referat tetanus

23
TETANUS Ririt Yuliarti Taha, Irmayani Aboe Kasim I. PENDAHULUAN Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. Tetanus dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang cukup karena tidak melakukan booster secara berkala. 1 Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir, hanya terdapat sembilan penelitian RCT (randomized controlled trials) mengenai pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833 kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Sekitar 76 negara, termasuk didalamnya negara yang 1

Upload: ririt-yuliarti-taha-ii

Post on 25-Dec-2015

18 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

neurologi

TRANSCRIPT

Page 1: Referat Tetanus

TETANUS

Ririt Yuliarti Taha, Irmayani Aboe Kasim

I. PENDAHULUAN

Tetanus merupakan salah satu penyakit infeksi yang dapat dicegah dengan

imunisasi. Penyakit ini ditandai oleh kekakuan otot dan spasme yang diakibatkan

oleh pelepasan neurotoksin (tetanospasmin) oleh Clostridium tetani. Tetanus

dapat terjadi pada orang yang belum diimunisasi, orang yang diimunisasi

sebagian, atau telah diimunisasi lengkap tetapi tidak memperoleh imunitas yang

cukup karena tidak melakukan booster secara berkala.1

Tetanus merupakan masalah kesehatan masyarakat yang terjadi di seluruh

dunia. Diperkirakan angka kejadian pertahunnya sekitar satu juta kasus dengan

tingkat mortalitas yang berkisar dari 6% hingga 60%. Selama 30 tahun terakhir,

hanya terdapat sembilan penelitian RCT (randomized controlled trials)

mengenai pencegahan dan tata laksana tetanus. Pada tahun 2000, hanya 18.833

kasus tetanus yang dilaporkan ke WHO. Sekitar 76 negara, termasuk didalamnya

negara yang berisiko tinggi, tidak memiliki data serta seringkali tidak memiliki

informasi yang lengkap. Hasil survei menyatakan bahwa hanya sekitar 3%

tetanus neonatorum yang dilaporkan. Berdasarkan data dari WHO, penelitian

yang dilakukan oleh Stanfield dan Galazka, dan data dari Vietnam diperkirakan

insidens tetanus di seluruh dunia adalah sekitar 700.000 – 1.000.000 kasus per

tahun. 1

Selama 20 tahun terakhir, insidens tetanus telah menurun seiring dengan

peningkatan cakupan imunisasi. Namun demikian, hampir semua negara tidak

memiliki kebijakan bagi orang yang telah divaksinasi yang lahir sebelum

1

Page 2: Referat Tetanus

program imunisasi diberlakukan ataupun penyediaan booster yang diperlukan

untuk perlindungan jangka lama, serta pada orang-orang yang lupa melakukan

jadwal imunisasi saat infrastruktur pelayanan kesehatan rusak misalnya akibat

perang dan kerusuhan. Akibatnya anak yang lebih besar serta orang dewasa

menjadi lebih berisiko mengalami tetanus. Meskipun demikian, di negara dengan

program imunisasi yang sudah baik sekalipun, orang tua masih rentan, karena

vaksinasi primer yang tidak lengkap ataupun karena kadar antibodinya yang

telah menurun seiring berjalannya waktu.1

II. Definisi

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya

tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin protein

yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa bentuk

klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus generalisata dan

gangguan neurologis lokal.2,

Masa inkubasi adalah interval antara waktu terjadi luka dan gejala awal

tetanus. Period of onset adalah interval antara gejala awal dengan kejang

pertama, sedangkan periode gejala klinis adalah waktu dari gejala awal sampai

gejala kejang/kekakuan terakhir meliputi period of onset, progresifitas penyakit

dan kesembuhan sampai remisi kejang.3

Periode inkubasi (rentang waktu antara trauma dengan gejala pertama)

