perkawinanan dan pembentukan keluarga sakinah

24
PERKAWINAN DAN PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH A. Perkawinan Pengertian Pengertian Secara Bahasa Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya dua perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan.Sebagaimana firman Allah ‘azza wa jalla (yang artinya): Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh) ” (Q.S At-Takwir : 7) dan firman-Nya tentang nikmat bagi kaum mukminin di surga, yang artinya mereka disatukan dengan bidadari : Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik lagi bermata jeli (Q.SAth-Thuur : 20) Karena perkawinan menunjukkan makna bergandengan, maka disebut juga “Al¬-Aqd, yakni bergandengan (bersatu)nya antara laki- laki dengan perempuan, yang selanjutnya diistilahkan dengan “zawaaja?. Pengertian Secara Syar’i Adapun secara syar’i perkawinan itu ialah ikatan yang menjadikan halalnya bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan, dan tidak berlaku, dengan adanya ikatan tersebut, larangan-larangan syari’at. Lafadz yang semakna dengan “AzZuwaaj” adalah “An-Nikaah“; sebab nikah itu artinya saling bersatu dan saling masuk. Ada perbedaan pendapat di antara para ulama tentang maksud dari lafadz An-Nikaahyang sebenarnya. Apakah berarti “perkawinan” atau “jima’”.

Upload: agoes-goenawan

Post on 21-Jun-2015

913 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

TRANSCRIPT

Page 1: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

PERKAWINAN DAN PEMBENTUKAN KELUARGA SAKINAH

A. Perkawinan

Pengertian

Pengertian Secara Bahasa

Az-zawaaj adalah kata dalam bahasa arab yang menunjukan arti: bersatunya dua

perkara, atau bersatunya ruh dan badan untuk kebangkitan.Sebagaimana firman

Allah ‘azza wa jalla (yang artinya):

“Dan apabila ruh-ruh dipertemukan (dengan tubuh)” (Q.S At-Takwir : 7)

dan firman-Nya tentang nikmat bagi kaum mukminin di surga, yang artinya mereka

disatukan dengan bidadari :

“Kami kawinkan mereka dengan bidadari-bidadari yang cantik lagi bermata

jeli (Q.SAth-Thuur : 20)

Karena perkawinan menunjukkan makna bergandengan, maka disebut juga “Al¬-

Aqd, yakni bergandengan (bersatu)nya antara laki-laki dengan perempuan, yang

selanjutnya diistilahkan dengan “zawaaja?.

Pengertian Secara Syar’i

Adapun secara syar’i perkawinan itu ialah ikatan yang menjadikan halalnya

bersenang-senang antara laki-laki dengan perempuan, dan tidak berlaku, dengan

adanya ikatan tersebut, larangan-larangan syari’at.

Lafadz yang semakna dengan “AzZuwaaj” adalah “An-Nikaah“; sebab nikah itu

artinya saling bersatu dan saling masuk. Ada perbedaan pendapat di antara para

ulama tentang maksud dari lafadz “An-Nikaah” yang sebenarnya. Apakah berarti

“perkawinan” atau “jima’”.

Selanjutnya, ikatan pernikahan merupakan ikatan yang paling utama karena

berkaitan dengan dzat manusia dan mengikat antara dua jiwa dengan ikatan cinta

dan kasih sayang, dan karena ikatan tersebut merupakan sebab adanya keturunan

dan terpeliharanya kemaluan dari perbuatan keji.

Menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 pengertian pernikahan adalah ikatan

lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan

tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan

Ketuhanan Yang Maha Esa.

Page 2: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

 Dasar Hukum Agama Pernikahan / Perkawinan (Q.S. 24-An Nuur : 32)

"Dan kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu dan mereka yang

berpekerti baik. Termasuk hamba-hamba sahayamu yang perempuan."

Tujuan Pernikahan

Dan yang terpenting dari tujuan pernikahan ada dua, yaitu:

1. Mendapatkan keturunan atau anak

2. Menjaga diri dari yang haram

Maksud Pertama “Mendapatkan Keturunan atau Anak“

Dianjurkan dalam pernikahan tujuan pertamanya adalah untuk mendapatkan

keturunan yang shaleh, yang menyembah pada Allah dan mendo’akan pada

orangtuanya sepeninggalnya, dan menyebut-sebut kebaikannya di kalangan

manusia serta menjaga nama baiknya. 

