referat penatalaksanaan trauma medulla spinalis

47
BAB I PENDAHULUAN Medulla spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medulla spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medulla spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medulla spinalis. Trauma medulla spinali adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medulla spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian. 1 Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia. Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 – 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat 1

Upload: zzzbodoamat

Post on 12-Sep-2015

53 views

Category:

Documents


9 download

DESCRIPTION

REFERAT Penatalaksanaan Trauma Medulla Spinalis

TRANSCRIPT

BAB IPENDAHULUAN

Medulla spinalis merupakan satu kumpulan saraf-saraf yang terhubung ke susunan saraf pusat yang berjalan sepanjang kanalis spinalis yang dibentuk oleh tulang vertebra. Ketika terjadi kerusakan pada medulla spinalis, masukan sensoris, gerakan dari bagian tertentu dari tubuh dan fungsi involunter seperti pernapasan dapat terganggu atau hilang sama sekali. Ketika gangguan sementara ataupun permanen terjadi akibat dari kerusakan pada medulla spinalis, kondisi ini disebut sebagai cedera medulla spinalis. Trauma medulla spinali adalah cedera pada tulang belakang baik langsung maupun tidak langsung, yang menyebabkan lesi di medulla spinalis sehingga menimbulkan gangguan neurologis, dapat menyebabkan kecacatan menetap atau kematian.1Trauma atau cedera medulla spinalis merupakan salah satu penyebab gangguan fungsi saraf yang sering menimbulkan kecacatan permanen pada usia muda. Kelainan yang lebih banyak dijumpai pada usia produktif ini seringkali mengakibatkan penderita harus terbaring di tempat tidur atau duduk di kursi roda karena tetraplegia atau paraplegia.Data epidemiologik dari berbagai negara menyebutkan bahwa angka kejadian (insidensi) trauma ini sekitar 11,5 53,4 kasus per 100.000 penduduk tiap tahunnya. Belum termasuk dalam data tersebut jumlah penderita yang meninggal pada saat terjadinya cedera akut (Islam, 2006). Sedangkan 40% trauma spinal ini disebabkan kecelakaan lalu lintas, 20% jatuh, 40% luka tembak, olahraga, kecelakaan kerja. Lokasi trauma dislokasi cervical paling sering pada C2 diikuti dengan C5 dan C6 terutama pada usia dekade 3 (Japardi, 2002).

BAB IITINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi Medulla Spinalis dan DermatomMedulla Spinalis merupakan bagian dari Susunan Saraf Pusat. Terbentang dari foramen magnum sampai dengan L1. Medulla spinalis terletak di canalis vertebralis, dan dibungkus oleh tiga meningens yaitu duramater, arakhnoid dan piamater. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra, ligament, meningen spinal dan juga cairan LCS (liquor cerebro spinal). LCS mengelilingi medulla spinalis di dalam ruang subarachnoid. Bagian superior dimulai dari bagian foramen magnum pada tengkorak, tempat bergabungnya dengan medulla oblongata. Medulla spinalis berakhir di inferior di region lumbal. Dibawah medulla spinalis menipis menjadi konus medullaris dari ujungnya yang merupakan lanjutan piamater, yaitu fillum terminale yang berjalan kebawah dan melekat dibagian belakang os coccygea. Akar saraf lumbal dan sakral terkumpul yang disebut denganCauda Equina. Setiap pasangan saraf keluar melaluiforamen intervertebral. Saraf Spinal dilindungi oleh tulang vertebra dan ligamen dan juga oleh meningen spinal dan LCS (liquor cerebrospinal).3-6

Gambar 1. Anatomi Medulla spinalis4Disepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang saraf spinal melalui radix anterior atau radix motorik dan radix posterior atau radix sensorik. Masing-masing radix melekat pada medulla spinalis melalui fila radikularia yang membentang disepanjang segmen-segmen medulla spinalis yang sesuai. Masing-masing radix saraf memiliki sebuah ganglion radix posterior, yaitu sel-sel yang membentuk serabut saraf pusat dan tepi. 31 pasang saraf spinal diantaranya yaitu : 3-6a. 8 pasang saraf servikal,b. 12 pasang saraf torakal,c. 5 pasang saraf lumbal,d. 5 pasang saraf sakral dane. 1 pasang saraf koksigeal. Gambar 1. 31 pasang saraf spinal.4

Struktur medulla spinalis terdiri dari substansi abu abu (substansia grisea) yang dikelilingi substansia putih (substansia alba). Pada potongan melintang, substansia grisea terlihat seperti huruf H dengan kolumna atau kornu anterior atau posterior substansia grisea yang dihubungkan dengan commisura grisea yang tipis. Didalamnya terdapat canalis centralis yang kecil. Keluar dari medulla spinalis merupakan akar ventral dan dorsal dari saraf spinal. Substansi grisea mengandung badan sel dan dendrit dan neuron efferen, akson tak bermyelin, saraf sensoris dan motoris dan akson terminal dari neuron. Bagian Posterior sebagai input atau afferent, anterior sebagai Output atau efferent, comissura grisea untuk refleks silang dan substansi alba merupakan kumpulan serat saraf bermyelin.

Fungsi medulla spinalis:3-6a. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu di kornu motorik atau kornu ventralis.b. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, Refleks merupakan respon bawah sadar terhadap adanya suatu stimulus internal ataupun eksternal untuk mempertahankan keadaan seimbang dari tubuh. Refleks yang melibatkan otot rangka disebut dengan refleks somatis dan refleks yang melibatkan otot polos, otot jantung atau kelenjar disebut refleks otonom atau visceral.c. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum.d. Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh. Fungsi lengkung refleks: 3-6a. Reseptor: penerima rangsang. b. Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem saraf pusat (ke pusat refleks). c. Pusat reflex: area di sistem saraf pusat (di medulla spinalis: substansia grisea), tempat terjadinya sinap (hubungan antara neuron dengan neuron dimana terjadi pemindahan atau penerusan impuls).d. Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke sel efektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga neuron motorik (sel saraf atau penggerak).e. Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagai jawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau otot rangka), sel kelenjar.

