struktur tulang belakang fetus mencitdigilib.unila.ac.id/54864/3/skripsi tanpa bab...

54
STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT ( Mus musculus L. ) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JERUJU ( Acanthus ilicifolius L. ) PADA INDUKNYA (Skripsi) Oleh Tunggul Van Roy - FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS LAMPUNG BANDAR LAMPUNG 2018

Upload: others

Post on 23-Oct-2020

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT

    ( Mus musculus L. ) SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN

    JERUJU ( Acanthus ilicifolius L. ) PADA INDUKNYA

    (Skripsi)

    Oleh

    Tunggul Van Roy

    -

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG

    2018

  • ABSTRAK

    STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT (Mus musculus L.)

    SETELAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN JERUJU

    (Acanthus ilicifolius L.) PADA INDUKNYA

    Oleh

    Tunggul Van Roy

    Jeruju merupakan tumbuhan obat. Kandungan Kimia yang dimiliki tanaman jeruju

    di antara lain feniletanoid, glikosida, ilisifoliosida A dan ilisifoliosida B7,

    alkaloid, akantisifolin, steroid, stigmasterol, flavonoid. Kandungan senyawa kimia

    pada tanaman jeruju berkhasiat sebagai neurelgia, analgesik, antiinflamasi,

    antioksidan, antifertilitas, hepatoprotektif, antitumor, antileukimia, antikanker,

    antikmikroba, antivirus dan antijamur. Dengan adanya berbagai zat kimia tersebut

    maka dilakukan penelitian mengenai uji teratogenik ekstrak daun jeruju untuk

    mengetahui kelainan struktur tulang belakang pada fetus mencit (Mus musculus

    L.). Penelitian dilaksanakan pada Desember 2017- Januari 2018 bertempat di

    Laboratorium Zoologi dan Laboratorim Kimia Organik FMIPA Universitas

    Lampung. Penelitian ini menggunakan metode Rancangan Acak Lengkap ( RAL )

    dengan 20 ekor mencit betina yang bunting dibagi dalam 4 kelompok yaitu 1

    kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok diberi perlakuan dosis 3,75

    mg/30grBB, 7,5 mg/30grBB, 15 mg/grBB, masing-masing dengan ekstrak daun

    jeruju terdiri dari 5 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis 7,5

    mg/30grBB dan 15 mg/grBB secara anatomi pemberian ekstrak daun jeruju tidak

    menyebabkan kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit. Hal ini

    disebabkan oleh fetus yang sedang tumbuh mengambil prioritas dari banyaknya

    jenis nutrisi dalam cairan induk sehingga tulang fetus dapat terus tumbuh dan

    berkembang.

    Kata Kunci : Daun Jeruju, Mencit, Struktur Tulang Belakang, Alizarin Red

  • STRUKTUR TULANG BELAKANG FETUS MENCIT

    ( Mus musculus L. ) SETALAH PEMBERIAN EKSTRAK DAUN

    JERUJU ( Acanthus ilicifolius L.) PADA INDUKNYA

    Oleh

    Tunggul Van Roy

    Skripsi

    Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

    SARJANA SAINS

    pada

    Jurusan Biologi

    Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMPUNG

    BANDAR LAMPUNG

    2018

  • xiv

    RIWAYAT HIDUP

    Penulis bernama Tunggul Van Roy, dilahirkan di Jakarta pada

    Tanggal 18 Mei 1996 sebagai anak pertama dari 3 bersaudara

    Dari Bapak Wilfer Hutagaol dan Farida Simbolon.

    Penulis mengawali pendidikan Taman Kanak-kanak di TK Dewi

    Sartika Tanggerang pada Tahun 2001, dilanjutkan Sekolah Dasar SDN Suka

    Asih Tanggerang pada Tahun 2002, kemudian Sekolah Menengah Pertama SMP

    di SMPN 1 Pasar Kemis pada Tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas SMA

    di SMAN 13 Tanggerang pada Tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai

    mahasiswa Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Lampung pada Tahun 2014 melalui jalur Mandiri.

    Selama menjadi mahasiswa penulis pernah menjadi asisten praktikum mata

    kuliah Embriolgi Hewan.

    Penulis melakukan Kuliah Kerja Nyata pada bulan Januari-Maret 2018 di Desa

    Cahyo Randu, Kabupaten Tulang Bawang Barat. Pada bulan Juli-September

    2017 penulis melaksanakan Kerja Praktek (KP) di Balai Karantina Soekarno

    Hatta dengan judul ” Identifikasi Cendawan Pada Benih Cabai Asal

    Thailand ”

  • xiv

    PERSEMBAHAN

    Tuhan adalah Bapaku , Yesus Kristus sahabatku yang senantiasamenemani setiap saat

    Bapak dan Mamakku serta Adek-adekku, yang sangat mencintaidan menyayangi aku dalam segala cita- cita dan mimpiku.

    Tanpamu Siapakah Aku

    Para pendidiku, atas bimbingan dan ajrannya, serta limpahan ilmu-ilmu yang bermanfaat.

    Sahabat-sahabat yang selalu memeberikan semangat dan menemaniselama menjalani pendidiakan.

    Alammater tercinta Universitas Lampung

  • xiv

    MOTTO

    ” Segala perakara ku tanggung di dalam dia yang memeberikekuatan kepadaku “

    ( Filipi 4:13 )

    ” Diberikatilah orang yang mengandalkan tuhan, yang menaruhharapan pada tuhan “

    ( Yeremia 17:7 )

    “ Bersukacitalah senantiasa dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakanbersukacita”

    ( Filipi 4:4 )

  • xiii

    SANWACANA

    Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala berkat dan

    karunia yang telah diberikan sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.

    Skripsi dengan judul “Struktur Tulang Belakang Fetus Mencit (Mus

    musculus L.) Setelah Pemberian Ekstrak Daun Jeruju (Acanthus ilicifolius

    L.) Pada Induk nya.” merupakan syarat untuk mencapai gelar Sarjana Sains

    pada Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam,

    Universitas Lampung.

    Penulis menyadari bahwa penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan,

    arahan, serta bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menghanturkan terima

    kasih kepada:

    1. Orang tua saya yang sangat saya cinta dan sayangi. Wilfer Hutagaol dan

    Farida simbolon, terimakasih karena telah membesarkan Roy dan selalu

    memberikan doa, semangat serta nasehat dalam menghadapi segala

    masalah ataupun rintangan terutama dalam menyusun skripsi ini. Motivasi

    kalian selalu memberikan semangat Roy dalam melangkah kemanapun.

    2. Ibu Dr. Nuning Nurcahyani, M.Sc selaku Pembimbing Utama yang telah

    membimbing penulis dengan sabar,memberikan banyak ilmu pengetahuan,

  • xiv

    saran, arahan, dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

    ini.

    3. Bapak Dr. Hendri Busman, M.Biomed selaku Pembimbing Kedua yang

    telah membimbing,memberikan petunjuk, saran, serta nasehat dalam

    menyelesaikan skripsi ini.

    4. Bapak Prof. Sutyarso, M. Biomed selaku Pembahas yang telah banyak

    memberikan banyak arahan, kritik dan saran demi terselesaikannya skripsi

    ini.

    5. Ibu Dra. Yulianty, M.Si selaku Pembimbing Akademik yang telahmemberi

    motivasi dan dukungannya.

    6. Bapak Prof. Dr. Ir. Hasriadi Mat Akin, M.P selaku Rektor Universitas

    Lampung.

    7. Bapak Prof. Dr. Warsito, S.SI., D.E.A. selaku Dekan Fakultas Matematika

    dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Lampung.

    8. Bapak Drs. M. Kanedi, M.Si selaku Ketua Jurusan Biologi Universitas

    Lampung.

    9. Seluruh Dosen dan Staf karyawan di jurusan Biologi FMIPA Universitas

    Lampung.

    10. Adik saya tercinta Andre Zevry Hottugu Hutagaol dan Wilda Novita

    Sarmadalitua Hutagaol . Terimakasih atas doa dan dukungan kalian,

  • xv

    tetaplah menjadi adik saya yang selalu bisa membanggakan mama dan

    papa.

    11. Keluarga Op. Jaliter Hutagaol/ Op. Sungguria, Keluarga Op. Tonggi

    Magdalena Simbolon/ Op. Sungguria Boru, Keluarga Op. Martuaraja

    Simbolon/ Op. Bornok (Patrick) dan Keluarga Op. Parange Aritonang atas

    dukungan, doa dan motivasi nya.

    12. Keluarga Togap Siahaan/ Asli Simangungsong atas dukungan dan

    motivasi nya.

