pokok pemikiran adian husaini

16
A. Biografi Adian Husaini Secara singkat biografi Adian Husaini adalah seperti terlampir dalam bukunya yang berjudul “Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra”. Beliau lahir di Bojonegoro, 17 Desember 1965. Beliau pernah belajar di Madrasah Diniyah Nurul Ilmi Padangan Bojonegoro (1971- 1977), pernah nyantri di pondok pesantren Ar-Rasyid Kendal Bojonegoro (1981-1984), di pondok pesantren Ulil Albab Bogor (1988-1989), serta di LIPIA Jakarta (1988). 1 Adian Husaini lahir dari keluarga santri yang kuat aktivitas agamanya, sehingga sejak kecil beliau telah mendapatkan pendidikan agama dengan pola pendidikan pesantren seperti terlihat dalam rentetan lembaga-lembaga pendidikan yang dilaluinya. Sekitar kelas empat sekolah dasar beliau telah mendapat asupan pelajaran tentang akidah, fikih, serta hadits dan bahasa Arab. Pada usia demikian juga beliau telah “bergaul” dengan kitab-kitab kuning seperti Kutubul Mu’tabaroh, Sulamu At-Taufiq, Safinatun Najah, Aqidatul Awam. Pendidikan agama beliau ditempuh di langgar Al-Muhsin Desa Kuncen Padangan Bojonegoro dan beberapa pesantren selanjutnya, sedangkan pendidikan formal beliau tempuh di SD Banjarjo 1, SMPN 1 Padangan Bojonegoro, SMAN 1 Bojonegoro. Kecintaan akan agama beliau telah terpupuk sejak kecil karena selain terlahir dari keluarga santri, beliau juga banyak membaca artikel Buya Hamka, majalah Panji Mas, dan majalah Muslimun sejak ia masih duduk di bangku SMP. Hal ini juga yang akhirnya membentuk kecerdasan beliau yang dapat dikatakan sangat mumpuni. 1 Adian Husaini, Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Merubah Citra, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal: 2. 1

Upload: muhammad-adib

Post on 27-Jan-2016

28 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

muslim studies

TRANSCRIPT

Page 1: Pokok Pemikiran Adian Husaini

A. Biografi Adian Husaini

Secara singkat biografi Adian Husaini adalah seperti terlampir dalam bukunya yang

berjudul “Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Mengubah Citra”. Beliau lahir di Bojonegoro,

17 Desember 1965. Beliau pernah belajar di Madrasah Diniyah Nurul Ilmi Padangan Bojonegoro

(1971-1977), pernah nyantri di pondok pesantren Ar-Rasyid Kendal Bojonegoro (1981-1984), di

pondok pesantren Ulil Albab Bogor (1988-1989), serta di LIPIA Jakarta (1988).1

Adian Husaini lahir dari keluarga santri yang kuat aktivitas agamanya, sehingga sejak

kecil beliau telah mendapatkan pendidikan agama dengan pola pendidikan pesantren seperti

terlihat dalam rentetan lembaga-lembaga pendidikan yang dilaluinya. Sekitar kelas empat

sekolah dasar beliau telah mendapat asupan pelajaran tentang akidah, fikih, serta hadits dan

bahasa Arab. Pada usia demikian juga beliau telah “bergaul” dengan kitab-kitab kuning seperti

Kutubul Mu’tabaroh, Sulamu At-Taufiq, Safinatun Najah, Aqidatul Awam. Pendidikan agama

beliau ditempuh di langgar Al-Muhsin Desa Kuncen Padangan Bojonegoro dan beberapa

pesantren selanjutnya, sedangkan pendidikan formal beliau tempuh di SD Banjarjo 1, SMPN 1

Padangan Bojonegoro, SMAN 1 Bojonegoro. Kecintaan akan agama beliau telah terpupuk sejak

kecil karena selain terlahir dari keluarga santri, beliau juga banyak membaca artikel Buya

Hamka, majalah Panji Mas, dan majalah Muslimun sejak ia masih duduk di bangku SMP. Hal ini

juga yang akhirnya membentuk kecerdasan beliau yang dapat dikatakan sangat mumpuni.

