penyakit hati pada kehamilan

26
PENYAKIT HATI PADA KEHAMILAN Ada beberapa kelainan hati spesifik pada kehamilan seperti cholestasis of pregnancy dan acute fatty liver of pregnancy. Penyebab penyakit hati akut seperti hepatitis virus A, B dan C, drug induced liver injury, serta penyakit hati menahun seperti hepatitis C kronik, hepatitis B kronik, hepatitis autoimun, steatohepatitis dan yang paling banyak disebut yaitu acute fatty liver of pregnancy dan kolestasis juga dapat terjadi pada kehamilan. Beberapa keadaan fisiologis yang dapat berubah pada kelainan hati tetap dalam batas normal, selama kehamilan sebagian besar tes laboratorium termasuk tes fungsi hati. Terdapat beberapa pengecualian seperti: - Albumin serum ↓ - Blood urea nitrogen (BUN) ↓ - Hemoglobin ↓ - Alfa feto protein serum ↑ - Sel darah putih ↑ - Alkali fosfatase ↑ Hal ini dapat membingungkan pada kondisi tertentu dan memerlukan penjelasan lebih jauh, dan biasanya tidak >4x dan bermanifestasi klinik pada trimester ketiga, dan dapat kembali normal pada minggu ketiga setelah persalinan. Mungkin dapat dijumpai perningkatan ringan bilirubin. Tes konsentrasi 5’ nukleotidase dan gamma glutamil transpeptidase bermanfaat karena tetap normal nilainya apabila tanpa adanya penyakit hati.

Upload: rianti-kama-ratih

Post on 30-Nov-2015

49 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Penyakit Hati Pada Kehamilan

PENYAKIT HATI PADA KEHAMILAN

Ada beberapa kelainan hati spesifik pada kehamilan seperti cholestasis of pregnancy

dan acute fatty liver of pregnancy. Penyebab penyakit hati akut seperti hepatitis virus A, B

dan C, drug induced liver injury, serta penyakit hati menahun seperti hepatitis C kronik,

hepatitis B kronik, hepatitis autoimun, steatohepatitis dan yang paling banyak disebut yaitu

acute fatty liver of pregnancy dan kolestasis juga dapat terjadi pada kehamilan.

Beberapa keadaan fisiologis yang dapat berubah pada kelainan hati tetap dalam batas

normal, selama kehamilan sebagian besar tes laboratorium termasuk tes fungsi hati. Terdapat

beberapa pengecualian seperti:

- Albumin serum ↓

- Blood urea nitrogen (BUN) ↓

- Hemoglobin ↓

- Alfa feto protein serum ↑

- Sel darah putih ↑

- Alkali fosfatase ↑

Hal ini dapat membingungkan pada kondisi tertentu dan memerlukan penjelasan lebih

jauh, dan biasanya tidak >4x dan bermanifestasi klinik pada trimester ketiga, dan

dapat kembali normal pada minggu ketiga setelah persalinan. Mungkin dapat

dijumpai perningkatan ringan bilirubin. Tes konsentrasi 5’ nukleotidase dan gamma

glutamil transpeptidase bermanfaat karena tetap normal nilainya apabila tanpa adanya

penyakit hati.

- Trigliserida ↑

- Kolesterol ↑

Meningkatnya kolesterol oleh hati dan ekskresinya ke dalam empedu yang dapat

mengakibatkan peningkatan konsentrasi kolesterol dalam empedu, yang akan

berperan dalam pembentukan batu empedu pada perempuan multipara.

Nilai laboratorium tersebut akan kembali normal setelah melahirkan. Perubahan fisiologis

tertentu selama kehamilan dapat mengakibatkan efek negatif jangka panjang.

Pada perempuan hamil yang sebelumnya sehat, pendekatan klasifikasi dari Knox dan Kaplan

menunjukkan hubungan penyakit hati dengan waktu munculnya.

Page 2: Penyakit Hati Pada Kehamilan

Waktu terjadinya penyakit hati pada kehamilan (Knox dan Kaplan)

Trimester pertama dan kedua Trimester ketiga

- Jaundice dengan hiperemesis

gravidarum

- Cholestasis of pregnancy

- Sindrom Dubin Johnson

- Cholestasis of pregnancy

- Sindrom Dubin Johnson

- Acute fatty liver of pregnancy

- Toksemia gravidarum dengan

keterlibatan hati

- Ruptur hati akut

- Sindrom Budd-Chiari

Perempuan yang sebelumnya sehat tidak disingkirkan dari kemungkinan-kemungkinan tersebut.

Kelainan hati dengan abnormalitas alkali fosfatase sebagai kelainan yang dominan

ALP ALT/AST Bilirubin Komentar

+

+

++/+++

++/+++

nl

nl/nl

+/+

+/++

+/nl

nl

+/nl

+/nl

+/++

+

+

Kehamilan normal (trimester 3)

Hiperemesis gravidarum

Inytrahepatic cholestasis of pregnancy (trimester 3)

Batu empedu (semua trimester)

Sindrom Dubin-Johnson (trimester kedua dan ketiga)

nl = normal

+ = peningkatan ringan (<4x lipat)

++ = peningkatan sedang (4-6x lipat)

+++ = peningkatan bermakna (>6x lipat)

Aminotransferase sebagai kelainan yang dominan

ALP ALT/AST Bilirubin Komentar

+/++

+

+/++

+/++

+/++

+/nl

Fatty liver of pregnancy, hepatitis virus, toksemia

dengan infark hati, drug-induced hepatitis

Toksemia gravidarum, HELLP, penyakit hati kronik

Beberapa keadaan tertentu sering menyertai kehamilan:

Page 3: Penyakit Hati Pada Kehamilan

1. Hiperemesis gravidarum (jarang)

Suatu sindrom yang terjadi pada trimester pertama. Bilirubin dan alkali fosfatase

dapat menigkat secara ringan, aminotransferase dapat abnormal secara ringan, dan

biasanya berulang pada kehamilan berikutnya.

