prinsip-prinsip hukum kontrak-disparitas konvensional dengan syariah
DESCRIPTION
Disparitas Kontrak Syariah Dengan Kontrak KonvensionalTRANSCRIPT
Oleh: Fathur Rohman Ms.
NIM. 20142660029
Magister Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Muhammadiyah Surabaya
Tahun Akademi 2014 - 2015
PRINSIP-PRINSIP
HUKUM KONTRAK
DISPARITAS KONVENSIONAL
DENGAN SYARIAHDOSEN PEMBIMBING:
DR.SETIAWAN BUDI UTOMOOTORITAS JASA KEUANGAN
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
1M A K A L A H S E K I T A R H U K U M K E U A N G A N & B I S N I SS Y A R I A H
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
2
M AT E R I K U L I A H O J K
• Pengantar Produk & Jasa Industri Jasa Keuangan Syariah
• Praktek Akad Dalam Produk Perbankan Syari'ah Dan Kedudukan Hukum
Para Pihak
• Produk Penghimpunan Dana Bank Syari'ah & Permasalahan Hukumnya
• Produk Pembiayaan Bank Syari'ah & Permasalahan Hukumnya
• Jasa Perbankan Syari'ah Dan Industri Jasa Keuangan Syariah lainnya &
Permasalahan Hukumnya
• Studi Kasus dan simulasi Produk Jasa Keuangan Syariah
• Pengantar Hukum Keuangan Syariah & Kewenangan Peradilan Agama
Dalam Sengkata Ekonomi Syari'ah.
• Maqoshid Syari'ah & Implikasinya dan Transaksi Keuangan (Kaidah & Ushul
Fiqih dalam Keuangan Syariah)
• Keunikan Keuangan & Perbankan Syari'ah serta Sharia Gevernace dan
implikasi hukumnya di Indonesia & Negara lain.
• Regulasi & Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Syari'ah.
• Pengenalan OJK dan Kebijakan & Strategi Pengembangan Industri Jasa
Keuangan Syari'ah.
• Studi Kasus Penyelesaian sengketa di sektor Perbankan dan Jasa
Keuangan Syari'ah
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
3
PENDAHULUAN
Kemunculan perbankan dan keuangan Syariah adalah mewakili penegasan hukumSyariah dalam bidang komersial ketika sekulerisme hampir mendominasi kehidupan umatmanusia.
Islam mengatur seluruh aspek kehidupan manusia dari sisi ibadah, akhlak dansyariah.
Bukan hanya ibadah atau keyakinan saja yang berlandaskan Syariah. Tetapi jugaaspek hubungan antar manusia dengan manusia, khususnya yaitu dalam bermu'amalah.
Pembahasan dalam makalah ini adalah mengenai hukum perjanjian atau kontrak,hukum kontrak bertujuan untuk mengatur hubungan manusia yang melakukan perjanjian.
Highlightnya di sini mengenai perbedaan hukum kontrak konvensional dan hukumkontrak Syariah.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
4
PEMBAHASAN
PERJANJIAN
Pengertian Perjanjian
• Pengertian Perjanjian atau kontrak diatur Pasal 1313
KUH Perdata: “Perjanjian adalah suatu perbuatan
dengan mana satu pihak atau lebih mengikat dirinya
terhadap satu orang atau lebih.”
• Definisi ini tidak begitu jelas karena dalam rumusan
tersebut hanya disebutkan perbuatan saja, berarti
bukan perbuatan hukum saja yang termasuk dalam
perjanjian, tetapi di luar perbuatan hukum pun
termasuk perjanjian.
• Menurut doktrin (teori lama), perjanjian adalah
“perbuatan hukum berdasarkan kata sepakat untuk
menimbulkan akibat hukum.”
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
5
teori baru perjanjian• Van Dunne: “suatu hubungan hukum antara dua pihak atau lebih
berdasarkan kata sepakat untuk menimbulkan akibat hukum.”
• Black’s Law Dictinionary:"contract is An agreement between two or
more person which creates an obligation to do or not to do particular
thing". Artinya, persetujuan antara dua orang atau lebih, yang
menimbulkan kewajiban untuk melakukan atau tidak melakukan
sesuatu secara sebagian. Intinya persetujuan dari para pihak untuk
melaksanakan kewajiban, baik melakukan atau tidak melakukan secara
sebagian.
• Salim HS,SH,MS: "hubungan hukum antara subjek hukum yang satu
dengan subjek hukum yang lain dalam bidang harta kekayaan, dimana
subjek hukum yang satu berhak atas prestasi dan begitu juga subjek
hukum yang lain berkewajiban untuk melaksanakan prestasinya sesuai
dengan yang telah disepakatinya.”[1]
• Subekti: “suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada seorang lain
atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk melaksanakan satu hal.
Dari peristiwa ini, timbullah suatu hubungan antara dua orang tersebut
yang dinamakan perikatan. Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa
suatu rangkaian perkataan yang mengandung janji-janji atau
kesanggupan yang diucapkan atau ditulis”.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
6
hubungan perjanjian dengan perikatan• Perjanjian itu menerbitkan perikatan dan sebagai sumber perikatan,
disamping sumber-sumber lain, seperti undang-undang. Jadi, ada perikatan
yang lahir dari perjanjian dan ada perikatan yang lahir dari undang-undang.
• Ada tiga unsur dalam perjanjian , yaitu:
1. Ada orang yang menuntut, atau kreditor
2. Ada orang yang dituntut, atau debitur
3. Ada sesuatu yang dituntut, yaitu prestasi.
• Prestasi umumnya terdiri dari tiga jenis, yaitu:
1. berbuat sesuatu;
2. tidak berbuat sesuatu;
3. menyerahkan sesuatu.
• Pihak yang tidak melakukan prestasi disebut telah melakukan wanprestasi.
Wanprestasi ini dapat terjadi dalam hal:
1. Tidak berbuat sesuatu yang diperjanjikan;
2. Tidak menyerahkan sesuatu yang telah diperjanjikan;
3. Berbuat atau menyerahkan sesuatu namun terlambat atau tidak sesuai
dengan yang diperjanjikan;
4. Melakukan sesuatu yg menurut perjanjian seharusnya tidak dilakukan.
• Perjanjian yg sah berlaku bagai Undang2 bagi mereka yang membuatnya.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
7
empat syarat perjanjian yang sah
1. Perizinan yang bebas dari orang-orang yang mengikat diri
2. Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
3. Suatu hal tertentu
4. Suatu sebab (oorzaak) yang halal, artinya tidak terlarang.[3]
Sepuluh Asas Perjanjian
1. asas kebebasan berkontrak;
2. asas konsensualisme;
3. asas kepastian hukum (pacta sunt servanda);
4. asas iktikad baik;
5. asas kepribadian;
6. asas perjanjian batal demi hukum;
7. asas keadaan memaksa (overmacht);
8. asas canseling;
9. asas obligatoir;
10.asas zakwaarneming.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
8
1. Asas Kebebasan Berkontrak
Maksudnya: para pihak bebas membuat kontrak dan menentukan
sendiri isi kontrak tsb sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang,
ketertiban umum, kebiasaan, kesusilaan serta didasari iktikad baik. Karena
adanya asas kebebasan berkontrak ini, dalam praktik timbul jenis-jenis
perjanjian yang pada mulanya tidak diatur dalam KUHPerdata.