Setelah menamatkan pendidikan di SMA, Adian Husaini meneruskan perjalanan

pendidikannya ke Fakultas Kedokteran Hewan IPB. Pada masa kuliah di IPB ini kegiatan

keagamaannya tidak pernah surut, bahkan semakin intens dalam mengkaji diskusi-diskusi

keagamaan. Beliau mulai berkenalan dengan beberapa aktivis mahasiswa Islam yang mampu

memompa semangatnya dalam mempelajari Islam. Setelah menamatkan kuliah strata satu di

Institiup Pertanian Bogor, beliau melanjutkan kuliah di Universitas Jayabaya jurusan Hubungan

Internasional, dan sempat belajar di LIPIA Jakarta. Beilau kemudian melanjutkan S3 di bidang

Pemikirang dan Peradaban Islam di International Institute of Islamic Thought and Civilization-

International Islamic University Malaysia (ISTAC UHM), dan ketika pada kurun inilah Adian

Husaini memperoleh kematangan intelektual di bawah asuhan Wan Daud.

1 Adian Husaini, Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Merubah Citra, (Jakarta: Gema Insani, 2002), hal: 2.

1

Page 2: Pokok Pemikiran Adian Husaini

Pada awalnya, Adian Husaini hendak melanjutkan studi di Amerika, namun dilarang oleh

seorang tokoh INSIST (Institute for the Study of Islamic Thought & Civilizations) yang bernama

Hamid Fahmi Zarkasyi, yang ketika itu sedang menyelesaikan kuliah S-3 di ISTAC. Hamid

Fahmi mengatakan kepada Adian Husaini bahwa kampus ISTAC adalah kampus yang luar biasa,

dan kemudian membawa Adian Husaini kepada Prof. Wan Muhammad Nur.

Adian Husaini merasa kagum dengan arsitektur kampus ISTAC dan yang lebih lagi

adalah kekagumannya kepada mata kuliah yang memadukan antara Al-Qur’an dan Hadits, serta

sekaligus mendapatkan kewajiban mengambil mata kuliah filsafat Barat, sejarah peradaban

Barat, Sains Barat, sampai pada mata kuliah bahasa Yunani dan Latin. Adian Husaini sendiri

merupakan seorang tutor Bahasa Latin. Selain itu, Adian Husaini merasa tertarik kuliah di

ISTAC karena pernah dijanjikan beasiswa oleh Prof. Wan Muhammad sebanyak Rp. 2,5 juta

walaupun tidak terrealisir karena terjadi pergantian pimpinan. Untuk menutup biaya kehidupan

di Malaysia, beliau berhutang kepada “Dompet Dhu’afa Republika” sebanyak sepuluh juta

rupiah, selain itu beliau mendapat bantuan biaya pendidikan dari “Gema Insani Pers”, sebuah

toko buku yang menerbitkan sebagian besar karya Adian Husaini, maupun beasiswa dari Radio

Dakta.

Adapun kegiatan ilmiah beliau adalah seperti menjadi wartawan di majalah Media

Dakwah, beliau juga pernah menjadi wartawan di harian Warta Buana (1990-1993), harian

Republika (1993-1997), Redaktur Pelaksana di tabloid ABADI dan tabloid ekonomi Daulat

Rakyat, dosen di Universitas Ibnu Khaldun Bogor, penceramah di Pengajian Umum Ahad Pagi

di Pesantren Husnayain Pekayon Jakarta Timur, sekarang aktif di KISDI (Komite Indonesia

untuk Solidaritas Dunia Islam), anggota Komisi Kerukunan antar-Umat Beragama MUI Pusat,

pernah menjadi pengajar di Pondok Pesantren Darut Taqwa Cibinong, serta berbagai kegiatan

ilmiah lainnya semisal diskusi dan ceramah ilmiah.