2. Intrahepatic cholestasis of pregnancy (cholestasis of pregnancy/benign recurrent

cholestasis of pregnancy/pruritus gravidarum)

Penyebab ICP masih belum diketahui, secara khas terjadi pada trimester 3 tapi

beberapa dijumpai pada kehamilan 13 minggu. Gambaran klinis dari pruritus hingga

kolestasis berat dengan defisiensi vitamin K dan perdarahan post partum yang

bermakna. Dapat menyebabkan insiden prematuritas, distres fetus dan lahir mati. ICP

akan berulang pada kehamilan berikutnya dan bersifat familial. Terapi dengan

kolestiramin 10-12 g/hari untuk menghilangkan pruritus dan vitamin K parenteral

untuk mengatasi perdarahan uterus post partum yang terjadi sekunder akibat

kolestasis.

3. Acute fatty liver of pregnancy

Diskripsi klinis yang jelas dari sindrom ini pertama kali digambarkan oleh Sheehan

pada tahun 1940. Pada beberapa kasus, dosis tinggi tetrasiklin intravena dan infeksi

pernapasan akut digambarkan mendahului sindrom ini. Sebagai tambahan beberapa

keterkaitan dengan kondisi di bawah ini pemah ditemukan yaitu kehamilan kembar

atau lebih, fetus laki-laki, kehamilan pertama, hipenensi arterial, edema perifer, dan

proteinuria. Awitan gejala biasanya antara minggu 30 dan 38 kehamilan. Gejala yang

menonjol adalah nausea, muntah, dan nyeri abdomen. Jaundice biasanya terjadi antara

l minggu sampai l0 hari dari awitan gejala. Bisa terjadi gejala pertama adalah koma,

gagal ginjal atau perdarahan walaupun jarang. Asites dapat terjadi pada 50% pasien.

Sherlock melaporkan dua gambaran laboratoris yang khas pada sindrom ini yaitu

peningkatan konsentrasi asam urat (mungkin berkaitan dengan kerusakan jaringan)

dan giant platelet dengan basophilic slippling. Kondisi ini tidak ditumpai pada

hepatitis virus akut dan mungkin berguna dalam diagnosis banding. Pasien dengan

acute fatty liver of pregnancy dapat menunjukkan hipoglikemia berat, serum amonia

yang tinggi, dan hiperaminoasidemi general isata. Biopsi hati mungkin diperlukan

untuk membedakan sindrom ini dari hepatitis virus akut. Hati pucat dan kecil

dengan hepatosit pucat dan membengkak terutama pada daerah perisentral. Area

periportal biasanya tidak terlibat. Dengan pewamaan lemak khusus, liver yang

bengkak diisi droplet lemak mikrovesikular. Nukleus tetap berada di tengah-tengah

Page 4: Penyakit Hati Pada Kehamilan

sel berlawanan dengan suatu sindrom di mana terdapat droplei deposit lemak yang

besar dan vakuola lemak mendorong nukleus ke tepi. Sherlock dan Riely

menunjukkan adanya tumpang tindih antara toksemia kehamilan dan acute fatty liver

pregnancy.

Perbandingan antara acute fatty liver of pregnancy dan toksemia

Acute fatty liver Toksemia

Nyeri abdomenJaundiceTransaminase serum (kali normal)Scan Biopsi hatiGagal hati

50%100%<10

Perubahan difusLemak mikrovesikularTerjadi

100%40%>10

Abnormalitas fokalFibrin (sinusoid)Tidak terjadi

Pasien yang selamat dari acute fatty liver of pregnancy ditemukan mengalami gejala

sisa jangka panjang. Terapi terdiri atas pengenalan dini penyakit dan persalinan dini.

Seksio sesaria dapat meningkatkan survival dari ibu maupun fetus. Fresh frozen

plasma dan albumin intravena merupakan terapi adjuvan yang penting. Hemodialisis

dapat membantu. Jika pasien tidak mengalami jaundice atau perpanjangan waktu

protrombin, persalinan hendaknya dilakukan dengan prosedur obstetri standar,

dilahirkan tanpa ditunda lagi. Terapi dengan heparin atau antitrombin III tidak

memuaskan. Transplantasi hati merupakan pilihan dan hendaknya dipertimbangkan.

4. Toksemia gravidarum

Suatu sindrom yang penyebabnya belum diketahui dan terjadi setelah kehamilan

20 minggu. Derajat keparahannya bervariasi dari kasus yang tidak menampakkan

gejala klinis sampai preeklamsia dengan edema, proteinuria, hipertensi arterial sampai

eklamsia dengan kejang. Toksemia dilaporkan terjadi pada 5% kehamilan. Faktor

risikonya meliputi kehamilan pada usia yang sangat muda atau usia tua, kehamilan

pertama, kehamilan kembar atau lebih, diabetes melitus, hipertensi yang telah diderita

sebelum hamil, dan riwayat toksemia maternal.

maternal. Preeklamsia adalah problem klinis yang umum dan diperkirakan 50% dari

pasien dengan sindrom ini menunjukkan abnormalitas ringan aminotransferase dan

alkali fosfatase. Sampel biopsi hati dari pasien-pasien ini biasanya menunjukkan

abnormalitas histologis yang ringan. Pembahan yang karakteristik adalah perdarahan

Page 5: Penyakit Hati Pada Kehamilan

peripartum, deposisi fibrin yang tersebar dan perdarahan subkapsular. Deposit fibrin

menyumbat sinusoid hepatika diikuti dengan nekrosis sel hati pada tempat yang sama.

