 Pasar ...................................................................................................................................... 11

    2.7. Kebijakan ............................................................................................................................. 12

    2.8 Aspek Sosial dari Komoditas ................................................................................................. 15

    2.9 Industri Prospektif ................................................................................................................. 16

    Kesimpulan ..................................................................................................................................... 17

    Daftar Pustaka ................................................................................................................................. 18

  • 2

    BAB I PENDAHULUAN

    Latar Belakang

    Saat ini, industri sutera yang ada di Indonesia sedang mengalami masa sulit karena

    berbagai faktor. Salah satunya karena persaingan hasil produksi dengan Cina. Faktanya, lebih

    banyak industri sutera di Indonesia yang harus mengimpor kokon dari Cina. Di sisi yang lain,

    Cina juga menghasilkan kain sutera yang sudah ditenun, bahkan sudah dibatik. Masalah dapat

    terjadi ketika Cina menghentikan ekspor kokonnya ke Indonesia. Produk sutera yang

    seharusnya dapat dikembangkan bisa saja akhirnya dimonopoli oleh Cina. Belum lagi mulai

    menjamurnya sutera sintesis yang menekan industri sutera alami di Indonesia. Sutera adalah

    salah satu komoditas yang cukup unggul di Indonesia, apalagi dalam bentuk kain batik. Oleh

    karena itu, kami merasa perlu adanya penyeberluasan informasi tentang industri sutera alam

    ini agar pembaca mencintai produk dalam negeri yakni sutera alam sehingga industri

    persuteraan alam bisa tetap ada.

    Tujuan

    Obyektif

    Tujuan obyektif pembuatan makalah ini untuk memenuhi tugas kelompok PSTH

    tahun 2013/2014.

    Subyektif

    Tujuan subyektif dari pembuatan makalah ini untuk meningkatkan produksi sutera

    alam dalam negeri di tengah kesulitan dalam mengembangkan usaha persuteraan

    karena ketatnya persaingan dengan negara lain dan banyaknya produksi sutera

    sintesis.

  • 3

    BAB II SUTERA ALAM

    2.1 Informasi Biologis Komoditas

    Ulat sutera sebenarnya merupakan salah satu bentuk/fase dari rangkaian siklus hidup

    dari sejenis serangan kupukupu. Kupukupu dalam sistematika binatang termasuk kelas

    serangga (hexapoda) yang secara umum memiliki cirriciri sebagai berikut : bagian tubuhnya

    terdiri dari kepala, dada, dan badan belakang; memiliki kaki sebanyak enam buah. Sifat

    spesifik lainnya dari bangsa serangga adalah dalam proses hidupnya mengalami perubahan

    bentuk (metamorphosis) yang bentuk fisik antara satu fase dengan fase lain amat berbeda.

    Kupukupu dalam hidupnya mengalami metamorphosis semprna dengan bentuk yang

    berlainan sama sekali antara satu fase dengan fase lainnya. Perubahanperubahan tersebut

    antara lain: dari telur berubah menjadi larva, kemudian menjadi kepompong, dan akhirnya

    menjadi imago (bentuk dewasa), yakni berupa kupukupu. Ulat yang kita pelihara adalah

    tidak lain adalah bentuk lain berupa yang tumbuh hingga membentuk kepompong. Pada

    siklus alami, ulat sutera yang menghasilkan satu generasi dalam satu tahun disebut univoltine.

    Jika menghasilkan dua generasi dalam satu siklus disebut dengan bivoltine, dan jika lebih

    dari itu disebut multivoltine ( Haris, 2010 ).

    Belakangan ini hasil persilangan ras Jepang dengan ras Cina justru yang banyak

    dikembangan. Kupu-kupu ras Cina dan ras Jepang memiliki keunggulan juga memiliki

    beberapa kelemahan. Akan tetapi dengan menyilangkan kedua ras tersebut, kelemahan

    kelemahannya dapat dikurangi dan sifat unggulnya lebih menonjol :

    Untuk produknya relative lebih panjang/lama dibandingka dengan ras Cina ;

    Lebih lemah sehingga masih rentan terhadap serangan penyakit ;

    Bentuk kokoh dan tebal seperti kacang tanah ;

    Lapisan kokoh tebal, sehingga produksi kokon amat tinggi, lebih tinggi dibandingkan

    dengan produk ras Cina.

    Sedangkan kupu-kupu ras Cina memiliki ciriciri antara lain:

    Umur produksinya lebih pendek/cepat ;

    Bentuk kokon bulat ;

    Lapisan kokon tipis, sehingga produksinya lebih rendah dibandingkan dengan

    produksinya dengan Ras Jepang ;

    Daya tahannya terhadap penyakit lebih baik.

  • 4

    Klasifikasi Ulat Sutera Ras Jepang :

    Kingdom: Animalia

    Phylum:Arthopoda

    Class: Insecta

    Order: Lepidoptera

    Family: Bombycidae

    Genus: Bombyx

    Species: Bombyx mori

    Telur ulat sutera berbentuk lonjong, p=1.3 mm, l=1 mm dan tebal=0.5 mm, warna putih

    kekuningan. Telur biasanya menetas 10 hari setelah menjalani perlakuan khusus pada suhu

    25 C dan pada RH 80-85%. Secara alamiah penetasan dapat dengan memberikan larutan

    HCl. Ulat sutera terbagi dalam 5 instar yaitu :

    1. instar 1,2 dan 3 disebut ulat kecil dengan umur 12 hari. Pada instar ini tahan terhadap

    suhu 28-30 C dan RH 90-95%, menjelang istirahat nafsu makannya menurun.