Maksud Kedua : “Menjaga Diri dari yang Haram“

Tidak diragukan lagi bahwa yang terpenting dari tujuan nikah ialah memelihara dari

perbuatan zina dan semua perbuatan-perbuatan keji, serta tidak semata-mata

memenuhi syahwat saja. Memang bahwa memenuhi syahwat itu merupakan sebab

untuk bisa menjaga diri, akan tetapi tidaklah akan terwujud iffah (penjagaan) itu

kecuali dengan tujuan dan niat. Maka tidak benar memisahkan dua perkara yang

satu dengan lainnya, karena manusia bila mengarahkan semua keinginannya untuk

memenuhi syahwatnya dengan menyandarkan pada pemuasan nafsu atau jima’

yang berulang-ulang dan tidak ada niat memelihara diri dari zina, maka dimanakah

perbedaannya antara manusia dengan binatang ?

Oleh karena itu, maka harus ada bagi laki-laki dan perempuan tujuan mulia dari

perbuatan bersenang-senang yang mereka lakukan itu, yaitu tujuannya memenuhi

syahwat dengan cara yang halal agar hajat mereka terpenuhi, dapat memelihara diri,

dan berpaling dari yang haram.

Selain itu, juga bertujuan untuk:

1. Kelangsungan keturunan

2. Memenuhi hajat naluri untuk mendapatkan kasih sayang, ketenteraman

hidup.

3. Memenuhi perintah agama

4. Menimbulkan rasa tanggung jawab, hak dan kewajiban.

Page 3: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

5. Membangun keluarga bahagia, masyarakat muslim damai.

Hukum perkawinan

Hukum dasar dari nikah adalah sunat dan berlaku pada seseorangterutama laki-laki

yang sudah berkeinginan untuk jima’ serta telahmampu untuk menikah.Mampu disini

didefinisikan bahwa ia mampuuntuk memberi mahar yang layak, menafkahi istrinya

dengan makan,minumdan kebutuhan sehari-hari lain dengan cukup, membelikan

pakaian , memberi rumah sekemampuannya dan mampu secara fisikuntuk

melakukan jima’.

Dan sebagaimana hukum lainnya yang berlaku pada manusia maka hukum nikah

pun bisa berubah secara kondisional.Nikah hukumnya menjadi wajib apabila

seseorang bernadzar untuk menikah selain itu juga ia wajib untuk menikah bila

selain dua hal diatas ia juga sudah memiliki keinginan untuk menikah serta telah

memiliki calon yang cocok serta takut akan jatuh kepada perbuatan zina bila tidak

menikah.

Sementara bila seseorang memiliki hasrat untuk berjima’ dan memiliki keinginan

untuk menikah tapi tidak memiliki kemampuan maka ia lebih utama untuk tidak

menikah sepanjang ia mampu untuk menahan diri untuk tidak berzina.

Hukum nikah juga berubah menjadi makruh pada seseorang yang tidak memiliki

kemampuan untuk menikah dan tidak pula memiliki keinginan untuk menikah serta

tidak memiliki kecenderungan untuk jatuh ke perbuatan zina Walaupun secara fisik ,

psikis maupun usia ia telah dianggap pantas menikah.

Hukum nikah juga bisa jatuh menjadi haram apabila niat salah satu pihak atau pihak

ketiga yang menikahkan atau memaksa mereka untuk menikah cenderung pada

upaya untuk mencelakakan atau mendzolimi pasangannya.

Dasar nikah

Dasar pernikahan menurut Islam adalah satu isteri (monogami), lebih dari satu isteri

adalah alternatif dengan syarat berat sekali (kemampuan lahir batin: Surat An Nisa

4: 3).

Page 4: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Rukun nikah

a. Wali calon mempelai wanita

b. Calon mempelai laki-laki dan wanita

c. Dua orang saksi

d. Mahar

e. Akad nikah

f. Di satu tempat (satu ruangan)

Wali nikah

Dalam kitab Kifayatul Akhyar, sebuah kitab fiqih yang lazim digunakan di dalam

mazhab Syafi’i, disebutkan urutan wali nikah adalah sebagai berikut:

a)  Ayah

b)  Kakek dan seterusnya ke atas dari garis laki-laki

c)  Saudara laki-laki kandung

d)  Saudara laki-laki seayah

e)      Kemenakan laki-laki kandung

f)       Kemenakan laki-laki seayah

g)  Paman kandung

h)  Paman seayah

i)   Saudara sepupu laki-laki kandung

j)   Saudara sepupu laki-laki seayah

k)  Sultan/hakim

l)  Orang yang ditunjuk oleh mempelai wanita

Dari segi haknya:

Macam wali

a)  Wali Nasab

Wali nasab artinya anggota keluarga laki-laki dari calon mempelai perempuan

yang mempunyai hubungan darah patrilinial dengan calon mempelai

perempuan.