DERMATOMBerkaitan dengan masukan sensorik, setiap daerah spesifik di tubuh yang dipersarafi oleh saraf spinal tertentu disebut area dermatom. Saraf spinal juga membawa serat-serat yang bercabang untuk mempersarafi organ-organ dalam, dan kadang-kadang nyeri yang berasal dari salah satu organ tersebut dialihkan ke dermatom yang dipersarafi oleh saraf spinal yang sama.7 Gambar 3. Standard Neurological Clasification of Spinal Cord Injury7

II.2 Pengertian Cedera Medulla SpinalisCedera medulla spinalis adalah suatu kerusakan pada medulla spinalis akibat trauma atau non trauma yang akan menimbulkan gangguan pada sistem motorik, sistem sensorik dan vegetatif. Kelainan motorik yang timbul berupa kelumpuhan atau gangguan gerak dan fungsi otot-otot, gangguan sensorik berupa hilangnya sensasi pada area tertentu sesuai dengan area yang dipersarafi oleh level vertebra yang terkena, serta gangguan sistem vegetatif berupa gangguan pada fungsi bladder, bowel dan juga adanya gangguan fungsi seksual.3,7,10

Klasifikasi menurut American Spinal Injury Association:7Grade AHilangnya seluruh fungsi morotik dan sensorik dibawah tingkat lesi

Grade BHilangnya seluruh fungsi motorik dan sebagian fungsi sensorik di bawah tingkat lesi.

Grade CFungsi motorik intak tetapi dengan kekuatan di bawah 3.

Grade DFungsi motorik intak dengan kekuatan motorik di atas atau sama dengan 3.

Grade EFungsi motorik dan sensorik normal.

Penilaian terhadap gangguan motorik dan sensorik dipergunakan Frankel Score:3,10 Frankel Score Akehilangan fungsi motorik dan sensorik lengkap (complete loss).

Frankel Score BFungsi motorik hilang, fungsi sensorik utuh.

Frankel Score CFungsi motorik ada tetapi secara praktis tidak berguna (dapat menggerakkan tungkai tetapi tidak dapat berjalan).

Frankel Score DFungsi motorik terganggu (dapat berjalan tetapi tidak dengan normal gait).

Frankel Score ETidak terdapat gangguan neurologik.

Skala kerusakan berdasarkanAmerican spinal injury association/International medical society of Paraplegia (IMSOP)GradeTipeGangguan spinalis ASA/IMSOP

AKomplitTidak ada fungsi sensorik dan motorik sampai S4-5

BInkomplitFungsi sensorik masih baik tapi fungsi motorik terganggu sampai segmen sacral S4-5

CInkomplitFungsi motoik terganggu dibawah level, tapi otot-otot motorik utama masih punya kekuatan < 3

DInkomplitFungsi motorik terganggu dibawah level, otot-otot motorik utamanya punya kekuatan > 3

ENormalFungsi sensorik dan motorik normal

Sedangkan lesi pada medulla spinalis menurut ASIA resived 2000, terbagi atas:7a. Paraplegi: Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment thoraco-lumbo-sacral.b. Quadriplegi: Suatu gangguan atau hilangnya fungsi motorik atau dan sensorik karena kerusakan pada segment cervikal.Spesifik Level71. C1 C2: Quadriplegia, kemampuan bernafas (-).2. C3 C4: Quadriplegia, fungsi N. Phrenicus (-), kemampuan bernafas hilang.3. C5 C6: Quadriplegia, hanya ada gerak kasar lengan.4. C6 C7: Quadriplegia, gerak biceps (+), gerak triceps (-).5. C7 C8: Quadriplegia, gerak triceps (+), gerak intrinsic lengan (-).6. Th1 L1-2: Paraplegia, fungsi lengan (+), gerak intercostalis tertentu (-), fungsi tungkai (-), fungsi seksual (-).7. Di bawah L2: Termasuk LMN, fungsi sensorik (-), bladder & bowel (-), fungsi seksual tergantung radiks yang rusak. Sindrom cedera medulla spinalis menurut ASIA, yaitu:3,7,9,10Nama SindromaPola dari lesi sarafKerusakan

Central cord syndromeCedera pada posisi sentral dan sebagian pada daerah lateral.Dapat sering terjadi pada daerah servikalMenyebar ke daerah sacral. Kelemahan otot ekstremitas atas dan ekstremitas bawah

Brown- Sequard SyndromeAnterior dan posterior hemisection dari medulla spinalis atau cedera akan menghasilkan medulla spinalis unilateralKehilangan ipsilateral proprioseptif dan kehilangan fungsi motorik.

Anterior cord syndromeKerusakan pada anterior dari substantia alba dan substantia grisea medulla spinalisKehilangan fungsi motorik dan sensorik secara komplit.

Posterior cord syndromeKerusakan pada posterior dari substantia alba dan substantia grisea medulla spinalisKerusakan proprioseptif diskriminasi dan getaran. Fungsi motorik juga terganggu

Cauda equine syndromeKerusakan pada saraf lumbal atau sacral sampai ujung medulla spinalisKerusakan sensori dan lumpuh flaccid pada ekstremitas bawah dan kontrol berkemih dan defekasi.

