siri hikayat sangtawal - 8
TRANSCRIPT
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
1/17
Hikayat sangtawal (8) - Acheh Bangkit - bhg 3
Artikel Pilihan
Tajuk :Sejarah keagungan Bangsa Acheh - Bhg 3
Sumber ; http://www.acehforum.or.id/sejarah-agung-bangsa-t21883.html
Oleh:
Al-Ustadz Hilmy Bakar Hasany Almascaty
Chairman The Acheh Renaissance Movement
President Acheh Red Crescent (Hilal Ahmar Asyi)
Sambungan dari Bhg-2.
Islamisasi Acheh mengalami puncaknya pada zaman Khalifah al-Rasyidin, terutama di
zaman pemerintahan Khalifah Umar bin Khattab yang gencar mengirimkan para dutayang merangkap sebagai pendakwah Islam sampai ke negeri Cina, pada sekitar awal abad
ke VII Masehi. Cina menjadi tujuan dakwah para Khalifah berkaitan dengan sebuah
hadits Nabi yang populer: tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina. Karena Cinapada zaman itu telah mencapai keemasaanya, sebagaimana Rumawi, Yunani ataupun
Mesir dan Parsia sebagai pusat-pusat perdagangan, peradaban dan kemakmuran dunia
yang jejaknya masih terekam jelas pada peta jalur sutera (silk road). Jalur ini kemudian
dipindahkan ke jalur laut karena berkembang pesatnya teknologi kelautan dengan kapal-kapalnya yang mampu berlayar lama.
Para pembawa Islam datang langsung dari Semenanjung Arabia yang merupakan utusan
resmi Khalifah atau para pedangan profesional Islam yang memang telah memiliki
hubungan perdagangan dengan Acheh, sebagai daerah persinggahan dalam perjalananmenuju Cina. Hubungan yang sudah terbina sejak lama, yang melahirkan asimiliasi
keturunan Arab-Acheh di sekitar pesisir ujung pulau Sumatra, telah memudahkan
penyiaran Islam dengan bahasa asal mereka, yaitu bahasa Arab yang dengan al-Quran
http://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-8-acheh-bangkit-bhg-3.htmlhttp://1.bp.blogspot.com/_EkAPRyIuoDk/Sa06Ci3vwnI/AAAAAAAAARo/0Lh4tQIoPuc/s1600-h/bendera+Acheh-2.jpghttp://sangtawal.blogspot.com/2009/03/hikayat-sangtawal-8-acheh-bangkit-bhg-3.html -
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
2/17
diturunkan. Pengaruh bahasa Acheh-Melayu dalam al-Quran dapat dijumpai pada kata
kafuro, yang tidak pernah ada dalam bahasa Arab pra-Islam.
Hubungan baik antara masyarakat Acheh dengan pendatang dari Arab telah mendorong
tumbuhnya perkampungan yang membesar menjadi Kerajaan-Kerajaan Islam sebagaipengganti Kerajaan-Kerajaan Hindu-Budha. Kerajaan Islam pertama di Acheh, yang juga
merupakan Kerajaan Islam pertama di Nusantara adalah Kerajaan Islam Jeumpayang didirikan oleh salah satu keturunan Nabi Muhammad yang melarikan diri
dari Persia bernama Sasaniah Salman al-Parsi pada tahun 154 Hijriah atau sekitar
tahun 777 Masehi. Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat Islamisasi di Nusantara,
khususnya Acheh. Salah seorang Pangeran Jeumpa, Shahrnawi, yang namanya disebut
oleh Syekh Hamzah Fansuri, menjadi pelopor pedirian Kerajaan Islam Perlak pada tahun805 Masehi, dan mengangkat anak saudaranya, Maulana Abdul Aziz cicit dari Imam
Jafar Sidiq sebagai Sultan pertama Kerajaan Perlak pada tahun 840 M.
Makajelaslahkebohongan Teori Gujarat yang dipopulerkan Snouck bersama antek-
anteknya. Karena ternyata Islam berkembang sejak awal abad ke VII Masehi, lebih awal600 tahun dari yang dikemukakan Teori Gujarat Snouck. Selanjutnya diharapkan para
cendekiawan Muslim dapat mengadakan penelitian yang lebih mendalam lagi tentang
sejarah masuknya Islam di Nusantara, terutama Acheh sebagai serambi Mekkah.
Rekonstruksi Sejarah Acheh Untuk Kebangkitan dan Kegemilangan Peradaban
Untuk merekonstruksi, menyusun kembali kepingan-kepingan sejarah Acheh yang
berserakan, menjadi sebuah gambaran sejarah yang jelas apa adanya bukanlah perkaramudah, mengingat sangat terbatasnya sumber-sumber rujukan yang dapat dipakai.
Namun bagaimanapun sulitnya, sebuah penyusunan kembali sejarah sangat penting
perannya dalam membangun sebuah jati diri masyarakat yang bercita-cita menggapaikegemilangan kembali seperti masyarakat Acheh. Berdasarkan data dan fakta yang ada,
baik premer maupun sekunder, hendaklah mulai disusun sebuah rancang bangun sejarah
Acheh yang akan menjadi cerminan masa depan. Karena seperti kata TS. Elliot, masa
lalu adalah cermin masa kini yang akan mempengaruhi masa depan. Bagaimana
kita akan melihat sosok bangsa dan masyarakat kita, jika cerminnya sendiri tidak
ada.
Hal terpenting yang perlu direkonstruksi adalah peran Islam dalam sejarah pembangunanperadaban Acheh. Karena masa depan kegemilangan Acheh terletak sejauh mana
komitmen interaksi masyarakatnya dengan Islam. Sejarah sendiri telah membuktikan
bahwa puncak kegemilangan Islam dalam sepanjang sejarahnya adalah ketika para
pemimpin yang dalam hal ini diwakili oleh para Sultan sebelum Sultan Iskandar Muda
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
3/17
dengan para cendekiawannya, dalam hal ini diwakili oleh Hamzah Fansuri dilanjutkan
Syamsuddin Sumatrani mampu membangun sebuah kolaborasi gerakan sinergis dan
mampu merumuskan sebuah teologi kebangkitan berdasarkan Islam yang diterapkankepada masyarakat Acheh sehingga mereka menjadi sebuah masyarakat kosmopolit yang
berperadaban, berpengetahuan dan memiliki kemakmuran dan tentunya sekaligus
memperoleh keadilan dan keamanan.
Bahwa segala pencapaian kegemilangan peradaban Acheh pada masa Sultan IskandarMuda adalah sebuah produk dari pemahaman dan penerapan Islam secara benar dan tepat
kepada masyarakat. Sama halnya, kebangkitan masyarakat Arab yang tertindas menjadi
masyarakat Madani semata-mata karena berdasarkan spirit Islam yang dibawa Rasulullah
dan diteruskan Para Khalifah dan pemimpin spiritual. Itulah sebabnya bangsa Arab
terpuruk saat ini dan tidak pernah mengalami kebangkitan karena mereka
mencampakkan spirit Islam dan menggantikannya dengan faham yang asing bagi
tradisi dan dinamika pergerakan masyarakat mereka, baik faham sekulerisme,
sosialisme, kapitalisme, nasionalisme dan sejenisnya yang menambah keterpurukandan keterbelakangan mereka. Inilah pula yang telah menimpa Turki pasca
tumbangnya Khalifah yang digantikan Kemal Attaturk dan mengarahkan
bangsanya pada sekulerisme. Sampai saat ini bangsa Turki tidak pernah mencapai
kemajuannya sebagai masyarakat Barat, karena jiwa mereka bertentangan dengan
pola hidup sekuler mereka. Kegersangan jiwa masyarakat inilah yang akhirnya
mengantarkan faksi Islam konservatip memenangi pemilihan Presiden ataupun
Perdana Menteri.