    13. Teman seperjuangan kerja praktik Triana Gusmaryana, Sesti Edina

    Merisca, Syahnaz Y .

    14. Teman seperjuangan kerja praktik dari Universitas Tirtayasa dan Institut

    Pertanian Bogor.

    15. Teman seperjuangan saya Alfin Edo Lubis,Deborah Jovita, Anita Sagala,

    Desy Angeline.

    16. Sahabat saya Billquis Kamil Arasyi, M. Andhika Fahlevi, Reza Yanuar

    Fahlevi, Nengah Budi H, Aditya alias botak.

    17. Teman-Teman seperjuangan di Elvindo Exe. Suite Derick Huliselan,

    Lukas Posma, Kornelius Siahaan, Torffel Teytoo

  • xvi

    18. Abang-abang terbaik yang selalu memberi semangat Daniel Sitanggang

    S.H, Bram MS, S.H, Nico Silaban, S.H, Daniel Simbolon, S.H, Dimas

    Pamor, S.H

    19. Teman-teman selaku adik Evelyn H, Risty Artha, Sarah trinita, Relita

    shinta, Dewi Siahaan, Duta Fernando

    20. Teman-teman anggota dari UKM Kristen, Gerakan Mahasiswa Kristen

    Indonesia (GMKI) dan Anemon Diving Club yang telah mengajarakan

    banyak hal selama di masa perkuliahan.

    21. Teman-teman angkatan dari Jabodetabek Jonathan Manalu, Daniel Jordy,

    Fuad Abdullah, Ibnu Alwan, M. Syarifulhadi, Melky Nababan, Nadiya

    Damara, Biaton Simarmata, Erland, Nandus Imannuel.

    22. Sahabat saya Nur Jannah Cortesa S. Si, Maulidina Agustin S.Si, Mentari

    Primaresti S.Si, Oksa Trinanda S.Si dan Khairul Annam S.Si

    Penulis berharap semoga Tuhan membelas kebaikan mereka dan semogaskripsi

    bermanfaat.

    Bandar Lampung, 12 November 2018

    Penulis

    Tunggul Van Roy

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    SAMPUL DEPAN

    ABSTRAK ............................................................................................. i

    HALAMAN JUDUL DALAM ............................................................ ii

    HALAMA PERSETUJUAN ................................................................ iii

    HALAMAN PENGESAHAN ............................................................... iv

    RIWAYAT HIDUP ............................................................................... v

    HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... vi

    MOTTO ................................................................................................. vii

    SANWACANA ...................................................................................... viii

    PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI .............................................. xii

    DAFTAR ISI…………………………………………………………... xiii

    DAFTAR TABEL …………………………………………………….. xv

    DAFTAR GAMBAR………………………………………………….. xvi

    I. PENDAHULUAN ............................................................................. 1

    A. Latar Belakang ............................................................................... 1 B. Tujuan Penelitian ........................................................................... 2 C. Manfaat Penelitian ......................................................................... 2 D. Kerangka Pemikiran ...................................................................... 3 E. Hipotesis ........................................................................................ 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………… 5

    A. Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) …………………………………. 5 1. Biologi Jeruju............................................................................ 5

  • 2. Kandungan Senyawa kimia tanaman Jeruju... .......................... 6 3. Morfologi Jeruju……………………………………….... ....... 7 4. Habitat Tanaman Jeruju ........................................................... 9

    B. Mencit (Mus musculus L.) ………………………………………. 12 1. Biologi Mencit……………………………………….... .. …… 12 2. Perkembangan Fetus Mencit… ……………………………… 14 3. Siklus Hidup Mencit ...........…………………………………. 16

    4. Tulang Belakang Fetus.............................................................. 17

    III. METODE PENELITIAN……………………………………...… 24

    A. Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................... 24 B. Alat dan Bahan ............................................................................ 24

    1. Alat ......................................................................................... 24 2. Bahan ...................................................................................... 25

    C. Persiapan Kandang dan Hewan Uji ............................................. 25

    D. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Jeruju .................................... 26

    E. Proses Kopulasi Mencit ............................................................... 26

    F. Pembuktian Mencit Bunting ........................................................ 27

    G. Pemberian Perlakuan ................................................................... 27

    H. Pengamatan ................................................................................. 29

    I. Rancangan Percobaan .................................................................. 30

    J. Analisis Data ............................................................................... 31

    K. Diagram Alir Penelitian .............................................................. 31

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ...................................................... 32

    A. Hasil Pengamatan ....................................................................... 32

    Struktur Tulang Belakang Fetus ................................................. 32

    B. Pembahasan ................................................................................ 34

    Struktur Tulang Belakang Fetus ................................................. 34

    V. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 43

    A. Kesimpulan ................................................................................ 43

    B. Saran .......................................................................................... . 43

    DAFTAR PUSTAKA ............................................................................ 44

    LAMPIRAN ........................................................................................... 49

  • xiv

    DAFTAR TABEL

    Tabel Halaman

    Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia ........................................... 16

    Tabel 2. Rancangan Percobaan……………………………………………………30

    Tabel 3. Kelainan Struktur Tulang Belakang ....................................................... 32

    Tabel 4. Rata-rata Berat Badan Fetus Mencit (Mus musculus L.) ....................... 50

    Tabel 5. Rata-rata panjang fetus mencit (Mus musculus L.) ............................... 50

  • xiv

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar Halaman

    Gambar 1. Jeruju (Acanthus ilicifolius L.) ..................................................... 9

    Gambar 2. Mencit (Mus musculus L.) ............................................................ 14

    Gambar 3. Morfologi Fetus Mencit ............................................................... 15

    Gambar 4. Kerangka Mencit (Mus musculus L.) ........................................... 20

    Gambar 5. Diagram Alir ............................................................................... 31

    Gambar 6. Strukur Tulang Belakang Fetus ................................................... 33

    Gambar 7. Larutan alizarin red dan Larutan KOH 1%……………………… 51

  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Masyarakat Indonesia sudah menggunakan sumber bahan obat dari alam

    sebagai obat tradisional turun-temurun. Hingga saat ini pemakaian obat

    tradisional berkembang dengan baik sebagai salah satu alternatif untuk

    menanggulangi masalah kesehatan. Tanaman obat akan memberikan hasil

    optimal bila dikonsumsi secukupnya untuk tujuan pengobatan (Agusta,

    2011).

    Juruju merupakan tumbuhan akuatik yang biasa dimanfaatkan masyarakat

    di daerah pantai sebagai obat tradisional. Untuk saat ini tumbuhan akuatik

    sangat digemari masyarakat sebagai tanaman hias taman, karena

    keindahan bentuk dan warna, baik pada daun maupun bunga (Hidayat, et

    al., 2004).

    Tanaman ini dimanfaatkan di banyak negara sebagai obat tradisional

    karena memiliki khasiat sebagai anti radang dan juga dapat digunakan

    sebagai obat kanker, obat penyakit hepatitis, obat bisul dan juga obat

  • 2

    penyakit cacingan. Kandungan senyawa kimia dalam Acanthus ilicifolius

    berfungsi sebagai neuralgia, analgesik, antiinflamasi, antioksidan,

    antifertilitass, hepatoprotektif, antitumor, antileukimia, antukanker,

    antimikroba, antivirus dan antijamur, serta dapat digunakan sebagai

    insektisida alami. Kandungan senyawa kimia lain yang dimiliki tanaman

    jeruju antara lain feniletanoid glikosida : ilisifoliosida A dan ilisifoliosida

    B7; alkaloid: akantisifolin: steroid: stigmasterol, flavonoid. Mengingat

    banyak nya manfaat jeruju dan banyak nya kandungan kimia yang terdapat

    pada tanaman jeruju sedangkan tingkat keamanan pemakaiannya belum

    diketahui dengan jelas, maka perlu dilakukan penelitian tentang jeruju,

    khususnya pada ibu hamil yang mengkonsumsi jeruju sebagai obat. Pada

    penelitian ini yang diamati adalah tentang efek samping ekstrak daun

    jeruju terhadap struktur tulang belakang pada fetus mencit.

    B. Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kelainan pada struktur

    tulang belakang fetus mencit (Mus musculus L.setelah pemberian ekstrak

    daun jeruju (Acanthus ilicifolius L.) pada induknya.

    C. Manfaat Penelitian

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat

    tentang tingkat keamanan tanaman jeruju (Acanthus ilicifolius L.) terutama

    daunnya yang dapat dimanfaatkan sebagai obat.