B. Pokok Pemikiran Adian Husaini

Sebagai salah satu dari insider yang mumpuni pemahamannya dalam kajian agama,

Adian Husaini berdiri dan mengemuka dengan bekal pemikiran yang tentunya urgen untuk

diperhitungkan dalam perbincangan publik, khususnya dalam ranah diskusi keagamaan. Secara

garis besar pemikiran Adian Husaini mengerucut menjadi tiga bentuk yaitu sebagai berikut:

2

Page 3: Pokok Pemikiran Adian Husaini

1. Pluralisme- Liberalisme

Adian Husaini juga fokus membahas pluralisme-sekularisme agama-liberalisme. Beliau

menilai bahwa liberalisme dan pluralisme adalah alat yang digunakan barat untuk merusak

agama dan peradaban Islam, serta menghapus trauma barat terhadap supremasi peradaban Islam

yang sempat mereka saksikan dahulu. Ada kecurigaan bahwa barat sengaja menciptakan konsep-

konsep semacam liberalisme dan pluralisme untuk meruntuhkan moralitas Islam dalam tubuh

umat Islam. Dalam bukunya yang berjudul “Islam Liberal” dijelaskan tentang persepsi salah

serta penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan barat dalam bingkai leberalisme dan

pluralisme. Kemudian pemikiran beliau akan liberalisme ini pun kembali dibahas dalam bukunya

yang berjudul “Wajah Peradaban Barat: Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekuler-Liberal”,

bahwa di balik liberalisme dan sekularisme terdapat kepentingan barat untuk menguasai

peradaban.

Islam liberal merupakan fenomena  mutakhir gerakan  kontemporer pemikiran Islam

yang di Indonesia  banyak dimotori oleh kalangan muda Islam yang banyak menimbulkan

tanggapan kontroversial  dari kalangan umat Islam itu sendiri. Sebenarnya ada beberapa  gerakan

Islam liberal di Indonesia pasca revormasi. Namun yang paling terkenal  dan menentang arus

pemikiran  di Indonesia adalah gerakan pemikiran yang dimotori oleh kelompok Jaringan Islam

Liberal ( JIL ) yang digerakan  oleh tokoh tokoh muda  seperti Ulil Absar Abdalla dan kawan

kawannya.

Beragam tanggapan dan respon yang muncul mengenai pemikiran liberal khususnya di

Indonesia. Ada kelompok yang tidak begitu antusia dalam menanggapinya, ada pula sebagian

kelompok yang sangat serius menanggapinya karena dianggap menentang akidah islam bahkan

ada kelompok  radikal yang menghalalkan darah Ulil Abshar Abdalla dan kawan kawannya yang

tergabung dalam Jaringan Islam Liberal ( JIL ).

Adian Husaini merupakan salah satu sosok penentang keberadaan JIL di Indonesia. Dia

begitu aktif dan kontra ketika berhadapan dengan paham-paham baru yang dirasa dapat merusak

citra agama islam. Berbagai upaya dilakukannya untuk memerangi paham-paham baru tersebut

dengan menyuguhkan argumentasi-argumentasi yang tidak dapat dipandang sebelah mata.

3

Page 4: Pokok Pemikiran Adian Husaini

Menurutnya, sebenarnya sikap pro kontra  terhadap gerakan islam liberal terutama

Jaringan Islam Liberal (JIL)  dapat dipetakan menjadi dua yaitu : dalam bentuk fisik dan

intelektual. Dalam bentuk intelektual dapat dilihat dari terbitnya berbagai buku  baik yang

menghujat maupun menanggapinya secara positif.  Beberapa penulis yang menentang JIL yang

dibukukan antara lain Adian Husaini, Adnin Armas, Yudhi R. Haryono, Hartono Ahmad Jaiz

dan Fauzan Al Anshari. Sementara  ada juga yang mencoba berfikir obyektif, ilmiah, menjadikan

JIL sebagai fokus bahasan untuk menyusun skripsi, tesis maupun disertasi. Ada juga yang secara

aktif menantang gagasan gagasan JIL dengan menerbitkan bulletin setiap jum’at seperti yang

dilakukan Hizbut Tahrir Indonesia ( HTI ).2 JIL dianggapnya sebagai paham yang sangat liberal,

yang dapat dengan mudah merusak keislaman seseorang, apalagi yang tidak terlalu memahami

kajian keislaman dengan baik. Oleh karena itu, dia menjadi salah satu sosok yang menentang

keberadaan JIL.

