kehamilan dengan penyakit jantung dan hipertensi

33
KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNG Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk sistem kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sulit dibedakan dari gejala penyakit jantung. EPIDEMIOLOGI Penyakit jantung merupakan penyebab kematian maternal ketiga dan penyebab utama kematian dalam penyebab kematian maternal non-obstetrik. Penyakit jantung terjadi pada 1-4% dari kehamilan pada perempuan- perempuan yang tanpa gejala kelainan jantung sebelumnya. Beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti emboli paru, aritmia, preeklampsia, dan kardiomiopati peripartal terjadi sebagai komplikasi kehamilan pada perempuan yang sehat sebelum hamil. Penyakit janutng dan pembuluh darah dalam kehamilan meliputi penyakit jantung bawaan, kehamilan dengan hipertensi pulmonal, prolaps katup mitral, kardiomiopati peripartum, kardiomiopati

Upload: ika-putri-yuliani

Post on 20-Oct-2015

63 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

dibuat oleh I Gusti Ayu Diah K.W.

TRANSCRIPT

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT JANTUNGAdaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan termasuk sistem kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sulit dibedakan dari gejala penyakit jantung.

EPIDEMIOLOGIPenyakit jantung merupakan penyebab kematian maternal ketiga dan penyebab utama kematian dalam penyebab kematian maternal non-obstetrik. Penyakit jantung terjadi pada 1-4% dari kehamilan pada perempuan-perempuan yang tanpa gejala kelainan jantung sebelumnya. Beberapa penyakit jantung dan pembuluh darah, seperti emboli paru, aritmia, preeklampsia, dan kardiomiopati peripartal terjadi sebagai komplikasi kehamilan pada perempuan yang sehat sebelum hamil. Penyakit janutng dan pembuluh darah dalam kehamilan meliputi penyakit jantung bawaan, kehamilan dengan hipertensi pulmonal, prolaps katup mitral, kardiomiopati peripartum, kardiomiopati hipertrofi, aritmia, emboli paru, katup artifisial, hipertensi dalam kehamilan, kehamilan dengan kelainan marfan, dan penyakit kardiak pulmonal pada kehamilan.PATOFISIOLOGIKonsekuensi utama dari peningkatan curah jantung melalui obstruksi ventrikel kiri dengan adanya penyempitan katup adalah terjadinya peningkatan perbedaan tekanan yang mengakibatkan peningkatan tekanan dalam ruang jantung yang berada sebelum katup menyempit. Hal ini menerangkan mengapa penyakit jantung katup obstruktif sangat buruk dalam toleransi kehamilan, terutama toleransi terhadap peningkatan 30-50% peningkatan curah jantung pada awal trimester kedua.Periode pasca persalinan masih merupakan periode beresiko untuk komplikasi hemodinamik karena kompresi vena kava inferior dan autotransfusi dari perpindahan darah ke plasenta dan kontraksi uterus akan meningkatkan beban awal jantung.Peningkatan volume darah dan curah jantung yang progresif selama kehamilan menyebabkan peningkatan volume regurgitasi pada pasien yang telah memiliki kelainan aorta atau mitral regurgitasi. Perubahan fisiologi kehamilan seperti takikardi dan penurunan tahanan sistemik perifer akan meningkatkan stroke volume dalam mengompensasi adanya volume darah yang balik ke jantung.ETIOLOGIDi negara yang sedang berkembang, penyakit jantung rematik masih endemik, sehingga kejadian penyakit jantung katup masih banyak dijumpai. Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama dari penyakit jantung katup selain penyebab bawaan.