II.3 Etiologi Cedera medulla spinalis dapat dibagi menjadi dua jenis: A. Cedera medulla spinalis traumatik, terjadi ketika benturan fisik eksternal seperti yang diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau kekerasan merusak medulla spinalis. Sebagai lesi traumatik pada medulla spinalis dengan beragam defisit motorik dan sensorik atau paralisis. Sesuai dengan American Board of Physical Medicine and Rehabilitation Examination Outline for Spinal Cord Injury Medicine, cedera medulla spinalis traumatik mencakup fraktur, dislokasi dan kontusio dari kolum vertebra. 3,7,9,10B. Cedera medulla spinalis non traumatik, terjadi ketika kondisi kesehatan seperti penyakit, infeksi atau tumor mengakibatkan kerusakan pada medulla spinalis, atau kerusakan yang terjadi pada medulla spinalis yang bukan disebabkan oleh gaya fisik eksternal. Faktor penyebab dari cedera medulla spinalis mencakup penyakit motor neuron, myelopati spondilotik, penyakit infeksius dan inflamatori, penyakit neoplastik, penyakit vaskuler, kondisi toksik dan metabolik dan gangguan kongenital dan perkembangan. 3,7,9,10

II.4 Faktor RisikoA. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan: Berdasarkan penelitian di Amerika Serikat, hanya sekitar 20 persen perempuan yang menderita trauma cedera tulang belakang.3,7,9,10B. Usia dewasa muda: Banyak terjadi cedera tulang belakang traumatis pada usia dewasa muda. Kecelakaan kendaraan bermotor merupakan penyebab utama cedera tulang belakang untuk orang di bawah 65, sementara jatuh penyebab paling cedera pada orang dewasa yang lebih tua. 3,7,9,10C. Terlibat dalam perilaku berisiko: Menyelam ke dalam air terlalu dangkal atau bermain olahraga tanpa mengenakan peralatan keselamatan yang tepat atau mengambil tindakan pencegahan yang tepat dapat menyebabkan cedera tulang belakang. 3,7,9,10D. Memiliki kelainan tulang atau sendi: Sebuah cedera yang relatif kecil dapat menyebabkan cedera tulang belakang jika Anda memiliki gangguan lain yang mempengaruhi tulang atau sendi, seperti arthritis atau osteoporosis. 3,7,9,10II.5 Gejala KlinikJika medulla spinalis mengalami cedera, maka saraf-saraf yang berada pada daerah yang mengalami cedera dan yang di bawahnya akan mengalami gangguan fungsi, yang menyebabkan hilangnya kontrol otot dan juga hilangnya sensasi.Hilangnya kontrol otot atau sensasi dapat bersifat sementara atau menetap, sebagian atau menyeluruh, tergantung dari beratnya cedera yang terjadi. Cedera yang menyebabkan putusnya medulla spinalis atau merusak jalur jalannya saraf di medulla spinalis menyebabkan hilangnya fungsi yang menetap, tetapi trauma tumpul yang mengguncang medulla spinalis dapat menyebabkan hilangnya fungsi sementara, yaitu bisa sampai beberapa hari, beberapa minggu, atau beberapa bulan. Hilangnya kontrol otot sebagian menyebabkan timbulnya kelemahan pada otot. Sedangkan kontrol otot yang hilang seluruhnya menyebabkan kelumpuhan. Ketika otot mengalami kelumpuhan, maka otot tersebut seringkali kehilangan tonus ototnya sehingga menjadi lemas (flaccid). Beberapa minggu kemudian, kelumpuhan dapat berkembang menjadi spasme otot yang involunter (tidak disadari) dan lama (paralysis spastik). 3,7,9,10Kerusakan hebat dari medulla spinalis di pertengahan punggung bisa menyebabkan kelumpuhan pada tungkai, tetapi lengan masih tetap berfungsi secara normal.Gerakan refleks tertentu yang tidak dikendalikan oleh otak akan tetap utuh atau bahkan meningkat.Contohnya, refleks lutut tetap ada atau bahkan meningkat. Meningkatnya refleks ini dapat menyebabkan spasme pada tungkai.Refleks yang tetap dipertahankan menyebabkan otot yang terkena menjadi memendek, sehingga dapat terjadi kelumpuhan jenisspastik. Otot yang spastik teraba kencang dan keras dan sering mengalami kedutan. 3,7,9,10Kompresi yang terjadi secara langsung pada bagian-bagian saraf oleh fragmen-fragmen tulang, ataupun rusaknya ligamen-ligamen pada sistem saraf pusat dan perifer. Pembuluh darah rusak dan dapat menyebabkan iskemik.Ruptur axon dan sel membran neuron bisa juga terjadi. Mikrohemoragik terjadi dalam beberapa menit di substansia grisea dan meluas beberapa jam kemudian sehingga perdarahan masif dapat terjadi dalam beberapa menit kemudian. 3,7,9,10