    2. instar 4 dan 5 disebut ulat besar dengan umur sekitar 13 hari. Pada instar ini

    membutuhkan suhu 23-25C dgn RH 70-75%. Setelah instar 5 berakhir ulat akan

    mengokon.

    3. Pupa, terjadi setelah ulat selesai mengeluarkan serat ulat sutera. Lama masa pupa

    kurang lebih 12 hari. Pupa jantan ruas ke 9 terdapat tanda titik sedang pupa betina

    ruas ke 8 terdapat tanda silang ( Anomim, 2011 ).

    2.2 Potensi Industri

    Sutera memiliki potensi yang tinggi dalam perindustrian karena sutera adalah bahan

    terbaik untuk dijadikan pakaian dengan tekstur yang lembut dan terlihat berkilau. Ditinjau

    dari aspek agribisnis usaha ulat sutera mempunyai rantai tata niaga yang cukup panjang sebab

    produk yang dihasilkan berupa bahan baku industri sandang, sehingga dari proses budi daya

    akan berlanjut dengan agroindustri berupa usaha pemintalan kokon dan pertenunan (garmen).

    Di pihak lain, bibit ulat sutera hingga kini belum dapat diproduksi oleh petani/pemelihara ulat

    sendiri, tetapi oleh perusahaan (BUMN) yang sudah tentu menambah panjangnya jalur tata

  • 5

    niaga. Perusahaan penenunan/garmen yang memproses benang sutera menjadi kain sutera,

    sebagian produksinya dipasarkan di dalam negeri dan sebagian disalurkan ke eksportir untuk

    dipasarkan di luar negeri. Melihat kebutuhan nasional akan benang sutera yang hingga kini

    sebagian besar belum terpenuhi serta peluang pasar di luar negeri yang sangat besar, prospek

    budidaya ulat sutera di masa mendatang akan sangat cerah. Apalagi dengan berkembangnya

    sektor pariwisata yang antara lain ditandai denga meningkatnya arus kunjungan wisatawan

    asing yang ternyata memberikan dampak positif terhadap perkembangan industri garmen di

    dalam negeri.

    Perkembangan ulat sutera alam pada tahun-tahun terakhir ini menunjukan prospek

    yang cukup baik. Paling tidak tergambarkan dari jumlah produksi raw silk dunia yang terus

    menurun selama enam tahun terakhir, dari 55.222 ton menjadi 52.342 ton, sedangkan

    kebutuhan dunia cukup besar dan stabil yaitu sebesar 81.546 ton. Kebutuhan ini

    diprediksikan akan terus meningkat seiring dengan semakin bertambahnya jumlah penduduk

    serta semakin membaiknya kondisi perekonomian.

    2.3 Teknologi

    Untuk mengefektifkan kerja pemintalan serat sutera dari kokon (kepompong), dibuat

    sebuah mesin re-reeling yang berfungsi memintal serat dari kokon untuk dijadikan benang.

    Hal ini terinspirasi oleh mesin pemintal serat sutera zaman dahulu yang masih menggunakan

    pemutar tangan. Alat yang digunakan sudah menggunakan mesin seperti alat pintal yang

    banyak digunakan perajin ulat sutera lainnya.

    Serat sutera dihasilkan oleh sepasang kelenjar sutera (silk gland). Selama dua hari satu

    malam ulat sutera memuntahkan sekretnya untuk membuat kokon. Sekret ini berupa serat

    ganda (double phylament) yang terdiri dari fibroin dan serisin. Benang sutera terbuat dari

    beberapa serat yang di-reeling (dipilin) menjadi satu.

    1. Pemintalan Serat

    Kokon yang telah berumur delapan hari direbus selama 5-10 menit. Tujuannya untuk

    melepaskan zat perekat agar ujung serat yang melilit kokon dapat terlihat. Dibutuhkan 12-20

    kokon untuk memintal sehelai benang sutera. Maka dari itu, digunakan Seriframe untuk

    menghasilkan kokon yang besar dan ukurannya sama. Menurut Dedi, selama proses

    pembuatan kokon, ulat sutera membutuhkan sebuah alat untuk bergelantung.

  • 6

    Setelah direbus, kokon dimasukkan ke dalam wadah rendaman air yang terdapat dalam

    mesin reeling. Fungsi perendaman kokon adalah agar zat serisin tidak lagi merekatkan serat-

    serat kokon sehingga memudahkan pemilinan. Ke-12 ujung serat kokon dipilin dan

    dimasukkan ke dalam rongga lubang penyaring. Lubang ini sangat kecil sehingga untuk

    meloloskan serat dibutuhkan bantuan ijuk. Setelah itu serat akan masuk ke dalam lubang

    sebuah mangkok keramik kecil. Ini merupakan sarana kontrol pertama yangi berfungsi untuk

    menyaring kotoran dan memutuskan benang yang kusut. Lalu, serat dililitkan pada lima rol

    penggintir. Seraya dililitkan, serat dipilin-pilin sehingga tidak ada satu serat pun yang bebas.

