studi perbandingan prinsip hukum acara di mahkamah...

95
STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG DALAM SIDANG JUDICIAL REVIEW PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Meperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH) Sylvia Amanda 1113048000029 KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1438H/2017M

Upload: lamkhue

Post on 16-Mar-2019

257 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH

KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG DALAM SIDANG JUDICIAL

REVIEW PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

Skripsi

Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan

Meperoleh Gelar Sarjana Hukum (SH)

Sylvia Amanda

1113048000029

KONSENTRASI HUKUM KELEMBAGAAN NEGARA

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1438H/2017M

Page 2: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi
Page 3: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi
Page 4: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi
Page 5: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

i

KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam yang hanya dengan hidayah

dan nikmat dari-Nya skripsi peneliti “STUDI PERBANDINGAN PRINSIP

HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH

AGUNG DALAM SIDANG JUDICIAL REVIEW PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN” dapat terselesaikan dengan baik. Shalawat serta

salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang dengan kemuliaan

akhlaknya menuntun kita padda agama yang diridhoi Allah.

Tentunya masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Namun demikian

peneliti tetap berusaha menyelesaikannya dengan kesungguhan dan kerja keras.

Selesainya penelitian ini tidak terlepas dari elaborasi keilmuan peneliti dapatkan

dari kontribusi banyak pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini peneliti

sampaikan setulus hati ucapan terima kasih dengan sebesar-besarnya kepada:

1. Dr. Asep Syarifuddin Jahar, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Drs. Asep Syarifuddin Hidayat, S.H, M.H. dan Abu Thamrin, S.H,

M.H. Ketua dan Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

3. Nur Rohim Yunus, LL.M, Dosen Pembimbing yang telah bersedia

meluangkan waktu, pikiran, dan tenaga untuk memberikan bimbingan

dalam menyusun skripsi ini. Semoga ilmu yang telah diajarkan dapat

bermanfaat bagi penulis dan mendapat balasan yang berlimpah dari

Allah SWT.

4. Seluruh dosen Fakultas Syariah dan Hukum khususnya dosen-dosen

Ilmu Hukum yang telah memberikan ilmu-ilmunya selama penulis

menjadi mahasiswa Ilmu Hukum. Semoga ilmu yang diajarkan dapat

bermanfaat bagi penulis dan mendapat balasan yang berlimpah dari

Allah SWT.

Page 6: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

ii

5. Kedua orang tua tercinta Bapak Drs. Ilham Faturahman dan ibu Dahlia

Herawati yang selalu mencurahkan kasih sayangnya, memberikan

dukungan baik materiil maupun moril, dan tiada henti mendoakan

penulis hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Kepada yang tercinta adik Savira Fadilah dan Radja Ahmad Maghribi

yang selalu memberikan dukungan dan doa kepada penulis hingga

penulis menyelesaikan skripsi ini.

7. Kepada yang terkasih Muhammad yang selalu membantu penulis dan

memberikan masukan yang bermanfaat bagi penulis sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi ini.

8. Kepada teman-teman seperjuangan di Ilmu Hukum Putri Firmanda,

Elia Feby, Tary Rahma, Vina Tri, Rhomi Prayoga, Ahmad Kandiaz,

Khaidir Musa dan yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya

terima kasih selalu memberikan semangat ke penulis serta

wawasannya sehingga penulis bisa mencapai tahap ini semoga kita

semua bisa menjadi orang yang berguna bagi nusa, bangsa dan agama,

dan terima kasih kepada kakak tercinta Azhar, Sandi, Kiki, Anshor dan

Sella dan semua pihak yang selalu membantu penulis dalam

menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis mengucapkan terima

kasih dan maaf sebesar-besarnya apabila terdapat kata-kata di dalam

penulisan yang kurang berkenan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi

pengembagan ilmu pengetahuan di Indonesia khususnya untuk penulis.

Ciputat, 3 Juli 2017

Sylvia Amanda

Page 7: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

iii

ABSTRAK

SYLVIA AMANDA. NIM 1113048000029. STUDI PERBANDINGAN

PRINSIP HUKUM ACARA MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH

AGUNG DALAM SIDANG JUDICIAL REVIEW PERATURAN

PERRUNDANG-UNDANGAN. Program Studi Ilmu Hukum, Konsentrasi

Hukum Kelembagaan Negara, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam

Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, 1438H/2017M. Penelitian ini

menganalisis tentang perbandingan hukum acara Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung dalam sidang Judicial Review peraturan perundang-undangan.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara ilmiah yakni

dalam studi ilmu hukum dan secara praktis maupun akademis yakni sebagai

masukan bagi penulis maupun pihak-pihak yang memiliki keinginan untuk

menganalisis tentang prinsip hukum acara Judicial Review di Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung. Metode penelitian yang digunakan dalam

penelitian ini adalah metode penelitian kepustakaan (library research) yang

bersifat yuridis normatif, yaitu penelitian yang mengacu pada norma-norma

hukum yang ada dalam peraturan perundang-undangan, literatur, pendapat ahli,

makalah-makalah dan lainnya. Dalam studi kepustakaan penulis menganalisis

permasalahan prinsip hukum acara Judicial Review. Dalam Peraturan Mahkamah

Konstitusi persidangan Judicial Review di lakukan dengan terbuka untuk umum,

namun dalam Peraturan Mahkamah Agung persidangan hanya bersifat

administratif.

Kata Kunci :Prinsip Hukum Acara di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah

Agung dalam sidang Judicial Review

Pembimbing :Nur Rohim Yunus, LL.M

Daftar Pustaka : Dari Tahun 1960 sampai 2016

Page 8: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

iv

DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERNYATAAN

KATA PENGANTAR………………………………………………………...i

ABSTRAK………………………………………..………………………….iii

DAFTAR ISI………………………………………………………………...iv

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah………………………………………1

B. Identifikasi Masalah…………………………………………..8

C. Batasan dan Rumusan Masalah……………………………….8

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian………………………………..9

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu………………………..10

F. Kerangka Teori………………………………………………12

G. Metode Penelitian……………………………………………16

BAB II LANDASAN TEORITIS JUDICIAL REVIEW PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

A. Konsep Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan………….19

Page 9: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

v

B. Konsep Historisasi Perkembangan Uji Materil Peraturan

Perundang-undangan di Indonesia dan Beberapa Negara;…..24

C. Asas-Asas Peradilan yang Adil (Fair Trial) Dalam

Perkembangan Negara Hukum;……………………………...28

D. Judicial Review sebagai Wujud Check and Balances………..33

BAB III HUKUM ACARA JUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH

KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG

A. Prinsip-Prinsip Umum Hukum Acara Pada Ranah Judicial

Review………………………………………………………..38

B. Karakteristik Hukum Acara Pada Ranah Judicial Review di

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung……………….42

C. Landasan Hukum Acara Tentang Judicial Review di

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung……………….58

BAB IV ANALISIS PERBANDINGAN BERACARA PERSIDANGAN

JUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN

MAHKAMAH AGUNG

A. Perbandingan Judicial Review Di Mahkamah Konstitusi Dan

Mahkamah Agung……………………………………………62

B. Sidang Tertutup Untuk Umum Dalam Persidangan Judicial

Review di Mahkamah Agung………………………………...70

Page 10: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

vi

C. Urgensi Penerapan Prinsip Terbuka Untuk Umum Dalam

Judicial Review Di Mahkamah Agung……………………….74

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan………………………………………...................76

B. Saran………………………………………………………….78

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 11: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Perjalanan sejarah hukum dan kelembagaan di Indonesia diketahui

bahwa fungsi judicial review telah lebih dahulu melekat pada kewenangan

Mahkamah Agung sebelum lahirnya Mahkamah Konstitusi. Perdebatan

konsep review by the judicial bodies terhadap keabsahan suatu undang-

undang telah berlangsung lama ketika para ahli hukum Indonesia

menkonsepkan dasar-dasar negara dan konstitusi negara di sidang

BPUPKI. Perbedaan konsep jelas terlihat kental dimana Soepomo

berpendapat bahwa Indonesia sebagai Negara yang masih muda belum

waktunya memikirkan perihal judicial revew dan Yamin yang berpendapat

bahwa Indonesia sudah membutuhkan Mahkamah yang dapat menguji dan

membanding-bandingkan apakah undang-undang tersebut sejalan dengan

hukum adat, syariah dan UUD. 1

Hingga pada bulan Juli 2000 dalam Pembahasan Amandemen

Kedua UUD 1945 oleh PAH I BP MPR Tim ahli mengusulkan untuk

segera dibentuk MK. Usul itu diterima dalam rapat pleno ke-26. Pada

bulan September 2001 dalam Pembahasan Amandemen Ketiga UUD

1945, seluruh fraksi dalam PAH I BP MPR setuju untuk memasukkan

aturan tentang MK dalam Amandemen Ketiga UUD 45. Pada akhirnya

1 Alrasid,Harun, Hak Menguji Dalam Teori dan Praktek: Dalam Jurnal Konstitusi, Vol. 1 No.1,

Juli 2004 (Jakarta: Penerbit Mahkamah Konstitusi RI), h. 94.

Page 12: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

2

dalam perubahan terhadap rumusan Pasal 24 UUD 1945 hasil Perubahan

Ketiga yang disahkan pada bulan November 2001, kewenangan uji materil

oleh Mahkamah Konstitusi dibatasi hanya sampai tingkat undang-undang,

sedangkan peraturan di bawahnya tetap ditentukan sebagai kewenangan

Mahkamah Agung. Dalam Pasal 24A ayat (1) Perubahan Ketiga UUD

1945 dinyatakan :

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap

undang-undang, dan mempunyai kewenangan lainnya yang diberikan

oleh undang-undang”.

Mahkamah Agung adalah pengawal undang-undang (the Guardian

of the Law) dimana memiliki wewenang untuk menguji peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang, berbeda halnya dengan

Mahkamah Konstitusi yang dikenal dengan istilah pengawal konstitusi (the

Guardian of the Constitusion).2 Dengan demikian objek pengujian materiil

di Mahkamah Agung adalah segala bentuk peraturan perundang-undangan

yang berada di bawah undang baik produk regulatif atau executive act dan

produk legislatif atau legislative act. Dalam hierarki peraturan perundang-

undangan terdapat beberapa produk hukum yang berada di bawah undang-

undang diantaranya Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden

(Perpres), Peraturan Daerah (Perda) Provinsi dan Kabupaten/ Kota, dan

juga segala bentuk peraturan yang merupakan produk regulatif cabang

kekuasaan eksekutif (executive act) seperti Peraturan Menteri (Permen),

2 Jimly Asshiddiqqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Cetakan ketiga (Jakarta:

Konpress, 2006) h. 46

Page 13: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

3

Surat Edaran Menteri, dan segala peraturan yang dibentuk atas perintah

Undang-Undang.

Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia adalah salah satu pelaku

kekuasaan kehakiman, disamping Mahkamah Agung dan badan-badan

peradilan yang berada di bawahnya. Sebagai sebuah lembaga peradilan,

Mahkamah Konstitusi (MK) memiliki peran strategis dalam mengawal dan

menjamin terlaksananya prinsip-prinsip dan norma yang terkandung dalam

konstitusi sebagai norma tertinggi penyelenggaraan hidup bernegara (the

supreme law of the land). Karena itu, Mahkamah Konstitusi disebut juga

sebagai the guardian of the constitution. Mahkamah Konstitusi Republik

Indonesia memiliki 4 (empat) kewenangan dan satu kewajiban. Adapun

kewenangan tersebut yaitu: Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili

pada tingkat pertama dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk

menguji undang-undang terhadap Undang-Undang Dasar, memutus

sengketa kewenangan lembaga negara yang kewenangannya diberikan

oleh Undang-Undang Dasar, memutus pembubaran partai politik, dan

memutus perselisihan tentang hasil pemilihan umum. Berdasarkan latar

belakang sejarah pembentukannya. Keberadaan MK sendiri pada awalnya

adalah untuk menjalankan wewenang pengujian undang-undang.

Munculnya kewenangan ini sendiri dapat dipahami sebagai perkembangan

hukum dan politik ketatanegaraan modern. Mekanisme pengujian undang-

undang ini sendiri dimaksudkan untuk melakukan pengujian suatu produk

Page 14: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

4

perundang-undangan terhadap undang-undang yang lebih tinggi oleh

lembaga peradilan tertentu.

Hukum acara pengujian peraturan perundang-undangan di bawah

undang-undang memang sangat sederhana dan sumir. Tidak seperti hukum

acara pengujian undang-undang terhadap konstitusi yang begitu lengkap

dan cukup detail bahkan perihal administratif persidangan Mahkamah

Konstitusi cenderung lebih efektif dan efesien dari pada proses

administratif persidangan di Mahkamah Agung. Bahkan beberapa

Peraturan Mahkamah Agung yang dikeluarkan sebagai tata cara hak uji

materil belum begitu penuh mengatur dan menerapkan standar prinsip dan

asas umum peradilan yang baik. Hal tersebut terlihat dalam Pasal 5 Perma

No. 1 Tahun 2011 yang hanya mengatur tata cara pemeriksaan dalam

persidangan yang begitu sederhana dan sumir, bahwa Majelis Hakim

Agung memeriksa dan memutus permohonan keberatan tentang Hak Uji

Materil tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi

perkara permohonan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya sesuai

dengan asas peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

Pemeriksaan permohonan judicial review ini terlihat semakin buruk

ketika asas peradilan terbuka untuk umum tidak diterapkan dalam

pemeriksaan hingga putusan dalam artian Majelis Hakim dalam

memeriksa Permohoanan judicial review tidak menggelar sidang. Hal ini

jelas mencederai prinsip fairness dan public accountability untuk

mengawas berjalannya transparansi dalam memperolah keadilan. Prinsip

Page 15: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

5

ini seakan begitu mudah dilanggar oleh Mahkamah Agung dengan alasan

pemeriksaan perkara hak uji materiil yang sederhana seperti layaknya

pemeriksaan pada tingkat kasasi adalah pilihan yang realistis melihat

jumlah perkara yang masuk dan diperiksa oleh MA. Berbeda dari MA

proses judicial review di MK dilakukan secara terbuka untuk umum,

dimana para pemohon dihadirkan didalam persidangan, lalu didengarkan

permohonannya, dan diberikan kesempatan menghadirkan para saksi. Dari

tahun ke tahun perkara yang masuk ke MA cenderung meningkat. Dengan

pemeriksaan seperti sekarang ini saja MA dituntut ekstra keras untuk

menyelesaikan pemutusan dan minutasi perkara. Apalagi MA sedang

mencanangkan “tahun prestasi” penanganan perkara. Dengan demikian

dengan mudahnya prosedur dan rasa keadilan para pencari keadilan

ditabrak hanya demi pencapaian kuantitatif penanganan perkara tanpa

memeperhatikan keadilan yang substantif.

Sebagaimana diketahui bahwa asas transparansi dan peradilan

terbuka untuk umum adalah prasyarat hadirnya akuntabilitas seorang

hakim atau lembaga peradilan dalam memeriksa perkara yang menyangkut

kepentingan publik yang begitu dominan. Asas ini adalah asas yang

terpenting untuk mendorong lahirnya kepercayaan publik (public trust)

terhadap suatu lembaga peradilan. Disamping itu juga terdapat beberapa

asas yang harus diterapkan yaitu berupa asas supremasi hukum, asas bebas

dan imparsial, asas partisipasi dan kontrol publik asas peradilan yang

Page 16: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

6

sederhana, cepat dan biaya ringan dan asas-asas umum lainnya dalam

beacara di peradilan.

Asas peradilan terbuka untuk umum serta transparansi dan kontrol

publik ini mengisyaratkan bahwa sidang pemeriksaan di pengadilan

bersifat terbuka untuk umum. Hal ini berarti bahwa setiap orang

diperbolehkan hadir dan mengikuti jalannya pemeriksaan perkara di

persidangan. Sebelum mulai disidangkan, hakim harus menyatakan bahwa

sidang perkara tersebut „dibuka‟ dan dinyatakan „terbuka untuk umum‟,

sepanjang undang-undang tidak menentukan lain. Bila kaedah formal ini

tidak terpenuhi, maka dapat mengakibatkan putusan itu tidak sah dan tidak

mempunyai kekuatan hukum danbatal demi hukum. Secara formil, asas ini

memberikan kesempatan bagi kontrol sosial dan memberikan perlindungan

hak asasi manusia dalam bidang peradilan. Disamping itu, asas ini

bertujuan untuk menjamin proses peradilan yang fair dan obyektif, tidak

memihak, serta terwujudnya putusan hakim yang adil.3

Berdasarkan Pasal 13 ayat (1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009

Tentang Kekuasaan Kehakiman disebutkan bahwa “sidang pemeriksaan

pengadilan adalah terbuka untuk umum kecuali undang-undang

menentukan lain”. Tujuannya yaitu untuk mencegah penjatuhan putusan-

putusan berat sebelah atau semena-mena, sidang-sidang harus berlangsung

di muka umum. Hakim dapat memerintahkan dilakukannya pemeriksaan

sepenuhnya atau sebagiannya dengan pintu tertutup yaitu:

3Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN), Naskah Akademik RUU Tentang Hukum Acara

Perdata, diakses pada 6 Januari 2016, hlm. 58

Page 17: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

7

1) Untuk perkara kesopanan atau kesusilaan;

2) Untuk kepentingan anak-anak dibawah umur;

3) Untuk persidangan rahasia dalam perkara paten.