Sesaat setelah trauma, fungsi motorik dibawah tingkat lesi hilang, otot flaksid, reflex hilang, paralisis atonik vesika urinaria dan kolon, atonia gaster dan hipestesia. Juga dibawah tingkat lesi dijumpai hilangnya tonus vasomotor, keringat dan piloereksi serta fungsi seksual. Kulit menjadi kering dan pucat serta ulkus dapat timbul pada daerah yang mendapat penekanan tulang. Spingter vesika urinaria dan anus dalam keadaan kontraksi (disebabkan oleh hilangnya inhibisi dari pusat sistem saraf pusat yang lebih tinggi.3,7,9,10 Apabila medulla spinalis cedera secara komplit dengan tiba-tiba, maka tiga fungsi yang terganggu antara lain seluruh gerak, seluruh sensasi dan seluruh refleks pada bagian tubuh di bawah lesi. Keadaan yang seluruh refleks hilang baik refleks tendon, refleks autonomic disebut spinal shock. Kondisi spinal shock ini terjadi 2-3 minggu setelah cedera medulla spinalis. Fase selanjutnya setelah spinal shock adalah keadaan dimana aktifitas refleks yang meningkat dan tidak terkontrol. Pada lesi yang menyebabkan cedera medulla spinalis tidak komplit, spinal shock dapat juga terjadi dalam keadaan yang lebih ringan atau bahkan tidak melalui shock sama sekali. Selain itu gangguan yang timbul pada cidera medulla spinalis sesuai dengan letak lesinya, dimana pada UMN lesi akan timbul gangguan berupa spastisitas, hyperefleksia, dan disertai hypertonus, biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai C1 hingga L1. Dan pada LMN lesi akan timbul gangguan berupa flaccid, hyporefleksia, yang disertai hipotonus dan biasanya lesi ini terjadi jika cidera mengenai L3 sampai cauda equina, di samping itu juga masih ada gangguan lain seperti gangguan bladder dan bowel, gangguan fungsi seksual, dan gangguan fungsi pernapasan. 3,7,9,10Dapat durumuskan gejala-gejala yang terjadi pada cedera medulla spinalis yaitu : 3,7,9,101. Gangguan sensasi menyangkut adanya anastesia, hiperestesia, parastesia.2. Gangguan motorik menyangkut adanya kelemahan dari fungsi otot-otot dan reflek tendon myotome.3. Gangguan fungsi vegetatif dan otonom menyangkut adanya flaccid dan sapstic blader dan bowel.4. Gangguan fungsi ADL yaitu makan, toileting, berpakaian, kebersihan diri.5. Gangguan mobilisasi yaitu Miring kanan dan kiri, Transfer dari tidur ke duduk, Duduk, Transfer dari bed ke kursi roda, dan dari kursi roda ke bed.6. Penurunan Vital sign yaitu penurunan ekspansi thorax, kapasitas paru dan hipotensi.7. Skin problem menyangkut adanya decubitus.Cedera medulla spinalis juga mempengaruhi fungsi organ vital yaitu diantaranya disfungsi respirasi terbesar yaitu cedera setinggi C1-C4. Cedera pada C1-C2 akan mempengaruhi ventilasi spontan tidak efektif. Lesi setinggi C5-8 akan mempengaruhi m. intercostalis, parasternalis, scalenus, otot-otot abdominal, otot-otot abdominal. Selain itu mempengaruhi intaknya diafragma, trafezius dan sebagian m. pectoralis mayor. Lesi setinggi thoracal mempengaruhi otot-otot intercostalis dan abdominal, dampak umumnya yaitu efektivitas kinerja otot pernafasan menurun. 3,7,9,10 Selain itu mengganggu fungsi sistem kardiovaskular dimana terjadi karena gangguan jalur otonom, terjadi pada lesi setinggi cervical dan thoracal. Akibat disfungsi simpatis yang mempengaruhi fungsi jantung dan dinding vascular, hilangnya control simpatis supraspinal mengakibatkan aktivitas simpatis menurun. Lesi setinggi cervical dan thoracal mengakibatkan tonus vasomotor menurun sehingga mengakibatkan hipotensi. 3,7,9,10Fungsi sistem urinaria terganggu dimana bila terjadi lesi setinggi S2 dan S4. Dimana bila terjadi lesi setinggi S2 akan mengakibatkan otot detrusor vesika urinaria mengalami kelemahan tipe LMN sehingga otot detrusor melemah sedangkan S4 mengatur spinkter urinaria eksterna berkontraksi karena bersifat spastic, akan mengakibatkan retensi urin. Sedangkan bila lesi setinggi S4 akan mengakibatkan SUE melemah (membuka) sedangkan fungsi dari otot VU normal maka akan mengakibatkan inkontinensia urin. 3,7,9,10Lesi pada badan sel parasimpatis di conus medullaris, axon parasimpatis di cauda equine dan axon somatic pudendus setinggi T10, fungsi pembentukan fese terganggu, karena mempengaruhi dinding usus, pada lesi tersebut diatas akan mengakibatkan tipe LMN, dimana feces lebih kering dan bundar, resiko tinggi inkontinensia akibat rendahnya tonus spinkter ani. Lesi setinggi diatas conus medullaris akan mengakibatkan lesi tipe UMN, dimana terjadi overaktivitas peristaltic usus, retensi fecal akibat spastic spinkter ani. 3,7,9,10