Pengalaman pahit yang telah menimpa sebagian besar bangsa-bangsa Muslim yang
pernah menjadi pusat mercusuar peradaban Islam seperti Mesir, Bagdad, Parsia, Pakistan,
Turki dan lainnya, harus menjadi cerminan para pemimpin dan cendekiawan Acheh.Kegagalan demi kegagalan mereka dalam membangkitkan masyarakatnya akibat
menerapkan faham yang tidak sesuai dengan jiwa dan nurani masyarakat, jangan diulang
kembali pada masyarakat Acheh, cukuplah kita belajar dari kegagalan mereka dan jangantermasuk barisan yang gagal. Sebuah sistem hidup yang sekuler mungkin sesuai dengan
masyarakat Barat, baik di Eropa dan Amerika dan terbukti telah mengantarkan mereka
menuju renaisans dan menggapai kegemilangan sebagai bangsa yang maju dan makmur.
Tapi menerapkan faham sekulerisme dengan segala derivatifnya kepada masyarakat yangtelah memiliki akar tradisi dengan Islam, justru akan menghancurkan nilai-nilai rohaniah,
sekaligus menimbulkan kerancuan demi kerancuan yang berakibat fatal yang tidak akan
pernah mengantarkan masyarakat menuju kebangkitan dan kegemilangannya. Cukuplahkegagalan itu menimpa Mesir atau Turki, jangan diulang pada masyarakat Acheh yang
selama ini penuh ujian dan cobaan.
Artinya, jika kita ingin membangkitkan kembali kegemilangan masyarakat Acheh, maka
jalan satu-satunya hanya dengan Islam. Islam yang sesuai dengan tradisi, budaya,
peradaban, watak, dinamika dan karakter masyarakat Acheh. Bukan penafsiran-
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
4/17
penafsiran Islam yang telah mengalami bias masyarakat tertentu yang diimpor
darimanapun. Kita membutuhkan Islam yang dikehendaki Allah dan Rasul-Nya, Islam
yang sesuai dengan masyarakat Acheh, Islam yang telah mengangkat harkat dan martabatnenek moyang mereka dahulu menjadi pelopor dan penggerak Islamisasi Nusantara.
Itulah Islam yang dibumikan atas realitas masyarakat Acheh, sebuah Islam ala manhaj
Asyi, Islam yang tumbuh atas dasar metode keachehan. Islam yang progresif, dinamis,membebaskan dan mengantarkan menuju kegemilangan sejati.
Kerajaan Jeumpa Acheh, Kerajaan Islam Pertama Di Nusantara
Sebagaimana dikemukakan terdahulu, bahwa sebelum Nabi Muhammad saw membawa
Islam, Dunia Arab dengan Dunia Melayu sudah menjalin hubungan dagang yang eratsebagai dampak hubungan dagang Arab-Cina melalui jalur laut yang telah menumbuhkan
perkampungan-perkampungan Arab, Parsia, Hindia dan lainnya di sepanjang pesisirpulau Sumatera. Karena letak gegrafisnya yang sangat strategis di ujung barat pulau
Sumatra, menjadikan wilayah Acheh sebagai kota pelabuhan transit yang berkembang
pesat, terutama untuk mempersiapkan logistik dalam pelayaran yang akan menempuh
samudra luas perjalanan dari Cina menuju Persia ataupun Arab. Hadirnya pelabuhantransito sekaligus kota perdagangan seperti Barus, Fansur, Lamri, Jeumpa dan lainnya
dengan komuditas unggulan seperti kafur, yang memiliki banyak manfaat dan kegunaan
telah melambungkan wilayah asalnya dalam jejaran kota pertumbuhan peradaban dunia."Kafur Barus", "Kafur Fansur", "Kafur Barus min Fansur" yang telah menjadi idiom
kemewahan para Raja dan bangsawan di Yunani, Romawi, Mesir, Persia dan lainnya.
Kedudukan Barus-Fansur lebih kurang seperti kedudukan Paris saat ini yang terkenaldengan inovasi minyak wangi mewahnya.
Hadirnya komuditas unggulan ini telah melahirkan berbagai teknologi pengolahan dalam
penangannya. Karena sangat dibutuhkan sebagai bahan obat-obatan, wangi-wangian
ataupun sebagai barang sakral dalam ritual keagamaan pagan, menjadikan asal kafur danwilayah sekitarnya berkembang pesat. Tentu dari para petani, pedagang sampai para
pengolah, peneliti, tabib sampai tukang sihir terlibat dalam proses pembuatan kafur yang
bermutu. Tentu hal ini mengakibatkan hadirnya para pakar ke kota penghasil kafur danmembuat komunitas baru sesuai dengan peran masing-masing. Itulah sebabnya wajah
orang Acheh berbeda dengan wajah orang Jawa, Makassar ataupun Melayu. Wajah
mereka lebih kosmopolit yang merupakan perpaduan dari keturunan Arab, Cina, India,Parsi dan tentunya Eropa. Dan perpaduan ini telah berjalan berabad-abad sebelum
kedatangan Islam di wilayah ini.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
5/17
Sehubungan dengan penyebaran Islam, tentu perkampungan para keturunan Arab
lebih dominan, relatif lebih mudah dalam menerima kedatangan Islam, dengan
beberapa alasan
(i) sumber utama al-Quran dan pengajarannya menggunakan bahasa Arab, yang tentu
lebih mudah difahami oleh mereka yang sudah terbiasa dengan bahasa Arab sepertiketurunan Arab yang sudah menyebar di sepanjang Barus-Fansur-Lamuri,
(ii) hukum, budaya, pola hidup ataupun tradisi yang dibawa Islam lebih dekat dengankebiasaan orang Arab yang memang sudah dilaksanakan sejak zaman Nabi Ibrahim as
dan Nabi Ismail as yang merupakan bapak kaum Arab, sehingga keturunan Arab pra-
Islam ini mudah langsung mengikutinya karena sudah menjadi kebiasaan hidupnya,
(iii) semangat kekeluargaan dan kesukuan sangat tinggi di kalangan bangsa Arab,
termasuk Arab pra-Islam yang sangat menghormati dan menghargai sesamanya, itulah
sebabnya banyak orang Arab yang membela Rasul walaupun tidak masuk Islam, inilah
yang terjadi pada keturunan perantauan Arab ini, ada kebanggaan kesukuan memelukagama Islam yang dibawa dari tanah leluhurnya daripada mengikuti ajaran lain,
(iv) tentu ajaran Islam yang rasional, adil, menawarkan persamaan kedudukan dan status
menjadi daya tarik bagi masyarakat kosmopolit yang telah berbaur dengan berbagai
peradaban besar sebagaimana yang dialami keturunan Arab
(v) disamping kepandaian dan ketampanan para pembawa Islam keturunan Arab telah
membuat jatuh hati para Raja dan Meurah, mengangkat mereka jadi menantu, penasihat
atau panglima dan ada yang menggantikan kedudukan Raja atas dukungan komunitasArab yang memang sudah mapan dan memiliki kedudukan terhormat.