rata-rata 7-10 hari dengan rentang 1-60 hari. Onset (rentang waktu antara gejala

pertama dengan spasme pertama) bervariasi antara 1-7 hari. Inkubasi dan onset

yang lebih pendek berkaitan dengan tingkat keparahan penyakit yang lebih

berat.2 Hal ini secara langsung berhubungan dengan jarak dari tempat masuknya

kuman C. tetani (tempat luka) ke Susunan Saraf Pusat (SSP); secara umum

semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa inkubasi akan semakin

lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin tinggi kemungkinan

terjadinya kematian.1

2

Page 3: Referat Tetanus

III. Epidemiologi

Tetanus terjadi secara sporadik dan hampir selalu menimpa individu non

imun, individu dengan imunitas parsial dan individu dengan imunitas penuh

yang kemudian gagal mempertahankan imunitas secara adekuat dengan

vaksinasi ulangan. Walaupun tetanus dapat dicengah dengan imunisasi, tetanus

masih merupakan penyakit yang membebani di seluruh dunia terutama di Negara

beriklim tropis dan Negara-negara sedang berkembang, sering terjadi di Brazil,

Filipina, Vietnam, Indonesia, dan Negara lain dibenua Asia.2

Penyakit ini umum di daerah yang tanahnya dibudidayakan, daerah

pertanian, daerah pedalaman, beriklim panas, selama musim panas, dan pada

laki-laki. Dinegara tanpa program imunisasi utama, tetanus neonatal dan tetanus

pada orang muda mendominasi. Secara khusus, orang berusia lanjut sangat

mencolok terjangkiti. Kurang dari 100 kasus telah dilaporkan pada the Centers

for Disease Control (CDC) setiap tahun; 94 persen kasus terjadi pada orang yang

berusia 20 tahun dan 68 persen pada orang berusia lebih dari 50 tahun.

Walaupun demikian, beban penyakit ini lebih besar karena pelaporan tidak

lengkap.4

IV. Etiologi

Clostridium tetani adalah basillus anaerobik bakteri Gram positif anaerob

yang ditemukan di tanah dan kotoran binatang. Berbentuk batang dan

memproduksi spora, memberikan gambaran klasik seperti stik drum, meski tidak

selalu terlihat. C.tetani merupakan bakteri yang motile karena memiliki flagella,

dimana menurut antigen flagella nya, dibagi menjadi 11 strain. Namun ke

sebelas strain tersebut memproduksi neurotoksin yang sama. Spora yang

diproduksi oleh bakteri ini tahan terhadap banyak agen desinfektan baik agen

fisik maupun agen kimia. Spora, C.tetani dapat bertahan dari air mendidih

3

Page 4: Referat Tetanus

selama beberapa menit (meski dengan autoclave pada suhu 1210C selama 15-20

menit).5

Gambar 1. Clostridium tetani, dengan bentukan khas “drum stik” pada bagian bakteri yang berbentuk bulat tersebut spora dari C.tetani dibentuk. (dengan pembesaran mikroskop 3000x) (Dikutip dari kepustakaan no.5)

Spora atau bakteri masuk ke dalam tubuh melalui luka terbuka. Ketika

menempati tempat yang cocok (anaerob) bakteri akan berkemang dan

melepaskan toksin tetanus. Dengan konsentrasi sangat rendah, toksin ini dapat

mengakibatkan penyakit tetanus (dosis letal minimum adalah 2,5 ng/kg).5 Sel

yang terinfeksi oleh bakteri dengan mudah dapat diinaktivasi dan bersifat sensitif

terhadap beberapa antibiotik (mentronidazol, penisilin dan lainnya). Bakteri ini

jarang dikultur, karena diagnosanya berdasarkan klinis.2

V. Patogenesis

Pada dasarnya tetanus adalah penyakit yang terjadi akibat pencemaran

lingkungan oleh bahan biologis (spora) sehingga upaya kausal menurunkan

attack rate adalah dengan cara mengubah lingkungan fisik atau biologik. Port

d’entree tak selalu dapat diketahui dengan pasti, namun diduga melalui :1

1. Luka tusuk, patah tulang, komplikasi kecelakaan, gigitan binatang, luka

bakar yang luas.