Wali nasab terbagi menjadi dua:

Page 5: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

1) Wali mujbir, yaitu wali nasab yang berhak memaksakan kehendaknya

untuk menikahkan calon mempelai perempuan tanpa meminta ijin kepada

wanita yang bersangkutan hak yang dimiliki oleh wali mujbir disebut

dengan hak ijbar. Wali yang memiliki hak ijbar ini menurut Imam Syafi’i

hanya ayah, kakek dan seterusnya ke atas. Para ulama berpendapat

bahwa wali mujbir dapat mempergunakan hak ijbar, apabila terpenuhi

syarat-syarat sebagai berikut:

(a)  Antara wali mujbir dengan calon mempelai tidak ada permusuhan.

(b) Laki-laki pilihan wali harus sekufu dengan wanita yang akan

dikawinkan.

(c) Di antara calon mempelai wanita dengan calon suami tidak ada

permusuhan

(d) Maharnya tidak kurang dari mahar mitsil.

(e) Laki-laki pilihan wali akan dapat memenuhi kewajibannya terhadap

isteri dan tidak ada kekhawatiran akan menyengsarakannya.

Catatan: Apabila syarat-syarat tersebut tidak terpenuhi, wanita dapat

meminta fasakh ke pengadilan.

2) Wali nasab biasa, yaitu wali nasab yang tidak mempunyai kewenangan

untuk memaksa menikahkan tanpa ijin/persetujuan dari wanita yang

bersangkutan. Dengan kata lain wali ini tidak mempunyai kewenangan

menggunakan hak ijbar.

 

b)  Wali Hakim.

Wali hakim adalah wali nikah yang ditunjuk oleh Menteri Agama atau pejabat

yang ditunjuk olehnya, yang diberi hak dan kewenangan untuk bertindak

sebagai wali nikah.

Wali hakim diatur dalam Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 2 Tahun

1987 tentang Wali Hakim. Wali Hakim dapat bertindak sebagai wali nikah

apabila:

(1) Wali nasab tidak ada: memang tidak ada (kemungkinan calon mempelai

wanita kehabisan wali dalam arti semua wali nasab yang yang memenuhi

syarat telah meninggal dunia, calon mempelai wanita tidak mempunyai

wali karena wali lain agama dan merupakan anak luar kawin.

Page 6: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

(2) Wali nasab tidak mungkin hadir : bepergian jauh, berhaji dan

melaksanakan umroh.

(3) Wali nasab tidak diketahui tempat tinggalnya;

(4) Wali nasab gaib (mafqud); diperkirakan masih hidup tetapi tidak diketahui

rimbanya.

(5) Wali nasab adlal atau enggan (setelah ada putusan Pengadilan Agama

tentang wali tersebut). Wali adlal adalah wali yang enggan menikahkan

wanita yang telah balig dan berakal dengan seorang laki-laki pilihannya.

Sedangkan masing-masing pihak menginginkan adanya pernikahan

tersebut. Dalam kaitan ini, ada sebuah hadits yang yang bunyinya :

Apabila datang kepadamu laki-laki yang kamu rasakan mantap karena

kekuatan agama dan akhlaknya. Nikahkanlah dia dengan anak

perempuanmu. Apabila kamu tidak menerimanya, akan terjadi bencana

dan kerusakan di muka bumi. Dengan demikian, baik Al-Qur’an maupun

hadits menjadikan ketaqwaan sebagai nilai utama dalam pemilihan jodoh.

Oleh karenanya dalam Pasal 61 KHI ditentukan bahwa Tidak sekufu tidak

dapat dijadikan alasan untuk mencegah perkawinan, kecuali tidak sekufu

karena perbedaan agama dan ikhtilaafu al dien.

Saksi nikah

1.  Arti penting Saksi

Perkawinan adalah bentuk perjanjian, dan saksi mempunyai arti penting yaitu

sebagai alat bukti apabila ada pihak ketiga yang meragukan perkawinan

tersebut. Juga mencegah pengingkaran oleh salah satu pihak.