Akan halnya persidangan Judicial Review Peraturan Perundang-

undangan di bawah undang-undang dilakukan oleh Mahkamah Agung

dengan proses tertutup, padahal ketentuan dalam pasal 13 ayat (1)

Undang-Undang 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman yang

menyatakan bahwa persidangan seharusnya dilakukan terbuka kecuali

ada ketentuan lain, sedangkan persidangan dapat dilakukan secara

tertutup untuk kategori tiga hal sebagaimana dijabarkan diatas. Selain itu

persidangan Judicial Review yang juga dilakukan oleh Mahkamah

Konstitusi dilakukan secara terbuka. Oleh karenanya perlu dilakukan

analisis secara mendalam landasan hukum yang menjadi acuan terhadap

tertutupnya Persidangan Judicial Review di Mahkamah Agung.

Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis tertarik

untuk melakukan penelitan untuk mengetahui hukum acara Judicial

Review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung dan selanjutnya

dituangkan dalam bentuk skripsi dengan judul “STUDI

PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH

KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG DALAM PERSIDANGAN

JUDICIAL REVIEW PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.”

Page 18: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

8

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dijabarkan sebelumnya,

maka identifikasi masalah penelitian ini sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik hukum acara Judicial Review di Mahkamah

Konstitusi?

2. Bagaimana karakteristik hukum acara Judicial Review di Mahkamah

Agung?

3. Apa landasan hukum acara Judicial Review di Mahkamah Konstitusi?

4. Apa landasan hukum acara Judicial Review di Mahkamah Agung?

5. Bagaimana perbandingan hukum acara Judicial Review di Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung?

C. Pembatasan dan Rumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Mengingat luasnya cakupan pembahasan terkait judicial

review. Penelitian ini difokuskan mengkaji tentang Perbandingan

judicial review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah, identifikasi

masalah dan pembatasan masalah di atas, dapat ditarik rumusan

masalah yang selanjutnya menjadi bahasan dalam skripsi ini, yaitu:

Page 19: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

9

a. Apa landasan hukum acara Judicial Review di Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung?

b. Bagaimana perbandingan prinsip hukum acara dalam proses

judicial review di Mahkamah Agung dan Mahkamah

Konstitusi?

c. Apa yang mendasari Mahkamah Konstitusi memberlakukan

peradilan terbuka dan Mahkamah Agung memberlakukan

peradilan tertutup dalam proses judicial review?

D. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian dalam kaitan poin-poin pembahasan

skripsi ini, yaitu:

a. Untuk mengetahui landasan hukum acara di Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung.

b. Untuk mengetahui perbandingan prinsip hukum beracara judicial

review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung .

c. Untuk mengetahui yang mendasari Mahkamah Konstitusi

memberlakukan peradilan terbuka dan Mahkamah Agung

memberlakukan peradilan tertutup dalam proses judicial review.

Page 20: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

10

2. Manfaat Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka manfaat penelitian

ini adalah :

a. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan dan wawasan dalam

hal landasan hukum acara judicial review di Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung, serta perbandingan prinsip

hukum acara judicial review di mahkamah konstitusi dan

mahkamah agung dan mengapa judicial review di Mahkamah

Konstitusi menggunakan peradilan terbuka dan Mahkamah Agung

menggunakan peradilan tertutup.

b. Bagi Akademisi, sebagai tambahan referensi guna mempermudah

bagi pihak yang berkepentingan yang ingin melakukan penelitian

dengan objek yang sama.

c. Bagi Pembaca, agar dapat memahami landasan hukum acara

judicial review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

serta perbandingan prinsip hukum acara judicial review di

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung serta mengapa

judicial review di Mahkamah Konstitusi menggunakan peradilan

terbuka Mahkamah Agung menggunakan peradilan tertutup.

Page 21: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

11

E. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu

Dalam menjaga keaslian judul peneliti ajukan dalam skripsi ini

perlu kiranya peneliti melampirkan juga beberapa rujukan yang menjadi

bahan pertimbangan, antara lain :

a. Dalam skripsi yang ditulis oleh Afidatussolihat, Mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang berjudul “KEWENANGAN MAHKAMAH

KONSTITUSI DALAM MENGUJI UNDANG-UNDANG

RATIFIKASI PERJANJIAN ASEAN CHARTER” dalam skripsi

tersebut membahas mengenai tentang kewenangan mahkamah

konstitusi dalam menguji undang-undang ratifikasi perjanjian

internasional jelas berbeda dengan peneliti, peneliti membahas

mengenai Keterkaitan hukum beracara judicial review di Mahkamah

Konstitusi dan Mahkamah Agung dan alasan mengapa judicial review

oleh mahkamah agung dilakukan secara tertutup untuk umum.

b. Dalam skripsi yang ditulis oleh Inggrit Ifani, Mahasiswa Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta yang berjudul “LEGAL STANDING PENGUJIAN UNDANG-

UNDANG OLEH MAHKAMAH KONSTITUSI RI ” dalam skripsi

tersebut membahas mengenai apakah wewenang Mahkamah Konstitusi

menguji peraturan perundang-undangan sudah sesuai dengan UUD

1945, yang jelas berbeda dengan skripsi peneliti, peneliti membahas

mengenai Keterkaitan hukum beracara judicial review di Mahkamah

Page 22: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

12

Konstitusi dan Mahkamah Agung dan alasan mengapa judicial review

oleh mahkamah agung dilakukan secara tertutup untuk umum.

c. Buku Zainal Arifin Hoesein “ Judicial Review Di Mahkamah Agung RI

Tiga Dekade Pengujian Peraturan Perundang-undangan” . Buku ini

membahas tentang analisis pengujian peraturan perundang-undangan

dan keterkaitannya dengan sistem hukum dan ketatanegaraan yang

dianut,serta praktik pelaksanaannya di Mahkamah Agung sedangkan

dalam pembahasan skripsi peneliti membahas tentang perbandigan

hukum acara judicial review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah

Agung.

d. Dalam jurnal yang ditulis oleh Ja‟far Baehaqi yang berjudul “

PESPEKTIF PENEGAKAN HUKUM PROGRESIF DALAM

JUDICIAL REVIEW DI MAHKAMAH KONSTITUSI “ jurnal hukum

konstitusi Vol. 10 No. 3 September jelas berbeda dengan skripsi

peneliti yang membahas mengenai perbandingan hukum acara judicial

review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

F. Metode Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

penelitian hukum normatif atau yuridis normative. Penelitian normatif

yaitu penelitian hukum yang meletakan hukum sebagai sebuah bangun

system norma. Sistem norma yang dimaksud adalah mengenai asas-

Page 23: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

13

asas, norma, kaidah dari peraturan perundang-undangan, putusan

pengadilan, perjanjian, serta doketrin (ajaran).4

2. Pendekatan Penelitian

Sehubungan dengan tipe penelitian yang bersifat yuridis

normative, maka pendekatan penelitian yang digunakan adalah :

a. Pendekatan Sejarah;

b. Pendekatan Perundang-undangan.

c. Pendekatan Comparatif (Perbandingan)

3. Sumber Penelitian

Berkaitan dengan data yang digunakan, bahan hukum yang

digunakan dalam penelitian ini meliputi bahan hukum primer, sekunder,

dan tersier.

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer adalah bahan hukum yang mempunyai

otoritas (autoritatif). Bahan hukum tersebut terdiri atas peraturan

perundang-undangan,catatan – catatan resmi atau risalah dalam

pembuatan suatu peraturan perundang-undangan dan putusan

hakim.5 Sehubungan dengan topik yang akan ditulis mengenai

tertutupnya persidangan judicial review di Mahkamah Agung, maka

penulis akan meninjaunya dari Kitab Undang-Undang Hukum

4 Fahmi Muhammad Ahmadi dan Jaenal Aripin, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta:

Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2010,Cet Pertama),h. 31.

5 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum (Jakarta:SInar Grafika,2010).cet.9, h.47.

Page 24: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

14

Pidana (KUHP) mengenai judicial review juga undang-undang yang

berkaitan dengan judicial review.

1) Perundang-undangan terdiri dari:

a) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

b) Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman

c) Undang-Undang No 5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah

Agung

d) Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah

Konstitusi

e) Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2011

f) Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 6 Tahun 2005

b. Bahan Hukum Sekunder

Badan hukum sekunder adalah semua publikasi tentang

hukum yang merupakan dokumen yang tidak resmi. Publikasi

tersebut terdiri atas skripsi, tesis, disertasi hukum. Kamus-kamus

hukum jurnal-jurnal hukum, serta dan komentar-komentar atas

putusan pengadilan.6 Penulisan penelitian ini menggunakan artikel-

artikel dari media massa cetak dan online tentang judicial review

serta menggunakan buku teks tentang judicial review .

c. Bahan Non Hukum

6 Peterr Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana, 2011),cet 7,h.155.

Page 25: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

15

Bahan non-hukum dimaksudkan unruk memperluas sudut

pandang dan pengetahuan penulis tentang aspek non-hukum yang

berkaitan dengan judicial review.

4. Prosedur Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan oleh peneliti adalah

menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, maka pendekatan yang

digunakan adalah pedekatan perundang-undangan (statute approach).

Pendekatan tersebut melakukan pengkajian peraturan perundang-

undangan yang berhubungan dengan tema sentral penelitian. Selain itu

juga digunakan pendekatan lain yang diperlukan guna memperjelas

analisis ilmiah dalam penelitian normatif,7 yakni pendekatan kasus

(case approach), dan pendekatan konsep (conceptual approach).

Pendekatan perundang-undangan dilakukan dalam penelitian ini untuk

meneliti peraturan yang berkaitan dengan hukum acara judicial review

di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum

Adapun bahan hukum yang diperoleh dalam penelitian, baik

aturan perundang-undangan bahan hukum primer, bahan hukum

sekunder, maupun bahan non-hukum diuraikan dan dihubungkan

sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih

sistematis untuk menjawab permasalahan yang telah dirumuskan.

7 Johnny Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif ,. (Malang:

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006), h. 295

Page 26: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

16

Bahwa cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni

menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum

terhadap permasalahan konkret yang dihadapi.8

6. Teknik Penulisan

Teknik penulisan dan pedoman yang digunakan peneliti

dalam skripsi ini berdasarkan kaidah-kaidah dan teknik penulisan yang

terdapat dalam “Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Syariah Dan

Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun

2012”

G. Sistematika Penulisan

Skripsi ini disusun dengan sistematika yang terbagi

kedalam lima bab. Masing-masing bab terdiri atas beberapa sub-bab guna

lebih memperjelas ruang lingkup dan cakupan permasalahan yang di

teliti. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok

pembahasannya adalah sebagai berikut :

Bab I : Pendahuluan, identifikasi masalah rumusan masalah,dan

berisikan tujuan dan manfaat dari penelitian, tinjauan

kajian terdahulu, kerangka konseptual, metode penelitian,

dan sistematika penulisan.

Bab II : Merupakan bagian kedua yang memuat beberapa teori

yang menjadi lanasan berfikir dalam permasalahan yang

dibahas yang saling memiliki keterkaitan diantaranya

8Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum. h. 393

Page 27: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

17

Konsep Negara Hukum(Rechstaat) dan Negara

Kesejahteraan (Walfare State);, Konsep, Historisasi

Perkembangan Uji Materil Peraturan Perundang-

Undangan di Indonesia dan Beberapa Negara; , Asas-Asas

Peradilan yang Adil (Fair Trial) Dalam Perkembangan

Negara Hukum;, Judicial Review sebagai Wujud Check

and Balances

.

Bab III : Merupakan bagian ketiga yang akan membahas tinjauan

umum mengenai Prinsip-Prinsip Umum Hukum Acara

Judicial Review, Karakteristik Hukum Acara Judicial

Review di Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung,

Landasan Hukum Acara Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung.

Bab IV : Pada bab ini akan membahas analisis hasil penelitian

mengenai Perbandingan Judicial Review Di Mahkamah

Konstitusi Dan Mahkamah Agung, sidang tertutup untuk

umum dalam sidang Judicial Review di Mahkamah

Agung, Urgensi Penerapan Prinsip Terbuka Untuk Umum

Dalam Judicial Review Di Mahkamah Agung

Bab V : Pada bab ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang dapat

diberikan oleh penulis.

Page 28: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

18

BAB II

LANDASAN TEORITIS JUDICIAL REVIEW PERATURAN

PERUNDANG-UNDANGAN

A. Konsep Negara Hukum dan Negara Kesejahteraan

1. Konsep Negara Hukum

Pada zaman modern, Konsep negara hukum di Eropa Kontinental

dikembangkan antara lain oleh Immanuel Kant, Paul Laband, Julius Stahl, Ficte

dan lain-lain dengan menggunakan istilah Jerman, yaitu Rechstaat. Juga dikenal

istilah Monocracy yang artinya sama dengan negara hukum. Intinya bahwa,

hukum yang berlaku dalam suatu negara hukum haruslah terumus secara

demokratis, yakni yang dikehendaki oleh rakyat.1 Adapun dalam tradisi Angglo-

Saxon, konsep negara hukum dikembangkan atas kepeloporan A.V. Dicey dengan

sebutan The Rule of law, menurut Julius Stahl, konsep negara hukum yang

disebutnya dengan istilah Rechstaat itu mencakup empat elemen penting.2 yaitu:

a. Perlindungan hak asasi manusia

b. Pembagian kekuasaan

c. Pemerintahan berdasarkan undang-undang

d. Peradilan Tata Usaha Negara

1 A. Salman Manggalatung, “Indonesia Negara Hukum Demokratis Bukan Negara

Kekuasaan Otoriter, salam,Jurnal Sosial dan Budaya syar‟i, Vol.2 No 2 , (Desember 2015), h.213 2 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h.125

Page 29: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

19

Adapun menurut A.V Dicey ada tiga ciri penting dalam setiap negara

hukum yang disebutnya dengan istilah The Rule of Law, 3 yaitu:

a) Supremacy of law

b) Equality before the law

c) Due Process of law

Keempat prinsip Rechstaat yang dikembangkan Julius Stahl diatas pada

pokoknya dapat digabungkan dengan ketiga prinsip The rule of law A.V Dicey

untuk menandai ciri-ciri negara hukum modern di zaman sekarang. Adapun

persamaan yang terdapat pada kedua-duanya adalah bahwa baik Rule of Law

maupun Rechtsstaat pada hakikatnya sama-sama hendak melindungi masyarakat

terhadap pemerintah yang sewenang-wenang dan memungkinkan untuk

menikmati hak-hak sipil dan politik sebagai manusia.4 Konsep negara hukum

(rechstaat) di Indonesia sudah dimasukan di dalam konstitusi, seperti yang tertera

dalam Pasal 1 ayat 3 UUD 1945 yang menegaskan “Negara Indonesia adalah

negara hukum”.

Konsep negara hukum berawal dari paham kedaulatan hukum yang pada

hakikatnya berprinsip bahwa kekuasaan tertinggi di dalam suatu negara adalah

berdasarkan atas hukum. Negara hukum merupakan substansi dasar dari kontrak

sosial setiap negara hukum.5 Utrecht membedakan antara Negara hukum formil

atau Negara hukum klasik, dan Negara hukum materil atau Negara hukum

3 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h.126 4Jumiati,”Materi Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Dalam Pembelajaran Di

Sekolah Menengah, dalam Jurnal Demokrasi Vol-5 No.2,2006, h.178 5 Jazim Hamidi dan Mustafa Lutfi, Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia,

(Malang:Alumni,2009), h.9

Page 30: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

20

modern. Negara hukum formil menyangkut pengertian hukum yang bersifat

formil dan sempit, yaitu dalam arti peraturan perundang-undangan tertulis.

Adapun yang kedua, yaitu Negara Hukum Materil yang lebih mutakhir mencakup

pula pengertian keadilan di dalamnya.