II.6 PatofisiologiDefisit neurologis yang berkaitan dengan cedera medulla spinalis terjadi akibat dari proses cedera primer dan sekunder. Sejalan dengan kaskade cedera berlanjut, kemungkinan penyembuhan fungsional semakin menurun. Karena itu, intervensi terapeutik sebaiknya tidak ditunda, pada kebanyakan kasus, window period untuk intervensi terapeutik dipercaya berkisar antara 6 sampai 24 jam setelah cedera. Mekanisme utama yaitu cedera inisial dan mencakup transfer energi ke korda spinal, deformasi korda spinal dan kompresi korda paska trauma yang persisten. Mekanisme ini, yang terjadi dalam hitungan detik dan menit setelah cedera, menyebabkan kematian sel yang segera, disrupsi aksonal dan perubahan metabolik dan vaskuler yang mempunyai efek yang berkelanjutan. Proses cedera sekunder yang bermula dalam hitungan menit dari cedera dan berlangsung selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan, melibatkan kaskade yang kompleks dari interaksi biokimia, reaksi seluler dan gangguan serat traktus. Sangat jelas bahwa peningkatan produksi radikal bebas dan opioid endogen, pelepasan yang berlebihan dari neurotransmitter eksitatori dan reaksi inflamasi sangat berperan penting. Lebih jauh lagi, profil mRNA (messenger Ribonucleic Acid) menunjukkan beberapa perubahan ekspresi gen setelah cedera medulla spinalis dan perubahan ini ditujukan sebagai target terapeutik. 3,7,9,10 Beberapa teori telah diusulkan untuk menjelaskan patofisiologi dari cedera sekunder. Teori radikal bebas menjelaskan bahwa, akibat dari penurunan kadar anti-oksidan yang cepat, oksigen radikal bebas berakumulasi di jaringan sistem saraf pusat yang cedera dan menyerang membrane lipid, protein dan asam nukleat. Hal ini berakibat pada dihasilkannya lipid peroxidase yang menyebabkan rusaknya membran sel. Teori kalsium menjelaskan bahwa terjadinya cedera sekunder bergantung pada influks dari kalsium ekstraseluler ke dalam sel saraf. Ion kalsium mengaktivasi phospholipase, protease, dan phosphatase. Aktivasi dari enzim-enzim ini mengakibatkan interupsi dari aktivitas mitokondria dan kerusakan membran sel. Teori opiate receptor mengusulkan bahwa opioid endogen mungkin terlibat dalam proses terjadinya cedera medulla spinalis dan bahwa antagonis opiate (contohnya naloxone) mungkin bisa memperbaiki penyembuhan neurologis. Teori inflamasi berdasarkan pada hipotesis bahwa zat-zat inflamasi (seperti prostaglandin, leukotrien, platelet-activating factor, serotonin) berakumulasi pada jaringan medulla spinalis yang cedera dan merupakan mediator dari kerusakan jaringan sekunder. Bila bagian cervical 1-4 yang terkena mengakibatkan pola nafas menjadi efektif dan kelumpuhan total dan kemungkinan untuk bertahan hidup sangat kecil. 3,7,9,10 Tulang belakang yang mengalami gangguan trauma (kecelakaan mobil, jatuh dari ketinggian, cedera olahraga) atau penyakit (Transverse Myelitis, Polio, Spina Bifida, Friedreich dari ataxia) dapat menyebabkan kerusakan pada medulla spinalis, tetapi lesi traumatic pada medulla spinalis tidak selalu terjadi karena fraktur dan dislokasi. Efek trauma yang tidak langsung bersangkutan tetapi dapat menimbulkan lesi pada medulla spinalis disebut whiplash atau trauma indirek. Whiplash adalah gerakan dorsapleksi dan anterofleksi berlebihan dari tulang belakang secara cepat dan mendadak. Trauma whiplash terjadi pada tulang belakang bagian cervikalis bawah maupun thorakalis bawah misalnya pada waktu duduk dikendaraan yang sedang berjalan cepat kemudian berhenti secara mendadak, atau pada waktu terjun dari jarak tinggi, menyelam yang dapat mengakibatkan paraplegia.Trauma tidak langsung dari tulang belakang berupa hiperekstensi, hiperfleksi, tekanan vertical (terutama pada T.12sampai L.2), rotasi. Kerusakan yang dialami medulla spinalis dapat bersifat sementara atau menetap.akibat trauma terhadap tulang belakang, medulla spinalis dapat tidak berfungsi untuk sementara (komosio medulla spinalis), tetapi dapat sembuh kembali dalam beberapa hari. Gejala yang ditimbulkan adalah berupa oedema, perdarahan peri vaskuler dan infark disekitar pembuluh darah. Pada kerusakan medulla spinalis yang menetap, secara makroskopis kelainannya dapat terlihat dan terjadi lesi, contusion, laseratio dan pembengkakan daerah tertentu di medulla spinalis. Laserasi medulla spinalis merupakan lesi berat akibat trauma tulang belakang secara langsung karena tertutup atau peluru yang dapat mematahkan atau mengeserkan ruas tulang belakang (fraktur dan dislokasi) lesi transversa medulla spinalis tergantung pada segmen yang terkena (segmen transversa, hemitransversa, kuadran transversa). Trauma ini bersifat whiplash yaitu jatuh dari jarak tinggi dengan sifat badan berdiri, jatuh terduduk, terdampar eksplosi atau fraktur dislokasio.kompresi medulla spinalis terjadi karena dislokasi, medulla spinalis dapat terjepit oleh penyempitan kanalis vertebralis.3,7,9,10Suatu segmen medulla spinalis dapat tertekan oleh hematoma ekstra meduler traumatic dan dapat juga tertekan oleh kepingan tulang yang patah yang terselip diantara duramater dan kolumna vertebralis.gejala yang didapat sama dengan sindroma kompresi medulla spinalis akibat tumor, kista dan abses didalam kanalis vertebralis.Akibat hiperekstensi dislokasio, fraktur dan whislap radiks saraf spinalis dapat tertarik dan mengalami jejas. pada trauma whislap, radiks colmna 5-7 dapat mengalami hal demikian, dan gejala yang terjadi adalah nyeri radikuler spontan yang bersifat hiperpatia, gambaran tersbut disebut hematorasis atau neuralgia radikularis traumatik yang reversible.jika radiks terputus akibat trauma tulang belakang, maka gejala defisit sensorik dan motorik yang terlihat adalah radikuler dengan terputusnya arteri radikuler terutama radiks T.8 atau T.9 yang akan menimbulkan defisit sensorik motorik pada dermatoma dan miotoma yang bersangkutan dan sindroma sistema aaanastomosis anterial anterior spinal.3,7,9,10

Medulla spinalis dan radiks dapat rusak melalui 4 mekanisme berikut: 3,7,9,101. Kompresi oleh tulang, ligamentum, herniasi diskus intervertebralis dan hematom. Yang paling berat adalah kerusakan akibat kompresi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi tulang dan kompresi oleh korpus vertebra yang mengalami dislokasi ke posterior dan trauma hiperekstensi.2. Regangan jaringan yang berlebihan akan menyebabkan gangguan pada jaringan, hal ini biasanya terjadi pada hiperfleksi. Toleransi medulla spinalis terhadap regangan akan menurun dengan bertambahnya usia.3. Edema medulla spinalis yang timbul segera setelah trauma menyebabkan gangguan aliran darah kapiler dan vena.4. Gangguan sirkulasi akibat kompresi tulang atau sistem arteri spinalis anterior dan posterior.