  • 3

    D. Kerangka Pemikiran

    Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman hayati yang

    tinggi dengan hutan tropisnya terdapat 30.000 spesies tumbuhan. Dari

    jumlah tersebut sekitar 9.600 spesies diketahui berkhasiat obat, dan kurang

    lebih 300 spesies telah dimanfaatkan sebagai bahan baku pada industri

    obat tradisional. Tumbuhan yang memiliki potensi sehingga dapat

    dikembangkan menjadi bahan baku obat-obatan adalah tumbuhan yang

    dapat menghasilkan metabolit sekunder dan aktivitas biologis tertentu dan

    salah satunya adalah tanaman jeruju. Tanaman ini dimanfaatkan di banyak

    negara sebagai obat tradisional karena memiliki khasiat sebagai anti

    radang dan juga dapat digunakan sebagai obat kanker, obat penyakit

    hepatitis, obat bisul dan juga obat penyakit cacingan. Kandungan senyawa

    kimia dalam Acanthus ilicifolius berfungsi sebagai neuralgia, analgesik,

    antiinflamasi, antioksidan, antifertilitass, hepatoprotektif, antitumor,

    antileukimia, antikanker, antimikroba, antivirus dan antijamur, serta dapat

    digunakan sebagai insektisida alami. Kandungan kimia lain yang dimiliki

    tanaman jaruju antara lain feniletanoid glikosida : ilisifoliosida A dan

    ilisifoliosida B7; alkaloid: akantisifolin: steroid: stigmasterol, flavonoid.

    Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kelainan pada struktur

    tulang belakang fetus mencit. Penelitian ini menggunakan daun jeruju

    sebagai obat tetapi banyak yang belum mengetahui efek samping teratogen

    yang dapat menyebabkan kerusakan pada embrio sehingga pembentukan

  • 4

    organ-organ berlangsung tidak sempurna (terjadi cacat lahir) khususnya

    terhadap perkembangan tulang belakang pada fetus mencit.

    E. Hipotesis

    Hipotesis dari penelitian ini adalah pemberian ekstrak daun tanaman jeruju

    (Acanthus ilifolius) terhadap induk mencit (Mus musculus L.) yang sedang

    hamil menyebabkan terjadinya kelainan pada struktur tulang belakang

    fetus.

  • 5

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Jeruju (Acanthus ilicifolius)

    1. Biologi Jeruju

    Klasifikasi tanaman jeruju adalah sebagai berikut (Plantamor, 2016)

    Regnum : Plantae

    Sub kingdom : Tracheobionta

    Super divisi : Spermatophyta

    Divisi : Magnoliophyta

    Kelas : Magnoliopsida

    Subkelas : Asteridae

    Ordo : Scrophulariales

    Famili : Acanthaceae

    Genus : Acanthus

    Spesies : Acanthus ilicifolius L.

    Tumbuhan air dapat didefinisikan sebagai tumbuhan yang hidup di air

    atau dekat air hidup bergantung pada lingkungan berai atau sebagian besar

    siklus hidup berada di lingkungan berair. Menurut Giesen (1991),

  • 6

    setidaknya sekitar 623 jenis dari 105 famili tumbuhan air yang ada di

    Indonesia, termasuk jenis introduksi, dan 39 diantaranya merupakan

    endemik. Kebun Raya Bogor sebagai lembaga konservasi ex situ

    tumbuhan tropika, memiliki 154 nomor koleksi dari sejumlah 52 jenis

    tumbuhan air. Beberapa diantaranya telah diketahui memiliki potensi

    untuk dikembangkan menjadi bahan obat-obatan seperti jeruju, daruju,

    seroja dan teratai. Tumbuhan berhabitus terna yang kuat, tidak lunak,

    batang bulat, tampak jelas buku-buku batang, tumbuh tegak atau kadang-

    kadang merayap. Helaian daun tunggal, letak daun bersilang berhadapan,

    bentuk memanjang sampai lanset, selalu dilengkapi duri di bagian ujung

    helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun, ukuran helaian daun 9-

    30 x 4-12 cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua, panjang

    tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir, terletak

    di ujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah daun

    pelindung (brakteola) tepat di bawah kelopak bunga. Tanaman ini tumbuh

    baik di dekat komunitas mangrove (Giesen, 1991).

    2. Kandungan Senyawa Kimia Tanaman Jeruju

    Tumbuhan Acanthus ilicifolius dapat sebagai tumbuhan hias karena

    keindahan bunganya, juga diketahui sebagai tumbuhan obat. Beberapa

    penelitian mengenai senyawa bioaktif dari tumbuhan ini memiliki

    kemampuan untuk memerangi penyakit. Kandungan senyawa kimia dalam

    Acanthus ilicifolius berfungsi sebagai: neuralgia, analgesik, antiinflamasi,

    antioksidan, antifertilitas, hepatoprotektif, antitumor, antileukemia,

  • 7

    antikanker, antimikroba, antivirus dan antijamur juga dapat sebagai

    insektisida alami (Irawanto 2014b)

    Selain sebagai tumbuhan ornamental dan obat, Acanthus ilicifolius juga

    dapat sebagai bioindikator pencemaran. Jeruju termasuk jenis terpilih dari

    lima jenis vegetasi mangrove yang mengalami tekanan lingkungan karena

    peningkatan pencemaran limbah domestik, industri, runoff pertanian, dan

    limbah toksik lainnya. Salah satu limbah toksik adalah logam berat dimana

    nilai BCF (Bioconcentration Factor) untuk Pb pada tumbuhan mangrove

    (2,40+0,75) lebih tinggi dari tumbuhan darat (1,42+0,15). Sehingga logam

    berat yang toksik lebih cepat terakumulasi pada tumbuhan mangrove

    (Agoramoorthy et al. 2009).

    Steroid merupakan komponen aktif dalam tumbuhan yang telah digunakan

    untuk penyakit diabetes, gangguan menstruasi, antibakteri dan antivirus

    (Robinson, 1995). Oleh karena itu, tumbuhan jeruju dapat dipakai dalam

    penelitian yang berhubungan dengan abnormalitas (DiPiro et al., 2005).

    3. Morfologi Tanaman Jeruju

    Tumbuhan berhabitus terna yang kuat, tidak lunak, batang bulat, tampak

    jelas buku-buku batang, tumbuh tegak atau kadang-kadang merayap,

    seringkali dilengkapi dengan akar nafas, berduri pada kedua sisi batang

    sampai setiap duri terdapat pada helaian daun, tinggi tanaman dapat

    mencapai 3 m. Helaian daun tunggal, letak daun bersilang berhadapan,

  • 8

    bentuk memanjang sampai lanset, selalu dilengkapi duri di bagian ujung

    helaian daun bahkan pada semua bagian tepi daun, ukuran helaian daun 9-

    30 x 4-12 cm, pertulangan daun menyirip, warna hijau tua, panjang

    tangkai daun 3-15 mm. Perbungaan berupa bunga majemuk bulir, terletak

    di ujung batang, setiap bagian bunga dilindungi oleh 2 buah daun

    pelindung (brakteola) tepat di bawah kelopak bunga. Kelopak bunga

    berjumlah 5, berlekatan, berukuran 1-1,5 cm, berwarna hijau keputihan.

    Mahkota bunga berjumlah 5, berlekatan membentuk tabung mahkota

    bunga, panjang tabung mahkota 0,5-1 cm, di bagian ujung tabung terdapat

    rambut-rambut halus yang mengelilingi leher tabung mahkota, ukuran

    mahkota bunga 3-4,5 cm (termasuk tabung mahkota bunga), warna helaian

    mahkota bunga biasanya ungu dengan garis kuning di bagian tengah,

    jarang berwarna putih, ukuran helaian mahkota bunga 2-3,5 cm. Tangkai

    sari panjangnya 13-16 mm. Tangkai putik panjangnya 2-2,5 cm. Buah

    merupakan tipe buah kapsul, terbuka sepanjang alur kampuh jika sudah

    masak, ukuran buah 2,5-3 cm, biji berbentuk ginjal. Tanaman ini tumbuh

    baik di dekat komunitas mangrove (Giesen dan Van Balen, 1991)

  • 9

    Gambar 1. Tanaman Jeruju (Biodiversitaswarrior, 2015)

    Akar jeruju yang rasanya pahit, sifatnya dingin dan berkhasiat sebagai anti

    radang (antiflogistik) dan peluruh dahak (ekspektorans). Biji berkhasiat

    sebagai pembersih darah, kandungan kimia dari akar jeruju yaitu flavones

    dan asam amino. Akar jeruju digunakan untuk pengobatan radang hati

    (hepatitis) akut dan kronis, pembesaran hati dan limpa

    (hepatosplenomegali), pembesaran kelenjar limfe (limfadenopali) termasuk

    pembesaran kelenjar limfe pada tuberculosis (TBC) kulit (skrofuloderma),

    gondokan (parotitis), sesak napas (asma bronkial), cacingan, nyeri lambung,

    sakit perut, dan kanker, terutama kanker hati (Dalimartha, 2006).

    4. Habitat tanaman jeruju

    Acanthus ilicifolius tumbuh berkelompok dan sangat umum ditemukan di

    sepanjang tepi muara dan laguna, di tanah berawa, dan hutan mangrove

    dekat dengan pantai (Valkenberg dan Bunyapraphatsara 2002).

  • 10

    Tumbuhan semak bawah (undershrub) di mangrove (Jayaweera dan

    Senaratna 2006). Jenis ini ditemukan dari zona menengah ke hulu muara

    di pertengahan hingga daerah intertidal (Kovendan dan Murugan 2011).

    Acanthus ilicifolius lebih memilih daerah dengan masukan air tawar yang

    tinggi, dan jarang terendam air pasang, tersebar luas dan umum.

    Ditemukan pada semua jenis tanah, terutama daerah berlumpur sepanjang

    tepi sungai (Kovendan dan Murugan 2011). Tumbuh pada substrat

    berlumpur dan berpasir di tepi daratan hutan bakau (Ardli et al. 2011).

    Pertumbuhan ternaungi, hingga sepenuhnya terbuka (Yudhoyono dan

    Sukarya 2013), toleran terhadap naungan (Kovendan dan Murugan 2011).

    Jeruju dapat dijumpai dari India Selatan, Sri Lanka sampai Indo-China,

    Indonesia, Filipina dan Australia Utara, jarang ditemukan di Malaysia. Di

    Asia tropis dan Afrika Barat tropis (Jayaweera dan Senaratna 2006),

    melalui Malaya sampai Polinesia . India, Semenanjung India, Ceylon, Sri

    Lanka, Bangladesh, Pakistan, Burma, Malaya, Kepulauan Filipina,

    Indonesia dan Australia (Jayaweera dan Senaratna 2006; Yudhoyono dan

    Sukarya 2013)

    Pengetahuan manfaat obat tumbuhan mangrove umumnya diperoleh

    masyarakat setempat dari masyarakat luaryang mencari tumbuhan

    tersebut, bukan sebagai pengetahuan tradisional warisan nenek

    moyangnya. Dalam pengobatan tradisional masyarakat Segara Anakan,

  • 11

    yang merupakan keturunan prajurit Kerajaan Mataram, digunakan

    tumbuhan darat sebagaimana masyarakat Jawa pada umumnya. Meskipun

    demikian di Bogowonto dan Segara Anakan masyarakat mengetahui

    potensi obat beberapa tumbuhan mangrove, seperti buah (biji) Acanthus

    ilicifolius yang berpotensi untuk pengobatan hepatitis. Tumbuhan ini

    berperan sebagai afrodisiak, asma, pembersih darah (buah), diabetes,

    diuretik, dispepsia, hepatitis, lepra (buah, daun,akar), neuralgia, paralisis,

    cacingan, rematik, penyakit kulit, gigitan ular, dan sakit perut (kulit kayu,

    buah, daun) (Bandaranayake, 1998)

    Keistimewaan A. ilicifolius dibandingkan dengan spesies yang lain bila

    digunakan untuk obat antidiabetes yaitu A. ilicifolius memiliki kandungan

    metabolit skunder lain yang juga baik untuk kesehatan diantaranya

    antibakteri, antioksidan, antivirus, dapat membersihkan darah,

    mempercepat penyembuhan luka dan lain-lain (Krisdaphong et al., 2013;

    Bandaranayake, 1998). Ketersediaan di alam juga lebih melimpah

    dibandingkan dengan spesies mangrove yang laian karena sifatnya yang

    mudah berkembangbiak. A. ilicifolius memiliki kemampuan untuk

    menyebar secara vegetatif karena perakarannya yang berasal dari batang

    horizontal, sehingga membentuk bagian yang besar dan kukuh. Juga dapat

    berkembangbiak secara generatif, dengan kemungkinan bunga diserbuki

    oleh burung dan serangga, sehingga biji tertiup angin dan menyebar (Noor

    et al., 2006). Selama ini A. ilicifolius dianggap sebagai tumbuhan perdu

    yang tidak memiliki fungsi ekologis maupun tumbuhan pangan. Oleh

  • 12

    karena itu, penelitian pengembangan mengenai pemanfaatan A. ilicifolius

    sebagai obat perlu selalu dilakukan untuk meningkatkan eksistensinya dan

    memberikan manfaat yang lebih untuk manusia (Noor et al., 2006).

    B. Biologi Mencit (Mus musculus)

    Arrington (1972) menyatakan taksonomi mencit diklasifikasikan sebagai

    berikut:

    Kingdom : Animalia

    Filum : Chordata

    Kelas : Mamalia

    Ordo : Rodentia

    Famili : Muridae

    Genus : Mus

    Spesies : Mus musculus L.

    Mus musculus liar atau Mus musculus L. rumah adalah hewan satu spesies

    dengan Mus musculus laboratorium. Semua galur Mus musculus L.

    Laboratorium sekarang ini merupakan keturunan dari Mus musculus L. liar

    sesudah melalui peternakan selektif (Smith & Mangkoewidjojo, 1988).

    Mencit termasuk dalam genus mus, sub famili murinae, famili muridae,

    order rodentia. Mencit yang sudah dipelihara di laboratorium sebenarnya

    masih satu famili dengan mencit liar. Sedangkan mencit yang sering

    dipakai untuk penelitian biomedis adalah Mus musculus L. Berbeda

    dengan hewan-hewan lainnya, mencit tidak memiliki kelenjar keringat.

    Pada umur empat minggu berat badannya mencapai 18-20 gram. Jantung

  • 13

    terdiri dari empat ruang dengan dinding atrium yang tipis dan dinding

    ventrikel yang lebih tebal. Hewan ini memiliki karakter yang lebih aktif

    pada malam hari dari pada siang hari. Diantara spesies-spesies hewan

    lainnya, mencit yang paling banyak digunakan untuk tujuan penelitian

    medis (60-80%) karena murah dan mudah berkembang biak (Kusumawati,

    2004).

    Mencit (Mus musculus L.) merupakan hewan pengerat yang memiliki

    rambut berwarna keabu-abuan atau putih, mata berwarna merah atau

    hitam, kulit berpigmen dan perut sedikit pucat. Mencit dewasa pada umur

    35 hari dan memiliki waktu kehamilan 19-21 hari. Mencit dapat

    melahirkan 6-15 ekor. Mencit jantan dan betina siap melakukan kopulasi

    pada umur 8 minggu. Siklus estrus atau masa birahi 4-5 hari dengan lama

    estrus 12-14 jam. Fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB.

    Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan fertilisasi atau

    disebut dengan kopulasi terjadi pada saat estrus, dengan fertilisasi 2 jam

    setelah kopulasi. Ciri-ciri terjadinya kopulasi adalah ditemukannya sumbat

    vagina, yaitu cairan mani jantan yang menggumpal (Smith dan S.

    Mangkoewidjojo. 1988).

    Mencit merupakan hewan percobaan yang efisien karena mudah

    dipelihara, tidak memerlukan tempat yang luas, waktu kehamilan yang

    singkat, dan banyak memiliki anak perkelahiran. Mencit dan tikus putih

  • 14

    memiliki banyak data toksikologi, sehingga mempermudah

    membandingkan toksisitas zat-zat kimia (Lu, 1995).

    Gambar 2. Mencit (Mus musculus L) (Tetebano, 2011)

    1. Perkembangan Fetus Mencit

    Menurut Roberts (1971) dan Lu (1995) masa kehamilan mencit terdiri dari

    3 tahap, yaitu :

    A. Tahap blastula

    Tahap ini dimulai setelah ovulasi dan dilanjutkan dengan perkembangan

    membran zigot primitif di uterus. Pada tahap ini, fetus tidak rentan

    terhadap senyawa teratogen, tetapi senyawa teratogen akan menyebabkan

    kematian fetus akibat matinya sebagian sel fetus.

    B. Tahap organogenesis

    Tahap organogenesis merupakan tahap pembentukan organ-organ dan

    sistem tubuh serta perubahan bentuk tubuh yang terjadi pada hari ke 6

    sampai ke 16 kehamilan. Pada periode ini sel secara intensif mengalami

  • 15

    diferensiasi, mobilisasi, dan organisasi sehingga fetus sangat rentan

    terhadap senyawa teratogen.

    C. Tahap pertumbuhan fetus

    Tahap ini merupakan tahap terjadinya perkembangan dan pematangan

    fungsi jaringan, organ dan sistem yang tumbuh. Sehingga selama tahap

    ini,senyawa teratogen tidak akan menyebabkan cacat morfologi, tetapi

    dapat mengakibatkan kelainan fungsi seperti gangguan Sistem Syaraf

    Pusat (SSP) yang mungkin tidak dapat dideteksi segera setelah kelahiran.

    Morfologi fetus normal mencit disajikan pada Gambar 3.

    Gambar 3. Morfologi Fetus Normal Mencit (Heupel, 2008)

  • 16

    Menurut Hafez (1970) dan Schenker & Forkheim (1998), perkembangan

    fetus pada Rodentia dapat ditunjukkan pada Tabel 1.

    Tabel 1. Tahap Perkembangan Fetus Pada Rodentia

    Waktu

    (Hari)

    Tingkatan yang terjadi

    1 Stadium pembelahan sel di dalam oviduk

    2 Terbentuk morula 16 sel

    3 Fetus masuk ke dalam uterus dan membentuk blastula

    4-6 Blastomer terimplantasi dan terjadi gastrulasi

    6-11 Organogenesis

    12-16 Pembentukan somit belakang, mata, dan osifikasi awal dariskeleton

    16-20 Perkembangan fetus

    20-21 Kelahiran

    2. Siklus Hidup Mencit

    Siklus reproduksi mencit bersifat poliestrus dimana siklus estrus (berahi)

    berlangsung sampai lima hari dan lamanya estrus 12-14 jam. Mencit

    jantan dewasa memiliki berat 2040 gram sedangkan mencit betina dewasa

    18-35 gram. Hewan ini dapat hidup pada temperatur 30 C lama hidup

    mencit satu sampai tiga tahun, dengan masa kebuntingan yang pendek (18-

    21 hari) dan masa aktifitas reproduksi yang lama (2-14 bulan) sepanjang

    hidupnya. Mencit mecapai dewasa pada umur 35 hari dan dikawinkan

    pada umur delapan minggu (jantan dan betina) (Smith & Mangkoewidjojo,

    1988).

  • 17

    Mencit dewasa pada umur 35 hari dan memiliki waktu kehamilan 19-21

    hari dan umur sapih 21 hari. Berat dewasa mencit rata-rata 20-30 gram dan

    berat lahir 0,5-1.0 gram. Menurut Somala (2006) suhu rektal mencit 35-

    39oC,

    pernapasan 140-180 kali/menit dan denyut jantung 600-650 kali. Mencit

    juga salah satu golongan pengerat yang bersifat omnivorus, nokturnal,

    takut cahaya, dan dapat hidup dengan baik di ruangan dengan temperatur

    antara 20-25oC dengan kelembaban ruang 45-55% (Keane, 2011).

    3. Tulang Belakang

    Tulang adalah jaringan yang tersusun oleh sel dan didominasi oleh matriks

    kolagen ekstraseluler (kolagen tipe I) yang disebut sebagai osteoid.

    Osteoid ini termineralisasi oleh deposit kalsium hydroxyapatite, sehingga

    tulang menjadi kaku dan kuat. Tulang merupakan jaringan penghubung

    yang terdiri dari fase mineral dan organik yang secara khusus dirancang

    untuk berperan sebagai struktur penahan beban tubuh. Untuk memenuhi

    tugas ini, tulang dibentuk dari kombinasi tulang kompak yang padat dan

    tulang kanselus. Fase mineral dari kerangka berkontribusi dalam dua per

    tiga dari berat kerangka, dan sepertiganya adalah matriks organik, yang

    terutama mengandung kolagen tipe I dan sejumlah kecil protein non-

    kolagen (Junqueira, 2007).

    Sebagai unsur pokok kerangka orang dewasa, jaringan tulang menyangga

    struktur berdaging, melindungi organ vital seperti yang terdapat di dalam

  • 18

    tengkorak dan rongga dada, menampung sumsum tulang dan tempat sel

    darah dibentuk. Tulang juga berfungsi sebagai cadangan kalsium, fosfat

    dan ion lainyang dapat dilepaskan atau disimpan dengan cara terkendali

    untuk mempertahankan konsentrasi ion-ion penting ini di dalam cairan

    tubuh. Karena metabolit tidak dapat berdifusi melalui matriks tulang yang

    telah mengapur, pertukaran zat antara osteosit dan kapiler darah

    bergantung pada komunikasimelalui kanalikuli yang merupakan celah-

    celah silindris halus, yang menerobos matriks. Permukaan bagian luar dan

    dalam semua tulang dilapisi lapisan-lapisan jaringan yang mengandung

    sel-sel osteogenik, endosteum pada permukaan dalam dan periosteum pada

    permukaan luar (Junqueira, 2007).

    Kerangka manusia dewasa secara keseluruhan terdiri dari 80% tulang

    kortikal dan 20% tulang trabekular (Clarke, 2008; Bayliss et al., 2012).

    Setiap tulang memiliki rasio tulang kortikal dan tulang trabekular yang

    berbeda sesuai situs dan jenis tulang itu sendiri sebagai contohnya pada

    tulang vertebra perbandingan rasio tulang kortikal dan tulang trabekular

    adalah 25:75. Rasio pada kaput femur adalah 50:50 dan 95:5 pada diafisis

    radius (Clarke, 2008).

    Setiap tulang selalu mengalami perbaikan bentuk selama hidup untuk

    membantu adaptasi terhadap perubahan kekuatan biomekanik, proses

  • 19

    penggantian tulang yang tua dan yang mengalami kerusakan mikro dengan

    tulang yang baru serta membantu menjaga kekuatan tulang (Clarke, 2008).

    Pertumbuhan tulang merupakan proses pertambahan dalam ukuran dan

    mineralisasi pada masa kanak-kanak dan remaja. Massa tulang bertambah

    dari sekitar 80 gram saat lahir hingga 3000 gram pada puncak tertinggi

    massa tulang yaitu sekitar umur 25 tahun (Clarke, 2008).

    Pada saat fetus, tulang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang

    disebut dengan istilah osifikasi. Awal dari proses osifikasi ini adalah

    terjadinya perubahan jaringan mesenkim pada fetus menjadi jaringan

    tulang atau menjadi jaringan kartilago yang selanjutnya akan menjadi

    jaringan tulang (Junqueira, Carneiro, dan Kelley, 1998). Menurut Rugh

    (1968), osifikasi pada mencit dimulai pada hari ke 11 sampai 17

    kehamilan.

  • 20

    Struktur anatomi rangka fetus mencit disajikan pada Gambar 4.

    Gambar 4. Anatomi Rangka Mencit (Mus musculus L.) (Amsel, 2012)

    Pada fetus normal (kontrol) terdapat 7 tulang servik, 13 tulang thorak, 6

    tulang lumbalis, 6 tulang sakral, dan 2 atau 3 tulang kaudal (Sukandar,

    Fidrianny, Garmana, 2008).

    Menurut Setyawati (2011), pemberian senyawa teratogen pada masa

    organogenesis dapat menyebabkan penghambatan pada pertumbuhan

    tulang. Adanya senyawa teratogen yang masuk melalui plasenta akan

    menghambat transfer nutrisi dari induk ke fetus dan menghambat

    metabolisme nutrisi yang penting bagi pertumbuhan dan perkembangan

    organ fetus termasuk mineral untuk proses kalsifikasi (pembentukan

    tulang). Kelainan pada tulang belakang fetus dapat dilihat dari jumlah

    tulang dan terdapat pemanjangan atau pemendekan dari tulang belakang

    tersebut.

  • 21

    Kalfas (2001) menyatakan bahwa tulang yang sedang aktif tumbuh

    terdapat empat jenis komponen sel, antara lain prekusor osteogenik atau

    sel osteoprogenitor, sel osteoblas, sel osteosit dan sel osteoklas serta

    elemen hematopoetik dari sumsum tulang. Sel osteoprogenitor terdapat

    pada semua permukaan tulang dan membentuk lapisan periosteum dan

    endosteum. Sel osteoprogenitor hanya sanggup berproliferasi dan

    berkembang menjadi sel osteoblas dan paling aktif selama pertumbuhan

    tulang namun diaktifkan kembali semasa dewasa pada pamulihan fraktur

    tulang dan cedera lainnya.

    Sel osteoblas terdapat pada permukaan tulang, berasal dari prekusor sel

    stroma di sumsum tulang. Sel osteobas menyekresikan sejumlah

    besar`kolagen tipe I, protein, matriks tulang yang lain dan fosfatase alkali

    dan akan berdiferensiasi menjadi sel osteosit (Ganong, 2002). Sel

    osteoblas dapat menyintesis, menyekresi dan mengendapkan komponen

    organik matriks tulang baru. Sel osteoblas berdiferensiasi secara in vivo

    dan in vitro yang dapat di karakteristikkan dengan 3 tahap yaitu proliferasi

    sel, maturasi matriks dan mineralisasi matriks (Eroschenko, 2010). Sel

    osteoblas akan menghasilkan sel osteosit, matriks organik yang tidak

    termineralisasi yang akan mengalami mineralisasi, memberikan kekuatan

    tulang dan kekakuan tulang. Sel osteoblas juga berperan dalam aktivasi

    resorpsi tulang oleh sel osteoklas (Kalfas, 2001).

  • 22

    Sel osteosit merupakan sel utama tulang dewasa yang terperangkap dalam

    matriks tulang (Kalfas, 2001). Sel osteosit mempertahankan keseimbangan

    kadar kalsium dan fosfat dalam tulang dan darah. Sel osteoklas adalah sel

    multinukleus yang berperan dalam resorpsi, remodelling dan perbaikan

    tulang (Eroschenko, 2010). Sel osteoklas melakukan pembaruan yang

    mencakup menghilangkan matriks dalam tulang dan diikuti deposisi tulang

    baru. Sel osteoklas menempati lekukan yang disebut lakuna Howshi,

    terjadi akibat kerja erosif osteoklas tulang dibawahnya (Fawcett, 2002).

    Pembentukan dan resorpsi tulang sel yang telibat adalah sel osteoblas dan

    sel osteoklas yang berasal dari sumsum tulang (Ganong, 2002). Trombosit

    kaya akan faktor pertumbuhan, oleh karena itu trombosit bertanggung

    jawab untuk meregenerasi fraktur tulang karena trauma. Seumur hidup,

    tulang tetap mengalami remodelling intern dan pembaruan yang mencakup

    menghilangkan matriks tulang pada banyak tempat, diikuti

    penggantiannya berupa deposisi tulang baru. Agen resorpsi tulang dalam

    proses ini adalah sel osteoklas. Bentuk tulang dipertahankan selama

    pertumbuhan oleh remodelling yang mencakup deposisi tulang pada

    beberapa tempat di bawah periosteum dan absorpsi tulang pada daerah lain

    (Fawcett, 2002).

  • 23

    Kerusakan tulang merupakan suatu kondisi patologik hilangnya struktur

    tulang yang dapat disebabkan karena faktor sistemik maupun faktor

    mekanis. Terjadinya remodelling tulang karena adanya tekanan yang terus

    menerus dan aktivitas hormon yang selalu berubah. Proses remodeling

    tulang melibatkan interaksi sel osteoblas dan sel osteoklas (Ganong,

    2002).

  • 24

    III. METODE PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat Penelitian

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November - Desember 2017, di

    Laboratorium Kimia Organik, Jurusan Kimia FMIPA Universitas

    Lampung untuk pembuatan ekstrak daun jeruju dan di Laboratorium

    Zoologi, Jurusan Biologi FMIPA Universitas Lampung untuk tempat

    pemberian perlakuan pada mencit dan pengamatan.

    B. Alat dan Bahan

    1. Alat-Alat

    Alat yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah kandang mencit

    yang berukuran 50 x 30 cm beserta penutup yang terbuat dari kawat,

    tempat makan dan minum mencit sebanyak 20 unit yang akan terbagi

    dalam 4 kelompok, seperangkat alat bedah, sonde lambung, kertas label,

    kertas milimeter blok, penggaris, jangka sorong, timbangan digital,

    kamera, bak parafin, pena dan buku.

  • 25

    2. Bahan

    Bahan yang digunakan adalah 20 ekor mencit betina dan 20 ekor jantan

    berumur 3-4 bulan dengan berat sekitar 40 gram, sekam padi sebagai

    alas kandang mencit, pelet sebagai pakan mencit, air minum mencit,

    ekstrak Daun Jeruju, aquades, kloroform, kapas, alkohol 90%, larutan

    KOH 1%, larutan Alizarin Red dan Alkohol 70%.

    C. Persiapan Kandang dan Hewan Uji

    Kandang mencit beserta penutupnya sebanyak 20 unit dibersihkan dengan

    alkohol dan diberi alas berupa sekam padi. 20 ekor mencit jantan dan 20

    ekor mencit betina disiapkan dalam kondisi yang fertil, berumur 10

    minggu, dan berat sekitar 40 gram. Mencit kemudian diaklimatisasi

    selama 1 minggu dengan diberi pakan berupa pelet dan air minum setiap

    harinya. Aklimatisasi ini bertujuan agar mencit melakukan penyesuaian

    kondisi dengan lingkungan sekitar.

    Besarnya sampel ditentukan berdasarkan rumus Frederer (1977) yaitu t (n-

    1) ≥15. Sehingga setiap perlakuan terdiri dari 5 ekor mencit betina yang

    hamil, yaitu 5 ekor mencit betina hamil tanpa perlakuan (kontrol), 5 ekor

    mencit betina hamil dengan perlakuan 3,75 mg/30 gram BB dalam 0,4 ml

    aquades, 5 ekor mencit betina hamil dengan perlakuan 7,5 mg/30 gram BB

    dalam 0,4 ml aquabides, dan 5 ekor mencit betina hamil dengan perlakuan

    15 mg/30 gram BB dalam 0,4 ml aquades.

  • 26

    D. Persiapan dan Pembuatan Ekstrak Daun Jeruju

    Pada penelitian ini untuk mendapatkan ekstrak daun Jeruju digunakan

    metode evaporasi. Daun jeruju dibersihkan, dicuci, dan dijemur hingga

    kering. Setelah kering, daun jeruju kemudian digiling hingga menjadi

    serbuk. Kemudian dilakukan maserasi dengan cara merendam 500 gram

    serbuk daun jeruju dalam 2 liter larutan etanol selama 24 jam. Kemudian

    disaring menggunakan kertas saring. Cairan hasil saringan tersebut

    kemudian dipekatkan dengan cara evaporasi menggunakan alat rotary

    evaporator selama 4 jam dengan suhu 50oC dan tekanan 120 atm. Setelah

    itu didapatkan ekstrak daun jeruju sebanyak ± 200ml.

    E. Proses Kopulasi Mencit

    Satu ekor mencit betina disatukan secara alami dengan satu ekor mencit

    jantan ke dalam satu kandang dan diberi pakan berupa pelet dan air

    minum. Proses persetubuhan mencit jantan dan betina untuk tujuan

    fertilisasi atau disebut dengan kopulasi mencit ini terjadi pada sore

    menjelang petang. Hal ini disebabkan proses kopulasi mencit terjadi pada

    fase estrus, dimana fase estrus dimulai antara pukul 16.00-22.00 WIB

    (Mangkoewidjojo, dan Smith, 1988).

  • 27

    F. Pembuktian Kopulasi Mencit

    Pada keesokan pagi setelah mencit betina dan jantan disatukan, dilakukan

    pengamatan di daerah vagina pada mencit betina. Sumbat vagina

    (copulatory plug atau vagina plug) yaitu sumbat kekuningan pada vagina

    yang merupakan campuran sekret betina dengan ejakulat jantan yang

    mengeras. Apabila ditemukan sumbat vagina, maka mencit dinyatakan

    telah melakukan kopulasi dan dihitung sebagai kehamilan hari ke-0

    (Silvia, 2011). Selain dilihat dari adanya sumbat vagina, kehamilan

    mencit juga dapat diketahui dengan cara mengangkat ekstrimitas depan

    mencit dan dilihat apakah kelenjar mammae turun, apabila turun maka

    mencit dinyatakan hamil. Selama kehamilan, kelenjar mammae

    mengalami perkembangan dan perubahan morfologi untuk mempersiapkan

    laktasi saat melahirkan (Leeson, 1986). Mencit betina yang dinyatakan

    terbukti kopulasi, dipelihara dalam kandang tersendiri .