Jadi dengan demikian, tidak diragukan bahwa Islam telah tumbuh berkembang di Acheh,
terutama di pesisirnya bersamaan dengan perkembangannya di semenanjung Arabia dan
Parsia. Penyiaran ini utamanya dilakukan para pedagang Muslim asal Acheh yangbergagang ke Arab, ataupun pedagang Arab, Persia, India, Cina atau lainnya yang
memang telah hilir mudik antara Dunia Arab Mesir sampai ke Tiongkok Cina melalui
sebuah daerah yang oleh Claudius Ptolemaeus, disebut bernama "Barousai", yang tidak
diragukan maksudnya adalah Barus di dekat Lamuri wilayah Acheh.
Penyebaran Islam juga dilakukan oleh para diplomat yang di utus para Khalifah yangmenggantikan kedudukan Nabi Muhammad, terutama di zaman Khalifah Umar bin
Khattab yang terbukti telah mengutus beberapa orang shahabat ke Cina yang meninggal
di sana. Di samping untuk berdakwah tentu untuk memberikan sebuah tawaran umumpara Khalifah kepada semua Raja: "Engkau memeluk Islam, artinya bersaudara dengan
kami, jika tidak engkau membayar jizyah sebagai tanda ketundukan pada Islam, jika
engkau menolak keduanya, berarti akan terjadi peperangan, karena sabda Nabi saw :
"Aku diperintah memerangi manusia pembangkang sehingga mereka mengakui
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
6/17
tidak ada tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusannya". Cina menjadi
salah satu tujuan dakwah Islam, karena pada masa itu Cina sudah menjadi salah satu
Kerajaan besar. Tentu sebelum sampai ke Cina, para diplomat itu akan singgah di sekitarpesisir pantai Sumatra dan mencari perkampungan Arab dengan komunitasnya.
Bukti-bukti ilmiah telah ditemukan bahwa perdagangan antara Timur dengan Timur
Tengah dan Eropa berlangsung lewat dua jalur: jalur darat dan jalur laut. Jalur darat atau
"jalur sutra" (silk road), terbentang dari Cina Utara lewat Asia Tengah dan Turkistanterus ke Laut Tengah. Jalur menghubungkan Cina, India, Persia, Arab dengan Eropa,
adalah jalur tertua yang di kenal sejak 500 tahun sebelum Masehi. Sedangkan jalan laut
dimulai dari Cina (Semenanjung Shantung) dan Nusantara, melalui Selat Malaka
(Fansur) ke India; selanjutnya ke Laut Tengah dan Eropa, ada pula jalur yang melaluiTeluk Persia dan Suriah, dan melalui Laut Merah dan Mesir. Diduga perdagangan lewat
laut antara Laut Merah, Cina dan Fansur (Sumatra) sudah berjalan sejak abad pertama
sesudah Masehi.
Gangguan-gangguan keamanan sering terjadi pada jalur perdagangan darat di AsiaTengah, maka sejak tahun 500 Masehi perdagangan Timur-Barat melalui laut (Selat
Malaka/Fansur) menjadi semakin ramai. Lewat jalan ini kapal-kapal Arab, Persia dan
India telah mondar mandir dari Barat ke Timur dan terus ke Negeri Cina dengan
menggunakan angin musim, untuk pelayaran pulang pergi. Juga kapal-kapal Sumatratelah mengambil bagian dalam perdagangan tersebut. Pada zaman Sriwijaya atau
sebelumnya, pedagang-pedagang Fansur atau Nusantara telah mengunjungi pelabuhan-
pelabuhan Cina, dan pantai timur Afrika.
Ramainya lalu lintas pelayaran di Selat Malaka, telah menumbuhkan kota-kota pelabuhanyang terletak di bagian ujung utara Pulau Sumatra. Perkembangan perdagangan yang
semakin banyak di antara Arab, Cina dan Eropa melalui jalur laut telah menjadikan kota
pelabuhan semakin ramai, termasuk di wilayah Acheh yang diketahui telah memilikibeberapa kota pelabuhan yang umumnya terdapat di beberapa delta sungai. Kota-kota
pelabuhan ini dijadikan sebagai kota transit atau kota perdagangan.
Maka berdasarkan fakta sejarah ini pulalah, keberadaan Kerajaan Jeumpa Acheh yang
diperkirakan berdiri pada abad ke 7 Masehi dan berada disekitar Kabupaten Bireuen
sekarang menjadi sangat logis. Sebagaimana kerajaan-kerajaan purba pra-Islam yangbanyak terdapat di sekitar pulau Sumatra, Kerajaan Jeumpa juga tumbuh dari
pemukiman-pemukiman penduduk yang semakin banyak akibat ramainya perdagangan
dan memiliki daya tarik bagi kota persinggahan. Melihat topografinya, Kuala Jeumpasebagai kota pelabuhan memang tempat yang indah dan sesuai untuk peristirahatan
setelah melalui perjalanan panjang.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
7/17
Kerajaan Jeumpa Acheh, berdasarkan Ikhtisar Radja Jeumpa yang di tulis Ibrahim
Abduh, yang disadurnya dari hikayat Radja Jeumpa adalah sebuah Kerajaan yang benar
keberadaannya pada sekitar abad ke 7 Masehi yang berada di sekitar daerah perbukitanmulai dari pinggir sungai Peudada di sebelah barat sampai Pante Krueng Peusangan di
sebelah timur. Istana Raja Jeumpa terletak di desa Blang Seupeueng yang dipagari di
sebelah utara, sekarang disebut Cot Cibrek Pintoe Ubeuet. Masa itu Desa BlangSeupeueng merupakan permukiman yang padat penduduknya dan juga merupakan kota
bandar pelabuhan besar, yang terletak di Kuala Jeumpa. Dari Kuala Jeumpa sampai
Blang Seupeueng ada sebuah alur yang besar, biasanya dilalui oleh kapal-kapal danperahu-perahu kecil. Alur dari Kuala Jeumpa tersebut membelah Desa Cot Bada langsung
ke Cot Cut Abeuk Usong atau ke "Pintou Rayeuk" (pintu besar).
Menurut hasil observasi terkini di sekitar daerah yang diperkirakan sebagai tapak Maligai
Kerajaan sekitar 80 meter ke selatan yang dikenal dengan Buket Teungku Keujereun,
ditemukan beberapa barang peninggalan kerajaan, seperti kolam mandi kerajaan seluas
20 x 20 m, kaca jendela, porselin dan juga ditemukan semacam cincin dan kalung rantaiyang panjangnya sampai ke lutut dan anting sebesar gelang tangan. Di sekitar daerah ini
pula ditemukan sebuah bukit yang diyakini sebagai pemakaman Raja Jeumpa dankerabatnya yang hanya ditandai dengan batu-batu besar yang ditumbuhi pepohonan
rindang di sekitarnya.
Menurut legenda yang berkembang di sekitar Jeumpa, sebelum kedatangan Islam didaerah ini sudah berdiri salah satu Kerajaan Hindu Purba Acheh yang dipimpin turun
temurun oleh seorang Meurah dan negeri ini sudah dikenal di seluruh penjuru dan
mempunyai hubungan perdagangan dengan Cina, India, Arab dan lainnya. Sekitar awalabad ke 8 Masehi datanglah seorang pemuda tampan bernama Abdullah yang memasuki
pusat Kerajaan di kawasan Blang Seupeueng dengan kapal niaga yang datang dari India
belakang (Parsi ?) untuk berdagang. Dia memasuki negeri Blang Seupeueng melalui lautlewat Kuala Jeumpa. Selanjutnya Abdullah tinggal bersama penduduk dan menyiarkan
agama Islam. Rakyat di negeri tersebut dengan mudah menerima Islam karena tingkah
laku, sifat dan karakternya yang sopan dan sangat ramah. Dia dinikahkan dengan puteriRaja, dan Abdullah dinobatkan menjadi Raja menggantikan bapak mertuanya, yang
kemudian wilayah kekuasaannya dia berikan nama dengan Kerajaan Jeumpa, sesuai
dengan nama negeri asalnya di India Belakang (Persia) yang bernama "Champia", yang
artinya harum, wangi dan semerbak.