2. Asas Konsensualisme
Suatu kontrak sudah sah dan mengikat ketika tercapai kata
sepakat, selama syarat-syarat lainnya sudah terpenuhi. Asas ini merupakan
salah satu syarat sahnya suatu perjanjian sebagaimana yang ditentukan
dalam Pasal 1320 KUHPerdata. Tanpa kesepakatan, perjanjian batal demi
hukum.
Kesepakatan maksudnya adalah seiya-sekata tentang apa yang
diperjanjikan. Kesepakatan ini dicapai dengan penuh kesadaran, tanpa
paksaan dan tekanan salah satu pihak.
3. Asas Kepastian Hukum (Pacta Sunt Servanda)
Secara harfiah berarti janji itu mengikat. Maksudnya: jika suatu
kontrak sudah dibuat secara sah oleh para pihak, maka kontrak tersebut
sudah mengikat para pihak, sama kekuatannya dengan sebuah undang
undang yang dibuat parlemen dan pemerintah.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
9
4. Asas Iktikad Baik
Asas iktikad baik dapat disimpulkan dari pasal 1338 ayat (3) KUH
Perdata: “Perjanjian harus dilaksanakan dengan iktikad baik.” Asas iktikad
baik merupakan asas bahwa para pihak, yaitu pihak kreditur dan debitur
harus melaksanakan substansi kontrak berdasarkan kepercayaan atau
keyakinan yang teguh atau kemauan baik dari para pihak.
Asas iktikad baik dibagi menjadi dua macam, yaitu iktikad baik
nisbi dan iktikad baik mutlak. Pada iktikad baik nisbi, orang memperhatikan
sikap dan tingkah laku yang nyata dari subjek. Pada iktikad baik mutlak,
penilaiannya terletak pada akal sehat dan keadilan, dibuat ukuran yang
objektif untuk menilai keadaan (penilaian tidak memihak) menurut norma-
norma yang objektif.
Arrest H.R. di Negeri Belanda memberikan peranan tertinggi
terhadap iktikad baik dalam tahap praperjanjian bahkan kesehatan
ditempatkan di bawah asas iktikad baik, bukan lagi pada teori kehendak.
Begitu pentingnya iktikad baik tersebut sehingga dalam perundingan-
perundingan atau perjanjian antara para pihak, kedua belah pihak akan
berhadapan dalam suatu hubungan hukum khusus yang dikuasai oleh
iktikad baik dan hubungan khusus ini membawa akibat lebih lanjut bahwa
kedua belah pihak itu harus bertindak dengan mengingat kepentingan-
kepentingan yang wajar dari pihak lain.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
10
5. Asas Kepribadian
Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa
seseorang yang akan melakuakan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan saja. Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 1315 dan
Pasal 1340 KUH Perdata. Pasal 1315 KUH Perdata menjelaskan: “Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian selain
untuk dirinya sendiri.” Ini berarti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para pihak
hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya.
Namun, ketentuan itu ada pengecualiannya, sebagaimana yang
diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH Perdata, yaitu: “Dapat pula perjanjian
diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu perjanjian dibuat untuk
diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain, mengadung suatu syarat
semacam itu.” Pasal ini mengkonstruksikan bahwa seseorang dapat
mengadakan perjanjian untuk kepentingan pihak ketiga, dengan suatu syarat
yang ditentukan.
Sedangkan dalam Pasal 1318 KUHPerdata, tidak hanya mengatur
bagi diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-
orang yang memperoleh hak dari padanya.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
11
6. Asas Perjanjian Batal demi Hukum
Suatu asas yang menyatakan bahwa suatu perjanjian akan batal demi jika
tidak memenuhi syarat objektif.
7. Asas Keadaan memaksa (Overmacht)
Suatu kejadian yang tak terduga dan terjadi di luar kemampuannya sehingga
terbebas dari keharusan membayar ganti kerugian.
8. Asas Canseling
Suatu asas yang menyatakan bahwa perjanjian yang tidak memenuhi syarat
subjektif dapat dimintakan pembatalan.
9. Asas Obligatoir
Suatu kontrak setelah sah, kontrak tersebut sudah mengikat, tetapi baru
sebatas menimbulkan hak dan kewajiban di antara para pihak.
10. Asas Zakwaarnemig
Seseorang yang mengurusi benda orang lain tanpa diminta oleh orang yang
bersangkutan, ia harus mengurusnya sampai selesai.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
12
Unsur-unsur PerjanjianDalam suatu kontrak dikenal tiga unsur, yaitu:
1. Unsur Esensiali
Unsur yang harus ada dalam suatu kontrak karena tanpa ada
kesepakatan tentang unsur esensiali ini maka tidak ada kontrak. Contoh, dalam
kontrak jual-beli harus ada kesepakatan mengenai barang dan harga karena
tanpa kesepakatan mengenai barang dan jasa dalam kontrak jual beli, kontrak
tersebut batal demi hukum karena tidak ada hal tertentu yang diperjanjikan.
2.Unsur Naturalia
Unsur yang telah diatur dalam undang-undang sehingga apabila tidak
diatur oleh para pihak dalam kontrak, undang-undang yang mengaturnya.
Unsur yang selalu dianggap ada dalam kontrak. Contoh, jika dalam kontrak
tidak diperjanjikan tentang cacat tersembunyi, secara otomatis berlaku
ketentuan dalam BW bahwa penjual yang harus menanggung cacat
tersembunyi.
3.Unsur Aksidentalia
Unsur yang nanti ada atau mengikat para pihak jika para pihak
memperjanjikannya. Contoh, dalam kontrak jual beli dengan angsuran
diperjanjikan bahwa apabila pihak debitur lalai membayar hutangnya,
dikenakan denda dua persen perbulan keterlambatan, dan apabila debitur lalai
membayar selama tiga bulan berturut-turut, barang yang sudah dibeli dapat
ditarik kembali oleh kreditor tanpa melalui pengadilan.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
13
Penafsiran Kontrak
• Idealnya suatu kontrak tidak memerlukan penafsiran, kalimat-kalimat yang
ada sudah seharusnya menjelaskan klausula yang ada. Karena itu jika
semuanya sudah jelas tidak memerlukan penafsiran, bahkan tidak boleh
jika penafsiran tersebut akan mempunyai arti menyimpang dari yang
tersurat tersebut.
• Dalam ilmu hukum kontrak disebut “Doktrin Kejelasan Makna” (plain
meaning rules), doktrin ini diakui sepenuhnya oleh KUHPerdata lewat
Pasal 1342, yang menyatakan bahwa: "Jika kata-kata dalam suatu
kontrak sudah jelas, maka tidak lagi diperkenankan untuk menyimpang
daripadanya dengan jalan penafsiran".
