porfol asma

Upload: aprilia

Post on 14-Apr-2018

222 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    1/40

    Page | 1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar BelakangAsma bronkial adalah suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang

    menyebabkan hiperaktivitas bronkus terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan

    gejala episodik berulang berupa mengi, batuk, sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama

    pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat reversibel baik dengan atau tanpa

    pengobatan.1

    Tahun 1995, prevalensi asma di seluruh Indonesia sebesar 13/1000, dibandingkan

    bronkitis kronik 11/1000 dan obstruksi paru 2/1000. Studi pada anak usia SLTP di Semarang

    dengan menggunakan kuesionerInternational Study of Asthma and Allergies in Childhood

    (ISAAC), didapatkan prevalensi asma (gejala asma 12 bulan terakhir/recent asthma) 6,2% yang

    64% diantaranya mempunyai gejala klasik.2

    Prevalensi asma, terutama di negara-negara maju, dalam tiga puluh tahun terakhir

    terjadi peningkatan. Asma dapat timbul pada berbagai usia, dapat terjadi pada laki-laki dan

    wanita. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa prevalensi asma di Indonesia diperkirakansekitar 3-8,02%. Prevalensi morbiditas dan mortalitas asma akhir-akhir ini dilaporkan

    meningkat di seluruh dunia.Penyakit asma terbanyak diderita oleh anak-anak. Kondisi ini

    berpotensi menjadi masalah kesehatan di masa depan.Dampak buruk asma meliputi penurunan

    kualitas hidup, produktivitas yang menurun, ketidakhadiran di sekolah, peningkatan biaya

    kesehatan, risiko perawatan di rumah sakit dan bahkan kematian. Asma menyebabkan mereka

    kehilangan 16 % hari sekolah di Asia, 34 % pada anak-anak di Eropa, dan 40 % pada anak-

    anak di Amerika Serikat.1,2

    Pada tahun 2002, di Amerika Serikat sekitar 14 juta dewasa dan 6 juta anak-anak

    didiagnpenderitaa dengan asma (berdasarkan CDC).Setiap hari di Amerika, terdapat 30.000

    orang yang terkena serangan asma. Dari laporan pada peringatan hari asma sedunia pada

    tanggal 4 Mei 2004 yang lalu, menyatakan bahwa prevalensi asma diperkirakan akan terus

    megalami peningkatan dalam beberapa tahun mendatang, dengan kenaikan setiap 180.000

    penderita setiap tahunnya.1,2

    Pada kehamilan prevalensinya 1-4%. Di Indonesia prevalensi asma berkisar 5-7 %. 3,4,5

    Kepustakaan lain menyatakan asma berpengaruh pada 1-9% wanita atau pada 200.000 -

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    2/40

    Page | 2

    376.000 kehamilan di Amerika setiap tahunnya. Rata - rata morbiditas dan mortalitas pada

    wanita hamil sebanding dengan populasi umum. Rata - rata mobilitas asma di Amerika adalah

    2,1 per 100.000. 3

    Asma bronkial merupakan salah satu penyakit saluran napas yang sering dijumpai

    kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma selalu sama

    terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita asma, serangan tidak sama pada

    kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan yang serius pada wanita hamil.

    Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh terhadap ibu dan janin.6,7

    Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma memburuk.

    Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian perinatal dua

    kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis, preeklampsia,

    dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi peningkatan angka

    kematian neonatal dan persalinan prematur. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya

    penanganan aktif pasien hamil untuk menghindari eksaserbasi akut asma bronkhial.2

    1.2.Tujuan

    Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk menambah pemahaman klinis asma

    bronkial khususnya asma bronkiale pada kehamilan dari segi diagnosis, pengenalan etiologi,

    faktor risiko, patofisiologi, dan penatalaksanaan terkait kasus.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    3/40

    Page | 3

    BAB II

    LAPORAN KASUS

    Nama Wahana : Kutai kartanegara

    Topik : G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal,

    hidup preskep

    Tanggal(kasus) : 02 Oktober 2012

    Nama pasien : Ny. A

    No.RM : RS0431

    Tanggal Presentasi :

    Pendamping : dr. Maurits Silalahi,SpP

    Tempat presentasi : RSU A.M Parikesit

    Obyektif presentasi

    Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka

    Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

    Neonatus Bayi Anak Dewasa

    Deskripsi : Wanita, 18 tahun, G1P0A0 hamil 38 minggu, 1hari sesak nafas, Riw Asma(+), Anemia

    Tujuan : Mengetahui penanganan ddan terapi Asma bronkiale pada kehamilan

    Bahan bahasan : Tinjauan pustaka Riset Kasus

    Cara membahas : Diskusi Presentasi dan diskusi Email

    Data Pasien

    Nama : Ny. A Nomor registrasi RS0431

    Nama klinik : RSU A.M Parikesit Telp : Terdaftar sejak : 02-10-2012

    Data utama untuk bahan diskusi :

    1. Diagnosis/ Gambaran klinisG1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma bronkiale, keadaan umum tampak sakit sedang, sesak

    nafas dan batuk berdahak, Riw Asma (+).

    2. Riwayat pengobatanJika serangan asma timbul biasanya pasien hanya membeli obat warung dan selama hamil

    periksa ke bidan.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    4/40

    Page | 4

    3. Riwayat kesehatan / PenyakitRiwayat asma (+), riwayat hipertensi(-), riwayat DM (-), riwayat alergi (+) makanan laut.

    4. Riwayat keluargaPasien mengaku keluarganya ada yang mempunyai keluhan yang sama seperti pasien yaitu ibu

    pasien

    5. Riwayat pekerjaanTidak bekerja

    Hasil Pembelajaran

    1. Diagnosis Asma Bronkiale pada kehamilan2. Patofisiologi Asma Bronkiale pada kehamilan3. Managemen terapi Asma Bronkiale pada kehamilan4. Komplikasi Asma Bronkiale pada kehamilan dan persalinan5. Pencegahan eksaserbasi Asma Bronkiale

    Rangkuman hasil pembelajaran portofolio

    Subjektif : Pasien mengeluh sesak nafas sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit disertai batukberdahak. Pasien memiliki riwayat asma dan penyakitnya sering timbul saat bekerja berat maupun

    malam hari saat istirahat dan cuaca dingin. Pasien saat ini sedang hamil anak ke1 dan merasa

    lemas. Selama kehamilan ini pasien jarang memeriksakan kehamilannya. Serangan asmapasien

    biasa terjadi 3-4 kali dalam sebulan dan serangan malam terjadi kurang lebih dua kali dalam

    sebulan. Asma pada kehamilan perlu diperhatikan dengan baik karena kehamilan berpengaruh

    terhadap penyakit asma dan penyakit asmapun sangat berpengaruh terhadap kehamilannya. Wanita

    yang menderita asma yang berat mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi berat lahir rendah

    (BBLR) dan bayi prematur. hipoksia neonatal, komplikasi selama persalinan, dengan tingkat

    mortalltas perinatal dan maternal yang tinggi pula.

    ObjektifHasil pemeriksaan jasmani, USG, pemeriksaan laboratorium darah perifer. Pada kasus ini

    diagnosis ditegakkan berdasarkan

    o Anamnesao Gejala klinis (sesak nafas dan mengi yang berulang )o USG abdomeno Laboratorium

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    5/40

    Page | 5

    Assessment (Penalaran klinis)Asma bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan

    sel dan elemen-elemen seluler.Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif

    saluran pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafas, dan batuk-batuk

    terutama pada malam hari atau awal pagi. Asma bronkial merupakan salah satu penyakit

    saluran napas yang sering dijumpai kehamilan dan persalinan. Pengaruh kehamilan terhadap

    timbulnya serangan asma selalu sama terhadap setiap penderita, bahkan pada seorang penderita

    asma, serangan tidak sama pada kehamilan pertama dan berikutnya. Penyakit ini menimbulkan

    yang serius pada wanita hamil. Asma yang tidak terkontrol dengan baik, dapat berpengaruh

    terhadap ibu dan janin.Terdapat risiko yang jelas baik pada ibu maupun janin, bila gejala asma

    memburuk. Pada penelitian menyatakan asma dihubungkan dengan meningkatnya kematian

    perinatal dua kali lipat. Selain itu juga meningkatkan risiko komplikasi berupa hiperemesis,

    preeklampsia, dan perdarahan pada pasien yang mengidap asma, begitupula halnya terjadi

    peningkatan angka kematian neonatal dan persalinan prematur. Perubahan fungsi paru pada

    kehamilan meliputi 20% karena peningkatan kebutuhan oksigen dan metabolisme ibu, 40%

    peningkatan ventilasi semenit dan peningkatan tidal volume.Terdapat sejumlah perubahan

    fisiologik dan struktural terhadap fungsi paru selama kehamilan. Hiperemia, hipersekresi dan

    edema mukosa dan saluran pernapasan merupakan akibat dari meningkatnya kadar estrogen.

    Pada uterus gravid terjadi peningkatanukuran lingkar perut, diafragma meninggi, dan semakin

    dalamnya sudut antar kosta. Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume

    residu, serta kapasitas residu fungsional, penurunan volume balik ekspirasi, sementara

    kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi alveolar terjadi bila PCO2 menurun dari 34-40

    mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat pada umur kehamilan 12 minggu. Seperti

    yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi asma puncaknya pada umur

    kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara umur kehamilan 24

    minggu - 36 minggu. Sementara pada 4 minggu terakhir masa kehamilan, keadaan justru

    membaik. Bahkan, selama proses persalinan dan kelahiran hanya 10% ibu hamil penderita

    asma yang menunjukkan gejala asma, hal ini diduga disebabkan oleh membaiknya fungsi paru.

    Asma yang memburuk selama kehamilan biasanya kembali membaik dalam waktu 3 bulan

    setelah partus. Asma yang terjadi pada kehamilan sebelumnya, pada 60% penderitanya akan

    terulang lagi pada kehamilan berikutnya. Pasien ini memiliki riwayat asma sejak kecil. Usia

    kehamilan pasien saat ini adalah 38 minggu dan pasien jarang memeriksakan kehamilannya ke

    dokter. Pada kasus ini perlu diperhatikan untuk kasus penyakit Asma bronkiale pada kehamilan

    yang meliputi diagnosa, pemeriksaan penunjang, pemberian terapi saat kehamilan, persalinan

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    6/40

    Page | 6

    maupun masa menyusui dan juga komplikasi yang mungkin terjadipada kehamilannya.