    Dua rol penggintir terakhir dihubungkan oleh sebuah sensor yang berfungsi sebagai sarana

    kontrol kedua. Sensor ini berupa alat seperti gerinda yang memiliki celah untuk mengukur

    ketebalan benang. Jika benang keluar dari celah maka ukuran benang terlalu tebal, dan jika

    benang tidak mencukupi lebar celah maka benang terlalu tipis.

    Prinsip kerja alat ini menggunakan teknik geser yang terhubung dengan jaringan listrik

    di bagian belakang sensor. Jaringan listrik ini tersambung dengan dua lampu indikator merah

    dan biru. Jika benang terlalu tebal, lampu biru akan menyala. Untuk memperbaikinya, kokon

    diambil satu persatu dari wadah perendaman hingga lampu biru mati. Jika benang terlalu tipis,

    lampu merah akan menyala, untuk itu perlu ditambahkan kokon lalu kaitkan ujung seratnya

    dengan serat lain yang sedang dipilin.

    Setelah melewati sensor, serat akan digulung oleh haspel (pemutar benang). Bentuknya

    berupa pipa-pipa yang dirangkai menjadi segi enam. Keempat haspel akan berputar untuk

    menggulung serat yang telah dipilin menjadi benang. Kerja haspel inilah yang dibantu oleh

    belt sehingga lebih menghemat listrik.

    2. Penggulungan benang

    Dari mesin reeling, benang diangkat lalu dikeringkan di mesin re-reeling. Alat ini juga

    menggunakan mesin dan memiliki rangkaian mirip haspel untuk menggulung sambil

    mengeringkan benang (winding and twisting). Kecepatan mesin ini mampu memilin benang

    400 pilinan per menit (twister per minute/tpm).

    Ada dua macam kemasan benang dari alat ini yaitu dalam bentuk kelosan ( kemasan

    benang) dan tanpa kelosan. Benang kelosan dapat mencapai 8 ons per buah tergantung

    ukuran kelosan. Sementara benang tanpa kelosan akan dikepang dan sudah bisa dijual.

    3. Penenunan kain

    Permukaan kain sutera tidak selalu halus, ada juga yang kasar bergantung pada proses

    pembuatan. Untuk membuat kain sutera halus, benang sebelumnya direndam dalam detergen

  • 7

    selama satu jam. Setelah itu, benang disiapkan dalam alat persiapan tenun (mikane). Alat ini

    akan membuat gulungan benang lebih besar lagi yang disebut bum yang berukuran 1 meter

    lebih dan dapat menggulung benang hingga 50 meter. Lalu dipasang pada ATBM (alat tenun

    bukan mesin). ATBM biasa digunakan untuk menenun kain sutera tingkat industri rumahan

    (bukan pabrik). ATBM terdiri dari beberapa jenis seperti pelat (tanpa corak), serta Dobby dan

    Jacquart yang memiliki corak. Untuk menentukan corak, ATBM Dobby menggunakan paku

    sedangkan Jacquart menggunakan lubang-lubang kartu plong. Tentu saja, Jacquart dapat

    menghasilkan berbagai corak yang lebih banyak bergantung pada pengaturan kartu.

    Setiap ATBM terdiri dari dua jalur penenunan yaitu jalur lusi (horizontal-vertikal) dan

    jalur pakan (kiri-kanan). Tiga ribu helai benang akan dikaitkan pada setiap kamran yaitu alat

    seperti sisir. Kamran juga memegang gun yang nantinya akan menenun kain dari jalur lusi.

    Sementara untuk menenun lewat jalur pakan, digunakan teropong yang berisi palet. Teropong

    ini adalah sebuah bambu yang tengahnya berlubang untuk diisi palet. Palet adalah gulungan

    benang sutera lainnya selain benang yang dikaitkan pada kamran. Kain hasil tenunan bisa

    langsung dijual dan biasa disebut putihan. Jika ingin mewarnai putihan sebaiknya

    menggunakan pewarna asam karena pewarna basa akan melunturkan sutera dan kain akan

    rusak.

    2.4 Industri yang Ada

    Di Indonesia terdapat dua daerah persuteraan yang besar yaitu PSA Temanggung dan

    PSA Soppeng. Di sini selain pemeliharaan juga dilakukan pembibitan. Hampir semua bibit

    ulat sutra yang dipelihara oleh para peternak di Indonesia dihasilkan dari dua daerah tersebut.

    Kedua tempat pembibitan menggunakan indukan ulat sutera strain Cina dan strain Jepang

    yang disilangkan untuk menggabungkan kelebihan dari kedua strain tersebut.

    Budidaya sutera alam dan industri sutera merupakan industri tradisional yang sudah

    dikembangkan sejak tahun 1950 an di masyarakat Sulawesi Selatan. Budidaya ulat sutera di

    Sulawesi Selatan berkembang hingga ke 12 kabupaten namun pengembangan sutera mulai

    dari hulu hingga hilir yaitu Kabupaten Soppeng, Kabupaten Enrekang, dan Kabupaten Wajo.