• Kontrak itu bermacam-macam ragamnya maka sangat mungkin akhirnya
dibutuhkan kejelasan-kejelasan lebih lanjut. Disamping itu, karena kontrak
merupakan ungkapan hati dari para pihak dengan menggunakan kata-
kata yang pada prinsipnya terbatas, sehingga biasanya hampir tidak ada
kontrak yang tidak memerlukan penafsiran.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
14
Prinsip-Prinsip hukum kontrak
1. Prinsip kesepakatan
Meskipun dalam suatu kontrak baku disangsikan ada kesepakatan
kehendak yang benar-benar seperti diinginkan oleh para pihak, tetapi kedua
belah pihak akhirnya juga menandatangani kontrak tersebut. Dengan
penandatanganan itu, maka dapat diasumsi bahwa kedua belah pihak telah
menyetujui isi kontrak, sehingga dapat disimpulkan kata sepakat telah terjadi.
2. Prinsip Asumsi Resiko
Dalam suatu kontrak setiap pihak tidak dilarang untuk melakukan
asumsi resiko. Artinya bahwa jika ada resiko tertentu yang mungkin terbit dari
suatu kontrak tetapi salah satu pihak bersedia menanggung risiko tersebut
sebagai hasil dari tawar menawarnya, maka jika memang risiko tersebut
benar-benar terjadi, pihak yang mengasumsi risiko tersebutlah yang harus
menagunggung risikonya. Dalam hubungan dengan kontrak baku, maka
dengan menandatangani kontrak yang bersangkutan, berarti segala risiko
apapun bentuknya akan ditanggung oleh pihak yang menandatanganinya
sesuai isi dari kontrak tersebut.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
15
3. Prinsip Kewajiban Membaca
Dalam ilmu hukum kontrak diajarkan ada kewajiban membaca
(duty to read) bagi setiap pihak yang akan menandatangani kontrak.
Dengan demikian, jika dia telah menandatangani kontrak yang
bersangkutan, hukum mengasumsikan bahwa dia telah membacanya
dan menyetujui apa yang telah dibacanya.
4. Prinsip Kontrak mengikuti kebiasaan
Sudah menjadi kebiasaan sehari-hari bahwa banyak kontrak
dibuat secara baku. Karena kontrak baku tersebut menjadi terikat,
antara lain juga karena keterikatan suatu kontrak tidak hanya terhadap
kata-kata yang ada dalam kontrak tersebut, tapi juga terhadap hal-hal
yang bersifat kebiasaan. Lihat Pasal 1339 KUHPerdata Indonesia.
Kontrak baku merupakan suatu kebiasaan sehari-hari dalam
lalu lintas perdagangan dan sudah merupakan suatu kebutuhan
masyarakat, sehingga eksistensinya tidak perlu dipersoalkan lagi.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
16
Pengertian Akad• Lafadh akad, berasal dari lafal arab al-‘aqd berarti perikatan, perjanjian,
dan pemufakatan al-ittifaq.
• Secara terminology fiqh, akad: pertalian ijab (pernyataan melakukan ikatan)
dan qabul (pernyataan penerimaan ikatan) sesuai dengan kehendak syariat
yang berpengaruh pada objek ikatan.
• Menurut az-Zarqa’: akad merupakan ikatan secara hukum yang dilakukan
oleh dua atau beberapa pihak yg berkeinginan untuk mengikatkan diri.
Kehendak pihak-pihak itu sifatnya tersembunyi dalam hati oleh sebab itu,
untuk menyatakan kehendak masing-masing harus diungkapkan dalam
pernyataan. Pernyataan pihak-pihak yg berakad itu disebut ijab dan qabul.
• Ada pakar yang mendefinisikan akad sebagai satu perbuatan yang sengaja
dibuat oleh dua orang berdasarkan kesepakatan atau kerelaan bersama.
• Dalam hukum Islam istilah kontrak tidak dibedakan dengan perjanjian,
keduanya identik disebut akad. Sehingga akad sebagai pertemuan ijab
yang dinyatakan oleh salah satu pihak dengan kabul dari pihak lain secara
sah menurut syara' yang tampak akibat hukumnya pada obyeknya.
• Kesimpulan, kontrak: kesepakatan bersama baik lisan, isyarat, maupun
tulisan antara dua pihak atau lebih melalui ijab qabul yg memiliki ikatan
hukum bagi semua pihak yg terlibat untuk melaksanakan apa yg menjadi
kesepakatan tersebut.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
17
• Dalam hukum Islam, Prinsip dasar suatu transaksi harus dilakukan secara
benar dan tidak saling merugikan. Dalam Quran Surat 4 An Nisa' ayat 29:
عنة تجارتكونأنإالبالباطلكمبينأموالكمتأكلواالآمنواالذينأيهايا منكمتراض
إنأنفسكمتقتلواوال ارحبكمكانالل يم "Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu
dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka
sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya
Allah adalah Maha Penyayang kepadamu".
• Bertransaksi secara benar bertujuan agar hakikat dari harta yang dimiliki
tetap terjaga dengan baik, dalam QS. 2 al Baqarah ayat 267:
اسبتمكماطيباتمنأنفقواآمنواالذينأيهايا مواوالاألرضمنلكمأخرجناومم تيم
أنواعلموافيهتغمضوانأإالبآخذيهولستمتنفقونمنهالخبيث حميد غني الل
"Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari hasil
usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan dari bumi untuk
kamu. Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu kamu nafkahkan
daripadanya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan
memicingkan mata terhadapnya. Dan ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha
Terpuji".
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
18
• Dalam system hukum Islam, kedudukan kata sepakat terhadap suatu
kontrak sangat dijunjung tinggi, yang berarti prinsip pacta sunt servanda
(janji itu mengikat) sangat dihormati dalam hukum syara'. Sesuai dengan
firman Allah dalam AlQuran Surat 5 al Maidah ayat 1:
بالعقودأوفواآمنواالذينأيهايا"Hai orang orang yang beriman penuhilah akad akad itu"
• Tujuan akad adalah untuk melahirkan suatu akibat hukum. Lebih tegas
lagi tujuan akad adalah maksud bersama yang dituju dan yang hendak
diwujudkan oleh para pihak melalui perbuatan akad. Akibat hukum akad
dalam hukum Islam disebut “hukum akad” (hukm al-‘aqd).
• Tujuan akad tercapai tercermin pada terciptanya akibat hukum. Bila
maksud para pihak dalam akad jual beli adalah untuk melakukan
pemindahan milik atas suatu benda dari penjual kepada pembeli dengan
imbalan yang diberikan oleh pembeli, maka terjadinya pemindahan milik
tersebut merupakan akibat hukum akad jual beli.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
19
• Hukum akad dibedakan menjadi dua macam, yaitu:
1. hukum pokok akad (al-hukmul-ashli lil’aqd);
2. hukum tambahan akad ( al-hukmut-tabi’ lil-‘aqd).
• Hukum pokok akad adalah akibat hukum pokok yang timbul dari
penutupan akad.
• Sedangkan akibat hukum tambahan akad bisa disebut juga dengan
hak dan kewajiban yang timbul karena suatu akad.
• Akibat hukum tambahan akad ini dibedakan menjadi dua macam,
yaitu akibat hukum yang ditentukan oleh syariah dan akibat hukum
yang ditentukan oleh para pihak sendiri
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
20
Rukun Akad• Rukun adalah unsur-unsur yang membentuk sesuatu, sehingga
sesuatu itu terwujud karena adanya unsur-unsur tersebut yang
membentuknya. Dalam konsepsi hukum Islam, unsur-unsur yang
membentuk sesuatu itu disebut rukun. Akad terbentuk oleh unsur
atau rukun yang membentuknya.