Apabila nekrosisnya berat, daerah-daerah perdarahan hati dapat dijumpai. Diagnosis

banding utamanya adalah sindrom koagulasi intravaskular difus. Pada kasus yang

sangat berat ruptur hati dengan perdarahan intraperitonial masif mungkin terjadi.

Terapi terhadap keterlibatan liver dalam sindrom ini adalah terapi terhadap

preeklamsia/eklamsia itu sendin. Apabila gejala-gejala sindrom preeklamsi/eklamsi

tersebut tidak terkendali evakuasi uterus hendaknya dipertimbangkan secara serius,

dan akan beresolusi sempurna baik keterlibatan hati maupun preeklamsia/eklamsia itu

sendiri.

5. Ruptur hati

Terdapat hubungan yang jelas antara keterlibatan hati dengan ruptur hati spontan yang

berakibat fatal. Diperkirakan 75% sampai 85% pasien hamil yang mengalami ruptur

hati menderita preeklamsia. Apabila hal ini terjadi, mortalitas ibu dan anak

diperkirakan 50%. Diagnosis dibuat berdasarkan kecurigaan klinis yang dibantu

dengan CT scan dan liver spleen scan. Scan ini menunjukkan filling defect multipel

berkaitan dengan nekrosis iskemik. Filling defect ini terutama dijumpai dekat

permukaan hati. Apabila hasil scan ekuifokal, arteriografi hati adalah metode terbaik

untuk menegakkan diagnosis. Ruptur lobus kanan hati terjadi pada kira-kira 90%

kasus yang dilaporkan. Pasien biasanya mengalami nyeri abdomen mendadak dan

distensi, hipotensi dan syok tidak jarang terjadi. Fungsi peritonial menunjukkan darah.

Diagnosis banding utamanya adalah mptur utems. Terapinya adalah pembedahan,

namun pendekatan bedah spesifik dalam penatalaksanaan ruptur hati masih bersifat

kontroversial. Seringkali reseksi hati atau lobektomi mempakan pilihan terapi.

6. Sindrom Budd-Chiari

Budd-Chiari tidak berkaitan secara eksklusif kehamilan. Sesungguhnya sindrom ini

tcrjadi frekuensi yang sama pada pria dan perempuan. Pada kehamilan, sindrom

Budd-Chiari biasanya terjadi pada periode intermediet post partum, walaupun

beberapa kasus dapat terjadi pada trimester kedua kehamilan atau selama abortus

septik. Manifestasi klinisnya adalah nyeri abdomen dan asites dengan onset

mendadak. Terjadi trombosis pada vena hepatika diikuti hipertensi portal. Hati

biasanya membesar dan nyeri tekan. Tes fungsi liver menunjukkan peningkatan

ringan aminotransferase dan alkali fosfatase. Cairan asites biasanya suatu eksudat,

Page 6: Penyakit Hati Pada Kehamilan

namun beberapa kasus menunjukkan konsentrasi protein yang rendah. Liver spleen

scan dapat membantu diagnosis apabila lobus caudatus menunjukkan uptake yang

intens (berkaitan dengan tidak adanya blokade aliran vena) dikelilingi oleh uptake

yang kurang pada jaringan hati sisanya. Venogram hepatik menunjukkan sisi oklusi

vaskular baik vena cava inferior maupun vena hepatika. Apabila tersedia, spesimen

biopsi hati menunjukkan pembengkakan taraf berat terutama di sekitar vena hepatika.

Prognosis buruk dan pasien dengan sindrom Budd-Chiari selalu menunjukkan kondisi

klinis yang semakin memburuk sampai terjadi kematian. Mortalitas pada tahun

pertama 30 sampai 40%, sedangkan mortalitas pada tahun keempat mencapai 85%.

Terapi dengan antikoagulan tidak bermanfaat pada sindrom Budd-Chiari yang telah

tegak, namun demikian terapi trombolitik dengan streptokinase atau alteplase (TPA)

selama trombosis vena hepatika akut diperlukan. Terapi bedah merupakan pilihan dan

tujuan utama terapi bedah adalah untuk mendekompresi hati yang bengkak biasanya

dengan membuat shunt portosistemik (porto caval atau meso caval). Beberapa pasien

dengan sindrom Budd-Chiari menjalani transplantasi hati. Telah dilaporkan empat

kasus kehamilan tanpa komplikasi pada pasien dengan sindrom Budd-Chiari

sebelumnya.

7. Hemolysis, Elevated Liver Enzyme, Low Platelet (Hellp Syndrome)

Pertama kali dideskripsikan oleh Weinstein pada tahun 1982 sebagai singkatan dari

hemolisis, peningkatan enzim hati, dan trombositopenia. Sindrom ini menunjukkan

subgrup perempuan dengan toksemia gravidarum yang juga menderita koagulasi

intravaskular diseminata (KID) dan gangguan hati. Kurang lebih 10% perempuan

dengan preeklamsia/eklamsia menderita sindrom HELLP.

8. Hepatitis virus

Hepatitis virus adalah penyakit nekroinflamatori yang umumnya disebabkan oleh

virus hepatitis A,B,C,D atau E. Sebagai tambahan sitomegalovirus atau virus Epstein-

Barr dapat menyebabkan hepatitis virus akut. Manifestasi hepatitis virus sama baik

pada individu yang hamil maupun yang tidak dengan beberapa perkecualian. Data

gabungan menunjukkan bahwa terdapat beberapa daerah di dunia seperti di benua

sub-Indian, di timur tengah dan di Afrika di mana frekuensi dan derajat keparahan

hepatitis pada perempuan hamil lebih berat apabila dibandingan dengan perempuan

tidak hamil atau pasien pria.

- Hepatitis B

Page 7: Penyakit Hati Pada Kehamilan

Pengamh hepatitis vims pada bayi barn lahir dapat terjadi akibat transmisi agen

penyebab penyakit tersebut. Hepatitis B (HB V) ditransmisikan ke bayi baru lahir

selama periode perinatal. Transmisi dari ibu ke anak dilaporkan antara 0% sampai

70%. Dua penelitian mencoba menjelaskan rentang angka transmisi yang lebar

ini. Penelitian yang pertama menunjukkan bahwa tidak terdapat infeksi pada bayi

ketika ibunya menderita hepatitis akut pada trimester pertama kehamilan, 25%

bayi yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis akut pada trimester 2

tehnfeksi HB V, dan angka terjadinya infeksi meningkat mencapai 70% pada bayi

yang dilahirkan dari ibu yang menderita hepatitis akut pada trimester ketiga.

Insidensinya meningkat mencapai 84% apabila si ibu menderita hepatitis akut

pada dua bulan pertama setelah persalinan. Insidensi yang meningkat ini

disebabkan karena si ibu telah terinfeksi virus selama kehamilan dan setelah suatu

periode inkubasi tertentu infektifitasnya mencapai puncak pada saat persalinan.

Penelitian menunjukkan hasil yang serupa: infektifitas 0% pada trimester

pertama, 6% selama trimester kedua, 67% selama trimester ketiga, dan 100%

selama periode awal postpartum. Gambaran statistik ini mengejutkan apabila

kita mempertimbangkan bahwa lebih dari 90% neonatus yang terinfeksi menjadi

karier HB V. Vaksin Hepatitis B Beasley dan rekan-rekan menunjukkan bahwa

infeksi HBV kronis pada bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HBV dapat

dicegah pada 90% kasus dengan menggunakan kombinasi imunoglobulin

hepatitis B (HBIG) dan vaksinasi HBV secara teratur. Penelitian Beasley dan

penelitian-penelitian lain menghasilkan suatu pedoman untuk pencegahan

transmisi HBV fetal-matemal. Semua bayi yang dilahirkan dari ibu yang

terinfeksi HBV hendaknya menerima profilaksis terhadap HB V.

Rekomendasi regimen sebagai profilaksis bayi baru lahir dari ibu dengan HbsAg positif

HBIGVaksin HBV

0,5 ml im pada saat lahir10 ug (0,5 ml) im dalam 7 hari setelah persalinan dan 1 dan 6 bulan sesudahnya

-

- Hepatitis virus C

Pada kurang lebih 50% individu yang terinfeksi hepatitis C tidak didapatkan

adanya faktor risiko terinfeksi hepatitis C. Hal ini mendorong penelitian tentang

transmisi infeksi HCV non perkutaneus. Sebelum assay HCV tersedia, kadang-

Page 8: Penyakit Hati Pada Kehamilan

kadang ditemukan transmisi non-A non-B (sekarang diketahui sebagai hepatitis

C) vertikal melalui darah. Dua penelitian terbaru mengarah ke pendapat adanya

transmisi HCV neonatal. Walaupun kedua penelitian ini mempunyai desain yang

baik dan menggunakan petanda serologi yang dapat dipercaya, keduanya

mempunyai keterbatasan. Keterbatasan itu adalah jumlah bayi yang diamati

terlalu sedikit dan jangka waktu pengamatan yang pendek. Reinus dan rekan-

rekannya melaporkan 23 ibu yang terinfeksi HCV dan 23 bayi yang dilahirkannya

dari rumah sakit di daerah Westchester, New York. Penting diketahui bahwa pada

serum 16 dari 23 perempuan itu dapat dideteksi HCV RNA dan diperkirakan

berpotensi tinggi untuk mentransmisikan HCV ke bayi yang dilahirkannya.

Semua bayi menunjukkan antibodi terhadap HCV (anti HCV) pada sampel darah

tali pusat, tapi antibodi menghilang pada sampel yang diambil berikutnya Hanya

pada l sampel darah'tali pusat dapat dideteksi adanya HCV RNA yang kemudian

menghilang selama periode pengamatan. Penelitian yang kedua menunjukkan

hasil yang sama. Wejstal dan rekan-rekannya melaporkan 14 perempuan Swedia

dan 21 bayi yang dilahirkannya. Pada serum semua perempuan tersebut HCV

RNA dapat dideteksi dan 2 dari 21 bayi yang dilahirkannya menunjukkan

peningkattan ALT secara menetap, namun demikian hanya satu dari mereka yang

menjadi HCV-RNA positif selama periode pengamatan. Biopsi hati pada anak-

anak tersebut menggambarkan hepatitis kronis. Dari kedua penelitian itu dapat

disimpulkan bahwa transmisi HCV fetal-matemal tampaknya jarang. Kesimpulan

ini valid bahkan dengan adanyam H I V tipe l karena pada serum beberapa ibu

pada kedua penelitian tersebut dapat dieteksi adanya HIV-1.

- Hepatitis delta (jarang)

Hepatitis delta jarang dijumpai pada perempuan hamil. Suatu survei terhadap

6111 perempuan hamil di Italia menunjukkan bahwa 164 (2,6%) HBsAg positif

dan 7(4,2%) menunjukkan antibodi terhadap vims delta dalam serum. Tidak

satupun bayi yang dilahirkan dari perempuan ini terinfeksi hepatitis delta.

- Hepatitis E

Kemungkinan angka mortalitas hepatitis akut lebih tinggi pada perempuan hamil

dilaporkan pada beberapa daerah di atas berkaitan dengan epidemi hepatitis non-

A, non-B (sekarang dikenal sebagai hepatitis E atau HE V). Virus hepatitis E

telah berhasil diisolasi dan digambarkan mempunyai ciri-ciri tertentu. Hepatitis E

biasanya sembuh dengan sendirinya dan kondisi akut tidak diikuti dengan

Page 9: Penyakit Hati Pada Kehamilan

hepatitis kronis. Histologi spesimen hati pada kasus terinfeksi HEV digambarkan

oleh Gupta dan Smetena pada spesimen biopsi dari 78 pasien termasuk

perempuan hamil. Lima puluh delapan persen spesimen menunjukkan satu atau

lebih gambaran patologis khas yaitu l) kolestasis terutama pada daerah periportal,

2) stasis empedu kanalikular dan intraselular pada struktur pseudoglandular

dan 3) peningkatan jumlah komponen asidofilik. Wabah HEV besar pertama kali

terjadi di Delhi, India pada tahun 1955 sampai tahun 1956. Gambaran

epidemiologis dan gambaran klinis utama wabah ini adalah hubungan dengan

konsumsi air yang terkontaminasi, serangan sering terjadi pada dewasa muda, dan

angka fatalitas tinggi pada perempuan hamil juga telah dilaporkan pada beberapa

wabah. Pada tahun 1978 wabah hepatitis non-A,non-B dilaporkan di Kashmir,

India. Angka 2,8% pada pria, 2,1% pada perempuan tidak hamil, dan 22% pada

perempuan hamil. Hepatitis fiilminan terjadi pada 2,8% dari pria, 0% dari

perempuan yang tidak hamil, dan 2% dari perempuan hamil. Dari perempuan

hamil dengan hepatitis fulminan, 75% meninggal. Pada tahun 1980 sampai 1981

epidemi hepatitis yang ditularkan melalui air terjadi di Algeria di mana 788 kasus

hepatitis dilaporkan dengan mortalitas mencapai 100% di antara 9 perempuan

hamil. Sebaliknya laporan dari Eropa dan Amerika Serikat menunjukkan bahwa

perempuan hamil dan fetusnya tidak terpengaruh oleh hepatitis virus selain

peningkatan insidensi terjadinya kelahiran prematur.

Efek kehamilan pada pasien dengan penyakit hati kronik:

Sirosis jarang terjadi pada perempuan usia subur. Insidensi terjadinya kehamilan pada

perempuan pasien sirosis belum diketahui, walaupun angka fertilitas yang rendah dilaporkan

pada perempuan-perempuan ini. Schreyer dan rekan-rekan melaporkan 60 perempuan hamil

dengan sirosis dengan 69 persalinan. Usianya bervariasi antara 18 sampai 44 tahun dengan

usia rata-rata 40,5 tahun. Sepuluh dari 60 perempuan itu meninggal selama kehamilan, 7

berkaitan dengan perdarahan gastrointestinal masif. Hanya 45 dari 69 (65%) bayi yang

dilahirkan dapat melewati periode neonatalnya. Hasil yang sempa dilaporkan pada penelitian

yang lain. Perhatian utama pada perempuan hamil dengan sirosis adalah adanya varises

esofagus. Dahulu, terminasi kehamilan disarankan berdasarkan pendapat bahwa ruptur

varises dan perdarahan fatal sering terjadi pada varises esofagus. Selanjutnya seksio caesaria

dianjurkan sebagai tindakan agar pasien tidak mengejan sehingga tidak memicu mptur

varises. Pada tahun 1982, Britton meneliti 53 pasien sirosis dengan 73 kehamilan dan 38

Page 10: Penyakit Hati Pada Kehamilan

pasien bukan sirosis dengan 77 kehamilan berkaitan dengan risiko terjadinya perdarahan

varises. Ia menemukan bahwa sebagian besar perdarahan gestasional terjadi pada trimester

kedua dan risiko terjadinya perdarahan varises tidak meningkat selama persalinan per

vaginam. Varises transien terjadi pada perempuan dengan penyakit hati pada trimester kedua

sebagai akibat meningkatnya volume darah selama minggu ke-28 sampai ke-32. Pada

kelompok sirosis terdapat 7 kematian maternal, 3 berkaitan dengan perdarahan varises. Pada

kelompok non sirosis terdapat 2 kematian maternal, satu akibat perdarahan varises. Penelitian

ini menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan bermakna antara perempuan hamil sirosis

dan non sirosis dalam hal terjadinya perdarahan varises.

Laporan penelitian terhadap perempuan dengan sirosis bilier primer (PBC) atau

hepatitis kronis aktif autoimun menunjukkan bahwa kondisi klinis dari penyakit dasarnya

semakin membumk selama kehamilan. Empat dari lima perempuan dengan PBC

menunjukkan peningkatan derajat jaundice selama kehamilan dan bilirubin tetap meningkat

setelah persalinan. Dari 6 kehamilan pada pasien PBC, hanya 2 yang berhasil melahirkan

bayi hidup dan 3 dari 5 perempuan tersebut meninggal beberapa tahun setelah kehamilan.

Pada penelitian terhadap 30 perempuan hamil dengan hepatitis kronis aktif autoimun tidak

terdapat kematian maternal dan hanya 4 kematian perinatal. Perempuan-perempuan ini

diterapi dengan prednisolon selama kehamilan dengan tanpa efek samping pada fetus.

Kesimpulannya, jarang terjadi kehamilan pada pasien sirosis dan penatalaksanaan penyakit

hati pada pasien-pasien ini tidak berbeda dibandingkan pasien yang tidak hamil. Terdapat

peningkatan kematian fetus pada perempuan hamil dengan sirosis berkaitan dengan lahir

mati, prematuritas, dan abortus spontan.

TUBERKULOSIS PERITONEAL

Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau viseral

yang disebabkan oleh kuman mycobacterium tuberculosis. Penyakit ini sering mengenai

seluruh peritoneum dan alat-alat sistem gastrointestinal, rnesenterium, serta organ genitalia

intema. Penyakit ini jarang berdiri sendiri, biasanya merupakan kelanjutan proses

tuberkulosis di tempat lain terutama dari paru, namun seringkali ditemukan pada waktu

diagnosis ditegakkan, proses tuberkulosis di paru sudah tidak kelihatan lagi. Tuberkulosis

peritoneal masih sering dijumpai di negara yang sedang berkembang termasuk Indonesia,

sedangkan di Amerika dan negara Barat lainnya walaupun jarang, ada kecenderungan

meningkat dengan meningkatnya jumlah pasien AIDS dan imigran. Karena perjalanan

Page 11: Penyakit Hati Pada Kehamilan

penyakitnya yang berlangsung secara perlahan-lahan dan manifestasi klinisnya tidak khas,

tuberkulosis peritoneal sering tidak terdiagnosis atau terlambat ditegakkan, sehingga

meningkatkan angka kesakitan dan angka kematian. Tidak jarang penyakit ini mempunyai

keluhan menyerupai penyakit lain seperti sirosis hati atau neoplasma dengan gejala asites

yang tidak terlalu menonjol.

Secara umum tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada perempuan

dibandingkan pria dengan perbandingan 1,5:1 dan lebih sering pada dekade ke 3 dan 4.

Tuberkulosis peritoneal dijumpai pada 2% dari seluruh tuberkulosis paru dan 59,8% dari

tuberkulosis abdominal. Peneliti lain melaporkan dari 91 pasien tuberkulosis peritoneal,

hanya 2 pasien (2,1%) yang dideteksi ada TBC parunya. Pada saat ini dilaporkan bahwa

kasus tuberkulosis peritoneal di negara maju semakin meningkat. Di Kanada dilaporkan pada

tahun 1988 ditemukan 81 kasus tuberkulosis abdominal, 41 kasus diantaranya merupakan

tuberkulosis peritoneal. Penyakit ini meningkat sesuai dengan meningkatnya insidens AIDS

di negara maju. Di Asia dan Afrika dimana tuberkulosis masih banyak dijumpai, tuberkulosis

peritoneal masih merupakan masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di RS King

Edward II Durban Afrika Selatan ditemukan 145 kasus tuberkulosis peritoneal selama

periode 5 tahun (l 984 - 1988) dengan cara peritoneoskopi. Daldiyono, menemukan sebanyak

15 kasus di mmah sakit Dr. Cipta Mangunkusumo Jakarta, selama periode 1968 -1972 dan

Sulaiman di rumah sakit yang sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus

tuberkulosis peritoneal. Di Medan, Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama periode 1993-

1995. Sandicki dkk di Turki melaporkan 135 kasus tuberkulosis peritoneal dengan

pemeriksaan peritoneoskopi.

PATOGENESIS

Peritoneum dapat dikenai oleh tuberkulosis melalui beberapa cara:

1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari pam-t

2. Melalui dinding usus yang terinfeksi.

3. Dari kelenjar limfe mesenterium.

4. Melalui tuba fallopii yang terinfeksi.

Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat

penyebaran perkontinuitatum, tetapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada

peritoneum yang diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu.

PATOLOGI

Page 12: Penyakit Hati Pada Kehamilan

Dikenal tiga bentuk tuberkulosis peritoneal yaitu:

- Bentuk eksudatif. Dikenal juga dalam bentuk yang basah atau bentuk dengan asites

yang banyak. Gejala yang menonjol adalah perut yang membesar dan berisi cairan

asites. Pada bentuk ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai

kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan nampak tersebar di peritoneum atau pada

alat-alat tubuh yang berada di rongga pentoneum. Bentuk ini paling dijumpai (95,5%).

- Bentuk adesif. Dikenal juga dengan bentuk kering atau palastik. Cairan asites tidak

banyak dibentuk. Usus dibungkus oleh peritoneum dan omentum yang mengalami

reaksi fibrosis. Pada bentuk ini terdapat perlengketan-perlengketan antara peritoneum

dan omentum. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering memberikan

gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fisitel.

- Bentuk campuran. Bentuk ini kadang-kadang disebut bentuk kista. Pembentukan kista

terjadi melalui proses eksudasi dan adesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-

kantong perlengketan tersebut. Pada kedua bentuk di atas peritoneum penuh dengan

nodul-nodul yang mengandung jaringan granuloma dan tuberkel.

GEJALA KLINIS

Gejala klinis bervariasi, umunya keluhan dan gejala timbul periahan-lahan, sering pasien

tidak menyadan keadaan ini. penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Dr Cipta

Mangunkusumo lama keluhan berkisar dari 2 minggu sampai 2 tahun dengan rata-rata lebih

dari 16 minggu. Keluhan yang paling sering ialah; tidak ada nafsu makan, batuk dan demam.

Variasi keluhan-keluhan pasien tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis adalah :

Keluhan-keluhan pasien tuberkulosis peritoneal menurut beberapa penulis

Keluhan Sulaiman A Sandikci dkk Manohar dkk

1975-1979 (30 ps)% (135 ps)% 1984-1988 (45 ps)%

Sakit perutPembengkakan perutBatukDemamKeringat malamAnoreksiaKelelahanBerat badan turunMencret

5750400630232320

8296-69-737680-

35,973,1-53,9-46,9-44,1-

Page 13: Penyakit Hati Pada Kehamilan

Pada pemeriksaan fisis gejala yang saring dijumpai ialah: asites. demam,

pembengkakan perut dan nyeri, pucat dan kelelahan. Tergantung lamanya keluhan, keadaan

umum pasien bisa masih cukup baik, sampai kedaan yang kurus dan kahektik. Pada

perempuan sering dijumpai tuberkulosis peritoneal disenai oleh proses tuberkulosis pada

ovarium atau tuba, sehingga pada pemeriksaan alat genitalia bisa ditemukan tanda-tanda

peradangan yang sering sukar dibedakan dari kista ovarii.

DIAGNOSIS

Laboratorium

Pada pemeriksaan darah sering ditemui anemia penyakit kronik, leukositosis ringan

atau leukopenia, trombositosis dan sering dijumpai laju endapan darah (LED) yang

meningkat. Sebagmn besar pasien mungkin negatif uji tuberkulinnya. Uji faal hati terganggu

dan sirosis hati tidak jmng ditemui bersama-sama dengan tuberkulosis peritoneal.

Pemeriksaan cairan asites umumnya memperlihatkan eksudat dengan protein >3g/dl.

Jumlah sel di antara 100-3000 sel/ml, biasanya lebih dari 90% limfosit. LDH biasanya

meningkat. Cairan asites yang purulen dapat ditemukan, begitu juga cairan asites yang

bercampur darah (serosanguineus). Basil tahan asam didapati hasilnya

kurang dari 5% yang positip dan kultur cairan ditemukan kurang dari 20 % yang positip. Ada

beberapa peneliti yang mendapatkan hampir 66 % kultur BTA positip yang akan meningkat

sampai 83% bila menggunakan kultur cairan asites yang telah disentrifuge dengan jumlah

cairan lebih dari l liter. Hasil kultur cairan asites dapat diperoleh dalam waktu 4-8 minggu.

Perbandingan albumin serum asites pada tuberkulosis peritoneal ditemukan rasionya < l, l

gr/dl namun hal ini dapat juga dijumpai pada keadaan keganasan, sindrom nefrotik, penyakit

pankreas, kandung empedu atau jaringan ikat. Bila ditemukan rasionya > l, l gr/dl merupakan

cairan asites akibat portal hipertensi.

Perbandingan glukosa asites dan darah pada tuberkulosis peritoneal tersebut <0,96,

sedangkan pasien asites dengan penyebab lain rasionya > 0,96. Pemeriksaan cairan asites lain

yang sangat membantu diagnosis tuberkulosis peritoneal, cepat dan non invasif adalah

pemeriksaan adenosin deaminase activity (ADA), interferon gamma (IFNy), dan PCR.

Menurut Gimene dkk nilai ADA lebih dari 0,40 uKat/l mempunyai sensitivitas 100% dan

spesifisitas 99% untuk mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Menurut Gupta dkk nilai ADA

30 u/1 mempunyai sensitivitas 100% dan pesifisitas 94,1%, serta mengurangi positip palsu

dari sirosis hati atau keganasan karena nilai ADA nya 14 ± l 0,6 u/l. HaftaA dkk melahikan

penelitian untuk membandingkan konsentrasi ADA pada pasien tuberkulosis peritoneal,

Page 14: Penyakit Hati Pada Kehamilan

tuberkulosis peritoneal dan sirosis hati. Didapatkan hasilnya 131,1 ± 38,1 u/1,29 ± 18,6 u/1,

dan 12,9 ± 7 u/1. Pada asites yang konsentrasi proteinnya rendah nilai ADA nya akan rendah

sehingga dapat menyebabkan negatif palsu. Oleh sebab itu pada kasus seperti ini dapat

dilakukan pemeriksaan IFNy.

Fathy ME melaporkan angka sensitivitas IFNy90,9%, ADA 81,8% dan PCR 36,3%

dengan masing-masing spesivisitas 100% untuk mendiagnosis tuberkulosis

peritoneal. Bhargava dkk melakukan penelitian terhadap konsentrasi ADA pada cairan asites

dan serum pasien faiberkulosis peritoneal. Konsentrasi ADA 36 u/l pada cairan askes dan 54

u/1 pada semm dan perbandingan konsentrasi ADA pada asites dan serum > 0,984

mendukung diagnosis tuberkulosis peritoneal.

Pemeriksaan yang lain adalah mengukur konsentrasi CA-125 (cancer antigen 125).

CA-125 merupakan antigen yang terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukaa

pada ovarium orang dewasa normal namun dilaporkan juga meningkat pada kista ovarium,

gagal ginjal kronis, penyakit autoimun, pankreas, sirosis hati dan tuberkulosis peritoneal.

Zain LH di medan menemukan pada 8 kasus tuberkulosis peritoneal dijumpai

konsentrasi CA-125 meninggi dengan konsentrasi rata-rata 370,7 u/ml (66,2- 907 u/ml).

Dengan demikian disimpulkan bahwa bila dijumpai peninggian semm CA-125 disertai

dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel > 350/m3, limfosit dominan

maka tuberkulosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai diagnosa.

Beberapa peneliti menggunakan CA-125 untuk melihat respon pengobatan seperti

yang dilakukan Mas MR dkk menemukan CA-125 sama tingginya dengan kanker ovarium

475,80 ± 106,19 u/ml dan setelah pemberian obat antituberkulosis konsentrasi semm CA 125

menjadi 20,80 ± 5,18 u/ml (normal < 35 u/ml) setelah 4 bulan pengobatan antituberkulosis.

Temya dkk pada tahun 2000 di Jepang menemukan peningkatan konsentrasi CA 19-9

pada serum dan cairan asites pasien tuberkulosis peritoneal, setelah diobati

selama 6 minggu dijumpai penurunan menjadi normal.

Pemeriksaan Penunjang

Ultrasonografi

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum

yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong). Menurut Ramaiya dan Walter

gambaran sonografi tuberkulosis peritoneal yang sering antara lain, cairan yang bebas atau

terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses dalam abdomen, massa di daerah ileosekal dan

Page 15: Penyakit Hati Pada Kehamilan

pembesaran kelenjar limfe retroperitoneal. Adanya penebalan mesenterium. Perlengketan

lumen usus dan penebalan omentum, dapat dilihat dan hams diperiksa dengan seksama.

CT Scan

Pemeriksaan CT Scan untuk tuberkulosis peritoneal tidak ada suatu gambaran yang khas,

secara umum ditemukan gambaran peritoneum yang berpasir. Rodriguez dkk melakukan

suatu penelitian yang membandingkan tuberkulosis peritoneal dengan karsinoma peritoneal.

Didapatkan penemuan yang paling baik untuk membedakannya dengan melihat gambaran CT

scan terhadap peritoneum parietalis. Bila peritoneumnya licin dengan penebalan yang

minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan gambaran tuberkulosis peritoneal,

sedangkan karsinoma peritoneal terlihat adanya nodul yang tertanam dan penebalan

peritoneum yang tak teratur.

Peritoneoskopi

Peritoneoskopi cara yang terbaik untuk mendiagnosis tuberkulosis peritoneal. Tuberkel pada

peritoneum yang khas akan terlihat pada lebih dari 90% pasien dan biopsi dapat dilakukan

dengan terarah, selanjutnya dilakukan pemeriksaan histologi. Pada tuberkel peritoneal ini

dapat ditemui BTA hampir 75% pasien tuberkulosis peritoneal. Hasil histologi yang penting

adalah didapatnya granuloma. Yang lebih spesifik lagi adalah jika didapati granuloma dengan

perkejuan. Gambaran yang dapat dilihat pada tuberkulosis peritoneal :

1. Tuberkel kecil ataupun besar pada dinding peritoneum atau pada organ lain dalam

rongga peritoneum seperti hati, omentum, ligamentum atau usus

2. Perlengketan di antara usus, omentum, hati, kandung empedu dan peritoneum

3. Penabalan peritoneum

4. Adanya cairan eksudat atau purulen, mungkin cairan bercampur darah

Walaupun dengan cara peritoneoskopi tuberkulosis peritoneal dapat dikenal dengan mudah

namun gambarannya dapat menyerupai penyakit lain seperti peritonitis karsinomatosis.

Karena itu pengobatan baru diberikan bila hasil pemeriksaan histologi menyokong suatu

tuberkulosis peritoneal. Kadang-kadang peritoneoskopi tidak dapat dilakukan pada kasus

dengan perlengketan jaringan yang luas. sehingga trokar sulit dimasukkan. Pada keadaan

seperti itu sebaiknya dilakukan laparatomi diagnostik

Laparatomi

Dahulu laparatomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosis yang sering dilakukan, namun

saat ini banyak penulis menganggap pembedahan hanya dilakukan jika cara lain yang lebih

sederhana tidak memberikan kepastian diagnosis atau jika dijumpai indikasi yang mendesak

seperti obstruksi usus.

Page 16: Penyakit Hati Pada Kehamilan

PENGOBATAN

Pengobatannya sama dengan tuberkulosis paru. Obat-obatan seperti streptomisin, BSTH,

etambutol, rifampisin, pirazinamid memberikan hasil yang baik, perbaikan akan terlihat dalan

waktu 2 bulan. Lama pengobatan biasanya mencapai 9 bulan sampai l 8 bulan atau lebih.

Beberapa penulis berpendapat kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan dan

mengurangi terjadinya asites. Terbukti juga kortikosteroid dapat mengurangi angka kesakitan

dan kematian, namun pemberian kortikosteroid hams dicegah pada daerah endemis dimana

terjadi resistensi terhadap mikobakterium tuberkulosis.

PROGNOSIS

Prognosis tuberkulosis peritoneal cukup baik bila diagnosis dapat ditegakkan dan biasanya

akan sembuh dengan pengobatan anti tuberkulosis yang adekuat.