II.7 Komplikasia. Ulkus dekubitus: Merupakan komplikasi paling utama pada cedera medulla spinalis. Terjadi karena tekanan yang pada umumnya terjadi pada daerah pinggul (ischial tuberositas dan trochanter pada femur). Pada cedera medulla spinalis tidak hanya terjadi perubahan dari tonus otot dan sensasi saja, tapi juga peredaran darah ke kulit dan jaringan subkutan berkurang. 3,7,9,10b. Osteoporosis dan fraktur : Kebanyakkan pasien dengan cedera medulla spinalis akan mengalami komplikasi osteoporosis. Pada orang normal, tulang akan tetap sehat dan kokoh karena aktifitas tulang dan otot yang menumpu. Ketika aktifitas otot berkurang atau hilang dan tungkai tidak melakukan aktifitas menumpu berat badan, maka mulai terjadi penurunan kalsium, phospor sehingga kepadatan tulang berkurang. 3,7,9,10c. Pneumonia, atelektasis, aspirasi : Pasien dengan cedera medulla spinalis di bawah Th4, akan beresiko tinggi untuk berkembangnya restriksi fungsi paru. Terjadi pada 10 tahun dalam cedera medulla spinalis dan dapat progresif sesuai keadaan. 3,7,9,10d. Deep Vein Trombosis (DVT) : Merupakan komplikasi terberat dalam cedera medulla spinalis, yaitu terdapat perubahan dari kontrol neurologi yang normal daripada pembuluh darah.e. Cardiovasculer disease : Komplikasi dari sistem kardiorespirasi merupakan resiko jangkapanjang pada cedera medulla spinalis.f. Syringomyelia : Berpengaruh pada spasme, phantom sensation, perubahan refleks dan autonom visceral.g. Neuropatic pain : Merupakan masalah yang penting dalam cedera medulla spinalis. Berbagai macam nyeri hadir dalam cedera medulla spinalis. Kerusakan pada daerah tulang belakang dan jaringan lunak di sekitarnya dapat berakibat rasa nyeri pada daerah cedera. Biasanya pasien akan merasakan terdapat phantom limb pain atau nyeri yang menjalar pada level lesi ke inervasinya. 3,7,9,10h. Perubahan Tonus Otot : Akibat yang paling terlihat pada SCI adalah paralysis dari otot-otot yang dipersarafi oleh segmen yang terkena. Kerusakan dapat mengenai traktus descending motorik, AHC, dan saraf spinalis, atau kombinasi dari semuanya. Saat mengenai traktus descending, akan terjadi flaccid dan hilangnya refleks. Kemudian kondisi tersebut akan diikuti dengan gejala autonom seperti berkeringat dan inkontinensia dari bladder dan bowel. Dalam beberapa minggu akan terjadi peningkatan tonus otot saat istirahat, dan timbulnya refleks. 3,7,9,10i. Komplikasi Sistem respirasi : Bila lesi berada di atas level C4 akan menimbulkan paralysis otot inspirasi sehingga biasanya penderita membutuhkan alat bantu pernafasan, hal tersebut disebabkan gangguan pada n. intercostalis. Komplikasi pulmonal yang terjadi pada lesi disegmen C5 Th 12, timbul karena adanya gangguan pada otot ekspirasi yang mendapat persarafan dari level tersebut, seperti m. adbominalis dan m. intercostalis. Paralysis pada m. obliques eksternalis juga menghambat kemampuan penderita untuk batuk dan mengeluarkan sekret. 3,7,9,10j. Kontrol Bladder dan Bowel : Pusat urinaris pada spinal adalah pada conus medullaris. Kontrol refleks yang utama berasal dari segmen secral. Selama fase spinal shock, bladder urinary menjadi flaccid. Semua tonus otot dan refleks pada bledder hilang. Lesi di atas conus medullaris akan menimbulkan refleks neurogenic bladder berupa adanya spastisitas, kesulitan menahan BAK, hipertrophy otot detrusor, dan refluks urethral. Lesi pada conus medullaris menyebabkan tidak adanya refleks bladder, akbiat dari flaccid dan menurunnya tonus otot perineal dan sphincter utethra. Gangguan pada bowel sama seperti pada bladder ditambah dengan adanya lesi pada cauda equina. 3,7,9,10k. Respon Seksual : Respon seksual berhubungan langsung dengan level dan complete atau incompletenya trauma. Terdapat dua macam respon, reflekogenic atau respon untuk stimulasi eksternal yang terlihat pada penderita dengan lesi UMN, dan pshycogenic, dimana timbul melalui aktifitas kognisi seperti fantasi, yang berhubungan dengan lesi pada LMN. Pria dengan level lesi yang tinggi dapat mencapai reflexive erection, tapi bukan ejakulasi. Pada lesi yang lebih ke bawah ia dapat lebih cepat untuk ejakulasi, tetapi kemampuan ereksinya sulit. Lesi pada cauda equina tidak memungkinkan terjadinya ejakulasi ataupun ereksi. 3,7,9,10l. Menstruasi biasanya terhambat 3 bulan, fertilasi dan kehamilan tidak terhambat, tapi kehamilan harus segera diakhiri, terutama pada trisemester terakhir. Persalinan akan terjadi tanpa sepengetahuan ibu hamil akibat dari hilangnya sensasi, dan persalinan diawali dengan dysrefleksia autonomik. 3,7,9,10

II.8 Anamnesis1. Keluhan utama : Keluhan yang membawa pasien untuk berobat. Kebanyakan kasus cedera medulla spinal datang dengan keluhan kelemahan pada ektremitas. Tanyakan keluhan sudah berapa lama dirasakan.8,9,102. RPS : a. Kaji keluhan kelemahan : Lokasi kelemahan (bagian esktremitas mana saja) paraplegia tau quadriplegi, kelmahan timbulnya tiba-tiba atau perlahan-lahan, gejala semakin parah atau tidak, timbul setelah makan atau tidak, obat-obatan yang digunakan utnuk mengurangi gejala, hasil pengobatan. 8,9,10b. Kaji keluhan tambahan : Nyeri (lokasi, terus menerus atau hilang timbul, nyeri menjalar atau tidak, kapan nyeri bertambah, kapan nyeri berkurang. Kesemutan, sesak, nyeri pada perut, keluhan BAK (inkontinensia atau retensi urin), BAB (konstipasi). Hilangnya sensasi rasa. Gangguan fungsi seksual. 8,9,10c. Tanya sebelumnya apakah pernah alami gejala yang sama, kegiatan sehari-hari (angkat yang berat-berat). Pola BAK dan BAB sebelum sakit. 8,9,103. RPD : Riwayat trauma sebelumnya, riwayat kelainan tulang belakang, riwayat DM, HT, Alergi, Low back pain, osteoporosis, osteoarthritis, riwayat TBC. 8,9,104. RPK : Riwayat kelainan tulang belakang, osteoporosis, TBC. 8,9,10