Menurut silsilah keturunan Sultan-Sultan Melayu, yang dikeluarkan oleh Kerajaan BruneiDarussalam dan Kesultanan Sulu-Mindanao, Kerajaan Islam Jeumpa dipimpin oleh
seorang Pangeran dari Parsia (India Belakang ?) yang bernama Syahriansyah Salman atau
Sasaniah Salman yang kawin dengan Puteri Mayang Seulodong dan memiliki beberapaanak, antara lain Syahri Poli, Syahri Tanti, Syahri Nuwi, Syahri Dito dan Makhdum
Tansyuri yang menjadi ibu daripada Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak yang berdiri
pada tahun 805 Masehi. Menurut penelitian Sayed Dahlan al-Habsyi, Syahri adalah gelar
pertama yang digunakan keturunan Nabi Muhammad di Nusantara sebelum
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
8/17
menggunakan gelar Meurah, Habib, Sayid, Syarief, Sunan, Teuku dan lainnya. Syahri
diambil dari nama istri Sayyidina Husein bin Ali, Puteri Syahribanun, anak Maha Raja
Parsia terakhir yang ditaklukkan Islam.
Sampai saat ini, penulis belum menemukan silsilah keturunan Pengeran Salman ke atas,apakah beliau termasuk dari keturunan Nabi Muhammad saw atau murni keturunan raja-
raja Parsia yang telah memeluk Islam. Karena di silsilah yang dikeluarkan Kesultanan
Brunei dan Kesultanan Sulu tidak disebutkan asal keturunannya. Namun menurutpengamatan pakar sejarah Acheh, Sayed Hahlan al-Habsyi, beliau adalah termasuk
keturunan Sayyidina Husein ra. Karena
(i)beliau memberikan gelar Syahri kepada anak-anaknya, yang jelas menunjuk kepada
moyang perempuannya Puteri Syahr Banun, Puteri Maharaja Kerajaan Parsi yang
menjadi istri Sayyidina Husein bin Sayyidah Fatimah bin Muhammad Rasulullah saw
(ii) beliau mengawinkan anak perempuannya dengan cucu Imam Jafar Sadiq, yang
menjadi tradisi para Sayid sampai saat ini
(iii) anak beliau, Syahri Nuwi adalah patron dari rombongan Nakhoda Khalifah, bahkan
ada yang menganggap kedatangan rombongan ini atas permintaan Syahri Nuwi untukmengembangkan kekuatan Ahlul Bayt atau keturunan Nabi saw di Nusantara setelah
mendapat pukulan di Arab dan Parsia. Itulah sebabnya, hubungan Syahri Nuwi dengan
rombongan Nakhoda Khalifah yang bermazhab Syiah sangat dekat dan menganggapmereka sebagai bagian keluarga.
Terlepas dari perbedaan nama Raja pertama dari Kerajaan Islam Jeumpa tersebut, apakah
Raja Abdullah atau Raja Salman, atau memang beliau menggunakan dua nama akibat
menghindar dari kejaran para Penguasa Parsia yang sedang memburu pelarian keturunanNabi, atau memang Pangeran Salman adalah bapak daripada Raja Abdullah, namun yang
penting disepakati bahwa Islam telah bertapak di Kerajaan Jeumpa yang dipimpin oleh
seorang Raja Muslim dan memiliki rakyat yang Muslim juga. Ini artinya Islam sudah
mulai tersebar pada awal abad ke 8 atau sekitar tahun 150an Hijriah di wilayah Achehdan memiliki hubungan dengan wilayah Islam lainnya. Hal ini jelas bertentangan dengan
teori yang berkembang selama ini bahwa Islam masuk ke Acheh pada abad ke 12 Masehi
dan Kerajaan Pasai adalah Kerajaan Islam pertama di Nusantara.
Yang perlu dicermati, kenapa Pangeran Salman al-Parsi memilih kota kecil di wilayahJeumpa sebagai tempat mukimnya, dan tidak memilih kota metropolitan seperti Barus,
Fansur, Lamuri dan sekitarnya yang sudah berkembang pesat dan menjadi persinggahan
para pedagang manca negara? Ada beberapa kemungkinan,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
9/17
(i)beliau diterima dengan baik oleh masyarakat Jeumpa dan memutuskan tinggal di sana,
(ii) beliau merasa nyaman dan sesuai dengan penguasa (meurah),
(iii)keinginan untuk mengembangkan wilayah ini setingkat Barus, Lamuri dan lainnya
dan
(iv)menghindar dari pandangan penguasa.
Alasan terakhir ini, mungkin dapat diterima sebagai alasan utama. Mengingat Pangeran
Salman adalah salah seorang pelarian politik dari Parsia yang tengah bergejolak akibat
peperangan antara Keturunan Nabi saw yang didukung pengikut Syiah dengan PenguasaBani Abbasiah masa itu (tahun 150an Hijriah). Beliau bersama para pengikut setianya
memilih ujung utara pulau Sumatera sebagai tujuan karena memang daerah sudah
terkenal dan sudah terdapat banyak pemeluk Islam yang mendiami perkampungan-
perkampungan Arab atau Persia. Kemungkinan Jeumpa adalah salah satu pemukimanbaru tersebut. Untuk menghindari pengejaran itulah, beliau memilih daerah pinggiran
agar tidak terlalu menyolok dalam membangun kekuatan baru sebagai basis perjuanganIslamisasi dan membangun dinasti Ahlul Bayt di Nusantara. Itulah sebabnya, Pangeran
Salman juga dikenal dengan nama-nama lainnya, seperti Meurah Jeumpa, atau ada yang
mengatakan beliau sebagai Abdullah.
Di bawah pemerintahan Pangeran Salman, Kerajaan Islam Jeumpa berkembang pesat
menjadi sebuah kota baru yang memiliki hubungan luas dengan Kerajaan-Kerajaan besarlainnya. Potensi, karakter, pengetahuan dan pengalaman Pangeran Salman sebagai
seorang bangsawan calon pemimpin di Kerajaan maju dan besar seperti Persia yang telah
mendapat pendidikan khusus sebagaimana lazimnya Pangeran Islam, tentu telahmendorong pertumbuhan Kerajaan Jeumpa menjadi salah satu pusat pemerintahan dan
perdagangan yang berpengaruh di sekitar pesisir utara pulau Sumatra. Jeumpa sebagai
Kerajaan Islam pertama di Nusantara memperluas hubungan diplomatik danperdagangannya dengan Kerajaan-Kerajaan lainnya, baik di sekitar Pulau Sumatera atau
negeri-negeri lainnya, terutama Arab dan Cina. Banyak tempat di sekitar Jeumpa berasal
dari bahasa Parsi, yang paling jelas adalah Bireuen, yang artinya kemenangan, sama
dengan makna Jayakarta, asal nama Jakarta yang didirikan Fatahillah, yang dalam bahasaArab semakna, Fath mubin, kemenangan yang nyata.