 

2.  Syarat saksi.

Syarat sebagai saksi nikah adalah laki-laki, muslim, adil, balig, tidak terganggu

ingatan dan tidak tuna rungu.

 

3.  Saksi nikah minimal harus dua dan hadir serta menyaksikan secara langsung

akad nikah, menandatangani akta nikah pada waktu dan tempat akad nikah

dilangsungkan.

 

Page 7: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

AKAD NIKAH

 

1.   Akad nikah adalah rangkaian ijab yang diucapkan oleh wali dan kabul yang

diucapkan oleh mempelai pria dan wakilnya disaksikan oleh dua orang saksi.

2.   Ijab dan kabul antara wali dan calon mempelai pria harus jelas, beruntun dan

tidak berselang waktu.

3.   Akad nikah dapat dilaksanakan sendiri oleh wali nikah atau mewakilkan kepada

orang lain.

. Ucapan (sighat) nikah, atau ijab qabul nikah

Ijab atau perkataan dari wali: “Hai...1) Saya nikahkan kamu dengan anak saya

bernama....2) dengan maskawin ....3) kontan/hutang....4)”. Langsung dijawab

(qa-bul) oleh calon pengantin laki-laki: “Saya terima nikahnya....2) anak Bapak,

dengan maskawin....3) kontan/hutang….4)”.

Keterangan:

1. Sebut nama pengantin laki-laki

2. Sebut nama pengantin wanita

3. Sebut nama dan ukuran maskawainnya. Misal: “emas seberat 5 gram”

4. Sebut “kontan” apabila maskawinnya ada dan dibayar kontan, dan sebut

“hutang” apabila maskawinnya dihutang

4.   Yang berhak mengucapkan kabul ialah calon mempelai pria secara pribadi. Akan

tetapi, atas persetujuan mempelai wanita dan walinya, ucapan penerimaan kabul

dapat diwakilkan kepada pria lain dengan surat kuasa khusus.

5.   Contoh redaksi ijab kabul yang diwakilkan

Ijab:   Saya nikahkan puteri kandung saya bernama A kepada X bin Y yang telah

mewakilkan kabul nikahnya kepada C bin D dengan mas

kawin  sebesar/seberat dibayar tunai.

Kabul: Saya terima pernikahan puteri kandung Bapak bernama A dengan X bin Y

yang telah mewakilkan kabulnya kepada saya dengan mas kawin

sebesar/seberat  dibayar tunai.

Page 8: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Wanita yang haram dinikahi

Allah SWT menyebutkan perempuan-perempuan yang haram dinikai. Dengan

mencermati firman Allah tersebut, kita dapat menyimpulkan bahwa tahrim,

pengharaman’ ini terbagi dua:

 

Pertama: Tahrim Muabbad (pengharaman yang berlaku selama-lamanya), yaitu

seorang perempuan tidak boleh menjadi isteri seorang laki-laki di segenap waktu.

Kedua: Tahrim Muaqqat (pengharaman yang bersifat sementara), jika nanti keadaan

berubah, gugurlah tahrim itu dan ua menjadi halal.

Sebab-sebab tahrim muaqqad (pengharaman selamanya) ada tiga: pertama karena

nasab, kedua haram mushaharah (ikatan perkawinan) dan ketiga karena

penyusuan.

 

I. perempuan-perempuan yang haram dinikahi karena nasab adalah :

1. Ibu

2.  Anak perempuan

3. Saudara perempuan

4. Bibi dari pihak ayah (saudara perempuan ayah)

5. Bibi dari pihak ibu (saudara perempuan ibu)

6. Anak perempuan saudara laki-laki (keponakan)

7. Anak perempuan saudara perempuan).

 

II. perempuan-perempuan yang haram diwakin karena mushaharah adalah :

1.      Ibu istri (ibu mertua), dan tidak dipersyaratkan tahrim ini suami harus dukhul

”bercampur” lebih dahulu. Meskipun hanya sekedar akad nikah dengan

puterinya, maka sang ibu menjadi haram atau menantu tersebut.

2.      Anak perempuan dari isteri yang sudah didukhul (dikumpul), oleh karena itu,

manakala akad nikah dengan ibunya sudah dilangsungkan namun belum sempat

(mengumpulinya), maka anak perempuan termasuk halal bagi mantan suami

ibunya itu. Hal ini didasarkan pada firman Allah, ”Tetapi kalian belum bercampur

dengan isteri kalian itu (dan sudah kalian campur), maka tidak berdosa kalian

menikahinya.” (An-Nisaa:23).