Menurut Jimly Asshidiqie jika hukum dipahami secara kaku dan sempit

dalam arti hanya peraturan perundang-undangan semata, niscaya pengertian

negara hukum yang dikembangkan juga bersifat sempit dan terbatas serta belum

tentu menjamin keadilan yang substantif. Oleh karena itu Jimly merumuskan 12

prinsip pokok negara hukum yang berlaku pada zaman sekarang, yang merupakan

pilar-pilar utama yang menyangga berdiri tegaknya satu negara modern, sehingga

dapat disebut sebagai negara hukum dalam arti sebenarnya.6 Kedua belas prinsip

pokok tersebut yaitu:

a. Supremasi Hukum

b. Persamaan Dalam Hukum

c. Asas Legalitas

d. Pembatasan Kekuasaan

e. Organ-Organ Eksekutif Independen

f. Peradilan Bebas Tidak Memihak

g. Peradilan Tata Usaha

h. Peradilan Tata Negara

i. Perlindungan Hak Asasi Manusia

j. Bersifat Demokratis

6 Jimly Asshiddiqie, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika,

2010), h.127

Page 31: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

21

k. Berfungsi Sebagai Sarana Mewujudkan Tujuan Bernegara

l. Transparansi dan Kontrol Sosial.

Kehadiran hukum dan negara hukum sepatutnya dapat membuat rakyat

bahagia, keresahan Satjipto Rahardjo ini sesungguhnya menjadi suatu peringatan

bagi proses pembentukan hukum di negara ini. Sudah sepatutnya negara hukum

itu hadir untuk suatu kesejahteraan dan kebahagiaan bangsa Indonesia, bukan

sebaliknya. Hukum tidaklah boleh menjadikan kehidupan lebih sulit. Hal inilah

yang sepatutnya menjadi ukuran penampilan dan keberhasilan (Standard of

performance and result) negara hukum Indonesia.7

2. Konsep Negara Kesejahteraan (Welfare State)

Dalam perkembangan pemikiran mengenai negara hukum dikenal dua

kelompok negara hukum, yakni negara hukum formal dan negara hukum materiil.

Negara hukum materiil ini dikenal juga istilah welfare state atau negara

kesejahteraan. Ide negara kesejahteraan ini merupakan pengaruh dari paham

sosialis yang berkembang pada abad ke-19, yang populer pada saat itu sebagai

simbol perlawanan terhadap kaum penjajah yang Kapitalis-Liberalis. Negara

dituntut untuk mampu menjalani kesejahteraan warga negaranya, artinya adanya

negara bukan untuk berlaku semena-mena, tetapi untuk menciptakan

kesejahteraan yang optimal. Segala kebutuhan yang menjadi hajat hidup warga

negara harus dapat dipenuhi oleh negara, selain tidak membedakan antar

warganya.8

7 Ibnu Sina Chandranegara, “Fungsi Falsafah Negara Dalam Penerapan Konsep Negara

Hukum, dalam Jurnal Cita Hukum Vol. 2 No. 1, (Juni 2014) h.66 8 Nur Rohim Yunus, Teori Dasar Penelitian Hukum Tata Negara, (Jakarta: Poskolegnas,

2017), h.61-70

Page 32: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

22

Konsepsi negara hukum untuk mencapai negara kesejahteraan secara

implisit terkandung di dalam UUD 1945 terutama bab XIV tentang kesejahteraan

sosial dan pembukaan UUD 1945.9 Dalam pembukaan UUD 1945 alinea 4

tercermin tujuan dari negara Indonesia, yaitu Negara melindungi segenap bangsa

dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum,

mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang

berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.

Guna mencapai tujuan dari negara kesejahteraan, perlu dilakukan

pemerintahan yang baik. Untuk itu diperlukan legalitas dalam setiap tindakan-

tindakan yang dijalankan. Legalitas dalam segala bentuk tindakan pemerintah ini

sangat diperlukan, karena berarti segala tindakan pemerintah harus mendapatkan

pembenaran dari norma hukum. Oleh karenanya pemerintah tidak boleh bertindak

di luar hukum.10

Konsep negara kesejahteraan merupakan perwujudan dari negara hukum

yang mempunyai ciri antara lain: asas legalitas, asas persamaan dalam hukum,

peradilan yang bebas.11

Sjachran Basah mengatakan bahwa tugas pemerintah

tidaklah mengurusi bidang kesejahteraan sosial dalam rangka mewujudkan tujuan

negara yang dijalankan melalui pembangunan nasional. Pembangunan nasional

yang bersifat multi komplek membawa akibat bahwa pemerintah harus ikut

campur dalam kehidupan rakyat yang mendalam di semua sektor.

9 Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta, Graha Ilmu , 2012), h. 40

10

Salman Manggalatung, Nur Rohim Yunus, Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara,

(Bandung; Fajar Media, 2013), h.135 11

Jum Anggriani, Hukum Administrasi Negara, (Jakarta, Graha Ilmu , 2012), h. 41

Page 33: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

23

Negara dalam campur tangan ini harus tetap dalam kerangka negara

hukum sebagaimana yang dinyatakan dalam sistem pemerintahan negara yang

tercantum dalam penjelasan UUD 1945 bahwa, negara Indonesia berdasarkan

hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka.

B. Konsep Historisasi Perkembangan Uji Materil Peraturan Perundang-

undangan di Indonesia dan Beberapa Negara

Pengujian peraturan perundang-undangan dapat dibagi berdasarkan subyek

yang melakukan pengujian, obyek peraturan yang diuji, dan waktu pengujian.

Dilihat dari segi subyek yang melakukan pengujian, pengujian dapat dilakukan

oleh hakim (Toetsingsrecht van de rechter atau Judicial review), pengujian oleh

lembaga legislatif (Legislative Review), maupun pengujian oleh lembaga

eksekutif (Executive Review).

1. Legislative Review

Legislative Review adalah pengujian konstitusionalitas (constitutional

review) yang dilakukan oleh lembaga legislatif atau badan-badan terkait degan

cabang kekuasaan legislatif.12

Misalnya, pihak yang keberatan terhadap suatu

undang-undang dapat meminta legislative review ke Dewan Perwakilan Rakyat

(DPR) dan pemerintah untuk mengubah undang-undang tertentu.13

Dalam legislative review, setiap orang dapat meminta agar lembaga

legislasi melakukan revisi terhadap produk hukum yang dibuatnya dengan

12

Jimly Asshiddiqie, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai Negara,

(Jakarta: Sinar Grafika, 2010), h.71 13 Ali Samand , Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia, 2012.

Diakses pada tanggal 08 Januari 2017 dari situs:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-review-dan-judicial-review-

di-indonesia.

Page 34: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

24

alasan, misalnya peraturan perundang-undangan itu sudah tidak sesuai lagi

dengan perkembangan zaman, bertentangan dengan peraturan perundang-

undangan yang lebih tinggi atau sederajat dengannya.14

Dengan demikian,

produk hukum yang lama tidak berlaku lagi apabila telah dikeluarkannya produk

hukum yang baru melalui revisi yang dilakukan oleh lembaga legislatif. Adapun

Legislatif Review di Indonesia dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat

sebelum menetapkan rancangan undang-undang sebagai undang-undang.

2. Executive Review

Selain itu, pengujian terhadap peraturan perundang-undangan dapat juga

dilakukan oleh lembaga eksekutif (pemerintah) dikenal dengan istilah eksekutif

review. Executive review adalah segala bentuk produk hukum pihak executif

diuji oleh baik kelembagaan dan kewenangan yang bersifat hirarkis. Dalam

konteks ini yang diperkenalkan istilah “control internal” yang dilakukan oleh

pihak itu sendiri terhadap produk hukum yang dikeluarkan baik yang berbentuk

regeling maupun beschikking.

Sasaran objek “executive review” adalah peraturan yang bersifat regeling

melalui proses pencabutan atau pembatalan. Pengujian yang disebut “executive

review” ini dilakukan untuk menjaga peraturan yang diciptakan oleh

14

Ali Samand , Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia, 2012.

Diakses pada tanggal 08 Januari 2017 dari situs:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-review-dan-judicial-review-

di-indonesia.

Page 35: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

25

pemerintah (eksekutif) tetap sinkron atau searah, dan juga konsisten serta

adanya kepastian hukum untuk keadilan bagi masyarakat.15

Pemberlakuan executive review ini telah diatur dalam Pasal 251 ayat (1)

Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Proses

executive review Peraturan Daerah dilakukan dalam bentuk pengawasan oleh

pemerintah pusat melalui Kementerian Dalam Negeri.

Executive review dilakukan oleh pemerintah pusat melalui Kementerian

Dalam Negeri terhadap peraturan daerah ditingkat provinsi dan tingkat

Kabupaten. Pemerintah pusat berhak membatalkan peraturan-peraturan di

daerah yang diajukan oleh pemerintah daerah atau kabupaten untuk disahkan

apabila dinilai bertentangan dengan peraturan di atasnya atau sederajat

dengannya. Namun setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi atas uji

materiil Nomor 137/PUU-XII/2015 Kementerian Dalam Negeri sudah tidak

dapat membatalkan peraturan daerah kota atau kabupaten, pembatalan

peraturan daerah kota atau kabupaten merupakan kewenangan Mahkamah

Agung, namun kementrian dalam negeri masih mempunyai wewenang

membatalkan Peraturan Daerah Provinsi.

3. Judicial review

Judicial review merupakan kewenangan hakim untuk menilai apakah

legislative acts, executive acts, dan administrative action bertentangan atau

tidak dengan UUD.16

Definisi judicial review di sini digunakan oleh negara

15

Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review Di Mahkamah Agung Tiga Dekade Pengujian

Peraturan Perundang-Undang, (Jakarta: PT Rajawali Pers, 2009), h. 63. 16

Fatmawati, Hak Menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki Hakim dalam Sistem Hukum

Indonesia, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 8.

Page 36: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

26

yang menganut common law system seperti Amerika Serikat dan Inggris.17

Sedangkan definisi judicial review menurut negara yang menganut civil law

system, seperti yang dikemukakan oleh Jimly Asshiddiqie yaitu upaya

pengujian oleh lembaga judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh

cabang kekuasaan negara legislatif, eksekutif, ataupun yudikatif dalam rangka

penerapan prinsip checks and balances berdasarkan sistem pemisahan

kekuasaan negara (separation of power). Adapun negara yang menganut civil

law system seperti, Prancis dan Jerman.

Definisi judicial review sama seperti yang dianut oleh negara Prancis dan

Jerman, karena sistem hukum Indonesia dipengaruhi oleh sistem hukum Eropa

Kontinental (civil law system).

Praktek Judicial review bertujuan agar peraturan perundang-undangan

tidak saling bertentangan antara satu dengan yang lain, antara peraturan yang

lebih rendah dengan peraturan yang di atasnya (peraturan yang lebih tinggi

darinya) atau yang sederajat dengannya. Bertujuan sebagai upaya untuk

mengurangi bahkan untuk mengoreksi prinsip mayoritas dalam setiap

pembuatan suatu peraturan perundang-undangan di lembaga pembuatnya,

karena mayoritas belum tentu menyuarakan kebenaran dan keadilan.18

Kewenangan judicial review ini dimiliki oleh dua lembaga tinggi Indonesia

yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

17

Fatmawati, Hak Menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki Hakim dalam Sistem Hukum

Indonesia, h. 38 18

Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review di Mahkamah Agung RI, (Jakarta: Rajawali

Pres, 2009), h.43

Page 37: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

27

Mahkamah Konstitusi berkewenangan menguji undang-undang terhadap

UUD, sedangkan Mahkamah Agung berkewenangan menguji Peraturan

perundang-undangan di bawah undang-undang (PP, Perpres, Perda provinsi/qanun

provinsi, perda Kabupaten/perda kabupaten) apabila terindikasi bertentangan

dengan peraturan diatasnya. Dengan demikian, peraturan perundang-undangan di

Indonesia tersusun dengan sistematis dan tidak saling tumpah tindih.

C. Asas–Asas Peradilan Yang Adil (Fair Trial) Dalam Perkembangan Negara

Hukum

Peradilan dalam istilah Inggris disebut judiciary dan rechspraak dalam

bahasa Belanda maksudnya adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan tugas

Negara dalam menegakan hukum dan keadilan. Menurut R.Subekti dan

R.Tjitrosoedibio, pengertian peradilan adalah segala sesuatu yang berhubungan

dengan tugas negara untuk menegakkan hukum dan keadilan. Penggunaan istilah

Peradilan (rechtspraak/judiciary) menunjuk kepada proses untuk memberikan

keadilan dalam rangka penegakan hukum (het rechtspreken), sedangkan

pengadilan ditujukan kepada badan atau wadah yang memberikan peradilan. Jadi

pengadilan bukanlah merupakan satu satunya wadah yang menyelenggarakan

peradilan. Pengertian peradilan menurut Sjachran Basah, adalah segala sesuatu

yang berkaitan dengan tugas dalam memutus perkara dengan menerapkan hukum,

menemukan hukum in concreto dalam mempertahankan dan menjamin ditaatinya

hukum materil, dengan menggunakan cara prosedural yang ditetapkan oleh

hukum formal.

Page 38: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

28

Dalam kamus Bahasa Indonesia, peradilan adalah segala sesuatu mengenai

perkara peradilan.19

Peradilan juga dapat diartikan suatu proses pemberian

keadilan disuatu lembaga.20

Peradilan Umum adalah lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung

yang menjalankan kekuasaan kehakiman bagi rakyat pencari keadilan pada

umumnya. Peradilan umum meliputi:

1. Pengadilan Tinggi, berkedudukan di ibukota provinsi, dengan daerah

hukum meliputi wilayah provinsi.

2. Pengadilan Negeri, berkedudukan di ibukota kabupaten/kota, dengan

daerah hukum meliputi wilayah kabupaten/kota. Pengadilan khusus

lainnya spesialisasi, misalnya: Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Pengadilan Ekonomi,

Pengadilan Pajak, Pengadilan Lalu Lintas Jalan dan Pengadilan anak.

Pada dasarnya terdapat kolerasi antara tujuan, sifat dan asas-asas hukum

acara. Asas-asas yang terdapat dalam kekuasaan kehakiman yakni:

a. Asas peradilan dilakukan demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang

Maha Esa. Sebagaimana ditentukan dalam pasal 29 UUD 1945 yakni:

“Negara Indonesia Tahun 1945, yang menentukan, bahwa negara

berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Tugas pengadilan luhur sifatnya,

oleh karena itu tidak hanya bertanggungjawab kepada hukum, sesama

manusia dan dirinya, tetapi juga kepada Tuhan Yang Maha Esa.”

Oleh karenanya setiap orang wajib menghormati martabat lembaga

pengadilan, bagi mereka yang berada di ruang sidang sewaktu persidangan

19

Cik Hasan Bisri, Peradilan Agama di Indonesia, (Jakarta: Rajawali Pers, 2003), h.2 20

Mohammad Daud Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di Indonesia,

(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005), h. 278.

Page 39: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

29

berlangsung bersikap hormat secara wajar dan sopan serta tingkah laku

yang tidak menyebabkan kegaduhan atau terhalangnya pengadilan.21

Irah-

irah “Demi Ketuhanan Yang Maha Esa” adalah sebagai kekuatam

eksekutorial. Dengan adanya irah-irah ini maka setiap keputusan dan/atau

penetapan pengadilan mempunyai kekuatan untuk dilaksanakan

(eksekusi).

b. Asas Kebebasan Hakim

Asas kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka diatur dalam

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, pada Pasal 24

ayat (1), berbunyi “Kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang

merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakan hukum dan

keadilan.” dan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 48 Tahun 2009,

berbunyi kekuasaan kehakiman adalah kekuasaan negara yang merdeka

untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan

berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945, demi

terselenggaranya Negara Hukum Republik Indonesia.

Dengan adanya jaminan konstitusi tesebut, sudah seharusnya

hakim menjalankan tugasnya dalam menegakkan hukum dan keadilan

bebas dari segala tekanan dari pihak mana pun juga, sehingga dapat

memberikan putusan yang seadil-adilnya. 22

c. Asas Peradilan Cepat, Sederhana dan Biaya Ringan

21

Syaiful Bakhri, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif Pembaruan, Teori,

dan Praktik Peradilan.(Yogyakarta Pustaka Pelajar, Desember 2014), h 67 22

Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca-Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Prenada Media Group 2012), h.50

Page 40: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

30

Asas ini disebut juga sebagai Contante Justice. Sebagaimana

ditentukan dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana. Hal ini

dimaksudkan sebagai bentuk penegasan bahwa peradilan adalah tempat

bagi rakyat untuk mencari keadilan dan kepastian hukum, sehingga

haruslah dilakukan dengan sesederhana mungkin dan biaya yang

terjangkau dan waktu proses persidangan tidak berlarut-larut.

d. Asas Persiangan Terbuka Untuk Umum

Dasar hukum asas ini adalah Pasal 13 ayat (1),(2),(3) Undang-

Undang Nomor 48 Tahun 2009, selengkapnya sebagai berikut:

(1) Semua sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk

umum, kecuali undang-undang menentukan lain.