2. Wacana Tafsir

Sesuai dengan latar belakang pendidikannya yang berkonsentrasi pada kajian Tafsir dan

Hadits ketika beliau kuliah, maka wacana yang ada dalam pemikiran beliau pun tidak akan lari

jauh dari kontek Tafsir. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam sebagian besar karya beliau adalah

kajian tentang Tafsir. Dan dalam kajian ini, bagian yang paling disinggung oleh Adian Husaini

adalah tentang penggunaan hermeneutika sebagai salah satu instrumen dalam memahami dan

mengkaji tafsir al-Qur’an. sebut saja dalam karyanya yang berjudul “Hermeneutika dan Tafsir

Al-Qur’an”, beliau mempertanyakan tentang keabsahan dan kelayakan hermeneutika sebgai

metode ilmu tafsir serta akibat dari penggunaan hermenneutika tersebut dalam pemikiran umat

muslim secara keseluruhan. Menurut Adian Husaini, Hermeneutika adalah produk barat yang

akan digunakan untuk menghancurkan keyakinan dan pemikiran umat Islam.

Euforia penerapan hermeneutika dalam penafsiran Al-Quran yang gencar disuarakan oleh

kalangan akademisi muslim, cukup menjadi bukti nyata kesuksesan Barat-Kristen dalam

menghegemoni dunia Islam. Barat kini bukan hanya menghegemoni dunia Islam dalam aspek

politik, ekonomi, militer, sosial dan budaya. Globalisasi atau westernisasi bukan hanya

2 Adian Husaini, Pluralisme Agama : Haran Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial, (Jakarta, Pustaka Al Kausar, 2004), hal. 6.

4

Page 5: Pokok Pemikiran Adian Husaini

berlangsung dalam aspek 3F (Food, Fun, Fashion), seperti disebutkan John Naisbitt, tetapi juga

1T (Tought).3

Fenomena merebaknya hermeneutika di kalangan akademisi Islam juga tidak terlepas

dari hegemoni pemikiran Barat dalam studi Islam. Hermeneutika kini, di berbagai perguruan

tinggi Islam, bagaikan ‘wabah’ yang menjangkiti sarjana muslim. Banyak yang terjangkit, tetapi

merasa bangga, karena menemukan sesuatu yang baru. Karena merasa ‘mainan baru’ ini akan

membawa kemaslahatan umat, maka ‘barang lama’ berupa tradisi Islam dikecam dan mau

dicampakkan begitu saja.4 Bagi mereka, hermeneutika dapat memperkaya dan dijadikan

alternatif pengganti metode tafsir tradisional yang dituduh ahistoris (mengabaikan konteks

sejarah) dan uncritical (tidak kritis). Kalangan ini tidak menyadari bahwa hermeneutika

sesungguhnya sarat dengan asumsi-asumsi dan implikasi teologis, filosofis, epistemologis dan

metodologis yang timbul dalam konteks keberagamaan dan pengalaman sejarah Yahudi dan

Kristen.5

Sebagai hal baru yang masuk dalam tradisi keilmuan Islam, hermeneutika seyogyanya

dikaji secara cermat, sebelum memutuskan, metodologi interpretasi Bibel ini dapat diaplikasikan

untuk menggantikan metode tafsir Al-Quran. Jika ditelaah, ternyata hermeneutika memang

berasal dari tradisi Kristen/Yahudi yang kemudian diadopsi oleh para teolog dan filosof Barat

modern menjadi metode interpretasi teks secara umum. Hermeneutika berkembang dalam tradisi

Kristen dan intelektual Barat, karena memang berangkat dari teks Bibel dan doktrin teologis

Kristen yang mengandung banyak sekali masalah di mata para cendekiawannya sendiri.6 Dan,

kini hermeneutika hendak diterapkan untuk menafsirkan Al-Quran.

Di awal abad ke-20, hermeneutika menjadi sangat filosofis. Interpretasi merupakan

interaksi keberadaan kita dengan wahana Sang Wujud (Sein) yang memanifestasikan dirinya

melalui bahasa, ungkap Heidegger. Yang tak terelakkan dalam interaksi tersebut adalah

terjadinya ‘hermeneutic circle’, semacam lingkaran setan atau proses tak berujung-pangkal

3 Adian Husaini, Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal, (Gema Insani Press, Jakarta, 2005), hal. 288.

4 Ibid., hal. 289.5 Adian Husaini, Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com.6 Ibid., hal. 289-290.

5

Page 6: Pokok Pemikiran Adian Husaini

antara teks, praduga-praduga, interpretasi, dan peninjauan kembali (revisi). Demikian pula

rumusan Gadamer, yang membayangkan interaksi pembaca dengan teks sebagai sebuah dialog

atau dialektika soal-jawab, di mana cakrawala kedua belah pihak melebur jadi satu