Page 9: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

3.      Isteri anak (menantu perempuan), ia menjadi haram dikawini hanya sekedar

dilangsungkannya akad nikah.

4.      Isteri bapak (ibu tiri) diharamkan ats anak menikahi isteri bapak dengan sebab

hanya sekedar terjadinya akad nikah dengannya.

 

III.  perempuan-perempuan yang haram dikawini karena sepersusuan.

Allah SWT berfirman yang artinya, ”Ibu-ibu kalian yang pernah menyusui kalian;

saudara perempuan sepersusuan.” (an-Nisaa’:23).

Nabi saw. bersabda, ”Persusuan menjadikan haram sebagaimana yang menjadi

haram karena kelahiran.” (Muttafaqun ’alaih: Fathul Bari IX:139 no:5099, Muslim

II:1068 no:1444, Tirmidzi II:307 no:1157, ’Aunul Ma’bud VI:53 no:2041 dan Nasa’i

VI:99).

Oleh karena itu, ibu sepersusuan menempati kedudukan ibu kandung, dan semua

orang yang haram dikawini oleh anak laki-laki dari jalur ibu kandung, haram pula

dinikahi bapak sepersusuan, sehingga anak yang menyusui kepada orang lain

haram kawin dengan:

1.      Ibu susu (nenek)

2.      Ibu Ibu susu (nenek dari pihak Ibu susu)

3.      Ibu Bapak susu (kakek)

4.      saudara perempuan ibu susu (bibi dari pihak ibu susu)

5.      Saudara perempuan bapak susu

6.      cucu perempuan dari Ibu susu

7.      Saudara perempuan  sepersusuan

Kedua, Perempuan-Perempuan Yang Haram Dinikahi Untuk Sementara Waktu

1.      Mengumpulkan dua perempuan yang bersaudara

Allah SWT berfirman, ”Dan menghimpun (dalam pernikahan) dua perempuan

yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada mada lampau.” (An-Nisaa’:23).

2.      Mengumpulkan seorang isteri dengan bibinya dari pihak ayah ataupun dari

pihak ibunya.

Dari Abu Hurairah r.a. bahwa Nabi saw. bersabda, ”Tidak boleh dikumpulkan

(dalam pernikahan) antara isteri bibinya dari pihak ayah dan tidak (pula) dari

Page 10: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

ibunya.” (Muttafaqun ’alaih: II:160, Tirmidzi II:297 no:11359 Ibnu Majah I:621

no:1929 dengan lafadz yang sema’na dan Nasa’i VI:98).

3.      Isteri orang lain dan wanita yang menjalani masa iddah.

”Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-

budak yang kamu miliki.” (An-Nisaa’ :24).

Yaitu diharamkan bagi kalian mengawini wanita-wanita yang berstatus sebagai

isteri orang lain, terkecuali wanita yang menjadi tawanan perang. Maka ia halal

bagi orang yang menawannya setelah berakhir masa iddahnya meskipun ia

masih menjadi isteri orang lain. Hal ini mengacu pada hadits dari Abu Sa’id

bahwa Rasulullah saw. pernah mengutus pasukan negeri Authas. Lalu mereka

berjumla dengan musunya, lantar mereka memeranginya. Mereka berhasil

menaklukkan mereka dan menangkap sebagian di antara mereka sebagai

tawanan. Sebagian dari kalangan sahabat Rasulullah saw merasa keberatan

untuk mencampuri para tawanan wanita itu karena mereka berstatus isteri orang-

orang musyrik. Maka kemudian Allah SWT pada waktu itu menurunkan

ayat, ”Dan (diharamkan pula kamu mengawini) wanita-wanita bersuami kecuali

budak-budak yang kamu miliki. ’Yaitu mereka halal kamu campuri bila mereka

selesai menjalani masa iddahnya. (Shahih: Mukhtashar Muslim no:837, Muslim

II:1079 no:1456, Trimidzi IV: 301 no:5005, Nasa’i 54 VI:110 dan ’Aunul Ma’bud

VI:190 no:2141).