    Kabupaten Enrekang sekarang merupakan penghasil kokon dan benang sutera terbesar di

    Sulawesi Selatan. Selain ditunjang oleh sumberdaya alam, juga oleh sumberdaya manusia

    yang mengerjakan pemeliharaan ulat sutera sebagai pekerjaan pokok. Lokasi pengembangan

  • 8

    persuteraan alam di Kabupaten Enrekang tersebar di 6 kecamatan dan 16 desa. Di Kecamatan

    Alla, terdapat pada Kelurahan Kalosi, Desa Mata Allo, Sumilan, dan Bolang. Pada

    Kecamatan Curio, tersebar pada Desa Buntu Barana, Pebaloran, Mekkala, Tallung Ura. Pada

    Kecamatan Anggeraja, tersebar pada Desa Saludewata, Tampo. Pada Kecamatan Malua

    tersebar pada Desa Tallung Tondok, Rante Mario. Pada Kecamatan Baraka, terdapat pada

    kelurahan Baraka dan Desa Tiro Wali. Petani di Kabupaten Enrekang lebih dominan dalam

    pemeliharaan ulat, produksi kokon dan pemintalan benang. Petani ulat sutera di Enrekang

    melakukan proses budidaya persuteraan alam mulai dari penanaman murbei. Penanaman

    murbei pada umumnya menggunakan jenis Morus indica dan Kanva II yang mempunyai

    produktivitas yang tinggi. Sedangkan ulat sutera menggunakan bibit dari Perum Perhutani.

    Rata-rata pemeliharaan 35 40 hari sampai panen. Masa pemeliharaan yang lama disebabkan

    oleh ketinggian tempat rata-rata 700 m dpl. Karena masa pemeliharaan yang lama

    mengakibatkan berat kokon rata-rata 1,9 gram. Meskipun waktu pengokonan agak lama

    tetapi benang yang dihasilkan lebih baik karena lebih panjang. Kegiatan persuteraan alam di

    Kab. Tana Toraja, kegiatan persuteraan alam di Kabupaten Tana Toraja masih belum

    berkembang secara luas dan masih terbatas pada beberapa kecamatan saja. Kelembagaan

    usaha persuteraan alam di Kab. Tana Toraja masih sangat terbatas dilakukan oleh pemerintah

    daerah setempat.

    Pembudidayaan ulat sutera berpusat di Sulawesi, namun banyak juga terdapat di Jawa

    Barat, seperti Garut. Di Bandung, peternakan ulat sutera salah satunya dilakukan di

    Padepokan Dayang Sumbi. Luas lahan aktual persuteraan alam yang telah berproduksi pada

    tahun 1997/1998 di Indonesia tercatat kurang lebih 400 hektar, terdiri dari usaha tani

    persuteraan alam intensif dan yang masih dalam masa pertumbuhan seluas 200 hektar.

    Sedangakan usahatani persuteraan alam tradisional yang telah dirintis sejak 20 tahun yang

    lalu seluas 2000 hektar dengan hasil produksi mencapai 5.000 ton pertahun.

    Industri Sutera Alam di Kabupaten Garut ada sejak jaman Belanda. Garut menjadi

    pelopor industri sutera di Indonesia. Industri Sutera Alam dapat berkembang di Kabupaten

    Garut karena beberapa faktor antara lain:

    Beberapa alat tenun mesin (ATM) dapat dibuat sendiri

    Pembudidayaan ulat sutera cukup mendukung.

  • 9

    Jumlah Unit

    Usaha 2 unit

    Nilai Investasi 160 juta rupiah

    Nilai

    Produksi/Tahun 3.600 m atau senilai 5,904 milyar rupiah

    Jumlah Tenaga

    Kerja 164 orang

    Produk yang

    dihasilkan Kain Sutera Grey dan Tenun Ikat

    Industri lainnya yaitu SAS yang didirikan seorang pengusaha asal Kota Intan Garut,

    Soleh AS pada tahun 1996 itu menangani kegiatan industri tenun sutera alam. SAS dapat

    memproduksi kain sutera rata-rata 3.000 meter per bulan. Jika pesanan sedang ramai,

    produksi kain sutera bisa mencapai 5.000 meter per bulan. Peralatan produksi yang terdiri

    dari Alat Tenun Bukan Mesin (ATBM) menjadi andalan industri persuteraan alam SAS. Kini

    SAS mengoperasikan 50 buah ATBM yang masing-masing ATBM memiliki kemampuan

    produksi sekitar 4 meter kain sutera per shift per hari. Produk kain tenun sutera alam buatan

    SAS biasanya dikirim ke sejumlah sentra industri kerajinan batik di tanah air seperti ke

    Pekalongan, Bandung, Cirebon, Yogyakarta, Solo dan di wilayah Garut sendiri. Sebagian

    besar (sekitar 75%) penjualan kain dilakukan untuk memenuhi kebutuhan kain sutera industri

    batik di Cirebon dan Pekalongan. SAS menggunakan bahan baku benang grey impor dari

    Cina. Industri yang bersifat tradisional jumlahnya mencapai sekitar 1.354 unit, sedangkan

    jumlah industri semi mekanik terdapat 6 unit dan hanya satu unit yang menggunakan mesin

    otomatis, yaitu PT. Indojado Sutera Pratama.

    2.5 Manajemen

    Industri sutera yang umumnya ada di Indonesia masih bersifat tradisional. Belum

    banyak pengusaha yang berani untuk membangun industri sutera berskala besar. Contoh dari

    industri sutera yang berskala besar adalah PT Indojado Sutera Pratama yang ada di Sukabumi.

    Sedangkan kebanyakan industri sutera yang lain lebih memilih membangun industrinya

    dengan tidak terlalu besar. Ciri khas dari Industri ini biasanya masih memakai alat tenun

    ATBM.

  • 10

    Permasalahan yang biasanya timbul di industri sutera bermacam- macam misalnya pada

    sumber daya manusianya, teknologi/peralatan, permodalan, dan bahan bakunya.

    Permasalahan sumber daya manusia biasanya timbul karena belum memasyarakatnya industri

    sutera di suatu daerah baru yang dibangun industri sutera. Sehingga pekerja-pekerja baru

    yang ada masih sangat tidak terbiasa dengan sistem kerja di industri sutera tersebut.

    Teknologi/peralatan yang masih sangat tradisional, bahkan lebih tradisional dari ATBM,

    menyebabkan produksi kain yang sangat kurang secara kuantitas. Peningkatan kualitas mesin

    dari yang tradisional menuju ATBM maupun yang modern akan dapat meningkatkan

    kuantitas bahkan kualitas dari kain sutera hasil produksi. Untuk memulai sebuah industri,

    maka dibutuhkan permodalan yang kokoh begitu juga dengan mengembangkan industri, baik

    peningkatan teknologi maupun peningkatan SDM. Untuk persoalan bahan baku, perlu

    dilakukan pemeliharaan ulat sutera dengan baik yang didukung oleh bahan pakan yakni daun

    murbei yang berkualitas (hal ini tergantung paa faktor tanah, iklim, pembibitan, persiapan

    lahan, penanaman, pemupukan, serta pengendalian hama dan penyakit), pencegahan penyakit

    yang biasanya menyerang ulat sutera, penanganan panen kokon (pembersihan kokon,

    pemintalan kokon, pemilihan kokon berkualitas, pengeringan kokon, dan penyimpangan

    kokon), dan proses produksi benang sutera (pemasakan kokon dan pembuatan benang sutera).

    Sebelum pemeliharaan ulat dilakukan, segala sarana dan bahan yang diperlukan terlebih

    dahulu dengan baik. Tanpa persiapan yang baik, usaha membudi dayakan ulat sutera akan

    mengalami kegagalan. Sarana dan perlengkapan yang harus dipersiapkan meliputi pakan,

    ruangan, dan perlengkapanperlengkapan budi daya. Pakan merupakan sarana penting dalam

    usaha ternak apapun. Untuk ulat sutera memerlukan bahan pakan spesifik dan tidak banyak

    dipedagangkan di sembarang tempat. Karena itu, sumber pakan harus tersedia secara pasti

    dan kontinuitasnya terjamin.

    Produksi pakan (daun murbei) yang tersedia dan jumlah alat yang akan dipelihara harus

    disesuaikan. Sebelum ulat mulai dipelihara, tanaman murbei sudah harus siap dipanen

    daunnya, minimal sudah berumur sekitar satu tahun. Pemeliharaan satu boks ulat sutera (+/

    20.000 ekor) memerlukan daun murbei sekitar 1000 kg untuk setiap periode produksi.

    Pemeliharaan ulat sutera dapat dilakukan secara kecilkecilan dalam skala rumah

    tangga ataupun secara besarbesaran. Untuk skala rumah tangga, tempat pemeliharaan dapat

    dilakukan di dalam rumah (pada kamar khusus), tetapi pada tingkat yang lebih besar

    hendaknya dipelihara dalam ruangan/kandang khusus. Namun, dimanapun ulat itu dipelihara,

  • 11

    hendaknya ruangan/tempat pemeliharaan memenuhi persyaratan, terutama menyangkut suhu,

    cahaya, kelembaban, dan ventilasi (pertikaran) udara.

    Beberapa perlengkapan dan bahan yang diperlukan dalam memelihara ulat sutera antara

    lain:

    Kotak penetasan dari kayu/triplek;

    Sasag (kotak pemeliharaan ulat) dari kayu;

    Stand untuk sasag;

    Keranjang daun;

    Ember dan baskom plastik;

    Lembaran/karung plastik untuk alas;

    Kain untuk menyimpan daun;

    Kertas parafin atau kertas minyak untuk alas ;

    Sapu, sikat dan lap tangan ;

    Kapur/kaporit/arang sekam ;

    Sprayer untuk menyemprotkan kaporit ;

    Thermometer ;

    Sumpit bamboo ;

    Tempat pengokonan (dari kayu, plastik, atau bambu), dsb.