(Horizontverschmelzung), hingga terjadi kesepakatan dan kesepahaman. Interaksi tersebut tidak

boleh berhenti, tegas Gadamer. Setiap jawaban adalah relatif dan tentatif kebenarannya,

senantiasa boleh dikritik dan ditolak. Habermas pergi lebih jauh. Baginya, hermeneutika

bertujuan membongkar motif-motif tersembunyi (hidden interests) yang melatarbelakangi

lahirnya sebuah teks. Sebagai kritik ideologi, hermeneutika harus bisa mengungkapkan pelbagai

manipulasi, dominasi, dan propaganda di balik bahasa sebuah teks, segala yang mungkin telah

mendistorsi pesan atau makna secara sistematis.7

Hermeneutika tidaklah layak disinonimkan dengan tafsir Al-Quran, yang memiliki

konsep yang jelas, berurat serta berakar di dalam Islam. Hermeneutika dibangun atas paham

relativisme. Hermeneutika menggiring kepada gagasan bahwa segala penafsiran Al-Quran itu

relatif, padahal fakta empiris menunjukkan para mufasir yang terkemuka sepanjang masa tetap

memiliki kesepakatan-kesepakatan. Jika hermeneutika tetap digunakan sebagai sebuah sinonim

terhadap tafsir, akan mengimplikasikan bahwa berbagai problematika yang ada di dalam

hermeneutika, juga terjadi di dalam Al-Quran, padahal tidak seperti itu.

Setidaknya ada tiga persoalan serius apabila hermeneutika diterapkan untuk menafsirkan

Al-Quran. Pertama, memunculkan sikap kritis yang terkadang berlebihan dan curiga terhadap

Al-Quran. Kedua, teks Al-Quran akan dipandang sebagai produk budaya yang dipengaruhi oleh

kondisi sosio-historis Arab dan diabaikan dari hal-hal yang sifatnya transenden (ilahiyyah).

Ketiga, memunculkan relativisme tafsir, sehingga kebenaran tafsir itu menjadi sangat relatif,

yang pada gilirannya menjadi repot untuk diterapkan.8 Berbagai persoalan itu akan benar-benar

muncul, apabila hermeneutika dijadikan metode untuk memahami Al-Quran. Karena,

hermeneutika yang berasal dari tradisi Yunani, kemudian berkembang sebagai metodologi

penafsiran Bibel, yang kemudian dikembangkan oleh para teolog dan filosof di Barat sebagai

metode penafsiran secara umum dalam ilmu-ilmu sosial dan humaniora dan sekarang banyak

7 Ibid.8 Adian Husaini, Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi, (Gema Insani Press,

Jakarta, Cet. I, 2006), hal. 153-155.6

Page 7: Pokok Pemikiran Adian Husaini

dikampayekan oleh kaum liberalis, ia jelas tidak bebas-nilai. Ia mengandung sejumlah asumsi

dan konsekuensi.9Hermeneutika menghendaki pelakunya untuk menganut relativisme

epistemologis. Tidak ada tafsir yang mutlak benar, semuanya relatif. Yang benar menurut

seseorang, boleh jadi salah menurut orang lain. Kebenaran terikat dan bergantung pada konteks

(zaman dan tempat) tertentu. Selain mengaburkan dan menolak kebenaran, paham ini juga akan

melahirkan mufasir-mufasir palsu dan pemikir-pemikir yang tidak terkendali (liar).10

Adian Husaini menyebutkan ada tiga dampak negatif hermeneutika jika diterapkan

sebagai metodologi memahami Al-Quran. Dampak negatif tersebut akan merusak cara pandang,

pemikiran, pemahaman dan bahkan perilaku umat.