4.      Wanita yang dijatuhi talak tiga

Ia tidak halal bagi suaminya yang pertama sehingga ia kawin dengan orang lain

dengan perkawinan yang sah. Allah SWT berfirman, ”Kemudian jika si suami

mentalaqnya (ssudah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi

baginya hingga dia kawin dengan suami yang lain. Kemudian jika suami yang

lain itu menceraikannya, maka tidak ada dosa bagi keduanya (bekas suami

pertama dan isteri) untuk kawin kembali, jika keduanya berpendapat akan dapat

menjalankan hukum-hukum Allah. Itulah hukum-hukum Allah, diterangkan-Nya

kepada kaum yang (mau) mengetahui.” (Al-Baqarah :230).

5.      Kawin dengan wanita pezina

Tidak halal bagi seorang laki-laki menikahi wanita pezina, demikian juga tidak

halal bagi seorang perempuan kawian dengan seorang laki-laki pezina, terkecuali

masing-masing dari keduanya tampak jelas sudah melakukan taubat nashuha.

Allah menegaskan, ’Laki-laki yang berzina tidak boleh mengawini kecuali

Page 11: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

perempuan berzina atau perempuan musryik; dan perempuan yang berzina tidak

boleh dikawini melainkan oleh laki-laki berzina atau laki-laki yang musyrik, dan

yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mukmin.”(An-Nuur : 3).

Dari Amr bin Syu’aib, dari ayanya dari datuknya bahwa Martad bin Abi Martad al-

Ghanawi pernah membawa beberapa tawanan perang dari Mekkah dan di

Mekkah terdapat seorang pelacur yang bernama ’Anaq yang ia adalah teman

baginya. Ia (Martad) berkata, ”Saya datang menemui Nabi saw. lalu kutanyakan

kepadanya ”Ya Rasulullah bolehkah saya menikah dengan ’Anaq Mak Beliau

diam, lalu turunlah ayat, ”Dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan

oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik.” Kemudian Beliau memanggilku

kembali dan membacakan ayat itu kepadaku, lalu bersabda, ”Janganlah engkau

menikahinya.” (Hasanul Isnad: Shahih Nasa’i no:3027, ’Aunul Ma’bud VI:48 no:

2037, VI:66 dan Tirmidzi V:10 no:3227). 

Ta’lik thalak (janji setelah nikah)

Sighat taklik adalah suatu janji secara tertulis yang ditandatangani dan dibacakan

oleh suami setelah selesai prosesi akad nikah di depan penghulu, isteri, orang tua /

wali, saksi-saksi dan para hadirin yang menghadiri akad perkawinan tersebut. Sighat

Ta'lik ini diucapkan jika proses akad nikah telah selesai dan sah secara ketentuan

hukum dan Agama Islam.

Di bawah ini adalah janji serta ucapan yang diucapkan oleh Suami / Mempelai Pria :

Bismillahirrohmanirrohim

Wa Aufuu Bil-Ahdi Innal-Ahda Kaana Mas-Uulaa "Tepatilah janjimu, sesungguhnya

janji itu kelak akan dituntut"

Sighat Ta’lik Yang Dibacakan Sesudah Akad Nikah Sebagai Berikut :

Sesudah akad nikah, saya (Nama Mempelai Pria) bin (Nama Ayah Mempelai Pria)

saya berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya

sebagai seorang suami, dan akan saya pergauli istri saya bernama (Nama Mempelai

Wanita) binti (Nama Ayah Mempelai Wanita) dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf)

menurut syariat agama Islam.

Selanjutnya saya membaca sighat ta’lik atas isteri saya itu sebagai berikut :

Sewaktu-waktu saya :

1. Meninggalkan istri saya tersebut dua tahun berturut-turut.

Page 12: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

2. Atau saya tiada memberikan nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya.

3. Atau saya menyakiti badan/jasmani istri saya itu,

4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) istri saya itu enam bulan lamanya,

Perkawinan campuran

Pengertian Perkawinan campuran didefinisikan dalam Undang-undang No.1 Tahun

1974 tentang Perkawinan, pasal 57 : ”Yang dimaksud dengan perkawinan campuran

dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia

tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah

satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”

Pandangan Islam Tentang Perkawinan campuran

Perkawinan dua orang pemeluk agama yang berbeda: Islam melarang. Mengapa

dilarang:

(1) Dalam satu keluarga harus satu aqidah

(2) Tujuan perkawinan untuk menciptakan ketenangan, kasih sayang,

kesejahteraan; maka harus satu komando

Konflik keluarga

faktor penyebab yang paling memungkinkan terjadinya konflik antara suami dan istri.

1.) anak. Anak memang sering menjadi penyebab terjadinya konflik suami dan istri.