a. Mitral StenosisKelainan penyempitan katup mitral ini merupakan penyakit jantung katup rematik yang paling sering ditemukan pada perempuan usia produktif. Induksi perubahan hemodinamik dalam kehamilan sangat buruk ditoleransi oleh mitral stenosis karena dengan peningkatan curah jantung dan takikardia akan memperpendek waktu diastolik, sehingga meningkatkan perbedaan tekanan lintas katup mitral.Toleransi hemodinamik biasanya baik pada trimester pertama karena takikardi dan peningkatan curah jantung masih moderat. Perubahan fisiologik terjadinya peningkatan tekanan atrium kiri jantung yang mengakibatkan edema paru. Kerap edema paru merupakan gejala pertama dari mitral stenosis, terutama pada pasien yang telah mengalami atrial fibrilasi.Diagnosis mitral stenosis lebih mudah ditegakkan selama kehamilan karena intensitas murmur yang cendrung meningkat karena adanya peningkatan curah jantung. Pemeriksaan ekokardiografi diperlukan untuk menentukan derajat mitral stenosis, pengukuran area katup mitral, fungsi pompa ventrikel kiri, dan derajat hipertensi pulmonal.Artial fibrilasi pada mitral stenosis dapat mengakibatkan gagal jantung, pemberian digitalis dan penyekat beta dapat menurunkan frekuensi denyut jantung dan diuretik dapat digunakan untuk mengurangi volume darah dan menurunkan tekanan ruang atrium kiri. Pasien dengan paroksismal atrial fibrilasi meningkatkan terjadinya stroke sehingga memerlukan pemberian antikoagulan.Persalinan pervaginam dapat berjalan dengan aman pada mitral stenosis yang dapat menoleransi kehamilan dengan baik pada NYHA kelas I dan II, dan bila tekanan arteri pulmonal < 50 mmHg. Namun, pasien dengan gagal jantung kongestif atau mitral stenosis berat dan moderat, dan tekanan arteri pulmonal > 50 mmHg, harus dilakukan monitor hemodinamik sentral dengan kateter arteri pulmonalis selama persalinan. Anestesi epidural dapat dilaksanakan selama persalinan dan pemberian antibiotik profilaksis direkomendasikan saat persalinan.

b. Mitral RegurgitasiPada umumnya regurgitasi katup dapat menoleransi kehamilan dengan baik, karena kondisi penyakitnya kronis, terjadi dilatasi ventrikel kiri dan fungsi ventrikel kiri yang terkompensasi mitral regurgitasi pada perempuan usia muda lebih sering disebabkan oleh prolaps katup mitral dan biasanya bertoleransi baik selama kehamilan. Bila regurgitasi terjadinya akut, maka kompensasi jantung lebih buruk. Disfungsi ventrikel kiri dan gagal jantung kiri jarang terjadi pada mitral regurgitasi. Presentasi derajat beratnya penyakit katup regurgitasi dalam kehamilan sulit dinilai, karena adanya peningkatan curah jantung selama kehamilan normal tanpa penyakit jantung. Penentuan fungsi ventrikel kiri dengan pemeriksaan ekokardiografi perlu diperhatikan karena perubahan dapat juga terjadi pada kehamilan normal.Persalinan normal lebih banyak dilaksanakan pada pasien-pasien regurgitasi walaupun ada riwayat keluhan sebelumnya. Pada beberapa kasus yang jarang terjadi, komplikasi gagal jantung kiri pada kasus regurgitasi (fraksi ejeksi < 40%), terminasi kehamilan dini harus dipertimbangkan karena dapat memperburuk gagal jantungnya selama kehamilan. Pemberian antibiotik profilaksis perlu diberikan untuk mencegah terjadinya bakteriemia yang menyebabkan endokarditis. Bila terjadi gejala yang berat dan terjadi gagal jantung kongestif terutama pada trimester ketiga, pemberian obat-obat diuretik dan vasodilator dapat memperbaiki toleransi klinis, sedangkan ACE inhibitor dan angiotensin reseptor bloker merupakan kontraindikasi selama kehamilan. Vasodilator yang banyak dipakai adalah nitrat dan antagonis kalsium. Bila terdapat keluhan dan gejala klinik pada pasien mitral regurgitasi, akan lebih baik dilakukan perbaikan katup sebelum kehamilan.

