pengertian skizofrenia

Upload: kf-filcha-novirman

Post on 21-Jul-2015

524 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

SKIZOFRENIA1. Pengertian Skizofrenia, Skizofrenia adalah penyakit yang diakibatkan gangguan susunan sel-sel syaraf pada otak manusia, Sedang wikipedia mengatakan Skizofrenia merupakan penyakit otak yang timbul akibat ketidak seimbangan pada dopamin, yaitu salah satu sel kimia dalam otak. Ia adalah gangguan jiwa psikotik paling lazim dengan ciri hilangnya perasaan afektif atau respons emosional dan menarik diri dari hubungan antarpribadi normal. Sering kali diikuti dengan delusi (keyakinan yang salah) dan halusinasi (persepsi tanpa ada rangsang pancaindra

2. Penyebab Skizofrenia Umumnya ada dua macam penyakit yang biasa disebut gila ini, yaitu neurosa dan psikosa. Skizofrenia termasuk psikosa. Penyebabnya sampai kini belum diketahui secara pasti, namun disebutkan faktor keturunan bisa menjadi salah satu penyebab.

Bahkan, faktor genetik tampaknya sangat dominan. Menurut penelitian, apabila saudara ayah-ibu menderita skizofrenia, maka anak memiliki potensi sebesar 3% untuk mengidap skizofrenia. Apabila ada salah satu saudara sekandung yang menderita, maka anak berpotensi menderita skizofrenia sebesar 5%-10%.

Lantas bagaimana dengan saudara kembar? Apabila tidak kembar identik, maka potensinya 5%10%, sementara untuk anak kembar identik potensi menderita skizofrenia sebesar 25%-45%. Sedangkan jika penderita skizofrenia adalah salah satu dari kedua orang tua, maka anak berpotensi sebesar 15%-20%. Skizofrenia bisa menyerang laki-laki dan perempuan. Kebanyakan perempuan yang mengidap penyakit ini adalah mereka yang berusia 20 hingga awal 30-an tahun. Sementara pada kelompok jenis kelamin laki-laki lebih dini, yakni akhir usia remaja hingga awal 20-an tahun.

3. Skizofrenia Pada lansia Gangguan jiwa skizofrenia merupakan gangguan jiwa yang berat dan gawat yang dapat dialami manusia sejak muda dan dapat berlanjut menjadi kronis dan lebih gawat ketika muncul pada lanjut usia (lansia) karena menyangkut perubahan pada segi fisik, psikologis dan sosial-budaya. sekitar 1% dari kelompok lanjut usia (lansia)

Skizofrenia pada lansia angka prevalensinya (Dep.Kes.1992)

Banyak pembahasan yang telah dikeluarkan para ahli sehubungan dengan timbulnya skizofrenia pada lanjut usia (lansia). Hal itu bersumber dari kenyataan yang terjadi pada lansia bahwa terdapat hubungan yang erat antara gangguan parafrenia, paranoid dan skizofrenia. Parafrenia lambat (late paraphrenia) digunakan oleh para ahli di Eropa untuk pasien-pasien yang memiliki gejala paranoid tanpa gejala demensia atau delirium serta terdapat gejala waham dan halusinasi yang berbeda dari gangguan afektif.

Gangguan skizofrenia pada lanjut usia (lansia) ditandai oleh gangguan pada alam pikiran sehingga pasien memiliki pikiran yang kacau. Hal tersebut juga menyebabkan gangguan emosi sehingga emosi menjadi labil misalnya cemas, bingung, mudah marah, mudah salah faham dan sebagainya. Terjadi juga gangguan perilaku, yang disertai halusinasi, waham dan gangguan kemampuan dalam menilai realita, sehingga penderita menjadi tak tahu waktu, tempat maupun orang.

