nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

38
Daftar Isi Daftar Isi.................................................... ....................................................... ...... 1 Bab I (PENDAHULUAN) A. Latar Belakang......................................... ................................................. .. 2 B. Rumusan Masalah.......................................... ............................................. 2 C. Tujuan Penilitian........................................ ................................................. 3 D. Manfaat Penelitian........................................ .............................................. 1

Upload: hanif-cahyani

Post on 24-Jul-2015

321 views

Category:

Health & Medicine


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Daftar Isi

Daftar Isi................................................................................................................. 1

Bab I (PENDAHULUAN)

A. Latar Belakang............................................................................................

2

B. Rumusan Masalah.......................................................................................

2

C. Tujuan Penilitian......................................................................................... 3

D. Manfaat Penelitian...................................................................................... 3

Bab II (TINJAUAN PUSTAKA)........................................................................... 4

Bab III (METODE PENELITIAN)

A. Jenis Penelitian............................................................................................ 9

B. Metode Pengumpulan Data.........................................................................

9

C. Populasi dan Sampel...................................................................................

9

D. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data............................................. 10

Bab IV (PEMBAHASAN)

4.1 PGK........................................................................................................ 11

4.2 Hemodialisa............................................................................................. 11

4.3 Hasil penelitian....................................................................................... 13

Kesimpulan........................................................................................................... 22

Daftar Pustaka...................................................................................................... 23

1

Page 2: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit Ginjal Kronik (PGK) masih merupakan masalah kesehatan dunia

karena prevalensinya yang meningkat, “irreversibel”, dan progesif. Prevalensi

gagal ginjal kronik menurut United State Renal Data System (USRDDS) pada

tahun 2009 adalah sekitar 10-13 % didunia. Dalam Kartika (2013), berdasarkan

survei dari Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) menyebutkan bahwa

Indonesia merupakan negara dengan prevalensi penyakit gagal ginjal kronik yang

cukup tinggi, yaitu sekitar 30,7 juta penduduk. Menurut data PT Askes, ada

sekitar 14,3 juta orang penderita gagal ginjal tahap akhir saat ini menjalani

pengobatan yaitu dengan prevalensi 433 perjumlah penduduk, Jumlah ini akan

meningkat hingga melebihi 200 juta pada tahun 2025 ( Febrian, 2009 ).

Penderita Penyakit Ginjal Kronik (PGK) harus menjalani hemodialisis.

Namun, dalam menjalani hemodialisis akan terdapat banyak komplikasi yaitu

salah satunya adalah timbulnya malnutrisi. Prevalensi malnutrisi ini meningkat

secara progresif sejalan dengan hilangnya fungsi residual ginjal. Hemodialisis

yang tidak adekuat akan meningkatkan keluhan mual, muntah, dan gangguan

gastrointestinal, ditambah diet yang tidak tepat yang akan memperburuk asupan

gizinya yang memberi dampak penurunan status gizinya. Pada umumnya,

penderita penyakit ginjal kronik berusia pada dekade ke 3 sampai 7.

2

Page 3: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Berdasarkan uraian diatas, maka kami mengambil judul “Pemeriksaan

Status Nutrisi pada Penyakit Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisis.”

B. Rumusan Masalah

Dari latar belakang yang telah kami uraikan tersebut, maka rumusan

masalahnya adalah:

1. Bagaimana hubungan umur dan lamanya hemodialisis dengan status

gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis?

2. Bagaimana cara meningkatkan status gizi pada penderita penyakit

ginjal kronik yang menjalani hemodialisis?

C. Tujuan Penilitian

Tujuan penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat hubungan umur dan lamanya hemodialisis dengan

status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang menjalani

hemodialisis.

2. Untuk mengetahui cara meningkatkan status gizi pada penderita

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

D.Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi peneliti

a. Dapat mengetahui hubungan umur dan lamanya hemodialisis

dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik yang

menjalani hemodialisis

b. Dapat mengetahui cara meningkatkan status gizi pada penderita

penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis.

c. Memberikan kontribusi ilmu pengetahuan bagi masyarakat dan

pemerintah.

2. Bagi masyarakat

3

Page 4: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

a. Masyarakat lebih mengetahui tentang hubungan hemodialisis

dengan status gizi pada penderita penyakit ginjal kronik.

b. Masyarakat dapat mengetahui cara meningkatkan status gizi

pada .penderita penyakit ginjal kronik.

3. Bagi pemerintah

a. Pemerintah dapat menindaklanjuti penelitian ini untuk

pengembangan ilmu pengetahuan.

b. Pemerintah lebih memperhatikan status gizi penderita penyakit

ginjal kronik.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1. Malnutrisi

Malnutrisi menurut World Health Organization (WHO) adalah

ketidakseimbangan antara asupan dan kebutuhan nutrisi untuk menjamin

pertumbuhan yang optimal. Hingga saat ini malnutrisi merupakan salah

satu masalah serius di bidang kesehatan anak, baik di negara maju maupun

di negara berkembang.

Malnutrisi menyebabkan pertumbuhan yang terhambat. Gangguan

pertumbuhan ada dua, yaitu malnutrisi akut dan malnutrisi kronik.

Malnutrisi akut bisa disebabkan oleh kurangnya asupan nutrisi pada

makanan, contohnya kwasiorkhor. Malnutrisi kronik berakibat pada

kekerdilan, contohnya marasmus.