• Menurut Fuqoha’ kontemporer, rukun akad itu ada empat:
1. Para pihak yang membuat akad (al-‘aqidan)
2. Pernyataan kehendak para pihak (shigatul-‘aqd)
3. Objek akad (mahallul-‘aqd)
4. Tujuan akad (maudhu’ul-‘aqd).
• Menurut hukum syara', kata sepakat untuk suatu kontrak disebut
ijab qabul yg merupakan salah satu rukun akad. Akad berasal dari
al aqd yg berarti perikatan, perjanjian dan pemufakatan (al ittifaq).
• Dalam hukum syara', pihak pelaku ijab disebut dengan “mujib”,
sedangkan pihak pelaku kabul disebut dengan istilah “qabil”.
• Jumhur Ulama, rukun akad adalah Ijab Qabul, para pihak dan objek
akad.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
21
Syarat Akad
Ulama Fiqh menetapkan: syarat umum akad dan syarat khusus.
Syarat-syarat umum akad:
1. Ijab qabul harus dilakukan oleh orang yang cakap bertindak, Yaitu orang
yg sehat akal, cukup umur (mumayyiz) dan tidak boros;
2. Ijab qabul harus tertuju kepada objek tertentu;
3. Ijab qabul dilakukan oleh kedua pihak dlm kontrak atau jika salah pihak
tdk hadir, dpt ditujukan kpd pihak ketiga yg menyampaikannya kpd
pihak yg tdk hadir, dan pihak yg tdk hadir menyatakan qabulnya;
4. Akad tidak dilarang oleh nas syara';
5. Memenuhi syarat-syarat khusus bagi akad tertentu;
6. Akad itu bermanfaat;
7. Ijab harus tetap shahih sampai saat dilakukan Kabul. Artinya tidak sah
akad jika sebelum kabul dilakukan telah terjadi pembatalan ijab, atau
pelaku ijab telah gila atau meninggal dunia;
8. Ijab kabul dilakukan dalam satu majelis (tatap muka atau kabul tunda).
Mazhab Syafi’i: Kabul hrs sgr diucapkan stlh akad & tdk boleh ditunda;
9. Tujuan akad hrs jelas & diakui oleh syara'. Misal, akad nikah bertujuan
menghalalkan hubungan suami istri, krn itu akad semu dilarang.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
22
Asas-Asas akad
• Asas berasal dari bahasa Arab asasun yang berarti dasar, basis dan
fondasi. Secara terminologi asas adalah dasar atau sesuatu yang
menjadi tumpuan berpikir atau berpendapat.[18]
• Istilah lain yang sama dengan kata asas adalah prinsip yaitu dasar atau
kebenaran yang menjadi pokok dasar berpikir, bertindak dan
sebagainya.
• Mohammad Daud Ali mengartikan asas bila dihubungkan dengan kata
hukum adalah kebenaran yang dipergunakan sebagai tumpuan berpikir
dan alasan pendapat terutama dalam penegakan dan pelaksanaan
hukum. Dari definisi tersebut bila dikaitkan dengan perjanjian dalam
hukum kontrak syariah adalah, kebenaran yang dipergunakan sebagai
tumpuan berpikir dan alasan pendapat tentang perjanjian terutama
dalam penegakan dan pelaksanaan hukum kontrak syari’ah.
• Dalam hukum kontrak syari’ah terdapat asas-asas perjanjian yang
melandasi penegakan dan pelaksanaannya. Asas-asas perjanjian
tersebut diklasifikasikan menjadi asas-asas perjanjian yang tidak
berakibat hukum dan sifatnya umum dan asas-asas perjanjian yang
berakibat hukum dan sifatnya khusus.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
23
14 Asas perjanjian tidak berakibat hukum, sifatnya umum
1. Asas Ilahiah atau Asas Tauhid• Tingkah laku manusia tidak akan luput dari ketentuan Allah swt.
Seperti yang disebutkan dalam QS. 57 al-Hadid ayat 4:
يلجمايعلمالعرشعلىاستوىثميام أستةفيواألرضالسماواتخلقالذيهو
ماأينكممعوهوفيهايعرجوماماءالسمنينزلومامنهايخرجومااألرضفي
كنتم بصير تعملونبماوالل
”Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa; Kemudian
Dia bersemayam di atas 'Arsy Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam
bumi dan apa yang keluar daripadanya dan apa yang turun dari langit dan
apa yang naik kepadanya. Dan Dia bersama kamu di mana saja kamu
berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”.
• Kegiatan mu’amalah termasuk perbuatan perjanjian, tidak pernah lepas
dari nilai ketauhidan. Manusia dalam hal itu bertanggung jawab kepada
masyarakat, pihak kedua, diri sendiri, dan kepada Allah swt. Akibat dari
penerapan asas ini, manusia tidak akan berbuat sekehendak hatinya
karena segala perbuatannya akan mendapat balasan dari Allah swt.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
24
2. Asas Kebolehan (Mabda' al-Ibahah)• Kaidah fiqhiyah:
تحريمهاعلىالدليليدلأنإالاإلباحةالمعامالتفىاألصل
"Pada dasarnya semua bentuk muamalah boleh dilakukan kecuali ada dalil
yang mengharamkannya".
Kaidah fiqih tersebut bersumber pada dua hadits :
• Hadits riwayat al Bazzar dan Thabrani :
“Apa-apa yang dihalalkan Allah adalah halal, dan apa-apa yang diharamkan
Allah adalah haram, dan apa-apa yang didiamkan adalah dimaafkan. Maka
terimalah dari Allah pemaaf-Nya. Sungguh Allah itu tidak melupakan
sesuatupun”.[22]
• Hadits riwayat Daruquthni, dihasankan oleh an-Nawawi:
Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban, maka jangan kamu
sia-siakan dia dan Allah telah memberikan beberapa batas, maka janganlah
kamu langgar dia, dan Allah telah mengharamkan sesuatu maka janganlah
kamu pertengkarkan dia, dan Allah telah mendiamkan beberapa hal, maka
janganlah kamu perbincangkan dia.[23]
Kedua hadits di atas menunjukkan bahwa segala sesuatu mubah
dilakukan sampai ada dalil yg melarangnya. Islam memberi kesempatan luas
kepada yg berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam transaksi
baru sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan masyarakat.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
25
3. Asas Keadilan (al-‘adalah)• AlQuran Surat 57 Al-Hadid ayat 25:
وأنزلنابالقسطاسالنليقوموالميزانالكتابمعهماوأنزلنبالبيناترسلناأرسلنالقد
يعلمولللناسومنافعشديد بأس فيهالحديد إنبالغيبهورسلينصرهمنالل قوي اللعزيز
”Sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan membawa
bukti-bukti yang nyata dan telah Kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan
Neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan”.
• Al Quran Surat 7 Al A’raf ayat 29:
كماالدينلهمخلصينوادعوهمسجد كلدعنوجوهكموأقيموابالقسطربيأمرقل
تعودونبدأكم“Tuhanku menyuruh supaya berlaku adil”.