(2) Putusan pengadilan hanya sah mempunyai kekuatan hukum

apabila diucapkan dalam sidang terbuka untuk umum.

(3) Tidak dipenuhinya ketentuan sebagaimana dimaksudkan pada ayat

(1) dan ayat (2) mengakibatkan batal demi hukum.

Sidang pemeriksaan pengadilan pada dasarnya adalah terbuka untuk

umum, yang berarti bahwa setiap orang diperbolehkan hadir dan

mendengarkan pemeriksaan di persidangan. Tujuannya adalah tidak lain

untuk memberikan perlindungan terhadap hak-hak asasi manusia dalam

bidang peradilan serta untuk lebih menjamin objektivitas peradilan,

Page 41: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

31

dengan mempertanggungjawabkan pemeriksaan yang fair, tidak memihak

serta putusan yang adil kepada masyarakat.23

e. Asas Susunan Persidangan Majelis

Susunan persidangan untuk semua pengadilan pada asasnya

merupakan majelis, yang sekurang-kurangnya terdiri tuga orang hakim.

Akan tetapi untuk perkara-perkara tertentu hakim dapat dibentuk untuk

sebanyak lima orang atau lebih. Asas ini bertujuan untuk menjamin

pemeriksaan yang subjektif mungkin guna memberikan perlindungan hak-

hak warga negara di pengadilan.

f. Asas Objektivitas

Setiap konflik haruslah mendapatan penyelesaian dengan baik oleh

hakim yang dapat diterima oleh semua pihak yang terkait. Karena jika

tidak mendapatkan keadilan yang dapat diterima semua pihak akan dapat

menimbulkan kekacauan dan akan mendorong orang main hakim sendiri.24

Asas yang penting di dalam negara hukum adalah asas

perlindungan terhadap hak asasi manusia dan asas peradilan bebas dan

merdeka. Asas negara hukum ini dianut dan dikembangkan untuk pada

suatu sisi melindungi hak-hak asasi manusia dari kemungkinan ancaman

atau pelanggaran oleh penguasa, dan di sisi lain untuk mencegah atau

melakukan kontrol terhadap pemegang kekuasaan negara supaya tidak

melanggar hak-hak asasi manusia.

23

Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca-Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Prenada Media Group 2012), h.55

24 Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca-Amandemen Konstitusi, (Jakarta: Prenada

Media Group 2012), h.58

Page 42: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

32

Dalam melaksanakan pelindungan hak-hak asasi manusia dari

kemungkinan ancaman dan pelanggaran oleh penguasa, DUHAM PBB

menekankan tentang pentingnya kelembagaan peradilan yang bebas dan

merdeka. Lembaga peradilan yang bebas itu diharapkan mampu

melakukan pemeriksaan dan penilaian yang obyektif atas kasus-kasus

sengketa hak yang dihadapkan kepadanya. Dalam Pasal 9 – 15 Konvensi

Hak Sipil dan Politik secara khusus yang menjadi prinsip-prinsip

pelaksanaan peradilan yang adil dan tidak memihak (Fair trial). Adapun

peradilan yang tidak memihak berkaitan erat dengan hukum materil-

substansif maupun hukum acara. Itu sebabnya, pelanggaran yang

menyebabkan peradilan menjadi memihak, bukan hanya dikualifikasi

sebagai pelanggaran prosedural, tetapi merupakan tindakan yang bersifat

melawan hukum. Hak atas fair trial sebagai sebuah norma dalam hukum

HAM internasional, dibuat untuk melindungi individu dari pembatasan

yang tidak sah dan sewenang-wenang atau perampasan atas hak-hak dasar

dan kebebasan-kebebasan lainnya. Dalam pemenuhan hak ini perlu

diperhatikan bahwa sistem peradilan yang dimaksud tidak hanya melihat

dan menilai, bagaimana proses pemeriksaan atas suatu kasus di muka

persidangan saja, tapi juga harus dilihat bagaimana proses awal yang

mendahului suatu peradilan atau pra persidangan dan juga pasca

persidangan. Adapun asas peradilan yang sebagaimana disebutkan diatas

merupakan asas-asas untuk memenuhi suatu peradilan yang adil (Fair

Trial).

Page 43: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

33

D. Judicial Review Sebagai Wujud Check And Balances

1. Judicial Review

“Judicial Review” (hak uji materil) merupakan kewenangan lembaga

peradilan untuk menguji kesahihan dan daya laku produk-produk hukum yang

dihasilkan oleh eksekutif legislatif maupun yudikatif di hadapan konstitusi yang

berlaku. Pengujian oleh hakim terhadap produk cabang kekuasaan legislatif

(legislative acts) dan cabang kekuasaan eksekutif (executive acts) adalah

konsekuensi dari dianutnya prinsip „checks and balances‟ berdasarkan doktrin

pemisahan kekuasaan (separation of power). Karena itu kewenangan untuk

melakukan „judicial review‟ itu melekat pada fungsi hakim sebagai subjeknya,

bukan pada pejabat lain. Jika pengujian tidak dilakukan oleh hakim, tetapi oleh

lembaga parlemen, maka pengujian seperti itu tidak dapat disebut sebagai

„judicial review‟, melainkan „legislative review‟.

Praktek Judicial review bertujuan agar peraturan perundang-undangan

tidak saling bertentangan antara yang satu dengan yang lain, antara peraturan yang

lebih rendah dengan peraturan yang di atasnya (peraturan yang lebih tinggi

darinya) atau yang sederajat dengannya. Seperti yang dikemukakan Jimly

Asshiddiqie, yaitu: „Judicial Review‟ merupakan upaya pengujian oleh lembaga

judicial terhadap produk hukum yang ditetapkan oleh cabang kekuasaan legislatif,

eksekutif, ataupun yudikatif dalam rangka penerapan prinsip „checks and

balances‟ berdasarkan sistem pemisahan kekuasaan negara (separation of

Page 44: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

34

power).25

Kewenangan judicial review ini dimiliki oleh dua lembaga tinggi

Indonesia yakni Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung.

Kompetensi Mahkamah Konstitusi Indonesia di bidang Judicial Review

ditujukan terhadap pengujian UU terhadap UUD baik dari segi formil maupun

dari segi materil, yang biasa diistilahkan dengan pengujian konstitusionalisme.

Dasar Mahkamah Konstitusi melakukan pengujian konstitusionalitas, ditemukan

pada Pasal 24C UUD NRI 1945 dan diatur lebih lanjut pada Pasal 10 UU. No. 24

Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi dan perubahannya dengan UU. No. 8

Tahun 2011 dan Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 6 Tahun 2005. Sedangkan

Pengujian di bawah undang-undang seperti Peraturan Presiden, Peraturan

Pemerintah, Peraturan Daerah dan Norma Hukum lainnya diuji di Mahkamah

Agung dengan berpedoman pada Undang-Undang No 5 Tahun 2004 tentang

Mahkamah Agung dan Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2011 tentang

Hak Uji Materil.

2. Check And Balances

Sejarah ketatanegaran Indonesia di masa Orde Baru hampir tidak

mengenal adanya checks and balances di antara lembaga negara karena realitas

kekuasaan terpusat pada Presiden.26

Perubahan Undang-Undang Dasar 1945

melahirkan satu kekuatan penyeimbang yang dibangun secara fungsional dalam

bentuk kelembagaan yang setara. Perubahan terhadap Konstitusi tersebut dari

25

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”,

(Jakarta: Juli 2010) 26

Sekretariat Jenderal MPR R.I., Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang

DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar Belakang, Proses dan Hasil Perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Jenderal

MPR R.I. 2003), h. 14

Page 45: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

35

amandemen pertama hingga keempat telah melahirkan Hukum Tata Negara yang

baru, yakni adanya Lembaga-Lembaga Negara yang baru bernama Dewan

Perwakilan Daerah (DPD), Komisi Yudisial (KY) dan Mahkamah Konstitusi

(MK), serta Dewan Pertimbangan Agung dihapus (DPA). Selain adanya

Lembaga-Lembaga Negara baru yang dilahirkan, ada juga suatu Sistem Tata

Negara yang baru bernama checks and balances karena dengan adanya

amandemen yang memisahkan fungsi, tugas dan wewenang Lembaga-Lembaga

Negara yang ada. Jika dihadapkan dengan doktrin klasik separation of powers,

kekuasaan negara yang diberikan kepada lembaga-lembaga yang terpisah satu

dengan lainnya dalam rangka menghindarkan terjadinya campur tangan yang satu

terhadap yang lain, maka mekanisme checks and balances pasca perubahan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 tampaknya dapat juga

dianggap satu pelunakan terhadap doktrin separation of powers atau pembagian

kekuasaan negara dengan menghubungkan cabang kekuasaan yang saling

terpisah. Hal ini dimaksudkan untuk mencegah lahirnya kekuasaan yang bersifat

mutlak tanpa pengawasan.

Sistem check and balances pertama kali muncul dalam ajaran trias politica

yang dikemukakan oleh Montesquieu. Ajaran trias politica identik dengan negara-

negara yang menganut sistem demokrasi dalam praktek penyelenggaraan

negaranya. Ajaran trias politica yaitu menjelaskan perihal pembagian kekuasaan

yang didasarkan pada tiga cabang kekuasaan yaitu eksekutif, legislatif dan

yudikatif. Sebagai akibat dari pembagiann kekuasaan kenegaraan ini, maka

muncul lembaga-lembaga kenegaraan yang masing-masing diberi kekuasaan

Page 46: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

36

sesuai dengan bidang kekuasaannya.27

Masing-masing lembaga tersebut memiliki

kekuasaan yang terpisah dengan lembaga lain dan mampu berjalan sendiri tanpa

saling mempengaruhi dan terpengaruhi, serta tidak salinng mencampuri satu sama

lain, baik mengenai tugas maupun mengenai perlengkapan yang melakukannya.

Akan tetapi dalam ajaran trias politica itu sendiri terdapat suasana check and

balances, dimana dalam hubungan antar lembaga negara, lembaga negara tersebut

saling menguji namun tetap sesuai dalam batas kekuasaan yang sudah ditentukan

sehingga antar lembaga negara tersebut terdapat suatu perimbangan.

Adanya sistem ini diharapkan mampu mengatur mekanisme checks and

balances antar satu lembaga dan lembaga negara lainnya agar terciptanya suatu

tatatanan dan kehidupan kenegaran dan pemerintahan yang konstitusional serta

dapat mengurangi adanya praktik yang tidak sehat dan atau melanggar hukum.

Sistem yang baru ini secara tidak langusng membuat sebuah kepastian hukum

terhadap jalannya pemerintahan dan negara secara konstitusional.

Adapun yang menjadi sorotan dari bahasan diatas adalah Judicial Review

sebagai wujud Check and Balances, Judicial Review melukapan upaya dari

lembaga yudisial untuk menguji norma atau produk hukum tertulis yang

ditetapkan oleh cabang kekuasaan legislatif, eksekutif maupun yudikatif. Dengan

Judicial Review inilah dijamin adanya perlindungan hukum terhadap rakyat dari

tindakan sewenang-wenang atau kekeliruan pemerintah di bidang hukum. 28

27

Mr. Kuntjoro Purbopranoto, Sedikit tentang Sistem Pemerintahan Demokrasi, cet III,

(Jakarta-Bandung: PT Eresco, 1960), h. 29 28

Ni‟matul Huda, Negara hukum Demokrasi dan Judicial Review, (Yogyakarta:UII

Press, 2005), h.78

Page 47: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

37

Pengujian konstitusional scara material ini mendapat dasar yang kuat

dalam negara yang mempunyai Undang-Undang Dasar sebagai salah satu

kumpulan kaidah fundamental yang dianggap supreme dibanding dengan kaidah-

kaidah lainnya. Dalam konsep trias politica dengan sistem check and balances

pengujian konstitusional mempunyai arti lebih memperkuat lagi kedudukan

lembaga peradilan sebagai jabatan yang bebas dari pengaruh jabatan eksekutif dan

legislatif. Secara umum dengan pengujian konstitusional ini jabatan pengadilan

dapat membatasi atau mengendalikan tinkah laku jabatan legislative dan eksekutif

atas dasar konstitusi.29

29

Ni‟matul Huda ,Negara hukum Demokrasi dan Judicial Review, (Yogyakarta:UII Press,

2005), h.85

Page 48: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

38

BAB III

HUKUM ACARA JUDICIAL REVIEW

DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG

A. Prinsip–Prinsip Umum Hukum Acara Dalam Ranah Judicial Review

Prinsip merupakan pokok pikiran umum yang menjadi latar belakang dari

peraturan hukum yang kongkret (hukum positif).1 Prinsip hukum merupakan

jantung yang menghubungkan antara aturan hukum dengan cita-cita pandangan

masyarakat di mana hukum itu berlaku (asas hukum objektif).2

Sebagaimana proses peradilan pada umumnya, dalam peradilan Judicial

Review terdapat prinsip-prinsip baik yang bersifat umum, yaitu:

1. Prinsip Ius Curia Novit

Prinsip Ius curia novit diartikan secara harfiah mengandung arti

“pengadilan tahu hukum”. Prinsip tersebut juga ditegaskan dalam Pasal 10 ayat

(1) Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 yang menyatakan bahwa pengadilan

dilarang menolak untuk memeriksa, mengadili, dan memutus suatu perkara yang

diajukan dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas, melainkan wajib

memeriksa dan mengadilinya. Berdasarkan pada pasal tersebut berakibat hakim

dianggap tahu akan hukumnya. Jika seorang hakim dalam menangani suatu

perkara tidak dapat menemukan hukum tertulis, maka hakim diwajibkan unttuk

menggali nilai-nilai hukum yang hidup di dalam masyarakat.3

1 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum, (Yogyakarta,1985), h. 32

2 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Alumni, 1982), h. 85 – 86

3 Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.168

Page 49: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

39

2. Prinsip Independen dan Imparsial

Adanya peradilan yang mandiri dan tidak memihak (Independence and

Impartiality) merupakan prinsip universal yang dijamin oleh instrumen

internasional.4 Sebagai Kekuasaan yang merdeka, maka kekuasaan extra judicial

dilarang ikut campur tangan atau intervensi.5 Seorang hakim dan pengadilan untuk

dapat memutus, mengadili pengadilan harus independen dan tidak memihak.

Independensi dan kemandirian hakim juga diatur dalam Undang-Undang No 48

Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman.

Pasal 3 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan

Kehakiman menyebutkan bahwa:

(1) Dalam Menjalankan tugas dan fungsinya, hakim dan han hakim

konstitusi wajib menjaga kemandirian peradilan

(2) Segala campur tangan dalam urusan peradilan oleh pihak lain diluar

kekuasaan kehakiman dilarang, kecuali dalam hal-hal sebagaimana

dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia

Tahun 1945.

(3) Setiap orang yang dengan sengaja melanggar ketentuan sebagaimana

dimaksud pada ayat (2) dipidana sesuai dengan ketentuan peraturan

perundangan-undangan.

3. Peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana, dan biaya ringan

Suatu proses pengadilan yang baik adalah proses pengadilan yang

dijalankan mulai dari pendaftaran sampai keluar putusan tidak berbelit-belit,

efisien, dan ringan, hakim pun dalam memutus perkara harus melakukannya

4 Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.166

5 Bambang Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konsitusi, (Bandung,PT Citra Aditya Bakti, 2006),

h.39

Page 50: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

40

dengan efisien dan efektif yang termsuk memutus dengan cepat dan juga

transparan.6

Prinsip peradilan dilaksanakan secara cepat, sederhana dan biaya ringan

dilaksanakan bertujuan agar proses dalam peradilan dan keadilan dapat dirasakan

oleh seluruh lapisan masyarakat. Jika pengadilan berjalan dengan rumit dan

kompleks dan biaya yang mahal maka hanya kelompok orang tertentu yang dapat

berperkara dipengadilan dan hanya orang inilah yang dapat merasakan keadilan.

4. Prinsip Audi et Alteram Partem

Prinsip Audi et Alteram Partem berasa dari bahasa Latin, yang berarti

adalah “dengarkan sisi lain”7, kalimat ini merupakan sebuah ungkapan dalam

bidang hukum demi menjaga keadilan. Bertujuan agar sebuah persidangan

berjalan dengan seimbang oleh karena itu dikenal prinsip Audi et Alteram Partem

yang artinya “mendengarkan kedua belah pihak” atau hakim harus mendengarkan

kedua belah pihak yang lainnya sebelum hakim menjatuhkan suatu putusan agar

terciptanya peradilan yang adil atau seimbang.8

Didalam pengadilan biasa para pihak diberikan hak untuk didengar secara

seimbang. Untuk perkara pengujian undang-undang hanya terdapat para pemohon,

pembentuk undang-undang, pemerintah dan DPR tidak berkedudukan sebagai

termohon.