2. Gambaran Umum Gagal Ginjal Kronik

Perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat

hubungan antara kebersihan kreatinin dan kecepatan filtrasi glomerulus

sebagai prosentase dari keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan

kadar nitrogen urea darah dengan rusaknya masa nefron secara progresif

oleh penyakit ginjal kronik.

4

Page 5: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Perjalanan umum gagal ginjal progresif dapat dibagi menjadi tiga

stadium. Stadium pertama dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama

stadium ini kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah normal, dan

penderita asimtomik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat

diketahui dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut,

seperti tes pemeketan kemih yang lama atau dengan mengadakan tes

kecepatan filtrasi glomerulus. Stadium kedua perkembangan tersebut

disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75% jaringan yang berfungsi

telah rusak. Pada tahap ini kadar nitrogen urea darah baru mulai meningkat

di atas batas normal. Pada stadium ini kadar kreatinin serum juga mulai

meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila

penderita misalnya mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung atau

dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal ini mulai timbul gejala-gejala

nokturia dan poliuria. Gejala- gejala ini timbul sebagai respon terhadap

stress dan perubahan makanan atau minuman yang tiba-tiba. Nokturia

didefinisikan sebagai gejala pengeluaran kemih waktu malam hari yang

menetap sampai sebanyak 700 ml atau penderita terbangun untuk

berkemih beberapa kali atau malam hari. Poliuria berarti peningkatan

volume kemih yang terus menerus. Pengeluaran kemih normal sekitar

1500 ml/hari dan berubah-ubah sesuai dengan jumlah cairan yang dimiliki.

Stadium ketiga dan akhir gagal ginjal progresif disebut gagal ginjal

stadium akhir atau uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila

sekitar 90% dari masa nefron telah hancur, atau hanya sekitar 200.000

nefron saja yang masih utuh. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita

mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak

sanggup lagi mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam

tubuh. Pada stadium ini penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia

mendapat pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.

3. Perkembangan penyakit ginjal

Adanya jejas ( injury) awal pada ginjal akan menimbulkan

bermacam manifestasi klinik, mulai dari hematuria yang asimtomatik,

5

Page 6: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

sampai kerusakan ginjal yang membutuhkan dialisis. Kebanyakan individu

akan mengalami proses penyembuhan sehingga hanya sedilkit tersisa

sekuele atau sembuh total. Perbedaan proses penyembuhan ini disebabkan

karena adanya variasi respon ginjal terhadap jejas.

Ginjal mempunyai kemampuan untuk beradaptasi terhadap

kerusakan dengan meningkatkan filtrasi dari nefron normal yang tersisa.

Proses ini disebut hiperfiltrasi adaptif, sehingga pada pasien dengan

kerusakan ginjal yang ringan, konsentrasi keratinin plasma tetap normal

atau mendekati normal. Juga fungsi homeostatis yang sebagian besar

terjadi di tubulus, tetap normal atau mendekati normal, sehingga

konsentrasi Na, K, Ca, P, serta total cairan tubuh tetap normal.

Hipertensi adaptif, walaupun pada awalnya berguna, tapi jangka

panjang akan menyebabkan kerusakan glomerulus dan nefron yang tersisa,

yang bermanifestasi sebagai proteinuria dan adanya progresivitas

kerusakan ginjal. Proses ini mempunyai peran besar pada perkembangan

penyakit ginjal menuju stadium terminal. Usaha- usaha untuk mencegah

berlanjutnya proses ini seperti pemberian penghambat ACE ( angiotensin

converting enzyme) atau ARB ( angiotensin II receptor bloker), dapat

memperlambat progresivitas penyakit ginjal dan bahkan efektif bila

dimulai sebelum terjadinya jaringan parut yang tidak bisa kembali ke

normal (irreversible scarring) pada ginjal yang mengalami jejas.

Penurunan fungsi ginjal pada pasien dengan penyakit ginjal kronik,

pada awalnya berlangsung tanpa gejala (asiomatik). Gejala- gejala seperti

hipervolemi, hiperkalemi, asidosis metabolik, anemia, hipertensi, dan

kelainan tulang, terjadi pada saat fungsi ginjal sudah menurun

(eGFR<25ml/menit). Sedangkan pada PGK tahap akhir (Egfr <15

ml/menit) biasanya akan timbul gejala-gejala yang dikelompokkan dalam

sindrom uremia yaitu anoreksia, nausea, nefropati perifer, perikarditis, dan

gangguan sistem saraf pusat ( mulai dari konsentrasi yang berkurang

sampai koma, kejang, dan kematian). Progresivitas penyakit ginjal kronik

ditentukan oleh penyakit dasarnya, ada tidaknya penyakit penyerta,

penggobatan, status ekonomi, ras dan beberapa faktor lainnya.

6

Page 7: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

4. Faktor Resiko

Faktor risiko terjadinya Cronic Kidney Disease antara lain: riwayat

keluarga dengan penyakit polikistik ginjal, atau penyakit ginjal genetik,

riwayat gagal ginjal akut, hipoplasia atau displasia ginjal, penyakit saluran

kemih terutama obstruksi, refluks vesikoureter yang berhubungan dengan

infeksi saluran kemih dan parut ginjal, riwayat menderita sindrom

nefrotik, sindrom nefritik akut, sindrom hemolitik uremik, hipertensi,

riwayat penyakit sistemik seperti Henoch Schoenlein Purpura atau lupus

eritematosus sistemik.