KEHAMILAN DENGAN HIPERTENSIEPIDEMIOLOGIHipertensi dalam kehamilan merupakan 5-15% penyulit kehamilan dan merupakan salah satu penyebab tertinggi mortilitas dan morbiditas ibu bersalin. Di Indonesia mortalitas dan morbiditas hipertensi dalam kehamilan juga masih cukup tinggi. Hipertensi dalam kehamilan dapat dialami oleh semua ibu hamil sehingga pengetahuan tentang pengelolaan hipertensi dalam kehamilan harus benar-benar dipahami oleh semua tenanga medis.ETIOLOGI DAN PATOFISIOLOGIPenyebab Hipertensi dalam kehamilan hingga kini belum diketahui dengan jelas. Banyak teori yang telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah :Teori kelainan vaskularisasi plasentaPada kehamilan normal, dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi trofoblas ke dalam lapisan otot arteri spiralis, yang menimbulkan degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis. Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis, sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah, penurunan resistensi vascular, dan peningkatan aliran darah pada daerah uteroplasenta. Akibatnya aliran darah ke janin cukup banyak dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin pertumbuhan janin dengan baik. Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, sehingga aliran darah uteroplasenta menurun, dan terjadilah hipoksia dan iskemia plasenta. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah 500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10 kali aliran darah ke uteroplasenta.Teori iskemia plasenta, radikal bebas,dan disfungsi endotela. Iskemia plasenta dan pembentukan oksidan/radikal bebasSebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi dalam kehamilan terjadi kegagalan remodeling arteri spiralis, akibatnya plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang iskemia ini akan menghasilkan oksidan yang disebut juga radikal bebas. Oksidan merupakan senyawa penerima elektron atau atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan yang dalam keadaan normal dibutuhkan untuk perlindungan tubuh. Salah satu oksidan yang dihasilkan plasenta iskemia aalah radikal hidroksil yang sangat toksik, khususnya terhadap membran sel endotel pembuluh darah. Radikal hidroksil akan merusak membran sel, yang banyak mengandung asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus dan protein sel endotel.b. Peroksida lemak sebagai oksidan pada hipertensi dalam kehamilanPada hipertensi dalam kehamilan telah terbukti bahwa kadar oksidan, khususnya peroksida lemak meningkat, sedangkan antioksidan seperti vitamin E pada hipertensi dalam kehamilan menurun, sehingga terjadi dominasi kadar oksidan peroksida lemak yang relatif tinggi. Membran sel endotel lebih mudah mengalami kerusakan oleh peroksida lemak, karena letaknya langsung berhubungan dengan aliran darah dan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh.c. Disfungsi sel endotelAkibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi kerusakan sel endotel, yang kerusakannya dimulai dari membran sel endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Pada waktu terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel endotel, maka akan terjadi: Gangguan metabolisme prostaglandin Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami kerusakan untuk menutup tempat-tempat dilapisan endotel yang mengalami kerusakan. Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (TXA2) suatu vasokonstriktor kuat. Pada keadaan preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi dari kadar prostasiklin sehingga tejadi vasokonstriksi dengan terjadi kenaikan tekanan darah. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus Peningkatan permeabilitas kapiler Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin. Kadar NO (vasodilator) menurun, sedangkan endotelin (vasokonstiktor) meningkat. Peningkatan faktor koagulasiTeori intoleransi imunologik antara ibu dan janinPada perempuan hamil normal, respon imun tidak menolak adanya hasil konsepsi yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya human leukocyte antigen protein G (HLA-G), yang berperan penting dalam modulasi respon imun, sehinga Ibu tidak menolak hasil konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi trofoblast janin dari lisis oleh sel natural killer (NK) Ibu. HLA-G juga akan mempermudah invasi sel trofoblast kedalam jarinagn desidua Ibu. Pada plasenta hipertensi dalam kehamilan terjadi penurunan ekspresi HLA-G sehingga HLA-G pada desidua Ibu mengahambat invasi trofoblast ke dalam desidua. Invasi trofoblast sangat penting agar jaringan desidua menjadi lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi spiralis.Teori adaptasi kardiovaskularPada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap ransangan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang lebih tinggi untuk menimbulkan respon vasokonstriksi. Pada hipertensi dalam kehamilan akan terjadi kehilangan daya refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor.Teori genetikAda faktor keturunan dan familial dengan model gen tunggal. Genotipe Ibu lebih menentukan terjadinya hipertensi dalam kehamilan secara familial jika dibandingkan dengan genotipe janin.Teori defisiensi gizi/dietBeberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa minyak ikan mengandung banyak asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan, menghambat aktivasi trombosit, dan menegah vasokonstriksi pembuluh darah, sehingga akan mengurangi risiko preeklampsia. Beberapa peneliti menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya preeklampsia atau eklampsia.Teori stimulus inflamasiTeori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblast di dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris trofoblast sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrosis trofoblast akibat reaksi stress oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamlian normal, jumlah debris trofoblast masih dalam batas wajar, sehingga reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan proses apoptosis dalam preeklampsia, dimana pada preeklampsia terjadi peningkatan stress oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan nekrotif trofoblast juga meningkat. Makin banyak sel trofoblast plasenta, misalnya pada plasenta besar dan pada hamil ganda, maka reaksi stress oksidatif akan sangat meningkat, keadaan ini menimbulkan beban reaksi inlamasi dalam darah Ibu menjadi jauh lebih besar, dibandingkan dengan reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofak/granulosit, yang lebih besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang menimbulkan gejala-gejala preeklampsia pada Ibu.