    G. Pemberian Perlakuan

    Pemberian ekstrak daun jeruju dilakukan dengan cara dicekok (secara oral)

    menggunakan spuit yang ujungnya ditumpulkan dan diberi pipa karet

    kecil. Untuk setiap perlakuan digunakan 4 ekor mencit dengan 5 kali

    pengulangan. Perlakuan pencekokan ini dilakukan satu kali sehari selama

    14 hari dengan pemberian dosis yang berbeda-beda untuk setiap kelompok

  • 28

    perlakuan. Menurut Christijanti ( 2009 ) dosis yang diberikan pada tikus

    putih sebagai berikut:

    1. Kelompok kontrol dengan diberi 0 ml/ 200 grBB aquabides (A)

    2. Kelompok dosis 10 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (B)

    3. Kelompok dosis 20 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (C)

    4. Kelompok dosis 40 mg/200 grBB dalam 1 ml aquabides (D)

    Dosis ini diberikan pada hewan uji tikus putih yang beratnya 5 kali mencit

    (sekitar +200gr), dikonversi ke berat badan mencit sehingga dosis ekstrak

    daun jeruju yang digunakan adalah sebagai berikut:

    1. Kelompok kontrol, diperlakukan dengan diberi 0,3ml aquabides

    2. Kelompok dosis 3,75 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P1)

    3. Kelompok dosis 7,5 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P2)

    4. Kelompok dosis 15 mg/30 grBBdalam 0,3 ml aquabides (P3)

    Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah mencit dengan

    berat sekitar 30 gram, sehingga rumus perhitungan volume penggunaan

    aquabidesnya yaitu :

    Volume Pemberian = Berat x Persen Pemberian

    = 30 gram x 1%

    = 30 gram x (1 ml/100 gram)

    = 0,3 ml

  • 29

    H. Pengamatan

    Pembedahan terhadap mencit betina dilakukan dengan menggunakan

    seperangkat alat bedah setelah kehamilan hari ke 18. Seluruh mencit baik

    dari kelompok kontrol maupun perlakuan dibius menggunakan kloroform.

    Mencit dibedah dan fetus dikeluarkan dari uterus, kemudian dibersihkan

    dengan air mengalir dan dilakukan penimbangan berat badan dan

    pengukuran panjang fetus. Selanjutnya dikeluarkan organ dalam fetus dan

    dilakukan preparasi tulang belakang fetus dengan pewarna Alizarin Red.

    Pembuatan larutan Alizarin Red dengan cara menambahkan 6 mg bubuk

    Alizarin Red ke dalam 1 liter larutan KOH 1% (Manson, 1982).

    Alizarin Red merupakan pewarna yang banyak digunakan untuk mewarnai

    tulang pada fetus hewan uji. Ruas tulang yang terwarnai merupakan

    tulang rawan yang telah mengalami penulangan sehingga akan berwarna

    merah tua karena zat warna terikat oleh kalsium pada matriks tulang.

    Larutan KOH 1% yang digunakan berfungsi agar otot pada fetus menjadi

    transparan dan tulang belakang fetus dapat terlihat dengan jelas

    (Setyawati, 2011). Pengamatan struktur tulang belakang fetus dilakukan

    secara deskriptif untuk melihat ada atau tidaknya kelainan dibandingkan

    dengan fetus normal (kontrol).

  • 30

    I. Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap dengan 4 perlakuan dan masing-masing

    perlakuan dilakukan pengulangan sebanyak 5 kali. Dalam penelitian ini

    terdapat 20 ekor mencit yang dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu 1

    kelompok sebagai kontrol dan 3 kelompok sebagai perlakuan.

    Berikut merupakan susunan rancangan percobaan:

    AU1 BU1 CU1 DU1

    DU2 AU2 BU2 CU2

    AU3 CU5 DU3 BU3

    BU4 DU4 CU3 AU4

    CU4 BU5 AU5 DU5

    Keterangan :

    P = Perlakuan yang digunakan (B; C; D)

    K = Kontrol (A)

    U = Ulangan (U1,U2,U3,U4,U5).

  • 31

    J. Analisis data

    Data hasil penelitian berupa anatomi tulang belakang fetus dianalisis

    secara deskriptif.

    K. Diagram Alir Penelitian

    Hasil

    Analisis data

    Pengamatan berat dan panjang fetus serta kelainan pada strukturtulang belakang

    Pemberian perlakuan berupa ekstrak daun jeruju

    Pembuktian kopulasi mencit

    Proses kopulasi mencit

    Persiapan dan pembuatan ekstrak daun jeruju

    Persiapan kandang dan hewan uji berupa mencit

    Persiapan penelitian

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. KESIMPULAN

    Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan bahwa

    pemberian ekstrak daun jeruju pada mencit hamil tidak menyebabkan

    kelainan pada struktur tulang belakang fetus mencit (Mus musculus

    L.).

    B. SARAN

    Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai:

    1. Menaikkan jumlah dosis lebih dari 15 mg/ 30 gr BB untuk

    mengetahui efek teratogenik

    2. Efek teratogenik ekstrak daun jeruju terhadap fetus mencit dengan

    pengamatan mengenai kelainan pada seluruh tulang dan organ

    dalam untuk memaksimalkan kemungkinan kecacatan yang terjadi

    pada fetus mencit.

    3. Zat atau kandungan spesifik dalam ekstrak daun jeruju yang dapat

    menyebabkan efek teratogen terhadap fetus mencit.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Agoramoorthy G, F.A Chen, V. Venkatesalu, P.C Shea. 2009. Bioconcentration ofheavy metals in selected medicinal plants of India.

    Agusta, A. 2011. Perbandingan Komponen Kimia Rimpang Temu Hitam(Curcuma aeruginosa Roxb.) Dan Temu Putih (C. zedoaria) yangTumbuh di Indonesia dengan Gajatsu (C. zedoaria) Asal Jepang.Artikel Ilmiah. Laboratorium Fitokimia, Bidang Botani, PuslitBiologi-LIPI.

    Amsel, S. 2012. Movie Worksheets, What Owls Eat -The Bones of A Mouse.(Internet).http://visual.Merriamwebster.com/images/animalkingdom/rodents-lagomorphs/ rodent/skeleton-rat.jpg. Diakses pada 05Oktober 2017 Pukul 17.30 wib.

    Anonim, 2015. Acanthus ilicifolius L. http://www.biodiversitywarriors.org/isi-katalog.php?idk=3789&judul=Jeruju. Diakses pada tanggal 05Oktober 2017 Pukul 19.30 wib.

    Anonim, 2015. Faktor yang mempengaruhi tulang.http://milatakum.wordpress.com/2015/12/03/faktor-yang-mempengaruhi- pertumbuhan-tulang-faktor-genetik-terhadap-ukuran-tubuh/. Diakses pada tanggal 06 Mei 2018

    Ariens, E.J. 1986. Toksikologi Umun Pengantar, terjemahan Wattimena J.R.,Gajah Mada Univ. Press., Yogyakarta.

    Arrington, L. R. 1972. Introductory Labolatory Animal. The Breeding, Care andManagement of Experimental Animal Science. The InterstatePrinters and Publishing Inc., New York

    Ardli, E.R.E Yani, A. Widyastuti. 2011. Density and Spatial Distribution of Derristrifoliata and Acanthus ilicifolius as a Biomonitoring Agent ofMangrove Damages at the Segara Anakan lagoon (Cilacap,Indonesia). 2nd International Workshop for Conservation Geneticsof Mangroves

  • 45

    Bandaranayake, W.M. 1998. Traditional and medical uses of mangroves.Mangroves and Salt Marshes 2: 133-148

    Clarke B., 2008, Normal Bone Anatomy and Physiology, Clin J Am Soc Nephrol3: 131-139.

    Dawes, B. 1952. A Hundred Years of Biology. University of London Inc.London.

    Dewoto, H.R. 2007. Farmakologi dan Terapi: Vitamin dan Mineral Edisi 5. BalaiPenerbit FK UI. Jakarta.

    DiPiro, T., Joseph, Wells, G., Barbara, Hamilton, W., Cindy, Schwinghammer, l.,Terry. 2005. Pharmacotherapy Handbook, Sixth Edition, New York

    Fawcett. 2002. Buku ajar histologi. Edisi 12. Terjemahan Jan Tambayong. Jakarta:EGC

    Federer, W.T. 1977. Experimental Design Theory And Application, Third Edition.Oxford and IBH Publishing Co. New Delhi Bombay Calcuta.

    Dalimartha S. 2006. Atlas Tumbuhan Obat Indonesia. Jakarta : Puspa Swara.

    Ganong William F. 2002. Buku ajar fisiologi kedokteran. Edisi 20. TerjemahanBrahm U. Jakarta: EGC. hal. 408-412

    Giesel, 1991. http://www.plantamor.com/database/database tumbuhan / daftartumbuhan _ i618?genuspage=all&g=Acanthus&s=ebracteatus. Diakses pada ta nggal 30 September 2017 Pukul 20.30 wib.