• Dalam asas ini para pihak yang melakukan kontrak dituntut untuk berlaku
benar dalam mengungkapkan kehendak dan keadaan, memenuhi
perjanjian yang telah mereka buat, dan memenuhi semua kewajibannya.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
26
4. Asas Persamaan atau Kesetaraan
• Hubungan mu’amalah dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia.
Seringkali terjadi bahwa seseorang memiliki kelebihan dari yang lainnya.
Oleh karena itu sesama manusia masing-masing memiliki kelebihan dan
kekurangan. Maka antara manusia yang satu dengan yang lain, hendaknya
saling melengkapi atas kekurangan yang lain dari kelebihan yang dimilikinya.
• Dalam melakukan kontrak para pihak menentukan hak dan kewajiban
masing-masing didasarkan pada asas persamaan dan kesetaraan. Tidak
diperbolehkan terdapat kedholiman yang dilakukan dalam kontrak tersebut.
Sehingga dilarang membeda-bedakan manusia karenaperbedaan warna
kulit, agama, adat dan ras. Dalam QS. 49 Al Hujurat ayat 13 disebutkan:
أكرمك مإنف والتعاروقب ائلش ع وب اجعلن اك مووأ نثىذكر منخلقن اك مإن االن اس أيهاي اخبير عليم اللإنأتق اك ماللعند
”Hai manusia sesungguhnya kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan
seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-
suku supaya kamu saling mengenal”
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
27
5. Asas Kejujuran dan Kebenaran (ash-shiddiq)
• Jika kejujuran ini tidak diterapkan dalam kontrak, maka akan merusak
legalitas kontrak dan menimbulkan perselisihan diantara para pihak.
Dalam Al Quran Surat 33 Al Ahzab ayat 70:
اتقواآمنواالذينأيهايا ديد اسقوالوقولواالل
”Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan
katakanlah perkataan yang benar”.
• Suatu perjanjian dapat dikatakan benar apabila memiliki manfaat bagi para
pihak yang melakukan perjanjian dan bagi masyarakat dan lingkungannya.
Sedangkan perjanjian yang mendatangkan mudharat dilarang.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
28
6. Asas Tertulis (al-Kitabah)Suatu perjanjian hendaknya tertulis agar dapat dijadikan alat bukti di
kemudian hari terjadi persengketaan. QS. 2 Al Baqarah ayat 282 – 283:
ىأجل إلىبدين تداينتمإذاآمنواالذينأيهايا يكتبأنكاتب يأبوالدلبالعكاتب بينكموليكتبفاكتبوهمسم
علمهكما ليتقوالحقعليهالذيوليمللفليكتبالل االحقعليهالذيكانإنفشيئ امنهيبخسوالربهالل أوسفيه
فرجل رجلينيكونالمفإنرجالكممنشهيدينواستشهدواعدلبالوليهفليمللهويملأنيستطيعالأوضعيف ا
نوامرأتان والدعواماإذاالشهداءيأبوالاألخرىإحداهماتذكرفإحداهماتضلأنالشهداءمنترضونمم
اتكتبوهأنتسأموا اأوصغير عندسطأقذلكمأجلهإلىكبير تكونأنإالترتابواالأوأدنىللشهادةوأقومالل
وإنشهيد والكاتب اريضوالتبايعتمإذاوأشهدواتكتبوهاالأجناح عليكمفليسبينكمتديرونهاحاضرة تجارة
واتقوابكمفسوق فإنهتفعلوا ويعلمكمالل الل عليم شيء بكلوالل"Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu`amalah tidak secara tunai untuk waktu yang
ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan hendaklah seorang penulis di antara kamu menuliskannya
dengan benar. Dan janganlah penulis enggan menuliskannya sebagaimana Allah telah mengajarkannya, maka
hendaklah ia menulis, dan hendaklah orang yang berutang itu mengimlakan (apa yang akan ditulis itu), dan
hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi sedikit pun daripada utangnya. Jika
yang berutang itu orang yang lemah akalnya atau lemah (keadaannya) atau dia sendiri tidak mampu mengimlakan,
maka hendaklah walinya mengimlakan dengan jujur. Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi dari orang-orang
lelaki di antaramu). Jika tak ada dua orang lelaki, maka (boleh) seorang lelaki dan dua orang perempuan dari saksi-
saksi yang kamu ridai, supaya jika seorang lupa maka seorang lagi mengingatkannya. Janganlah saksi-saksi itu
enggan (memberi keterangan) apabila mereka dipanggil; dan janganlah kamu jemu menulis utang itu, baik kecil
maupun besar sampai batas waktu membayarnya. Yang demikian itu, lebih adil di sisi Allah dan lebih dapat
menguatkan persaksian dan lebih dekat kepada tidak (menimbulkan) keraguanmu, (Tulislah muamalahmu itu),
kecuali jika muamalah itu perdagangan tunai yang kamu jalankan di antara kamu, maka tak ada dosa bagi kamu,
(jika) kamu tidak menulisnya. Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli; dan janganlah penulis dan saksi saling
sulit-menyulitkan. Jika kamu lakukan (yang demikian), maka sesungguhnya hal itu adalah suatu kefasikan pada
dirimu. Dan bertakwalah kepada Allah; Allah mengajarmu; dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.“
]
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
29
• QS. 2 Al Baqarah ayat 283:
اببعضكمأمنفإنمقبوضة ان فرهكاتب اتجدواولمسفر علىكنتموإن الذيفليؤدعض
وليتقأمانتهاؤتمن قلبهم آثفإنهيكتمهاومنالشهادةمواتكتوالربهالل تعملونبماوالل
عليم
"Jika kamu dalam perjalanan (dan bermuamalah tidak secara tunai) sedang
kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang
tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian
kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu
menunaikan amanatnya (utangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah
Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. Dan
barang siapa yang menyembunyikannya, maka sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan".
• Dari kedua ayat tersebut dapat dipahami bahwa Allah SWT menganjurkan
kepada manusia agar suatu perjanjian dilakukan secara tertulis, dihadiri para
saksi dan diberikan tanggung jawab individu yang melakukan perjanjian dan
yang menjadi saksi tersebut. Selain itu dianjurkan pula jika suatu perjanjian
dilaksanakan tidak secara tunai maka dapat dipegang suatu benda sebagai
jaminannya.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
30
7. Asas Iktikad Baik (Asas Kepercayaan)
• Pasal 1338 ayat (3) KUHPerdata yaitu: ”Perjanjian harus dilaksanakan
dengan iktikad baik”. Asas ini mengandung pengertian bahwa para pihak
dalam suatu perjanjian harus melaksanakan substansi kontrak atau
prestasi berdasarkan kepercayaan atau keyakinan yang teguh serta
kemauan baik dari para pihak agar tercapai tujuan perjanjian.
8. Asas Kemaslahatan dan Kemanfaatan
• Semua bentuk perjanjian harus mendatangkan kemanfaatan dan
kemaslahatan bagi para pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian dan
bagi masyarakat sekitar meskipun tidak terdapat ketentuannya dalam al
Qur’an dan Al Hadits.
• Asas kemanfaatan dan kemaslahatan ini sangat relevan dengan tujuan
hukum Islam secara universal.