    2.6 Pasar

    Usaha persuteraan alam berorientasi pasar ekspor. Negara pengimpor ulat sutera terbesar

    selama ini adalah negara-negara Eropa dan Amerika. Pesaing terbesar penghasil ulat sutera

    selama ini adalah Cina. Kabupaten Wajo, Sulawesi Utara, adalah salah satu kabupaten

    penghasil kain sutera di Indonesia. Tetapi sekarang ini, industri di Kabupaten Wojo sedang

    mengalami masalah. Kain yang mereka hasilkan dikirim ke daerah jawa untuk dibatik.

    Sayangnya, harga kain yang mereka jual ditentukan oleh sang pembeli dengan harga yang

    cenderung 'murah'. Ini disebabkan karena kain mereka harus bersaing dengan kain sutera

    alami asal Cina. Keadaan diperburuk karena bahan pupa/ kempompong yang mereka gunakan

    untuk membuat kain sutera diimpor dari Cina. Sehingga ada kemungkinan besar mereka

    dapat di'bungkam' penjualannya oleh Cina. Satu satunya jalan keluar adalah dengan

    menghasilkan pupa/kepompong sendiri untuk diproduksi dan tidak bergantung pada pupa dari

    Cina.

  • 12

    Jika kita membangun industri sutera, maka kemungkinan besarnya adalah komoditas ini

    dapat dipasarkan secara baik dan dapat diterima oleh daerah- daerah industri sutera yang ada

    di Indonesia. Kabupaten Wojo adalah salah satunya, daerah lain masih banyak seperti

    Tasikmalaya, Garut, Kedungwuni, bahkan hingga Papua.

    Mekanisme pemasarannya biasanya dimediasi oleh komunitas-komunitas pemasar sutera

    seperti MPAI atau Silk Solution Centre. Angkutan yang digunakan bervariasi, mulai dari

    angkutan darat hinga laut.

    Komoditas ulat sutera hanya dapat dikembangkan di negara-negara tropis, keadaan ini

    merupakan peluang bagi Indonesia khususnya petani di daerah yang memiliki keunggulan

    komparatif dan kompetitif untuk mengembangkan komoditas tersebut sebagai komoditas

    unggulan.

    2.7. Kebijakan

    Kebijakan Pengembangan Persuteraan Alam

    Kebijakan pengembangan persuteraan alam adalah mendorong pelaku usaha

    memproduksi produk sutera dalam jumlah besar dan berkualitas serta untuk memenuhi

    permintaan pasar dan ekspor. Kebijakan-kebijakan yang diberlakukan pemerintah melalui

    Peraturan Bersama Menteri Kehutanan Nomor : P.47/MENHUT-II/2006; Menteri

    Perindustrian Nomor : 29/M-IND/PER/6/2006 dan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil

    dan Menengah Nomor : 07/PER/M.UMKM/VI/2006 tentang Pembinaan dan Pengembangan

    Persuteraan Alam Nasional dengan Pendekatan Klaster, sebagai berikut :

    1. Penjaminan Ketersedian Bahan Baku

    Kebijakan dikeluarkan untuk memenuhi permintaan bahan baku yang cukup

    tinggi dan berkelanjutan dari industry pengolahan produk sutera alam serta untuk

    mendorong investasi baru. Langkah-langkah yang ditempuh adalah

    a) Revitalisasi sentra produksi bibit tanaman murbei dan telur ulat sutera

    b) Optimalisasi produksi dan kualitas pada setiap segmen produksi sutera alam dari sejak

    tanaman murbei sampai dengan pemasaran

    c) Perluasan lahan tanaman murbei dan pemeliharaan ulat sutera

    d) Fasilitas perizinan dan dukungan permodalan untuk investor bahan baku sutera alam

  • 13

    2. Peningkatan SDM dan Penguasaan Teknologi Produksi

    Kebijakan dikeluarkan untuk meningkatkan produktivitas usaha persuteraan alam

    melalui peningkatan sumber daya manusia yang terampil dan professional sehingga

    mampu mengoptimalkan produksi dengan pemanfaatan teknologi maju dan tepat guna.

    Langkah-langkah yang di tempuh adalah

    a) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan

    b) Pendampingan dan bimbingan teknis kepada usaha persuteraan alam

    c) Pemanfaatan hasil-hasil teknologi litbang oleh usaha persuteraan alam

    d) Perekayasaan teknologi sutera alam

    e) Peningkatan produktivitas dan pengembangan produk sutera alam bernilai tambah

    tinggi dengan memanfaatkan mesin peralatan dengan teknologi maju dan tepat guna

    3. Standar dan Sertifikasi Produksi Sutera

    Kebijakan dikeluarkan untuk meningkatkan daya saing produk sutera alam

    dengan menerapkan standar mutu produk sutera, baik SNI maupun standar internasional

    yang pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Produk sutera alam akan memperoleh

    sertifikat yang menjamin mutu sutera bagi kepentingan produsen dan konsumen. Langkah-

    langkah yang di tempuh adalah

    a) Perumusan dan pengujian standar

    b) Penetapan Standar Nasional Indonesia produk sutera

    c) Pemberian sertifikasi produk sutera alam

    4. Perkuatan Kelembagaan dan Jaringan Kerja Persuteraan Alam

    Kebijakan dikeluarkan untuk membangun klaster persuteraan alam nasional yang

    terintegrasi dari hulu ke hilir serta antara wilayah yang memiliki kelembagaan dan