5. Penyebab gagal ginjal

Penyebab gagal ginjal tersebut diantaranya meliputi :

a. Penyebab dengan frekuensi paling tinggi pada usia dewasa serta

anakanak adalah glomerulonefritis dan nefritis interstitial.

b. Infeksi kronik dari traktus urinarius (menjadi penyebab pada semua

golongan usia).

c. Gagal ginjal kronik dapat pula dialami ana-anak yang menderita

kelainan kongenital seperti hidronefrosis kronik yang mengakibatkan

bendungan pada aliran air kemih atau air kemih mengalir kembali dari

kandung kemih.

d. Adanya kelainan kongenital pada ginjal.

e. Nefropati herediter.

f. Nefropati diabetes dan hipertensi umumnya menjadi penyebab pada

usia dewasa.

g. Penyakit polisistik, kelainan pembuluh darah ginjal dan nefropati

analgesik tergolong penyebab yang sering pula.

h. Pada beberapa daerah, gangguan ginjal terkait dengan HIV menjadi

penyebab yang lebih sering.

i. Penyakit yang tertentu seperti glomerulonefritis pada penderita

transplantasi ginjal. Tindakan dialisis merupakan pilihan yang tepat

pada kondisi ini.

7

Page 8: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

j. Keadaan yang berkaitan dengan individu yang mendapat obat

imunosupresif ringan sampai sedang karena menjalani transplantasi

ginjal. Obat imunosupresif selama periode atau masa transisi setelah

transplantasi ginjal yang diberikan untuk mencegah penolakan tubuh

terhadap organ ginjal yang dicangkokkan menyebabkan pasien

beresiko menderita infeksi, termasuk infeksi virus seperti herpes

zoster.

6. Hemodialisis

Hemo berarti darah dan dialisis berarti memisahkan atau

membersihkan. Jadi dapat diartikan hemodialisis adalah membersihkan

darah yang lebih dikenal dengan istilah cuci darah. Alat yang dipakai

adalah suatu artificial kidney atau dialyzer untuk membuang sampah

metabolik tubuh dan kelebihan air dalam tubuh. Dialyzer terdiri dari

holofilter yang sangat halus sebagai membran semipermiable dimana

darah akan kontak dengan cairan dialyzer yang mengandung elektrolit dan

bikarbonat.

7. Pengukuran status gizi

Kejadian malnutrisi dapat dideteksi dengan pengukuran status gizi.

Statusgizi dapat diperoleh melalui penilaian diet (asupan makan) dan

penilaianantropometri. Pasien HD beresiko tinggi mengalami malnutrisi

energi-protein. Penilaian status gizi yang direkomendasikan oleh KDOQI

(2000) adalah penilaian antropometri. Pengukuran antropometri adalah

pengukuran yang dianggap sesuai sebagai indikator status kecukupan

energi- protein pada pasien hemodialisis rutin. Asupan protein yang

dianjurkan adalah asupan protein dengan nilai biologis tinggi (protein

hewani), contohnya daging, telur dan salmon. semakin tinggiadekuasi

hemodialisis maka IMT nya semakin rendah. Hal tersebut dikaitkan

dengan sindroma uremia yang menyebabkan anoreksia, mual, muntah

padapasien yang menjalani hemodialisis inadekuat. Keadaan ini

menyebabkan pasiencenderung menghindari makanan yang menyebabkan

8

Page 9: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

mual, dalam hal ini protein(telur dan ikan) dan menggantinya dengan

makanan berenergi tinggi (biskuit dan roti). Adekuasi hemodialisis

berbanding lurus dengan asupan energi dan protein, artinya semakin tinggi

adekuasi hemodialisis maka akan ada peningkatan asupanenergi dan

protein. Adekuasi hemodialisis berbanding terbalik dengan indeksmassa

tubuh, artinya semakin tinggi adekuasi hemodialisis maka IMT

semakinrendah.

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif karena dalam

pelaksanaannya meliputi data, analisis, dan interpretasi tentang arti dan

data yang diperoleh. Penelitian ini disusun sebagai penelitian induktif yang

mencari dan mengumpulkan data dilapangan dengan tujuan untuk

mengetahui factor-faktor, unsur-unsur bentuk, dan suatu sifat dari

fenomena di masyarakat (Nazir, 1998: 51)

B. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data merupakan salah satu aspek yang berperan

dalam kelancaran dan keberhasilan suatu penelitian. Dalam penelitian ini

metode pengumpulan data yang digunakan adalah Cross Sectional Study.

Cross Sectional Study adalah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika

korelasi antara faktor-faktor dengan efek, dengan cara pendekatan,

observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time

approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja

dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek

pada saat pemeriksaan, hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian

diamati pada waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas

9

Page 10: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

mana yang menjadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya hubungan

sebab akibatnya (Notoatmojo, 2002)

C. Populasi dan Sampel

1. Menurut Warsito (1992: 49), populasi adalah keseluruhan objek

penelitian yang dapat terdiri dari manusia, hewan, tumbuhan, gejala,

nilai tes atau peristiwa, sebagai sumber data yang memiliki

karakteristik tertentu dalam suatu penelitian.

Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penderita

penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di unit

hemodialisis RS. Dr. M. Djamil Padang pada bulan Oktober 2013.

Didapatkan 114 orang penderita PGK yang menjalani hemodialisis.

Sebanyak 55 orang dikeluarkan dari penelitian karena kondisi fisik

yang tidak bisa diukur BB, TB seperti sesak nafas, stroke, kesadaran

menurun, menolak mengikuti penelitian, anak-anak dan VVIP.