II.9 PemeriksaanA. Pemeriksaan FisikPemeriksaan awal dimulai dengan penilaian kondisi jalan nafas, pernafasan dan sirkulasi darah. Pada kasus cedera, sangat penting diperiksa keadaan jalan nafas dan pernafasannya karena pada trauma C1-C4. 8,9,101. Inspeksi : Inspeksi adalah pemeriksaan secara visual tentang kondisi serta kemampuan gerak dan fungsinya. Apakah ada oedem pada anggota gerak, pengecilan otot ( atropi ), warna, dan kondisi kulit sekitarnya, kemampuan beraktifitas, alat bantu yang digunakan untuk beraktifitas, posisi pasien, dll. 8,9,102. Palpasi : Palpasi adalah pemeriksaan terhadap anggota gerak dengan menggunakan tangan dan membedakan antara kedua anggota gerak yang kanan dan kiri. Palpasi dilakukan terutama pada kulit dan subcutaneus untuk mengetahui temperatur, oedem, spasme, dan lain sebagainya. 8,9,103. Pemeriksaan Fungsi Gerak : Dalam hal ini meliputi fungsi gerak aktif, gerak pasif, dan gerak isometrik. Pada pemeriksaan ini umumnya pada pasien ditemukan adanya rasa nyeri, keterbatasan gerak, kelemahan otot, dan sebagainya. 8,9,104. Pemeriksaan Fungsional : Dalam pemeriksaan fungsional meliputi kemampuan pasien dalam beraktifitas baik itu posisioning miring kanan-kiri ( setiap 2 jam ), transfer dari tidur ke duduk, dari tempat tidur ke kursi roda, dan sebaliknya. 8,9,105. Pemeriksaan Khusus1) Kekuatan Otot : Pengukuran ini digunakan untuk melihat kekuatan otot dari keempat anggota gerak tubuh. Dan dilakukan dengan menggunakan metode manual muscle testing ( MMT ). 8,9,102) ROM ( Lingkup Gerak Sendi ) : Pemeriksaan ROM dilakukan dengan menggunakan goniometer dan dituliskan dengan menggunakan metode ISOM (International Standar Of Measurement ). 8,9,103) Pemeriksaan Nyeri dengan VAS ( Visual Analog Scale ) : VAS merupakan salah satu metode pengukuran nyeri yang dapat digunakan untuk menilai tingkat nyeri yang dirasakan oleh pasien. Pasien diminta untuk menunjukan letak nyeri yang dirasakan pada garis yang berukuran 10 cm, dimana pada ujung sebelah kiri (nilai 0) tidak ada nyeri, dan pada ujung sebelah kanan ( nilai 10 ) nyeri sekali. 8,9,105) Pemeriksaan Sensoris : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan sensori level. Sensori level adalah batas paling kaudal dari segment medulla spinalis yang fungsi sensorisnya normal. Tes ini terdiri dari 28 tes area dermatom yang diperiksa dengan menggunakan tes tajam tumpul dan sentuhan sinar, dengan kriteria penilaiannya sebagai berikut : 8,9,10Nilai 0 : tidak ada dapat merasakan (absent ).Nilai 1 : merasakan sebagian ( impaired ) dan hiperaestesia.Nilai 2 : dapat merasakan secara normal. NT ( not testable ) : diberikan pada pasien yang tidak dapat merasakan karena tidak sadarkan diri.6) Pemeriksaan Motorik : Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan motorik levelnya. Motorik level adalah batas paling kaudal dari segment medulla spinalis yang fungsi motoriknya normal. Identifikasi kerusakan motorik lebih sulit, karena menyangkut innervasi dari beberapa otot. Tidak adanya innervasi, berarti pada otot tersebut terjadi kelemahan atau kelumpuhan. Pemeriksaan kekuatan otot tersebut bisa menggunakan pemeriksaan dengan Manual Muscle Test (MMT), dengan skala penilaian sebagai berikut : Nilai Huruf Skala Definisi : 8,9,100 (Zero) : Tidak ditemukan kontraksi dengan palpasi.1 ( Tr ) Trace : Ada kontraksi tetapi tidak ada gerakan2 ( P) Poor : Gerakan dengan ROM penuh, tidak dapat melawan gravitasi.3 (F) Fair : Gerakan penuh melawan gravitasi4 (G) Good : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan.5 (N) Normal : Gerakan ROM penuh dan dapat melawan tahanan maksimal.Pada pemeriksaan motorik dengan menggunakan manual muscle testing ini biasanya dilakukan pada daerah myotom, antara lain : 8,9,10C 5 : Fleksi siku ( m. biceps, m. brachialis )C 6 : Ekstensi pergelangan tangan ( m. ekstensor carpi radialis longus dan brevis )C 7 : Ekstensi siku ( m. triceps )C8 : Fleksi digitorum profundus jari tengah (m. fleksor digitorum profundus)Th 1 : Abduksi digiti minimi (m. abduktor digiti minimi )L 2 : Fleksi hip ( m. iliopsoas )L 3 : Ekstensi knee ( m. Quadriceps )L 4 : Dorso fleksi ankle (m. tibialis anterior )L 5 : Ekstensi ibu jari kaki (m. ekstensor hallucis longus )S 1 : Plantar fleksi ankle (m. gastrocnemius, m. soleus )B. Pemeriksaan Penunjang1. Laboratorium : a. Osteocalsin : Suatu protein tulang yang disekresi oleh osteoblast.b. B-cross lap : parameter untuk proses rosorpsi (penyerapan tulang) untuk mengetahui fungsi osteoklas.c. Elektrolit : kalsium total.d. Darah lengkap : Hb, HT, Leukosit, trombosit.e. Kimia darah : Gula darah 2 jam pp, gula darah puasa. e. Vit Df. Kalsitonin.2. Foto Polos Vertebra. Merupakan langkah awal untuk mendeteksi kelainan-kelainan yang melibatkan medulla spinalis, kolumna vertebralis dan jaringan di sekitarnya. Pada trauma servikal digunakan foto AP, lateral, dan odontoid. Pada cedera torakal dan lumbal, digunakan foto AP dan Lateral. Foto polos posisi antero-posterior dan lateral pada daerah yang diperkirakan mengalami trauma akan memperlihatkan adanya fraktur dan mungkin disertai dengan dislokasi. Pada trauma daerah servikal foto dengan posisi mulut terbuka dapat membantu dalam memeriksa adanya kemungkinan fraktur vertebra C1-C2. 8,9,103. CT-scan Vertebra : Dapat melihat struktur tulang, dan kanalis spinalis dalam potongan aksial. CT-Scan merupakan pilihan utama untuk mendeteksi cedera fraktur pada tulang belakang. 8,9,104. MRI Vertebra : MRI dapat memperlihatkan seluruh struktur internal medulla spinalis dalam sekali pemeriksaan serta untuk melihat jaringan lunak.5. Pungsi Lumbal : Berguna pada fase akut trauma medulla spinalis. Sedikit peningkatan tekanan likuor serebrospinalis dan adanya blokade pada tindakan Queckenstedt menggambarkan beratnya derajat edema medulla spinalis, tetapi perlu diingat tindakan pungsi lumbal ini harus dilakukan dengan hati-hati, karena posisi fleksi tulang belakang dapat memperberat dislokasi yang telah terjadi. Dan antefleksi pada vertebra servikal harus dihindari bila diperkirakan terjadi trauma pada daerah vertebra servikalis tersebut. 8,9,106. Mielografi : Mielografi dianjurkan pada penderita yang telah sembuh dari trauma pada daerah lumbal, sebab sering terjadi herniasi diskus intervertebralis. 8,9,10