2. Luka operasi, luka yang tidak dibersihkan (debridement) dengan baik.

3. Otitis media, karies gigi, luka kronik.

4. Pemotongan tali pusat yang tidak steril, pembubuhan puntung tali pusat

dengan kotoran binatang, bubuk kopi, bubuk ramuan, dan daun-daunan

4

Page 5: Referat Tetanus

merupakan penyebab utama masuknya spora pada puntung tali pusat yang

menyebabkan terjadinya kasus tetanus neonatorum.

Spora C. tetani masuk ke dalam tubuh melalui luka. Spora yang masuk

ke dalam tubuh tidak berbahaya sampai dirangsang oleh beberapa faktor

(kondisi anaerob), sehingga berubah menjadi bentuk vegetatif dan berbiak

dengan cepat tetapi hal ini tidak mencetuskan reaksi inflamasi. Gejala klinis

sepenuhnya disebabkan oleh toksin yang dihasilkan oleh sel vegetatif yang

sedang tumbuh. C. tetani menghasilkan dua eksotoksin, yaitu tetanospasmin

dan tetanolisin. Tetanolisin menyebabkan hemolisis tetapi tidak berperan

dalam penyakit ini. Gejala klinis tetanus disebabkan oleh tetanospasmin.

Tetanospasmin melepaskan pengaruhnya di keempat sistem saraf: (1) motor

end plate di otot rangka, (2) medula spinalis, (3) otak, dan (4) pada beberapa

kasus, pada sistem saraf simpatis.1

5

Page 6: Referat Tetanus

Gambar 2. Mekanisme Tetanus (Dikutip dari kepustakaan No. 6)

Hipotesis bahwa toksin pada awalnya merambat dari tempat luka lewat

motor end plate dan aksis silinder saraf tepi ke kornu anterior sumsum tulang

belakang dan menyebar ke susunan saraf pusat lebih banyak dianut daripada

lewat pembuluh limfe dan darah. Pengangkutan toksin ini melewati saraf

motorik, terutama serabut motorik. Reseptor khusus pada ganglion menyebabkan

fragmen C toksin tetanus menempel erat dan kemudian melalui proses perlekatan

dan internalisasi, toksin diangkut ke arah sel secara ektra aksional dan

menimbulkan perubahan potensial membran dan gangguan enzim yang

menyebabkan kolin-esterase tidak aktif, sehingga kadar asetilkolin menjadi

sangat tinggi pada sinaps yang terkena. Toksin menyebabkan blokade pada

simpul yang menyalurkan impuls pada tonus otot, sehingga tonus otot meningkat

dan menimbulkan kekakuan. Bila tonus makin meningkat akan menimbulkan

spasme terutama pada otot yang besar. Dampak toksin antara lain :1

1. Dampak pada ganglion pra sumsum tulang belakang disebabkan karena

eksotoksin memblok sinaps jalur antagonis, mengubah keseimbangan dan

koordinasi impuls sehingga tonus otot meningkat dan otot menjadi kaku.

2. Dampak pada otak, diakibatkan oleh toksin yang menempel pada gangliosida

serebri diduga menyebabkan kekakuan dan spasme yang khas pada tetanus.

3. Dampak pada saraf otonom, terutama mengenai saraf simpatis dan

menimbulkan gejala keringat yang berlebihan, hipertermia, hipotensi,

hipertensi, aritmia, heart block, atau takikardia.

VI. Gejala Klinis

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan

tanah, kotorna binatang, atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus.

Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka bakar, ulkus gangren, luka

gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik,

persalinan, injeksi intramuscular dan pembedahan.1

6

Page 7: Referat Tetanus

Ada empat bentuk tetanus yang dikenal secara klinis, yakni :1,7

1. Generalized tetanus (Tetanus umum)

Tetanus umum merupakan bentuk yang sering ditemukan. Derajat luka

bervariasi, mulai dari luka yang tidak disadari hingga luka trauma yang

terkontaminasi. Masa inkubasi sekitar 7-21 hari, sebagian besar tergantung

dari jarak luka dengan SSP.1

Terdapat trias klinis berupa rigiditas, spasme otot, dan apabila berat

terjadi disfungsi otonomik. Kaku kuduk, nyeri tenggorokan, dan kesulitan

untuk membuka mulut sering merupakan gejala awal tetanus. Spasme otot

masseter menyebabkan trismus (rahang terkunci). Spasme secara progresif

meluas ke otot-otot wajah yang menyebabkan ekspresi wajah yang khas

‘rhisus sardonicus’. 2

Rhisus sardonicus (senyuman sengit) dapat terjadi akibat spasme otot

muka dan mulut. Bila paralisis meluas ke otot-otot perut, punggung,

pinggang dan paha, penderita dapat berpostur lengkung (opistotonus).

Spasme otot-otot laring dan pernapasan dapat menyebabkan obstruksi

saluran pernapasan. Karena toksin tetanus tidak mengenai saraf sensoris atau

fungsi korteks, penderita tetap sadar dan merasakan nyeri yang sangat.

Kejang tetani ditandai dengan kontraksi otot tonik berat, mendadak dengan

menggenggam tinju, lengan fleksi dan adduksi, kaki hiperekstensi. Kisaran

kejang dapat beberapa detik hingga beberapa menit dengan selang berhenti

diantaranya. Pemicu ringan seperti pandangan, sentuhan atau suara dapat

memicu kejang. Disuria dan retensi urin akibat spasme otot sfingter kandung

kemih dapat terjadi. Demam hingga 40O C dapat terjadi akibat energi

metabolik yang dihabiskan akibat otot-otot spastik. Spasme dapat terjadi

berulang kali dan berlangsung hingga beberapa menit. Spasme dapat

berlangsung hingga 3-4 minggu. Pemulihan sempurna memerlukan waktu

hingga beberapa bulan.2,4

Rigiditas otot leher menyebabkan retraksi kepala. Rigiditas tubuh

7

Page 8: Referat Tetanus

menyebabkan opistotonus, gangguan respirasi berupa sianosis bahkan sampai

apnea dan terjadi penurunan kelenturan dinding dada. Tingkat kesakitan dpat

ringan (rigiditas otot dan sedikit dan atau tanpa spasme), sedang (trismus,

disfagia, rigiditas, dan spasme), atau berat (serangan yang berulang yang

hebat dan sering). Pasien dapat demam, walaupun banyak yang tidak,

sedangkan kesadaran tidak terpengaruh.2

Gambar 3. Opistotonus pada tetanus (Dikutip dari kepustakaan no.8)

Disfungsi autonomik sering menjadi komplikasi pada kasus yang berat

dan ditandai oleh hipertensi yang labil atau menetap, takikardia, aritmia,

hiperpireksia, berkeringat yang berlebihan, vasokontriksi perifer, dan

peningkatanan kadar katekolamin plasma dan urin. Henti jantung yang

mendadak dapat terjadi, tetapi dasar alasannya tidak diketahui.4

2. Localized tetanus (Tetanus lokal)

Tetanus lokal terjadi pada ektremitas dengan luka yang terkontaminasi

serta memiliki derajat yang bervariasi. Bentuk ini merupakan tetanus yang

tidak umum dan memiliki prognosis yang baik. Spasme dapat terjadi hingga

beberapa minggu sebelum akhirnya menghilang secara bertahap. Tetanus

lokal dapat mendahului tetanus umum tetapi dengan derajat yang lebih

ringan. Hanya sekitar 1% kasus yang menyebabkan kematian.

3. Cephalic tetanus (Tetanus sefalik)

Tetanus sefalik umumnya terjadi setelah trauma kepala atau terjadi

setelah infeksi telinga tengah. Gejala terdiri dari disfungsi saraf kranialis

motorik (seringkali pada saraf fasialis). Gejala dapat berupa tetanus lokal

8

Page 9: Referat Tetanus

hingga tetanus umum. Bentuk tetanus ini memiliki masa inkubasi 1-2 hari.