Pertama, memunculkan relativisme tafsir. Paham relativisme tafsir ini sangat berbahaya,

sebab: (1) Menghilangkan keyakinan akan kebenaran dan finalitas Islam, sehingga selalu

berusaha memandang kerelativan kebenaran Islam. (2) Menghancurkan bangunan ilmu

pengetahuan Islam yang lahir dari Al-Quran dan Sunnah Rasul yang sudah teruji selama ratusan

tahun. Padahal, metode hermeneutika Al-Quran hingga kini masih merupakan upaya coba-coba

beberapa ilmuwan kontemporer yang belum membuahkan pemikiran Islam yang utuh dan

komprehensif. Akibatnya, para pendukung hermeneutika tidak akan mampu membuat satu tafsir

Al-Quran yang utuh. Mereka hanya berkutat pada masalah dekonstruksi sejumlah konsep/hukum

Islam yang sudah dipandang baku dalam Islam. (3) Menempatkan Islam sebagai agama sejarah

yang selalu berubah mengikuti zaman. Bagi mereka tidak ada yang tetap dalam Islam. Hukum-

hukum Islam yang sudah dinyatakan final dan tetap (tsawabit) akan senantiasa bisa diubah dan

disesuaikan dengan perkembangan zaman. Saat ini, sejalan dengan arus liberalisasi Islam, sudah

banyak yang berani menghalalkan hukum-hukum yang sudah pasti, seperti haramnya muslimah

menikah dengan laki-laki non muslim, dan haramnya perkawinan homoseksual.11

Kedua, hermeneutika menyuburkan sikap curiga dan mencerca ulama Islam. Para

pendukung metode ini juga tidak segan-segan memberikan tuduhan yang membabi buta terhadap

9 Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran, hal. 8.10 Adian Husaini, Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com.11 Adian Husaini dan Abdurrahman Al-Baghdadi, Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran (pdf), hal. 20.

7

Page 8: Pokok Pemikiran Adian Husaini

para ulama Islam yang terkemuka, seperti Imam Syafi’i, yang berjasa merumuskan metodologi

keilmuan Islam, yang tidak dikehendaki oleh para pendukung hermeneutika.12

Ketiga, hermeneutika memunculkan dekonstruksi konsep wahyu. Sebagian pendukung

hermeneutika memasuki wilayah yang sangat rawan dengan mempersoalkan dan menggugat

otentisitas Al-Quran sebagai kitab yang lafzhan wa ma’nan minallah (lafazh dan maknanya dari

Allah). Dan, hal ini sangat berbahaya sekali, karena bersentuhan langsung dengan masalah

akidah Islam.13

3. Barat vs Islam

Secara tidak langsung Adian Husaini telah ikut serta menempatkan diri dalam pergulatan

Barat vs Islam yang telah diciptakan oleh beberapa tokoh sebelumnya. Beliau berpendapat

bahwa telah terjadi gap yang berakhir pada permusuhan antar Islam dan barat. Barat begitu

gencar melakukan perlawanan terhadap Islam dengan hard-fighting dan soft-fighting. Kemudian

beliau juga mengenalkan konsep ghazwul fikri atau perang pemikiran yang telah ditabuhkan

sejak lama. Barat terus menciptakan “senjata-senjata” semacam hermeneutika, pluralisme, dan

liberalisme untuk merontokkan hegemoni peradaban Islam.

Oleh karena itu, faith protecting merupakan pemikiran yang paling utama dari seorang

Adian Husaini. Aktivitas dan gerakan-gerakan ilmiah dan keagamaannya, serta jenis kajian

lainnya adalah beertujuan untuk melakukan pemeliharaan akidah umat Islam dari pengaruh

liberalisme, sekularisme, pluralisme, hermeneutika, serta produk-produk barat lainnya yang

diasumsikan dapat mengancam keyakinan umat Islam. Tema inti dari karya-karya serta diskusi

beliau adalah penyadaran umat Islam terhadap ancaman dan teror barat yang diyakini senantiasa

“mengintai” umat Islam. Atau dapat dikatakan bahwa orientasi dari setiap buah pemikiran beliau

adalah upaya penjagaan akidah umat Islam.