FAKTOR RESIKO Primigravida, primipaternitas Hiperplasentosis, misalnya: mola hidatidosa, kehamilan multipel, DM, hidrops fetalis, bayi besar Umur yang ekstrim Riwayat keluarga pernah preeklampsia/eklampsia Penyakit-penyakit ginjal dan hipertensi yang sudah ada sebelum hamil ObesitasKLASIFIKASI1. Hipertensi Kronik : hipertensi (140/90 mmHg) yang timbul sebelum umur kehamilan 20 minggu atau hipertensi yang pertama kali didiagnosis setelah umur kehamilan 20 minggu dan hipertensi menetap sampai 12 minggu pasca persalinan.2. Preeklampsia : hipertensi yang timbul setalah 20 minggu kehamilan disertai dengan proteinuria (300 mg dalam urin selama 24 jam atau 1+ dipstick).3. Eklampsia : preeklampsia yang disertai dengan kejang-kejang dan/atau koma.4. Hipertensi Kronik dengan Superimposed Preeklampsia : hipertensi kronik disertai tanda-tanda preeklampsia atau hipertensi kronik disertai proteinuria.5. Hipertensi Gestasional (Transient Hypertension) : hipertensi yang timbul pada kehamilan tanpa disertai proteinuria dan hipertensi menghilang setelah 3 minggu pasca persalinan atau kehamilan dengan tanda-tanda preeklampsia tetapi tanpa proteinuria.1. HIPERTENSI KRONIKDiagnosis Tekanan darah 140/90 mmHg Hipertensi telah didiagnosis sebelum kehamilan atau hipertensi terdeteksi sebelum usia kehamilan 20 minggu Hipertensi persisten setelah 12 minggu postpartum Umur Ibu relatif tua diatas 35 tahun Umumnya ditemukan kelainan jantung, ginjal, dan DM Obesitas Penggunaan obat antihipertensi sebelum kehamilan Pemeriksaan laboratorium seperti fungsi ginjal, fungsi hepar, hemoglobin, hematokrit dan trombosit Pemeriksaan khusus yaitu EKG, pemeriksaan mata, USG janin dan ginjalDampak pada kehamilanDampak pada ibu yang mengalami hipertensi kronik yang diperberat oleh kehamilan akan memberi tanda kenaikan mendadak tekanan darah, yang akhirnya disusul proteinuria dan tekanan darah sistolik > 200mmHg, diastolik > 130mmHg dengan akibat segera terjadi oliguria dan gangguan ginjal. Penyulit hipertensi kronik pada kehamilan yaitu risiko terjadinya solusio plasenta 2-3 kali dan terjadi superimposed preeklampsia.Dampak hipertensi kronik pada janin ialah pertumbuhan janin terhambat atau fetal growth restriction dan intra uterine growth restriction (IUGR). Insidens fetal growth restriction berbanding langsung dengan hipertensi yang disebabkan menurunnya perfusi uteroplasenta, sehingga menimbulkan insufisiensi plasenta. Dampak lain pada janin peningkatan persalinan preterm.Terapi Dianjurkan melakukan pemeriksaan ANC yang teratur. Bila diperlukan konsultasi pada spesialis. Dianjurkan cukup istirahat, menjauhi emosi dan dilarang melakukan pekerjaan berat. Dicegah penambahan berat badan yang berlebihan. Dianjurkan untuk diet tinggi protein, rendah lemak dan rendah garam. Pengawasan ketat terhadap janin. Dilakukan monitoring dengan elektrokardiografi fetal, fetal heart monitoring, ukuran biparietal (USG), penentuan kadar estriol, amnioskopi, dan pH darah janin. Medikamentosa Obat antihipertensi : metildopa (500mg 3x/hari, maksimal 3 gram/hari) atau nifedipin (antara 30-90mg/hari) Obat penenang : fenobarbital, valium, frisium ativan. Dapat dipertimbangkan pengakhiran kehamilan bila terjadi hipertensi yang berat (TD 200/120) atau pre-eklamsia berat atau janin meninggal dalam kandungan. 2. PREEKLAMPSIAPreeklampsia merupakan penyulit kehamilan yang akut dan dapat terjadi ante, intra, dan postpartum. Dari gejala-gejala klinik preeklampsia dapat dibagi menjadi preeklampsia ringan dan berat.a. Preeklampsia RinganDiagnosisDiagnosis preeklampsia ringan ditegakkan berdasar atas timbulnya hipertensi disertai proteinuria dan/atau edema setelah kehamilan 20 minggu. Hipertensi: sistolik/diastolik 140/90 mmHg. Kenaikan sistolik 30 mmHg dan kenaikan diastolic 15 mmHg tidak dipakai lagi sebagai kriteria preeklampsia Proteinuria: 300 mg/24 jam atau + 1 dipstik Edema: edema local tidak dimasukkan dalam kriteria preeclampsia, kecuali edema pada lengan, muka dan perut, edema generalisataTujuan utama perawatan preeklampsiaMencegah kejang, perdarahan intrakranial, mencegah gangguan fungsi organ vital, dan melahirkan bayi sehat.Rawat Jalan (Ambulatoir)Ibu hamil dengan preeklamsia ringan dapat dirawat secara rawat jalan. Dianjurkan ibu hamil banyak istirahat (berbaring/ tidur miring), tetapi tidak mutlak harus tirah baring.Pada umur kehamilan diatas 20 minggu, tirah baring dengan posisi miring, dapat menghilangkan tekanan rahim pada vena kava inferior, sehingga meningkatkan aliran darah balik dan akan menambah curah jantung. Hal ini berarti pula meningkatkan aliran darah ke organ-organ vital. Peningkatan aliran darah ke ginjal akan meningkatkan filtrasi glomerulus dan meningkatkan diuresis. Diuresis dengan sendirinya meningkatkan ekskresi natrium, menurunkan reaktivitas akrdiovaskuler, sehingga mengurangi vasospasme. Peningkatan curah jantung akan meningkatkan pula aliran darah rahim, menambah oksigenasi plasenta, dan memperbaiki kondisi janin dalam rahim.Pada preeklamsia tidak perlu dilakukan restriksi garam sepanjang fungsi ginjal masih normal. Pada preeklamsia, ibu hamil umumnya masih muda, berarti fungsi ginjal masih bagus, sehingga tidak diperlukan restriksi garam.Diet yang mengandung 2 g natrium atau 4-6 g NaCL (garam dapur) adalah cukup. Kehamilan sendiri lebih banyak membuang garam lewat ginjal, tetapi pertumbuhan janiin justru membutuhkan lebih banyak konsumsi garam. Bila konsumsi garam hendak dibatasi, hendaknya diimbangi dengan konsumsi cairan yang banyak, berupa susu atau air buah.Diet yang diberikan cukup protein, rendah karbohidrat, lemak, garam secukupnya dan roboransia prenatal. Tidak diberikan obat-obatan diuretik, antihipertensi, dan sedatif. Dilakukan pemeriksaan laboratorium Hb, hematokrit, fungsi hati, urin lengkap, dan fungsi ginjal.Rawat Inap (Di Rawat di RS)Pada keadadaan tertentu ibu haml dengan preeklamsia ringan perlu dirawat dirumah sakit. Kriteria preeklamsia ringan dirawat dirumah sakit adalah bila tidak ada perbaikan (tekanan darah, kadar proteinuria selama 2 minggu) dan adanya satu atau lebih gejala dan tanda-tanda preeklamsia berat. Selama dirumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik dan laboratorik. Pemeriksaan kesejahteraan janin, berupa pemeriksaan USG, dan Doppler khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah cairan amnion. Pemeriksaan nonstresstest dilakukan 2 kali seminggu dan konsultasi dengan bagian mata, jantung dll.Perawatan Obstetrik Pada kehamilan preterm (37 minggu), persalinan ditunggu sampai terjadi onset persalinan atau dipertimbangkan untuk melakukan induksi persalinan pada taksiran tanggal persalinan. Persalinan dapat