Sehingga yang mengikuti penelitian sebanyak 59 orang.

2. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto,

2002: 109). Penetapan sampel yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan jenis metode sampling purposive. Sampling purposive

adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Teknik

ini bisa diartikan sebagai suatu proses pengambilan sampel dengan

menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang hendak diambil,

kemudian pemilihan sampel dilakukan dengan berdasarkan tujuan

tertentu, asalkan tidak menyimpang dari ciri-ciri sampel yang

ditetapkan.

Sampel yang digunakan dalam peneletian ini adalah 59 orang yang

menderita PGK di RS. Dr. M. Djamil Padang.

D. Teknik Pengolahan Data dan Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya diolah dan dianalisis menggunakan

program SPSS. SPSS merupakan singkatan dari Statistical Product and

Service Solutions. SPSS merupakan sebuah program komputer statistik

yang berfungsi dalam membantu memproses data-data statistik secara

10

Page 11: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

tepat dan cepat, serta menghasilkan output yang dikehendaki oleh para

pengambil keputusan.

BAB IV

PEMBAHASAN

4.1 PGK

Penyakit Ginjal Kronik merupakan penurunan kerja ginjal yang permanen

sehingga memerlukan cuci darah dan dalam keadaan tersebut penderita PGK akan

lebih mudah mengalami malnutrisi. Malnutrisi merupakan keadaan yang serius

pada penderita PGK yang mengalami cuci darah. Hal ini disebabkan adanya

gejala gastrointestinal berupa anoreksia, mual, dan muntah disamping proses

hemodialisanya sendiri dapat menyebabkan kehilangan protein akibat proses

dialisa. Berdasarkan survei penelitian oleh Soedirman Purwokerto menunjukan

status gizi pada gagal ginjal kronik hemodialisa sebesar 18-56% mengalami

kekurangan energi dan protein.Dapat dikatakan juga bahwa malnutrisi merupakan

penyebab kematian nomor 3 setelah penyakit kardiovaskular dan infeksi.

Malnutrisi juga merupakan faktor penyebab meningkatnya morbiditas, mortalitas

dan menurunnya kualitas hidup.

4.2 Hemodialisa

Hemodialisa adalah suatu tindakan membersihkan racun dalam tubuh,

karena ginjal tidak mampu lagi membuang sisa-sisa metabolisme dalam

11

Page 12: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

tubuh. Hemodialisis dilakukan pada pasien dengan penyakit ginjal kronik dan

penyakit ginjal akut dalam kondisi tertentu. Memang ada pasien yang

membutuhkan seumur hidup dilakukan cuci darah namun ada juga yang hanya

membutuhkan beberapa kali saja dan pasien akan kembali normal. Peluang

perbaikan melalui hemodialisis tergantung dari tingkat keparahan penyakit pasien

yang disebabkan karena keterlambatan pengobatan, oleh karena keengganan

pasien dan keluarga pasien untuk dilakukan cuci darah segera. Namun harus

diingat bahwa dari 1 juta orang dengan penyakit gagal ginjal terdapat 400 orang

yang membutuhkan terapi cuci darah/hemodialisis. Pemberian terapi dialisis pada

gagal ginjal bertujuan untuk memperpanjang umur dan mempertahankan kualitas

hidup. Sebagian besar terapi hemodialisa dilakukan di ruang rawat inap atau di

unit hemodialisa. Di Indonesia hemodialisa umumnya dilakukan dua kali dalam

seminggu dan satu sesi hemodialisa memakan waktu selama 5 jam.

Terapi ini dibutuhkan apabila fungsi ginjal seseorang telah mencapai

tingkatan terakhir (stage 5) dari gagal ginjal kronik. Dokter akan menentukan

tingkatan fungsi ginjal seseorang berdasarkan perhitungan GFR atau Glomerular

Filtration Rate, dimana pada tingkatan GFR dibawah 15, ginjal seseorang

dinyatakan masuk dalam kategori gagal ginjal terminal (End Stage Renal

Disease). Hemodialisa dilakukan bila ginjal sudah tidak mampu melaksanakan

fungsinya atau biasa disebut dengan gagal ginjal. Gagal ginjal dapat dibagi dua

yaitu gagal ginjal akut dimana fungsi ginjal terganggu untuk sementara waktu

sehingga hemodialisa dilakukan hanya hingga fungsi ginjal membaik

dan gagal ginjal kronis dimana fungsi ginjal rusak secara permanen akibatnya

hemodialisa harus dilakukan seumur hidupnya.

 Pada proses hemodialisa, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di

dalam ginjal buatan (dialyzer). Darah yang telah disaring kemudian dialirkan

kembali ke dalam tubuh. Rata -  rata manusia mempunyai sekitar 5,6 s/d 6,8 liter

darah, dan selama proses hemodialisa hanya sekitar 0,5 liter yang berada di luar

tubuh. Untuk proses hemodialisa dibutuhkan pintu masuk atau akses agar darah

dari tubuh dapat keluar dan disaring oleh dialyzer kemudian kembali ke dalam

tubuh.

12

Page 13: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Terdapat 3 jenis akses yaitu arteriovenous (AV) fistula, AV graft dan centra

venous catheter. AV fistula adalah akses vaskular yang paling direkomendasikan

karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien.

Berikut langkah-langkah dalam AV fistula:

1) Sebelum melakukan proses hemodialisa (HD), perawat akan memeriksa

tanda tanda vital pasien untuk memastikan apakah pasien layak untuk

menjalani hemodialisis.