    PlanningDiagnosis : G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal,

    hidup, preskep

    Pengobatan : Pengobatan untuk asma dibagi menjadi controller jangka panjang obat yang

    mencegah manifestasi asma (dihirup kortikosteroid, lama--agonis bertindak, pengubah

    leukotriene, cromolyn, dan teofilin) dan terapi yang menyelamatkan memberikan bantuan cepat

    gejala (terutama pendek bertindak dihirup -agonis). Dalam penelitian yang melibatkan pasien

    yang tidak hamil, menghirup kortikosteroid adalah kontroler yang paling efektif obat dalam hal

    mengurangi gejala dan eksaserbasi dan meningkatkan fungsi paru, dan semua obat controller

    telah ditunjukkan untuk meningkatkan hasil-hasil yang lebih baik dibandingkan plasebo. Long-

    acting -agonis telah terbukti lebih efektif dari antagonis leukotriene-reseptor atau teofilin

    sebagai add-on terapi kortikosteroid inhalasi. Studi-studi menunjukkan bahwa beclomethasone

    hirup lebih efektif daripada teofilin dalam meningkatkan fungsi paru dan bahwamenghirup

    beclomethasone selain kortikosteroid oral dan menghirup -agonissetelah rawat inap untuk

    hasil asma di readmissions berikutnya lebih sedikit untuk asma dibandingkan dengan

    kortikosteroid oral dan menghirup -agonis sendirian.

    Pendidikan : dilakukan pada pasien dan keluarganya untuk membantu proses penyembuhan

    dan pemulihan dengan memberikan edukasi. Semua pasien harus dididik mengenai hubungan

    antara asma dan kehamilan, dan mereka harus diajarkan tentang self-perawatan, termasuk

    teknik inhaler, kepatuhan terhadap pengobatan, dan pengendalian dari lingkungan yang

    potensial memicu. Yang sesuai kondisi hidup bersama manajemen umum yang dapat

    memperburuk asma, seperti rinitis, sinusitis, dan gastroesophageal reflux, dapat meningkatkan

    kontrol asma. Wanita yang merokok harus diinformasikan dari dampak negatif dari merokok

    pada janin, yang dapat menambah efek janin asma tidak terkontroldan harus akan sangat

    dianjurkan untuk berhenti. Nasihat pada kontrol lingkungan langkah-langkah untuk

    mengurangi paparan alergen dapat diberikan berdasarkan hasil pengujian alergi.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    7/40

    Page | 7

    2.1.ANAMNESIS (Autoanamnesis tanggal 3 Oktober 2012)

    IDENTIFIKASI

    Nama : Ny. A

    Jenis Kelamin : Perempuan

    Usia : 18 tahun

    Alamat : Jln LetJend S. Parman RT 002 Desa Sepakat

    Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga

    Status perkawinan : Kawin

    MRS : 2 Oktober 2012

    Medical Record : RS0431

    KELUHAN UTAMA

    Sesak nafas sejak 1 hari SMRS

    RIWAYAT PERJALANAN PENYAKIT

    Kurang lebih 10 jam SMRS penderita mengeluh sesak nafas yang berat tidak seperti biasanya,

    sesak timbul saat pagi hari setelah mandi pagi, pasien merasa sulit bernafas dan berdebar debar.

    Sebelum ke RS pasien sudah ke Puskesmas dan diberi O2 dan obat di Puskesmas namun keluhan

    tidak berkurang. 3 hari sebelumnya pasien batuk berdahak, warna putih kekuningan, mual, muntah

    dan nyeri kepala. Pasien berobat ke bidan dan diberi obat nyeri dan mual namun keluhan tak

    berkurang. Pasien mengaku mempunyai riwayat sesak berulang dan berbunyi, sesak sering timbul

    saat cuaca dingin, setelah kerja berat, terkena debu dan makan makanan laut. Biasanya, timbulnya

    serangan sesak dalam satu minggu terjadi lebih dari satu kali, pada malam hari biasanya dalam

    satu bulan terjadi serangan sekitar 4 kali. Hal ini telah mengganggu tidur penderita. Demam (-),

    nyeri dada(-), tidur dengan satu bantal, sembab tubuh tidak ada. Penurunan nafsu makan (-), BAK

    dan BAB biasa.

    RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

    - Riwayat asma (+) sejak berusia 5 tahun. Penderita biasa minum obat warung atu ke Puskes jikatidak berkurang. Pernah dirawat karena asma usia 8 tahun

    - Riwayat alergi debu/asap (+), makanan laut(+), cuaca dingin(+)- Riwayat kebiasaan merokok disangkal.- Riwayat darah tinggi disangkal.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    8/40

    Page | 8

    - Riwayat sakit kencing manis disangkal.- Riwayat minum obat yang menyebabkan kencing berwarna merah disangkal.RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

    Riwayat penyakit asma dalam keluarga ada (ibu penderita).RIWAYAT MENSTRUASI

    Menarche : tahun Siklus : Pasien tidak ingat Banyaknya : 5 kali ganti kain Lama Haid : 4hari Disminorhea : disangkal

    RIWAYAT PERNIKAHAN

    I : ini merupakan pernikahan yang pertama

    RIWAYAT PERSALINAN : -

    RIWAYAT KELUARGA BERENCANA : Tidak pernah

    RIWAYAT ANTENATAL CARE : tidak rutin periksa

    RIWAYAT OPERASI : Pasien belum pernah dioperasi

    RIWAYAT KEBIASAAN: Pasien tidak merokok dan tidak minum alcohol

    2.2.PEMERIKSAAN FISIK( 3 Oktober 2012)

    A. STATUS GENERALISKeadaan Umum : Tampak sakit

    Keadaan Sakit : Tampak sakit sedang

    Kesadaran : Compos mentis

    Tekanan darah : 110/80 mmHg

    Nadi : 84 kali/menit, reguler, isi dan tegangan cukup

    Pernapasan : 22 kali/menit

    Temperatur : 37,3 C

    Tinggi badan : 154 cm

    Berat badan : kg

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    9/40

    Page | 9

    KEADAAN SPESIFIK

    Kulit

    Warna sawo matang, turgor kembali cepat, ikterus pada kulit (-), scar (-), keringat umum (+),

    keringat setempat (-), pucat pada telapak tangan dan kaki (-), pertumbuhan rambut normal,

    sianosis (-).

    Kelenjar Getah Bening

    Tidak ada pembesaran KGB pada aksila, leher, inguinal, leher, submandibula dan supraklavikula.

    Kepala

    Normosefali, bentuk oval, simetris, deformitas (-), ekspresi tampak sakit sedang.

    Mata

    Edema palpebra (-), konjungtiva anemis (+), sklera ikterik (-).

    Hidung

    Epistaksis (-)

    Mulut

    Sariawan (-), gusi berdarah (-), lidah kotor (-), atrofi papil (-), stomatitis (-), rhagaden (-), bau

    pernapasan khas (-)

    Leher

    Pembesaran kelenjar getah bening (-), JVP (5-2) cmH2O.

    Thorax : Penggunaan otot bantu pernafasan (-)

    Paru

    Inspeksi : statis: simetris kanan=kiri; dinamis: simetris kanan = kiri, retraksi dinding dada

    (-).

    Palpasi : stemfremitus kanan sama dengan kiri.

    Perkusi : sonor di kedua lapangan paru.

    Auskultasi : vesikuler (+) normal, ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing (+) ekspirasi

    minimal pada kedua lapangan paru.

    Jantung

    Bunyi jantung S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen : Lihat status obstetri

    Genital

    Tidak ada kelainan.

    Ekstremitas

    Ekstremitas : akral hangat, edema (-)

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    10/40

    Page | 10

    B. STATUS OBSTETRIAbdomen:

    Inspeksi : Perut tampak buncit besar sesuai masa kehamilan, linea nigra

    (+), striae gravidarum (+)

    Palpasi : L1: kesan bokong, TFU 3jari di bawah px

    L2: punggung kanan

    L3: kesan kepala

    L4: belum masuk PAP

    His (-)

    Perkusi: Pekak

    Auskultasi: DJJ: 136x/mnt

    2.3.PEMERIKSAAN PENUNJANG Hasil Pemeriksaan Hematologi (2 Oktober 2012)

    No. Pemeriksaan Hasil Nilai Normal

    1. Hemoglobin 7, 3g/dl P: 12-16 g/dl

    2. Hematokrit 27 vol% P: 37-43 vol%

    3. Leukosit 12.200 /mm 5000-10000 /mm

    4. Trombosit 320.000/ mm 200000-500000/ mm

    5. GDS 126 mg/dL6. Ureum 15

    7. Creatinin 0,6

    USG 3 Oktober 2012Janin tunggal hidup, presentasi kepala.

    TBJ : 1848

    Plasenta di fundus grade II

    Cairan ketuban (+)

    Kesan : Hamil 33-34 minggu

    2.4.DAFTAR MASALAH

    1. Sesak nafas2. Batuk berdahak3. Riwayat asma dan alergi4. Anemia

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    11/40

    Page | 11

    2.5.DIAGNOSIS KERJA

    G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Asma Bronkiale dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep

    2.6.DIAGNOSIS BANDING

    Bronkitis akut

    PPOK

    2.7.RENCANA TERAPI

    Non Farmakologi

    Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek samping obatTerapi UGD

    O2 2-4 liter/menit Nebulisasi dengan ventolin. Apabila masih sesak, maka nebulisasi diulangi tiap 20 menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika TD > 100mmHg Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari Rawat bersama bagian Obstetri

    2.8.PERKEMBANGAN SELAMA PERAWATAN

    Follow up pasien 3 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang

    Sensorium compos mentis N 84kali/menit

    TD 110/80 mmHg RR 22 kali/menit

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-

    Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing

    ekspirasi (+) minimal dikedua lapangan paru.

    Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: dbn

    Extremitas: Akral hangat, edema (-)

    Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    12/40

    Page | 12

    perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep

    Planning Non Farmakologi

    Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek

    samping obat

    Farmakologi

    O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika

    TD > 100mmHg

    Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari Visit dr. Edi, SpOG : Inbion 1x1 Visit dr. Mauritx, Sp.P : Terapi lanjutkan, konsul

    bagian jantung

    Follow up pasien 4 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian

    Sensorium compos mentis

    TD 110/80 mmHg

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-

    Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing

    ekspirasi (+) minimal dikedua lapangan paru.

    Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: dbn

    Extremitas: Akral hangat, edema (-)

    Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam

    perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep

    Planning Non Farmakologi Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek

    samping obat

    Farmakologi

    O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika

    TD > 100mmHg

    Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    13/40

    Page | 13

    Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra Visit dr. Mauritx, Sp.P : Terapi lanjutkan Visit dr. Miftah, Sp. JP : Saran Echocardiografi

    dalam batas normal

    Follow up pasien 5 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian

    Sensorium compos mentis

    TD 110/80 mmHg

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-

    Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing

    ekspirasi (-) dikedua lapangan paru.Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: dbn

    Extremitas: Akral hangat, edema (-)

    Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam

    perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep

    Planning Non Farmakologi

    Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek

    samping obat

    Farmakologi

    O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ Aminophilin 1 amp 12 tpm jika

    TD > 100mmHg

    Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra Visit dr. Mauritx, Sp.P : Aminophilin stop, konsul

    interna, rencana transfuse PRC

    Follow up pasien 6 Oktober 2012S Sesak nafas berkurang, nyeri di seluruh persendian

    Sensorium compos mentis

    TD 110/80 mmHg

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    14/40

    Page | 14

    Mata : Konjungtiva palpebra pucat +/+, sklera ikterik -/-

    Paru-paru: A: vesikuler (+) ekspirasi memanjang, ronkhi (-), wheezing

    ekspirasi (-) dikedua lapangan paru.

    Jantung : A: BJ S1 S2 tunggal, murmur (-), gallop (-)

    Abdomen: dbnExtremitas: Akral hangat, edema (-)

    Assessment G1P0A0 hamil 38 minggu dengan Serangan asma dalam

    perbaikan dan Anemia, janin tunggal, hidup preskep

    Planning Non Farmakologi

    Istirahat Diet NB TKTP Edukasi mengenai kepatuhan minum obat dan efek

    samping obat

    Farmakologi

    O2 2-4 liter/menit IVFD: NaCl 0,9 %+ 12 tpm jika Amoxyclav 3x500mg OBH sirup 3x1 cth Metilprednisolon 2x4mg Combivent nebulisasi 3x sehari PCT ekstra

    Visit dr. Mauritx, Sp.P : rencana transfuse PRC Visit dr. Mulyani, Sp,.PD : analgetik ekstra

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    15/40

    Page | 15

    BAB III

    TINJAUAN PUSTAKA

    4.1.Definisi

    Asma berasal dari bahasa Yunani kuno yaitu asthma yang berarti terengah-engah. Asma

    bronkial merupakan suatu kelainan inflamasi kronis pada saluran nafas yang melibatkan sel dan

    elemen-elemen seluler.Inflamasi kronis tersebut berhubungan dengan hiperresponsif saluran

    pernafasan yang menyebabkan episode wheezing, apneu, sesak nafa, dan batuk-batuk terutama pada

    malam hari atau awal pagi. Episode ini berhubungan dengan luas obstruksi saluran pernafasan yangbersifat reversibel baik secara spontan maupun secara terapi.3

    Asma bronkial di masyarakat sering disebut sebagai bengek, asma, mengi, ampek, sasak angok,

    dan berbagai istilah lokal lainnya. Definisi asma bronkial menurut Departemen Kesehatan R.I. adalah

    suatu kelainan inflamasi (peradangan) kronik saluran nafas yang menyebabkan hiperaktivitas bronkus

    terhadap berbagai rangsangan yang ditandai dengan gejala episodik berulang berupa mengi, batuk,

    sesak nafas, dan rasa berat di dada terutama pada malam hari dan atau dini hari yang umumnya bersifat

    reversibel baik dengan atau tanpa pengobatan. Asma bersifat fluktuatif (hilang timbul) yang berarti

    dapat tenang tanpa gejala tidak mengganggu aktivitas, tetapi dapat eksaserbasi dengan gejala ringan

    sampai berat bahkan dapat menimbulkan kematian.4

    Definisi asma bronkial menurut WHO adalah keadaan kronis yang ditandai oleh bronkospasme

    rekuren akibat penyempitan lumen saluran nafas sebagai respon terhadap stimulus yang tidak

    menyebabkan penyempitan serupa pada banyak orang.5

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    16/40

    Page | 16

    4.2.Klasifikasi

    Klasifikasi asma berdasarkan berat penyakit penting bagi pengobatan dan perncanaan

    penatalaksanaan jangka panjang, semakin berat asma semakin tinggi tingkat pengobatan. Klasifikasi

    derajat berat asma berdasakan gambaran klinis adalah sebagai berikut:

    Gejala (siang) Gejala (malam) Faal ParuSTEP 1

    Intermiten < 1 x/mgg Serangan singkat Asimptomatik

    diluar serangan

    2 x/bln VEP1 80% APE 80% Variabiliti APE < 20%

    STEP 2

    Persisten

    Ringan

    > 1 x/mgg,tetapi 2 x/bln VEP1 80% APE 80% Variabiliti APE < 20-

    30%

    STEP 3

    PersistenSedang

    Setiap hari Aktivitasterganggu Butuh

    bronkodilator

    setiap hari

    > 1 x/mgg VEP1 60-80% APE 60-80% Variabiliti APE > 30%

    STEP 4

    Persisten

    Berat

    Kontinyu Sering kambuh Aktivitas fisik

    terbatas

    Sering VEP1 60% APE 60% Variabiliti APE > 30%

    VEP1 = Volume Ekspirasi Paksa detik pertama (Forced Expiratory Volume in 1

    second/FEV1)

    APE = Arus Puncak Ekspirasi (Peak Expiratory Flow/FEV)

    1.3.Faktor Predisposisi dan Presipitasi

    Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan asma

    bronkial.6

    1. Faktor predisposisia. Genetik

    Belum diketahui cara penurunanbakat alergi asma yang jelas. Penderita dengan penyakitalergi biasanya mempunyai keluarga dekat juga menderita penyakit alergi.

    2. Faktor presipitasia. Alergen :Inhalan, sesuatu yang masuk melalui saluran pernapasan seperti debu, bulu

    binatang, serbuk bunga, spora jamur, bakteri dan polusi, makanan

    b. Perubahan cuacaCuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Atmosfir

    yang mendadak dingin merupakan faktor pemicu terjadinya serangan asma.

    c. Stress

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    17/40

    Page | 17

    Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan suatu keadaan stress

    yang akan merangsang HPA axis. HPA axis yang terangsang akan meningkatkan adeno

    corticotropic hormon (ACTH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kortisol

    dalam darah akan mensupresi immunoglobin A (IgA). Penurunan IgA menyebabkan

    kemampuan untuk melisis sel radang menurun.

    d. Lingkungan kerjaMisalnya orang yang bekerja di laboratorium hewan, industri tekstil, pabrik asbes, polisi

    lalu lintas.Gejala ini membaik pada waktu libur atau cuti.

    e. Olah raga/ aktifitas jasmani yang berat

    1.4. Patogenesis

    Asma saat ini dipandang sebagai penyakit inflamasi saluran napas. Adanya inflamasi

    hiperaktivitas saluran napas dijumpai pada asma baik pada asma alergi maupun non-alergi. Oleh

    karena itu dikenal dua jalur untuk mencapai keadaan tersebut. Jalur imunologi utama didominasi oleh

    IgE dan jalur saraf otonom. Pada jalur IgE , masuknya allergen kedalam tubuh akan diolah oleh APC

    (Antigen Presenting Cells), untuk selanjutnya hasil olahan alergen akan dikomunikasikan kepada sel

    Th (T penolong). Sel ini akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin agar sel-sel

    plasma membentuk serta sel- sel radang lain seperti mastosit, makrofag, sel epitel, eosinifil, neotrofil,trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-mediator inflamasi seperti histamin

    prostaglandin (PG), leukotrin (LT),platelet activating factor(PAF), bradikinin, tromboksin (TX) dan

    lain-lain akan mempengaruhi organ sasaran menyebabkan peningkatan permeabilitas dinding vaskuler,

    edema saluran napas, infiltrasi sel-sel radang, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga

    menimbulkan hiperreaktivitas saluran napas (HSN). Jalur non- alergi selain merangsang sel inflamasi,

    juga merangsang sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan hiperreaktivitas saluran

    napas.5

    Hiperreaktivitas saluran napas diduga sebagian didapat sejak lahir. Berbagai keadaan dapat

    meningkatkan hiperreaktivitas saluran napas yaitu : inflamasi saluran napas, kerusakan epitel,

    mekanisme neurologis, gangguan intrinsik, dan obstruksi saluran napas.5

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    18/40

    Page | 18

    3.5.Patofisiologi

    Pencetus serangan asma dapat disebabkan oleh sejumlah faktor, antara lain alegen, virus, dan

    iritan yang dapat menginduksi respon inflamasi akut. Asma dapat terjadi melalui 2 jalur, yaitu jalur

    imunologis dan syaraf otonom. Jalur imunologis didominasi oleh antibodi IgE, merupakan reaksi

    hipersensitivitas tipe I (tipe alergi), terdiri dari fase cepat dan fase lambat. Reaksi alergi timbul pada

    orang dengan kecenderungan untuk membentuk sejumlah antibodi IgE abnormal dalam jumlah besar,

    golongan ini disebut atopi. Pada asma alergi, antibodi IgE terutama melekat pada permukaan sel mast

    pada interstisial paru, yang berhubungan erat dengan bronkiolus dan bronkus kecil. Bila sesorang

    menghirup alergen, terjadi fase sensitisasi, antibodi IgE orang tersebut meningkat. Alergen kemudian

    berikatan dengan antibodi IgE yang melekat pada sel mast dan menyebabkan sel ini berdegranulasi

    mengeluarkan berbagai macam mediator. Beberapa mediator yang dikeluarkan adalah histamin,

    leukotrien, faktor kemotaktik, eosinofil dan bradikinin. Hal itu akan menimbulkan efek edema lokal

    pada dinding bronkiolus kecil, sekresi mukus yang kental dalam lumen bronkiolus, dan spasme otot

    polos bronkiolus, sehingga menyebabkan inflamasi saluran nafas.1

    Pada reaksi alergi fase cepat, obstruksi saluran nafas terjadi segera yaitu 10-15 menit setelah

    pajanan alergen. Spasme bronkus yang terjadi merupakan respons terhadap mediator sel mast terutama

    histamin yang bekerja langsung pada otot polos bronkus. Pada fase lambat, reaksi terjadi setelah 6-8

    jam, bahkan kadang-kadang sampai beberapa minggu. Sel-sel inflamasi seperti eosinofil, sel T, sel

    mast dan antigen precenting cell (APC) merupakan sel-sel kunci fdalam patogenesis asma. 1

    Pada jalur syaraf otonom, inhalasi alergen akan mengaktifkan sel mast intralumen, makrofag

    alveolar, nervus vagus, dan mungkin juga epitel saluran napas. Peregangan vagal menyebabkan reflek

    bronkus, sedangkan mediator inflamasi yang dilepaskan oleh sel mast dan makrofag akan menbuat

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    19/40

    Page | 19

    epitel saluran napas lebih permeabel dan memudahkan alergen masuk ke dalam submukosa, sehingga

    meningkatkan reaksi yang terjadi. Kerusakan epitel bronkus oleh mediator yang dilepaskan pada

    beberapa keadaan reaksi asma dapat terjadi tanpa melibatkan sel mast, misalnya pada hiperventilasi,

    inhalasi udara dingin, asap, kabut, dan SO2. Pada keadaan tersebut, reaksi asma terjadi melalui reflek

    syaraf. Ujung syaraf eferen vagal mukosa yang terangsang menyebabkan dilepasnya neuropeptid

    sensorik senyawa P, neurokinin A, dan Calcitonin Gen-Related Peptid (CGRP). Neuropeptida itulah

    yang menyebabkan terjadinya bronkokonstriksi, edema bronkus, eksudasi plasma, hipersekresi lendir,

    dan aktifasi sel-sel inflamasi.1

    Hipereaktivitas bronkus merupakan ciri khas asma, besarnya hipereaktivitas bronkus tersebut

    dapat diukur secara tidak langsung, yang merupakan parameter objektifberatnya hipereaktivitas

    bronkus. Berbagai cara digunakan untuk mengukur hipereaktivitas bronkus tersebut antara lain dengan

    uji provokasi beban kerja, inhalasi udara dingin, inhalasi antigen, dan inhalasi zat nonspesifik.1

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    20/40

    Page | 20

    Gambar 1. Skema patofisiologi asma bronkial

    ASMA DALAM KEHAMILAN

    SISTEM PERNAFASAN SELAMA KEHAMILAN

    Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan yang disebabkan oleh

    perubahan hormonal dan faktor mekanik. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk mencukupi

    peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin, plasenta dan uterus.

    Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum hamil yaitu 3200

    cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc, yang menyebabkan

    terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50 %. Peningkatan volume tidal

    ini diduga disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran nafas dan dengan

    meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.

    Paparan alergen/iritan

    Aktivasi sistem imun Degranulasi sel mast

    Mediator kemotaktikMediator vasoaktif

    Infiltrasi selulerVasodilatasi

    Bronkospasme

    Kongesti vaskular

    Sekresi mucus

    Kegagalan fungsi mukosiliar Penebalan

    Disregulasi otonom

    Hiperresponsif bronkial

    Pelepasan neuropeptida

    Deskuamasi epitel & fibrosis

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    21/40

    Page | 21

    Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua kehamilan

    akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional, yang merupakan

    volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama kehamilan normal terjadi

    penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.

    Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas darah.

    Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg, sedangkan pO2

    tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi mekanisme sekunder ginjal

    untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L, sehingga pH darah tidak mengalami

    perubahan.

    Wanita hamil mengalami peningkatan tidal volume, volume residu, serta kapasitas residu

    fungsional, penurunan volume balik ekspirasi, sementara kapasitas vital tidak berubah. Hiperventilasi

    alveolar terjadi bila PCO2 menurun dari 34-40 mmHg menjadi 27-34 mmHg, yang biasanya terlihat

    pada umur kehamilan 12 minggu. Seperti yang diperkirakan, frekuensi terjadinya serangan eksaserbasi

    asma puncaknya pada umur kehamilan sekitar enam bulan, gejala yang berat biasanya terjadi antara

    umur kehamilan 24 minggu - 36 minggu.2

    Secara anatomi terjadi peningkatan sudut subkostal dari 68,5 103,5 selama kehamilan.

    Perubahan fisik ini disebabkan karena elevasi diafragma sekitar 4 cm dan peningkatan diameter

    tranversal dada maksimal sebesar 2 cm. Adanya perubahan-perubahan ini menyebabkan

    perubahan pola pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan

    pengaruh untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan.

    Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh peningkatan

    konsumsi oksigen. Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru

    terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas dan

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    22/40

    Page | 22

    mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress dapat terjadi.

    PENGARUH PERUBAHAN HORMONAL SELAMA KEHAMILAN

    Keadaan hormonal selama kehamilan sangat berbeda dengan keadaan tidak hamil dan

    mengalami perubahan selama perjalanan kehamilan. Perubahan-perubahan ini akan memberikan

    pengaruh terhadap fungsi paru. Progesteron tampaknya memberikan pengaruh awal dengan

    meningkatkan sensitifitas terhadap CO2, yang menyebabkan terjadinya hiperventilasi ringan, yang bisa

    disebut sebagai dispnea selama kehamilan. Lebih lanjut dapat dilihat adanya efek relaksasi otot polos.

    Pengaruh total progesteron selama kehamilan karena peningkatannya yang mencapai 50-100 kali dari

    keadaan tidak hamil, masih diperdebatkan dengan adanya berbagai temuan klinis yang terbuka

    diperdebatkan.

    Selama kehamilan kadar estrogen meningkat, dan terdapat data-data yang menunjukkan bahwa

    peningkatan ini menyebabkan menurunnya kapasitas difusi pada jalinan kapiler karena meningkatnya

    jumlah sekresi asam mukopolisakarida perikapiler. Estrogen memberikan pengaruh terhadap asma

    selama kehamilan.dengan menurunkan klirens metabolik glukokortikoid sehingga terjadi peningkatan

    kadar kortisol. Estrogen juga mempotensiasi relaksasi bronkial yang diinduksi oleh isoproterenol.

    Kadar kortisol bebas plasma meningkat selama kehamilan, demikian pula kadar total kortisol plasma.

    Peningkatan kadar kortisol ini seharusnya memberikan perbaikan terhadap keadaan penderita asma,

    akan tetapi dalam kenyataannya tidak demikian. Tampaknya beberapa wanita hamil refrakter terhadap

    kortisol meskipun terjadi peningkatan kadar dalam serum 2-3 kali lipat. Hal ini mungkin disebabkan

    terjadinya kompetisi pada reseptor glukoortikoid oleh progesteron, deoksikortikosteron dan aldosteron

    yang semuanya meningkat selama kehamilan.

    Semua tipe prostaglandin meningkat dalam serum maternal selama kehamilan, terutamamenjelang persalinan aterm. Meskipun dijumpai adanya peningkatan kadar matabolit prostalandin

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    23/40

    Page | 23

    PGF 2x yang merupakan suatu bronkokonstriktor kuat, dalam serum sebesar 10%-30%, hal ini tidak

    selalu memberikan pengaruh buruk pada penderita asma selama persalinan.

    Pada jaringan janin ditemukan histamin dalam konsentrasi tinggi. Sebagai respon terhadap stimulus ini

    maka plasenta menghasilkan histaminase (diaminoksidase) dalam jumlah besar mencapai 1000 kali

    lipat dibandingkan wanita yang tidak hamil. Penelitian dewasa ini belum membuktikan perubahan

    biokkimiawi ini dengan pengaruh klinik yang ditimbulkannya.

    Perubahan fisiologis selama kehamilan mengubah prognosis asma, Hal ini berhubungan

    dengan perubahan hormonal selama kehamilan. Bronkodilatasi yang dimediasi oleh progesteron serta

    peningkatan kadar kortisol serum bebas merupakan salah satu perubahan fisiologis kehamilan yang

    dapat memperbaiki gejala asma, sedangkan prostaglandin F2 dapat memperburuk gejala asma karena

    efek bronkokonstriksi yang ditimbulkannya (Nelson and Piercy, 2001).

    Pengaruh kehamilan pada asma

    Perubahan hormonal yang terjadi selama kehamilan mempengaruhi hidung , sinus dan paru.

    Peningkatan hormon estrogen menyebabkan kongesti kapiler hidung, terutama selama trimester ketiga,

    sedangkan peningkatan kadar hormon progesteron menyebabkan peningkatan laju pernapasan

    (ACAAI, 2002).

    Beecroft dkk mengatakan bahwa jenis kelamin janin dapat mempengaruhi serangan asma pada

    kehamilan. Pada studi prospektif blind, ditemukan 50% ibu bayi perempuan mengalami peningkatan

    gejala asma selama kehamilan dibandingkan dengan 22,2% ibu bayi laki-laki. Ibu dengan bayi laki-

    laki menunjukkan perbaikan gejala asma (44,4%), sementara tidak satu pun ibu dari bayi perempuan

    mengalami perbaikan. Penelitian ini menyimpulkan bahwa gejolak adrenergik yang dialami ibu selama

    mengandung janin laki-laki dapat meringankan gejala asma (Frezzo et al., 2002).

    Ada hubungan antara keadaan asma sebelum hamil dan morbiditasnya pada kehamilan. Pada asma

    ringan 13 % mengalami serangan pada kehamilan, pada asma moderat 26 %, dan asma berat 50 %.

    Sebanyak 20 % dari ibu dengan asma ringan dan moderat mengalami serangan intrapartum, serta

    peningkatan risiko serangan 18 kali lipat setelah persalinan dengan seksio sesarea jika dibandingkan

    dengan persalinan per vaginam.

    Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah sama, bahkan

    pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama dan kehamilan

    berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu sampai 36 minggu, dan

    akan berkurang pada akhir kehamilan.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    24/40

    Page | 24

    Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya serangan asma,

    karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak segera diatasi tentu akan

    memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan prematur, dan berat janin yang

    tidak sesuai dengan umur kehamilan.

    Efek kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi. Turner et al dalam suatu penelitian yang melibatkan

    1054 wanita hamil yang menderita asma menemukan bahwa 29% kasus membaik dengan terjadinya

    kehamilan, 49% kasus tetap seperti sebelum terjadinya kehamilan, dan 22% kasus memburuk dengan

    bertambahnya umur kehamilan. Sekitar 60% wanita hamil yang mendapat serangan asma dapat

    menyelesaikan kehamilannya dengan baik. Sekitar 10% akan mengalami eksaserbasi pada persalinan.

    Mabie dkk (1992) melaporkan peningkatan 18 kali lipat resiko eksaserbasi pada persalinan dengan

    seksio sesarea dibandingkan dengan pervaginam

    Pengaruh asma pada kehami lan

    Asma pada kehamilan pada umumnya tidak mempengaruhi janin, namun serangan asma berat dan

    asma yang tak terkontrol dapat menyebabkan hipoksemia ibu sehingga berefek pada janin (Nelson and

    Piercy, 2001). Hipoksia janin terjadi sebelum hipoksia ibu terjadi. Asma pada kehamilan berdampak

    penting bagi ibu dan janin selama kehamilan dan persalinan. Dampak yang terjadi dapat berupa

    kelahiran prematur, usia kehamilan muda, hipertensi pada kehamilan, abrupsio plasenta,

    korioamnionitis, dan seksio sesaria (Liu et al.,2000; Bhatia and Bhatia,2000).

    1.5.Manifestasi Klinis

    Keluhan utama penderita asma ialah sesak napas mendadak, disertai fase inspirasi yang lebih

    pendek dibandingkan dengan fase ekspirasi, dan diikuti bunyi mengi (wheezing), batuk yang disertai

    serangn napas yang kumat-kumatan. Pada beberapa penderita asma, keluhan tersebut dapat ringan,

    sedang atau berat dan sesak napas penderita timbul mendadak, dirasakan makin lama makin meningkat

    atau tiba-tiba menjadi lebih berat.5

    Wheezing terutama terdengar saat ekspirasi.Berat ringannya wheezing tergantung cepat atau

    lambatnya aliran udara yang keluar masuk paru. Bila dijumpai obstruksi ringan atau kelelahan otot

    pernapasan, wheezing akan terdengar lebih lemah atau tidak terdengar sama sekali. Batuk hamper

    selalu ada, bahkan seringkali diikuti dengan dahak putih berbuih. Selain itu, makin kental dahak, maka

    keluhan sesak akan semakin berat.5

    Dalam keadaan sesak napas hebat, penderita lebih menyukai posisi duduk membungkuk

    dengan kedua telapak tangan memegang kedua lutut.Posisi ini didapati juga pada pasien dengan

    Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). Tanda lain yang menyertai sesak napas adalah

    pernapasan cuping hidung yang sesuai dengan irama pernapasan. Frekuensi pernapasan terlihat

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    25/40

    Page | 25

    meningkat (takipneu), otot Bantu pernapasan ikut aktif, dan penderita tampak gelisah. Pada fase

    permulaan, sesak napas akan diikuti dengan penurunan PaO2 dan PaCO2, tetapi pH normal atau

    sedikit naik. Hipoventilasi yang terjadi kemudian akan memperberat sesak napas, karena menyebabkan

    penurunan PaO2 dan pH serta meningkatkan PaCO2 darah. Selain itu, terjadi kenaikan tekanan darah

    dan denyut nadi sampai 110-130/menit, karena peningkatan konsentrasi katekolamin dalam darah

    akibat respons hipoksemia.5

    1.6.Pemeriksaan Penunjang

    1. Pemeriksaan Laboratoriuma. Pemeriksaan sputum

    Pemeriksaan sputum pada penderita asma akan didapatkan:

    - Kristal-kristal charcot leyden yang merupakan degranulasi dari kristal eosinopil.- Spiral curshmann, yakni yang merupakan cast cell (sel cetakan) dari cabang bronkus.- Creole yang merupakan fragmen dari epitel bronkus.- Netrofil dan eosinopil yang terdapat pada sputum, umumnya bersifat mukoid dengan

    viskositas yang tinggi dan kadang terdapat mucus plug.

    b. Pemeriksaan Darah- Analisa gas darah pada umumnya normal akan tetapi dapat pula terjadi hipoksemia,

    hiperkapnia, atau asidosis.

    - Kadang pada darah terdapat peningkatan dari SGOT dan LDH.- Hiponatremia dan kadar leukosit kadang-kadang di atas 15.000/mm3 dimana

    menandakan terdapatnya suatu infeksi.

    - Pada pemeriksaan faktor-faktor alergi terjadi peningkatan dari Ig E pada waktuserangan dan menurun pada waktu bebas dari serangan.

    2. Pemeriksaan RadiologiDilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat menimbulkan

    reaksi yang positif pada asma.Pemeriksaan menggunakan tes tempel.

    3. EKGGambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3 bagian, dan

    disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru yaitu :

    a. Perubahan aksis jantung, yakni pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clockwiserotation.

    b. Terdapatnya tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right bundlebranch block).

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    26/40

    Page | 26

    c. Tanda-tanda hopoksemia, yakni terdapatnya sinus tachycardia, SVES, dan VES atauterjadinya depresi segmen ST negative.

    4. SpirometriUntuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversible, cara yang paling cepat dan

    sederhana diagnosis asma adalah melihat respon pengobatan dengan bronkodilator.

    Pemeriksaan spirometer dilakukan sebelum dan sesudah pemberian bronkodilator aerosol

    (inhaler atau nebulizer) golongan adrenergik.Peningkatan FEV1 atau FVC sebanyak lebih dari

    20% menunjukkan diagnosis asma.Tidak adanya respon aerosol bronkodilator lebih dari

    20%.Pemeriksaan spirometri tidak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga

    penting untuk menilai berat obstruksi dan efek pengobatan.Banyak penderita tanpa keluhan

    tetapi pemeriksaan spirometrinya menunjukkan obstruksi.

    Diagnosis asma ditegakkan berdasar gejala episodic obstruksi aliran jalan nafas, yang

    bersifat reversibel atau reversibel sebagian. Derajat berat asma dapat dikelompokkan sebagai

    asma intermiten, asma persisten ringan, asma persisten sedang dan asma persisten berat,

    tergantung pada frekwensi dan derajat berat gejalanya, termasuk gejala malam, episode

    serangan dan faal paru (Sharma, 2004).

    Kelompok kerja National Asthma Education and Prevention Program (NAEPP)

    berpendapat bahwa pasien asma persisten harus dievaluasi minimal setiap bulannya selama

    kehamilan. Evaluasi termasuk riwayat penyakit (frekuensi gejala, asma malam hari, gangguan

    aktivitas, serangan dan penggunaan obat ), auskultasi paru, serta faal paru (NAEPP, 2005).

    Uji spirometri dilakukan pada diagnosis pertama kali, dan dilanjutkan dengan

    pemantauan rutin pada kunjungan pasien selanjutnya, tetapi pengukuran APE dengan peak

    flow meter biasanya sudah cukup. Pasien dengan VEP1 60-80% prediksi meningkatkan risiko

    terjadinya asma pada kehamilan, dan pasien dengan VEP1 kurang dari 60% prediksi memiliki

    risiko yang lebih tinggi (NAEPP, 2005).

    Asma pada kehamilan berhubungan dengan kejadian Intra Uterine Growth Retardation

    (IUGR) dan kelahiran prematur, sangatlah penting untuk menegakkan waktu kehamilan

    secara akurat melalui pemeriksaan USG pada trimester pertama. Menurut pendapat kelompok

    kerja NAEPP, evaluasi aktivitas dan perkembangan janin dengan pemeriksaan USG rutin

    dipertimbangkan bagi : 1) wanita dengan asma terkontrol; 2) wanita dengan asma sedang

    sampai berat, mulai kehamilan minggu ke-32; 3) wanita setelah pulih dari serangan asma

    berat (NAEPP, 2005).

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    27/40

    Page | 27

    1.7.Penatalaksanaan

    Penatalaksanaan asma selama kehamilan membutuhkan pendekatan kooperatif antara

    dokter kandungan, bidan, dokter paru serta perawat yang khusus menangani asma dan ibu hamil itu

    sendiri. Tujuan serta terapi pada prinsipnya sama dengan pada penderita asma yang tidak hamil.

    Terapi medikasi asma selama kehamilan hampir sama dengan terapi penderita asma tidak hamil,

    dengan pelega kerja singkat serta terapi harian jangka panjang untuk mengatasi inflamasi (Nelson

    and Piercy, 2001). Pentingnya pengobatan asma adalah mencegah kematian, kegagalan pernapasan,

    status asmatikus, perawatan di ruang emergensi, dan cacat wheezing.

    1. Penatalaksaan asma kronis pada kehamilan harus mencakup hal-hal berikut.Penilaian obyektif fungsi paru dan kesejahteraan janin

    Pasien harus mengukur PEFR 2 kali sehari dengan target 380 550 liter/menit. Tiap pasien

    memiliki nilai baseline masing-masing sehingga terapi dapat disesuaikan.

    Menghindari faktor pencetus asma

    Mengenali serta menghindari faktor pencetus asma dapat meningkatkan kesejahteraan ibu

    dengan kebutuhan medikasi yang minimal (NAEPP, 2005). Asma dapat dicetuskan oleh

    berbagai faktor termasuk alergi, infeksi saluran napas atas, sinusitis, exercise, aspirin, obat-

    obatan anti inflamasi non steroid (NSAID), dan iritan, misalnya: asap rokok, asap kimiawi,

    kelembaban, emosi (Kramer, 2001; ACAAI, 2002). Di samping itu, pencetus terkemuka

    serangan asma termasuk serbuk/tepung, tungau, jamur, amukan hewan, makanan, dan

    hormone. Pada umumnya kucing merupakan hewan kesayangan yang menyebabkan asma.

    Semua hewan pengerat, kelinci, dan hewan peliharaan dapat menyebabkan asma, termasuk

    kecoak.

    Gastroesophageal reflux (GER) dikenal sebagai pencetus asma dan terjadi pada hampir 1/3

    wanita hamil. Asma yang dicetuskan oleh GER dapat disebabkan oleh aspirasi isi lambung

    kedalam paru sehingga menyebabkan bronkospasme, maupun aktivasi arkus refleks vagal dari

    esofagus ke paru sehingga menyebabkan bronkokonstriksi (Kahrilas, 1996).

    Wanita hamil perokok harus berhenti merokok, dan menghindari paparan asap tembakau serta

    iritan lain di sekitarnya. Wanita hamil yang merokok berhubungan dengan peningkatan risiko

    wheezing dan kejadian asma pada anaknya (Blaiss, 2004; Nelson and Piercy, 2001; NAEPP,

    2005).

    Edukasi

    Mengontrol asma selama kehamilan penting bagi kesejahteraan janin. Ibu hamil harus mampu

    mengenali dan mengobati tanda-tanda asma yang memburuk agar mencegah

    hipoksia ibu dan janin. Ibu hamil harus mengerti cara mengurangi paparan agar dapat

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    28/40

    Page | 28

    mengendalikan faktor-faktor pencetus asma (NAEPP, 2005).

    Terapi farmakologi selama kehamilan

    Kelompok kerja NAEPP merekomendasikan prinsip serta pendekatan terapi farmakologi dalam

    penatalaksanaan asma pada kehamilan dan laktasi (tabel.1). Prednison, teofilin, antihistamin,

    kortikosteroid inhalasi, 2 agonis dan kromolin bukan merupakan kontra indikasi pada

    penderita asma yang menyusui. Rekomendasi penatalaksanaan asma selama laktasi sama

    dengan penatalaksanaan asma selama kehamilan (NAEPP, 2005). Terapi asma modern dengan

    teofilin, kortikosreoid dan beta agonis menurunkan risiko komplikasi kehamilan menjadi

    rendah baik pada ibu maupun janin. Farmakoterapi tdak boleh bersifat teratogenik pada janin

    atau berbahaya pada ibu. Penggunaan beta agonis, seperti metaproterenol, dan albuterol, dapat

    digunakan dalam pengobatan darurat pada asma berat dalam kehamilan, tetapi penggunaan

    jangka panjang seharusnya dihindari pada kehamilan muda, terutama sekali sejak efek pada

    janin tidak diketahui.(Greenberger, 1985).

    2. Tahap 1: Asma IntermittenBronkodilator kerja singkat, terutama 2 agonis inhalasi direkomendasikan sebagai pengobatan

    pelega cepat untuk mengobati gejala pada asma intermiten. Aksi utama 2 agonis adalah untuk

    merelaksasikan otot polos jalan napas dengan menstimulus 2 reseptor, sehingga meningkatkan

    siklik AMP dan menyebabkan bronkodilatasi. Salbutamol adalah 2 agonis inhalasi yang

    memiliki profil keamanan baik. Belum terdapat data yang membuktikan kejadian cidera janin

    pada penggunaan 2 agonis inhalasi kerja singkat maupun kontra indikasi selama menyusui

    (NAEPP, 2005).

    3. Tahap 2 : Asma Persisten RinganTerapi yang dianjurkan untuk pengobatan kontrol jangka lama pada asma persisten ringan

    adalah kortikosteroid inhalasi dosis rendah. Kortikosteroid merupakan terapi preventif dan

    bekerja luas pada proses inflamasi. Efek klinisnya ialah mengurangi gejala beratnya serangan,

    perbaikan arus puncak ekspirasi dan spirometri, mengurangi hiperresponsif jalan napas,

    mencegah serangan dan mencegah remodeling dinding jalan napas (NAEPP, 2005).

    Kortikosteroid mencegah pelepasan sitokin, pengangkutan eosinofil jalan napas dan pelepasan

    mediator inflamasi (NAEPP, 2003). Kortikosteroid inhalasi mencegah eksarsebasi asma dalam

    kehamilan dan merupakan terapi profilaksis pilihan (Nelson and Piercy, 2001).

    Dibandingkan dengan kortikosteroid inhalasi lainnya, budesonid lebih banyak digunakan pada

    wanita hamil. Belum terdapat data yang menunjukkan bahwa penggunaan kortikosteroid

    inhalasi selain budesonid tidak aman selama kehamilan. Oleh karenanya, kortikosteroid

    inhalasi selain budesonid juga dapat diteruskan pada pasien yang sudah terkontrol dengan baik

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    29/40

    Page | 29

    sebelum kehamilan, terutama bila terdapat dugaan perubahan formulasi dapat membahayakan

    asma yang terkontrol (NAEPP, 2005).

    Kortikosteroid oral selama kehamilan meningkatkan risiko preeklampsia, kelahiran prematur

    dan berat bayi lahir rendah (Nelson and Piercy, 2001; Gluck and Gluck,2005; NAEPP,2005;

    Sharma,2004). Bagaimanapun juga, mengingat pengaruh serangan asma berat bagi ibu dan

    janin, penggunaan kortikosteroid oral tetap diindikasikan secara klinis selama kehamilan

    (Nelson and Piercy, 2001). Selama kehamilan, penggunaan prednison untuk mengontrol gejala

    asma penting diberikan bila terdapat kemungkinan terjadinya hipoksemia ibu dan oksigenasi

    janin yang tidak adekuat (Greenberger, 1997).

    Prednisolon dimetabolisme sangat rendah oleh plasenta (10%). Beberapa studi menyebutkan

    tidak ada peningkatan risiko aborsi, bayi lahir mati, kelainan kongenital, reaksi penolakan janin

    ataupun kematian neonatus yang disebabkan pengobatan ibu dengan steroid (Nelson and

    Piercy,2001; NAEPP,2003; Rotschild et al.,1997)

    Kromolin sodium memiliki toleransi dan profil keamanan yang baik, tetapi kurang efektif

    dalam mengurangi manifestasi asma baik secara objektif maupun subjektif bila dibandingkan

    dengan kortikosteroid inhalasi. Kromolin sodium memiliki kemampuan anti inflamasi,

    mekanismenya berhubungan dengan blokade saluran klorida. Kromolin ialah suatu terapi

    alternatif, bukan terapi yang dianjurkan bagi asma persisten ringan (NAEPP, 2005).

    Antagonis reseptor leukotrien (montelukast dan zafirlukast) digunakan untuk mempertahankan

    terapi terkontrol pada pasien asma sebelum hamil. Menurut opini kelompok kerja NAEPP, saat

    memulai terapi baru untuk asma pada kehamilan, antagonis reseptor leukotrien merupakan

    terapi alternatif, dan tidak dianjurkan sebagai terapi pilihan bagi asma persisten ringan

    (NAEPP, 2005).

    Teofilin menyebabkan bronkodilatasi ringan sampai sedang pada asma. Konsentrasi rendah

    teofilin dalam serum beraksi sebagai anti inflamasi ringan. Teofilin memiliki potensi toksisitas

    serius bila dosisnya berlebihan atau terdapat interaksi dengan obat lain (misal dengan

    eritromisin). Penggunaan teofilin selama kehamilan membutuhkan dosis titrasi yang hati-hati

    serta pemantauan ketat untuk mempertahankan konsentrasi teofilin serum 5 12 mcg/mL.

    Penggunaan teofilin dosis rendah merupakan terapi alternatif, tapi tidak dianjurkan pada asma

    persisten ringan (NAEPP, 2005).

    4. Tahap 3 : Asma Persisten SedangTerdapat dua pilihan terapi : kombinasi kortikosteroid inhalasi dosis rendah dan 2 agonis

    inhalasi kerja lama atau meningkatkan dosis kortikosteroid inhalasi sampai dosis medium. Data

    yang menunjukkan keefektivan dan atau keamanan penggunaan kombinasi terapi ini selama

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    30/40

    Page | 30

    kehamilan sangat terbatas, tetapi menurut data uji coba kontrol acak pada orang dewasa tidak

    hamil menunjukkan bahwa penambahan 2 agonis inhalasi kerja lama pada kortiko steroid

    inhalasi dosis rendah menghasilkan asma yang lebih terkontrol daripada hanya meningkatkan

    dosis kortikosteroid (NAEPP, 2005).

    Profil farmakologi dan toksikologi 2 agonis inhalasi kerja lama dan singkat hampir sama,

    terdapat justifikasi bahwa 2 agonis inhalasi kerja lama memiliki profil keamanan yang sama

    dengan salbutamol, dan 2 agonis inhalasi kerja lama aman digunakan selama kehamilan.

    Contoh 2 agonis inhalasi kerja lama adalah salmeterol dan formoterol (NAEPP, 2005).

    Bracken dkk menyimpulkan bahwa tidak ditemukan perbedaan yang signifikan pada berat lahir

    dan panjang lahir bayi, kelahiran prematur, maupun preeklampsia, pada penggunaan 2 agonis

    inhalasi kerja lama bila dibandingkan dengan Salmeterol selama kehamilan (Gluck and Gluck,

    2005).

    5. Tahap 4 : Asma Persisten BeratJika pengobatan asma persisten sedang telah dicapai tetapi masih membutuhkan tambahan

    terapi, maka dosis kortikosteroid inhalasi harus dinaikkan sampai batas dosis tinggi, serta

    penambahan terapi budesonid. Jika cara ini gagal dalam mengatasi gejala asma, maka

    dianjurkan untuk penambahan kortikosteroid sistemik (NAEPP, 2005).

    Penatalaksaan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut.

    Penanganan asma akut pada kehamilan sama dengan non-hamil, tetapi hospitaliyy threshold

    lebih rendah. Dilakukan penanganan aktif dengan hidrasi intravena, pemberian masker oksigen,

    pemeriksaan analisis gas darah, pengukuran FEV1 (forced expiratory volume in one second),

    PEFR,pulse oximetry, danfetal monitoring.

    Penanganan lini pertama adalah adrenergic agonis (sub-kutan, oral, inhalasi) loading dose 4

    6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan dosis 0,8 1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar

    terapeutik dalam plasma sebesar 10 20 g/ml, Dan kortikosteroid, metilprednisolon 40- 60

    mg I.V. tiap 6 jam. Terapi selanjutnya bergantung pada pemantauan respons hasil terapi.

    Asma berat yang tidak berespons terhadap terapi dalam 30 60 menit dimasukkan dalam

    kategori status asmatikus. Penanganan aktif, di ICU dan intubasi dini, serta penggunaan

    ventilasi mekanik pada keadaan kelelahan, retensi CO2, dan hipoksemia akan memperbaiki

    morbiditas dan mortalitas.

    6. PENATALAKSANAAN ASMA PADA PERSALINANSerangan asma akut selama kelahiran dan persalinan sangat jarang ditemukan. Ibu hamil dapat

    melanjutkan penggunaan inhaler rutin sampai persalinan. Pada ibu dengan asma yang selama

    kehamilan telah menggunakan steroid oral (>7,5 mg prednisolon setiap hari selama lebih dari 2

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    31/40

    Page | 31

    minggu) saat awal kelahiran atau persalinan harus mendapatkan steroid parenteral

    (hidrokortison 100mg setiap 6-8 jam) selama persalinan, sampai ia mampu memulai kembali

    pengobatan oralnya.

    Pada kehamilan dengan asma yang terkontrol baik, tidak diperlukan suatu intervensi obstetri

    awal. Pertumbuhan janin harus dimonitor dengan ultrasonografi dan parameter-parameter

    klinik, khususnya pada penderita-penderita dengan asma berat atau yang steroid dependen,

    karena mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk mengalami masalah pertumbuhan

    janin. Onset spontan persalinan harus diperbolehkan, intervensi preterm hanya dibenarkan

    untuk alasan obstetrik.

    Karena pada persalinan kebutuhan ventilasi bisa mencapai 20 l/menit, maka persalinan harus

    berlangsung pada tempat dengan fasilitas untuk menangani komplikasi pernapasan yang berat;

    peneliti menunjukkan bahwa 10% wanita memberat gejala asmanya pada waktu persalinan.