Untuk mengembangkan Kerajaannya, Pangeran Salman telah mengangkat anak-anaknya
menjadi Meurah-Meurah baru. Ke wilayah barat, berhampiran dengan Barus-Fansur-
Lamuri yang sudah berkembang terlebih dahulu, beliau mengangkat anaknya, Syahri Polimenjadi Meurah mendirikan Kerajaan Poli yang selanjutnya berkembang menjadi
Kerajaan Pidie. Ke sebelah timur, beliau mengangkat anaknya Syahr Nawi sebagai
Meurah di sebuah kota baru bernama Perlak pada tahun 804. Namun dalam
perkembangannya, Kerajaan Perlak tumbuh pesat menjadi kota pelabuhan baru terutama
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
10/17
setelah kedatangan rombongan keturunan Nabi yang dipimpin Nakhoda Khalifah
berjumlah 100 orang. Syahr Nuwi mengawinkan adiknya Makhdum Tansyuri
dengan salah seorang tokoh rombongan tersebut bernama Ali bin Muhammad bin
Jafar Sadik, cicit kepada Nabi Muhammad saw. Dari perkawinan ini lahir seorang
putra bernama Sayyid Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H atau tahun 840 M
dilantik menjadi Raja dari Kerajaan Islam Perlak dengan gelar Sultan AlaiddinSayyid Maulana Abdul Azis Syah. Melalui jalur perkawinan ini, hubungan erat
terbina antara Kerajaan Islam Jeumpa dengan Kerajaan Islam Perlak. Karena
wilayahnya yang strategis Kerajaan Islam Perlak akhirnya berkembang menjadi sebuahKerajaan yang maju menggantikan peran dari Kerajaan Islam Jeumpa.
Setelah tampilnya Kerajaan Islam Perlak sebagai pusat pertumbuhan perdagangan dankota pelabuhan yang baru, peran Kerajaan Islam Jeumpa menjadi kurang menonjol.
Namun demikian, Kerajaan ini tetap eksis, yang mungkin berubah fungsi sebagai sebuah
kota pendidikan bagi kader-kader ulama dan pendakwah Islam. Karena diketahui bahwa
Puteri Jeumpa yang menjadi ibunda Raden Fatah adalah keponakan dari Sunan Ampel.Berarti Raja Jeumpa masa itu bersaudara dengan Sunan Ampel. Sementara Sunan Ampel
adalah keponakan dari Maulana Malik Ibrahim, yang artinya kakek, mungkin kakeksaudara dari Puteri Jeumpa. Maka dari hubungan ini dapat dibuat sebuah kesimpulan
bahwa, para wali memiliki hubungan dengan Kerajaan Jeumpa yang boleh jadi Jeumpa
masa itu menjadi pusat pendidikan bagi para ulama dan pendakwah Islam Nusantara.
Namun belum ditemukan data tentang masalah ini.
Setelah berdirinya beberapa Kerajaan Islam baru sebagai pusat Islamisasi Nusantaraseperti Kerajaan Islam Perlak (840an) dan Kerajaan Islam Pasai (1200an), Kerajaan
Islam Jeumpa yang menjalin kerjasama diplomatik tetap memiliki peran besar dalam
Islamisasi Nusantara, khususnya dalam penaklukkan beberapa kerajaan besar Jawa-Hindu seperti Majapahit misalnya. Di kisahkan bahwa Raja terakhir Majapahit,
Brawijaya V memiliki seorang istri yang berasal dari Jeumpa (Champa), yang menurut
pendapat Raffless berada di wilayah Acheh dan bukan di Kamboja sebagaimana difahamiselama ini. Puteri cantik jelita yang terkenal dengan nama Puteri Jeumpa (Puteri Champa)
ini adalah anak dari salah seorang Raja Muslim Jeumpa yang juga keponakan dari
pemimpin para Wali di Jawa, Sunan Ampel dan Maulana Malik Ibrahim. Mereka adalah
para Wali keturunan Nabi Muhammad yang dilahirkan, dibesarkan dan dididik di wilayahAcheh, baik Jeumpa, Perlak, Pasai, Kedah, Pattani dan sekitarnya. Dan merekalah
konseptor penaklukan Kerajaan Jawa-Hindu Majapahit dengan gerakannya yang terkenal
dengan sebutan Wali Songo atau Wali Sembilan. Perkawinan Puteri Muslim JeumpaAcheh dengan Raja terakhir Majapahit melahirkan Raden Fatah, yang dididik dan
dibesarkan oleh para Wali, yang selanjutnya dinobatkan sebagai Sultan pada Kerajaan
Islam Demak, yang ketahui sebagai Kerajaan Islam pertama di pulau Jawa. KehadiranKerajaan Islam Demak inilah yang telah mengakhiri riwayat kegemilangan Kerajaan
Jawa-Hindu Majapahit.
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
11/17
Sejarah ini dapat diartikan sebagai keberhasilan strategi Kerajaan Islam Jeumpa Acheh
yang kala itu sudah berafiliasi dengan Kerajaan Islam Pasai yang telah menggantikan
peranan Kerajaan Islam Perlak dalam menaklukkan dan mengalahkan sebuah kerajaanbesar Jawa-Hindu Majapahit dan mengakhiri sejarahnya dan menjadikan pulau Jawa
sebagai wilayah kekuasaan Islam di bawah Kerajaan Islam Demak yang dipimpin oleh
Raden Fatah, yang ibunya berasal dari Kerajaan Jeumpa di Acheh. Jadi dapat dikatakanbahwa, Kerajaan Jeumpa Achehlah yang telah mengalahkan dominasi Kerajaan
Jawa-Hindu Majapahit dengan strategi penaklukan lewat perkawinan yang
dilakukan oleh para Wali Sembilan, yang memiliki garis hubungan dengan Jeumpa,
Perlak, Pasai ataupun Kerajaan Acheh Darussalam.
Setelah Kerajaan Islam Perlak yang berdiri pada tahun 805 Masehi tumbuh danberkembang, maka pusat aktivitas Islamisasi nusantarapun berpindah ke wilayah ini.
Dapat dikatakan bahwa Kerajaan Islam Perlak adalah kelanjutan atau pengembangan
daripada Kerajaan Islam Jeumpa yang sudah mulai menurun peranannya. Namun secara
diplomatik kedua Kerajaan ini merupakan sebuah keluarga yang terikat dengan aturanIslam yang mengutamakan persaudaraan. Apalagi para Sultan adalah keturunan dari Nabi
Muhammad yang senantiasa mengutamakan kepentingan agama Islam di atas segalakepentingan duniawi dan diri mereka. Bahkan dalam silsilahnya, Sultan Perlak yang ke V
berasal dari keturunan Kerajaan Islam Jeumpa.
6. Kerajaan Islam Perlak
Setelah dewasa Syahri Nuwi, salah seorang anak Pengeran Salman, Raja Kerajaan IslamJeumpa telah berhasil mengembangkan sebuah perkampungan pelabuhan yang dihuni
para pedagang keturunan Arab, Parsi, India dan lainnya di sekitar wilayah Perlak yang
pada waktu itu sekitar tahun 805 menjadi sebuah kota pelabuhan yang sedangberkembang pesat. Dengan bimbingan dari ayahnya, Syahri Nuwi kemudian berhasil
mengembangkan pelabuhan kecil ini menjadi sebuah bandar baru yang banyak disinggahi
para pedagang dari seluruh penjuru dunia, terutama dari Arab, Persia, India dan Cina.
Sejak saat itu, Bandar Perlak menjadi salah satu bandar terpenting di pulau Sumatra,bahkan menggantikan peranan Bandar Fansur ataupun Barus sebagai tempat
persinggahan para pedagang yang belayar dari Cina menuju Arab maupun Eropa.
Kepemimpinannya yang menonjol telah mengantarkan Syahri Nuwi menjadi penguasabaru di Kerajaan yang diberikannya nama dengan Kerajaan Peureulak (Perlak) dengan
gelar Meurah Syahri Nuwi.