    jaringan kerja antar stakeholder persuteraan alam yang tangguh, dalam rangka

    meningkatkan daya saing industry persuteraan alam nasional. Langkah-langkah yang di

    tempuh adalah

    a) Perkuatan fungsi dan peran lembaga yang terkait dengan persuteraan alam

    b) Perkuatan dan pengembangan jaringan kerja antara stakeholder persuteraan alam di

    dalam dan di luar negeri

  • 14

    c) Perkuatan jaringan kerja antara segmen produksi mulai dari pembibitan murbei dan

    telur ulat sutera, budidaya, produksi, pemasaran sampai dengan pelayanan paska

    penjualan

    d) Pendirian lembaga Silk Solution Centre

    Pihak terkait (stakeholder) yang memiliki kepentingan dalam pengembangan

    persuteraan alam memiliki tugas dan fungsi masing-masing. Stakeholder yang terkait dan

    kepentingannya antara lain:

    1. Pemerintah

    Pemerintah berkepentingan untuk membangun perekonomian berbasis kerakyatan

    yang mampu mengangkat kesejahteraan masyarakat luas terutama masyarakat pedesaan,

    yaitu dengan cara membuka lapangan kerja, penyerapan tenaga kerja dan penghapusan

    kemiskinan serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah dan perolehan devisa

    Negara.

    2. Pelaku usaha

    Pelaku usaha memiliki kemampuan, fasilitas produksi dan pasar berkepentingan

    agar usaha yang dijalankan berkembang menguntungkan dan berkelanjutan.

    3. Petani

    Petani selaku pemasok bahan baku (kokon) berkepentingan terhadap kepastian

    usahanya karena adanya jaminan pasar yang menguntungkan.

    4.Lembaga Keuangan

    Lembaga Keuangan (Bank dan Non Bank) mempunyai kepentingan untuk

    menyalurkan dana yang dimilikinya untuk usaha produktif dari nasabah yang baik dan

    memberikan keuntungan.

    5. Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pengembangan

  • 15

    Perguruan Tinggi dan Lembaga Penelitian dan Pembangunan memiliki

    kepentingan untuk mengaplikasikan hasil inovasi dan rekayasa teknologi yang

    dikembangkan ke industry dan menyalurkan tenaga ahli untuk pembimbingan.

    6. Masyarakat Persuteraan Alam Indonesia (MPAI)

    MPAI sebagai organisasi petani, perajin dan pedagang persuteraan alam

    berkepentingan memberikan manfaat bagi anggota dan sebagai mitra kerja pemerintah.

    MPAI berperan sebagai fasilitator dalam menjembatani kepentingan anggota dengan

    stakeholder untuk mewujudkan persuteraan alam nasional yang produktif dan berdaya

    saing.

    7. Silk Solution Centre

    Silk Solution Centre (SSC) didirikan untuk mempercepat perkembangan

    persuteraan alam diperlukan suatu lembaga konsultatif bagi pengusaha persuteraan alam

    yang dapat mencarikan jalan keluar terhadap semua permasalahan yang dihadapi oleh

    masyarakat persuteraan alam Indonesia. Lembaga tersebut perlu mendapat dukungan

    pemerintah dan tenaga ahli berdedikasi tinggi untuk memajukan persuteraan alam. Tenaga

    ahli merupakan tenaga tetap yang memiliki keahlian di bidang teknis, manajemen dan

    sumber daya manusia.

    2.8 Aspek Sosial dari Komoditas

    Sosioekonomi

    - Penyediaan lapangan pekerjaan dari pemeliharaan ulat sampai pemasaran dalam

    bentuk bahan baku sandang dan bahkan barang jadi.

    - Menambah devisa negara karena sutera menjadi salah satu komoditas ekspor

    Indonesia

    - Menambah kesejahteraan masyarakat

    - Masyarakat dapat membuat industri sendiri

  • 16

    - Menjadikan peternakan ulat sutera sebagai tempat wisata sehingga menambah

    kesejah teraaan masyarakat setempat dan menjadikan inspirasi bagi masyarakat

    lainnya.

    Sosiokultural

    - Kain sutera yang mahal biasanya dibuat menjadi gaun mewah yang dipakai oleh

    kalangan atas untuk dipakai pada acara tertentu (seperti acara pesta dan

    pernikahan).

    2.9 Industri Prospektif

    1. Tepung Kepompong Ulat Sutera

    Bahan: kepompong ulat sutera yang merupakan limbah industri pemintalan benang sutera

    alam. Kandungan gizinya: Protein= 46,74%, Lemak= 29,75%, Abu= 4,86%, Serat= 8,89%,

    Air= 9,76%, Nilai ubah= 1,8.

    2. Cocoon Facial adalah pembersih wajah dengan kepompong ulat sutera yg kaya

    akan vitamin dan nutrisi. kepompong ulat sutera juga mengandung 12 macam asam amino

    serta sericine yang akan membantu meremajakan kulit sekaligus melindunginya dari

    paparan sinar ultraviolet.