6 M. Hatta Ali, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju Keadilan Restoratif,

(Bandung:P.T Alumni Bandung, 2012), h.229 7 Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.166

8 Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.168

Page 51: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

41

5. Hakim aktif dalam persidangan

Prinsip ini merupakan prinsip yang universal lembaga peradilan. Pada saat

proses pengadilan hakim dapat aktif dan pasif berdasarkan hal yang diperkarakan.

Hakim bersifat pasif dalam arti mencari-cari perkara. Hakim tidak dapat

memeriksa, mengadili dan memutus sesuatu sebelum disampaikan oleh pemohon

disampaikan oleh pemohon ke pengadilan.

Hakekatnya pengujian peraturan perundang–undangan adalah

menitik beratkan pada kepentingan umum dari pada kepentingan perorangan

meskipun permohonannya adalah perorangan. Oleh karena itu, hakim dalam

menguji peraturan perunang-undangan di bawah undang-undang harus bersifat

aktif dan mengadili. Prinsip hakim aktif dalam persidangan juga tercermin dalam

kewenangan hakim konstitusi memerintahkan para pihak yang berperkara.9

6. Prinsip Praduga Keabsahan

Asas praduga keabsahan adalah bahwa tindakan penguasa dianggap sah

sesuai aturan hukum sampai ada pembatalannya. Berdasarkan pada prinsip ini

semua tindakan yang dilakukan oleh penguasa baik produk hukum atau kegiatan

kongkret harus dianggap sah sebelum ada yang membatalkannya. Jika Majelis

Hakim Agung yang memeriksa, mengadili dan memutus perkara menyatakan

materi muatan peraturan perundang-undang yang menjadi objek perkara

bertentangan dengan undang-undang yang lebih tinggi, maka Majelis Hakim

Agung menyatakan peraturan perudang-undangan tersebut tidak sah dan tidak

mempunyai kekuatan hukum mengikat.

9 A. Fickar Hadjar dkk., Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: KRHN dan Kemitraan , 2003), h. 34

Page 52: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

42

B. Karekteristik Hukum Acara Judicial review di Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung

Hukum ketatanegaaraan sudah banyak berubah berkembang sangat pesat

semenjak reformasi hukum dan konstitusi sejak tahun 1998, oleh Karena itu,

seiring dengan pekembangan tersebut perlu adanya perubahan terhadap

konstitusi,UUD 1945 sebagai keniscayaan dan reformasi. Perubahan ini

memperlihatkan bahwa Indonesia mengadopsi prinsip “pemisahan kekuasaan”

dan check and balances.

Salah satu dampak dari pengadopsian prinsip tersebut, diperlukan lembaga

yang memungkinkan peranan hukum dan hakim untuk bisa mengontrol proses dan

produk keputusan-keputusan politik yang hanya berdasarkan pada prinsip “the

rule of majority”. Dalam hal ini terlihat fungsi judicial review atas undang-

undang sudah tidak dapat lagi dihindari penerapannya dalam ketatanegaraan

Indonesia. Tekait dengan judicial review inilah dibentuk lembaga Mahkamah

Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman disamping mahkamah

agung yang lebih dulu ada.

Secara sturuktur kelembagaan keduanya sejajar yang diartikan masing-

masing berdiri secara terpisah tanpa ada yang mengatasi atau membawahi. Salah

satu kewenangan keduanya sebagai pelaku kekuasaan kehakiman adalah menguji

peraturan perundang-undangan dengan batu uji peraturan perundang-undangan

yang derajatnya lebih tingggi. Kedua lembaga tersebut memiliki kewenangan

judicial review, namun didalam proses beracaranya mempunyai karakteristik yang

berbeda-beda, karakteristiknya bisa dilihat dari beberapa aspek.

Page 53: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

43

1. Karakteristik Hukum Acara Judicial Review di Mahkamah Konstitusi

Mahkamah Konstitusi pada UUD 1945 diberikan wewenang untuk menguji

peraturan perundang-undangan, namun seperti yang sudah dijelaskan diatas

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung mempunyai karakteristik hukum

acara Judicial Review yang berbeda-beda. Berikut Karakteristik hukum acara

Judicial review di Mahkamah Konstitusi:

a. Ruang Lingkup Pengertian Undang-Undang yang Diuji

Pasal 24C UUD 1945 menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwewenang mengadili pada tingkat pertama

dan terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-

Undang terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia1945”

Berdasarkan Pasal diatas Mahkamah Konstitusi mempunyai wewenang

pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, kewenangan untuk menguji

secara teoritik dan praktek. Pasal 50 Undang-Undang No 24 Tahun 2003

Mahkamah Konstitusi memberikan batasan terhadap pengujian Undang-Undang

yang dapat diuji terhadap UUD 1945, yang batasannya adalah Undang-Undang

yang dapat diujikan hanya Undang-Undang sebelum perubahan UUD 1945.

Namun setelah adanya putusan Mahkamah Konstitusi pada tanggal 12 April 2005

pasal tersebut sudah tidak lagi mempunyai lagi kekuatan hukum yang mengikat.10

Pasal 51 ayat (3) huruf a UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi mengatur mengenai pengujian formil, di mana dalam ketentuan

10

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” ,

(Jakarta:Juli 2010) h. 85

Page 54: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

44

tersebut diatur bahwa Pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa

pembentukan UU tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945.

Dalam menguji undang-undang terhadap UUD 1945 mengandung dua

pengertian yaitu menguji secara formil dan menguji secara materiil.11

menurut Sri

Soemantri pengujian secara formal adalah wewenang Mahkamah Konstitusi

apakah undang-undang yang merupakan produk legislaif sudah dibuat

berdasarkan tata cara atau prosedur yang telah diatur atau ditentukan dalam

UUD.12

Jadi pengujian formil yang diuji adalah tata cara pembentukan undang-

undang, apakah telah sesuai atau tidak dengan ketentuan yang sudah diatur dalam

UUD yang mengatur hal tersebut. Sedangkan menguji secara Materriil Pasal 51

ayat (3) huruf b UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

mengatur mengenai pengujian materiil, dimana dalam ketentuan tersebut diatur

bahwa pemohon wajib menguraikan dengan jelas bahwa materi muatan dalam

ayat, pasal, dan/atau bagian UU dianggap bertentangan dengan UUD 1945.

Berbeda dengan formiil yang diuji adalah tata cara pembuatan undang-undang,

jika pengujian materiil memeriksa dan menilai apakan isi dari undang-undang

yang dibuat oleh legislatif bertentangan atau tidak dengan ketentua yang ada

dalam UUD.13

Jimly Asshiddiqie berpendapat bahwa pengujian materiil berkaitan

dengan kemungkinan pertentangan materi suatu peraturan dengan peraturan lain

11

Benny k. Harman, Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta: Kepustakaan

Populer Gramedia), h. 29 12

Sri Soemantri, Hak Uji Material di Indonesia, ( Bandung: Alumni, 1997) h.7 13

Benny k. Harman, Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:Kepustakaan

Populer Gramedia), h. 29

Page 55: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

45

yang lebih tinggi ataupun menyangkut kekhususan-kekhususan yang dimiliki

suatu aturan dibandingkan dengan norma-norma yang berlaku umum.14

b. Kedudukan Hukum Pemohon (Legal Standing)

Perkara pengujian undang-undamg terhadap konstitusi berkaitan erat dengan

kepentingan umum yang terkait dengan undang-undang yang sedang diuji. Oleh

karena itu untuk mengetahui siapa yang dapat mengajukan perrmohonan itu

sangatlah penting. Dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang tentang Mahkamah

Konstitusi disebutkan bahwa:

Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitutionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai dengan

perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia

yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.

Permohoan dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi merupakan diajukan

secara “legal standing” yaitu apabila menganggap hak dan atau kewenangan

konstitusinya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.15

Dari uraian yang diatas dapat disimpulkan setiap pemohon haruslah (i) salah

satu dari ke empat subjek hukum tersebut, (ii) bahwa subjek hukum dimaksud

14

Jimly Asshidiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press

2006), h.59 15

Sutiyoso, Hukum Acara Mahkamah Konsitusi, (Bandung,PT Citra Adutya Bakti, 2006),

h. 49

Page 56: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

46

memang mempunyai hak – hak yang sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945,

(iii) bahwa hak konstitusionl yang bersangkutan memang telah dirugikan oleh

berlakunya undang-undang yang dipersoalan, (iv) bahwa adanya kerugian yang

dimaksud memang terbukti mempunyai hubungan sebab akibat dengan

berlakunya undang-undang yang dimaksud, (v) bahwa apabila permohonannya

dikabulkan maka kerugian konstitusional yang bersangkutan memang dapat

dipulihkan kembali dengan dibatalkannya undang-undang tersebut.16

c. Posisi Pembentuk Undang-Undang Dalam Pesidangan

Dalam Pasal 41 ayat (2) UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi diatur bahwa:

(1) Dalam persidangan hakim konstitusi memeriksa permohonan beserta

alat bukti yang diajukan.

(2) Untuk kepentingan pemeriksaan sebagaimana yang dimaksud pada ayat

(1), hakim konstitusi wajib memanggil para pihak yang berperkara

untuk memberi keterangan yang dibutuhkan dan/atau meminta

keterangan secara tertulis kepada lembaga negara yang terkait dengan

permohonan.

(3) Lembaga negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib

menyampaikan penjelasannya dalam jangka waktu paling lambat 7

(tujuh) hari kerja sejak permintaan hakim konstitusi diterima.

Dalam Pasal 54 UU Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

mengatur bahwa;

”Mahkamah Konstitusi dapat meminta keterangan dan/ atau risalah

rapat yang berkenaan dengan permohonan yang sedang diperiksa

kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat,

Dewan Perwakilan Daerah, dan/atau Presiden.”

16

Jimly Asshidiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press

2006), h.70

Page 57: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

47

Berdasarkan Pasal-Pasal tersebut Mahkamah Konstitusi dapat meminta

keterangan kepada pembuat undang-undang berkaitan dengan undang-undang

yang akan diuji.17

Yang dimana pembuat Undang-undang yang dimaksud adalah

pembuat undang-undang yang diatur dalam UUD 1945 yaitu: Dewan perwakilan

Rakyat (DPR), Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Presiden/pemerintah.18

Mahkamah Konstitusi harus memita dan mendengarkan keterangan dari para

pihak. Keterangan tersebut diperlukan agar Mahkamah Konstitusi mendapatkan

keterangan lebih mendalam mengenai latar belakang serta maksud dari materi

muatan ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang diuji, atau pun hubungan

antara ayat, pasal, dan/atau bagian undang-undang yang diuji tersebut dengan

ayat, pasal, dan/atau bagian lainnya sehingga didapatkan makna yang utuh.

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) merupakan pelaku utama kekuasaan

legislatif karena yang diberikan wewenag oleh UUD 1945 sebagai pembuat

undang-undang sebagaimana disebutkan dalam Pasal 20 ayat (1) UUD 1945.

Pemerintah/presiden berperan sebagai co-legislator tetapi dengan

kedudukannya yang khusus dalam proses perancangan, pembahasan, pengesahan,

dan pengundangan. Disebut dengan kedudukan yang khusus dikarenakan

pemerintah merupakan lembaga yang akan menjalankan undang-undang itu

sebagaimana mestinya.

Dewan Perwakilan Daerah (DPD) merupakan lembaga yang juga terlibat

dalam kegiatan pembuatan perundang-undangan sehingga dapat disebut co-

17

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” ,

(Jakarta:Juli 2010) h. 120 18

Jimly Asshidiqie, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang, (Jakarta: Konstitusi Press

2006), h.172

Page 58: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

48

Legislator, meskipun posisinya hanya sebagai penunjang atau auxiliary organ

terhadap fungsi-fungsi legislative pengawasan dan penganggaran oleh Dewan

Perwakilan Rakyat.

d. Proses Persidangan

Dalam PMK Nomor 06/PMK/2005 tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara

Pengujian UU, mengenai proses persidangan dan pembuktian diatur dalam BAB

V tentang Pemeriksaan, di mana pemeriksaan terdiri dari Pemeriksaan

Pendahuluan (Pasal 10 dan Pasal 11) dan Pemeriksaan Persidangan (Pasal 12 -

Pasal 17). Pembuktian diatur dalam Bagian Ketiga dalam Pasal 18 sampai dengan

Pasal 28. Rapat Permusyawaratan Hakim diatur dalam Bab VI tentang Rapat

Permusyawaratan Hakim pada Pasal 29 dan Pasal 30, sedangkan Putusan diatur

dalam Bab VII tentang Putusan dari Pasal 31 sampai dengan Pasal 43.19

Seperti yang sudah dijelaskan diatas proses persidangan judicial review terdiri

dari 4 (empat) jenis sidang yaitu :

a. Pemeriksaan pendahuluan

Pemeriksaan pendahuluan dilaksanakan dengan terbuka untuk umum dengan 9

(Sembilan) hakim konstitusi. Dalam sidang pemeriksaan pendahuluan hakim

memeriksa kelengkapan dan kejelasan materi permohonan yang meliputi

kewenangan hakim,kedudukan hukum pemohon dan pokok pemohonan.

Pemeriksaan pendahuluan wajib dilakukan pada setiap mengadakan siang pertama

dan sebeum mengadakan pemeriksaan dalam pokok perkara. Jika panel hakim

yang telah melakukan pmeriksaan pendahuluan melaporkan hasil pemeriksaannya

19

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” ,

(Jakarta:Juli 2010) h. 124

Page 59: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

49

dan membeikan rekomendasi kepada Rapat Pleno Permusyawaratan Hakim untuk

proses selanjutnya.

b. Pemeriksaan Persidangan

Pemeriksaan oleh panel hakim yang sekurang-kurangnya terrdiri dar 3 (tiga)

hakim konstitusi adalah salah satu bentuk dari persidangan Mahkamah Konstitusi

dan juga dilakukan dengan terbuka untuk umum. Adapun cakupan

pemeriksaannya adalah:20

1. pemeriksaan pokok permohonan;

2. pemeriksaan alat-alat bukti tertulis;

3. mendengarkan keterangan Presiden/Pemerintah;

4. mendengarkan keterangan DPR dan/atau DPD;

5. mendengarkan keterangan saksi;

6. mendengarkan keterangan ahli;

7. mendengarkan keterangan Pihak Terkait;

8. pemeriksaan rangkaian data, keterangan, perbuatan, keadaan,

dan/atau

9. peristiwa yang bersesuaian dengan alat-alat bukti lain yang dapat

dijadikan petunjuk;

10. pemeriksaan alat-alat bukti lain yang berupa informasi yang

diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik

dengan alat optic atau yang serupa dengan itu.

c. Rapat Permusyawaratan Hakim

20

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi” ,

(Jakarta:Juli 2010) h. 126

Page 60: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

50

Rapat Permusyawaratan Hakim dilakukan secara tertutup dan dipimpin

oleh Ketua Mahkamah Konstitusi. RPH mendengar, membahas, dan/atau

mengambil keputusan mengenai:

1. laporan panel tentang pemeriksaan pendahuluan;

2. laporan panel tentang pemeriksaan persidangan;

3. Rekomendasi panel tentang tindak lanjut hasil pemeriksaan

permohonan, dapat berupa:

a. Pembahasan mengenai rancangan putusan yang akan diambil

menyangkut kewenangan Mahkamah dan kedudukan hukum

(legal standing) Pemohon;

b. Perlu tidaknya dilakukan pemeriksaan lanjutan atau dapat segera

diambil putusan;

c. Pelaksanaan pemeriksaan lanjutan dilakukan oleh pleno atau

panel.

4. Pendapat hukum (legal opinion) para Hakim Konstitusi;

5. Hasil pemeriksaan persidangan pleno dan pendapat hukum para

Hakim Konstitusi;

6. Hakim Konstitusi yang menyusun rancangan putusan;

7. Rancangan putusan akhir;

8. Penunjukan Hakim Konstitusi yang bertugas sebagai pembaca

terakhir rancangan putusan;

9. Pembagian tugas pembacaan putusan dalam sidang pleno.

Page 61: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

51

Pada Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No 24 Tahun 2003 Tentang

Mahkamah Konstitusi ditentukan bahwa :

“Mahkamah Konstitusi memeriksa,mengadili dan memutus dalam sidang

pleno Mahkamah Konstitusi dengan Sembilan orang hakim konstitusi,

kecuali dalam keadaan luar biasa dengan tujuh orang hakim konstitusi

yang dipimpin oleh Ketua Mahkamah Konstitusi”.