2) Pasien melakukan timbang badan untuk menentukan  jumlah cairan

didalam tubuh yang harus dibuang pada saat terapi.

3) Langkah berikutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin cuci darah

dengan memasang blod line (selang darah) dan jarum ke akses vaskular

pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialyzer dan akses untuk

jalan masuk darah ke dalam tubuh.

4) Setelah semua terpasang maka proses terapi hemodialisa dapat dimulai.

Pada proses hemodialisa, darah sebenernya tidak mengalir melalui mesin

HD, melainkan hanya melalui selang darah dan dialyzer. Mesin HD sendiri

merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, dimana mesin HD mempunyai

fungsi untuk mengatur dan memonitor aliran darah, tekanan darah, dan

memberikan informasi jumlah cairan yang dikeluarkan serta informasi vital

lainnya. Mesin HD juga mengatur cairan dialisat yang masuk ke dialyzer, dimana

cairan tersebut membantu mengumpulkan racun  – racun dari darah. Pompa yang

ada dalam mesin Hd berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialyzer

dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh.

Dialyzer merupakan kunci utama dalam proses hemodialisa. Disebut

sebagai ginjal buatan (artificial kidney) karena yang dilakukan oleh dialyzer

sebagian besar dikerjakan oleh ginjal kita yang normal. Dialyzer berbentuk

silinder dengan panjang rata – rata 30 cm dan diameter 7 cm dan didalamnya

terdapat ribuan filter yang sangat kecil. Dialyzer terdiri dari 2 kompartemen

masing – masing untuk cairan dialysate dan darah. Kedua kompartemen tersebut

dipisahkan oleh membran semipermiabel yang mencegah cairan dialysate dan

darah bercampur jadi satu. Membran semipermiabel mempunyai lubang – lubang

13

Page 14: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

sangat kecil yang hanya dapat dilihat melalui mikroskop sehingga hanya substansi

tertentu seperti racun dan kelebihan cairan dalam yang dapat lewat. Sedangkan

sel –sel darah tetap berada dalam darah.

4.3 Hasil penelitian

Pemeriksaan hemodialisis dilakukan perhitungan;

BB : Berat badan

TB : Tinggi badan

LiLA : Perhitungan lingkar lengan atas

Skin fold : Perhitungan tebal lipatan kulit

Hubungan-hubungan yang didapatkan dari terapi hemodialisis pada PGK:

A. Umur

Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan rentang usia

terbanyak penderita PGK yang menjalani hemodialisis terjadi pada usia 50-59

tahun yaitu sebesar 50,86%. Dari berbagai penelitian yang pernah dilakukan,

dapat diketahui bahwa PGK yang menjalani hemodialisa berusia pada dekade ke 3

-7.

Semakin tua umur seseorang akan terjadi proses penurunan kemampuan

fungsi organ tubuh (regeneratif) dan akan mempengaruhi dalam mengambil

keputusan terutama dalam menangani penyakit gagal ginjal kronis dengan terapi

hemodialisis sehingga klien dihadapkan pada masalah yang sangat kompleks

(Toya, 2002).Semakin tua umur seseorang, fungsi organ dan sistem yang ada di

dalam tubuh mengalami penurunan sehingga penyakit-penyakit akan dengan

mudah terjadi pada seseorang.

Untuk sekarang ini, penyakit tidak hanya terjadi pada orangtua, namun

juga pada usia dewasa bahkan remaja. Hal itu dapat terjadi karena pola kehidupan

yang tidak sehat sehingga penyakit-penyakit bahkan penyakit ginjal tidak

memandang usia dalam penjangkitannya. Untuk itu, sebagai remaja yang

menginjak usia dewasa ini, kita harus menjaga pola kehidupan kita agar dalam

kehidupan kita kesehatan tetap terjaga dan terhindar dari berbagai penyakit.

14

Page 15: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

B. Jenis Kelamin

Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan bahwa

penderita PGK yang menjalani hemodialisis yaitu 36 orang laki-laki dan 23 orang

perempuan dengan pebandingan 1,6:1. Gambaran ini hampir sama dengan

oenderita PGK yang menjalani hemodialisis di Indonesia. Dari beberapa

penelitian yang telah dilakukan juga dapat disimpulkan bahwa laki-laki lebih

banyak dibandingkan perempuan yang menderita PGK dengan menjalani

hemodialisis.

Mengapa hal ini dapat terjadi? Hal ini dapat terjadi karena terdapatnya

kadar kreatinin dalam tubuh seseorang. Kreatinin adalah produk protein otot yang

merupakan hasil akhir metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan

kecepatan hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan kecepatan yang

sama. Kreatinin diekskresikan oleh ginjal melalui kombinasi filtrasi dan sekresi,

konsentrasinya relatif sama dalam plasma. Kadar yang lebih besar dari nilai

normal mengisyaratkan adanya gangguan fungsi ginjal. (Corwin J.E, 2001).

Kreatinin dalam darah merupakan salah satu parameter penting untuk mengetahui

fungsi ginjal. Pemeriksaan ini juga sangat membantu kebijakan melakukan terapi

pada penderita gangguan fungsi ginjal. Tinggi rendahnya kadar kreatinin dalam

darah digunakan sebagai indikator penting dalam menentukan apakah seorang

dengan gangguan fungsi ginjal memerlukan tindakan

hemodialisis atau tidak.