dilakukan secara spontan, bila perlu memperpendek kala II.b. Preeklampsia BeratDiagnosisa) Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.b) Proteinuria 5 gr atau lebih perliter dalam 24 jam atau kualitatif 2+ atau lebihc) Oliguria (produksi urin < 500 cc / 24 jam)d) Kenaikan kadar kreatinin plasmae) Gangguan visus dan serebral : penurunan kesadaran, nyeri kepala, skotoma, dan pandangan kabur.f) Nyeri epigastrium / nyeri pd kuadran kanan atas abdomeng) Edema paru paru dan sianosis h) Hemolisis mikroangiopatik i) Trombositopenia berat : < 100.000 sel / mm3 j) Gangguan fungsi hepar k) Pertumbuhan janin intrauterin terhambat l) Sindrom HELLP Tatalaksana Preeklampsia Berat MedikamentosaPenderita preeklamsia berat harus segera masuk rumah sakit untuk rawat inap dan dianjurkan tirah baring miring ke satu sisi (kiri). Perawatan yang penting pada preeklamsia berat adalah pengelolaan cairan, karena penderita preeklamsia dan eklamsia mempunyai resiko tinggi untuk terjadinya edema paru dan oliguria. Sebab dari kedua keadaan tersebut belum jelas, tetapi faktor yang sangat memnentukan terjadinya edema paru dan oliguria adalah hipovolemia, vasospasme, kerusakan sel endotel, penurunan gradien tekanan onkotik koloid (pulmonary capillary wedge pressure).Oleh karena itu, monitoring monitoring input cairan (melalui oral ataupun infus) dan outpu cairan (melalui urin) menjadi sangat penting. Artinya harus dilakukan pengukuran secara tepat berapa jumlah cairan yang dimasukkan dan dikeluarkan. Bila terjadi tanda-tanda edema paru, segera dilakukan tindakan koreksi cairan, yaitu dapat diberikan berupa 5% Ringer-dekstrose atau cairan garam faali, dengan jumlah tetesan 125 cc/jam atau infus dekstrose 5% yang tiap 1 liternya diselingi dengan infus Ringer laktat (60-125 cc/jam) 500 cc.Pasien juga dipasangi kateter foley untuk mengukur pengeluaran urin. Oliguria terjadi bila produksi urin 30 mEq/L (>36 mg/dl) Pemberian obat antihipertensiMasih banyak pendapat dari beberapa negara tentang penentuan batas (cut off) tekanan darah untuk pemberian antihipertensi. Beberapa sumber menggunakan cut off 160/110 mmHg, ada pula yang menentukan cut off >126mmHg.Sedangkan RSU Dr. Soetomo Surabaya menetapakan batas tekanan darah untuk pemberian antihipertensi adalah bila tekanan sitolik 180 mmHg atau tekanan diastolik 110 mmHg. Tekanan darah diturunkan secara bertahap, yaitu penurunan awal 25% dari tekanan sistolik dan tekanan darah diturunkan mencapai < 160/105 mmHg. Jenis antihipertensi yang sering digunakan di Indonesia adalah Nifedipin, dosis awal :10-20 mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum 120 mg per 24 jam. Nifedipin tidak boleh digunakan sublingual karena efek vasodilatasi sangat cepat, sehingga hanya boleh diberikan per oral.3. EKLAMPSIADiagnosis Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110 mmHg Proteinuria = 5 atau (3+) pada tes celup strip Oliguria, diuresis < 400 ml dalam 24 jam Sakit kepala hebat dan gangguan penglihatan Nyeri epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen atau ada ikterus Edema paru atau sianosis Trombositopenia Pertumbuhan janin yang terhambat Kejang dan/atau komaSelain anamnesis dan pemeriksaan fisik, pada kecurigaan eklampsia sebaiknya diperiksa juga : Pemeriksaan darah rutin serta kimia darah : ureum-kreatinin, SGOT, LD, bilirubin Pemeriksaan urine : protein, reduksi, bilirubin, sedimen Kemungkinan adanya pertumbuhan janin terhambat, konfirmasi USG bila ada. Nilai kesejahteraan janin (kardiotokografi).TerapiPerawatan dasar eklamsia yang utama adalah terapi supotif untuk stabilisasi fungsi vital, yang harus selalu diingat adalah ABC, mengatasi dan mencegah kejang, mengatasi hipoksemia dan asidemia, mencegah trauma pada saat pasien kejang, mengendalikan tekanan darah, khususnya pada waktu krisis hipertensi, melahirkan janin pada waktu yang tepat dan dengan cara yang tepat.Perawatan medikamentosa dan perawatan suportif eklamsia, merupakan perawatan yang sangat penting. Tujuan utama pengobatan medikamentosa eklamsia adalah mencegah dan menghentikan kejang, mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya hipertensi krisis, mencapai stabilisasi ibu seoptimal mungkin sehingga dapat melahirkan janin pada saat dan dengan cara yang tepat. Obat antikejangObat antikejang yang menjadi pilihan pertama adalah magnesium sulfat. Bila dengan jenis obat ini kejang masih sukar diatasi, dapat dipakai obat jenis lain, misalnya tiopental. Sedangkan diazepam penggunaannya harus diberikan oleh mereka yang berpengalaman. Magnesium sulfat (MgSo4)Pemberian magnesium sulfat pada eklamsia dasarnya sama dengan pemberiannya pada pasien preeklamsia berat. Pengobatan suportif terutama ditujukan untuk gangguan fungsi organ-organ penting. Pada penderita yang mengalami kejang dan koma, nursing care sangat penting, misalnya meliputi cara perawatan penderita dalam suatu kamar isolasi, mencegah aspirasi, mengatur infus penderita, dan monitoring produksi urin. Perawatan pada waktu kejangPada penderita yang mengalami kejang, tujuan pertama pertolongan adalah mencegah penderita mengalami trauma akibat kejang-kejang tersebut. Untuk mencegah trauma, pasien dirawat di kamar isolasi cukup terang, tidak dikamar gelap, sehingga bila terjadi sianosis segera dapat diketahui. Penderita dibaringkan di tempat tidur yang lebar, dengan rail tempat tidur harus dipasang dan harus dikunci dengan kuat. Diperlukan juga untuk memasukkan sudap lidah ke dalam mulut. Kepala pasien direndahkan dan daerah orofaring dihisap. Hendaknya dijaga agar kepala dan ekstremitas penderita yang sedang kejang tidak terlalu kuat menghentak-hentak benda keras di sekitarnya. Fiksasi badan pada tempat tidur harus cukup kendor, guna menghindari fraktur. Bila penderita kejang-kejang, segera beri oksigen. Perawatan komaTindakan pertama pada penderita yang jatuh koma adalah menjaga dan mengusahakan agar jalan nafas atas tetap terbuka, yaitu dengan manuver head tilt-neck lift, yaitu kepala direndahkan dan daerah leher dalam posisi ekstensi ke belakang atau jaw-thrust, yaitu mandibula kiri dan kanan diekstensikan ke atas sampil mengangkat kepala ke belakang yang dapat dilanjutkan dengan pemasangan oropharyngeal airway.Selain itu, semua benda yang ada dalam rongga mulut dan tenggorokan, baik berupa lendir maupun sisa makanan, harus segera dihisap secara intermiten, untuk mencegah terjadinya aspirasi bahan lambung. Selain itu perlu juga monitoring kesadaran dan dalamnya koma dengan memakai GCS dan kemungkinan pemasangan NGT. Perawatan edema paruBila terjadi edema paru, pemderita sebaiknya dirawat di ICU karena membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.