• filosof Islam al-Ghazali (wafat 505H/1111M) dan asy-Syatibi (wafat
790H/1388M) merumuskan tujuan hukum Islam berdasarkan Qur’an
Hadits sebagai mewujudkan kemaslahatan untuk memenuhi dan
melindungi 5 kepentingan pokok manusia yaitu melindungi: Religiusitas;
Jiwa-raga; Akal-pikiran; Martabat diri dan keluarga; dan Harta kekayaan.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
31
asas perjanjian yang berakibat hukum dan bersifat khusus9. Asas Konsensualisme/Kerelaan (Mabda’ ar-Ridlo’iyyah)
Dalam Al Quran Surat 4 An-Nisa ayat 29:
عنتجارة تكونأنإاللبالباطبينكمأموالكمتأكلواالآمنواالذينأيهايا إنأنفسكمتقتلواالومنكمتراض
ابكمكانالل رحيم
”Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta
sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang
berlaku dengan suka sama suka di antara kamu”.
• Transaksi harus berdasar suka sama suka / kerelaan dari para pihak,
dilarang ada tekanan, paksaan, penipuan, dan mis-statement. Jika hal
ini tidak dipenuhi maka transaksi tsb dilakukan dengan cara yg batil.
• Asas ini juga bersumber dari hadits riwayat Ibn Hibban & Baihaqi:
.تراضنعالبيعإنما:قالوسلمألهوعليههللاصلىهللارسولأنعنههللارضيالخدرىسعيدأبىعن
(حبانابنصحصهوماجهوابنالبيهقيرواه)
"Dari Abi Sa'id Al Khudlori bahwa Rasulullah s.a.w. bersabda:"
Sesungguhnya jual beli itu harus dilakukan suka sama suka."
• Pasal 1320 ayat (1) KUHPerdata: syarat sah perjanjian hrs ada
kesepakatan para pihak. Asas konsensualisme menyatakan bahwa
perjanjian umumnya tidak diadakan secara formal, tetapi cukup dengan
kesepakatan kedua belah pihak, yang merupakan persesuaian antara
kehendak dan pernyataan yg dibuat oleh para pihak.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
32
10. Asas Kebebasan Berkontrak (Mabda’ Hurriyah at-ta’aqud)
• Islam memberikan kebebasan kepada para pihak untuk melakukan
suatu perikatan. Bentuk perikatan tsb ditentukan oleh para pihak. Bila
telah disepakati bentuk dan isinya, maka perikatan tsb mengikat para
pihak & harus dilaksanakan hak dan kewajibannya.
• Hal ini tidak absolute. Sepanjang tidak bertentangan dengan syari’ah,
maka perikatan tersebut wajib dilaksanakan.
• Menurut Faturrahman Djamil:“Syariah memberikan kebebasan kepada
setiap orang yang melakukan akad sesuai yang diinginkannya, tetapi
yang menentukan syarat sahnya adalah ajaran agama".[30]
• Dalam Al Quran Surat 5 Al-Maidah ayat 1 disebutkan:
بالعقودأوفواآمنواالذينأيهايا“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah perjanjian-perjanjian itu”
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
33
11. Asas Perjanjian Itu Mengikat
• Asas ini berasal dari hadits Nabi Muhammad saw riwayat At
Turmudzi:
مينالمسلو,حراماأحلأوحالالحرمصلحاإالالمسلمينبينجائزالصلح
عمروعنالترمذىرواه)حراماأحلأوحالالحرمشرطاإالشروطهمعلى
(عوفبن
“Perdamaian dapat dilakukan di antara kaum muslimin, kecuali
perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang
haram; dan kaum muslimin terikat dengan syarat-syarat mereka kecuali
syarat yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram”
(HR. Tirmidzi dari ‘Amr bin ‘Auf).
• Dari hadits di atas dapat dipahami bahwa setiap orang yang
melakukan perjanjian terikat kepada isi perjanjian yang telah
disepakati bersama pihak lain dalam perjanjian. Sehingga seluruh isi
perjanjian adalah sebagai peraturan yang wajib dilakukan oleh para
pihak yang mengikatkan diri dalam perjanjian.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
34
12. Asas Keseimbangan
• Meskipun secara faktual jarang terjadi keseimbangan antara para
pihak dalam bertransaksi, namun hukum perjanjian Islam tetap
menekankan perlu keseimbangan tersebut, baik keseimbangan
antara apa yang diberikan dan apa yang diterima maupun
keseimbangan dalam memikul risiko.
• Asas keseimbangan dalam transaksi tercermin pada dibatalkan
suatu akad yang mengalami ketidakseimbangan prestasi yang
mencolok.
• Asas keseimbangan dalam memikul risiko tercermin dalam
larangan terhadap transaksi riba, dalam konsep riba hanya
debitur yang memikul segala risiko atas kerugian usaha,
sementara kreditor bebas sama sekali dan harus mendapat
prosentase tertentu sekalipun pada saat dananya mengalami
kembalian negative.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
35
13. Asas Kepastian Hukum (Asas Pacta Sunt Servanda)
Asas kepastian hukum ini disebut secara umum dalam kalimat terakhir Al
Quran Surat 17 Bani Israil / Al Isro' ayat 15:
وزروازرة زرتوالعليهايضلفإنماضلومنلنفسهيهتديفإنمااهتدىمن
الرسونبعثحتىمعذبينكناوماأخرى"Barang siapa yang berbuat sesuai dengan hidayah (Allah), maka
sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan
barang siapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian)
dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang
lain, dan Kami tidak akan mengadzab sebelum Kami mengutus seorang
rasul".
Al Quran Surat 5 al-Maidah ayat 95:
يدتقتلواالآمنواالذينأيهايا د امتمنكمقتلهومنحرم تموأنالص مامثلفجزاء عم
أومساكينطعامكفارة أوالكعبةبالغدي اهمنكمعدل ذوابهيحكمالنعممنقتل
اذلكعدل عفاأمرهوبالليذوقصيام االل تقمفينعادومنسلفعم منهالل واللانتقام ذوعزيز
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
36
"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang
buruan, ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu
membunuhnya dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan
binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut
putusan dua orang yang adil di antara kamu, sebagai had-ya yang di bawa
sampai ke Kakbah, atau (dendanya) membayar kafarat dengan memberi
makan orang-orang miskin, atau berpuasa seimbang dengan makanan yang
dikeluarkan itu, supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya.
Allah telah memaafkan apa yang telah lalu. Dan barang siapa yang kembali
mengerjakannya, niscaya Allah akan menyiksanya. Allah Maha Kuasa lagi
mempunyai (kekuasaan untuk) menyiksa".
• Dari ayat ini dapat dipahami bahwa Allah swt. mengampuni apa yang
terjadi di masa lalu. Dari kedua ayat di atas, dapat disimpulkan bahwa
asas kepastian hukum merupakan tidak ada satu perbuatanpun dapat di
hukum kecuali atas kekuatan ketentuan peraturan perundang-undangan
yang ada dan berlaku untuk perbuatan tersebut.