Dari Pasal di atas dinyatakan bahwa sidang pleno harus dihadiri oleh

Sembilan orang hakim, kecuali dalam keadaan luar biasa cukup dihadiri oleh

tujuh orang hakim.

e. Pengucapan Putusan

Berdasarkan UUD 1945 Mahkamah Konstitusi memutuskan suatu perkara

sesuai dengan alat bukti dan keyakinan hakim. Pembacaan putusan dapat

dibacakan pada hari itu juga dan dapat juga ditunda pada hari lain dengan

keharusan memberitahukan kepada para pihak. Putusan harus dihadiri dengan

sekurang-kurangnya tujuh orang hakim konstitusi dan dibacakan didalam

persidangan terbuka untuk umum.

2. Karakteristik Hukum Acara Judicial Review di Mahkamah Agung

Mahkamah Agung adalah puncak dari kekuasaan kehakiman dalam

lingkungan peradilan umum, peradilan agama, peradilan tata usaha negara, dan

peradilan militer. Mahkamah ini pada pokoknya merupakan pengawal undang-

undang (the guardian of Indonesian law).21

Dalam Pasal 24A ayat (1) UUD 1945, ditentukan bahwa

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang terhadap undang-

21

Jimly Asshiddiqie, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca Reformasi,

(Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006), h.157.

Page 62: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

52

undang, dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-

undang.”

Dengan perkataan lain, oleh UUD 1945, Mahkamah Agung secara tegas

hanya diamanati dengan dua kewenangan konstitusional, yaitu (i) mengadili pada

tingkat kasasi, dan (ii) menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang terhadap undang-undang. Yang dijadikan batu penguji oleh Mahkamah

Agung adalah undang-undang, bukan UUD. Oleh karena itu, dapat dikatakan

bahwa pengujian norma hukum yang dilakukan oleh Mahkamah Agung adalah

pengujian legalitas peraturan (judicial review on the legality of regulation).

Secara umum, proses peradilan dikenal ada dua macam tuntutan hak di

pengadilan, yakni: pertama: Tuntutan hak karena ada sengketa para pihak

(sekurang-kurangnya terdapat dua pihak). Tuntutan hak ini dikenal dengan

gugatan yang juga dikenal dengan peradilan contensieus atau peradilan yang

sesungguhnya. Kedua, tuntutan hak yang tidak ditimbulkan oleh sengketa antara

dua pihak melainkan hanya terdapat satu pihak saja. Tuntutan hak ini biasanya

dikenal dengan permohonan (volunteer).

Dalam hal pemeriksaan perkara permohonan hak uji materiil, para pihak

(pemohon) tidak berhadap-hadapan langsung secara pribadi. Pemohon tidak pada

posisi dirugikan hak-haknya pada Termohon (Badan/Pejabat tata usaha negara

yang membuat peraturan perundang-undangan). Pengujian peraturan perundang-

undangan tidak menempatkan Termohon sebagai pihak yang bertanggung jawab

secara personal melainkan sebagai pejabat tata usaha negara yang dapat

Page 63: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

53

memberikan keterangan karena objek pengujian adalah peraturan perundang-

undangan.22

a. Ruang Lingkup Undang-Undang Yang Di Uji

Pasal 1 angka (2) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011 dan Perma No. 1

Tahun 2011 maka peraturan perundang-undangan yang menjadi objek pengujian

adalah :

1) Peraturan Tertulis

2) Peraturan di bawah undang-undang

3) Yang memuat norma hukum yang mengikat secara umum;

4) Dibentuk atau ditetapkan oleh lembaga negara atau pejabat yang

berwenang;

5) Melalui prosedur yang ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan.

Merujuk pada ketentuan Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang No. 12 Tahun 2011

maka peraturan perundang-undangan yang dapat diuji di Mahkamah Agung

adalah Peraturan Pemerintah, Peraturan Presiden, Peraturan Daerah Provinsi dan

Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Berbeda dengan pengujian peundang-

undangan di Mahkamah Konstitusi.

b. Kedudukan Hukum Pemohon

Di dalam pengujian perundang-undangan di bawah undang-undang di

Mahkamah Agung, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 tentang perubahan

kedua UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung mengatur para pihak

yang mempunyai kedudukan hukum untuk mengajukan uji materiil di Mahkamah

22

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.173

Page 64: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

54

Agung. Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2009 menyatakan

bahwa permohonan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan

oleh berlakunya peraturan tersebut, yaitu:

a) Perorangan warga negara Indonesia

b) Kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang; atau

c) Badan hukum public atau badan hukum privat.

Berbeda dengan kedudukan hukum pemohon di Pengujian Peraturan

perrundang-undangan di Mahkamah Konstitusi yang mencantumkan lembaga

negara sebagai pihak yang dapat mengajukan pengujian perundang-undangan.

Jika di dalam Undang-Undang Mahkamah Agung tidak mencantumkan lembaga

negara sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan keberatan Hak Uji

Materiil. 23

Berkaitan dengan kedudukan hukum, Mahkamah Agung berpendapat bahwa

untk mempersoalkan permohonan a quo, Maka setiap pemohon harus memenuhi

syarat sebgai berikut:24

(i) Pemohon merupakan salah satu dari tiga kelompok subyek hukum

tersebut di atas.

(ii) Subjek hukum tersebut memang mempunyai hak;

23

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.183 24

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.184

Page 65: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

55

(iii) Hak yang bersangkutan dirugikan oleh berlakunya peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang yang dipersoalkan.

(iv) Terdapat persoalan hubungan sebab akibat atara kerugian dimaksud dan

berlakunya objek permohonan yang dimohonkan pengujian , dan

(v) Apabila permohonan yang bersangkutan kelak dikabulkan, maka

kerugian yang bersangkutan tidak lagi, atau tidak terjadi dengan

dibatalkannya peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang.

c. Permohonan

1. Muatan Permohonan

Pasal 31 A ayat (3) UU No 3/2009 tentang Mahkamah Agung Permohonan

sekurang-kurangnya harus memuat:

a) Nama dan alamat pemohon;

b) Uraian mengenai perihal yang menjadi dasar permohonan dan

menguraikan dengan jelas bahwa: materi muatan ayat, pasal, dan/atau

bagian peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang

dianggap bertentangan dengan peraturan perundangundangan yang

lebih tinggi; dan/atau pembentukan peraturan perundang-undangan

tidak memenuhi ketentuan yang berlaku.

c) Hal-hal yang diminta untuk diputus.

Page 66: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

56

d. Pengajuan Permohonan

Berbeda dengan pengujian peraturan perundang-undangan di Mahkamah

Konstitusi, Hak Uji Materiil pada Mahkamah Agung permohonan keberatan dapat

diajukan dengan cara:25

a) Langsung ke MA; atau

b) Melalui Pengadilan Negeri yang membawahi wilayah hukum tempat

kedudukan Pemohon.

c) Permohonan Keberatan diajukan dalam tenggang waktu 180 hari sejak

ditetapkan peraturan perundang-undangan yang bersangkutan.

d) Pemohon membayar biaya permohonan pada saat mendaftarkan

permohonan keberatan yang besarnya akan diatur tersendiri.

e) Dalam hal permohonan keberatan diajukan langsung ke Mahkamah

Agung:

i. Didaftarkan di Kepaniteraan Mahkamah Agung;

ii. Dibukukan dalam buku register permohonan;

iii.Panitera Mahkamah Agung memeriksa kelengkapan berkas dan

apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung kepada

Pemohon Keberatan atau kuasanya yang sah;

f) Dalam hal permohonan keberatan diajukan melalui Pengadilan Negeri:

i. Didaftarkan pada kepaniteraan Pengadilan Negeri;

25

Diana Kusumasari, Hukumonline.com “Syarat dan Tata Cara Pengajuan Judicial

Review ke Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi” diakses pada tanggal 8 Maret 2017 dari

situs: http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4944/syarat-dan-tata-cara-pengajuan-judicial-

review-ke-ma-dan-mk

Page 67: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

57

ii. Permohonan atau kuasanya yang sah membayar biaya permohonan

dan diberikan tanda terima;

iii. Permohonan dibukukan dalam buku register permohonan;

iv. Panitera Pengadilan Negeri memeriksa kelengkapan permohonan

keberatan yang telah didatarkan oleh Pemohon atau kuasanya yang

sah, dan apabila terdapat kekurangan dapat meminta langsung

kepada pemohon atau kuasanya yang sah.

e. Pemeriksaan

Ketentuan yang mengatur tentang cara pemeriksaan atas permohonan

pengujian peraturan dibawwah undang-undang terhadap undang-undang secara

eksplisit adalah:26

1. Ketua Mahkamah Agung RI menetapkan majelis yang akan memeriksa dan

memutus permohonan pengujian peraturan dibawah undang-undang

terhadap undang-undang.

2. Majelis Hakim Agung memeriksa dan memutus permohonan pengujian

peraturan dibawah undang-undang terhadap undang-undang.

3. Majelis Hakim Agung memeriksa dan memutus keberatan tentang hak uji

materiil tersebut dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku bagi

perkara permohonan dalam waktu sesingkat-singkatnya sesuai dengan asas

peradilan yang sederhana, cepat dan biaya ringan.

26

Zainal Arifin Hoesein, Judicial Review Di Mahkamah Agung, (Jakarta: PT Raja

Grafindo Persada,2009), h. 199

Page 68: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

58

Secara eksplisit Pasal tersebut menegaskan jika persidangan Judicial

Review di Mahkamah Agung hanya bersifat administratif saja, adapun

hakim yang memeriksa berjumlah 3(tiga) sampai 5 (lima) hakim agung.

f. Putusan dan Model Putusan

Dalam perkara pengujian peraturan perundang-undangan, setelah memeriksa

permohonan,jawaban,bukti-bukti dan atau keterangan ahli, Majelis Hakim Agung

dapat memutuskan perrmohonan. Terhadap putusan terrsebut tidak dapat diajukan

peninjauan kembali yang dalam arti besifat final.27

Berdasarkan Undang-Undang tentang Mahkamah Agung dan Perma No. 1

Tahun 2011 tentang Hak Uji Materiil terdapat tiga bentuk putusan yaitu:

a) Amar putusan menyatakan permohonan tidak diterima.

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat permohonan tidak

memenuhi Syarat.

b) Amar putusan menyatakan permohonan dikabulkan

Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan

beralasan

c) Amar putusan menyatakan ditolak.

Dalam hal peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang tidak bertentangan dengan peraturan perundang-undangan

yang lebih tinggi.

27

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016), h.220

Page 69: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

59

C. Landasan Hukum Acara Tentang Judicial review di Mahkamah Konstitusi

dan Mahkamah Agung

1. Landasan Hukum Acara Tentang Judicial Review di Mahkamah

Konstitusi

Di dalam konsideran menimbang dalam Peraturan Mahkamah Konstitusi

terdapat beberapa pemahaman yang akan dijad\dikan sebagai landasan Mahkamah

Konstitusi dalam perkara pengujian perundang-undangan baik dari segi filosofis,

sosiologis, yuridis.

Mahkamah Konstitusi sebagai salah satu pelaku kekuasaan kehakiman

mempunyai peranan penting dalam usaha melembagakan sistem pengujian

Undang-undang erat hubungannya dengan cita-cita untuk membangun ideology

negara hukum dan konstitusionalisme yaitu paham pembatan kekuasaan negara.

Adapun pembatasan kekuasaan negara itu diperlukan agar mereka yang

memegang kekuasaan tidak menyalahgunakan kekuasaan sehingga merugikan

hak-hak warga negara, meskipun kekuasaan membuat UU merupakan kekuasaan

negara tertinggi lantaran berdasarkan mandate rakyat namun tidak berarti

kekuasaan membuat undang-undang dapat bertindak sewenang-wenang dalam

menjalankan fungsinya. 28

Pengujian Peraturan Perundang-undangan di Mahkamah Konstitusi dilakukan

untuk melindungi setiap warga negara dari penyalahgunaan kekuasaan oleh

lembaga negara yang merugikan hak-hak fundamental mereka yang dijamin

dalam konstitusi.

28

Benny K. Harman, Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:

Kepustakaanopuler Gramedia, 2013),h.95

Page 70: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

60

Beberapa peraturan yang menjadi landasan yuridis hukum acara Judicial

Review di Mahkamah Konstitusi adalah sebagai berikut adalah :

a. Pasal 24C ayat (1) dan (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik

Indonesia Tahun 1945;

b. Undang-undang Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 98, Tambahan

Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4316);

c. Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004

Nomor 53, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4389).

2. Landasan Hukum Acara Tentang Judicial Review di Mahkamah Agung

Melihat landasan pada konsideran menimbang dalam Peraturan Mahkamah

Agung dapat ditarik beberapa pemahaman yang menjadi landasan Mahkamah

Agung dalam hakim menerima, memproses, mengadili dan memutus Hak Uji

Materiil baik dalam segi filosofis, sosiologis dan yuridis.

Mahkamah Agung di berikan wewenang untuk menguji peraturan di bawah

undang-undang29

guna untuk mewujudkan kekuasaan kehakiman yang merdeka

dan peradilan yang adil dan bersih karena objek yang diujikan merupakan suatu

perkara yang tidak bisa diujikan di peradilan lainnya.

Hak Uji Materiil di Mahkamah Agung bertujuan untuk memberikan suatu

kepastian hukum terhadap masyarakat yang dimana diketahui bahwa sifat hukum

yang dinamis di dalam sosial masyarakat, dan juga untuk mencegah terjadinya

29

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016), h.139

Page 71: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

61

kesewenang-wenangan dalam pembuatan peraturan perundang-undangan yang

dapat merugikan masyarakat padda umumnya.

Landasan yuridis yang dielaborasi dalam Peraturan Mahkamah Agung tentang

Hak Uji Materiil adalah melalui penyelarasan baik harmonisasi dan sinkronisasi

vertikal-horizontal untuk memformulasikan prosedur acara hak uji matriil yang

merupakan penjabaran teknis dari pasal-pasal yang mengatur mengenai hak uji

materiil di dalam perturan perundang-undangan Beberapa peraturan perundang-

undangan yang terkait dan menjadi acuan adalah sebagai berikut:30

a. Pasal 24A Undang-Undang Dasar 1945 dan perubahan-perubahannya

b. Pasal 20 Undang-Undang No 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan

Kehakiman

c. Pasal 79 Undang-Undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung

d. Pasal 31 Undang-Undang No 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas

Undang-Undang No 14 Tahun 1985.

30

Zainal Arifin Hoesein , Judicial Review Di Mahkamah Agung, (Jakarta: PT.

RajaGrafindo Persada, 2009),h.103

Page 72: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

62

BAB IV

ANALISIS PERBANDINGAN BERACARA PERSIDANGAN JUDICIAL

REVIEW DI MAHKAMAH KONSTITUSI DAN MAHKAMAH AGUNG

A. Perbandingan Judicial Review Di Mahkamah Konstitusi Dan Mahkamah

Agung

Pembagian kekuasaan dalam struktur ketatanegaraan Indonesia menurut

studi hukum ketatanegaraan perihal kekuasaan yudikatif mengenal dua lembaga

peradilan yaitu Mahkamah Agung (MA) dan Mahkamah Konstitusi (MK).31

Kedua lembaga ini, memiliki kewenangan untuk menguji peraturan perundang-

undangan yang pada proses hukum acaranya diatur dalam peraturan perundang-

undangan masing-masing. Berdasarkan uraian BAB 3 tentang karakteristik

hukum acara judicial review terdapat persamaan dan perbedaan pada proses

hukum beracara baik di Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi perihal

Judicial Review.

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sebagai lembaga negara

pelaku kekuasaan kehakiman diberikan kewenangan sebagai lembaga yudikatif

yaitu menguji peraturan perundang-undangan, keduanya menguji dalam secara

formiil dan materiil, menuru Sri Soemantri pengujian secara formil adalah

wewenang Mahkamah Konstitusi apakah undang-undang yang merupakan

produk legislaif sudah dibuat berdasarkan tata cara atau prosedur yang telah

diatur atau ditentukan, jika pengujian bersifat materiil menilai dan memeriksa

31

Jimly Asshiddiqie, “Konstitusi & Konstitusionalisme Indonesia”. (Sinar Grafika; Jakarta Timur 2010) h. 191

Page 73: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

63

apakah isi dari suatu produk hukum bertentangan dengan peraturan di atasnya.