Sebagian besar menilai bahwa tingkah laku dan kenakalan anak memang

mendasari setiap kasus perselisihan mereka.

2.) keadaan ekonomi rumah tangga. Keadaan ekonomi rumah tangga dinilai

sebagai faktor yang menyebabkan terjadinya perselisihan antara suami istri.

Beberapa kasus terjadi justru karena ada perbedaan penghasilan antara suami dan

istri,terutama bila penghasilan istri lebih besar dibandingkan penghasilan suaminya.

Namun perselisihan lebih sering dipicu oleh kekurangan pendapatan yang mereka

peroleh.

3.) pihak keluarga lain. Pihak keluarga lain juga dinilai sebagai pemicu terjadinya

konflik antara suami dan istri. Mertua dan anggota keluarga lain sering menjadi

penyebab terjadinya perselisihan antara suami dan istri. Kemungkinan yang paling

Page 13: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

besar bisa terjadi terutama bila mereka hidup dalam satu atap (mertua dan keluiarga

utamanya).

4.) perbedaan keyakinan (agama). Perbedaan keyakinan juga terbukti sering

menjadi faktor penyebab terjadinya konflik antara suami dan istri. Perbedaan

keyakinan antara suami,istri atau anak-anak secara tidak langsung akan

menyebabkan perbedaan prinsip dalam kehidupan mereka. Walau ada beberapa

kasus rumah tangga yang pluralis menemukan kebahagiaannya sendiri,namun

tingkat kesulitan mereka untuk berjuang mempertahankan setiap konflik yang terjadi

jauh lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang hidup dalam satu keyakinan

yang sama.

5.) perselingkuhan. Perselingkuhan memang sering dianggap sebagai klimaks akibat

konflik yang terjadi,namun bagaimanapun juga perselingkuan adalah faktor

penyebab terjadinya konflik. Wanita atau pria lain yang masuk dalam ranah keluarga

menjadi maslah yang amat sulit bagi keluarga. Sebagian besar keluarga yang

menjalankan poligami merasa lebih nyaman daripada mereka saling

berselingkuh,dengan kata lain perselingkuhan bahkan juga menjadi faktor penyebab

konflik bagi keluarga yang menjalankan poligami.

. Pokok-pokok pembinaan rumah tangga

Prinsip hidup berkeluarga adalah Saling menyempurnakan, Saling menolong, Saling

mengasihi, Dan saling membesarkan hati untuk menanggung beban hidup.

 Islam memandang kehidupan berkeluarga dari tiga sisi:

Pertama, masa perintisan kehidupan rumah tangga.

Kedua, masa menjalani kehidupan rumah tangga.

Ketiga, masa berakhirnya kehidupan rumah tangga, andaikata ditakdirkan berakhir.

Kehidupan berumah tangga ini, dibangun berlandaskan beberapa kaidah.

Kaidah pertama, pembinaan yang integral dalam pembentukan rumah tangga dan

anjuran untuk melaksanakannya.

Kaidah kedua, mengatasi hambatan-hambatan.

Kaidah ketiga, pemilihan yang baik dan perhatian terhadap keseimbangan suami-

istri dalam keturunan dan agama.

Page 14: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Jika rumah tangga telah dibangun di atas landasan ini, akan terwujudlah tolong-

menolong sebagaimana yang telah ditetapkan oleh Islam.

FUNGSI KELUARGA

1. Fungsi biologis :

a. Meneruskan keturunan

b. Memelihara dan membesarkan anak

c. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga

d. Memelihara dan merawat anggota keluarga

2. Fungsi Psikologis :

a. Memberikan kasih sayang dan rasa aman

b. Memberikan perhatian di antara anggota keluarga

c. Membina pendewasaan kepribadian anggota keluarga

d. Memberikan identitas keluarga

3. Fungsi sosialisasi :

a. Membina sosialisasi pada anak

b. Membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan

anak

c. Meneruskan nilai-nilai budaya keluarga

4. Fungsi ekonomi :

a. Mencari sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga

b. Pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan

keluarga

c. Menabung untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan keluarga di masa yang akan

datang (pendidikan, jaminan hari tua)

5. Fungsi pendidikan :

a. Menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan

membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimilikinya

b. Mempersiapkan anak untuk kehidupan dewasa yang akan datang dalam

memenuhi peranannya sebagai orang dewasa

c. Mendidik anak sesuai dengan tingkat-tingkat perkembangannya.