Kadar kreatinin berbeda setiap orang, umumnya pada orang yang berotot

kekar memiliki kadar kreatinin yang lebih tinggi daripada yang tidak berotot. Hal

ini juga yang memungknkan perbedaan nilai normal kreatinin pada wanita dan

laki-laki. Nilai normal kadar kreatinin pada wanita adalah 0,5 – 0,9 mg/dL.

Sedangkan pada laki-laki adalah 0,6– 1,1 mg/dL.

Dapat kita simpulkan bahwa laki-laki lebih banyak mengalami PGK karena kadar

kreatinin dalam tubuh yang cenderung lebih tinggi dari wanita sehingga fungsi

ginjal akan lebih mudah terganggu. Peningkatan dua kali lipat kadar kreatinin

serum mengindikasikan adanya penurunan fungsi ginjal sebesar 50 %, demikian

juga peningkatan kadar kreatinin tiga kali lipat mengisyaratkan penurunan fungsi

ginjal sebesar 75 %.

15

Page 16: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

C. Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dilakukan melalui empat cara (Supariasa,

2001), yaitu:

1. Secara Klinis

Penilaian Status Gizi secara klinis sangat penting sebagai langkah pertama

untuk mengetahui keadaan gizi penduduk. Karena hasil penilaian dapat

memberikan gambaran masalah gizi yang nyata. Hal ini dapat dilihat pada

jaringan epitel seperti kulit, mata, rambut dan mukosa oral.

2. Secara Biokimia

Penilaian status gizi secara biokimia adalah pemeriksaan specimen yang

diuji secara laboratoris yang dilakukan pada berbagai macam jaringan tubuh.

Jaringan tubuh yang digunakan antara lain : darah, urine, tinja dan juga beberapa

jaringan tubuh seperti hati dan otot. Salah satu ukuran yang sangat sederhana dan

sering digunakan adalah pemeriksaan haemoglobin sebagai indeks dari anemia.

3. Secara Biofisik

Penilaian status gizi secara biofisik adalah metode penentuan status gizi

dengan melihat kemampuan fungsi (khususnya jaringan) dan melihat perubahan

struktur dari jaringan. Pemeriksaan fisik dilakukan untuk melihat tanda dan gejala

kurang gizi. Pemeriksaan dengan memperhatikan rambut, mata, lidah, tegangan

otot dan bagian tubuh lainnya.

4. Secara antropometri

Secara umum, antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Penilaian

secara antropometri adalah suatu pengukuran dimensi tubuh dan komposisi dari

berbagai tingkat umur dan tingkat gizi. Antropometri digunakan untuk melihat

ketidakseimbangan asupan protein dan energi.

Pada penelitian dalam jurnal yang telah diangkat, didapatkan bahwa

penderita PGK yang menjalani hemodialisis bervariasi tergantung kriteria

penilaian status gizi yang digunakan. Masalah yang sering timbul pada proses

16

Page 17: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

hemodialisa adalah tingginya angka malnutrisi. Disaat menjalani terapi

hemodialisa harus mendapat asupan makan yang cukup agar tetap dalam keadaan

gizi baik. Status gizi yang kurang merupakan prediktor terjadinya angka kematian

yang tinggi pada gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa (Becker,

1992). Dalam penelitian tersebut penilaian status gizi menggunakan penilaian

secara antropometri yaitu dengan menggunakan LiLa dan skinfold. Pada

penelitian ini malnutrisi berkisar antara 54,93%-55,39%. Malnutrisi dengan

memakai skinfold sebagai kriteria penilaian gizi didapatkan pada 32 penderita

(54,93%) dan dengan LiLA didapatkan malnutrisi pada 34 orang penderita

(55,39%).

Malnutrisi merupakan keadaan yang serius pada penderita PGK yang

mengalami cuci darah. Hal ini disebabkan adanya gejala gastrointestinal berupa

anoreksia, mual, dan muntah disamping proses hemodialisanya sendiri dapat

menyebabkan kehilangan protein akibat proses dialisa.

 

D. Perbaikan Status Gizi

Asupan energi yang adekuat diperlukan untuk mencegah katabolisme

jaringan tubuh. Gagal ginjal kronik yang menjalani terapi hemodialisa harus

memenuhi kebutuhannya yaitu sebesar 35 kkal/bb/hari. Sumber energi bisa

diperoleh dari karbohidrat, lemak, dan protein. Apabila asupan energi terpenuhi

sesuai kebutuhan maka status gizi akan optimal karena asupan energi yang cukup

tidak akan menimbulkan mual dan muntah.

Asupan protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh,

pengaruh asupan protein memegang peranan yang penting dalam penanggulangan

gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik disebabkan

karena menumpuknya katabolisme protein tubuh. Gagal ginjal kronik yang

menjalani hemodialisa harus memenuhi kebutuhannya yaitu 1-1,2 g/kg BB/hari.

Sumber protein didapat dari telur, daging, ayam, ikan, susu, semakin baik.

Asupan protein semakin baik dalam mempertahankan status gizinya.