C. Pendekatan Pemikiran

Berdasarkan analisa penulis, bahwa ada beberapa macam bentuk pendekatan Adian

Husaini dalam mengekspresikan pemikirannya, yaitu seperti berikut ini:

12 Ibid., hal. 28.13 Ibid., hal. 28-29.

8

Page 9: Pokok Pemikiran Adian Husaini

a. Pendekatan Teologis

Adian Husaini mencoba membangunkan kesadaran teologis umat Islam bahwa keyakian

yang dipercayai oleh umat Islam tersebut sedang berada dalam ancaman pemikiran barat yang

notabene bertolak belakang dan bermusuhan dengan keyakianan umat Islam.

b. Pendekatan Tafsir Normatif

Menurut beliau, salah satu medan atau wilayah yang menjadi target utama barat dalam

mengikis keyakinan dan peradaban Islam adalah wilayah tafsir ayat-ayat al-Qur’an dan Hadits.

Karena dari hasil penafsiran itulah lahir bentuk-bentuk keputusan dan sikap umat Islam dalam

kehidupan dan peradabannya. Menurut Adian Husaini, penafsiran al-Qur’an dan Hadits tersebut

haruslah sesuai dengan asas normativitas tanpa campur tangan hermeneutika.

c. Pendekatan Jurnalistik Kontrainformasi

Dengan kapabilitasnya dalam bidang jurnalistik yang mumpuni, Adian Husaini mencoba

menampik informasi-informasi dari barat dengan mengemukakan premis-premis yang bersifat

kontra dengan informasi dari barat. Yang dimaksud dengan informasi di sini adalah pemikiran-

pemikiran yang terbungkus dalam berbagai macam model kemasan. Banyak tulisan-tulisan dari

Adian Husaini yang bersifat kontrainformasi dalam menanggapi pemikiran-pemikiran barat.

d. Pendekatan History (Romantisme Sejarah)

Adian Husaini yakin bahwa barat memiliki trauma terhadap peradaban Islam yang dulu

sempat menguasai dunia. Hal ini merupakan salah satu motivasi barat untuk menghancurkan

peradaban Islam. Maka Adian Husaini mencoba membangkitakan romantisme sejarah tentang

kemegahan dan kemenangan peradaban Islam dahulu atas peradaban barat.

                                   

D. Metode Pemikiran

Adapun metode yang beliau tempuh dalam aplikasi pendekatan dan pemikirannya adalah

sebagai berikut:

a. Metode Doktriner (Media Dakwah)

Dalam setiap karya dan diskusi yang beliau berikan sejatinya memuat nilai-nilai ajakan

dan dakwah kepada al-Qur’an dan Hadits.

b. Metode Analisa Teks (Text Analyzing)

9

Page 10: Pokok Pemikiran Adian Husaini

Di samping meyakini otoritas teks Al-Qur’an dan Hadits tanpa harus ada campur tangan

penafsiran sumber-sumber baru, beliau juga menyampaikan ide-idenya dengan mengedepankan

nilai teks, dibuktikan dengan karya-karya beliau dalam membahas berbagai permasalahan.

c. Metode Deskripsi Kritis

Beliau mendeskripsikan beberapa isu yang menjadi perbincangan, kemudian dihadapkan kepada

argumen yang beliau ajukan sebagai pembantahnya. Contohnya adalah deskripsi beliau tentang

sejarah peradaban dan pemikiran barat sebelum beliau kritisi pemikiran dan peradaban barat

tersebut dengan argumen-argumennya.14

14 http://www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html10

Page 11: Pokok Pemikiran Adian Husaini

DAFTAR PUSTAKA

Husaini, Adian. 2002. Penyesatan Opini: Sebuah Rekayasa Merubah Citra. (Jakarta: Gema Insani).

Husaini, Adian. 2004. Pluralisme Agama : Haran Fatwa MUI yang Tegas dan Tidak Kontroversial. (Jakarta:

Pustaka Al Kausar).

Husaini, Adian. 2005. Wajah Peradaban Barat Dari Hegemoni Kristen ke Dominasi Sekular-Liberal. (Gema

Insani Press: Jakarta).

Husaini, Adian. Hermeneutika dan Infiltrasi Kristen, dikutip dari http://www.hidayatullah.com

Husaini, Adian. 2006. Hegemoni Kristen-Barat dalam Studi Islam di Perguruan Tinggi. (Gema Insani Press:

Jakarta, Cet. I)

Husaini, Adian.dkk. Hermeneutika dan Tafsir Al-Quran. (pdf)

www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html

http://www.wisnoealfarisy.com/2012/03/biografi-adian-husaini.html

11