Persamaan kedua lembaga ini juga terlihat dalam beberapa prinsip hukum acara

yang melekat, pertama, Prinsip Ius curia Novit, Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung tidak dapat menolak memeriksa suatu perkara dengan dalih

hukum tidak ada/ kurang jelas, kedua, Prinsip Independen dan Imparsial,

Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung sebagai sebagai lembaga yudikatif

harus memeriksa dan memutus secara independen dan tidak memihak, ketiga,

Prinsip Praduga Keabsahan, sebelum adanya putusan dari Mahkamah Konstitusi

dan Mahkamah Agung bahwa suatu produk hukum bertentangan dengan

peraturan di atasnya suatu produk hukum itu masih berlaku dan masih megikat

untuk umum, adapaun putusan yang dikeluarkan dalam kedua lembaga ini dalam

kewenanganya Judicial Review bersifat mengikat untuk umum.32

adapun

berikut perbedaan dari hukum acara Judicial review di Mahkamah Konstitusi

dan Mahkamah Agung:

1. Ruang Lingkup Peraturan Yang di Uji

Pasal 24C UUD 1945 yang menyatakan:

“Mahkamah Konstitusi berwenang mengadili pada tingkat pertama dan

terakhir yang putusannya bersifat final untuk menguji Undang-Undang

terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945”

Berdasarkan pada Pasal yang disebutkan di atas Mahkamah Konstitusi

mempunyai wewenang pengujian Undang-Undang terhadap UUD 1945, secara

32

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016), h.228

Page 74: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

64

teroritik dan praktek.33

Berbeda dengan Mahkamah Agung yang pada pasal

24A ayat (1) UUD 1945 menyatakan bahwa:

“Mahkamah Agung berwenang mengadili pada tingkat kasasi, menguji

peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang terhadap undang-

undang dan mempunyai wewenang lainnya yang diberikan oleh undang-

undang”

Pada pasal tersebut Mahkamah Agung juga diberikan wewenang menguji

peraturan perundang-undangan, namun jika Mahkamah Agung berwenang

menguji peraturan perundang-undangan dibwah undang-undang terhaddap

undang-undang.

2. Proses Persidangan

Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan kewenangannya dalam

menguji undang-undang dengan UUD 1945 hukum acara diatur dalam

Peraturan Mahkamah Konstitusi No 6 Tahun 2005 tentang Pedoman Beracara

Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang, berdasarkan pada peraturan

tersebut membagi proses persidangan dalam pengujian undang-undang menjadi

4 sidang seperti yag telah dijelaskan pada BAB sebelumnya yaitu:

1. Pemeriksaan Pendahuluan

2. Pemeriksaan Persidangan

3. Rapat Permusyawaratan Hakim

4. Pengucapan Putusan

33

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, (Jakarta:Juli 2010) h. 85

Page 75: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

65

Proses persidangan dalam pengujian undang-undang dilakukan dengan

terbuka untuk umum kecuali pada Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH)34

,

para pihak dihadirkan di dalam persidangann selayaknya persidangan tingkat

pertama dan terakhir, namun hal ini berbeda dengan proses persidangan

pengujian peraturan perundang-undangan dibawah undang-undang dalam

prosesnya diatur pada Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2011 tentang

Hak Uji Materiil yang pada peraturan tersebut menyatakan bahwa:

1. Ketua bidang tata usaha negara atas nama ketua MA menetapkan

majelis hakim agung yang akan memeriksa dan memutus permohonan

keberatan tentang hak uji materiil tersebut;

2. Majelis hakim agung memeriksa dan memutus permohonan hak uji

materiil dengan menerapkan ketentuan hukum yang berlaku dalam waktu

sesingat-singkatnya sesuai asas peradilan yang sederhana cepat dan biaya

ringan.

Berdasarkan pada Pasal tersebut secara eksplisit proses persidangan

dilakukan secara tertutup, para pihak tidak dihadirkan di dalam persidangan,

dan persidangan hanya bersifat administratif saja seperti layaknya pemeriksaan

pada tingkat kasasi,35

para pemohon dan termohon hanya berhubungan secara

tertulis atau surat dengan Mahkamah Agung pada saat pengajuan permohonan

oleh pemohon dan penyampaian oleh termohon, Majelis hakim hanya

memeriksa dan memutus berdasakan pada dokumen yang disampaikan oleh

para pihak.

34

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, (Jakarta:Juli 2010) h. 124

35Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.128

Page 76: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

66

3. Legal Standing (Kedudukan Pemohon)

Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang No 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah

Konstitusi menyatakan:

“Pemohon adalah pihak yang menganggap hak dan/atau kewenangan

konstitutionalnya dirugikan oleh berlakunya undang-undang, yaitu:

a. perorangan warga negara Indonesia;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik

Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat; atau

d. lembaga negara.”

Berdasarkan pada pasal tersebut dijelaskan bahwa Legal Standing pada

permohonan dalam lingkungan Mahkamah Konstitusi apabila menganggap hak

dan atau kewenangan konstitusinya dirugikan oleh berlakunya undang-undang.

Bebeda dengan kedudukan hukum dalam lingkungan Mahkamah Agung

berdasakan Pasal 31A ayat (2) Undang-Undang No 3 Tahun 2009 menyatakan

bahwa peraturan pengujian peraturan perundang-undangan di bawah undang-

undang hanya dapat dilakukan oleh pihak yang menganggap haknya dirugikan

oleh berlakunya perturan tersebut, yaitu:36

a. perorangan warga negara Indonesia;

b. kesatuan masyarakat hukum adat sepanjang masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang diatur dalam undang-undang;

c. badan hukum publik atau privat;

36

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.182

Page 77: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

67

Mahkamah Agung dalam kedudukan hukum pemohonnya tidak

memasukan lembaga negara sebagai pihak yang dapat mengajukan pengujian

peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang, namun yang

diartikan lembaga negara tersebut ialah lembaga negara yang memperoleh

kewenangan dari UUD 1945, tetapi juga lembaga negara sebagai auxiliary

institution yang dalam praktik banyak dibentuk oleh undang-undang.

4. Jenis Amar Putusan

Pasal 56 Undang-Undang 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi

mengatur tiga jenis amar putusan yaitu:37

a. Permohonan tidak dapat diterima

b. Permohonan dikabulkan

c. Permohonan ditolak.

Berbeda dengan jenis amar putusan dalam pengujian peraturan perundang-

undangan dibawah undang-undang yang dalam Pasal 6 Peraturan Mahkamah

Agung No 1 Tahun 2011 yang menyatakan38

:

(1) Dalam hal ini Mahkamah Agung berpendapat bahwa pemohon keberatan

itu beralasan karena Peraturan Perundang-undangan tersebut bertentangan

dengan Undang-Undang atau Peraturan perundang-undangan tingkat lebih

tinggi, Mahkamah Agung mengabulkan permohonan keberatan tersebut;

(2) Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa peraturan

peundang-undangan yang dimohonkan keberatan tersebut sebagai tidak

sah atau tidak berlaku untuk umum, serta memerintahkan kepada instansi

yang bersangkutan untuk mencabutnya.

(3) Dalam hal Mahkamah Agung berpendapat bahwa permohonan keberatan

itu tidak beralasan, Mahkamah Agung menolak permohonan keberatan

tersebut.

37

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah Konstitusi”, (Jakarta:Juli 2010) h. 134

38Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.220

Page 78: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

68

Berdasaran pada apa yang dijelaskan di atas dapat diambil

kesimpulan secara garis besar perbedaan proses judicial review di

Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstusi yang akan dipaparkan

didalam tabel:

Perbedaan Mahkamah

Konstitusi

Mahkamah

Agung

Ruang Lingkup

Undang-Undang

yang diuji

Berdasarkan Pasal

24C UUD 1945,

Mahkamah Kostitusi

diberikan

kewenangan

menguji Undang-

Undang terhadap

UUD 1945

Berdasarkan Pasal 24A

ayat (1) UUD 1945,

Mahkamah Agung

diberikan kewenangan

menguji peraturan

perundang-undangan

dibawah undang-

undang.

Proses

Persidangan

Berdasarkan PMK

No 6 Tahun 2005

Proses persidangan

dalam pengujian

undang-undang

terhadap UUD

1945, Mahkamah

Konstitusi

membagi

persidangan

1. Ketua bidang tata

usaha negara atas nama

ketua MA menetapkan

majelis hakim agung

yang akan memeriksa

dan memutus

permohonan keberatan

tentang hak uji materiil

tersebut;

2. Majelis hakim agung

Page 79: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

69

menjadi 4 sidang

yaitu:

Pemeriksaan

Pendahuluan

Pemeriksaan

Persidangan

Rapat

Permusyawarat

anHakim

Pengucapan

Putusan

Setiap proses

persidangan

dilakukan secara

terbuka untuk umum

kecuali pada Rapat

Permusyawaratan

Hakim. Adapun

hakim yang

memeriksa pada

Mahkamah Knstitusi

berjumlah 9

(Sembilan) Hakim

Konstitusi.

memeriksa dan memutus

permohonan hak uji

materiil dengan

menerapkan ketentuan

hukum yang berlaku

dalam waktu sesingat-

singkatnya sesuai asas

peradilan yang

sederhana cepat dan

biaya ringan.

Berdasarkan pasal

tersebut secara

eksplisit

persidangan

hanya bersifat

adminstratif saja.

Hakim yang

memeriksa

persidangan

Judicial Review di

Mahkamah

Agung berjumlah

3 (tiga) sampai 9

(Sembilan) hakim

agung.

Page 80: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

70

Legal Standing /

Kedudukan

Hukum

Pemohon

Pasal 51 ayat (1)

Undang-Undang No

24 Tahun 2003

tentang Mahkamah

Konstitusi

menyatakan:

“Pemohon adalah

pihak yang

menganggap hak

dan/atau

kewenangan

konstitutionalnya

dirugikan oleh

berlakunya

undang-undang,

yaitu:

a. perorangan

warga negara

Indonesia;

b.kesatuan

masyarakat hukum

adat sepanjang

masih hidup dan

sesuai dengan

perkembangan

masyarakat dan

prinsip Negara

Kesatuan Republik

Indonesia yang

diatur dalam

undang-undang;

Pasal 31A ayat (2)

Undang-Undang No 3

Tahun 2009 tentang

Mahkamah Agung

menyatakan bahwa

peraturan pengujian

peraturan perundang-

undangan di bawah

undang-undang hanya

dapat dilakukan oleh

pihak yang

menganggap haknya

dirugikan oleh

berlakunya perturan

tersebut, yaitu:

a.Perorangan warga

negara Indonesia;

b.Kesatuan masyarakat

hukum adat sepanjang

masih hidup dan sesuai

dengan perkembangan

masyarakat dan prinsip

Negara Kesatuan

Republik Indonesia yang

diatur dalam undang-

Page 81: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

71

c. badan hukum

publik atau privat;

atau

d.lembaga

negara.”

undang;

c.Badan hukum publik

atau privat;

Jenis Amar

Putusan

Pasal 56

Undang-Undang

24 Tahun 2003

tentang

Mahkamah

Konstitusi

mengatur tiga

jenis amar

putusan yaitu:

Permohonan

tidak dapat

diterima

Permohonan

dikabulkan

Permohonan

ditolak.

Pasal 6 Peraturan

Mahkamah Agung No 1

Tahun 2011 yang

menyatakan:

Permohonan di

kabulkan

Permohonan yang

dimohonkan tidak

sah atau tidak

berlaku untuk umum

serta

memerintahkan

kepada instansi yang

bersangkutan untuk

mencabut.

Permohonan ditolak.

Page 82: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

72

B. Sidang Tertutup Untuk Umum Dalam Persidangan Judicial Review di

Mahkamah Agung

Berdasarkan pada karakteristik judicial Review di Mahkamah Agung

diatas hukum acara Judicial Review di Mahkamah Agung dilakukan dengan

tertutup untuk umum, hakim dalam pemeriksaannya tidak menghadirkan kedua

belah pihak, sedangkan pihak Mahkamah Agung menegaskan tidak pernah

menutup-nutupi proses pesidangan Judicial Review peraturan perundang-

undangan di bawah Undang-Undang untuk publik, hanya saja selama ini proses

Judicial Review di Mahkamah Agung lebih bersifat administratif, sehingga

tidak memerlukan keterangan atau pemeriksaan dari para pihak yang terlibat. 39

Hal ini juga diselaraskan dengan pendapat Abdul Gani Abdullah mantan

hakim agung40

yang menyatakan Judicial Review di Mahkamah Agung berbeda

dengan Mahkamah Konstitusi dikarenakan Mahkamah Agung bukan merupakan

peradilan Judex facti seperti halnya di Mahkamah Konstitusi, hakim memeriksa

berdasarkan pada fakta-fakta yang terjadi/ kebenaran materiil, Mahkamah

Agung merupakan peradilan Judex Juris, hakim memeriksa hanya berdasarkan

kebenaran formil, seperti halnya persidangan Kasasi yang hakim pada

pemeriksaannya memeriksa hasil putusan pada persidangan sebelumnya apakah

sudah seseuai dengan hukum yang berlaku, bagaimana dengan persidangan

39

Agus Sabhani, Sidang HUM Terbuka atau Tertutup? Ini Argumentasi MA, http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5506614c57843/sidang-hum-terbuka-atau-tertutup-ini-argumentsi-MA, diakses 06 Juni 2017 jam 22.12 WIB

40Hasil wawancara dengan Narasumber: Prof. Abdul Gani Abdullah S.H MH (Mantan Hakim

Agung), tanggal 29 Mei 2017

Page 83: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

73

Judicial Review yang dimana merupakan persidangan tingkat pertama dan

terakhir kebenaran formil apakah yang akan diperiksa didalamnya.

Berbeda dengan pendapat dan alasan sebelumnya, penulis berpendapat

berlandaskan pada Pasal 13 Undang-Undang kekuasaan kehakiman yang

menyatakan bahwa “sidang pemeriksaan pengadilan adalah terbuka untuk umum

kecuali undang-undang menentukan lain”Hakim dapat memerintahkan

dilakukannya pemeriksaan sepenuhnya atau sebagiannya dengan pintu tertutup

yaitu:

1) Untuk perkara kesopanan atau kesusilaan;

2) Untuk kepentingan anak-anak dibawah umur;

3) Untuk persidangan rahasia dalam perkara paten.

Hal ini juga selaras denganPasal 5 ayat (3) dan (4) Peraturan Mahkamah

Agung No 2 tahun 2002 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan kewenangan

Mahkamah Konstitusi oleh Mahkamah Agung, Pada ayat (3) disebutkan bahwa

sidang Mahkamah Agung terbuka untuk umum kecuali untuk hal-hal tertentu

yang diatur oleh undang-undang dan/ atau hal-hal lain, yang dianggap perlu oleh

Majelis, dan pada ayat (4) dijelaskan bahwa Majelis berwenang memanggil para

pihak yang terkait dan saksi ahli untuk didengarkan keterangannya pada

persidangan, maka Mahkamah Agung dalam melaksanakan Judicial Review

hanya besifat administratif saja tidak selaras dengan undang-undang dan

peraturan yang telah disebutkan di atas. Judicial Review merupakan suatu

sengketa yang berada didalam persidangan tingkat pertama dan terakhir berbeda

dengan sengketa kasasi , dalam persidangannya bukan merupakan persidangan

Page 84: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

74

tingkat pertama, karena tujuan diadakannya kasasi untuk mengoreksi terhadap

kesalahan putusan pengadilan dibawahnya, maka tidak bisa jika persidangan

Judicial Review dilakukan secara tertutup untuk umum seperti halnya

persidangan pada kasasi.

Berlandaskan pada teori negara hukum, yang salah satu prinsip adalah

keadilan, Indonesia sebagai negara hukum harus menjungjung tinggi rasa

keadilan untuk masyarakatnya, namun sarana untuk mencapai suatu keadilan

adalah peradilan yan adil, Mahkamah Agung sebagai lembaga peradilan

kekuasaan kehakiman yang bebas dan merdeka diharapkan mampu melakukan

pemeriksaan dan penilaian yang obyektif atas sengketa yang dihadapkan

kepadanya. Oleh karena itu agar terciptanya peradilan yang adil dan merdeka

Mahkamah Agung dalam melakukan persidangan Judicial review sebagai

peradilan tingkat pertama, pada hakikatnya bertugas memeriksa fakta dalam

suatu peristiwa yang konkret dan menetapkan apa hukumnya yang berlaku

terhadap fakta tersebut,41

jika disamakan dengan kasasi jelas berbeda didalam

proses persidangan kasasi hal yang diperiksa adalah kebenaran formilnya karena

kebenaran materilnya sudah ditemukan didalam persidangan tingkat pertama,

maka tidak bisa jika proses persidangan Judicial Review di Mahkamah Agung

hanya bersifat administratif yang dimana pemohon maupun termohon hanya

berhubungan secara tertulis atau surat dengan Mahkamah Agung pada saat

41

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika,

2016),h.228

Page 85: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

75

pengajuan permohonan oleh pemohon dan jawaban oleh termohon.42

Perlu

adanya persidangan terbuka untuk umum dan menghadirkan para pihak terkait

agar dapat mendengarkan keterangan-keterangan dari para pihak dan saksi, di

karenakan masyarakat yang mengajukan suatu permohonan keberatan Judicial

Review ingin mendapatan suatu keadilan untuk melindungi hak-haknya yang

terciderai oleh peraturan perundang-undangan yang dimohonkan.