    Selama persalinan kala I pengobatan asma selama masa prenatal harus diteruskan, ibu yang

    sebelum persalinan mendapat pengobatan kortikosteroid harus hidrokortison 100 mg intravena,

    dan diulangi tiap 8 jam sampai persalinan. Bila mendapat serangan akut selama persalinan,

    penanganannya sama dengan penanganan serangan akut dalam kehamilan seperti telah

    diuraikan di atas.

    Pada persalinan kala II persalinan per vaginam merupakan pilihan terbaik untuk penderita

    asma, kecuali jika indikasi obstetrik menghendaki dilakukannya seksio sesarea. Jika dilakukan

    seksio sesarea. Jika dilakukan seksio sesarea lebih dipilih anestesi regional daripada anestesi

    umum karena intubasi trakea dapat memacu terjadinya bronkospasme yang berat.

    Pada penderita yang mengalami kesulitan pernapasan selama persalinan pervaginam,

    memperpendek, kala II dengan menggunakan ekstraksi vakum atau forceps akan bermanfaat.

    Prostaglandin E2 adalah suatu bronkodilator yang aman digunakan sebagai induksi persalinan

    untuk mematangkan serviks atau untuk terminasi awal kehamilan. Prostaglandin F2 yang

    diindikasikan untuk perdarahan post partum berat, harus digunakan dengan hati-hati karena

    menyebabkan bronkospasme (Nelson and Piercy, 2001).

    Dalam memilih anestesi dalam persalinan, golongan narkotik yang tidak melepaskan histamin

    seperti fentanyl lebih baik digunakan daripada meperidine atau morfin yang melepas histamin.

    Bila persalinan dengan seksio sesarea atas indikasi medik obstetrik yang lain, maka sebaiknya

    anestesi cara spinal.

    Selama kehamilan semua bentuk penghilang rasa sakit dapat digunakan dengan aman,

    termasuk analgetik epidural. Hindarkan penggunaan opiat pada serangan asma akut. Bila

    dibutuhkan tindakan anestesi, sebaiknya menggunakan epidural anestesi daripada anestesi

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    32/40

    Page | 32

    umum karena peningkatan risiko infeksi dada dan atelektasis. Ergometrin dapat menyebabkan

    bronkospasme, terutama pada anestesi umum. Sintometrin (oksitosin/ergometrin) yang

    digunakan untuk mencegah perdarahan post partum, aman digunakan pada wanita asma.

    Sebelum menggunakan obat-obat analgetik harus ditanyakan mengenai sensitivitas pasien

    terhadap aspirin atau NSAID (Nelson and Piercy, 2001).

    7. PENANGANAN ASMA POST PARTUMPenanganan asma post partum dimulai jika secara klinik diperlukan. Perjalanan dan

    penanganan klinis asma umumnya tidak berubah secara dramatis setelah post partum. Pada

    wanita yang menyusui tidak terdapat kontra indikasi yang berkaitan dengan penyakitnya ini.

    Teofilin bisa dijumpai dalam air susu ibu, tetapi jumlahnya kurang dari 10% dari jumlah yang

    diterima ibu. Kadar maksimal dalam air susu ibu tercapai 2 jam setelah pemberian, seperti

    halnya prednison, keberadaan kedua obat ini dalam air susu ibu masih dalam konsentrasi yang

    belum mencukupi untuk menimbulkan pengaruh pada janin.

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    33/40

    Page | 33

    MDI : Metode-dose inhaler

    *Aktifitas janin di pantau melalui observasi jumlah tandangan janin apakah menurun sesuai dengan berjalannya

    waktu

    Gambar 1. Penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : pengobatan di rumah 20

    Untuk penatalaksanaan di rumah sakit dapat di gambarkan sebagai berikut :

    Pengobatan Awal

    Inhalasi MDI 2-4 semprot

    atau nebulizer boleh samapi

    3x den an selan waktu 15

    Respons Buruk

    - Eksaserbasi berat- APE 80% prediksi- Tidak ada mengi / sesak napas- Respons terhadap inhalasi

    agonis 2bertahan selama 4 jam- Aktivitas janin wajar*Pengobatan

    - Agonis 2 inhalasi setiap 3-4jam untuk 1-2 hari

    - Pada pasien yang telahmenggunakan kortikosteroid

    inhalasi dosis ditingkatkan 2x

    nya untuk 7-10 hari

    Kunjungi segera InstalasiGawat Darurat

    Hubungi dokter untuk instruksi

    berikutnya

    Hubungi dokter untuk

    instruksi berikutnya

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    34/40

    Page | 34

    Gambar 2. Algoritma penatalaksanaan eksaserbasi asma selama kehamilan dan laktasi : di Ruang

    Gawat Darurat dan Rumah Sakit20

    Rawat ICU

    42 mmHg

    Penilaian Awal

    Anamnesis, Pemeriksaan fisik (frekuensi napas, denyut jantung, penggunaan otot napas tambahan, auskultasi). APE atau VPE 1,saturasi oksigen dan pemeriksaan lainnya sesuai indikasi. Mulai pemeriksaan janin (pergunakan alat pemantau janin elektroniksecara kontinyu dan atau profil biofisk bila kehamilan telah mencapai viabilitas janin.

    Ancaman / actual henti napas

    Intubasi dan ventilasi mekanikdengan O2 100%

    Agonis 2 kerja singkat +ipatropium bromide dengan

    nebulizer

    Steroid intravena

    VEP 1 atau APE < 50%

    (Eksaserbasi Berat)

    Agonis 2 kerja singkat dosis tinggi setiap20 menit atau terus menerus selama 1 jam+ ipatropium bromide inhalasi

    Oksigen untuk mencapai saturasi > 95%Steroid oral sistemik

    VEP 1 atau APE > 50%

    Agonis 2 kerja singkat dengan MDIatau nebulizer sampai dengan 3dosis pada jam pertama

    Oksigen untuk mencapai saturasi >95%

    Steroid oral bila tidak responssegera atau pasien telah minum

    steroid oral sebelumnya

    PENILAIAN ULANG

    Gejala, pemeriksaan fisik, APE, saturasi oksigen dan tes

    lainnya sesuai indikasi. Lanjutkan penilaian janin.

    Eksaserbasi Berat

    VEP atau APE < 50% prediksi terbaik Pemeriksaanfisik : gejala sesak berat pada istirahat, penggunaanotot napas tambahan, retraksi dinding dada.

    Agonis 2 kerja singkat setiap jam atau terusmenerus + ipatropium bromide inhalasi

    Oksigen Steroid sistemik

    Eksaserbasi Sedang

    VEP atau APE 50-80% prediksi terbaik. Pemeriksaanfisik : gejala sedang

    Agonis 2 kerja singkat setiap 60 menit Steroid sistemik Oksigen untuk mempertahankan saturasi O2> 95% Lanjutkan terapi selama 1-3 jam, sampai ada

    perbaikan

    Respons Buruk

    VEP 1 atau APE < 50% PCO2>42 mmHg Pemeriksaan fisik : sesak hebat,

    bingung, mengantuk Lanjutkan penilaian janin

    Respons Tidak Komplit

    VEP 1 atau APE > 50% tapi 70% Respons bertahan 60 menit setelah

    pengobatan terakhir Tidak ada distress pernapasan Pemeriksaan fisik normal Pastikan kembali keadaan janin

    Keputusan perawatan berdasarkan

    tiap individu

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    35/40

    Page | 35

    Tabel 1. Langkah penanganan asma pada kehamilan

    Sebelum kehamilan Konseling mengenai pengaruh kahamilan dan asma, serta pengobatan.

    Penyesuaian terapi maintenance untuk optimalisasi fungsi respirasi,

    Hindari factor pencetus, alergen.

    Rujukan dini pada pemeriksaan antenatal.

    Selama kehamilan Penyesuaian terapi untuk mengatasi gejala. Pemantauan kadar teofilkin dalam

    darah, karena selama hamil terjadi hemodilusi sehingga memerlukan dosis yanglebih tinggi.

    Pengobatn untuk mencegah serangan dan penanganan dini bila terjadi serangan.

    Pemberian obat sebaiknya inhalasi, untuk menghindari efek sistemik pada janin.

    Pemeriksaan fungsi paru ibu.

    Pada pasien yang stabil, NST dilakukan pada akhir trimester II/awal trimester

    III.

    Konsultasi anestesi untuk persiapan persalinan.

    Saat persalinan Pemeriksaan FEV1, PEFR saat masuk rumah sakit dan diulang bila timbul

    gejala.

    Pemberian oksigen adekuat.

    Kortikosteroid sistemik (hidrokortison 100 mg i.v. tiap 8 jam) diberika 4

    minggu sebelum persalinan dan terapi maintenance diberikan selama persalinan.

    Anestesi epidural dapat digunakan selama proses persalinan. Pada persalinan

    operatif lebih baik digunakan anestesi regional untuk menghindari rangsangan

    pada intubasi trakea. Penanganan hemoragi pascapersalinan sebaiknya

    menggunakan uterotonika atau PGE2 karena PGE dapat merangsang

    bronkospasme.

    Pascapersalian Fisioterapi untuk membantu pengeluaran mucus paru, latihan pernapasan untuk

    Rawat di ICU

    o Inhalasi agonis 2 kerja singkatsetiap jam atau terus menerus +inhalasi ipapropium bromide

    o Steroid intravenao Oksigeno Pikirkan kemungkinan intubasi

    dan ventilasi mekaniko Lanjutkan penilaian janin

    sampai pasien stabil

    Dipulangkan ke rumah

    o Lanjutkan terapi dengan agonis2 kerja singkat

    o Lanjutkan steroid oralo Mulai atau lanjutkan steroid

    inhalasi sampai follow upselanjutnya

    o Edukasi pasieno Tinjau ulang penggunaan obato Tinjau ulang / mulai rencana

    tindakano Dianjurkan untuk tindak lanjut

    secara ketat

    Rawat di Rumah Sakit

    o Inhalasi agonis 2 kerja singkat +ipatropium bromide

    o Steroid oral atau intravenao Oksigeno Pantau VEP 1 atau APE, saturasi

    oksigen, nadio Lanjutkan penilaian janin sampai

    pasien stabil

    PERBAIKAN

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    36/40

    Page | 36

    mencegh atau meminimalisasi atelektasis, mnulai pemberian terapi

    maintenance.

    Pemberian ASI tidak merupakan kontraindikasi meskipun ibu mendapat obat

    antiasma termasuk prednisone.

    (Dikutip dari : Williams Obstetrics 22nd

    ed, 2005)

    Tabel 2. Terapi farmakologi asma selama kehamilan dan laktasi

    Derajat Penyakit : Gambaran Klinis sebelum terapi atau

    control

    Pengobatan yang dibutuhkan untuk

    memelihara efek jangka panjang

    Tahap 4

    Persisten Berat

    Gejala harian

    Gejala malam

    Terus menerus

    Sering

    APE atau VEP1

    Variabilitas APE

    60%

    >30%

    Pengobatan harian

    Terapi yang dianjurkan :

    Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,

    dan

    -2 Agonis inhalasi kerja lama, dan

    jika perlu

    Kortikosteroid tablet atau sirup

    (2mg/kg/hari, tidak>60mg/hari)

    Terapi alternatif :

    Kortikosteroid inhalasi dosis tinggi,

    dan

    Teofilin lepas lambat sampai kadar

    serum 5-12mcg/mL

    Tahap 3

    Persisten

    Sedang

    setiap hari

    > 1 malam dlm 1

    minggu

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    37/40

    Page | 37

    dan

    Teofilin atau antagonis reseptor

    leukotrien, jika perlu

    Kortikosteroid inhalasi dosis sedang

    dan

    Teofilin atau antagonis reseptor

    leukotrien

    Tahap 2

    Persisten

    Ringan

    >2 hari dalam 1

    minggu

    tetapi < setiap

    hari

    >2 malam dalam

    1 bulan

    80%

    20%-30%

    Terapi yang dianjurkan :

    Kortikosteroid inhalasi dosis rendah

    Terapi alternatif :

    Kromolin

    Antagonis reseptor leukotrien, atau

    Teofilin lepas lambat sampai kadar

    serum 5-12mcg/mL

    Tahap 1

    Intermitten

    2 hari dalam 1

    Minggu

    2 malam dalam

    1 bulan

    80%

    20%

    Tidak diperlukan pengobatan harian

    Bila terjadi serangan asma berat,

    dianjurkan

    pemberian kortikosteroid sistemik

    untuk jangka waktu singkatPelega cepat

    Bronkodilator kerja singkat : 2-4

    semprot -2 agonis inhalasi kerja

    singkat,untuk mengatasi gejala

    semua pasien

    Intensitas terapi tergantung pada

    berat serangan, jika intensitasnya

    lebih dari 3

    pengobatan dalam interval waktu 20

    menit atau memerlukan terapi

    inhalasi, maka

    dianjurkan pemberian kortikosteroid

    sistemik

    Penggunaan -2 agonis inhalasi kerja

    singkat lebih dari 2 kali dalam 1

    minggu pada asma intermitten

    (setiap hari,atau kebutuhan inhaler

    yang meningkat pada asma persisten)

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    38/40

    Page | 38

    menandakan peningkatan kebutuhan

    terapi kontrol jangka lama

    Dikutip dari (NAEPP, 2005)

    KOMPLIKASI ASMA PADA KEHAMILAN

    Asma pada kehamilan yang tidak terkontrol dapat mengakibatkan penurunan asupan oksigen ibu,

    sehingga berefek negative bagi janin. Asma tak terkontrol pada kehamilan menyebabkan komplikasi

    baik bagi ibu maupun janin (OSUMC, 2005).

    Komplikasi asma pada kehamilan bagi ibu

    Asma tak terkontrol dapat menyebabkan stres yang berlebihan bagi ibu. Komplikasi asma tak

    terkontrol bagi ibu termasuk : 1) Preeklampsia (11 %), ditandai dengan peningkatan

    tekanan darah, retensi air serta proteinuria; 2) Hipertensi kehamilan, yaitu tekanan darah tinggi selama

    kehamilan; 3) Hiperemesis gravidarum, ditandai dengan mual-mual, berat badan turun serta

    ketidakseimbangan cairan dan elektrolit; 4) Perdarahan pervaginam Induksi kehamilan dan atau

    komplikasi kehamilan (OSUMC, 2005).

    Komplikasi ini bergantung pada derajat penyakit asma. Status asmatikus dapat menyebabkan gagal

    napas, pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, dan aritmia jantung. Mortalitas

    meningkat pada penggunaan ventilasi mekanik. Penyulit yang mengancam nyawa adalah pnemotoraks,

    pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, dan kelelahan otot disertai henti napas.

    Angka kematian secara substantive meningkatkan apabila asmanya memerlukan ventilasi mekanis.

    (Obstetri Williams, 1376-1377)

    Komplikasi asma pada kehamilan bagi janin

    Kekurangan oksigen ibu ke janin menyebabkan beberapa masalah kesehatan janin, termasuk : 1)

    Kematian perinatal; 2) IUGR (12 %) , gangguan perkembangan janin dalam rahim menyebabkan janin

    lebih kecil dari umur kehamilannya; 3) Kehamilan preterm (12 %); 4) Hipoksia neonatal, oksigen tidak

    adekuat bagi sel-sel; 5) Berat bayi lahir rendah (OSUMC, 2005).

    Satu studi mencatat kematian janin disebabkan oleh asma berat sebagai akibat episode wheezingyang

    tidak terkontrol. Mekanisme penyebab berat bayi lahir rendah pada wanita asma masih belum

    diketahui, akan tetapi terdapat beberapa factor yang mendukung seperti perubahan fungsi plasenta,

    derajat berat asma dan terapi asma (Murphy et al., 2003; Clifton et al., 2001).

    Plasenta memegang peranan penting dalam mengontrol perkembangan janin dengan memberi suplai

    nutrisi dan oksigen dari ibu. Plasenta juga mencegah transfer konsentrasi kortisol dalam jumlah besar

    dari ibu ke janin. Enzim plasenta 11-hidroksisteroid dehidrogenase tipe-2 (11-HSD2) berperan

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    39/40

    Page | 39

    sebagai barier dengan memetabolisme kortisol menjadi kortison inaktif, sehingga dapat menghambat

    perkembangan janin (NAEPP, 2003; Clifton et al., 2001).

    Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa selain factor lingkungan, faktor genetik ikut menentukan

    kerentanan seseorang terhadap penyakiit asma. Penyakit ini dapat dijumpai pada ibu yang sedang

    hamil, dan dapat menyebabkan komplikasi pada 7% kehamilan (Blaiss, 2004).

  • 7/30/2019 Porfol Asma

    40/40

    DAFTAR PUSTAKA

    1. Nurafiatin, Atin. 2007. Asma. Fakultas Ilmu-ilmu Kesehatan, Universitas Indonusa EsaUnggul. Jakarta.

    2. Muchid, dkk. 2007, September. Pharmaceutical care untuk penyakit asma. Diakses 24September 2008 dari Direktorat Bina Farmasi Komunitas Dan Klinik Depkes RI:

    http://125.160.76.194/bidang/yanmed/farmasi/Pharmaceutical/ASMA.pdf

    3. OByrne P, et al. 2006. Global Initiative for Asthma. Medical Communications Resource. Inc.4. Medicafarma. (2008, Mei 7). Asma Bronkiale. Diakses 10 Oktober 2012 dari Medicafarma:

    http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html

    5. Nataprawira, HMD. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak edisi pertama. Badan Penerbit IDAI.Jakarta, Indonesia.

    6. Tanjung, D. 2003. Asuhan Keperawatan Asma Bronkial. Diakses 09 Oktober 2012 dari USUdigital library: http://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdf

    7. Medlinux. 2008.Penatalaksanaan Asma Bronkial. Diakses 09 Oktober 2012dari Medicine andLinux:http://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.html

    8. Krohner RG. Asthma and Pregency. Available from:http://www..ramanathaus.com/ASTHMA%20AND PREGENCY.htm. Accessed on: 09 Oktober 2012

    9. Sundaru H, Asma Bronkial. Dalam: Suyono S, Waspadji S, Lesmana L,Alwi I Setiani S,Sundaru H, Djojoningrat D, Suhardjono, Sudoyo AW, Bahar A, Mudjadid E. Eds. Buku ajar

    ilmu penyakit dalam jilid II. Edisi 2. Jakarta : Balai Penerbit UI; 2001. hal. 21-32.

    10.Rengganis, I. 2008.Diagnosis Dan Tatalaksana Asma Bronkhiale. Departemen Ilmu PenyakitDalam FK UI: Jakarta, Majalah Kedokteran Indonesia, Volume: 58; No.11;Nopember 2008.

    11.Cunningham, F. Gary. 2006. Obstetric Williams. Ed. 21. Vol. 2. EGC12.Price, Sylvia Anderson et al. Patofisiologi Konsep Klinik Proses-Proses Penyakit. Jilid 2.Edisi 4.

    13.Price, Sylvia & Wilson Lorraine. 2006. Buku Patofisiologi Konsep Klinis Proses-ProsesPenyakit Edisi 6. Jakarta : EGC

    14.Prawirohardjo, Sarwono. 2008. Ilmu Kebidanan. Revisi 20. Jakarta : PT. Bina PustakaSarwono Prawirohardjo.

    15.Arifin, Laily. 12 Juni 2007. Pregnancy and Tuberculosis. http://lely-nursinginfo.blogspot.com/2007/06/Pregnancy-and-tuberculosis/html

    16.Soedarto. 2007. Sinopsis Kedokteran Tropis. Surabaya : Airlangga University Press.17.Mirmayanti, Bernadeta. 21 Desember 2007. Penggunaan Obat Antituberkulosis Pada Ibu

    Hamil.http://yosefw.wordpress.com/2007/12/21/Penggunaan-Obat-Antituberkulosis-Pada-Ibu-Hamil/

    18.Rao, Sanjay dkk. 2006. Journal : Tuberculosis in Pregnancy and The Impact of DirectlyObserved-Short Course (DOTS).http://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htm

    19.Frieri, Marianne. Management of Asthma in Women. 402-412 WOMENS HEALTH INPRIMARY CARE. Volume 7 Number 8 September 2004.

    20.Greenberger, Paul A. dan Patterson, Roy. 1985. Management of Asthma during Pregnancy.(3436). Obstetrical and Gynecological Survey. Williams and Wilkins (Eds.) Vol. 1 Number

    1. January 1986.

    21.Rosenstreich, David L et al. Asthma and the Environment (24-29). JOURNAL OFASTHMA Editor David G. Tinkelman, M. D etc. Vol. 40 2003

    http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.htmlhttp://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdfhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www.bhj.org/journal/2006_4802_april/index/htmhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://www..ramanathaus.com/ASTHMAhttp://medlinux.blogspot.com/2008/07/penatalaksanaan-asma-bronkial.htmlhttp://library.usu.ac.id/download/fk/keperawatan-dudut2.pdfhttp://medicafarma.blogspot.com/2008/05/asma-bronkiale.html