    Giesen, W. & B. van Balen. 1991. Several Short Surveys of Sumatran WetlandsNotes and Observations. Laporan Proyek PHPA/AWB SumatraWetlands.

    Guyton, A.C. 1990. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Dharrna, A., dan P.,Lukmanto. EGC. Jakarta.

    Hafez, E.S.E. 1970. Reproduction and Breeding Techniques for LaboratoryAnimals. Lea & Febinger. Philadelphia.

    Heupel. 2008. Root Cause Analysis Handbook: A Guide to Efficient and EffectiveIncident Investigation. Connecticut Philip Jan Rothstein. FBCI.

    Hidayat, S Yuzammi, S Hartini, IP Astuti. 2004. Tanaman Air Kebun Raya

  • 46

    Bogor. Vol. 1 No. 5. Kebun Raya Bogor. Bogor.

    Hutahean, S. 2002. Prinsip-Prinsip Uji Toksikologi Perkembangan. FMIPAUniversitas Sumatera Utara. Sumatera Utara.

    Irawanto R. 2014a. Kemampuan Tumbuhan Akuatik (Acanthus ilicifolius danCoix lacryma-jobi) Terhadap Logam Berat (Pb dan Cd).Prosiding Seminar Nasional Pascasajana XIV-ITS Surabaya.

    Irawanto R. 2014b. Phytomedicine of Acanthus ilicifolius dan Coix lacryma-jobi.Prosiding 2nd International Biology Conference-ITS Surabaya.

    Jayaweera, D.M.A, L.K Senaratna. 2006. Medicinal Plants (Indigenous andExotic)

    Used in Ceylon. The National Science Foundation. Colombo

    Junqueira L.C., J. Carneiro., R.O Kelley. 1998. Histologi dasar. Terjemahan JanTambayong. Edisi 8. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.Hlm 236-237.

    Kalfas, I.H., 2001, Principle of bone healing, Neurosurg. Focus, 10 (4): 1–4.

    Keane, T. 2011. Mouse Genomic Variation and Its Effect on Phenotipes and GeneRegulation. International Weekly Journal of Science: 477(289-294).

    Kovendan K, K Murugan. 2011. Effect of Medicinal Plants on the MosquitoVectors from the Different Agroclimatic Regions of Tamil Nadu,India..

    Kusumawati, D. ,2004. Bersahabat dengan Hewan Coba, Yogyakarta.

    Lu, F.C. 1995. Toksikologi Dasar, Asas, Organ Sasaran dan Penilaian ResikoEdisi II. Penerbit UI. Jakarta. p 155-157.

    Loomis, T.A. 1978. Toksikologi Dasar Edisi ke-2. Terjemahan Imono, A. IKIPSemarang Press. Semarang.

    Maradjo, 1985. Flora Indonesia : Tanaman Rempah-Rempah, P.T Gita Karya danPT Citra Lamtoro Gung Persada

    Mangkoewidjojo dan Smith. 1988. Pemeliharaan, Pembiakan, dan PenggunaanHewan Percobaan di Daerah Tropis. UI Press. Jakarta

    Manson, J.M, H, Zenick and R.D. Costlow, Teratology Test Methods forLaboratory Animals, Ravent Press, New York, 1982

  • 47

    Muna, L., Astirin, O.P., dan Sugiyarto. 2011. Uji Teratogenik Ekstrak Pandanusconoideus Varietas Buah Kuning Terhadap Perkembangan EmbrioTikus Putih (Rattus norvegicus). Nusantara Bioscience. 2. pp 126-134.

    Noor, Y.R., M. Khazali dan N.N. Suryadiputra. 2006. Panduan PengenalanMangrove di Indonesia. Wetlands International IndonesiaPrograme. Bogor.

    Ritter, E.J. 1977. Altered Biosynthesis In: Wilson J.G., Fraster F.C. (eds).Handbook of Teratology. Plenum Press. New York.

    Rasyaf. 1990. Bahan Makanan Unggas di Indonesia, Penerbit Kanisius,Yogyakarta.

    Robinson. 1995. Kandungan Organik Tumbuhan Tinggi. diterjemahkan olehPadmawinata, K., Sudiro, I.. Penerbit ITB, Bandung hal 71-72

    Roux, D. 2011. A High-Resolution Anatomical Atlas of the Transcriptome in theMouse Embryo. J PLOS Bio

    Rugh, R. 1968. The Mouse its Reproduction and Development. Minneapolis:Burgess Publishing Company

    Sadler, T.W. 2000. Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7 : MalformasiKongenital. EGC. Jakarta.

    Sadler, T.W. 2000.Embriologi Kedokteran Langman Ed. 7 : Masa Embriogenik.EGC. Jakarta.

    Sagi, M. 1997. Embriologi Perbandingan Pada Vertebrata. Fakultas Biologi,Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

    Salomo Hutahean. 2002. Prinsip-prinsip Uji Toksikologi Perkembangan. USUDigital Library.

    Schenker, E.B. and Forkheim, K.E. 1998. Early Development of MiceEmbryo In Microgravity Environment On Sts-80Space Flight. http: // www .asgsb . org / embryo / htm. Diakses pada: 05 Oktober2017 Pukul 21.00 wib.

    Setiyohadi, B. 2009. Peran Kalsium dan Vitamin D Pada Metabolisme Tulang.Subbagian Reumatologi, Bagian Ilmu Penyakit DalamFKUI/RSCM. Jakarta.

  • 48

    Setyawati, I. 2011. Penampilan Reproduksi dan Perkembangan Skeleton FetusMencit Setelah Pemberian Ekstrak Buah Nanas Muda. JurnalVeteriner. 12 (3). pp 192-199.

    Siburian, J. dan Marlinza, R. 2009. Efek Pemberian Ekstrak Akar Pasak Bumi(Eurycoma Longifolia Jack) Pada Tahap Prakopulasi TerhadapFertilitas Mencit (Mus Musculus L.) Betina. Biospesies. 2 (2). pp24-30.

    Smith, B. J. dan S. Mangkoewidjojo. 1988. Pemeliharaan pembiakan danpenggunaan hewan percobaan di daerah tropis. UniversitasIndonesia Press, Jakarta

    Somala, L., 2006, Sifat Reproduksi Mencit (Mus musculus) Betina yangMendapat Pakan Tambahan Kemangi (Ocimum basilicum) Kering,Skripsi, Fakultas Peternakan Insitut Pertanian Bogor.

    Sukandar, E.Y., Fidrianny, I., dan Garmana, A.N. 2008. Pengaruh KombinasiEkstrak Umbi Lapis Bawang Putih Dan Ekstrak Rimpang KunyitTehadap Janin Mencit Swiss-Webster. JKM. 8(1). pp 36-44.

    Suryawati, S. 1990. Pemakaian Obat Pada Kehamilan. LaboratoriumFarmakologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas GadjahMada. Yogyakarta.

    Tetebano, R. 2011. Rancangan Percobaan Racun Sianida Pada Mencit.Diakses pada tanggal 05 Oktober 2017.

    Van Valkenburg, J. L. C. H. & Bunyapraphatsara, N. (eds), 2001. Plant Resourcesof South-East Asia no. 12 (2). Medicinal and poisonous plants 2.Backhuys Publishers, Leiden, The Netherlands

    Wiharto, K. 1986. Beternak Ayam Broiler. Penerbit Kanisius, Yogyakarta

    Wilson, J.G. 1973. Environment and Birth Defects. Academic Press. New York.pp.6-8.

    Wirasuta, I.M.A.G. dan K. Suadarmana. 2007. Analisis Toksikologi Klinik:Tantangan Baru Bagi Farmasi Indonesia. Acta ParmaceuticaIndonesia. 32 (2). pp 59-62.

    Yorijuly. 2012. Perhitungan Dosis UntukHewan Percobaan. http:/yorijuly14.Wordpress.com/2012/06/02perhitungan-dosis-untuk-hewan-percobaan. Diakses pada tanggal 20/04/2018.

    Yudhoyono A, D.G Sukarya. 2013. 3500 Plant Species of The BotanicGardensof Indonesia. PT. Sukarya dan Sukarya Pendetama. Jakarta

    ABSTRAK (Skripsi).pdfBAB 1 (Skripsi).pdfBAB II (Skripsi).pdfBAB III (Skripsi).pdfBAB V (Skripsi).pdfDAFTAR PUSTAKA.pdf