Prognosis biasanya buruk.1

4. Tetanus neonatorum

Bentuk tetanus ini terjadi pada neonatus. Tetanus neonatorum terjadi

pada negara yang belum berkembang dan menyumbang sekitar setengah

kematian neonatus. Penyebab yang sering adalah penggunaan alat-alat yang

terkontaminasi untuk memotong tali pusat pada ibu yang belum diimunisasi.

Masa inkubasi sekitar 3-10 hari. Neonatus biasanya gelisah, rewel, sulit

minum ASI, mulut mencucu dan spasme berat. Angka mortalitas dapat

melebihi 70%. 1

Gambar 4. Opistotonus Tetanus Neonatorum(Dikutip dari kepustakaan no.8)

Selain berdasarkan gejala klinis, berdasarkan derajat beratnya penyakit,

tetanus dapat dibagi menjadi empat (4) tingkatan (lihat Tabel).

Tabel 1. Klasifikasi Ablett untuk Derajat Manifestasi Klinis (Dikutip dari kepustakaan no.

1)

Derajat Manifestasi Klinis

I : Ringan Trismus ringan sampai sedang; spastisitas umum tanpa

spasme atau gangguan pernapasan;tanpa disfagia atau

disfagia ringan

II : Sedang Trismus sedang; rigiditas dengan spasme ringan sampai

sedang dalam waktu singkat; laju napas>30x/menit;

9

Page 10: Referat Tetanus

disfagia ringan

III : Berat Trismus berat; spastisitas umum; spasmenya lama; laju

napas>40x/menit; laju nadi > 120x/menit, apneic spell,

disfagia berat

IV : Sangat berat (derajat III + gangguan sistem otonom termasuk

kardiovaskular) Hipertensi berat dan takikardia yang dapat

diselang-seling dengan hipotensi relatif dan bradikardia,

dan salah satu keadaan tersebut dapat menetap

VII.Pemeriksaan Penunjang

Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang khas untuk tetanus.1

Pemeriksaan biakan pada luka perlu dilakukan pada kasus tersangka tetanus.

Namun demikian, kuman C. tetani dapat ditemukan di luka orang yang tidak

mengalami tetanus, dan seringkali tidak dapat dikultur pada pasien tetanus.

Biakan kuman memerlukan prosedur khusus untuk kuman anaerobik. Selain

mahal, hasil biakan yang positif tanpa gejala klinis tidak mempunyai arti.

Hanya sekitar 30% kasus C. tetani yang ditemukan pada luka dan dapat

diisolasi dari pasien yang tidak mengalami tetanus.

Nilai hitung leukosit dapat tinggi.

Pemeriksaan cairan serebrospinal dapat menunjukkan hasil yang normal.

Kadar antitoksin di dalam darah 0,01 U/mL atau lebih, dianggap sebagai

imunisasi dan bukan tetanus.

Kadar enzim otot (kreatin kinase, aldolase) di dalam darah dapat meningkat.

EMG dapat menunjukkan pelepasan subunit motorik yang terus-menerus dan

pemendekan atau tidak adanya interval tenang yang normal yang diamati

setelah potensial aksi.

Dapat ditemukan perubahan yang tidak spesifik pada EKG.