Di bawah kepemimpinannya masyarakat Muslim di daerah ini mengalami perkembangan
yang cukup pesat, terutama sekali lantaran banyak terjadinya perkawinan di antara
saudagar Muslim dengan wanita-wanita setempat, sehingga melahirkan keturunan dari
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
12/17
percampuran darah Arab dan Persia dengan putri-putri Perlak. Keadaan ini membawa
pada berdirinya kerajaan Islam Perlak pertama, pada hari selasa bulan Muharram, 840 M.
Sultan pertama kerajaan ini merupakan keturunan Arab Quraisy bernama Maulana AbdulAzis Syah, bergelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah. Menurut Wan
Hussein Azmi, pedagang Arab dan Persia tersebut termasuk dalam golongan Syi'ah.
Wan Hussein Azmi dalam Islam di Acheh mengaitkan kedatangan mereka dengan
Revolusi Syi'ah yang terjadi di Persia tahun 744-747. Revolusi ini di pimpin Abdullahbin Mu'awiyah yang masih keturunan Ja'far bin Abi Thalib. Bin Mu'awiyah telah
menguasai kawasan luas selama dua tahun (744-746) dan mendirikan istana di Istakhrah
sekaligus memproklamirkan dirinya sebagai raja Madian, Hilwan, Qamis, Isfahan, Rai,
dan bandar besar lainnya. Akan tetapi ia kemudian dihancurkan pasukan Muruan dibawah pimpinan Amir bin Dabbarah tahun 746 dalam pertempuran Maru Sydhan.
Kemudian banyak pengikutnya yang melarikan diri ke Timur Jauh. Para ahli sejarah
berpendapat, mereka terpencar di semenanjung Malaysia, Cina, Vietnam, dan Sumatera,
termasuk ke Perlak.
Pendapat Wan Hussein Azmi itu diperkaya dan diperkuat sebuah naskah tua berjudulIdharul Haqq fi Mamlakatil Ferlah w'l-Fasi, karangan Abu Ishak Makarni al-Fasy, yang
dikemukakan Prof. A. Hasjmi. Dalam naskah itu diceritakan tentang pergolakan sosial-
politik di lingkungan Daulah Umayah dan Abbasiyah yang kerap menindas pengikut
Syi'ah. Pada masa pemerintahan Khalifah Makmun bin Harun al-Rasyid (813-833),seorang keturunan Ali bin Abi Thalib, bernama Muhammad bin Ja'far Shadiq bin
Muhammad Baqr bin Zaenal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib, memberontak
terhadap Khalifah yang berkedudukan di Baghdad dan memproklamirkan dirinya sebagaikhalifah yang berkedudukan di Makkah.
Khalifah Makmun berhasil menumpasnya. Tapi Muhammad bin Ja'far Shadiq dan paratokoh pemberontak lainnya tidak dibunuh, melainkan diberi ampunan. Makmun
menganjurkan pengikut Syi'ah itu meninggalkan negeri Arab untuk meluaskan dakwah
Islamiyah ke negeri Hindi, Asia Tenggara, dan Cina. Anjuran itu pun lantas dipenuhi.
Sebuah Angkatan Dakwah beranggotakan 100 orang pimpinan Nakhoda Khalifah
yang kebanyakan tokoh Syi'ah Arab, Persia, dan Hindi ---termasuk Muhammad
bin Ja'far Shadiq--- segera bertolak ke timur dan tiba di Bandar Perlak pada waktu
Syahir Nuwi menjadi Meurah (Raja) Negeri Perlak. Syahir Nuwi kemudian
menikahkan Ali bin Muhammad bin Ja'far Shadiq dengan adik kandungnya,
Makhdum Tansyuri. Dari perkawinan ini lahir seorang putra bernama Sayyid
Abdul Aziz, dan pada 1 Muharram 225 H dilantik menjadi Raja dari kerajaan
Islam Perlak dengan gelar Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Azis Syah.
Pertanyaannya adalah, kenapa rombongan Nakhoda Khalifah yang dipimpin oleh para
Keturunan Nabi Muhammad saw dan para pendukung setianya, baik dari Arab maupun
Persia, yang datang dari Semenanjung Arabia itu memilih Perlak sebagai
persinggahannya? Apakah mereka datang secara kebetulan dan mendarat sekenanya di
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
13/17
Perlak kemudian berhasil merebut hati Meurah Perlak, dan selanjutnya keturunan mereka
menjadi Sultan?
Menurut analisis penulis, bahwa kedatangan rombongan ini bukanlah sebuah kebetulan
sejarah belaka. Namun merupakan sebuah perencanaan besar dari para pemimpin AhlulBayt saat itu yang sedang mencari wilayah baru bagi perkembangan Islam dan tentunya
sebuah kerajaan yang mampu melindungi eksisitensi Ahlul Bayt sebagai sebuah entitas
yang diamanahkan Allah dan Rasul-Nya sebagai penjaga Islam sepanjang masa.
Dalam sebuah hadits (hadits tsaqolain) yang diriwayatkan Muslim, Rasulullah saw
bersabda agar pengikutnya berpegang teguh kepada dua perkara supaya tidak sesatselama-lamanya, yaitu Kitab Allah (al-Quran dan Sunnah) dan Itrah (Ahlul
Bayt/keturunannya). Dua perkara inilah yang menjadi penghubung antara Rasulullah
dengan umatnya, sehingga mereka diwajibkan membaca shalawat untuk beliau dan
keluarga keturunannya. Karena Ahlul Bayt diamanahkan sebagai benteng utama Islamoleh Allah dan Rasul-Nya dan ummat diperintahkan untuk mencintai, menghormati dan
berpegang teguh kepadanya, maka sejak awal kebangkitan Islam para Itrah Rasulmendapat kehormatan dan kedudukan masyarakat Muslim dimanapun mereka datang,
baik di Persia, Afrika, Mesir, India, Cina dan tentunya termasuk di alam Nusantara.
Apalagi di sepanjang pulau pesisir pulau Sumatra sudah tumbuh perkampungan-
perkampungan Arab ataupun Parsia sebelum kedatangan Islam, yang nantinya menjadipendorong lahirnya Kerajaan Islam setelah kedatangan Islam yang dibawa para pedagang
Muslim.
Ahli sejarah telah mencatat beberapa dinasti Kerajaan Ahlul Bayt Nusantara, baik di
wilayah Sumatera, Semenanjung Melayu, Borneo-Kalimantan, Jawa, Sulawesi sampai keMaluku dan Papua sekarang. Ditengarai, generasi awal datang dari Persia sekitar akhir
abad pertama Hijriah atau sekitar abad VII Masehi, yang mendirikan kerajaan di sekitar
Acheh-Sumatra, yang menjadi cikal bakal Kerajaan Perlak dan Pasai. Jika diurut silsilah
para Sultan di Nusantara, sebagian besar akan bertemu pada jalur Imam Jafar
Sadiq yang sampai kepada Sayyidina Husein bin Sayyidah Fatimah binti Rasulullah
saw, baik Maulana Abdul Aziz Syah (Perlak), Sultan Malik al-Shalih (Pasai),
Mughayat Syah (Acheh), Syarif Hidayatullah (Banten), Sultan Wan Abdullah
(Kelantan) dan lain-lainnya. Dan tidak diragukan, sebagaimana diperintahkan
Allah dan Rasul-Nya, diantara mereka senantiasa memelihara kekerabatan dan
saling topang menopang dalam menegakkan Islam dalam sebuah jaringan Ahlul
Bayt. Tokoh-tokoh Ahlul Bayt yang sudah memegang kekuasaan segera akan
memberikan bantuan kepada yang lainnya.