    Kepompong ultra sutera langka, kaya akan polifenol alami, ramah di kulit karena

    merupakan bahan alami. Komponen utama bahan alami mirip dengan asam amino yang

    menyusun stratum korneum kulit, baik untuk melembabkan kulit. Kepompong

    mengandung sericin. Ini adalah serin yaitu asam amino dengan efek pelembab tinggi

    yang terdapat didalam protein kepompong ulat sutera, termasuk asam amino, 18 jenis.

    Memiliki kompatibilitas sericin dengan kulit manusia sangat baik. Sericin ini adalah

    komponen yang mirip dengan faktor pelembab alami dari tubuh manusia , yang awalnya

    disebut NMF saja. Karena memiliki efek perlindungan yang sangat tinggi sebagai

    pelembab, dan sering digunakan sebagai bahan baku kosmetik untuk tujuan pelembab.

    Microfiber dengan lembut menghilangkan sel kulit mati kotoran alami yang terdapat

    didalam pori-pori wajah. Dengan lembut mengelupas kulit dan untuk menghaluskan kulit

    serta membersihkan pori-pori wajah terutama daerah hidung+dagu yang sering kasar

    karena timbunan komedo.

  • 17

    Kesimpulan

    Sutera yang dihasilkan di Indonesia berasal dari kokon/kepompong persilangan ras

    Jepang dan ras Cina. Budidaya persuteraan alam merupakan kegiatan industri agronomi yang

    memiliki tahap kerja yang cukup panjang, mulai dari penanaman tumbuhan murbei (Morus

    sp.), pembibitan ulat sutera, pemeliharaan, pemrosesan kokon, pemintalan dan penenunan.

    Industri persuteraan dapat dijadikan sebagai sumber pendapatan karena sutera adalah salah

    satu alternatif untuk meningkatkan daya guna sumber daya alam hutan dalam mendorong

    pertumbuhan perekonomian masyarakat desa. Produksi pembuatan kain sutera di Indonesia

    sudah mulai menggunakan mesin walaupun belum benar-benar otomatis. Produksi kain

    sutera membawa dampak positif bagi masyarakat sekitar dan pemerintah. Kokon dapat diolah

    menjadi bahan sandang (kain sutera) yang biasanya dibuat menjadi pakaian berupa gaun

    mewah yang dipakai oleh kalangan atas. Target pemasaran kain sutera ada di dalam dan di

    luar negeri. Kokon sutera memiliki prospektif industri untuk pembuatan tepung kepompong

    ulat sutera dan kokon facial.

    Walaupun iklim Indonesia cocok untuk budidaya ulat sutera, tetapi kenyataannya

    belum banyak daerah yang mengusahakan kegiatan industri persuteraan ini.

  • 18

    Daftar Pustaka

    http://masjamal.blogdetik.com/2008/12/31/sutera-alam/ (diakses pada tanggal 3 April 2014

    pukul 21.45 WIB)

    http://www.garutkab.go.id/galleries/pdf_link/ekonomi/investasi/sutera_alam.pdf (diakses

    pada tanggal 3 April 2014 pukul 21.45 WIB)

    http://muchlassains.wordpress.com/2013/04/29/efisiensi-produksi-peternakan-ulat-sutera/

    (diakses pada tanggal 3 April 2014 pukul 21.45 WIB)

    http://budicakep.wordpress.com/mesin-%E2%80%9Cre-reeling%E2%80%9D-pemintal-

    sutera-hemat-energi/ (diakses pada tanggal 3 April 2014 pukul 21.45 WIB)

    http://ariefjais.blogspot.com/2008/04/prospek-pasar-persuteraan-alam.html (diakses pada

    tanggal 3 April 2014 pukul 21.45 WIB)

    http://rizkiero10.blogspot.com/2012/02/kebijakan-pengembangan-persuteraan-alam.html

    (diakses pada tanggal 3 April 2014 pukul 21.45 WIB)

    http://vemale-violet.blogspot.com/2014/03/facial-ulat-sutera-kepompong-cocoon.html

    (diakses pada tanggal 11 April 2014 Pukul 08.58)

    http://muchlassains.wordpress.com/2013/04/29/efisiensi-produksi-peternakan-ulat-sutera/

    (diakses pada tanggal 15 April 2014 Pukul 13.05)

    http://arifh.blogdetik.com/sutera-alam-soleh-industri-tenun-sutera-yang-masih-tersisa-di-

    kabupaten-garut/ (diakses pada tanggal 18 April 2014 Pukul 12.56)

    http://naturalsilk.files.wordpress.com/2012/08/dsc06860.jpg (diakses pada tanggal 18 April

    2014 Pukul 13.37)

    http://kain-sutra.com/wp-content/uploads/2013/06/sutra-satin.jpg (diakses pada tanggal 18

    April 2014 Pukul 13.44)

    http://i01.i.aliimg.com/wsphoto/v2/1272909383_1/HOT-Natural-font-b-silkworm-b-font-

    font-b-cocoons-b-font-ball-whitening-facial-cleanser.jpg (diakses pada tanggal 18 April 2014

    Pukul 13.47)

  • 19