Ganguan skizofrenia berawal dengan keluhan halusinasi dan waham kejaran yang khas seperti mendengar pikirannya sendiri diucapkan dengan nada keras, atau mendengar dua orang atau lebih memperbincangkan diri si penderita sehingga ia merasa menjadi orang ketiga. Dalam kasus ini sangat perlu dilakukan pemeriksaan tinggkat kesadaran pasien (penderita), melalui pemeriksaan psikiatrik maupun pemeriksaan lain yang diperlukan. Karena banyaknya gangguan paranoid pada lanjut usia (lansia) maka banyak ahli beranggapan bahwa kondisi tersebut termasuk dalam kondisi psikosis fungsional dan sering juga digolongkan menjadi senile psikosis.

Parafrenia merupkan gangguan jiwa yang gawat yang pertama kali timbul pada lanjut usia (lansia), (misalnya pada waktu menopause pada wanita). Gangguan ini sering dianggap sebagai kondisi diantara Skizofrenia paranoid di satu pihak dan gangguan depresif di pihak lain. Lebih sering terjadi pada wanita dengan kepribadian pramorbidnya (keadaan sebelum sakit) dengan ciri-ciri paranoid (curiga, bermusuhan) dan skizoid (aneh, bizar). Mereka biasanya tidak menikah atau hidup perkawinan dan sexual yang kurang bahagia, jika punya sedikit itupun sulit mengasuhnya sehingga anaknyapun tak bahagia dan biasanya secara khronik terdapat gangguan pendengaran. Umumnya banyak terjadi pada wanita dari kelas sosial rendah atau lebih rendah.

4. Faktor resiko penyakit Skizofrenia

Riwayat skizofrenia dalam keluarga, Perilaku premorbid yang ditandai dengan kecurigaan, eksentrik, penarikan diri, dan/atau impulsivitas. Stress lingkungan, Kelahiran pada musim dingin. Faktor ini hanya memiliki nilai prediktif yang sangat kecil. Status sosial ekonomi yang rendah sekurang-kurangnya sebagian adalah karena dideritanya gangguan ini

Tidak ada jalur etiologi tunggal yang telah diketahui menjadi penyebab skizofrenia. Penyakit ini mungkin mewakili sekelompok heterogen gangguan yang mempunyai gejala-gejala serupa. Secara genetik, sekurang-kurangnya beberapa individu penderita skizofrenia mempunyai kerentanan genetic herediter. Kemungkinan menderita gangguan ini meningkat dengan adanya kedekatan genetic dengan, dan beratnya penyakit, probandnya. Penelitian Computed Tomography (CT) otak dan penelitian post mortem mengungkapkan perbedaan-perbedaan otak penderita skizofrenia dari otak normal walau pun belum ditemukan pola yang konsisten. Penelitian aliran darah, glukografi, dan Brain Electrical Activity Mapping (BEAM) mengungkapkan turunnya aktivitas lobus frontal pada beberapa individu penderita skizofrenia. Status hiperdopaminergik yang khas untuk traktus mesolimbik (area tegmentalis ventralis di otak tengah ke berbagai struktur limbic) menjadi penjelasan patofisiologis yang paling luas diterima untuk skizofrenia.

5. Gangguan skizofrenia sebenarnya dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yaitu : a. Skizofrenia paranoid (curiga, bermusuhan, garang dsb) b. Skizofrenia katatonik (seperti patung, tidak mau makan, tidak mau minum, dsb) c. Skizofrenia hebefrenik (seperti anak kecil, merengek-rengek, minta-minta, dsb) d. Skizofrenia simplek (seperti gelandangan, jalan terus, kluyuran) e. Skizofrenia Latent (autustik, seperti gembel)

Pada umumya, gangguan skizofrenia yang terjadi pada lansia adalah skizofrenia paranoid, simplek dan latent. Sulitnya dalam pelayanan keluarga, para lansia dengan gangguan kejiwaan tersebut menjadi kurang terurus karena perangainya dan tingkahlakunya yang tidak menyenangkan orang lain, seperti curiga berlebihan, galak, bersikap bermusuhan, dan kadang-kadang baik pria maupun wanita perilaku seksualnya sangat menonjol walaupun konotasinya jorok dan porno (walaupun tidak selalu). dalam bentuk perkataan yang