Ketika Ahlul Bayt di Semenanjung Arabia tengah mendapat kesulitan pada zaman
Maulana Muhammad bin Jafar Shidiq, maka segera keluarga mereka yang sudah mapan
meminta kedatangan mereka ke Perlak yang tengah membangun kekuatan baru di bawah
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
14/17
pimpinan generasi yang lebih awal datang, dalam hal ini Syahri Nuwi anak daripada
Pangeran Salman yang datang dari Persia, yang tidak diragukan memiliki hubungan
kekerabatan dengan rombongan yang datang. Itulah sebabnya Syahri Nuwi menikahkanadiknya Makhdum Tansyuri dengan Maulana Ali bin Muhammad bin Jafar Shidiq.
Perkawinan dua keluarga besar Ahlul Bayt ini telah melahirkan generasi baru, Maulana
Abdul Aziz, yang dinobatkan menjadi Sultan pertama Kerajaan Islam Perlak, yangakhirnya menjadi pusat pergerakan
Islamisasi di Nusantara, sekaligus menjadi penghubung dengan dinasti-dinasti Ahlul Bayt
di seluruh dunia.
Dan tidak diragukan bahwa perkembangan Kerajaan Perlak menjadi sebuah kota
kosmopolitan baru di pesisir pulau Sumatra tidak lain disebabkan oleh kedatangan para
pendukung Ahlul Bayt dari seluruh penjuru dunia untuk membesarkan Kerajaan Islam di
Nusantara ini. Dengan segala kepakaran, pengetahuan, jaringan, logistik dan potensilainnya yang mereka miliki, mereka curahkan untuk membangun sebuah pusat
pergerakan baru bagi pertumbuhan Islam di Nusantara khususnya. Berbeda halnyadengan Kerajaan Islam Jeumpa yang didirikan lebih awal oleh para Ahlul Bayt secara
sembunyi dan tidak diekspose, Kerajaan Perlak didirikan dengan kemegahan dan terang-
terangan memberikan gelar Sayyid Maulana kepada Sultannya, sebagai sebuah
proklamasi Kerajaan yang dipimpin Ahlul Bayt. Selanjutnya kegemilangan KerajaanIslam Perlak dipimpin oleh Sultan keturunan dari Maulana Muhammad bin Jafar Shadiq
dan secara berganti dilanjutkan oleh keturunan dari Syahri Nuwi yang telah
menggunakan gelar Makhdum, yang juga merupakan keluarga besar Ahlul Bayt.
Terkadang para peneliti sejarah Islam terjebak dalam kebingungan peristilahan ini, akibatketidakfahaman mereka dengan jaringan keluarga Ahlul Bayt yang sangat mengutamakan
kekerabatan dan silaturrahmi di kalangan mereka. Pergantian dari satu Sultan dengan
Sultan lainnya adalah hal yang biasa dalam dinamika kekuasaan Ahlul Bayt yangmengutamakan kualitas personal pemimpinnya. Contoh nyata adalah bagaimana Syahri
Nuwi rela menyerahkan kepemimpinan Kerajaan Perlak yang berkembang pesat kepada
keponakannya, Maulana Abdul Aziz, dan setelah beberapa generasi Perlak dipimpin oleh
keturunan Makhdum dari keluarga Syahri Nuwi kembali. Hal ini dinilai sebagai sebuahperebutan kekuasaan diantara para Sultan jika tidak dilihat dari sebuah perancangan besar
dinasti Ahlul Bayt secara menyeluruh yang memiliki hirarki dan kepemimpinan spiritual
sambung menyambung.
Kerajaan Perlak telah menjadi basis Islamisasi Nusantara pada zamannya yang berhasilmengirim para pendakwah dan pembimbing Islam ke penjuru Nusantara. Namun sejauh
ini, Kerajaan Perlak belum berhasil secara totalitas mengsilamkan beberapa Kerajaan
Hindu-Budha di tanah Jawa yang menjadi penghalang utama Islamisasi Nusantara.
Namun Kerajaan Islam Perlak telah berhasil membangun infrastruktur dan jaringan
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
15/17
Islamisasi yang akan memudahkan Kerajaan Islam selanjutnya dalam mengislamisasikan
Nusantara, sekaligus menghancurkan dominasi Kerajaan Hindu-Budha di tanah Jawa dan
sekitarnya. Pada saat bersamaan, telah tumbuh pula pusat-pusat bandar Islam berpotensiyang dikembangkan oleh para keturunan dinasti Ahlul Bayt terdahulu, diantaranya adalah
Pasai, yang akan melanjutkan peranan Kerajaan Islam Perlak sebagai pusat Islamisasi
Nusantara.
7. Kerajaan Islam Pasai
Salah seorang keturunan dari Sultan Perlak, bernama Meurah Silu yang dikenal dengan
Sultan Malik al-Salih (w.1297 M) kemudian mendirikan Kerajaan Islam Pasai, yang
pada akhirnya menggantikan peranan Kerajaan Islam Perlak yang mulai menurun
peranannya pada awal abad ke 13 Masehi. Di sini perlu diluruskan beberapa legenda
yang menyatakan bahwa Meurah Silu bukan terlahir sebagai seorang Muslim, namun diamenganut Islam sesudah menjadi Raja Pasai. Realitas ini sungguh bertentangan dengan
fakta sejarah, karena jelas silsilah Meurah Silu (Malik al-Salih) menyambung kepada
keturunan Jafar Shadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Sayyidina
Husein bin Sayyidah Fatimah binti Muhammad saw. Dengan demikian jelas beliau
adalah salah seorang Ahlul Bayt Nabi Muhammad yang memiliki hubungan dekat
dengan para Sultan Kerajaan Perlak maupun Jeumpa yang menjadi penggerak IslamisasiNusantara. Itulah sebabnya tidak mengherankan apabila Sultan Malik al-Salih begitu
tampil memimpin Kerajaan Pasai dan memproklamirkannya sebagai pusat Islamisasi
Nusantara menggantikan peranan Kerajaan Perlak.
Sebelumnya Pasai adalah sebuah perkampungan yang menjadi bandar transit bagi parapedagang yang menggunakan kapal layar dari negeri Arab menuju Cina ataupun
sebaliknya. Namun dengan kemunculan Kerajaan Pasai pada awal abad 13 Masehi yang
dipimpin Sultan Malik al-Salih, telah terjadi perubahan drastis dalam lalu lintasperdagangan di selat Malaka. Acheh yang dahulunya dikenal sebagai daerah penghubung,
kini menjadi lebih aktif dalam perdagangan. Kerajaan Pasai menjadi pusat perdagangan
dalam mengekspor hasil-hasil hutan dan pertanian. Komuditas Lada adalah diantara hasil
pertanian yang sangat digemari oleh orang-orang Eropa, Arab dan Cina, yang telahmenaikkan nama Kerajaan Pasai di seluruh dunia yang mendorong hadirnya saudagar-
saudagar asing dari seluruh dunia. Berbagai kapal dagang dari seluruh dunia datang
membawa bermacam-macam dagangan untuk diperjual-belikan di pelabuhan Pasai.