• Asas kepastian hukum ini terkait dengan akibat perjanjian. Dalam hal ini
hakim atau pihak ketiga harus menghormati substansi kontrak yg dibuat
oleh para pihak, seperti sebuah undang-undang, mereka tidak boleh
intervensi terhadap substansi kontrak yg dibuat para pihak.
• Asas Pacta Sunt Servanda termuat dlm Pasal 1338 ayat (1) KUH
Perdata:”Perjanjian yg dibuat secara sah berlaku sebagai undang-
undang”.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
37
14. Asas Kepribadian (Personalitas)• Asas kepribadian merupakan asas yang menentukan bahwa seseorang
yang akan melakukan dan atau membuat kontrak hanya untuk
kepentingan perseorangan. Hal ini dapat dipahami dari Pasal 1315 dan
Pasal 1340 KUHPerdata. Pasal 1315 KUH Perdata menjelaskan: ”Pada
umumnya seseorang tidak dapat mengadakan perikatan atau perjanjian
selain untuk dirinya sendiri”.
• Pasal 1340 KUHPerdata disebutkan: ”Perjanjian hanya berlaku antara
para pihak yang membuatnya”.
• Namun ada pengecualian seperti diintrodusir dalam Pasal 1317 KUH
Perdata: ”Dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak
ketiga, bila suatu perjanjian yang dibuat untuk diri sendiri atau suatu
pemberian kepada orang lain mengandung suatu syarat semacam itu”.
• Pasal ini mengkonstruksikan: seseorang dapat mengadakan perjanjian
untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu syarat yang ditentukan.
• Pasal 1318 KUHPerdata tidak hanya mengatur perjanjian untuk diri
sendiri tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya dan untuk orang-
orang yang memperoleh hak darinya.
• Asas kepribadian dalam perjanjian dikecualikan bila perjanjian tersebut
dilakukan seseorang untuk orang lain yang memberikan kuasa bertindak
hukum untuk dirinya atau orang tersebut berwenang atasnya.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
38
Empat Prinsip Hukum Kontrak Syariah dalam Praktek Keuangan Moderen
1. Sifat Tak Mengikat Dari Sebagian Besar Kontrak Dasar
Tidak mengikat (ja’iz) versus mengikat
• Semua usulan kontrak bisa jaiz yang berarti tidak mengikat atau dapat
dibatalkan sewaktu waktu, ataupun lazim yang berarti mengikat atau
tidak dapat dibatalkan. Sebuah kontrak jaiz bisa pada salah satu pihak
ataupun kedua belah pihak.
• Kontrak yang jaiz bagi kedua belah pihak meliputi persekutuan (semua
bentuk), perwakilan, deposit, pinjaman (‘ariyah), dan hadiah. Kontrak
lainnya yang jaiz bagi kedua belah pihak sampai penyerahan (barang)
meliputi hibah, pinjaman qardl, dan gadai.
• Kontrak lainnya dapat diakhiri oleh salah satu pihak seperti gadai oleh
penerima gadai (setelah penyerahan), atau jaminan oleh orang yang
berhutang. Kontrak lazim meliputi jual beli, sewa, perdamaian,
pemindahan hutang dan pembatalan.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
39
2. Skema ganda untuk menentukan resiko kerugian
Resiko kerugian (dloman) versus Kepercayaan
• Hukum Syariah menetapkan hubungan yang menyangkut tanggung
jawab atas kehilangan atau kerusakan objek tertentu yang terdapat
dalam kontrak dengan pihak pihak yang terlibat dalam kontrak tersebut.
• Hukum Syariah hanya mempertimbangkan dua kemungkinan hubungan
seperti itu, yaitu pihak yang memegang obyek tersebut dapat sebagai
orang yang terpercaya atau wakil (amin), atau sebagai penjamin
(dlomin).
• Orang yang terpercaya tidak bertanggung jawab sama sekali atas cacat
pada objek, kecuali kalau melanggar kepercayaan. Sebaliknya dlomin
atau penjamin menanggung resiko kehilangan yang sama dengan
pemilik.
• Jika objek musnah karena takdir Allah atau force majeure (kejadian di
luar kemauan dan kemampuan manusia).[37]
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
40
3. Larangan Jual Beli Hutang Dengan Hutang
• Prinsip ketiga yaitu mengenai larangan jual beli hutang dengan hutang,
tentang jual beli hutang dengan hutang ini, berpengaruh ketika
kewajiban (baik untuk melakukan tindakan tertentu atau membayar
uang atau harta lainnya) dapat ditanggguhkan, dan ketika kewajiban
tersebut dijual, dibeli, atau dipindahtangankan.
• Ada banyak batasan yang diterapkan pada jual beli ini, yang
disimpulkan dari dalil yang melarang jual beli “al kally bil kally”, secara
harfiah berarti tukar menukar dua hal yang keduanya ditangguhkan,
atau tukar menukar nilai imbangan yang ditangguhkan (nasi’ah)
dengan nilai imbangan yang ditangguhkan lainnya.
• Aturan pertama melarang tukar menukar jika kontrak menetapkan
syarat penangguhan, bukan hanya penyerahan kepemilikan tetapi juga
pembayaran atau penyerahan riil kedua nilai imbangan, misalnya
gandum yang dihutang dengan uang yang dihutang.
• Aturan kedua melarang menukar harta abstrak dengan harta abstrak.
Aturan ini berlaku bahkan jika salah satu atau kedua dayn dibayarkan
dengan kontan. Dengan demikian aturan ini melarang jual beli dayn
baik yang dibayar kontan atau dihutang.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
41
4. Sifat Perjanjian Yang Tidak Mengikat
Janji Wa’ad Menurut Hukum Syariah
• Hukum klasik menyatakan bahwa semata mata janji tidaklah mengikat.
Kewajiban justru berasal dari pengiriman yang telah lalu ataupun
perusakan harta, yang secara otomatis menghasilkan kewajiban timbal
balik, baik langsung maupun ditangguhkan atau dari sumpah.
• Ketika janji semata mata janji bukan sumpah dihadapan Allah dan bukan
pula janji timbal balik atas barang, maka hukum klasik melihatnya sebagai
tidak memiliki signifikasi hukum, yang tidak diperkuat secara memadai
dengan proses hukum.
• Pada perbankan dan keuangan modern, banyak hal bergantung pada janji.
Banyak transaksi mengikat kedua belah pihak hanya pada waktu yang
akan datang, dan praktis setiap transaksi sepenuhnya dapat dimulai dalam
bentuk yang dapat mengikat melalui janji.
• Banyak bunga uang yang sebagian atau seluruhnya semata mata berupa
janji. Sedangkan menurut hukum Islam, hampir semua kontrak menjadi
mengikat hanya setelah salah satu pihak telah memenuhi janjinya, yang
berarti bahwa landasan untuk melaksanakan kontrak atau mengganti
kerusakan tidak hanya bersandar pada konsep janji tetapi juga bersandar
pada landasan kuat berupa peningkatan kekayaan dan kepercayaan yang
tidak adil.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
42
Persamaan Antara Perjanjian Eropa Kontinental dan Akad
• Secara umum terlihat banyak kesamaan tentang hukum perjanjian
antara kedua sistem hukum tersebut (seperti pada uraian diatas).