Berbeda dengan mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi dalam

melaksanakan kewenangannya pengujian undang – undang terhadap UUD 1945

melakukan persidanganya secara terbuka untuk umum yang dimana para pihak

dihadirkan didalam persidangan untuk memberikan keterangan sesuai dengan

perintah Undang-Undang Kekuasaan Kehakiman dan Undang –Undang

Mahkamah Konstitusi pada Pasal 40 ayat (1) bahwa sidang Mahkamah

Konstitusi terbuka untuk umum, kecuali rapat permusyawaratan hakim, dan

karena marwahnya suatu putusan jika dibacakan dengan terbuka untuk umum

akan mempunyai nilai sehinga membuat Mahkamah Konstitusi melakukan

persidangan terbuka untuk umum.43

42

MAHKAMAH KONSTITUSI REPUBLIK INDONESIA, RISALAH

SIDANG PERKARA NOMOR 30/PUU-XIII/2015 PERRIHAL Pengujian

Undang-Undang No 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-

Undang No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung [Pasal 31A ayat (4)]

terhadap Undang-Undang Dasar Negara republik Indonesia Tahun 1945. 43

Sekretaris Jendral Mahkamah Konstitusi “Hukum Acara Mahkamah

Konstitusi”, (Jakarta:Juli 2010) h. 125

Page 86: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

76

C. Urgensi Penerapan Prinsip Terbuka Untuk Umum Dalam Judicial Review

Di Mahkamah Agung

Berdasarkan pada penjelasan diatas persidangan Judicial Review di

Mahkamah Agung haruslah bersifat terbuka untuk umum, yang dimana para

pihak yang terkait dan saksi di hadirkan di dalam persidangan, seperti halnya

persidangan Judicial Review di Mahkamah Kontitusi.

Menurut Beverlu McLachin terdapat dua nilai dari prinsip keterbukaan di

dalam persidangan. Pertama, suatu pengadilan yang terbuka memberikan

kebebasan bagi setiap masyarakat untuk berpendapat dan mengekspresikn

pikiran dan sikapnya, Kedua, Prinsip keterbukaan mendukung akuntabiltas

pengadilan, suatu sistem pengadilan yang akuntabel akan menuntut hakim

bertanggung jawab kepada public atas putusan yang di ambilnya, termasuk

pertimbangan hakim dalam putusan tersebut.44

Menurut penulis, berlandaskan pada teori tesebut sangatlah penting

diadakannya peradilan terbuka untuk umum pada proses Judicial Review di

Mahkamah Agung guna untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak

untuk ikut terlibat dan berperan aktif dalam persidangan perkara yang mereka

jalani, hal ini selaras dengan hakim yang harus mendengarkan kedua belah pihak

untuk menjaga transparansi dalam proses pemeriksaan perkara hingga

pengambilan putusan hakim, dikarenakan proses “diawasi” secara tidak

langsung oleh masyarakat melalui sidangyang terbuka untuk umum, sehingga

pada akhirnya hakim akan memutus perkara dengan seadil-adilnya. Hal ini

44

Imam Soebechi, Hak Uji Materiil, (Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016),h.227

Page 87: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

77

sesuai dengan prinsip independensi peradilan, yang diketahui prinsip ini berbasis

kepercayaan yang berfungsi sebagai proteksi terhadap institusi maupun seorang

pemegang kekuasaan yudikatif sebagai penegak keadilan dari kemungkinan

intervensi atau pengaruh dari pihak-pihak yang berkepentingan, hal ini agar

peradilan dapat menjalankan kekuasaannya dengan baik dan benar. Urgensi

Peradilan Judicial Review di Mahkamah Agung juga dikarenakan peradilan

tingkat pertama dan terakhir yang dimana dalam persidangannya harus

menghadirkan para pihak dan saksi untuk mencari kebenaran materiil dan di

karenakan objek yang disengketakan merupakan peraturan perundang-undangan

yang dimana putusannya berdampak untuk untuk umum, maka perlu adanya

proses persidangan terbuka untuk umum.

Page 88: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

78

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Untuk menjawab rumusan masalah dan berdasarkan pembahasan pada

bab-bab sebelumnya, maka penulis mengemukakan beberapa kesimpulan

sebagai berikut:

1. Landasan hukum Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan proses

Judicial Review itu berlandaskan Pasal 24C ayat (1) dan (6) Undang-

Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Undang-undang

Nomor 24 Tahun 2003 tentang Mahkamah Konstitusi, Undang-undang

Nomor 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan, namun jika dalam ranah prosedural hukum acara Judicial

Review Mahkamah Konstitusi diatur dalam PMK No 6 Tahun 2005

tentang Pedoman Beracara Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang,

sedangkan Landasan hukum Mahkamah Agung dalam melaksanakan

proses Judicial Review berlandaskan pada Pasal 24A Undang-Undang

Dasar 1945 dan perubahan-perubahannya, Pasal 20 Undang-Undang No

48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, Pasal 79 Undang-Undang

No 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung, Pasal 31 Undang-Undang

No 3 Tahun 2009 tentang perubahan kedua atas Undang-Undang No 14

Tahun 1985, dalam ranah proeduralnya diatur dalam Perma No 1 Tahun

2011 tentang Hak Uji Materiil.

Page 89: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

79

2. Perbandingan dari proses Judicial Review di Mahkamah Konstitusi dan

Mahkamah Agung jika perbedaannya terdapat dalam proses beracaranya

Mahkamah Konstitusi dalam proses persidangannya dibagi menjadi 4

(empat) jenis sidang yaitu sidang pendahuluan, pemeriksaan persidangan,

rapat permusyawaratan hakim, pengucapan putusan, setiap persidangan

terbuka untuk umum kecuali rapat permusyawaratan hakim, sedangkan

Mahkamah Agung dalam beracara pengujian peraturan perundang-

undangan di bawah undang-undang diatur dalam Perma No 1 Tahun 2011,

akan tetapi dalam Perma ini tidak dijelaskan secara rinci bagaimana proses

persidangan, secara eksplisit pada Pasal 5 Perma No 1 Tahun 2011

dijelaskan persidangan Judicial Review oleh Mahkamah Agung tertutup

hakim hanya memeriksa berdasarkan dokumen yang masuk. Persamaan

dari kedua lembaga ini adalah Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah

Agung merupakan lembaga negara pelaku kekuasaan kehakiman diberikan

kewenangan menguji peraturan perundang-undangan, keduanya menguji

dalam secara formiil dan materiil, persamaan kedua lembaga ini juga

terlihat dalam beberapa prinsip hukum acara yang melekat yaitu Prinsip

Ius curia Novit, kedua, Prinsip Independen dan Imparsial, Prinsip Praduga

Keabsahan, adapaun putusan yang dikeluarkan dalam kedua lembaga ini

dalam kewenanganya Judicial Review bersifat mengikat untuk umum.

3. Sidang Judicial Review di Mahkamah Agung melaksanakan persidangan

tertutup dikarenakan Mahkamah Agung merupakan peradilan Judex Juris,

dalam hal ini hanya memeriksa kebenaran formil seperti halnya

Page 90: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

80

pemeriksaan pada tingkat kasasi. Karena itu Mahkamah Agung proses

Judicial Review hanya bersifat administratif saja, sedangkan Sidang

Mahkamah Konstitusi dalam melaksanakan proses Judicial Review secara

terbuka dikarenakan sesuai dengan yang diamanatkan oleh Undang-

Undang, seperti halnya persidangan tingkat pertama dan terakhir.

B. Saran

Dalam Pembahasan pada bab di atas, penulis memiliki saran sebagai

berikut:

1. Peraturan Mahkamah Agung No 1 Tahun 2011 tidak mengatur secara

rinci bagaimana beracara Judicial Review di Mahkamah Agung,

berbeda dengan Peraturan Mahkamah Agung yang menjelaskan secara

rinci bagaimana beracara Judicial Review di Mahkamah Agung dari

mulai pemeriksaan sampai putusan, oleh karena itu perlu adanya revisi

muatan materi Peraturan Mahkamah Agung agar lebih rinci dan

mengikuti norma hukum untuk menciptakan kepastian hukum terhadap

masyarakat yang bercita kepada keadilan.

2. Berdasarkan pada perbandingan di atas sudah seharusnya Mahkamah

Agung melakukan proses persidangan seperti halnya di Mahkamah

Konstitusi dengan menerapkan persidangan yang terbuka untuk umum

dari mulai pemeriksaan pendahuluan sampai dengan pembacaan

putusan kecuali rapat permusyawaratan hakim.

Page 91: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

81

3. Berdasarkan pada Perma No 1 Tahun 2011 secara eksplisit Mahkamah

Agung melakukan persidangan secara tertutup untuk umum. Alasannya

karena hanya bersifat administratif perlu adanya perubahan sifat

persidangan yang semula hanya bersifat administratif menjadi terbuka

untuk umum dan menghadirkan kedua belah pihak selayaknya

persidangan pada tingkat pertama seperti halnya di Mahkamah

Konstitusi, dikarenakan Judicial Review adalah persidangan tingkat

pertama dan terakhir.

Page 92: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

82

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku :

Ahmad Jayus, Jaja,” Transparansi Pengadilan” (Medan,UII Press, 2011)

Daud Mohammad Ali, Pengantar Ilmu Hukum dan tata Hukum Islam di

Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada 2005

Ali Hatta Muhammad, Peradilan Sederhana Cepat & Biaya Ringan Menuju

Keadilan Restoratif, Bandung:P.T Alumni Bandung, 2012

Ali, Zainuddin , Metode Penelitian Hukum Jakarta:Sinar Grafika,2010 .cet.9

Anggriani, Jum, Hukum Administrasi Negara, Jakarta, Graha Ilmu , 2012

Asshiddiqqie, Jimly, Hukum Acara Pengujian Undang-Undang Cetakan ketiga

Jakarta: Konpress, 2006

Asshiddiqqie, Jimly, Perkembangan dan Konsolidasi Lembaga Negara Pasca

Reformasi, (Jakarta: Setjen dan Kepaniteraan MKRI, 2006

Asshiddiqie, Jimly, Konstitusi dan Konstitusionalisme Indonesia, Jakarta: Sinar

Grafika 2010

Asshiddiqie, Jimly, Model-Model Pengujian Konstitusional di Berbagai

Negara, Jakarta: Sinar Grafika, 2010

Bakhri, Syaiful, Sistem Peradilan Pidana Indonesia Dalam Perspektif

Pembaruan, Teori, dan Praktik Peradilan. Yogyakarta Pustaka Pelajar,

Desember 2014

Bisri Cik Hasan, Peradilan Agama di Indonesia, Jakarta: Rajawali Pers, 2003

Fatmawati, Hak Menguji (toetsingsrecht) yang dimiliki Hakim dalam Sistem

Hukum Indonesia, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005

Hadjar, Fickar dkk., Pokok-Pokok Pikiran dan Rancangan Undang-Undang

Mahkamah Konstitusi, Jakarta: KRHN dan Kemitraan , 2003

Harman, Benny k , Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi, (Jakarta:

Kepustakaan Populer Gramedia

Hoesein Zainal Arifin, Judicial Review Di Mahkamah Agung Tiga Dekade

Pengujian Peraturan Perundang-Undang, Jakarta: PT Rajawali Pers,

2009

Huda, Ni’matul, Negara hukum Demokrasi dan Judicial Review,

Yogyakarta:UII Press, 2005

Page 93: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

83

Johnny, Ibrahim. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif . Malang:

Bayumedia Publishing, Cet-II 2006

Lutfi, Mustafa, Jazim Hamidi Hukum Lembaga Kepresidenan Indonesia,

Malang:Alumni,2009

Mertokusumo, Sudikno, Mengenal Hukum, Yogyakarta,1985

Muri, Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif & Peneltian Gabungan,

Jakarta: Kencana, cet-1 2014

Purbopranoto, Kuntjoro, Sedikit tentang Sistem Pemerintahan Demokrasi, cet

III, Jakarta-Bandung: PT Eresco, 1960

Marzuki Peter Mahmud ,Pengantar Ilmu Hukum,Jakarta:Kencana cet-3 2009

Rahardjo, Sajtipto, Ilmu Hukum, Bandung: Alumni, 1982

Rimdan, Kekuasaan Kehakiman Pasca-Amandemen Konstitusi, Jakarta:

Prenada Media Group 2012

Soebechi, Imam, Hak Uji Materiil, Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2016

Soemantri, Sri, Hak Uji Material di Indonesia, Bandung: Alumni, 1997

Suadi, Amran, Sistem pengawasan badan peradilan diindonesia, Jakarta; PT.

Grafindo Persada, 2014

Sutiyoso, Bambang, Hukum Acara Mahkamah Konsitusi, Bandung,PT Citra

Adutya Bakti, 2006

Yunus Nur Rohim, Teori Dasar Penelitian Hukum Tata Negara,

Jakarta:Poskolegnas,2007

Manggalatung Salman, Nur Rohim Yunus Pokok-Pokok Teori Ilmu Negara,

Bandung; Fajar Media, 2013

Konstitusi Mahkamah Jendral Sekretaris “Hukum Acara Mahkamah

Konstitusi”, Jakarta: Juli 2010

MPR R.I Jenderal Sekretariat, Panduan Dalam Memasyarakatkan Undang-

Undang DasarNegara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar

Belakang, Proses dan Hasil Perubahan Undang-Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945 (Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR R.I.

2003

Page 94: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

84

Jurnal :

Alrasid Harun, Hak Menguji Dalam Teori dan Praktek: Dalam Jurnal

Konstitusi, Vol. 1 No.1, Juli 2004 Jakarta: Penerbit Mahkamah

Konstitusi RI

Baehaqi Ja’far “Perspektif Penegakan Hukum Progresif dalam Judicial

Review di Mahkamah Konstitusi” ejournal.mahkamahkonstitusi.go.id

Volume 10, Nomor 3, September 2013

Chandranegara Sina Ibnu, “Fungsi Falsafah Negara Dalam Penerapan

Konsep Negara Hukum, dalam Jurnal Cita Hukum Volume. 2 No. 1,

Juni 2014

Jumiati,”Materi Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Dalam Pembelajaran

Di Sekolah Menengah, Jurnal Demokrasi Volume. 5 No.2,2006

Manggalatung Salman, “ Indonesia Negara Hukum Demokratis Bukan Negara

Kekuasaan Otoriter, Salam,Jurnal Sosial dan Budaya Syar’i”,Volume.

2, No 2, Desember 2015

Media “Syarat dan Tata Cara Pengajuan Judicial Review ke Mahkamah

Agung dan Mahkamah Konstitusi” Lebih lengkap baca :

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl4944/syarat-dan-tata-cara-

pengajuan-judicial-review-ke-ma-dan-mk diakses pada tanggal 8 Maret

2017.

“Praktik Legislative Review dan Judicial Review di Indonesia”,

Lebih lengkap baca:

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl1105/praktik-legislative-

review-dan-judicial-review-di-indonesia. diakses pada 08 Januari 2017.

“Sidang HUM Terbuka atau Tertutup? Ini Argumentasi MA”, Lebih

lengkap baca:

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt5506614c57843/sidang-hum-

terbuka-atau-tertutup-ini-argumentsi-MA, diakses 06 Juni 2017.

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945

Undang-Undang No. 48 Tahun 2009 Tentang Kekuasaan Kehakiman

Undang-Undang No.5 Tahun 2004 Tentang Mahkamah Agung

Page 95: STUDI PERBANDINGAN PRINSIP HUKUM ACARA DI MAHKAMAH ...repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41945/1/SYLVIA...studi perbandingan . prinsip hukum acara di mahkamah . konstitusi

85

Undang-Undang No. 24 Tahun 2003 Tentang Mahkamah Konstitusi

Peraturan Mahkamah Agung No. 1 Tahun 2011 Tentang Hak Uji Materiil

Peraturan Mahkamah Konstitusi No. 6 Tahun 2005 Tentang Pedoman Beracara

Dalam Perkara Pengujian Undang-Undang

Peraturan Mahkamah Agung No 2 Tahun 2002 Tentang Tata Cara

Penyelenggaraan Wewenang Mahkamah Konstitusi oleh Mahkamah Agung