referat autism
TRANSCRIPT
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN........................................................................ 1
II. EPIDEMIOLOGI......................................................................... 1
III. ETIOLOGI ................................................................................ 1
IV. PATOGENESIS ........................................................................... 2
V. MANIFESTASI KLINIS .............................................................. 5
VI. DIAGNOSIS ................................................................................ 9
VII. DIAGNOSIS BANDING.............................................................. 13
VIII. PENATALAKSANAAN ............................................................. 14
IX. PROGNOSIS .............................................................................. 17
X. SARAN....................................................................................... 17
I. PENDAHULUAN
Autisme berasal dari kata yunani yaitu autos yang berarti “diri sendiri”.
Autism merupakan suatu keadaan atau pendirian atau sikap hidup dimana orang
terserap oleh gagasan, pemikiran, pendirian, kehendak dan gaya hidupnya sendiri,
sampai tidak mementingkan sesame, masyarakat, dan keadaan sekitarnya
(Mangunharjana, 1997)
Autism adalah perkembangan kekacauan otak dan gangguan pervasive yang
di tandai dengan terganggunya interaksi social, keterlambatan dalam bidang
komunikasi, gangguan dalam bermain, bahasa, perilaku, gangguan perasaan dan
emosi, interaksi social, gangguan dalam perasaan sensoris, serta tingkah laku yang
berulang-ulang. Gangguan yang membuat seseorang menarik diri dari dunia luar
dan menciptakan dunia fantasinya sendiri: berbicara, tertawa, menangis dan marah -
marah sendiri. Gejala autism dapat terdeteksi pada usia sebelum 3 tahun.
(Huzaemah, 2010)
II. Epidemiologi
Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin tinggi, pada
tahun 1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autisme. Pada tahun 2003, 1
dari 1000 anak, tahun 2007 1 dari 166 anak, dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap
tahun timbul sekitar 9000 anak autisme baru (Winarno dan Agustina, 2008).
Banyaknya jumlah autisme diatas sangat mengkhawatirkan mengingat sampai saat
ini penyebab autisme masih misterius dan menjadi bahan perdebatan diantara para
ahli dan dokter di dunia.
III. Etiologi
Menurut Lestiani, penyebab autisme sangat kompleks diantaranya dapat
disebabkan oleh:
genetik,
virus,
gangguan fungsi imun,
kelainan organ otak,
gangguan gastrointestinal dan
paparan logam berat.
IV. PATOGENESIS
Neural connectivity
Teori ini menekankan pertumbuhan otak pada tahap awal dan
sambungan neural yang berlebih merupakan kunci dari patogenesis autisme.
Diperkirakan kelebihan jumlah neuron dapat menyebabkan kecacatan pada
pola dan kabel neural, adanya interaksi kortikal jarak pendek yang dengan
jelas menghindari interaksi jarak panjang yang menghubungkan region
penting di otak. Kelainan neuroanatomis ini mendasari defisit dalam fungsi
sosioemosional dan komunikasi.
Di sisi lain, terdapat teori yang memperkirangan adanya kekurangan
sambungan intrakorteks sehingga menyebabkan penurunan integrasi
informasi melintasi regio – regio korteks. Sambungan neural (neural
connectivity), komunikasi interneural, dan koordinasi merupakan dasar dari
mekanisme autism entah itu kelebihan atau kekurangan.
Neural migration
Malformasi korteks serebri pada autism dapat diakibatkan oleh
kecacatan migrasi saraf ke korteks serebri selama 6 bulan pertama
kehamilan, termasuk di sini penebalan korteks, kepadatan neuronal yang
tinggi, batas substansia gricea dan alba yang kabur, dan substansia gricea
ektopik. Hipotesis ini didukung oleh adanya penurunan level Reelin (protein
matriks ekstraseluler untuk migrasi neuronal dan cellular positioning).
Penurunan Reelin ini diobservasi pada jaringan serebelum pasien autistik
post mortem.
Excitatory – Inhibitory Neural Activity
Teori ini mengemukakan tentang adanya ketidak-seimbangan antara
jaringan eksitasi dan inhibisi. Penelitian yang ada menyimpulkan adanya
penyusunan kromosom yang mempengaruhi gen reseptor GABA
menyebabkan sistem eksitasi dan fungsi SSP abnormal. Reseptor glutamat
pada sinaps juga memegang peranan penting pada patofisiologi autisme.
Dendritic morphology
Penyusunan sinaps dan duri dendrit (dendritic spine) yang abnormal
merupakan faktor yang berkontribusi pada pathogenesis autisme. Telah
ditemukan bahwa pada otak autistik terdapat peningkatan jumlah duri
dendritik yang panjang dan tipis. Morfologi dendrit sangat dipengaruhi oleh
scaffolding protein (protein penjebak) yang menghubungkan antara protein
membran dan sitoskeleton. Khususnya gen SHANK3 yang meng-encode
scaffolding protein pada sinaps. Gen SHANK3 ini hilang pada pasien autis.
Neuroimmune disturbances
Terdapat 50% dengan tipe T-helper abnormal, supresi cell-mediated
immunity secara umum, level limfosit CD4+ subnormal, level antibodi dan
fungsi natural killer cell tidak seimbang. Autoimunitas juga dikaitkan dengan
autisme setelah detemukan autoantibodi (misalnya IgG) yang melawan
protein sistem saraf. Selain itu juga terdapat immunogenetik yang
berhubungan dengan molekul HLA (Human Leucocyte Antigen) yaitu DRB 1
dan alel komplemen C4.
Calcium signaling
Calcium signaling berkontribusi pada autis melalui aktivitas yang
tergantung influx kalsium ke neuron yang meregulasi beberapa sinaps
eksitatori di korteks. Perubahan calcium signaling dapat menyebabkan
disfungsi sinaptogenesis dan autisme. Observasi menemukan bahwa
gangguan dalam sinyal kalsium juga menyebabkan ketidak-seimbangan jalur
eksitasi dan inhibisi.
Mirror neurone system theory
Mirror neurone adalah sel premotor dan parietal pada korteks serebri
yang menyebabkan potensial aksi, tidak hanya saat kita beraksi atau
bergerak, namun saat kita mengobservasi orang lain yang melakukan aksi
yang sama. Neuron ini menjadi mencerminkan perilaku orang lain dan
menyediakan mekanisme fisiologis yang sesuai unutk perilaku sosial dan
keahlian. Sehingga, kerusakan “neuron cermin” menyebabkan gangguan
sosial dan komunikasi.
Teori lain
Penurunan level apoptosis karena level protein Bcl-2 dan p53 pada
korteks subnormal. Jumlah neuron berlebih, sekunder karena apoptosis
berkurang dapat menyebabkan gangguan pada hubungan dan komunikasi
neural.
Tingginya level serotonin diduga terlibat dalam patogenesis namun
tidak ada hubungan yang jelas dalam level simptomatis autisme. Hal ini
berhubungan dengan variasi gen (SLC6A4) yang meng-kode serotonin
transporter.
Kecacatan metabolik juga dikaitkan dengan autis. Kurangnya cell
adhesion molecules, second messenger system, dan molekul lain yang
disekresi.
V. Manifestasi klinis
a. Gangguan kualitatif dalam interaksi social
Interaksi social pada anak autistic dibagi dalam 3 kelompok :
1. Kelompok yang menyendiri (aloof): banyak terlihat pada anak-anak yang
menarik diri, acuh tak acuh dan akan kesal bila diadakan pendekatan sosial
serta menunjukkan perilaku dan perhatian yang terbatas atau tidak hangat
2. Kelompok yang pasif : dapat menerima pendekatan social dan bermaind
engan anak lain jika pola permainanannya disesuaikan dengan dirinya.
3. Kelompok yang aktif tapi aneh : secara spontan akan mendekati anak lain,
namun interaksi ini sering kali tidak sesuai dan sering hanya sepihak.
Hambatan social pada autism berubah sesuai dengan perkembangan usia,
biasanya dengan bertambahnya usia hambatan tampak semakin berkurang.
Sejak tahun pertama, anak autistik mungkin telah menunjukkan adanya
gangguan pada interaksi sosial yang timbal balik, seperti menolak unutk
disayang atau dipeluk, tidak menyambut ajakan ketika akan diangkat dengan
mengangkat kedua lengannya, kurang dapat meniru pembicaraan atau
gerakan badan, gagal menujukkan suatu obyek kepada orang lain, adanya
gerakan pandangan mata yang abnormal.
Permainan yang bersifat timbale balik mungkin tidak akan terjadi.
Sebagian anak autistik tampak acuh tak acuh atau tidak bereaksi terhadap
pendekatan orangtuanya, sebagian lainnya malah merasa cemas bila
berpisah dan melekat pada orangtuanya.
Anak-anak ini gagal dalam mengembangkan permainan bersama teman-
temannya, mereka lebih suka bermain sendiri.
Keinginan untuk menyendiri yang sering tampak pada masa kanak akan
makin menghilang dengan bertambahnya usia.
Walaupun mereka berminat untuk mengadakan hubungan dengan teman,
seringkali terdapat hambatan karena ketidakmampuan mereka unutk
memahami aturan-aturan yang berlaku di dalam interaksi sosial. Kesadaran
sosial yang kurang ini mungkin yang menyebabkan mereka tidak mampu
untuk memahami ekspresi wajah orang, ataupun untuk mengekspresikan
perasaannya baik dalam bentuk vokal maupun ekspresi wajah. Kondisi ini
menyebabkan anak autisme tidak dapat berempati kepada orang lain yang
merupakan suatu keubutuhan penting pada interaksi sosial yang normal.
b. Hambatan kualitatif dalam komunikasi verbal atau nonverbal dan dalam
bermain :
Keterlambatan dan abnormalitas dalam berbahasa dan berbicara merupakan
keluhan yang sering diajukan para orangtua, sekitar 50% mengalami hal ini.
Bergumam yang biasanya muncul sebelum dapat mengucapkan kata-kata,
mungkin tidak nampak pada anak autis.
Sering mereka tidak memahami ucapan yang ditujukan pada mereka.
Biasanya mereka tidak menunjuk ataupun memakai gerakan tubuh untuk
menyampaikan keinginannya, tetapi dengan mengambil tangan orangtuanya
untuk dipakai mengambil obyek yang dimaksud.
Mereka mengalami kesukaran dalam memahami arti kata-kata dan juga
kesukaran dalam menggunakan bahasa dalam konteks yang sesuai atau
benar.
Satu kata yang mempunyai banyak arti mungkin sulit untuk dapat dimengerti
oleh mereka.
Anak autis sering mengulang kata-kata yang baru saja mereka dengar atau
pernah ia dengar sebelumnya tanpa maksud untuk berkomunikasi.
Bila bertanya sering menggunakan kata ganti orang dengan terbalik, ‘saya’
jadi ‘kamu’ dan menyebut diri sendiri sebagai ‘kamu’.
Sering berbicara pada diri sendiri dan mengulang potongan kata atau lagu
dari iklan televisi dan mengucapkannya di muka orang lain dalam suasana
yang tidak sesuai.
Pengunaan kata-kata yang ‘aneh’ atau dalam arti kiasan, seperti seorang
anak berkata ‘sembilan’ setiap kali ia melihat kereta api.
Sukar berkomunikasi walaupun dapat berbicara dengan baik, karena tidak
tahu kapan giliran mereka bicara, memilih topik bicaranya. Mereka akan terus
mengulang pertanyaan biarpun mereka telah mengetahui jawabannya atau
memperpanjang pembicaraan tentang topik yang mereka sukai tanpa
mempedulikan lawan bicaranya.
Bicaranya sering monoton, kaku, atau menjemukan.
Sukar mengatur volume suara, tidak tahu kapan mesti merendahkan volume
suara, misal di restoran atau sedang membicarakan hal-hal yang bersifat
pribadi.
Sukar mengekspresikan perasaan atau emosinya melalui nada suara.
Komunikasi nonverbal juga mengalami gangguan. Mereka sering tidak
menggunakan gerakan tubuh dalam berkomunikasi unutk mengekspresikan
perasaannya atau untuk meraba-rasakan perasaan orang lain, misalnya
menggelengkan kepala, melambaikan tangan, mengangkat alis dsb.
C. Aktivitas dan minat yang terbatas :
Abnormalitas dalam bermain terlihat pada anak autistik, seperti stereotipi,
diulang-ulang, dan tidak kreatif. Beberapa anak tidak menggunakan
mainannya dengan sesuai, juga kemampuannya untuk menggantikan suatu
benda dengan benda lain yang sejenis sering tidak sesuai.
Anak autistik menolak adanya perubahan lingkungan dan rutinitas baru.
Contohnya serorang anak autistik akan mengalami kesukaran bila jalan yang
biasa ia tempuh ke sekolah diubah atau piring yang biasa ia pakai unutk
makan diganti. Mainan baru mungkin akan ditolak sampai berminggu-minggu
kemudian baru bisa ia terima. Mereka kadang juga memaksakan rutinitas
pada orang lain, contohnya seorang anak laki-laki akan menangis bila waktu
naik tangga ibu tidak menggunakan kaki kanannya lebih dulu.
Mereka juga sering memaksa orangtua unutk mengulang suatu kata atau
potongan kata.
Dalam hal minat : terbatas, sering aneh dan diulang-ulang. Misal mereka
sering membuang waktu berjam-jam hanya untuk memainkan sakelar listrik,
memutar-mutar botol, atau mengingat-ingat rute kereta-api.
Sulit dipisahkan dari suatu benda yang tidak lazim dan menolak
meninggalkan rumah tanpa benda tersebuh, misalnya seorang anak laki-laki
yang selalu membawa penghisap debu kemanapun.
Stereotipi tampak pada hampir semua anak autis termasuk melompat naik
turun, memainkan jari-jari tangannya di depan mata, menggoyang-goyang
tubuhnya, atau menyeringai.
Mereka juga menyukai obyek yang berputar, seperti memandang putaran
kipas angin, roda mobil, atau mesin cuci.
d. Gangguan kognitif :
Hampir 75-80% anak autistik mengalami retardasi mental, dengan derajat
retardasinya rata-rata sedang. Beberapa orang autistik menunjukkan kemampuan
memecahkan masalah yang luar biasa, seperti mempunyai daya ingat yang sangat
baik, kemampuan membaca yang di atas batas penampilan intelektualnya
(hiperleksia).
e. Gangguan pada perilaku motorik
Kebanyakan anak autistik menunjukkan adanya stereotipi, seperti bertepuk-
tepuk tangan, menggoyang-goyang tubuh. Hiperaktivitas biasa terjadi terutama pada
anak prasekolah. Beberapa anak juga menunjukkan perhatian yang tersebar dan
impulsivitas. Juga didapatkan adanya koordinasi motorik yang terganggu, tiptoe
walking, clumsiness, kesulitan belajar mengikat tali sepatu, menyikat gigi, memotong
makanan, mengancing baju.
f. Reaksi abnormal terhadap perangsangan indera
Beberapa anak menunjukkan hipersensitivitas terhadap suara (hiperakusis)
dan menutup telinganya bila mendengar suara yang keras seperti suara petasan,
gonggongan anjing, atau sirine polisi. Anak lain mungkin justru lebih tertarik dengan
suara jam tangan, atau remasan kertas. Sinar yang terang, termasuk sinar lampu
sorot di ruang praktek dokter gigi, mungkin membuatnya tegang, walau beberapa
anak malah menyukai sinar. Mereka mungkin sangat sensitif terhadap sentuhan,
memakai baju yang terbuat dari serat yang kasar, seperti wol, atau baju dengan
label yang masih menempel, atau berganti baju dari lengan pendek menjadi lengan
panjang, semua itu dapat membuat mereka temper tantrums. Di lain pihak ada juga
anak yang tidak peka terhadap rasa sakit dan tidak menangis saat mengalami luka
yang parah. Anak mungkin tertarik pada rangsang indera tertentu seperti obyek yang
berputar.
g. Gangguan tidur dan makan
Gangguan tidur berupa terbaliknya pola tidur, terbangun tengah malam.
Gangguan makan berupa keengganan terhadap makanan tertentu karena tidak
menyukai tekstur atau baunya, menuntut hanya makan jenis makanan yang
terbatas, menolak mencoba makanan baru, atau pika (makan zat-zat yang bukan
makanan, misal debu, pasir, dll.) dapat sangat menyulitkan para orang tua.
h. Gangguan afek dan mood atau perasaan atau emosi
Beberapa anak menunjukkan perubahan mood yang tiba-tiba, mungkin
menangis atau tertawa tanpa alasan yang jelas. Sering tampak tertawa sendiri,
beberapa anak tampaknya mudah menjadi emosional. Rasa takut yang sangat
kadang-kadang muncul terhadap obyek yang sebetulnya tidak menakutkan. Cemas
perpisahan yang berat, juga depresi berat mungkin ditemukan pada anak autistik.
i. Perilaku yang membahayakan diri sendiri dan agresivitas melawan orang
lain
Ada kemungkinan mereka menggigit lengan, tangan atau jari sendiri, sampai
berdarah. Membentur-benturkan kepala, mencubit, menarik rambut sendiri atau
memukuli diri sendiri. Temper tantrums, ledakan agresivitas tanpa pemicu,
kurangnya perasaan terhadap bahaya dapat terjadi pada anak autistik.
j. Gangguan kejang
Terdapat kejang epilepsi pada sekitar 10-25% anak autistik. Ada korelasi
yang tinggi antara serangan kejang dengan beratnya retardasi mental dan derajat
disfungsi susunan saraf pusat.
VI. Diagnosa
1. Anamnesa : Informasi tentang emosi anak, sosial, komunikasi, kemampuan
kognitif .
2. Observasi langsung dan interaksi.
Orang tua dan anggota keluarga ataupun pengasuh harus terlibat dalam
pemeriksaan ini supaya didapatkan informasi yang penting diketahui oleh
pemeriksa
Pemeriksaan medis (disesuaikan dengan kebutuhan anak)
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan neurologis
Tes neuropsikologis
Tes pendengaran dengan BERA atau tes lain
Tes ketajaman penglihatan
Berbagai rating scales, misalnya CARS (Childhool Autism Rating Scale),
GARS (Gillian Autism Rating Scale), dll.
MRI (Magnetic Resonance Imaging), Ct Scan, Brain Mapping, SPECT dan
PET
EEG (electroencephalogram)
Pemeriksaan sitogenetik untuk abnormalitas kromosom
Pemeriksaan lain yang belum berdasarkan Evidence Based Medicine misal :
analisis tinja, rambut, alergi, imunologis, jamur, tiroid, antimyelin basic protein,
dll.
Berdasarkan DSM-IV
A. Harus ada sedikitnya 6 gejala dari (1), (2), dan (3) dengan minimal harus ada 2
gejala dari (1), dan satu gejala masing-masing dari (2) dan (3)
(1). Gangguan kualitatif dalam interaksi social, minimal harus ada 2 manifestasi.
a. Hendaya dalam perilaku nonverbal seperti : kontak mata sangat kurang,
ekspresi muka kurang hidup, sikap tubuh atau gerak tubuh dalam interaksi
sosial.
b. Kegagalan dalam berhubungan dengan anak sebaya sesuai dengan
perkembangannya.
c. Tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
d. Kurangnya hubungan sosial dan emosional.
(2). Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi, minimal 1 gejala di bwah ini :
a. Bicara terlambat atau bahkan sama sekali tak berkembang (tak ada usaha
untuk mengimbangi komunikasi dengan cara lain tanpa bicara).
b. Bila bisa bicara tidak dipakai untuk komunikasi.
c. Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
d. Cara bermain kurang variasi, kurang imajinatif dan kurang bisa meniru.
(3). Suatu pola yang dipertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku, minat, dan
kegiatan. Sedikitnya harus ada 1 gejala di bawah ini :
a. Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan.
b. Terpaku pada satu kegiatan ritual atau rutin yang tidak ada gunanya.
c. Terdapat gerakan-gerkan aneh yang khas berulang-ulang.
d. Seringkali terpukau pada bagian-bagian benda.
B. Sebelum usia 3 tahun tampak adanya keterlambatan atau gangguan dalam
bidang :
1. Interaksi social
2. Bicara dan berbahasa
3. Cara bermain yang kurang variasi
C. Gangguan tersebut buka disebabkan karena sindrom Rett atau gangguan
disintegrative masa kanak-kanak (Childhood Disintegrative Disorder).
Diagnosa berdasarkan PPDGJ III
Autisme masa kanak
Gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh adanya kelainan
dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3 tahun, dan
dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang : interaksi sosial, komunikasi,
dan perilaku yang terbatas dan berulang.
Biasanya tidak jelas ada periode perkembangan yang normal sebelumnya,
tetapi bila ada, kelainan perkembangan sudah menjadi jelas sebelum usia 3
tahun, sehingga diagnosis sudah dapat ditegakkkan. Tetapi gejala-gejalanya
(sindrom) dapat didiagnosis pada semua kelompok umur.
Selalu ada hendaya kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal baik
(reciprocal social interaction). Ini berbentuk apresiasi yang tidak adekuat
terhadap isyarat sosio-emosional, yang tampak sebagai kurangnya respons
terhadap emosi orang lain dan/atau kurangnya modulasi terhadap perilaku
dalam konteks sosial; buruk dalam menggunakan isyarat sosial dan integrasi
yang lemah dalam perilaku sosial, emosional dan komunikatif, dan
khususnya, kurangnya respons timbal balik sosio-emosional.
Demikian juga terdapat hendaya kualitatif dalam komunikasi. Ini berbentuk
kurangnya penggunaan keterampilan bahasa yang dimiliki di dalam
hubungan sosial; hendaya dalam permainan imaginatif dan imitasi sosial;
keserasian yang buruk dan kurangnya interaksi timbal balik dalam
percakapan; buruknya keluwesan dalam bahasa ekspresif dan kreativitas
dan fantasi dalam proses pikir yang relatif kurang; kurangnya respons
emosional terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang lain; hendaya
dalam menggunakan variasi irama atau penekanan sebagai modulasi
komunikatif; dan kurangnya isyarat tubuh untuk menekankan atau memberi
arti tambahan dalam komunikasi lisan.
Kondisi ini juga ditandai oleh pola perilaku, minat dan kegiatan yang terbatas,
berulang dan stereotipik. Ini berbentuk kecenderungan untuk bersikap kaku
dan rutin dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari; biasanya berlaku
untuk kegiatan baru dan juga kebiasaan sehari-hari serta pola bermain.
Terutama sekali dalam masa kanak yang dini, dapat terjadi kelekatan yang
khas terhadap benda-benda yang aneh, khususnya benda yang tidak lunak.
Anak dapat memaksakan suatu kegiatan rutin dalam ritual yang sebetulnya
tidak perlu; dapat terjadi preokupasi yang stereotipik terhadap suatu minat
seperti tanggal, rute atau jadwal; sering terdapat stereotipi motorik; sering
menunjukkan minat khusus terhadap segi-segi nonfungsional dari benda-
benda (misalnya bau atau rasanya); dan terdapat penolakan terhadap
perubahan dari rutinitas atau dalam detil dari lingkungan hidup pribadi
(seperti perpindahan mebel atau hiasan dalam rumah).
Semua tingkatan IQ dapat ditemukan dalam hubungannya dengan autisme,
tetapi pada tiga perempat kasus secara signifikan tedapat retardasi mental.
Autisme tak khas
Gangguan perkembangan pervasif yang berbeda dari autisme dalam hal usia
onset maupun tidak terpenuhinya ketiga kriteria
diagnostik. Jadi kelainan dan/atau hendaya
perkembangan menjadi jelas untuk pertama kalinya pada
usia setelah 3 tahun; dan/atau tidak cukup menunjukkan
kelainan dalam satu atau dua dari tiga bidang
psikopatologi yang dibutuhkan untuk diagnosis autisme
(interaksi sosial tibmal-balik komunikasi, dan perilaku
terbatas, stereotipik, dan berulang) meskipun terdapat
kelianan yang khas daalam bidang lain.
Autisme tak khas sering muncul pada individu dengan retardasi mental yang
berat, yang sangat rendah kemampuannya, sehingga
pasien tidak mampu menampakkan gejala yang cukup
untuk menegakkan diagnosis autisme; ini juga tampak
pada individu dengan gangguan perkembangan yang
khas dari bahasa reseptif yang berat.
VII. Diagnosis Banding Autisme
Autisme dalam Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorder R-IV
merupakan salah satu dari lima jenis gangguan dibawah payung PDD (Perpasive
Development Disorder) di luar ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) dan
ADD (Attention Deficit Disorder). Gangguan perkembangan perpasiv (PDD) adalah
istilah yang dipakai untuk menggambarkan beberapa kelompok gangguan
perkembangan di bawah (umbrella term) PDD, yaitu:
1) Autistic Disorder (Autism) Muncul sebelum usia 3 tahun dan ditunjukkan
adanya hambatan dalam interaksi sosial, komunikasi dan kemampuan
bermain secara imaginatif serta adanya perilaku stereotip pada minat dan
aktivitas.
2) Asperger’s Syndrome, Hambatan perkembangan interaksi sosial dan
adanya minat dan aktivitas yang terbatas, secara umum tidak
menunjukkan keterlambatan bahasa dan bicara, serta memiliki tingkat
intelegensia rata-rata hingga di atas rata-rata.
3) Pervasive Developmental Disorder – Not Otherwise Specified (PDD-
NOS) Merujuk pada istilah atypical autism, diagnosa PDD-NOS berlaku
bila seorang anak tidak menunjukkan keseluruhan kriteria pada diagnosa
tertentu (Autisme, Asperger atau Rett Syndrome).
4) Rett’s Syndrome Lebih sering terjadi pada anak perempuan dan jarang
terjadi pada anak laki-laki. Sempat mengalami perkembangan yang
normal kemudian terjadi kemunduran/kehilangan kemampuan yang
dimilikinya; kehilangan kemampuan fungsional tangan yang digantikan
dengan gerakkan-gerakkan tangan yang berulang-ulang pada rentang
usia 1 – 4 tahun.
5) Childhood Disintegrative Disorder (CDD) Menunjukkan perkembangan
yang normal selama 2 tahun pertama usia perkembangan kemudian tiba-
tiba kehilangan kemampuan-kemampuan yang telah dicapai sebelumnya.
Diagnosa Perpasive Develompmental Disorder Not Otherwise Specified
(PDD – NOS) umumnya digunakan atau dipakai di Amerika Serikat untuk
menjelaskan adanya beberapa karakteristik autisme pada seseorang (Howlin,
1998: 79). National Information Center for Children and Youth with Disabilities
(NICHCY) di Amerika Serikat menyatakan bahwa Autisme dan PDD – NOS
adalah gangguan perkembangan yang cenderung memiliki karakteristik serupa
dan gejalanya muncul sebelum usia 3 tahun. Keduanya merupakan gangguan
yang bersifat neurologis yang mempengaruhi kemampuan berkomunikasi,
pemahaman bahasa, bermain dan kemampuan berhubungan dengan orang
lain. Ketidakmampuan beradaptasi pada perubahan dan adanya respon-respon
yang tidak wajar terhadap pengalaman sensoris seringkali juga dihubungkan
pada gejala autisme.
VIII. PENATALAKSANAAN
Autisme merupakan gangguan yang tidak bisa disembuhkan (not
curable),namun bisa diterapi (treatable), maksudnya kelainan yang terjadi pada otak
tidak bisa diperbaiki namun gejala-gejala yang ada dapat dikurangi semaksimal
mungkin sehingga anak tersebut nantinya dapat berbaur dengan anak-anak lain
secara normal.
Keberhasilan terapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu :5
a. Berat ringannya gejala atau kelainan otak.
Hal ini tentu saja tergantung dari berat ringannya gangguan yang ada di
dalam sel otak.
b. Usia, diagnosis dini sangat penting oleh karena semakin muda umur anak
saat dimulainya terapi semakin besar kemungkinan untuk berhasil.
c. Kecerdasan, makin cerdas anak tersebut makin baik prognosisnya
d. Bicara dan bahasa, 20 % anak autis tidak mampu berbicara seumur hidup,
sedangkan sisanya mempunyai kemampuan bicara dengan kefasihan yang
berbeda-beda.
e. Terapi yang intensif dan terpadu.
Terapi yang terpadu
Penanganan/intervensi terapi pada anak autisme harus dilakukan dengan
intensif dan terpadu. Terapi secara formal sebaiknya dilakukan antara 4 – 8
jam sehari. Selain itu seluruh keluarga harus terlibat untuk memacu
komunikasi dengan anak. Penanganan anak autisme memerlukan
kerjasama tim yang terpadu yang berasal dari berbagai disiplin ilmu antara
lain psikiater, psikolog, neurolog, dokter anak, terapis bicara dan pendidik.
Beberapa terapi yang harus dijalankan antara lain :
a. Terapi medikamentosa
b. Terapi psikologis
c. Terapi wicara
d. Fisioterapi
e. terapi Okupasi (jika perlu)
a. Terapi medikamentosa
Menurut dr. Melly Budiman (1998), pemberian obat pada anak harus
didasarkan pada diagnosis yang tepat, pemakaian obat yang tepat, pemantauan
ketat terhadap efek samping dan mengenali cara kerja obat. Perlu diingat bahwa
setiap anak memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap efek obat, dosis obat
dan efek samping. Oleh karena itu perlu ada kehati-hatian dari orang tua dalam
pemberian obat yang umumnya berlangsung jangka panjang.
Saat ini pemakaian obat diarahkan untuk memperbaiki respon anak sehingga
diberikan obat-obat psikotropika jenis baru seperti obat-obat antidepressan SSRI
(Selective Serotonin Reuptake Inhibitor) yang bisa memberikan keseimbangan
antara neurotransmitter serotonin dan dopamin. Bisa juga benzodiazepin seperti
misalnya fluoxentine (prozac), risperidone (risperdal.)Yang diinginkan dalam
pemberian obat ini adalah dosis yang paling minimal namun paling efektif dan tanpa
efek samping.
Efek sampingnya bisa timbul seperti mengantuk, ngiler, dan kaku otot. Dalam
hal ini dokter akan segera mengambil tindakan untuk meniadakan efek samping.
Pemakaian obat akan sangat membantu untuk memperbaiki respon anak
terhadap lingkungan sehingga ia lebih mudah menerima tata laksana terapi lainnya.
Bila kemajuan yang dicapai cukup baik, maka pemberian obat dapat dikurangi
bahkan dihentikan.
b. Terapi psikologis
Dalam penanganan autisme, seringkali perkembangan kemampuan berjalan lambat
dan mudah hilang. Umumnya intervensi difokuskan pada meningkatkan kemampuan
bahasa dan komunikasi, self-help dan perilaku sosial dan mengurangi perilaku yang
tidak dikehendaki seperti melukai diri sendiri (self mutilation), temper tantrum dengan
penekanan pada peningkatan fungsi individu dan bukan “menyembuhkan” dalam arti
mengembalikan anak autisme ke kondisi normal.
c. Terapi Wicara
Umumnya hampir semua anak autisme menderita gangguan bicara dan
berbahasa. Oleh karena itu terapi wicara pada anak autisme merupakan keharusan.
Penanganannya berbeda dengan penderita gangguan bicara oleh sebab lain.
Anak yang mengalami hambatan bicara dilatih dengan proses pemberian
reinforcement dan meniru vokalisasi terapis.
d. Fisioterapi
Pada anak autisme juga diberikan fisioterapi yang berfungsi untuk merangsang
perkembangan motorik dan kontrol tubuh.
e. Alternatif terapi lainnya
Selain itu ada beberapa terapi lainnya yang menjadi alternatif penanganan anak
autisme menurut pengalaman Sleeuwen ( 1996 ) , yaitu :5
a. Terapi musik
Meliputi aktivitas menyanyi, menari mengikuti irama dan memainkan alat musik.
Musik dapat sangat bermanfaat sebagai media mengekspresikan diri, termasuk
pada anak autisme.
b. Son-rise program
Program ini berdasarkan pada sikap menerima dan mencintai tanpa syarat pada
anak-anak autistik. Diciptakan oleh orangtua yang anaknya didiagnosa menderita
autisme tetapi karena program latihan dan stimulasi yang intensif dari orangtua anak
dapat berkembang tanpa tampak adanya tanda-tanda autistik.
c. Program Fasilitas Komunikasi
Meskipun sebenarnya bukan bentuk terapi, tetapi program ini merupakan metode
penyediaan dukungan fisik kepada individu dalam mengekspresikan pikiran atau ide-
idenya melalui papan alfabet, papan gambar, mesin ketik atau komputer.
d. Terapi vitamin
Anak autis mengalami kemajuan yang berarti setelah mengkomsumsi vitamin
tertentu seperti B 6 dalam dosis tinggi yang dikombinasikan dengan magnesium,
mineral dan vitamin lainnya.
e. Diet Khusus ( Dietary Intervention)
Keluhan autisme dipengaruhi dan diperberat oleh banyak hal, salah satunya karena
manifestasi alergi. Renzoni A dkk tahun 1995 melaporkan setelah melakukan
eliminasi/diet makanan beberapa gejala autisme tampak membaik secara bermakna.