Untuk mencapai kualitas hidup yang lebih baik melalui terapi hemodialisa

diperlukan Pengaturan diet untuk mencapai status gizi yang baik .(Sidabutar,

1992) Data yang didapatkan di RSUD Tugurejo Semarang penderita gagal ginjal

17

Page 18: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

kronik yang menjalani hemodialisa menduduki peringkat ke 5 dari 10 besar

penyakit kronik. Berdasarkan data rekam medik pasien tahun 2011 menunjukan

bahwa penderita gagal ginjal yang menjalani hemodialisa sebanyak 1084 dengan

prevalensi 14,5% (Arsip Rekam Medik, 2011). Penderita gagal ginjal dengan

dialisis dianjurkan asupan protein tinggi untuk mempertahankan keseimbangan

nitrogen dan mengganti asam amino yang hilang selama dialisis, yaitu 1-1,2 g/kg

BB/hari dengan 50% protein hendaknya bernilai biologis tinggi karena asupan

protein sangat diperlukan mengingat fungsinya dalam tubuh.

Asupan protein dapat dipengaruhi oleh konsumsi protein yang rendah

dalam diet, asupan makanan yang kurang pengaruh dari melemahnya kekebalan

tubuh. Pengaruh asupan protein memegang peranan yang penting dalam

penanggulangan gizi penderita gagal ginjal kronik, karena gejala sindrom uremik

disebabkan menumpuknya katabolisme protein tubuh oleh karena itu semakin

baik asupan protein semakin baik pula dalam mempertahankan status gizinya.

(Almatsier 2005)

Pasien yang menjalani hemodialisa harus mendapat asupan makanan yang

cukup agar tetap dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang

penting untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Dibutuhkan

pemantauan yang teratur terhadap status nutrisi pasien. Asupan protein diharapkan

1–1,2 g/kgBB/hari dengan 50 % terdiri atas protein dengan nilai biologis tinggi.

Makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan di

konsumsi. Jumlah asupan cairan dibatasi sesuai dengan jumlah air kencing yang

ada di tambah insensible water loss. Asupan natrium dibatasi guna mengendalikan

tekanan darah dan edema (Suwitra dalam Sudoyo dkk, 2009).

Pola makan harus dirubah pada pasien gagal ginjal yang menjalani

hemodialisa. Tujuan terapi diet dan intervensi nutrisi pada pasien yang dilakukan

hemodialisa untuk mencapai dan menjaga status nutrisi yang baik, untuk

mencegah atau memperlambat penyakit kardiovaskuler, cerebrovaskuler dan

penyakit vaskuler perifer, untuk mencegah dan menangani hiperparatiroidisme

dan bentuk – bentuk lain dari osteodytrophy ginjal dan untuk mencegah atau

memperbaiki keracunan uremik dan gangguan metabolik lain, yang dipengaruhi

18

Page 19: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

nutrisi, yang terjadi pada gagal ginjal dan tidak dapat teratasi dengan hemodialisa

(Cahyaningsih, 2009).

Pasien hemodialisis harus mendapatkan asupan makanan yang cukup agar

tetap sehat dalam gizi yang baik. Gizi kurang merupakan prediktor yang penting

untuk terjadinya kematian pada pasien hemodialisa. Adapun asupan diet yang

dianjurkan adalah:

a. Asupan protein

Diharapkan 1-1,2 g/kgBB/hari dengan 50% terdiri atas protein dengan nilai

biologis tinggi.

b. Asupan kalium

Diberikan 40-70 mg/hari. Pembatasan kalium sangat diperlukan karena itu

makanan tinggi kalium seperti buah-buahan dan umbi-umbian tidak dianjurkan

konsumsi.

c. Asupan natrium dibatasi 40-120 meq/hari guna mengendalikan tekanan

dan edema.

Asupan tinggi natrium akan menimbulkan rasa haus yang selanjutnya akan

mendorong pasien untuk minum. Bila asupan cairan berlebihan maka selama

periode diantara dialisis akan terjadi kenaikan berat badan yang besar.

Pengaturan makan dan minum (Diet):

Penyandang hemodialisis diharuskan melaksanakan pengaturan makan/minum.

Berikut beberapa makanan dan porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal

kronis yang menjalani hemodialisa dalam Suwitra (2010):

a. Nasi

Walaupun secara teori ada jumlah kalori tertentu yang harus dimakan oleh

para penyandang hemodialisis, tetapi dalam kehidupan sehari-hari penyandang

diperbolehkan makan nasi secara bebas, kecuali yang menderita diabetes (kencing

manis). Hal ini dikarenakan, penyandang hemodialisis memerlukan kalori yang

cukup tinggi untuk mengimbangi penyakit ginjalnya. Bagi yang sering mengalami

gangguan pada pencernaan disarankan untuk makan dalam porsi kecil beberapa

kali (4-5 kali) dalam sehari. Tidak dianjurkan makan terlalu kenyang atau

menunda sampai terlalu lapar

19

Page 20: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

b. Protein/daging

Protein untuk penyandang hemodialisis diperbolehkan 1,2 gr/kg berat

badan /hari. Jumlah ini tidak terlalu jauh beda dengan konsumsi protein untuk

penduduk Indonesia pada umumnya , yaitu: 1,2-1,5 gr/kg berat badan/hari. Di

samping daging, sumber protein lain yang boleh dikonsumsi adalah ikan, telur,

dan susu. Jenis daging yang tidak dianjurkan adalah jeroan (hati, usus, otak. dan

lainnya). Hal tersebut dapat meningkatkan asam urat dimana sebagian besar

penyandang hemodialisis mengalami kenaikan kadar asam urat dalam darahnya.

c. Garam

Garam dapat meningkatkan tekanan darah dan mengakibatkan

sembab/bengkak. Sehingga pada penyandang hemodialisis garam hanya

diperbolehkan paling banyak setengah sendok teh dalam sehari. demikian pula

makanan asin lainnya seperti kecap asin, bumbu penyedap dan lain sebagainya.