10

Page 11: Referat Tetanus

VIII.Penatalaksanaan

Manajemen penanganan tetanus secara umum adalah suportif. Strategi

utamanya adalah menghambat pelepasan toksin, untuk menetralkan toksin yang

belum terikat, meminimalkan efek dari toksin yang belum terikat dengan

mempertahankan jalan napas yang adekuat. Penanganan umum, sebisa mungkin

tempat perawatan pasien tetanus dipisahkan, sebaiknya ditempatkan pada

ruangan khusus. Ruangan yang tenang serta terlindungi dari stimulasi taktil dan

suara. Luka yang merupakan sumber infeksi sebaiknya segera dibersihkan.5

Imunoterapi: antitoksin yang berasal dari manusia, sejak tahun 1960-an para

ahli merekomendasikan sedapat mungkin menggunakan HTIG, dan hanya

menggunakan ATS apabila tidak ada persediaan HTIG. Dosis HTIG yang

direkomendasikan untuk terapi tetanus 3.000 IU hingga 6.000 IU yang

diberikan secara intramuskular, meskipun disebutkan pula pemberian 500 IU

memiliki efektivitas yang sama.10 Pemberian equine antitoksin juga bisa untuk

menginaktifkan toksin. Pemberiaan 10.000-20.000 U equine antitoksin dosis

tunggal secara intramuscular sudah cukup, namun hati-hati reaksi anafilaktoid.5

Antibiotik : pilihan antibiotik adalah metronidazole 500 mg setiap 6 jam

(baik secara IV maupun oral) selama 7 hari. Alternativ lain adalah Penicillin G

100.000-200.000 IU/kgBB/hari secara intravena, terbagi 2-4 dosis.

Pengontrolan spasme otot: Benzodiazepin lebih disukai. Diazepam dapat

ditingkatkan dititrasi perlahan 5 mg atau lorazepam 2 mg, sampai tercapai

kontrol spasme tanpa sedasi maupun depresi napas yang berlebihan (maksimal

600 mg/hari). Pada anak, dosis dapat dimulai dari 0,1-0,2 mg/kgBB, dinaikkan

sampai tercapai kontrol spasme yang baik. Magnesium sulfat bersama dengan

benzodiazepine dapat digunakan untuk mengontrol spasme dan gangguan

autonomik dengan dosis loading 5 gram (75 mg/kgBB) secara intravena,

dilanjutkan dengan dosis 2-3 gram/jam sampai spasme terkontrol.5

Kontrol jalan napas: pada tetanus, kita harus benar-benar memonitor

11

Page 12: Referat Tetanus

pernapasan, karena obat-obatan yang digunakan apat menyebabkan depresi

napas, serta kemungkinana spasme laring tidak bias disingkirkan. Penggunaan

ventilator mekanik dapat dipertimbangkan, khususnya bila terjadi spasme,

trakeostomi juga dapat dilakukan bila terjadi spasme karena ditakutkan terjadi

spasme laring saat pemasangan pipa endotrakeal. Pemberian cairan dan nutrisi:

pemberian cairan dan nutrisi yang adekuat membantu dalam proses

penyembuhan tetanus.5

IX. Komplikasi

Aspirasi dan pneumonia hingga apneu

Luka pada mulut dan lidah, hematom intramuskuler atau rhabdomiolisis

dengan mioglobinuri dan gagal ginjal.

Fraktur spinalis

Trombosis venosa, emboli pulmonal, ulserasi lambung, ileus paralitikus, dan

ulserasi dekubitus

Aritmia jantung, tekanan darah dan suhu yang tidak stabil1

X. Prognosis

Perjalanan penyakit tetanus yang cepat, menandakan prognosa yang jelek.

Selain itu umur dan tanda-tanda vital juga menunjukkan prognosis dari penyakit

tetanus.5

Tabel 2. Faktor-faktor prognosis yang menunjukkan perburukan penyakit

tetanus (Dikutip dari kepustakaan no. 5)

Tetanus Dewasa Neonatal Tetanus

Umur lebih dari 70 tahun Kejadian umur yang lebih muda,

kelahiran premature

Periode inkubasi < 7 hari Inkubasi < dari 6 hari

Waktu saat gejala awal muncul Keterlambatan Penanganan di rumah

12

Page 13: Referat Tetanus

sampai penanganan di rumah sakit sakit

Adanya luka bakar, luka bekas

operasi yang kotor

Higiene yang buruk, saat proses kelahiran

Onset periode <48 jam

Frekuensi

Tekanan darah sistolik > 140 mm

Hg

Spasme yang berat

Temperatur > 38,50C

XI. Pencegahan

Tetanus dicengah dengan penangan luka yang baik dan imunisasi.