Page 15: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Akibat perkawinan campuran

a. Kerenggangan antar keluarga suami/isteri

b. Keluarga berbeda agama akan terkucil dan sulit kembali ke keluarga besarnya

c. Kesulitan perkembangan anak

Kawin hamil

Kawin hamil adalah perkawinan antara wanita dengan pria yang

menghamilinya.Menurut Kompilasi Hukum Islam Bab VIII psl.53 wanita yang hamil

diluar nikah dapat dikawinkan dengan laik-laki yang menghamilinya tanpa terlebih

dahulu menunggu kelahiran anaknya. Keduanya tidak perlu melakukan nikah ulang

setelah anak yang dikandungnya lahir.

Mencari jodoh

Mencari calon isteri

Islam menganjurkan memiliki isteri yang sholihah, yaitu: mematuhi ketentuan

agama, jujur, bersikap luhur, memperhatikan hak suami dan memelihara anak

dengan baik.

Memilih wanita karena empat hal: kecantikannya, keturunannya, hartanya dan

agamanya. Pilihlah yang beragama, supaya selamat dirinya. Wanita sholihah adalah

wanita yang cantik, patuh, baik dan amanah. Perhatikan juga kufunya: umur,

kedudukan sosial, dan pendidikan.

Memilih calon suami

Syarat calon suami: berakhlak mulia, baik keturunan, tidak zalim, tidak fasik, bukan

ahli bid’ah, bukan pemabuk, tidak jahat, dan sedikit berbuat dosa.

Meminang

Meminang adalah laki-laki meminta kepada seorang wanita untuk menjadi isterinya.

Tujuan untuk saling mengenal antara calon isteri dan suami sehingga pada saat

pernikahan benar-benar berdasar pemikiran yang jelas dan benar.

Yang boleh dipinang adalah wanita:

- Pada sat dipinang tidak ada halangan hukum untuk dipinang

- Belum dipinang oleh orang lain

Dilarang meminang:

- Bekas isteri orang lain yang sedang ‘ iddah

Page 16: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

- Wanita yang sudah dipinang orang lain

Haram menyendiri dengan tunangan sebelum menikah. Bahaya menyendiri

(pacaran: wanita kehilangan harga diri, rasa malu, hilang kegadisannya, bahkan

dapat hilang kesempatan menikah. Membatalkan pinangan tercela, dipandang

sebagai munaf.

SYARAT CALON MEMPELAI :

a. Calon mempelai pria, syarat-syaratnya :

1. Laki-laki

2. Beragama Islam

3. Jelas orangnya

4. Dapat memberikan persetujuan

5. Tidak terdapat halangan perkawinan

b. Calon mempelai wanita, syarat-syaratnya :

1. Perempuan

2. Beragama, meskipun Yahudi atau nasrani

3. Jelas orangnya

4. Dapat dimintai persetujuan

5. Tidak terdapat halangan perkawinan

BEBERAPA ISTILAH :

Lian : sumpah bersaksi Allah bahwa suami menuduh istrinya

Berzina

Ila : ucapan suami tidak menggauli istrinya selama empat

bulan atau lebih

Khulu : talak tebus, yaitu talak yang diucapkan oleh suami

dengan pembayaran dari pihak istri kepada suami

Zihar : seorang suami menyerupakan istrinya dengan ibunya,

sehingga haram bagi suami.

Iddah : masa menanti yang diwajibkan atas wanita yang dicerai

suaminya.

Rujuk : mengembalikan istri yang telah dicerai pada perkawinan

asal sebelum diceraikan.

Page 17: perkawinanan Dan Pembentukan Keluarga Sakinah

Referensi

http://www.lawskripsi.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=92&Itemid=92

http://alislamu.com/content/view/398/6/

http://elisa.ugm.ac.id/chapter_view.php?HKU.304_Hartini&685

http://organisasi.org/sighat-ta-lik-yang-dibacakan-sesudah-akad-nikah-oleh-suami-dalam-

pernikahan-perkawinan-islam

http://blog.ilmukeperawatan.com/konsep-keluarga.html

http://www.kafemuslimah.com/article_detail.php?id=989

http://grahita.wordpress.com/2010/03/04/5-faktor-penyebab-terjadinya-konflik-antara-suami-

dan-istri/

http://psikologiuinjkt2004.wordpress.com/2007/09/23/perkawinan-campuranperkawinan-

campuran-dalam-hukum-positif-di-indonesia/