d. Buah

Buah-buahan dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena banyak

mengandung kalium. Kalium ini banyak terdapat dalam buah sehingga dapat

mengakibatkan kelainan jantung. Artinya, penyandang hemodialisis boleh makan

buah dalam jumlah yang terbatas. Buah yang tidak boleh dimakan adalah durian,

blimbing, air kelapa. Buah yang boleh dimakan adalah pisang, pepaya, tomat,

apel, mangga, melon. Untuk mengurangi kadar kalium dalam buah, dapat

diupayakan dengan merebus buah tersebut atau dipotong-potong kemudian dicuci

dan direndam dengan air hangat sehingga kalium yang terkandung didalamnya

terlarut dalam air.

e.Sayur

Sayur juga mengandung banyak kalium, oleh karenanya harus dibatasi

untuk penyandang hemodialisis. Beberapa jenis sayur yang dibatasi adalah bayam,

buncis, kembangkol. Hal tersebut dikarenakan dapat meningkatkan asam urat.

Kalium dalam sayur dapat dikurangi dengan cara memotong-motong terlebih

dahulu kemudian dicuci dan dimasak.

f. Tahu/tempe

20

Page 21: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Penyandang hemodialisis diperbolehkan makan tahu/tempe karena tetap

diperlukan oleh tubuh namun dengan jumlah yang terbatas. Jumlahnya paling

banyak adalah 50 gram perhari.

g. Air/minum

Air, baik berupa air minum ataupun sajian lain (kuah, sop, juice, kopi,

susu, dan lain sebagainya) sangat dibatasi untuk penyandang hemodialisis karena

dapat mengakibatkan bengkak, meningkatkan tekanan darah dan sesak nafas

akibat sembab paru. Bagi penyandang hemodialisis yang masih keluar kencing,

boleh minum lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak keluar kencing sama

sekali. Dasarnya adalah, membuat keseimbangan antara air yang asupan cairan

yang dibutuhkan= jumlah urin 24 jam +(500 sampai 750)ml/hari.

21

Page 22: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Kesimpulan:

1. Umur rata-rata yang menderita PGK dengan hemodialisa adalah 50-59

tahun.

2. Laki-laki lebih banyak menderita PGK dengan menjalani hemodialisis dan

lebih banyak mengalami malnutrisi.

3. Untuk memperbaiki gizi, diperlukan asupan gizi yang baik seperti

penganjuran asupan protein, kalium, dan natrium. Semua ada kadar yang

tepat untuk memperbaiki status gizi seseorang.

4. Untuk memperbaiki status gizi diperlukan juga pengaturan makanan dan

minuman dalam porsi yang dianjurkan untuk pasien gagal ginjal kronis

yang menjalani hemodialisa

22

Page 23: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Daftar Pustaka

Hubungan Asupan Energi dan Protein dengan Status Gizi pada Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Tugurejo

Semarang Nihaya Ika Fahmia1, Tatik Mulyati2Erma Handarsari 11Program Studi

D3 Gizi Fakultas Ilmu Keperawatan dan Kesehatan Universitas Muhammadiyah

Semarang 2Ahli Gizi RSUD Dr. Kariadi Semarang

jurnal.unimus.ac.id/index.php/jgizi/article/view/567/617

http://jurnal.unimus.ac.id (JURNAL GIZI UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH

SEMARANG)

www.e-skripsi.stikesmuh-pkj.ac.id/e-skripsi/index.php?p=fstream

www.repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39893/4/Chapter%20II.pdf/

https://www.academia.edu/5130962/Hemodialisa_dan_Gagal_Ginjal

repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/39893/4/Chapter%20II.pdf/Status Gizi

oleh HK Shaliha, 2011/22022015, 18.30

Insidens Malnutrisi Rawat Inap pada Anak Balita di Rumah Sakit Umum Pusat

Sanglah Denpasar, I Gusti Lanang Sidiartha

Whitney, rolfes.2011.understanding nutirtion edisi 13

Price,Sylvia Anderson.1995.Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit

edisi empat.Jakarta:EGC

23

Page 24: nurtisi bagi penderita penyakit ginjal kronik

Hemodialisis pada Anak dengan Chronic Kidney Disease, Dedi Rachmadi, Fina

Meilyana

http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/131/jtptunimus-gdl-septyanari-6531-3-

babii.pdf

RELATION BETWEEN HEMODIALYSIS ADEQUACY WITH FOOD

INTAKE AND BODY MASS INDEX OF PATIENTS WITH CHRONIC

RENAL FAILURE UNDERGOING HEMODIALYSIS AT ABDUL MOELOEK

HOSPITAL BANDAR LAMPUNG Dewantari EO, Taruna A, Angraini DI,

Dilangga P

http://digilib.unimus.ac.id/download.php?id=13933

Eprints.undip.ac.id

jom.unri.ac.id/index.php/JOMFDOK/article/download/2856/2770

http://www.academia.edu/9149345/

HUBUNGAN_ANTARA_ASUPAN_ENERGI_DAN_PROTEIN_DENGAN_ST

ATUS_GIZI_SGA_PADA_PASIEN_RAWAT_JALAN_HEMODIALISIS_DI_Y

AYASAN_GINJAL_DIATRANS_INDONESIA_JAKARTA_TIMUR_TAHUN_

2014

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D (Bandung:

Alfabeta, 2008),.85.

24