prinsip hukum muamalat

9
1. Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh Kecuali yang dilarang oleh Nash. 2. Muamalat Dilakukan Atas Pertimbangan Maslahah 3. Muamalat Dilaksanakan Untuk memelihara Nilai Keadilan A. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar Hukum Syar’i B. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai Pembatasan C. Menciptakan Bentuk Muamalah Baru Tidak Perlu Menncari padannya (qiyas) Dalam Nash D. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Menganalogkan Atau mentakhrij hasil Ijtihad Para Ulama E. Tidak Melanggar Nash Yang mengharamkan PRINSIP HUKUM MUAMALAT

Upload: maura

Post on 19-Mar-2016

81 views

Category:

Documents


4 download

DESCRIPTION

PRINSIP HUKUM MUAMALAT. 1 . Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh Kecuali yang dilarang oleh Nash. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar Hukum Syar’i. B. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai Pembatasan. - PowerPoint PPT Presentation

TRANSCRIPT

Page 1: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

1. Pada Dasarnya Segala bentuk Muamalat adalah Boleh Kecuali yang dilarang oleh Nash.

2. Muamalat Dilakukan Atas Pertimbangan Maslahah

3. Muamalat Dilaksanakan Untuk memelihara Nilai Keadilan

A. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Mencari Dasar Hukum Syar’i

B. Nash Tdk Dimaksudkan Sebagai Pembatasan

C. Menciptakan Bentuk Muamalah Baru Tidak Perlu Menncari padannya (qiyas) Dalam Nash

D. Menetapkan Kebolehan Tdk Perlu Menganalogkan Atau mentakhrij hasil Ijtihad Para Ulama

E. Tidak Melanggar Nash Yang mengharamkan

PRINSIP HUKUM

MUAMALAT

Page 2: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

ASAS-ASAS KONTRAK

Kebebasan (Al-Hurriyah)

Kesetaraan (Al-Musawah)

Keadilan (Al-Adalah)

Kerelaan (Al-Ridha)

Kejujuran (As-Shidq)

Tertulis (Al-Kitabah)

x Pembatasan (At-taqyid))

x

xx

x

Diskriminasi

Penganiayaan(Al-Dhulm)

Pemaksaan (Al-Ikrah)

Penipuan (Al-Ghasy)

Page 3: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

UNSUR-UNSUR

KONTRAK (RUKUN & SYARAT

AKAD

Ijab & Qabul

Pelaku Kontrak (A’qidain)

Obyek Akad (Ma’qud Alaih)

1. Lisan

2. Tulisan

3. Isyarat

4. Perbuatan? (Mu’athah)

1. Harus jelas Maksudnya

2. Harus Selaras

3. Harus Menyambung (satu majlis akad)

1. Berakal dan Dewasa (Aqil-Baligh)

2. Memilki Kewenangan Terhadap Obyek Kontrak

1. Ada Ketika Kontrak berlangsung

2. Sah Menurut Hukum Islam

3. Dapat Diserahkan Ketika Akad

Dikecualikan:

salam

istisna

ijaran

masaqah

Jual Beli Hutang

Akibat Hk Kontrak

(Maudhu’ Aqd)

Page 4: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

HAL-HAL YANG MERUSAK KONTRAK

Keterpaksaan (Al-Ikrah)

Kekeliruan (ghalath)

Penyamaran Cacat Obyek

(Tadlis dan Taghrir)

Tidah adanya KeseimbanganObyek dan harga (Ghaban + Taghrir)

Page 5: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

1. Kontrak Sah (Sahih)

a. Berlaku Seluruh Akibat Hukum Kontrak

b. Mengikat Kedua belah Pihak Yang Melakukannya

2. Kontrak Tidak Sah (Kekurangan Syarat & Rukun)

a. Tidak Berlaku Akibat Hukumnya

b. Tidak Mengikat

c. Dianggap Tidak Pernah Terjadi

MACAM-MACAM KONTRAK

Page 6: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

BERAKHIRNYA

KONTRAK

Terpenuhi Isi Kontrak (Tahqiq al-Gharadh)

Tidak Adanya Izin dari Yang berwenang (adam al-Ijazah liman lahu al-wilayah)

Hak Memilih (Khiyar)

Pemutusan Kontrak (Faskh)

Akad Fasad (Sifat rusak)

Kematian (al-Maut)

Kesepakatan pembatalan karena penyesalan (Iqalah)

Tidak Terpenuhinya Kontrak (Adam al-Tanfidh)

Kesepakatan kedua belah pihak (Ittifaqy)

Keputusan Pengadilan (Qadhai)

Pustus dg sendirinya (Infisakh)

Isi Kontrak Mustahil Terlaksana (Istihalah al-tanfidh)

Page 7: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

MAJELIS (Hak Pilih Ketika Masih Dalam Satu Majkis)

RU’YAH (hak pilih untuk melihat obyek yang ketika terjadinya kontrak pembeli belum bisa melihat )

‘AIB (hak pilih ketika ditemukan adanya cacat)

SYARTH (hak pilih yang digantungkan pada syarat)

TA’YIN (hak menentukan barang yang menjadi obyek jual-beli )

KHIYAR

Page 8: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

KESIMPULAN-1

1. Pada dasarnya segala bentuk muamalah (transaksi ekonomi) boleh kecuali yang telah dilarang oleh Allah dan rasul-Nya. Transaksi ekonomi menurut hukum Islam harus dilandasi atas pertimbangan maslahah (meraih manfaat/kebaikan dan menolak segala bentuk bahaya) dan berorientasi pada upaya pemeliharaan nilai-nilai keadilan.

2. Dalam melakukan kontrak atau perjanjian pihak-pihak yang terlibat harus memperhatikan nilai-nilai kebebasan, kesetaraan, keadilan, kerelaan, kejujuran, dan kehati-hatian (ketercatatan)

3. Keabsahan suatu kontrak dalam hukum Islam sangat ditentukan oleh terpenuhi atau tidaknya rukun-rukun dan syarat-syarat kontrak. Yang termasuk rukun kontrak antara lain: ijab dan qabul, pelaku kontrak, obyek kontrak, dan akibat kontrak. Ijab qabul harus jelas, selaras, dan tidak terhalang sesuatu yang menyebabkan kaburnya atau terganggungnya kontrak.Ijab qabul bisa dilakukan baik dengan lisan, tulisan, isyarat, bahkan dengan perbuatan. Sementara pelaku kontrak disyaratkan telah berakal, baligh bahkan untuk transaksi ekonomi tertentu pelaku akad harus cerdas (rusyd), serta memilki wewenang terhadap obyek kontrak. Sedangkan obyek kontrak secara umum harus ada/terwujud ketika terjadinya kontrak, tidak dilarang hukum Islam, dan dapat diserahkan ketika kontrak terjadi. Dikecualikan dalam hal ini jual beli salam, istisna’, jual beli hutang, ijarah dan istisna’ karena pertimbangan maslahat dan telah menjadi urf (adat-istiadat di masyarakat). Selain itu, Akibat hukum konrak harus sesuai dengan prinsip-prinsip dasar syari’at.

Page 9: PRINSIP HUKUM MUAMALAT

KESIMPULAN-21. Bila unsur-unsur kontrak (rukun dan syarat) terpenuhi maka kontrak dinilai sah dan memiliki

akibat hukum serta mengikat kedua belah pihak yang melakukannya. Sebaliknya kontrak yang tidak memenuhi unsur-unsur di atas dinilai tidak sah dan tidak memiliki akibat hukum, tidak mengikat, serta dianggap tidak pernah terjadi. Di samping itu, ada juga kontrak yang dinilai rusak dan bisa dijadikan alasan untuk memutus kontrak, dikenal dengan istilah kontrak fasid (rusak)

2. Kontrak dinilai rusak(fasid) menurut hukum Islam bila didalamnya terjadi pemaksaan, kekeliruan, penipuan, dan ketidak seimbangan di antara obyek kontrak (barang dan harga).

3. Kontrak yang telah berjalan bisa berakhir atau diakhiri bila telah terpenuhi isi kontrak, terjadi pemutusan kontrak baik karena adanya hak memilih (khiyar), kontrak dinilai rusak (fasid), tidak terpenuhinya isi kontrak, atau karena kesepakatan pihak-pihak yang terlibat kontrak setelah terjadinya penyesalan. Untuk memutuskan kontrak bisa melalui kesepakatan pihak-pihak yang terlibat kontrak atau melalui keputusan pengadilan. Di samping itu, kontrak bisa berakhir karena tidak adanya izin orang yang berwenang terhadap obyek kontrak, dan juga karena putus dengan sendirinya (infisakh).