Rekomendasi WHO tentang imunisasi tetanus adalah 3 dosis awal saat infan,

booster pertama saat umur 4-7 serta 12-15 tahun dan booster terakhit saat

dewasa. Di Amerika, CDC merekomendasikan booster tambahan saat umut 14-

16 bulan disertai booster tiap 10 tahun. Pada orang dewasa yang menerima

imunisasi saat masih anak-anak, namun tidak mendapat booster,

direkomendasikan menerima dosis imunisasi 2 kali dengan selang 4 minggu.5

Rekomendasi WHO, menganjurkan pemberian imunisasi pada wanita hamil

yang sebelumnya belum pernah diimunisasi, 2 dosis dengan selang 4 minggu

tiap dosisnya. Hal tersebut untuk mencengah tetanus maternal dan neonatal. 5

XII. Simpulan

Tetanus adalah gangguan neurologis yang ditandai dengan meningkatnya

tonus otot dan spasme, yang disebabkan oleh tetanospasmin, suatu toksin

protein yang kuat yang dihasilkan oleh Clostridium tetani. Terdapat beberapa

bentuk klinis tetanus termasuk di dalamnya tetanus neonatorum, tetanus

generalisata dan gangguan neurologis lokal.

13

Page 14: Referat Tetanus

Tetanus biasanya terjadi setelah suatu trauma. Kontaminasi luka dengan

tanah, kotorna binatang, atau logam berkarat dapat menyebabkan tetanus.

Tetanus dapat terjadi sebagai komplikasi dari luka abakar, ulkus gangren, luka

gigitan ular yang mengalami nekrosis, infeksi telinga tengah, aborsi septik,

persalinan, injeksi intramuscular dan pembedahan. Masa inkubasi tetanus

umumnya 3-21 hari, tetapi bisa lebih pendek (1 hari atau hingga beberapa

bulan). Secara umum semakin besar jarak antara tempat luka dengan SSP, masa

inkubasi akan semakin lama. Semakin pendek masa inkubasi, akan semakin

tinggi kemungkinan terjadinya kematian.

Pengobatan untuk tetanus dengan pemberian antitoksin Anti Tetanus

Serum (ATS) dan Human Tetanus Immunoglobuline (HTIG) dan antibiotik.

Pencengahan tetanus dapat dilakukan dengan imunisasi aktif atau imunisasi

toxoid tetanus, perawatan luka yang segera dan penggunaan alat tindakan yang

steril.

DAFTAR PUSTAKA

14

Page 15: Referat Tetanus

1. Satari HI, dkk. Penatalaksanaan Tetanus pada Anak. Jakarta: Departemen

Kesehatan RI. 2008

2. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit. Edisi V. Jilid III.

Penerbit Interna publishing; 2009. h. 2911-23

3. Rampengan NH, Pangestu Y, Tatura SNN, Rampengan TH. Profil Kasus

Tetanus Anak Di RS Prof. Dr. R.D. Kandou Manado. Bagian Ilmu Kesehatan

Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi. Sari Pediatri, Volume

14 Nomor 3; 2012. h. 173-178

4. Abrutyn E. Tetanus. Dalam: Buku Harrison Prinsip-prinsip Ilmu Penyakit.

Edisi 13. Vol 2. Penerbit Buku Kedokteran. EGC; 2013. h. 711-13

5. Ismanoe G. Tetanus. Dalam: Buku Ajar Ilmu Penyakit. Edisi VI. Jilid I.

Penerbit Interna publishing; 2014. h. 639-642

6. Jones HR. Tetanus. Netter's Neurology; 2012. h. 595

7. Ogunrin OA. Tetanus-A review of current concepts in management. Journal

of postgraduate medicine. Vol 11 No 1; 2009. p. 46-61

8. Rhee P, et al. Tetanus and Trauma: A Review and Recommendations. The

Journal of Trauma. Vol 58 No.5; 2005. p. 1082-88

9. Cook TM, Protheroe RT, Handel JM. Tetanus: a review of the literature.

British Journal of Anaesthesia; 2001. p. 477-87

10. Leman MM, Tumbelaka AR. Penggunaan anti tetanus serum dan human

tetanus immunoglobulin pada tetanus anak. Departemen Ilmu Kesehatan

Anak, FKUI. Sari Pediatri, Volume 12 No 4; 2010. h. 283-288

15