Di bawah kepemimpinan Sultan Malik al-Salih yang memiliki kemampuan besarkepemimpinan serta berpegang teguh pada ajaran Islam, Kerajaan Pasai berkembang
pesat bukan hanya sebagai bandar pelabuhan yang mengimpor berbagai komuditas di
kawasan Selat Malaka pada saat itu, namun beliau mendorong rakyatnya menguasai
berbagai teknologi. Dan terbukti masyarakatnya tergolong memiliki teknologi yang maju,
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
16/17
khususnya dalam teknologi pertanian. Itulah sebabnya Kerajaan Pasai menjadi salah satu
negeri pengekspor berbagai bentuk hasil pertanian, seperti lada, bawang, semangka,
pisang, tebu, jeruk dan lain-lainnya.
Sepeninggal Sultan Malik al-Salih, Kerajaan Pasai berkembang dengan pesatnya dibawah kepemimpinan keturunan beliau yang tetap menjalankan kebijakan yang telah
digariskan para pendahulunya, bahwa Pasai sebagai penggerak dan pusat Islamisasi
Nusantara. Ibnu Batutah, seorang musafir dan peneliti sosial asal Maroko telahmengunjungi Kerajaan Pasai antara tahun 1345-1346 Masehi. Dia menyebutkan dalam
catatannya bahwa kerajaan ini sudah maju dalam perdagangan; hubungan dagang telah
diadakan secara luas dengan Tiongkok dan India. Sultan Malik al-Zahir, yang
memerintah Kerajaan Pasai pada waktu itu, adalah seorang sultan yang saleh lagi
sangat taat kepada agama. Ia bermazhab Syafie dan sangat gemar mengadakan
pertemuan ilmiah, dengan para ulama untuk berdiskusi tentang masalah-masalah
agama. Setiap hari jumat ia pergi ke masjid dengan berjalan kaki. Ibnu Batutah
juga menyebutkan sejumlah ulama menjadi pembesar istana, antara lain: AmirDaulasa dari Delhi, Qadi Amir Said dari Shiraz dan ahli hukum Tajudin dari
Isfahan. Pengamatannya menyimpulkan bahwa pada saat itu, Kerajaan Pasai dalamkemakmuran dan kedamaian yang luar biasa. Hal ini dibuktikan ketika Sultan
mengadakan acara pernikahan putra beliau yang menggambarkan kebesaran dan
kemewahan istana Kerajaan Pasai.
Perkembangan pesat Kerajaan Pasai yang telah mengantarkan kemakmuran dan
kebesaran masyarakatnya, dan terutama kemampuannya sebagai pelopor dan penggerakIslamisasi di Nusantara, telah menimbulkan hasud dan dengki kerajaan-kerajaan lainnya,
terutama kerajaan Budha Thailand yang bekerjasama dengan kerajaan Jawa-Hindu
Majapahit yang telah merancang penyerangan dan penghancuran Kerajaan Pasai denganberbagai cara agar melemahkan semangat Islamisasi di Nusantara. Diantaranya adalah
dengan menangkap salah seorang Sultannya dan ditawan di negeri Siam (Thailand).
Demikian pula, pada pertengahan abad ke 14 Masehi Kerajaan Majapahit melakukanpenyerangan terhadap Kerajaan Pasai yang mendapat perlawanan hebat dari para
mujahidin Pasai yang telah mendapat pendidikan kerohanian dari para Wali, sehingga
banyak menimbulkan korban di kedua belah pihak. Bahkan dikabarkan, Mahapatih
Gadjah Mada yang memimpin penyerangan ke Pasai telah menjadi korban dan
terbunuh ketika melarikan diri. Itulah sebabnya Kerajaan Pasai tetap eksis dan bangkit
kembali menjadi salah satu Kerajaan Islam yang terkuat di Nusantara.
Kemakmuran dan kebesaran Pasai dalam abad-abad berikutnya, bukan saja telah
menjadikannya sebagai pusat penyebaran agama Islam dengan mengirimkan para
muballigh ke tempat-tempat yang diperlukan, terutama ke Malaka, Jawa dan
Patani. Tetapi juga sebagai pusat pengajian Islam di mana berkumpul berbagai ulama
dan sarjana yang mengajar dan membahas masalah-masalah agama serta menjawab
pertanyaan-pertanyaan keagamaan yang muncul dan datang dari daerah-daerah sekitar
-
8/9/2019 Siri Hikayat Sangtawal - 8
17/17
Nusantara. Disebutkan dalam Sejarah Melayu bahwa seorang ulama sufi dari Mekkah,
Syekh Abu Ishak telah menulis sebuah buku berjudul Durr al-Manzum, yang terdiri
dari dua bab, pertama tetang zat Allah dan kedua tentang sifat Allah. Atas anjuran
muridnya Maulana Abu Bakar, kitab tersebut ditambah bab ketiga tentang afal
Allah (perbuatan Allah). Kemudian Maulana Abu Bakar membawa kitab tersebut
ke Sultan Malaka, Sultan Mansyur Syah. Sultan menerima kitab tersebut denganupacara khusus kebesaran seperti menyambut tamu kehormatan Kerajaan. Selanjutnya
kitab tersebut dikirim ke Pasai untuk diberi penjelasan lebih mendalam oleh seorang
ulama Pasai bernama Makhdum Patakan. Pemahaman keislaman para Sultan, Ulama,
Cendekiawan dan rakyat Pasai pada saat itu berkembang pesat, yang tidak hanya
membahas aspek-aspek fiqih dan hukum semata, namun sudah mencapai
pembahasan yang bersifat "esoterik" sebagaimana yang dibuktikan dengan
beberapa jawaban Ulama Pasai bernama Makhdum Muda kepada Sultan Malaka
yang telah mengutus Tun Bija Wangsa.
Kebesaran dan kemakmuran Kerajaan Pasai akhirnya telah mengantarkannya sebagaipusat rujukan dan pengembangan pemikiran Islam Nusantara, tempat berkumpul para
Ulama dan Cendekiawan membahas masalah-masalah keagamaan dan tentunya sebagaipusat pendidikan tingkat tinggi keislaman di Nusantara. Itulah sebabnya Kerajaan Pasai
dianggap oleh daerah-daerah lain di Nusantara sebagai pusat rujukan dan fatwa yang
berwenang dalam menyelesaikan masalah-masalah agama. Hal ini memang sangat
memungkinkan, sebagaimana disebutkan Ibnu Batutah, bahwa di Kerajaan Pasai telahtinggal beberapa jenis Ulama dan Cendekiawan, seperti ahli hukum Islam, para penyair,
para hukama (ahli filsafat) dan lain-lain.
Peran sentral Kerajaan Pasai sebagai motor penggerak Islamisasi di Nusantara, terutama
menjelang abad ke 15 Masehi semakin menonjol, sehingga banyak menarik minat paraCendekiawan Muslim dari seluruh penjuru dunia untuk datang. Di antara tokoh yang
nantinya sangat berpengaruh dalam Islamisasi Nusantara, khususnya Islamisasi Jawa
yang masih di bawah dominasi Kerajan Hindu-Budha, adalah Saiyid Hussein Jamadul
Kubra dengan dua orang anaknya, Maulana Ishak dan Maulana Malik Ibrahim
yang datang dari derah Samarkand, Parsia. Kedatangan tokoh-tokoh Ulama dan
Cendekiawan besar dunia Islam, baik dari Yaman, Hadramaut, Maroko (Maghribi),
Persia maupun India dan lain-lainnya, benar-benar telah menjadikan Pasai sebagai porosbaru peradaban Islam, khususnya dalam pengembangan pemikiran keislaman atau
selanjutnya berperan dalam melahirkan gerakan-gerakan seperti Wali Songo yang telah
mengislamkan tanah Jawa.
Bersambung ke Bhg 4(akhir) seterusnya...