6. Gejala dan Penanganan Skizofrenia

Gejala penderita skizofrenia antara lain: Delusi Halusinasi Cara bicara/berpikir yang tidak teratur Perilaku negatif, misalkan: kasar, kurang termotivasi, muram, perhatian menurun

Penanganan: Sikap menerima adalah langkah awal penyembuhan Penderita perlu tahu penyakit apa yang diderita dan bagaimana melawannya. Dukungan keluarga akan sangat berpengaruh. Perawatan yang dilakukan para ahli bertujuan mengurangi gejala skizpofrenik dan kemungkinan gejala psychotic. Penderita skizofrenia biasanya menjalani pemakaian obat-obatan selama waktu tertentu, bahkan mungkin harus seumur hidup.

Terapi Penyakit Skizofrenia, Obat neuroleptika selalu diberikan, kecuali obat-obat ini terkontraindikasi, karena 75% penderita skizofrenia memperoleh perbaikan dengan obat-obat neuroleptika. Kontraindikasi meliputi neuroleptika yang sangat antikolinergik seperti klorpromazin, molindone, dan thioridazine pada penderita dengan hipertrofi prostate atau glaucoma sudut tertutup. Antara sepertiga hingga separuh penderita skizofrenia dapat membaik dengan lithium. Namun, karena lithium belum terbukti lebih baik dari neuroleptika, penggunaannya disarankan sebatas obat penopang. Meskipun terapi elektrokonvulsif (ECT) lebih rendah disbanding dengan neuroleptika bila dipakai sendirian, penambahan terapi ini pada regimen neuroleptika menguntungkan beberapa penderita skizofrenia.

Hal yang penting dilakukan adalah intervensi psikososial. Hal ini dilakukan dengan menurunkan stressor lingkungan atau mempertinggi kemampuan penderita untuk mengatasinya, dan adanya dukungan sosial. Intervensi psikososial diyakini berdampak baik pada angka relaps dan kualitas hidup penderita. Intervensi berpusat pada keluarga hendaknya tidak diupayakan

untuk mendorong eksplorasi atau ekspresi perasaan-perasaan, atau mempertinggi kewaspadaan impuls-impuls atau motivasi bawah sadar.

Tujuannya adalah :

Pendidikan pasien dan keluarga tentang sifat-sifat gangguan skizofrenia. Mengurangi rasa bersalah penderita atas timbulnya penyakit ini. Bantu penderita memandang bahwa skizofrenia adalah gangguan otak. Mempertinggi toleransi keluarga akan perilaku disfungsional yang tidak berbahaya. Kecaman dari keluarga dapat berkaitan erat dengan relaps. Mengurangi keterlibatan orang tua dalam kehidupan emosional penderita. Keterlibatan yang berlebihan juga dapat meningkatkan resiko relaps. Mengidentifikasi perilaku problematik pada penderita dan anggota keluarga lainnya dan memperjelas pedoman bagi penderita dan keluarga.

Psikodinamik atau berorientasi insight belum terbukti memberikan keuntungan bagi individu skizofrenia. Cara ini malahan memperlambat kemajuan. Terapi individual

menguntungkan bila dipusatkan pada penatalaksanaan stress atau mempertinggi kemampuan social spesifik, serta bila berlangsung dalam konteks hubungan terapeutik yang ditandai dengan empati, rasa hormat positif, dan ikhlas. Pemahaman yang empatis terhadap kebingungan penderita, ketakutan-ketakutannya, dan demoralisasinya amat penting dilakukan.

Sumber:

http://www.perkuliahan.com/apa-pengertian-penyakit-skizofrenia-dan-cara-

mengobatinya/#ixzz1mqCrkS1M