• Keduanya mengatur tentang unsur perjanjian, syarat perjanjian,
kebebasan membuat perjanjian dan berakhirnya perjanjian. Walau
berbeda rinciannya yg disebabkan filosofi hukum, istilah yang
digunakan, sumber hukum dan proses pencarian kedua hukum tsb.
Perbedaan Antara Perjanjian Eropa Kontinental dan Akad
Perbedaan relevan & signifikan ttg perjanjian antara kedua sistem hukum:
• Perjanjian menurut hukum Islam sah bila tidak bertentangan dengan
syariat sedangkan menurut hukum Eropa Kontinental perjanjian sah bila
tidak bertentangan dengan UU.
• Subjek perjanjian menurut hukum Islam adalah mukallaf yang ahli (baik
lelaki atau perempuan) dan tidak dalam pengampuan sedangkan dalam
hukum Eropa Kontinental selain dewasa dan tidak dalam pengampuan,
wanita yg menjadi istri tak berhak mengikatkan diri tanpa izin suami
(pasal ini tidak berlaku di RI dg SEMA No.1/1963).
• Islam tegas menyatakan perjanjian tidak boleh mengandung riba, ghoror
dan maisir. Dalam hukum Eropa Kontinental ini tidak diatur dg. rinci.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
43
Analisis Perjanjian Eropa Kontinental dan Akad
• Secara umum hukum perjanjian dalam kedua sistem hukum tersebut
banyak kesamaan. Keduanya mengatur unsur perjanjian, syarat
perjanjian, kebebasan membuat perjanjian dan berakhirnya perjanjian.
Walau berbeda dalam rincian yg disebabkan filosofi hukum, istilah yang
digunakan, sumber hukum dan proses pencarian kedua hukum tsb.
• Hukum Islam berdasar al-Qur’an dan al-Hadits sedangkan hukum Eropa
Kontinental bersumber dari Statue Law (hukum tertulis) yg sangat
dipengaruhi pandangan hidup manusia pembuatnya yg sangat subjektif.
• Walau ciri khas hukum Eropa Kontinental produk hukumnya terkodifikasi
dalam suatu hukum tertulis (UU) tapi khusus untuk perjanjian UU hanya
sebagai pelengkap dari perjanjian, atau berlaku adagium Lex specialis
derogate lex generalis dimana lex spesialis adalah isi perjanjian tersebut
dan lex generalis UU.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
44
• Berlaku pula asas pacta sunt servanda, bahwa perjanjian berlaku
laksana UU bagi mereka yang membuat. Hal ini serupa dengan sifat
kebebasan menentukan syarat dalam akad pada hukum Islam, bahwa
setiap orang yang melakukan akad bebas untuk mengemukakan dan
menentukan syarat, selama syarat itu tidak bertentangan dengan
kehendak syara’ dan tidak bertentangan pula dengan hakikat akad,
pihak yang berakad bebas mengemukakan persyaratan dalam suatu
akad selama syarat-syarat itu bermanfaat bagi kedua belah pihak.
• Kemaslahatan yang ingin dicapai hukum Eropa Kontinental adalah
melindungi kesusilaan dan kepentingan umum sedang hukum Islam
juga berusaha mewujudkan hal tersebut yang dikenal dalam
Maqashidul Syariah (melindungi agama, jiwa, akal, kehormatam dan
harta), karena aspek melindungi agama ini menurut hemat penulis
hukum Islam berbeda dengan hukum lainnya termasuk juga dalam
hukum perjanjian, makanya dalam perikatan Islam tidak boleh
mengandung riba, maisir dan ghoror yang dilarang dalam syariat.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
45
• H.S. Salim, Hukum Kontrak (Teori dan Teknik Penyusunan
Kontrak). Jakarta, Sinar Grafika, 2006.
• Miru, Ahmadi, Hukum Kontrak &Perancangan Kontrak. Jakarta, Raja
Grafindo Persada, 2007.
• Musbikin, Imam, Qawa’id Al-Fiqhiyah. cet. 1, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2001.
• Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, "Praktek Akad Dalam
Produk & Jasa Perbankan Syariah", OJK, Jakarta, 2014.
• Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, " Kebijakan
Pengembangan Industri Jasa Keuangan Syariah MHES PTA UnMuh
Sby 1 Nov 2014", OJK, Jakarta, 2014.
• Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, " Kewenangan
Pengadilan Agama dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah",
OJK, Jakarta, 2014.
• Setiawan Budi Utomo, Dr., Slide Presentasi, "Pengenalan Otoritas
Jasa Keuangan untuk Hakim Pengadilan Agama edited", OJK,
Jakarta, 2014.
• Subekti, Hukum Perjanjian. Jakarta, Intemasa, 2001.
• Sula, Syakir, Muhammad, Asuransi Syari’ah (Life and General):
Konsep dan Sistem Operasional. Cet. 1, Jakarta, Gema Insani Press,
2004.
• Vogel, E. Frank, Hukum Keuangan Islam (Konsep, Teori, dan
Praktik), Bandung, Nusamedia, 2007
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
46
PENUTUP
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa:
• hukum konvensional tidak jauh berbeda dengan hukum Islam.
Terlihat dari prinsip dan asas-asas antara keduanya tidak terlalu
memiliki perbedaan yang menonjol.
• Baik hukum Eropa Kontinental maupun akad dalam Islam kedua-
duanya mementingkan kemaslahatan.
• Hanya saja dalam hukum kontinental tidak bersandar pada al-
Qur’an dan Sunnah, tetapi bersandar pada pemikiran seseorang.
• Akan tetapi tujuannya tetap sama, yaitu guna menjalin hubungan
yang baik antara kedua belah pihak yang melakukan perjanjian.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
47
DAFTAR PUSTAKA
• Ali, Daud, Mohammad, Asas-asas Hukum Islam. Jakarta, CV. Rajawali,
1990.
• Ali, Daud, Mohammad, Hukum Islam: Pengantar Ilmu Hukum dan Tata
Hukum Syariah di Indonesia. cetakan ke-8, Jakarta, Raja Grafindo
Persada, 2000.
• al-Shiddieqiyy, Hasbi, Pengantar Fiqh Mu’amalah. Jakarta, Bulan Bintang,
1974.
• Anwar, Syamsul, Hukum Perjanjian Syariah (Studi tentang Teori Akad
dalam Fikih Muamalat). Jakarta, PT. RajaGrafindo Persada, 2007.
• Anwar, Syamsul, Makalah Kontrak dalam Islam. 2006.
• Asyhadie, Zaeni, Hukum Bisnis (Prinsip Pelaksanaannya di Indonesia).
Jakarta, Raja Grafindo Persada, 2008.
• Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi
ke-3, Jakarta. Balai Pustaka, 2002.
• Dewi, Gemala, dkk, Hukum Perikatan Islam di Indonesia. cetakan ke-2
Jakarta, Kencana Prenada Media Group, 2006.
• Djamil, Faturrahman, “Hukum Perjanjian Syari’ah”. cet. 1, Bandung, Citra
Aditya Bakti, 2001.
• Fuady, Munir, HUKUM KONTRAK (Dari Sudut Pandang Hukum Bisnis),
• Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalat. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
48
2 6 / 0 1 / 1 4 3 6
49