Perawatan obstetrikSikap terhadap kehamilan adalah semua kehamilan dengan eklamsia harus diakhiri, tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin. Persalinana diakhiri bila sudah mencapai stabilisasi hemodinamik dan metabolisme ibu.4. HIPERTENSI KRONIK DENGAN SUPERIMPOSED PREEKLAMPSIATanda dan gejala Tekanan darah sistolik > 200 mmHg. Tekanan darah diastolik 90 110 mmHg Proteinuria 3 gram / 24 jam Gejala neurologik Nyeri kepala hebat Gangguan visus Edema patologik yang menyeluruh ( anasarka ) Oliguria Edema paru serum kreatinin Trombositopenia transaminase serum heparDiagnosisUntuk mendiagnosis superimposed preeclampsia sudah cukup dengan melihat definisi yang tercakup di dalamnya, yaitu hipertensi yang terjadi pada wanita hamil yang sudah mengalami hipertensi kronik sebelumnya dengan temuan klinis berupa: Proteinuria (>300 mg/24 jam) yang terjadi pada wanita hamil yang sebelumnya tidak mengalami proteinuria pada 20 minggu pertama kehamilan; atau Peningkatan tiba-tiba kadar proteinuria atau tekanan darah atau jumlah platelet 110 mmhg) berikan labeltolol 20 mg I.V. Naikkan dosis sampai 40 mg dan 80 mg jika respons tidak baik sesudah 10 menit Nifedipin, yang diberikan 5-10 mg oral yang dapat diulang sampai 8 kali/24 jam, jika respons tidak membaik setelah 10 menit, berikan tambahan 5 mg Nifedipin sublingual. Metildopa 3x 250-500 mg/hr