Proses alergi dapat mengganggu saluran cerna, gangguan saluran cerna itu sendiri
akhirnya dapat mengganggu susunan saraf pusat dan fungsi otak. Teori gangguan
pencernaan berkaitan dengan sistem susunan saraf pusat saat ini sedang menjadi
perhatian utama. Teori inilah juga yang menjelaskan tentang salah satu mekanisme
terjadinya gangguan perilaku seperti autisme melalui Hipermeabilitas Intestinal atau
dikenal dengan Leaky Gut Syndrome. Secara patofisiologi kelainan Leaky Gut
Syndrome tersebut salah satunya disebabkan karena alergi makanan. Salah satu
teori yang menjelaskan gangguan pencernaan berkaitan dengan gangguan otak
adalah kekurangan enzim dipeptidilpeptidase IV (DPP IV) pada gangguan
pencernaan ternyata menghasilkan zat caseo morfin dan glutheo morphin (semacam
morfin atau neurotransmiter palsu) yang mengganggu dan merangsang otak.
XI. Prognosis
Prognosis yang lebih baik adalah berkaitan dengan inteligensi yang lebih tinggi,
kemampuan berbicara fungsional dan kurangnya gejala-gejala dan perilaku aneh.
Gejala-gejala sering berubah karena anak-anak tumbuh semakin tua. Sebagai
aturan umum, anak-anak autistik dengan IQ diatas 70 dan mereka yang
menggunakan bahasa komunikatif pada usia 5-7 tahun memliki prognosis yang
terbaik.Prognosis membaik jika lingkungan atau rumah adalah suportif dan mampu
memenuhi kebutuhan anak tersebut yang sangat banyak.
X. SIMPULAN
1. Autism merupakan suatu keadaan atau pendirian atau sikap hidup dimana orang
terserap oleh gagasan, pemikiran, pendirian, kehendak dan gaya hidupnya sendiri,
sampai tidak mementingkan sesame, masyarakat, dan keadaan sekitarnya
(Mangunharjana, 1997)
2. Prevalensi atau peluang timbulnya penyakit autisme semakin tinggi, pada tahun
1988 terdapat sekitar 1 dari 10.000 anak terkena autisme. Pada tahun 2003, 1 dari
1000 anak, tahun 2007 1 dari 166 anak, dan saat ini 1 dari 150 anak atau setiap
tahun timbul sekitar 9000 anak autisme baru (Winarno dan Agustina, 2008).
3. Penyebab autisme sampai saat ini belum diketahui secara pasti namun ada
beberapa faktor yang mempengaruhi yaitu faktor psikodinamika dan keluarga,
kelainan organik-neurologis-biologis, faktor genetika, faktor imunologis, faktor
perinatal, temuan neuroanatomi dan temuan biokimiawi.
4. Tanda-tanda awal pada pasien autisme berkaitan dengan usia anak, dimana
beberapa gejala yang tampak semakin jelas saat anak berusia 3 tahun yaitu
gangguan dalam komunikasi verbal dan non verbal, interaksi sosial, perilaku,
perasaan/emosi dan persepsi sensoris.
5. Kriteria diagnostik gangguan autisme yaitu ditemukan dua gejala dari gangguan
interaksi sosial dan masing-masing satu gejala dari gangguan komunikasi dan pola
perilaku serta minimal satu keterlambatan atau fungsi abnormal.
6. Diagnosis banding untuk gangguan autistik adalah skizofrenia dengan onset masa
anak-anak, retardasi mental dengan gejala perilaku, gangguan bahasa
reseptif/ekspresif campuran, ketulian kongenital,dan pemutusan psikososial.
7. Terapi autisme membutuhkan deteksi dini, intervensi edukasi yang intensif,
lingkungan yang terstruktur, atensi individual, staf yang terlatih baik, dan peran serta
orang tua dan melibatkan banyak bidang yaitu bidang kedokteran, pendidikan,
psikologi maupun bidang sosial.
8. Prognosis gangguan autisme dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, kemampuan
berbicara fungsional, ada/tidaknya perilaku aneh dan faktor lingkungan.
Daftar pustaka
1. Judarwanto, Widodo.2009. Diagnosis Autism.
www.childrenautismclinic.wordpress/2009/04/12/diagnosis-autism/
2. Watts Timothy John.2008. The Pathogenesis of Autism. Clinical Medicine :
Pathology 2008:1 99-103. www.la-press.com/the-pathogenesis-of-autism-pdf-
article-a1024
3. Hadisukanto Gitayanti, Sylvia D. Elvira.2010. Buku Ajar Psikiatri. Jakarta :
Badan Penerbit FKUI
4. Hayungningrat Jendra. Autisme dan Penatalaksanaan
www.Autismedanpenatalaksanaan« Sastra Jendra Hayuningrat Pangruwating
Diyu.htm
5. Diagnosis Banding Autisme.
www.RujitoWebblog.com