II.10 DiagnosisA. Cedera medulla spinalisDalam menegakkan diagnosis pada Cedera medulla spinalis, dilakukan anamnesis yang lengkap, dimana keluhan dan riwayat adanya trauma atau kelainan tulang belakang ataupun adanya osteoporosis merupakan resiko terjadinya cedera medulla spinalis. Selain itu dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap, dan penunjang yang sesuai untuk menegaggakan diagnosis. Dengan menggunakan panduan American Spinal Scale Neurologi dapat menegakkan diagnosis, dan dapat menegakkan diagnose sementara bila hasil pemeriksaan penunjang belum keluar. 8,9,10Apabila medulla spinalis tiba-tiba mengalami cedera, maka aka nada 3 kelainan yang muncul yaitu : 8,9,101. Semua pergerakan volunteer dibawah lesi hilang secara mendadak dan bersifat permanen, sedangkan reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat.2. Sensasi sensorik reflex fisiologis bisa menghilang atau meningkat.3. Terjadi gangguan fungsi otonom.Cedera medulla spinalis dapat menghasilkan satu atau lebih tanda-tanda klinis dibawah ini yaitu : 8,9,101. Nyeri menjalar2. Kelumpuhan atau hilangnya pergerakan atau adanya kelemahan3. Hilangnya sensasi rasa4. Hilangnya kemampuan peristaltic usus.5. Spasme otot atau bangkitan reflex yang meningkat6. Perubahan fungsi seksual.

B. Diagnosis Banding1. Sindrom Guillain barreSuatu kelainan sistem saraf akut dan difus yang mengenai radiks spinal dan saraf perifer, dan juga kadang-kadang saraf kranialis yang biasa timbul setelah suatu infeksi. Gejala utama kelumpuhan yang simetris tipe LMN dari otot-otot ekstremitas, badan dan kadang-kadang muka. Biasanya karena infeksi virus maka dalam anamnesis tanyakan apakah sebelumnya pernah batu pilek, diare. Terdapat infiltrasi sel mononuclear, limfosit berukuran kecil. serabut saraf mengalami degenerasi segmental dan aksonal sehingga lesi ini bisa terbatas pada segmen proksimal radiks spinal tersebar disepanjang saraf perifer. Tipe penjalaran kelemahan pada ektremitas berjalan dari distal ke proksimal dan sembuh perlahan-lahan dari proksimal ke distal. Gejala makin bertambah, menyebar secara assenden kebadan, anggota gerak atas dan cranial, kelemahan simetris dan diikuti oleh hiporefleks atau arefleks. Disamping itu terdapat gangguan sensibilitas parastesi. Sensibilitasnya ekstroseptif > dari sensibilitas propioseptik, nyeri otot seperti nyeri setelah aktivitas fisik. Saraf cranial yang terkena yaitu > yang kenan N.III, IV, VI, VII, XII.11Pemeriksaan yang dilakukan yaitu dengan lumbal fungsi terdapatnya peningkatan protein, dan 80% diagnose dapat ditegakkan dengan pemeriksaan EMG dimana terdapat kelainan poliradiluloneuropati. Selain itu kelumpuhan dapat juga terjadi di otot-otot penggerak bola mata sehingga penderita melihat satu objek menjadi dua yang dapat disertai gangguan koordinasi anggota gerak.112. Paralisis flaksid Paralisis flaksid yaitu kelainan yang ditandai dengan kadar kalium yang rendah < 3,5 mmol/L dengan gejala kelemahan atau kelumpuhan skeletal. Pada saat serangan terjadi pergerakan kalium dari cairan ekstraseluler masuk ke dalam sel. Diluar serangan kalium darah menjadi normal. Biasanya terjadi pada otot kaki atau tangan. Biasanya gejala timbul setelah makan kekenyangan. Ditandai dengan serangan episodic berupa kelemahan otot atau paralisis flaksid akibat perpindahan kalium ke ruang intraselular otot rangka. Serangan muncul setelah tidur atau istirahat, tetapi dapat dicetuskan oleh, latihan fisik. Diagnosis ditegakkan apabila timbul kelemahan otot disertai kadar kalium plasma yang rendah (