b. Terapi cairan : dekstrosa 5% infus 6 gram dalam larutan RL / 6 jam,atau di berikan 4atau 5 gram i.m tiap 4-6 jam.c. Perawatan edema paru Bila terjadi edema paru sebaiknya penderita di rawat di ICU karena membutuhkan perawatan animasi dengan respirator.d. PersalinanSikap terhadap persalinan di tentukan oleh derajat tekanan darah dan perjalanan klinik : bila tekanan darah terkendali, perjalanan kehamilan normal ,pertumbuhan janin normal dan volume amnion normal , maka dapat di teruskan sampai aterm bila terjadi komplikasi dan kesehatan janin bertambah buruk ,maka segera di terminasi dengan induksi persalinan, tanpa memandang umur kehamilan. Secara umum persalinan di arahkan pervaginam.

5. HIPERTENSI GESTASIONALDiagnosisDiagnosis hipertensi gestasional dibuat jika terjadi hipertensi pertama kali tampak setelah usia kehamilan > 20 minggu atau selama 48 sampai 72 jam post-partum dan menghilang pada 12 minggu post-partum, tanpa disertai proteinuria.Sangat sulit untuk membedakan kondisi ini dengan tahap awal dari preeklampsia. sebagian pasien dengan hipertensi gestasional yang nyata akan berkembang mengalami proteinuria dan sindrom preeklampsia pada tahap kehamilan selanjutnya.Diagnosis hipertensi gestasional hanya bisa dilakukan secara retrospektif, yaitu pada saat kehamilanya sudah selesai tanpa disertai timbulnya proteinuria dan saat tekanan darahnya kembali ke normal tepat sebelum 12 minggu post-partum.

TerapiSecara umum, pengobatan tidak diperlukan karena sebagian besar pasien mengalami hipertensi ringan. Akan tetapi karena sekitar 50% pasien akan berkembang menjadi pre-eklampsia maka diperlukan tatalaksana sebagai berikut :a) Hipertensi gestasional ringan < 37 minggu. Tujuannya adalah untuk mencegah progresivitas menjadi hipertensi berat dan pre-eklampsia atau pertumbuhan janin yang terganggu. Pada saat hipertensi gestasionalnya diketahui, jika kehamilannya masih jauh dari term, pasien ditatalaksana sesuai dengan pasien dengan pre-eklampsia. b) Hipertensi gestasional ringan > 37 minggu. Pasien tersebut harus melakukan persalinan jika serviksnya sudah memadai. Penatalaksanaannya sama dengan pasien pre-eklampsia ringan dengan usia kehamilan > 37 minggu. c) Hipertensi gestasional berat Jika tekanan darahnya dalam rentang yang dikategorikan berat, terapi antihipertensi sangat penting. Tujuan terapinya adalah untuk menurunkan tekanan darah sistolik dan diastolik secara bertahap sehingga berada dalam rentang hipertensi ringan untuk mempertahankan perfusi uteroplasenta Jika responnya terhadap terapi medis tidak adekuat, pasien harus dimasukkan ke ruangan antepartum untuk dimonitoring secara ketat. Tatalaksananya sama dengan pasien dengan preeklampsia.

DAFTAR PUSTAKA

Belfort, M., Saade, G., Foley, M., Phelan, J., Dildy, G. 2010. Critical Care Obstetrics. 5th ed. USA: Wiley-BlackwellChamberlain, G., Morgan, M. 2002. ABC Of Antenatal Care. 4th ed. Swansea: BMJ BooksCunningham, F.G., Maldo Hald, Gant, N.F. 2005. Obstetri Williams vol 1. 21th ed. Jakarta: EGCPrawirohardjo, S., Wiknjosastro, H. 2008. Ilmu Kebidanan. 4th ed. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo