pengantar pembangunan dr. mohammad bukhori, se., s.ag., mm

110
BAB I PENGANTAR MENGENAI PEMBANGUNAN Beberapa orang di Utara menggambarkan konsepsi kemiskinan di Dunia Ketiga … beratus-ratus dari berjuta-juta orang di negara-negara yang lebih miskin tersibukkan dengan kebutuhan survival (sekadar untuk mempertahankan hidup) atau kebutuhan mendasar saja.. kegelisahan yang terus menerus menyelimuti mereka adalah kondisi miskin … banjir, kekeringan atau penyakit yang mempengaruhi manusia atau ternak dapat merusak mata pencaharian .. kombinasi malnitrisi (kekuarangab gizi), buta huruf, penyakit, angka kelahiran yang tinggi, pengangguran dan pendapatan rendah sungguh menyulitkan mereka untuk bisa keluar dari kemiskinan; sementara banyak kelompok lain semakin vokal, orang miskin dan buta huruf biasanya diam atau membisu (Brandt Commission, 1980, hal 49). Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi, media, komunikasi dan sistem perdagangan, bersatunya sentimen perhatian dan tanggung jawab menyebabkan mereka yang hidup di perekonomian maju negara Utara semakin menyadari perbedaan-perbedaan antara kondisi hidup mereka dan kondisi hidup yang berhubungan dengan bangsa-bangsa Selatan. Citra masalah dan kemiskinan penduduk negara-negara miskin telah menjadi begian dari pengalaman keseharian orang Utara melalui televisi, surat kabar, pendidikan, dan kegiatan organisasi voluntar (sukarela) yang menghasilkan banyak dukungan bagi program-program mereka untuk membantu kaum miskin. Hal senada, di negara-negara Selatan, citra kemakmuran hidup di negara-negara industri (maju) juga tertanam kuat di benak mereka dalam kehidupan sehari-harinya. Membaiknya kesadaran masyarakat mengenai perbedaan (disparitas) kondisi hidup di banyak belahan dunia terjadi di saat hubungan ekonomi, sosial, dan budaya diantara negara jaya dan miskin menjadi lebih jelas, berkembang kesadaran bahwa kondisi di negara-negara kaya tidak saja berbeda dengan kondisi di negara miskin tetapi kedua kondisi ini tak mungkin bisa dihubungkan, warga negara dari bangsa-

Upload: mohammad-bukhori

Post on 05-Sep-2015

25 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Buku ajar Pengantar Pembangunan Dr. Mohammad Bukhori, SE., S.Ag., MM sebagai prasyarat pengajuan Sertifikasi Dosen tahun 2015

TRANSCRIPT

  • BAB I

    PENGANTAR MENGENAI PEMBANGUNAN

    Beberapa orang di Utara menggambarkan konsepsi kemiskinan di Dunia

    Ketiga beratus-ratus dari berjuta-juta orang di negara-negara yang lebih

    miskin tersibukkan dengan kebutuhan survival (sekadar untuk mempertahankan

    hidup) atau kebutuhan mendasar saja.. kegelisahan yang terus menerus

    menyelimuti mereka adalah kondisi miskin banjir, kekeringan atau penyakit

    yang mempengaruhi manusia atau ternak dapat merusak mata pencaharian ..

    kombinasi malnitrisi (kekuarangab gizi), buta huruf, penyakit, angka kelahiran

    yang tinggi, pengangguran dan pendapatan rendah sungguh menyulitkan

    mereka untuk bisa keluar dari kemiskinan; sementara banyak kelompok lain

    semakin vokal, orang miskin dan buta huruf biasanya diam atau membisu

    (Brandt Commission, 1980, hal 49).

    Kemajuan teknologi dalam bidang transportasi, media, komunikasi dan sistem

    perdagangan, bersatunya sentimen perhatian dan tanggung jawab menyebabkan

    mereka yang hidup di perekonomian maju negara Utara semakin menyadari

    perbedaan-perbedaan antara kondisi hidup mereka dan kondisi hidup yang

    berhubungan dengan bangsa-bangsa Selatan. Citra masalah dan kemiskinan penduduk

    negara-negara miskin telah menjadi begian dari pengalaman keseharian orang Utara

    melalui televisi, surat kabar, pendidikan, dan kegiatan organisasi voluntar (sukarela)

    yang menghasilkan banyak dukungan bagi program-program mereka untuk membantu

    kaum miskin. Hal senada, di negara-negara Selatan, citra kemakmuran hidup di

    negara-negara industri (maju) juga tertanam kuat di benak mereka dalam kehidupan

    sehari-harinya.

    Membaiknya kesadaran masyarakat mengenai perbedaan (disparitas) kondisi

    hidup di banyak belahan dunia terjadi di saat hubungan ekonomi, sosial, dan budaya

    diantara negara jaya dan miskin menjadi lebih jelas, berkembang kesadaran bahwa

    kondisi di negara-negara kaya tidak saja berbeda dengan kondisi di negara miskin

    tetapi kedua kondisi ini tak mungkin bisa dihubungkan, warga negara dari bangsa-

  • bangsa maju memakai kemeja yang dibuat di Bangladesh, minum kopi dari Kenya,

    makan burger yang diproduksi dari daging sapi Brazil, makan malam di restoran yang

    dikelola oleh pengungsi Vietnam, membeli radio yang dirakit di Taiwan, berlibur di

    Gambia atau Indonesia, mempunyai pekerjaan yang bergantung pada penjualan alat-

    alat militer ke India, mengoperasikan (membuka) rekening pribadi dengan bank-bank

    yang secara finansial terancam oleh default (kegagalan membayar) pinjaman yang

    dilakukan oleh bangsa-bangsa Dunia Ketiga dan menonton pertunjukan musik rakyat

    untuk membantu memberi makan bagi orang miskin Afrika. Mereka di negara-negara

    lebih miskin bekerja dengan peralatan yang diimpor dari negara industri kaya, minum

    Coca Cola atau Guinness (Bir), menonton Dallas di televisi, bergantung pada harga

    tanaman pagan yang mereka tumbuhkan di London dan New York (mungkin orang

    miskin bertanam di negara maju), menerima beasiswa untuk belajar di Manchester atau

    Canberra, mengambil komuni dari pendeta Irlandia dan mengalami penurunan tingkat

    penyediaan layanan masyarakat ketika pemerintah mereka berusaha keras untuk

    memenuhi kondisi paket bantuan asing.

    Bagi banyak orang di Utara, citra rakyat telah menimbulkan masalah yang

    dihadapi oleh negara-negara lebih miskinkemiskinan, kesakitan, kelaparan,

    pertumbuhan penduduk, kekeringan, hutang dan instabilitas politik. Dunia Ketiga

    bukanlah tempat kekacauan besar karena kemiskinan, eksploitasi dan degradasi

    belaka. Terdapat keragaman karakteristik dan masalah yang luar biasa di antara

    negara berkembang (coba bandingkan Brazil dengan Bhutan), dan didalam negara

    berkembang (bedakan gaya hidup dan persoalan pengembala Fulani dengan gaya

    hidup pengusaha wanita Nigeria yang sukses). Walaupun ada keragaman ini, jeritan

    untuk menyelesaikan masalah Dunia Ketiga telah muncul baik di negara kaya maupun

    negara miskin dan dari birokrat perkotaan hingga pekerja pertanian, yaitu:

    pembangunan.

    ISTILAH DAN DEFINISI

    Pembangunan

    Pembangunan adalah tujuan utama dari banyak pemerintahan. Birokrasi negara

    diorientasikan untuk mencapai tujuan pembangunan. Banyak lembaga multilateral

  • menghabiskan banyak sekali uang untuk mencapai tujuan pembangunan. Banyak

    Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) didirikan untuk membantu tercapainya tujuan

    tersebut. Berjuta-juta orang menunggu terealisasinya tujuan tadi. Banyak orang

    mengkhawatirkan akibat buruknya. Banyak kebijakan pembangunan dirumuskan dan

    rencana pembangunan dibuat. Terdapat banyak program pembangunan dan proyek

    pembangunan. Pembangunan industri, pembangunan pedesaan, pembangunan

    perkotaan, pembangunan lembaga, pembangunan sosial dan berbagai pembangunan

    lainnya merupakan buktinya. Ada negara (sedang) berkembang, negara kurang maju,

    negara paling tidak maju dan negara terbelakang. Banyak sarjana menulis tentang

    pembangunan, memberikan kuliah tentang pembangunan dan memberi nasehat

    pemerintah tentang pembangunan. Buku ini berfokus pada pembangunan semacam ini.

    Sejumlah besar tenaga dan sumber daya diabdikan untuk pembangunan. Tetapi apa

    pembangunan itu? Apakah pembangunan mempunyai makna yang berbeda bagi

    banyak orang yang berbeda? Sialnya, pembangunan merupakan kosep yang paling

    fundamental dan sukar ditangkap maknanya. Welch mengatakan Orang gila

    menangkap semua istilah. Tetapi Seer menyarankan agar kita menyingkirkan jaring

    fantasi yang telah kita tenun mengenai pembangunan dan mencari makna

    pembangunan yang lebih tepat. Hal demikian sungguh sulit dilakukan.

    Sejak Perang Dunia II, pembangunan bersinonim dengan perubahan ekonomi,

    sosial dan politik di negara-negara Afrika, Asia, Amerika Latin, dan Caribia dan Pasifik

    Selatan (lihat gambar 1.1 untuk klasifikasi dan distribusi geografi negara-negara

    berkembang). Pertama, definisi pembangunan berfokus pada pertumbuhan ekonomi

    dan replika tatanan ekonomi, sosial dan politik yang dijumpai di begara industri Barat.

    Telah menjadi bukti kalau negara-negara berkembang tidak melakukan modernisasi

    ketika memikirkan kembali makna pembangunan. Para ilmuwan sosial mendefinisikan

    kembali pembangunan dalam artian perkembangan ke arah tujuan kesejahteraan yang

    kompleks. Misalnya, Seer (1977, hal 2) melihat pembangunan sebagai realisasi

    kemampuan potensial manusia yang tersatukan pada tiga tujuan spesifikmenjamin

    tersedianya kebutuhan dasar, penciptaan lapangan kerja (pemekerjaan) secara penuh

    dan mengurangi ketidakadilan. Definisi pembangunan dalam arti pengejaran berbagai

    kebutuhan dasar telah mendominasi literatur akademik dan literatur pemerintah pada

  • tahun 1980-an (Streeten dkk, 1981). Pada mulanya, definisi demikian didasarkan pada

    tersedianya kebutuhan minimum untuk kesejahteraan fisiologi (makanan, tempat

    tinggal, pakaian) dan pelayanan dasar (kesehatan, pendidikan, air bersih). Selanjutnya,

    definisi tersebut diperluas untuk mencakup akses pada kesempatan pekerjaan, jaminan

    pribadi dan hak-hak sipil.

    Variasi diantara spesifikasi paket kebutuhan dasar berfungsi untuk menyoroti

    fakta kalau definisi pembangunan dan tujuan pembangunan tertanamkan dalam nilai-

    nilai personal dari mereka yang terlibatkan dalam aktivitas dan akhir-akhir ini hal

    demikian menyebabkan pemikiran tentang siapa yang seharusnya menentukan

    pembangunan daripada biasanya. Sebuah argumen kuat menyatakan kalau

    pembangunan harus didefinisikan oleh mereka yang kehidupannya harus diperbaiki

    (misalnya, kelompok miskin), daripada oleh ahli teknik atau politisil dan harus

    memasukkan (mencakup) pengenalan kebutuhan secara eksplisit untuk pemberdayaan

    orang miskin. Misalnya:

    Pembangunan pedesaan merupakan sebuah strategi untuk memungkinkan

    sekelompok orang, wanita dan pria desa yang miskin, untuk mendapatkan apa

    yang mereka inginkan dan perlukan bagi dirinya sendiri dan untuk anak-anaknya.

    Pembangunan pedesaan membantu orang-orang termiskin diantara mereka

    yang mencari matapencaharian di daerah pedesaan untuk lebih banyak

    menuntut dan mengontrol manfaat pembangunan (Chambers, 1983 hal 147).

    Namun, definisi tersebut sering melahirkan sedikit kemiripan pada persepsi

    definisi dalam kekuasaan dan praktek pembangunan. Gagasan pembangunan berasal

    dari gagasan kemajuan abad ke-19 tetapi tidak seperti pendahulu evolusionernya,

    pembangunan menekankan pada tindakan sadar untuk menghasilkan transformasi

    yang diinginkan di masyarakat. Kebijakan pembangunan, rencana dan program

    dirancang untuk menghentikan permainan sosial yang bebas, kekuatan ekonomi dan

    politik. Pembangunan kemudian diinduksi atau ditimbulkan. Ini merupakan tugas maha

    berat yang dilihat pemerintah sebagai kemampuan untuk mengorganisir dan

    mengkoordinasikan tugas itu (pembangunan). Pembangunan kemudian menjadi

    tanggungjawab pemerintah. Pembangunan ekonomi yang direncanakan secara sentral

    dan modernisasi Uni Soviet telah memberikan sebuah model baik untuk negara

  • komunis maupun untuk kapitalis. Agar bisa mendukung tuntutan mereka untuk

    menentukan dan memimpin proses pembangunan, pemerintah telah mempromosikan

    ideologi developmentalism (pembangunanisme). Kesenjangan antara retorika yang

    berkaitan dengan ideologi tersebut dan realitas kondisi aktual tak berarti apa-apa untuk

    menangani (menentang) produksi dan perkembangan ideologi. Namun, penduduk

    mungkin lebih sinis mengenai pembangunananisme daripada tahun-tahun sebelumnya.

    Semakin disadari dengan baik kalau pembangunanisme merupakan ideologi kaum elit

    karena pemerintah menerapkan tujuan pembangunan dan bertekad mencapai tujuan itu

    demi yang diatur (rakyat). Rakyat jarang menyusun tujuan-tujuan untuk dicapai

    pemerintah.

    Jadi, kesimpulan apa yang dapat dicapai tentang makna pembangunan? Bagi

    kebanyak penulis, pembangunan otentik dipahami sebagai yang memperhatikan

    perbaikan kondisi keberadaan mayoritas penduduk dan khususnya kaum termiskin. Hal

    demikian menjadi proses yang bermanfaat yang tidak saja melahirkan gagasan

    perbaikan ekonomi, tetapi juga melahirkan martabat manusia, keamanan, keadilan dan

    persamaan yang lebih baik (Brandt Commission, 1980 hal 48) . Upaya yang lebih tepat

    dari ini , dalam artian manentukan dan memprioritaskan kondisi-kondisi yang di perbaiki

    dan menunjukan sarana pencapaian, harus dilihat sebagai pengutamaan personal yang

    mencerminkan nilai-nilai andividual, dan tak mungkin untuk memenuhi persetujuan

    umum (maksudnya mendapatkan persetujuan semua pihak ). Pengetahuan bahwa

    pembangunan mempunyai banyak makna dan aplikasi adalah penting tetapi hal ini

    tidak menjadikan subjek ini mudah dipelajarai. Di bab 3 kami akan menyelidiki makna

    dan penggunaan pembangunan bila melihat cara bagaimana banyak ahli teori

    menggunakannya.

    Dunia Ketiga

    Istilah Dunia Ketiga sekarang banyak digunakan sebagai sinonim untuk negara-

    negara berkembang. Ini banyak ditulis dalam judul jurnal dan berbagai buku akademik,

    media massa sering menggunakan istilah Dunia Ketiga, bahwa Kamus Inggris Oxford

    menerima istilah itu. Meskipun ketepatannya jelas, terjadi kebingungan mengenai

    makna ungkapan ini. Secara khusus, apakah istilah Dunia Ketiga menunjuk pada tipe

  • sistem politik yang berbeda atau menunjuk pada tingkat produksi ekonomi yang

    berbeda, atau menunjuk keduanya? Ketika istilah Dunia Ketiga pertama digulirkan di

    Perancis tahun 1950-an, aspek-aspek politik ditekankan. Perlu adanya kekuatan ketiga

    antara blok kekuatan perang dingin yang saling berlawanan dari barat dan timur .

    Kekuasaan ketiga yang dimaksud adalah Dunia Ketiga dari bangsa-bangsa yang

    berkomitmen, bangsa non-nuklir dan non aliansi, terutama tersusun dari bangsa-

    bangsa yang baru merdeka seperti Nigeria, Ghana, India dan Indonesia. Dengan

    berkurangnya tekanan perang Dingin dan perkembangan negara kedaulatan baru dan

    merdeka, istilah ini menjadi lebih terkait erat dengan pengabaian, eksploitasi dan

    potensi revolusioner (Wolf philips,1987,1313). Dunia pertama menunjuk pada ekonomi

    pasar yang maju (misalnya, Amerika Serikat dan Perancis ), Dunia kedua menunjuk

    pada perekonomian yang direncanakan secara sentral (misalnya , Uni Soviet dan

    Hongaria ) dan Dunia ketiga menunjuk pada semua negara lain (diluar dunia pertama

    dan kedua). Apakah perekonomian miskin yang direncanakan secara sentral -- China,

    Vietnam, Cuba, Etiopiamasuk golongan dunia kedua atau dunia ketiga atau tidak

    merupakan sumber kebingungan. Worsely (1984, hal 311) telah menunjukkan bahwa

    meskipun isu demikian mungkin murni persoalan akademik, label dan penggunaan

    istilah itu jelas mempengaruhi banyak peristiwa. Dalam buku ini kami menggunakan

    istilah Dunia Ketiga sebagai stenografi untuk menunjuk pada semua negara

    berpendapatan rendah dan menengah, apapun sistem politiknya. Pembaca harus sadar

    bahwa ada suatu bahaya dalam menggunakan istilah ini, bahaya itu kebanyakan

    menciptakan citra bangsa Dunia Ketiga sebagai kelompok yang homogen dengan

    kondisi dan masalah yang sama. Meskipun negara Dunia Ketiga dapat dipandang

    sebagai yang menunjukkan ciri-ciri umum seperti tingkat pertumbuhan penduduk yang

    relatif tinggi dan kebanyakan proporsi penduduk mereka mempunyai pendapatan

    rendah, tetapi Dunia Ketiga juga mempunyai keragaman ekonomi, politik dan sosial

    yang eksis diantara dan didalam negara Dunia Ketiga. Sebuah kritik pedas (Naipaul,

    1985) menekankan keragaman ini untuk menunjukkan konsep Dunia Ketiga sebagai

    mitos [yang] meskipun kesederhanaan bawaannya terlalu sulit untuk diterapkan.

    Yang lainnya mengomentari ketidakteraturan mengenai istilah itu (CARTW, 1979, hal

    196). Yang lainnya lagi menyarankan kalau persoalan keragaman dapat diselesaikan

  • dengan membagi lagi bangsa-bangsa yang terdiri atas Dunia Ketiga kedalam lebih dari

    satu kategori. Misalnya, Wolf-Philip (1987, hal 1320) usul untuk membatasi Dunia

    Ketiga pada negara-negara berkembang dan mengklasifikasikan negara-negara

    paling tidak maju sebagai Dunia Keempat.

    Utara-utara

    Istilah Utara-utara menjadi klasifikasi yang terkenal karena istilah ini

    dipopulerkan dalam laporan Komisi Independen mengenai Persoalan Pembangunan

    Internasional (biasanya menunjuk pada Komisi Brandt 1980). Ungkapan ini dipilih oleh

    Komisi itu untuk menekankan pembagian ekonomi antara Utara (negara kaya) dan

    Selatan (negara miskin) dan untuk menyoroti keinginan dialog Utara-Selatan yang

    tertanamkan dalam perhatian umum untuk masalah global dan dibebaskan dari

    komplikasi kepentingan politik Timur-Barat. Meskipun pembagian ini tidak akurat dalam

    istilah perpetaan (karena mayoritas penduduk negara-negara yang lebih miskin hidup di

    Belahan Utara dan lokasi Australia dan New Zealand terletak di Belahan Selatan),

    maka adalah penting untuk mengusulkan pengelompokan berdasarkan geopolitik.

    Komisi tadi menganggap berbagai bangsa Selatan sebagai yang mempunyai

    kesadaran yang sangat tinggi tentang konsidi sulit umumbergantung pada Utara,

    menjadi tidak sebanfing dengan Utara dan sering menjadi bekas jajahan Utara.

    Kesadaran diri ini jelas menyebabkan solidaritas Selatan dalam negosiasi global

    dengan Utara. Sebagaimana dengan bayak tulisan tentang pembangunan , adalah

    perlu untuk membedakan antara desirability (sifat yang diinginkan) dan feasibility

    (kemungkinan). Tingkat solidaritas Selatan yang tinggi sering bersifat ilusi (dibuat-buat),

    sementara dialog yang digambarkan antara Utara dan Selatan harus berlangsung/

    perubahan, kemajuan dan pembangunan telah menjadi tema tetap dari banyak ilmu

    sosial sejak abad lampau. Hingga Perang Dunia II, fokus geografi dari karya tersebut

    adalah Eropa dan Amerika Serikat. Banyak sekali studi teori dan empirik membahas

    industrialisasi dan timbulnya manusia modern di Eropa Utara. Amerika Serikat sedang

    dianalisa dengan seksama karena perekonomian dan kekuatannya tumbuh cukup tinggi

    yang belum terjadi sebelumnya. Bangunan fondasi yang diletakkan oleh bapak ilmu

    sosial modernMark, Weber dan Durkeimpara penulis mengidentifikasi dan

  • menganalisa proses modernisasi yang berlangsung di wilayah geografi ini. Ini

    mempunyai reaksi penting untuk karya selanjutnya mengenai pembangunan di Dunia

    Ketiga, karena konsep teori utama yang digunakan dalam studi pembangunan dalam

    periode paska-perang berakar dari karya Marx, Weber, dan Durkeim. Untuk mensifati

    sesuatu secara agak kasar, seseorang bisa menyatakan kalau pemikiran mengenai

    negara-negara berkembang dalam dekade akhir-akhir ini merupakan reinterpretasi dari

    elemen-elemen teori terdahulu tentang perubahan ekonomi dan sosial di Eropa. Ini

    akan terlihat jika kita meneliti teori-teori pembangunan di Bab 3.

    Sebelum Perang Dunia II, satu-satunya kelompok ilmuwan sosial yang

    mendemonstrasikan kepentingan secara berkesinambungan di negara-negara yang

    sekarang diacukan sebagai Dunia Ketiga adalah antropolog sosial. Banyak dari karya

    akademik ini menguji teori-teori primitif dari persprektif evolusi sosial, tetapi paradigma

    itu digantikan oleh pendekatan fungsionalis dalam dekade awal abad ini. Kerangka

    kerja fungsionalis (functionalist) tidak langsung berhubungan dengan subjek perubahan.

    Tetapi, mereka berusaha menganalisa masyarakat non-Eropa dalam istilahnya sendiri

    sebagai formasi sosial dan budaya yang hidup dan konsisten secara internal yang

    memungkinkan anggota mereka memenuhi kebutuhan fisik dan spiritualnya.

    Kebanyakan antropolog sosial yang bekerja selama era ini berusaha dengan giat untuk

    mempelajari apa yang oleh Margaret Mead diistilahkan dengan untouched sosieties

    (masyarakat yang tak tersentuh); yaitu, kelompok-kelompok yang belum dimodifikasi

    oleh kontak dengan dunia Barat dan gangguan misionaris, pengusaha perkebunan,

    penyelidik (tambang emas misalnya) dan pengatur kolonial. Ini tidak selalu mungkin dan

    banyak antropolog sosial mempelajari masyarakat yang telah tersentuh. Mereka sering

    menerima reputasi karena menjadi troubelmaker (pengacau) dan kaum merah dari

    orang-orang Eropa dan warga sipil sementara di tahun akhir-akhir ini mereka dituduh

    sebagai pemaaf terjadinya kolonialisme dan sebagai alat imperilisme.

    Situasi berubah dengan dramatis setelah tahun 1945 ketika era kolonial telah

    berhenti dan banyak negara merdeka baru. Ketika kelompok pengatur (penguasa)

    kolonial kembali ke Eropa mereka (antropolog sosial) digeser oleh musuh baru

    sarjana Barat, diserang oleh peneliti yang menganalisa apa yang sedang terjadi di

    bangsa-bangsa baru ini, dan umumnya dipekerjakan di berbagai universitas dan

  • lembaga pendidikan yang didirikan setelah kemerdekaan. Banyak sosiolog mulai

    melihat struktur kelas yang muncul, sistem nilai yang merubah dan pengaruh faktor

    sosial dan budaya terhadap pembangunan ekonomi. Ilmuwan politik, yang menemukan

    sedikit kepentingan dalam administrasi kolonial, membawa kepentingan yang kuat

    dalam struktur politik, proses, partai, dan politisi dari negara-negara baru ini. Antropolog

    sosial terus menekankan studi pada kelompok yang lebih terpencil, meskipun banyak

    antropolog sosial mulai mengamati perubahan yang diinduksi di masyarakat pedesaan

    dan mulai melaporkan dan menganalisa konsekuansi sosial dari strategi pembangunan.

    Namun, diantara ilmuwan sosial, ilmu ekonomi mengambil (dan telah

    memperoleh) posisi yang dominan sehubungan dengan pengaruhnya pada praktek

    pembangunan. Kemerdekaan di Asia dan Afrika terkait erat dengan perencanaan

    ekonomi nasional yang komprehensif dan persiapan rencana lima tahun (Pelita) yang

    dimaksudkan untuk mengarahkan sumber daya yang langka ke sektor-sektor yang

    diyakini menjadi prioritas tertinggi jika pertumbuhan ekonomi yang cepat ingin dicapai.

    Banyak lembaga pasar di negara baru ini berkembang sangat buruk sehingga lembaga

    pasar itu tidak dapat menjadi mekanisme yang efisien untuk alokasi sumber daya. Pada

    tahun-tahun yang efisien untuk alokasi sumber daya. Pada tahun-tahun awal, ada

    optimisme mengenai kemampuan perencanaan ekonomi untuk mendukung

    pertumbuhan ekonomi yang cepat, untuk memodernisasikan lembaga ekonomi, sosial

    dan politik dan memperbaiki standar hidup. Rencana-rencana ini memerlukan

    penciptaan atau perluasan departemen keuangan dan perencanaan, yang sering

    disetafi oleh ekonom asing sementara ekonomi pribumi sedang dilatih. Kembali di

    Eropa dan Amerika Serikat, banyak ekonomi pembangunan teori menasehatkan

    beberapa model untuk memahami dan meramalkan pertumbuhan ekonomi (ini

    termasuk Lewis Model, Harrod-Domar Model, Rostows Stage Theory, Model Big Push

    [Dorongan Besar] milik Rodan-Rodenstein, karya Scitovsky mengenai eksternalitas,

    dan banyak model lain). Kawan-kawan mereka di lapangan dan di lembaga

    pembangunan internasional menggunakan konsep yang sering berkonflik ini untuk

    menentukan prioritas sektoral, merekomendasikan kebijakan ekonomi makro dengan

    tepat dan menilai dan memilih proyek pembangunan sektor publik yang akan

    membantu mencapai tingkat pertumbuhan yang diproyeksikan. Meskipun banyak

  • perhatian dari dalam disiplin tentang ketepatan model teoritis, khususnya tentang batas-

    batas pada perencanaan, dan diluar disiplin dari ilmuwan politik, sosiolog dan

    antropolog sosial (Hill, 1987; Robertson, 1984; Hall dan Midgley, 1988), ilmu ekonomi

    tetap menjadi disiplin yang paling berpengaruh. Namun demikian, tongkat komando

    telah lolos dari ekonom pembangunan intervensionis tahun 1960 dan 1970-an ke

    penganut ortodoks liberalissasi, deregulasi baru dan berputar kembali ke negara.

    Dalam teks ini, kami membuat referensi pada karya dan sumbangan para ekonom

    karena mereka ini telah mendominasi aspek-aspek teori dan praktek pembangunan.

    Namun, perhatian utama kami adalah ilmu sosial nonekonomi dan sumbangan ilmu

    sosial pada pemahaman dan praktek pembangunan.

    Meskipun banyak menghabiskan waktu dan upaya dalam studi pembangunan,

    sosiologi (dan sebagian besar ilmu sosial nonekonomi) mempunyai dampak minimal

    pada praktek pembangunan. Beberapa faktor menjelaskan paradoks ini (Hall dan

    Midgley, 1988). Banyak sosiolog mewariskan pukulan hebat dalam rekayasa sosial.

    Mereka menyatakan kalau integritas profesional mereka dalam kondisi membahayakan

    dan mereka hanya akan dimanfaatkan untuk menghapus suatu kebiasaan demi

    lembaga, elit dan golongan yang kuat. Banyak sarjana berpendapat kalau peranan

    praktis sosiologi adalah untuk menyebarkan temuan-temuannya dengan cara umum

    kepada pembuat kebijakan dan perencana, yang kemudian tercerahkan dan

    menjelaskan urusan yang akan dilakukannya. Meskipun ada justifikasi atas pandangan

    ini, ada kesempatan dan asumsi kalau apa yang dihasilkan sosiolog adalah penting

    bagi praktek pembangunan. Ini sering tidak benar. Kegamangan dan keabstrakan

    banyak mensifati output sosiologi dan sangat membatasi relevansi praktisnya. Bahkan

    sosiolog yang mempunyai keahlian yang bergunapun tidak memperhatikan lembaga

    bantuan (aid agencies) dan departemen pemerintahan dimana sebenarnya mereka

    punya kemampuan teknis yang bisa disumbangkannya. Tetapi pelatihan sosiologi level-

    tersier baik di dunia maju maupun di dunia berkembang tidak menyebabkan para

    lulusan mampu memberikan sumbangan secara signifikan dan berpengaruh pada

    pembangunan. Peremehan untuk persoalan praktis menyebabkan sosiolog tanpa

    badan teori normatif yang mereka bisa terapkan dan tanpa gagasan tugas praktis yang

    jelas.

  • Posisi periferi (pinggiran) sosiologi tidak seluruhnya ditimbulkan sendiri. Banyak

    sosiolog telah dikeluarkan dari pembuatan kebijakan dan perencanaan karena mereka

    diduga mempunyai edeologi sayap-kiri. Meskipun dugaan ini keliru, banyak sosiolog

    dan antropolog lebih mungkin mengungkapkan kritik dan ketidaksepakatan pendapat

    pada pembangunan daripada perwakilan disiplin lainnya. Ekonom, ahli pertanian, ahli

    teknik dan banyak personil teknik lain yang mendiami kantor-kantor perencanaan

    bersikap skeptis (ragu-ragu) dan kurang sekali memanipulasi parameter pembangunan

    sosial. Bahkan sosiolog bisa dipandang sebagai halangan bagi implementasi

    pembangunan, dan ketika personil proyek harus dikorbankan karena kendala

    keuangan, sosiolog dipandang sebagai orang yang paling terbuang. Akhirnya

    hambatan-hambatan institusional dilihat menghambat kemajuan sosiolog dalam dunia

    pembangunan. Misalnya, lembaga bantuan kurang mempunyai mekanisme yang

    memadai untuk merekrut sosiolog atau sosiolog dianggap sebagai ancaman bagi

    keseimbangan kekuasaan diantara departemen.

    Meskipun ada kecacatan dan masalah ini, sedang tumbuh badan pendapat kalau

    salah satu tugas pokok dari sosiologi pembangunan seharusnya dilibatkan dalam

    praktek pembangunan. Seorang sosiolog Bank Dunia menyatakan hal berikut:

    Sosiologi dan antropologi terutama diupayakan untuk menjelaskan dan

    menggambarkan struktur sosial lampau atau struktur sosial yang ada sekarang,

    daripada melihat perubahan mendatang dan perubahan proyek.. [mereka] harus

    menhadapi berbagai tantangan kegiatan pembangunan, menyingsingkan lengan

    baju dan terlibatkan dalam keduniaan, menerjemahkan rencana-rencana menjadi

    realitas dalam pola sosiologis. Mereka perlu mengkaitkan pengumpulan data,

    penelitian berorientasi-tindakan, analisa sosial, dan rancangan untuk tindakan

    dan evaluasi sosial kedalam suatu kontinum (rangkaian kesatuan), dan

    kemudian menggambarkan sumbangan sosiologi pada pernyataan yang luar

    biasa (Cernea, 1985, hal 9-10).

    Hal dan Midgley (1988, hal 5) menggemahkan sentimen ini dan berpendapat

    kalau para sosiolog mempunyai sumbangan praktis yang penting bagi pembangunan.

    Ada dukungan yang sama-sama persuasif yang mempromosikan jalur yang sama

    diantara antropolog (Grillo dan Rew, 1985). Chambers (1983) mengajukan pertanyaan

  • apakah sosiolog (dan ilmuwan sosial nonekonomi lainnya) mempunyai hak untuk

    mengkritik rencana dan kebijakan pembangunan jika mereka tidak dilibatkan secara

    praktek dalam perumusan rencana dan kebijakan itu. Dia membedakan akademikus

    negatif ini dengan para praktisi positif. Tetapi sosiolog sah-sah saja untuk bertanya

    apakah apa yang mereka lakukan harus (selalu) bermanfaat. Jawaban atas pertanyaan

    ini jelas tidak, dan siapa yang menentukan apa yang bermanfaat tadi? Namun, jika

    seorang sosiolog memilih untuk tidak terlibatkan, maka dia harus siap memainkan

    peranan memberikan kritik pada pembangunan secara tidak efektif meskipun peranan

    ini permanen. Masalah tidak berhenti disini bahkan ketika ilmuwan sosial memilih untuk

    terlibatkan. Terjadi ketidaksepakatan mengenai apa yang seharusnya dikerjakan dan

    bagaimana sesuatu ini harus dikerjakan. Senantiasa timbul dilema etika. Juga, adalah

    mungkin untuk memperkerjakan sosiolog dalam merumuskan sebuah rencana tindakan

    bila mereka mempunyai aturan (untuk diterapkan) (Cernea, 1985, hal 8). Namun

    demikian banyak kemajuan telah dibuat dan subjek ini ada di bab 3.

  • BAB 2

    KEHIDUPAN DI DUNIA KETIGA: STATISTIK PEMBANGUNAN DAN SEJARAH

    PRIBADI

    Sebelum menguji beberapa perspektif teori tentang pembangunan, adalah perlu

    menjamin kalau pembaca punya pengetahuan bukti tentang kondisi kehidupan di

    negara-negara berkembang, bagaimana kondisi ini berbeda diantara bangsa dan

    kelompok sosial dan bagaimana kondisi ini bila dibandingkan dengan kondisi kehidupan

    di negara-negara maju.

    Sebagaimana kita catat di bab pertama, pembangunan sukar dimengerti,

    merupakan konsep yang abstrak dan multisegi dan tidak mudah menerima

    pengukuran langsung. Dalam praktek, hanya mungkin untuk mengemukakan beberapa

    indikator tingkat pembangunan suatu bangsa, daerah atau sekelompok orang yang

    menggunakan statistik seperti pendapatan perkapita, standar kesehatan, harapan

    hidup, melek-huruf, malnutrisi atau indeks-indeks yang memasukkan beberapa ukuran

    pengganti/wakil. Semua gambaran ini merupakan indikator kasaran, bukan merupakan

    ukuran yang akurat dari tingkat pembangunan. Tujuan dari indikator ini bukan untuk

    menunjukkan kalau sebuah bangsa, daerah atau kelompok lebih atau kurang maju dari

    negara lainnya. Tetapi, indikator ini menyediakan gagasan kasar tentang perbedaan

    dan kesamaan kondisi kehidupan unit-unit yang sedang diperbandingkan.

    Hati-hati dalam menginterprestasikan statistik pembangunan adalah sangat

    penting karena adanya sifat ganda dari statistik itu. Harus juga disadari kalau banyak

    statistik, dan khususnya statistik yang berhubungan dengan daerah pedesaan dari

    negara-negara yang lebih miskin, mempunyai validitas yang terbatas. Bank Dunia

    (1987, hal 197) dalam Laporan Pembangunan Dunia tahunan-nya, menasehatkan kalau

    banyak statistik yang dipublikasikannya peka terhadap kesalahan [dan] statistik

    seharusnya diuraikan sebagai yang mengindikasikan trens dan mensifati perbedaan

    utama diantara banyak perekonomiam, daripada mengambil statistik sebagai indikator

    kuantitatif mengenai perbedaan-perbedaan itu secara tepat. Bahkan yang paling

    penting dari semua statistik, penduduk yaitu jumlah orang yang hidup di wilayah

  • tertentu, tidak bisa diandalkan untuk negara-negara berkembang (Hardiman dan

    Midgley, 1982, hal 63), dimana registrasi kelahiran dan kematian merupakan

    kemewahan adminstrasi yang tidak dapat diupayakan dan sensus mungkin tidak ada

    (Etopia), ketinggalan jaman (Mesir), atau dihindari (Nigeria). Perkiraan penduduk China

    bervariasi (berselisih dari kondisi yang sebenarnya) sebesar 164 juta pada tahun 1700-

    an (Kirk, 1979). Jelasnya, statistik pembangunan harus diperlakukan dengan hati-hati

    dan asumsi bahwa statistik itu tidak akurat harus dikaji dengan seksama. Pada karya

    sekarang ini, antropolog ekonomi Polly Hill (1987, hal 30-50) menuduh mayoritas

    ekonom pembangunan yang menggunakan statistik yang mereka ketahui, atau yang

    seharusnya mereka ketahui, kualitasnya sangat buruk dan tidak cocok untuk analisa

    kuantitatif yang canggih. Dia mencatat dua belas atas terjadinya kondisi masalah ini

    dan dengan sinis mempostulatkan bahwa jika kecanggihan pengolahan data

    membaik, maka mutu produk akhir statistik akan menurun. Robert Chambers (1983,

    hal 51-55) telah melaporkan dan menyediakan contoh patologi survai pedesaan.

    Banyak sosiolog dan antropolog yang bekerja di tingkat desa di negara-negara

    berkembang akan memperkuat komentar kritis tentang statistik resmi ini. Duly

    mengingatkan, mari kita menguji beberapa informasi yang tersedia.

    PRODUK NASIONAL BRUTO (GNP) PER KAPITA

    Statistik yang paling sering dikutip dalam studi pembangunan adalah gross

    national product (GNP) per kapita. GNP ini dihitung dengan memperkirakan nilai uang

    dari semua barang dan jasa yang dihasilkan di sebuah negara dalam satu tahun,

    ditambah pendapatan faktor bersih (dari tenaga kerja dan modal) dari luar, dan dibagi

    dengan perkiraan penduduk pertengahan tahun, meskipun untuk alasan teknis, GNP

    sering didasarkan pada periode tiga-tahunan (informasi detail bagaimana perhitungan

    ini dilakukan tersedia di balik Laporan Bank Dunia). Statistik ini merupakan salah satu

    dari banyak alat yang paling sering digunakan dalam ilmu sosial dan tidak saja

    digunakan oleh ekonom tetapi juga oleh sebagian besar ilmuwan sosial sebagai sarana

    kasar untuk membandingkan tingkat pembangunan. Namun demikian, ada masalah

    dalam penggunaan GNP per kapita sebagai indikator pembangunan atau

    kesejahteraan, khususnya jika GNP per kapita digunakan untuk perbandingan dalam

  • jangka lama (Abromovitz, 1959) dan untuk mempertimbangkan banyak negara

    (Kuznets, 1953). Maka perlu mempertimbangkan kelemahan dan kekurangan yang

    terkait dengan perhitungan dan pemakaian GNP per kapita karena, meskipun banyak

    kecaman atas pemakaian GNP per kapita, GNP per kapita tetap menjadi statistik

    pembangunan yang paling banyak dikutip dan digunakan dalam volume ini:

    1. Terlepas dari masalah umum yang terkait dengan pengumpulan data, perkiraan

    GNP untuk negara berkembang sulit dilakukan terutama karena kepentingan

    kegiatan ekonomi, produk-produk yang digunakan untuk nafkah hidup, atau

    pertukaran melalui transaksi no-uang. Penilaian/penaksiran produksi pertanian

    untuk nafkah hidup tetap sebagai seni sebagaimana ilmu pengetahuan, dengan

    sedikit pengetahuan mengenai volume fisik produksi di banyak negara, apalagi nilai

    finansialnya. Bahkan di negara-negara berkembang yang lebih mengkota, data yang

    tersedia tentang produksi barang-barang dan jasa di sektor informal perkotaan

    besar sangat terbatas, dan asumsi dibuat bila menempatkan nilai-nilai pada produk

    informal.

    2. Sehingga perbandingan dapat dibuat, GNP per kapita biasanya diubah dari mata

    uang setempat menjadi satuan umum, yang paling sering dalam bentuk dolar US. Ini

    memerlukan pembuatan sejumlah asumsi tentang kurs. Variasi dalam asumsi-

    asumsi ini dapat menyebabkan perbedaan yang signifikan dalam hal angka final

    yang bisa dihitung.

    3. GNP per kapita menghasilkan rata-rata nilai produksi (dan pendapatan) untuk setiap

    orang, tetapi GNP per kapita tidak menyediakan indikasi (adanya) distribusi

    pendapatan diantara penduduk. Misalnya, sebuah negara seperti Meksiko

    mempunyai GNP per kapita relatif tinggi yaitu US$ 1830 pada tahun 1987. Namun

    sekitar 58 persen dari pendapatan nasional ada pada mereka yang terkaya, sekitar

    20 persen dari jumlah penduduk, sementara orang termiskin atau sekitar 20 persen

    dari jumlah penduduk hanya menerima sekitar 3 persen pendapatan nasional. Disini

    terjadi bahaya karena angka rata-rata menkaburkan atau menyamarkan realitas

    yang sebenarnya, yaitu penduduk Meksiko mempunyai pendapatan per kapita

    hanya sebesar US$ 300 atau US$ 400 per tahun.

  • 4. GNP per kapita bukan merupakan indikator yang akurat mengenai level umum

    kesejahteraan dalam artian faktor-faktor seperti malnutrisi dan status kesehatan,

    pemekerjaan, keamanan personal dan melek-huruf. Memang, dengan adanya sifat

    perhitungan GNP per kapita tersebut, bisa dipahami kalau sebuah negara dengan

    ekonomi yang stagnan dan penduduk yang menurun karena kelaparan, kesakitan

    dan perpindahan-keluar para pengungsi dapat mencatat kenaikan dalam GNP per

    kapita tahunannya karena harapan hidup yang semakin menurun.

    INDIKATOR KOMPOSIT (GABUNGAN)

    Kekurangan GNP per kapita sebagai sarana untuk memperkirakan kemajuan ke

    arah tercapainya tujuan pembangunan telah lama diketahui. Konsekuensinya, telah

    dilakukan banyak penelitian untuk merancang kriteria alternatif, indikator sosial, oleh

    banyak badan seperti Lembaga Penelitian Amerika Serikat untuk Pembangunan Sosial

    (UNRISD) dan Bank Dunia. Sejumlah indikator gabungan telah diusulkan termasuk

    indeks kesejahteraan milik Drewnowski, indeks pembangunan milik Mc Granahan dan

    physical quality of life index (PQLI: kualitas indeks kehidupan fisik) milik Morris.

    Morris, yang indeksnya diusulkan adalah indeks yang paling sederhana dari dua

    indeks lainnya, mencari indikator kinerja sosio-ekonomi yang tidak mencerminkan nilai-

    nilai masyarakat spesifik, (tetapi) menderminkan penyebaran hasil-hasil sosial dan

    dapat dihitung dan dipahami dengan mudah. Satu-satunya indikator yang memenuhi

    kriteria ini adalah mortalitas bayi, harapan hidup dan tingkat melek-hurup dasar (Morris,

    1979). Morris membuat skala pada seriap indikator ini, menggabungkannya dalam

    bentuk aritmetik sederhana dan menghitung skor PQLI untuk 150 negara. Korelasi

    antara GNP per kapita dan PQLI untuk negara-negara ini melahirkan hasil yang

    menarik, dengan deviasi dari linearitas pada ujung atas dan bawah rentang GNP per

    kapita. Produsen minyak yang berpendapatan tinggi mempunyai PQLI relatif rendah,

    sementara beberapa negara dengan pendapatan per kapita tendahSri Langka, Cuba,

    Guyana dan Korea Selatanmempunyai PQLI yang tinggi. Termuan ini menyediakan

    indikasi yang jelas mengenai bahaya memperlakukan GNP per kapita sebagai indikator

    tingkat pembangunan suatu bangsa. Namun demikian, PQLI belum diterima secara

    umum dan dikritik karena kesempitan indikator-indikator yang digunakan untuk

  • menghitung indeks dan meragukan dasar pemikiran untuk memperlakukan masing-

    masing indikator sebagai yang sama-sama penting. Pencarian kriteria untuk

    pembangunan sekarang kehilangan momentumnya, meskipun US Population Crisis

    Committee sekarang sibuk mempromosikan international human suffering index (indeks

    penderiaan manusia internasional), yang dikompilasi dengan menambahkan 10 ukuran

    kesejahteraan manusia untuk menciptakan angka tunggal yang dimaksudkan untuk

    mengukur perbedaan kondisi hidup diantara banyak negara (Camp dan Speidel, 1987).

    Kebanyakan mahasiswa yang mempelajari pembangunan menginginkan sesuatu yang

    lebih bisa diandalkan dan lebih tepat daripada GNP per kapita, tetapi dalam ketiadaan

    persetujuan umum tentang sifat ukuran alternatif, mereka terus mengandalkan GNP per

    kapita.

    DATA LATAR BELAKANG TENTANG PEMBANGUNAN

    Pembaca mempunyai pemahaman umum tentang kondisi sosial dan ekonomi di

    Dunia Ketiga dan perbedaan antara negara berkembang dan negara maju. Para

    pembaca yang ingin mengenalkan diri mereka sendiri dengan informasi dasar

    sebaiknya mempelajari Tabel 2.1. Ulasan singkat tentang ciri-ciri tabel dan indikatornya

    yang paling menonjol disajikan di bawah ini.

    GNP per kapita

    Meskipun negara berkembang sering diacuhkan pada bangsa yang lebih miskin,

    terdapat rentang yang luas dalam GNP per kapita dari US $ 130 (Etiopia) hingga US $

    3230 (Venezuela) dan US $ 7940 (jika, pada tahun 1987, orang-orang menganggap

    Singapura sebagai negara berkembang). Dalam klasifikasi Bank Dunia yang digunakan

    secara luas, negara-negara diperingkat sebagai berpendapatan-rendah (GNP per

    kapita kurang dari US $ 480 pada tahun 1987), berpendapatan menengah-kebawah

    (US $ 480 US $ 2000) berpendapatan menengah atas (US $ 2000 US $ 6000),

    eksportir minyak berpendapatan tinggi dan ekonomi pasar industri. Perlu diperhatikan

    kalau GNP per kapita tidak memberikan indikasi bagaimana pendapatan didistribusikan.

    Bukti yang ada menunjukkan bahwa di banyak negara berkembang distribusi

    pendapatan sangat tidak merata, dimana pendapatan banyak terakumulasi pada di

  • kaya. Namun demikian, data seperti ini bersifat sporadis, sering usang dan sebaiknya

    diperlakukan dengan hati-hati.

    Kemiskinan

    Tak satupun publikasi statistik pembangunan menyediakan perkiraan jumlah

    orang yang hidup dalam kemiskinan mutlak secara reguler di berbagai negara. Ini

    sebagian disebabkan oleh kesulitan teknis dalam mendefinisikan kemiskinan tetapi juga

    disebabkan oleh kurangnnya data yang bisa diandalkan. Laporan Pembangunan Dunia

    oleh Bank Dunia tahun 1978 mengungkapkan bahwa pada tahun 1970 sekitar 770 juta

    orang di negara berkembang hidup dalam kemiskinan mutlak. Fields (1981), yang

    menggunakan informasi pemerintah AS, menunjukkan angka sekitar 800 juta (dalam

    kemiskinan mutlak). Meski ada persoalan perkiraan ini, terdapat bukti kalau sejumlah

    besar penduduk dunia hidup dalam kondisi kemiskinan yang hina dina.

    Angka pertumbuhan penduduk

    Di hampir semua kasus, negara-negara berkembang mempunyai angka

    pertumbuhan penduduk yang lebih tinggi daripada negara industri. Ini berkisar dari

    angka relatif rendah China 1,2 persen per tahun hingga angka luar biasa Kenya sekitar

    4,1 per tahun (yang menunjukkan kalai penduduknya dapat berlipat ganda dalam 17

    tahun kedepan). Meskipun bangsa terbesar dunia, China dan India, telah merendahkan

    angka pertumbuhan penduduknya dalam dua dekade terakhir, banyak negara lain,

    khususnya negara di sub-Saharian Africa, menunjukkan angka pertumbuhan penduduk

    yang pesat.

    Fertilasi (Kesuburan)

    Total angka fertilitas, yang merupakan jumlah anak rata-rata yang akan

    dilahirkan per wanita yang hidup pada akhir tahun-tahun kemampuan beranak jika

    angka fertilitas usia spesifik yang ada terus berlangsung, relatif tinggi di kebanyakan

    negara berkembang. Untuk tahun 1987, angka fertilitas berkisar dari 2,4 kelahiran hidup

    wanita di China hingga 8.0 kelahiran hidup per wanita Rwanda. Perubahan lintas-

    nasional dalam pola fertilitas pada dekade akhir-akhir ini semakin kompleks, dan

  • fertilitas jelas merupakan sebuah variabel yang dipengaruhi oleh jaring faktor sosial,

    budaya dan ekonomi yang kompleks.

    Harapan Hidup (Life expectancy)

    Harapan hidup saat kelahiran adalah lebih rendah di hampir semua negara

    berkembang daripada di negara maju. Namun, ada variasi luas diantara banyak negara.

    Pada level pendapatan per kapita yang sangat mirip, negara-negara lebih miskin seperti

    Sierra Leone dan Sri Lanka mempunyai harapan hidup 40 tahun dan 70 tahun berturut-

    turut.

    Struktur kegiatan ekonomi

    Bagi kebanyakan negara berkembang, pertanian mempunyai peranan ekonomi

    yang lebih penting, dalam artian sumbangannya pada GDP (gross domestik product),

    daripada di negara maju. Ini benar terutama di negara-negara berpendapatan rendah

    dimana pertanian mendominasi ekonomi. Pada tahun 1987, hampir 57% GDP Nepal

    diwakili oleh kegiatan pertanian dan hanya 14 persen diwakili oleh kegiatan industri.

    Secara umum, sektor industri dan sektor manufaktur berkembang lebih baik di negara

    berpendapatan menengah. Misalnya, tahun 1987,38 persen GDP Brazil berasal dari

    industri dan hanya 11 persen berasal dari pertanian.

    Urbanisasi

    Definisi mengenai apa pusat perkotaan atau bukan perkotaan itu sangat

    bervariasi dari negara ke negara. Namun urbanisasi terjadi pada tingkat yang lebih

    rendah di negara-negara berpendapatan rendah dari pada di negara berpendapatan

    menengah, dan terjadi paling tinggi di negara-negara maju. Ada perbedaan yang

    mencolok antara negara Afrika dan Asia, dimana mayoritas penduduknya adalah

    penghuni pedesaan dan Amerika Latin, dimana mayoritas rakyatnya biasanya hidup di

    daerah perkotaan. Di hampir semua negara berkembang, angka pertumbuhan tahunan

    penduduk kota melebihi angka pertumbuhan polulasi desa.

    MODERNISASI

  • Pada tahun 1950-an dan 1960-an pemikiran dan tindakan pada pembangunan

    didominasi dengan pendekatan modernisasi. Para ekonom dalam barisan depan, yang

    mempromosikan model sederhana pembangunan yang menekankan pada persoalan

    bagaimana menjamin pertimbuhan ekonomi dengan cepat dan pembentukan modal.

    Model mereka berasal dari pengalaman negara-negara Barat dan segera dijumpai

    kekurangannya bila dibandingkan dengan perbedaan dan kekomplekan Dunia Ketiga.

    Ini memerlukan kerja sama interdisipliner dengan sosiolog, ilmuwan politik, admistrator

    publik dan ilmuwan sosial lain, dan para digma modernisasi menjadi hak milik

    intelektual dari semua ilmu sosial. Namun, hak milik ini kepunyaan bangsa Amerika.

    Amerika Serikat menerima kepemimpinan dunia bebas dan disibukkan dalam perang

    dingin dengan kekuatan-kekuatan jahat. Setelah kematian Hitler, kejahatan ini diwakili

    oleh komunisme. Adalah sangat penting untuk menyelamatkan dunia dari kekuatan

    buruk kegelapan komunis dan menjamin bahwa dunia akan tetap diatur sesuai dengan

    kepentingan politik dan ekonomi terbaik Amerika Serikat. Bantuan akademikus

    diperlukan untuk memahami apa yang sedang terjadi di Dunia Ketiga dan untuk

    menunjukkan bagaimana negara-negara ini dapat dibujuk, dipikat agat tetap dalam

    kamp dunia bebas kapitalis. Ketidakstabilan gerakan nasionalis dan revolusioner dalam

    konteks dekolonisasi memberikan urgensi yang lebih besar dan sumber daya yang

    lebih besar pada tugas akademikus. Di lingkungan ini, dimana spesifikasi tugas

    akademikus ditentukan oleh elit politik, militer, administratif dan elit bisnis di Amerika

    Serikat, maka tidaklah mengejutkan kalau teori modernisasi dimulai dengan dan

    memelihara kerangka kerja konservatif, kerangka kerja ideologi pro-kapitalis.

    Bagi Wilbert Moore (1963, hal 93), modernisas adalah transformasi total:

    masyarakat tradisional atau masyarakat pra-modern ke dalam tipe teknologi dan

    organisasi sosial terkait yang mensifati bangsa maju , sejahtera secara ekonomi , dan

    relatif stabil secara politik dan bangsa yang dimaksud di sini adalah dunia Barat. Para

    penguasa politik yang efektif harus memutuskan prioritas kebijakan dari penilaian

    berbagai masalah pembangunan mereka yang membutuhkan solusi. Definisi yang

    sedikit berbeda diberikan oleh Cyril Black (1967, hal 7), yang melihat modernisasi

    sebagai proses yang dengan proses itu lembaga-lembaga yang berkembang secara

    historis beradaptasi pada fungsi-fungsi yang berubah dengan cepat yang

  • menggambarkan peningkatan pengetahuan manusia yang belum pernah terjadi

    sebelumnya, yang memungkinkan manusia mengendalikan lingkungannya, yang

    menghasilkan revolusi ilmu pengetahuan. Meskipun terjadi kebingungan dan

    ketidaksepakatan mengenai makna modernisasi (Smith, 1973, hal 61-62), dua definisi

    diatas cukup representatif dan menjanjikan kita untuk membuat beberapa generalisasi

    umum. Pertama, dunia dikatakan tersusun dari dunia tradisional dan dunia modern.

    Setiap komponen dikotomi ini dilihat memiliki kualitas yang berbeda tertentu, misalnya

    struktur ekonomi yang berbeda, nilai-nilai dan organisasi keluarga. Kedua, transisi dari

    satu periode sejarah ke periode sejarah lainnya dipermudah oleh proses modernisasi.

    Ketiga, proses ini dikendalikan oleh para elit nasional melalui pembuat kebijakan. Para

    elit merekayasa perubahan yang diperlukan untuk mencapai modernitas. Akhirnya,

    paradigma modernisasi ini merupakan perayaan peradaban Barat, suatu proklamasi

    kepercayaan-diri pencapaian ernosentrik (Tipps, 1073, hal 206). Barat dilihat sebagai

    yang lebih unggul (superior) daripada Dunia Ketiga dalam semua aspek sosial, politik

    dan ekomomi. Revolusi ilmu pengetahuan yang telah menjanjikan Barat menguasai

    lingkungan harus diadopsi oleh bangsa-bangsa kurang maju jika bangsa kurang maju

    ini ingin mencapai status bergengsi sebagai yang modern. Modernisasi kemudian

    menjadi bersinonim dengan Westernisasi (Baratisasi). Tuntutan atas kenetralan nilai

    dalam teori modernisasi kemudian sirna dalam asumsi-asumsi implisit yaitu, bangsa

    kurang maju harus mencari inspirasi dari masyarakat Barat (secara kasarnya, harus

    meniru masyarakat Barat).

    Pandangan masyarakat yang dikotomi baik sebagai tradisional maupun modern

    tidaklah baru bagi ilmu pengetahuan sosial. Perspektif demikian sedang dipromosikan

    dengan gencar di abad ke-19. Maine (?) membedakan antara masyarakat atau usia

    yang terutama mengandalkan ascribed status dan tradisi dan masyarakat atau usia

    yang terutama mengandalkan pada kontrak dan achieved status. Yang lebih penting

    untuk generasi sosiolog yang kemudian adalah karya Durkheim. Dia menggolongkan

    masyarakat menurut konsep-konsep yang bertentangan, yaitu, konsep solidaritas

    mekanik dan solidaritas organik.

    BEBERAPA STUDI KASUS

  • Memperhatikan tipe data yang dipresentasikan dalam Tabel 2.1 membantu

    memberikan mahasiswa (yang mempelajari) pembangunan suatu pemahaman tentang

    kondisi ekonomi dan sosial yang prevalen di negara berkembang secara lebih utuh.

    Tetapi, ada bahaya sehubungan dengan rata-rata statistik dan agregat yang

    melemahkan tantangan pembangunan dan menyebabkan pembaca jauh dari perlunya

    untuk mengetahui kalau pembangunan itu memperbaiki standar hidup dan memperbaiki

    kesempatan hidup bagi pria, wanita individual dan anak-anak. Anda mungkin

    berkepentingan dengan statistik tentang kemiskinan, kematian bayi dan gizi, tetapi

    kegelisahan (maksud: kemiskinan, kematian bayi, dan lain-lain) ini bukan merupakan

    contoh yang reprensentatif dari kondisi individu dan keluarga di negara berkembang. Di

    bagian ini beberapa penjelasan singkat dipresentasikan dalam bentuk studi kasus

    untuk membantu memperdalam pemahaman pembaca tentang seperti apa kehidupan

    orang miskin itu. Penjelasan ini bersifat personal, disarikan dari sumber-sumber yang

    teruji. Studi kasus ini dipilih secara subjektif dan menunjukkan informasi kualitatif.

    Namun, studi kasus ini mempunyai kontribusi vital bagi apresiasi pembaca tentang

    berbagai persoalan pembangunan dan kebijakan. Meskipun konseptualisasi dan

    abstraksi adalah esensial untuk memahami proses pembangunan, adalah sama

    pentingnya untuk mengkaitkan teori-teori yang bagus dengan fakta-fakta yang buruk.

    Studi kasus 1 : Siapa yang bekerja, yang makan di desa Bangladesh?

    Petani bagi-hasil (sharecropper) mengolah sekitar perempat dari tanah pertanian

    Bangladesh; pekerja upahan bahkan mengolah lahan pertanian dalam persentase yang

    lebih besar. Bertani bagi-hasil paling banyak di bagian barat-laut, tempat desa Katni.

    Misalnya, Nafis, seorang tuan tanah yang bersama adik lelakinya mempunyai 60 are

    tanah di sekitar desa Katni, mengolah sekitar tiga-perempat lahan pertanian dengan

    sarana petani bagi-hasil dan perempat lagi dengan pekerja sewa. Pemilik tanah dan

    petani bagi-hasil umumnya membagi hasil panen secara sama rata (fifty-fifty), tetapi di

    beberapa distrik pemilik benih dan pupuk biasanya dipotong sebelum pembagian hasil

    panen, tetapi studi AID melaporkan kalau di kebanyakan kasus petani bagi hasil

    menanggung biaya ini sendiri.

  • Para petani miskin umumnya lebih suka bertani bagi-hasil sebagai alternatif

    pekerja upahan. Reward bertani bagi-hasil amat kecil, tetapi reward pekerja upahan

    bahkan lebih kecil. Kamal petani kaya memperkirakan kalau pekerja sewa hanya

    membebani dia biaya sebesar perempat hingga pertiga dari hasil panennya, sementara

    petani bagi-hasil menanggung biaya separuhnya. Upah standar untuk pekerja pria di

    desa Katni sekitar 33 US sen per hari; pekerja wanita yang mengolah hasil panen

    bahkan menerima upah lebih kecil dari upah pekerja pria. Bertani bagi-hasil tidak saja

    mempunyai upah lebih baik daripada pekerja upahan, tetapi juga menawarkan jaminan

    yang lebih besar. Petani bagi-hasil disewa oleh musim (karena kalau tidak musimnya

    dia tidak bisa bercocok tanam). Meskipun dia tidak memiliki klaim tetap pada lahan,

    setidaknya, dia tidak menghadapi ketidakpastian seperti yang dialami oleh pekerja

    upahan, yang keadaan buruknya dinyatakan oleh Dalim: Saya tidak dapat memastikan

    dimana besuk saya akan bekerja.

    Namun, bertani bagi-hasil juga mempunyai kelemahan. Petani bagi-hasil

    membutuhkan sapi dan bajak, dan dia mengeluarkan banyak biaya jika dia harus

    menyewanya. Dia tidak dapat memperoleh reward dari kerjanya hingga panen, dan

    sebelum panen dia harus meminjam uang untuk memberi makan keluarganya. Jika

    panennya dirusak oleh banjir, kekeringan atau hama, maka pendapatan petani bagi-

    hasil bahkan lebih kecil daripada pekerja upahan. Biaya dan resiko bertani bagi-hasil,

    dan tertundanya rewards, menyebabkan keluarga yang tak bertanah di desa Karni tidak

    mampu bertani bagi-hasil lagi. Alternatifnya, mereka mencari nafkah hidup sebagai

    pekerja upahan (buruh tani).

    Di desa Katni, bekerja satu hari menerima dua pon beras, satu taka (16 taka = $

    1 US) dan makan pagi. Seorang pekerja bernama Dalim menjelaskan : Dulu dengan

    satu taka saya bisa membeli dua atau lebih pon beras, dengan sedikit minyak, lombok

    dan garam. Tetapi sekarang satu taka tidak dapat digunakan untuk membeli satu pon

    beras. Majikan-majikan yang dulunya memberi pekerja sayur-mayur gratis bila mereka

    pulang ke rumah di sore hari, tetapi sekarang majikan tersebut tidak bergitu bermurah

    hati lagi.

    Pada puncak kegiatan pertanian- - penyiangan pada musim semi, penenam padi

    musim hujan, dan panen padi dan goni - - upah untuk pekerja yang disewa kadang

  • sedikit naik. Seorang pria muda yang kuat seperti Dalim akan sering bekerja pada basis

    kontrak, misalnya bersepat untuk memanen satu are lahan padi untuk upah yang

    ditentukan. Namun, selama musim sepi alias tak banyak kegiatan, banyak pekerja tak

    bertanah menjadi pengangguran. Banyak pekerja upahan tadi berjualan kecil-kecilan,

    membeli sayur-mayur di desa dan menjualnya di pasar-pasar setempat atau di bazar

    Lalganj. Pada musin dingin yang kering, para pemuda kadang bekerja sebagai tukang

    bata atau bekerja di kontraktor di Lalganj, tetapi kami sering mendengar keluhan, Tidak

    bekerja, tidak ada nasi.

    Hari ini saya telah keliling di tiga desa untuk mencari pekerjaan, kata Ameerul,

    pekerja tak bertanah, bercerita kepada kami suatu pagi. Saya tidak mendapatkan apa-

    apa. Tidak ada pekerjaan berarti tidak ada nasi alias tidak makan. Kemarin saya tidak

    mendapatkan pekerjaan, dan saya tidak makan apa-apa sama sekali seharian.

    Akhirnya, saat sore hari saya mengambil tiga batang bambu, membelah dan

    memotongnya dan saya jual di kota sebagai kayu bakar. Dengan uang hasil menjual

    bambu ini, saya membeli tiga pon tepung gandum. Saya tinggal mempunyai setengah

    taka, saya belikan teh dan sedikit beras. Tadi malam saya makan olahan tepung. Saya

    mempunyai enam anggota keluarga yang harus diberi makan. Bahkan ketika saya

    mendapatkan pekerjaan, saya hanya menerima dua pon beras dan satu taka. Dua pon

    beras tidak akan mengenyangkan dua orangapalagi untuk enam orang. Dan apa

    yang anda bisa beli dengan satu taka? Sekarang. Setiap hari saya bertanya dalam hati

    : bagaimana saya akan hidup? Bagaimana menghidupi anak-anak saya?

    Studi kasus ini diambil dari artikel yang lebih panjang: James Boyce dan Besty

    Hartmann (1981) berjudul Siapa yang bekerja, siapa makan?, Bulletin of Concerned

    Asian Scholars, vol 13, no 4 hal 18-27.

    Studi kasus 2: Keluarga Meksiko yang bertahan hidupbersama

    Beban hutang asing sebesar $104 telah memukul hebat pembangunan Meksiko

    hingga dalam kondisi serius, yang memaksa bangsa Meksiko semakin mengandalkan

    unit ekonomi yang paling dasar: keluarga. Dengan upah nyata yang ditentukan kembali

    pada level tahun 1960-an, keluarga bekerja dengan menggabungkan sumber daya

    yang semakin berkurang, menuangkan lebih banyak air dalam sup, seperti peribahasa

  • orang Meksiko. Dengan ekonomi tanpa pertumbuhan selama enam tahun lampau dan

    berkembang resesi tajam, keluarga berfungsi sebagai ayunan (buaian) si kecil, kegiatan

    mencari nafkah hidup yang menggantikan perkebunan dan pabrik.

    Sebuah studi baru-baru ini terhadap 95 keluarga kelas pekerja perkotaan

    menunjukkan bagaimana keluarga bersatu menghadapi pukulan krisis. Ukuran rata-rata

    rumah tangga dalam studi ini tumbuh 10 persen lebih ketika mereka memasukkan

    saudara sepupu, paman dan saudara ipar yang mendapatkan upah lebih besar. Pada

    saat yang sama, jumlah wanita dewasa dan pria muda yang masuk dalam angkatan

    kerja baik sebesar 2,5 persen.

    Inilah bagaimana dua keluarga kelas-pekerja, satu dari luar kota dan satunya

    dari dalam kota, menghadapi masa-masa sulit.

    Keluarga Avinas. Seolah-olah krisis ekonomi mengembalikan waktu kebelakang

    beberapa tahun di masyarakat pertanian kecil Meksiko pusat Barrio de Guadalupe de

    Mezqyitillo. Sandal jepit tradisional hadir kembali, menggantikan sepatu buatan pabrik

    yang lebih mahal. Kereta keledai muncul lebih sering di jalan aspal. Banyak hewan

    yang kurus. Krisis memaksa kita kembali pada cara hidup lama bila kita bergantung

    pada tanah dan keluarga, kata Manuel Avina, seorang kepala keluarga berusia 76

    tahun, dari klan besar yang hidup disini. Tuan Avina tidak pernah mendapatkan uang

    dari perkebunan lagi. Sekarang dia dan keluarganya hampir tidak mendapatkan nafkah

    hidup. Dengan sedikit uang yang ditanamkan pada lahan pertanian, hasil panen yang

    didapatkan tidak cukup untuk dia, istrinya dan ketiga cucunya. Cucu-cucu itu

    ditinggalkan kepadanya oleh seorang anak lelakinya yang beremigrasi ke Amerika

    Serikat. Tuan Avina memuat sedikit kelebihaan panennya ke sebuah kereta dan

    berusaha menjualnya secara tunai ke kota terdekat, tetapi dia terpaksa menukarkan

    hasil panen tadi untuk bahan pokok lainnya (jadi, tidak memperoleh uang tunai karena

    barangnya ditukar secara barter dengan kebutuhan pokok tadi).

    Tuan Avina bersyukur karena dia hidup dekat banyak keluarga yang

    membantunya10 anak, 70 cucu dan banyak kerabat lainnya. Jika dia butuh bahan

    makanan, dia tinggal pergi ke kios yang dimiliki oleh salah satu anak lelakinya, yang

    sering tidak mau menerima pembayarannya. Bila hewannya sakit, dia membawa hewan

  • itu ke cucu lelakinya untuk dirawat, yang tidak mau menarik ongkos dari sang kakek

    sejak terjadi krisis. Sekarang dia tidak mampu membeli baju baru, tetapi saudara

    sepupunya membuat baju untuknya. Bahkan seorang anak laki-lakinya yang

    meninggalkan Meksiko ke Amerika Serikat berkontribusi pada kesejahteraan ayahnya.

    Ketika Tuan Avina tidak memiliki uang untuk memperbaiki rumah kayunya yang mau

    roboh, anak laki-laki emigrannya tadi kembali ke desa dan menggunakan uang dan

    ketrampilan yang diperolehnya ketika bekerja di industri konstruksi Amerika Serikat

    untuk membangun rumah tembok baru untuk ayahnya.

    Anak-anak Tuan Avina juga saling membantu. Tahun lalu, ketika penen jagung

    Antonio Avina gagal dan tidak mempunyai pekerjaan di kota, saudara lelakinya

    menyokong keluarganya selama beberapa bulan. Jika tidak turun hujan di lahan saya,

    hujan itu akan turun di lahan saudara saya, kata Antonio Avina. Jika ada sesuatu untuk

    satu orang, maka ada sesuatu untuk semuanya.

    Keluarga Ravelos

    Keluarga Armando Ravelo harus berjuang menghadapi bencana alam dan

    bencana ekonomi. Resesi yang begitu parah menyebabkan Tuan Ravelo kehilangan

    pekerjaan sebagai juru masak di restoran Mexico City tahun 1985. Sejenak setelah itu,

    gempa bumi yang paling hebat dalam sejarah akhir-akhir ini merusak gedung

    apartemen keluarganya. Tuan Ravelo, istri dan ketiga anaknya berjejal-jejal dalam

    sebuah tempat tinggal darurat dengan menantu laki-laki dan tujuh cucunya, yang juga

    kehilangan rumahnya. Untuk berjuang menyokong rumah tangga yang membesar ini,

    Tuan Ravelp dan istrinya mendapat pekerjaan sebagai pelayan. Paman menyusun

    pekerjaan untuk seorang anak laki-laki di tempat pembuatan bir, dan seorang anak laki-

    laki lagi melemparkan apa saja yang dia terima di pabrik. Para cucu menyelamatkan

    dan menjual apa saja yang dapat dijual dari puing-puing gedung disekitar mereka.

    Ketiga keluarga Ravelo akhirnua tertampung di kompleks apartemen baru satu

    tahun kemudian, cucu dan menantu laki-lakinya tetap tinggal bersama keluarga

    (Ravelo). Penambahan seorang pekerja baru hampir tidak cukup untuk memberi makan

    anggota keluarga baru. Tuan Ravelo khawatir kalau dia akan terusir ke halanan lagi.

    Sehingga tahun lalu, Tuan Ravelo dan istrinya keluar dari pekerjaan pelayannya dan

  • berspekulasi kalau kontak keluarga ekstensifnya dapat menerima mereka sebagai

    penjual keliling di pasar gelap yang tumbuh subur di Mexico. Uang sekarang mudah

    didapat jika anda mengetahui orang yang tepat, katanya.

    Kontak terbaik Ravelo adalah dengan anggota dari keluarganya. Kemenakan

    laki-lakinya yang tinggal di perbatasan Amerika Serikat mengirimi dia produk elektronik

    selundupan. Saudara ipar dari Mexico selatan mengirimkan pakaian dari negara

    Amerika Latinnya. Jaringan saudara sepupu, paman dan kemenakan di ibu kota

    mensuplai dia segala sesuatu dari sarung tinju buatan Amerika hingga pisau elektrik

    buatan Jepang. Dengan berjuang keras mendapatkan barang-barang, keluarga Ravelo

    telah mampu menyokong rumah tangga besarnya. Tuan Ravelo menjual dari pintu ke

    pintu selama seminggu dan mengelola stan di pinggir pasar pada akhir pekan. Setelah

    membereskan shift pabriknya, dua anak laki-lakinua bekerja menjual radio selundupan

    di parkir mobil pabrik.

    Studi kasus 3: hidup di sugar hacienda di Negros Occidental, Pilipina

    Bagi satu juta dari 1.8 juta orang Negros Occidental, sugar hacienda

    (perkebunan tebu yang berlahan luas dengan suatu rumah) merupakan sistem

    dukungan hidup yang total. Meskipun perkebunan tebu mempunyai banyak bentuk dan

    ukuran, kebanyakan lahan tebu daerah (provinsi), sekitar 70 persen, diduduki oleh

    perkebunan yang lebih besar atau sekitar 50 hektar lebih. Dan ada keseragaman tata

    letak dan kehidupan hacienda. Hacienda Esperanxa adalah contohnya. Terletak dipusat

    1.000 hektar yang sebagian besat ditanami tebu, kompleks hacienda adalah

    masyarakat yang mandiri dengan sekolahan sendiri, toko, kapel, klinik, perumahan dan

    administrasi rumah-rumah kayu kecil. 858 warga hacienda hidup dalam dua kelompok

    rumah-rumah kayu kecil, kelompok yang lebih besar dipisahkan dari kompleks

    administratif hanya oleh lebar ladang tebu yang sempit. Meskipun gubuk yang reot ini

    hanya menawarkan 25 meter persegi ruang lantai untuk keluarga dengan 10 anggota,

    air, listrik dan pendidikan dasar semuanya gratis, ini merupakan kebaikan hacienda.

    Peralatan terdiri atas tikar tidur, peralatan masak yang telah terpakai, piring dan garpu,

    dan diantaranya yang lebih beruntung, mendapatkan lemari pakaian. Sebagian besar

    pekerja hanya memiliki pakaian yang dipakai saja dan mempunyai 4 hingga 10 anak

  • yang kekurangan gizi. Jerry de la Cruz, misalnya, anak tertua dari enam anak yang

    selama tahun-tahun itu masih bergantung pada upah ayahnya sebagai sopir traktor

    yang hanya mempunyai upah P21 atau sekitar $ 2.30 per hari. Seperti semua pekerja,

    mereka bertahan hidup dengan terus berhutang dari hacienda. Ketika manajer

    hacienda memotong kredit keluarga dua tahun lalu, sebelum kematiannya, tiga anaknya

    termasuk Jerry putus sekolah.

    Dulu, sekumpulan gudang peralatan yang berlapis besi, pintu gerbang besi tuang

    yang dibuka oleh penjaga senjata, dan disepanjang bawah gudang itu ada halaman

    berumput, muncul Big House kolonial Spanyol, dengan tempat tinggal manajer diatas

    dan pegawai dibawah. Bagi manajer atau anak-anaknya. Pekerjaan dapat menjadi

    batu loncatan untuk berkarir secara prospektif di Manila. Aurira Pijuan, anak perempuan

    dari manajer hacienda selama tahun 1960-an, muncul dalam headlines dengan

    terpilihnya dia sebagai International Miss dan menjadi bintang muda bioskop dan

    mantan istri dari pria yang berani menikah anak perempuan tertua Presiden Marcos.

    Dua belas staff domestik Big House sedang menunggu di meja makan malam

    panjangnya yang berfungsi sebagai tempat rapat bagi para eksekutuf perusahaan dan

    raja gula yang berkunjung disana. Minggu pertama saya kembali pada tahun 1981

    bertepatan dengan makan siang bersama 50 orang untuk menyambut kunjungan Uskup

    dari Bacolod. Duduk berhadapan dengan manajer muda, saya memperhatikan

    percakapan mejanya diganggu beberapa kali oleh para pekerja hacienda yang

    berpakaian compang-camping yang menyodorkan kertas didepannya dan berkomat-

    komit di telinganya. Apakah makan siang, makan malam atau konferensi perusahaan,

    para pekerja tadi datang meminjam uang untuk upah bulan depan atau upah tahun

    depannya untuk setiap kebutuhan yang terduga - - seperti mengobatkan anaknya ke

    dokter, pemakaman ibu, baptis bayi, SPP sekolah tinggi saudara perempuannya. Ritual

    macam ini selalu sama. Setiap orang naik ke tangga besar menuju ruang makan

    malam, pria-pria dewasa ini akan membungkukkan badannya setinggi badan anak

    muda dan berjalan menyeret kakinya ke arah manajer. Tolong Tuan, ini anak kedua

    saya. Sudah dua hari terserang demam. Saya tidak akan mengganggu Anda. Tetapi

    anda Dengan melirik kertas tetapi tanpa membuat kontak mata, manajer

    membubuhkan tanda tangan diatas debt voucher. Berjalan terseok-seok kebelakang

  • dalam sikap tubuh yang sama, pekerja tadi berkomat-komit, Terima kasih Tuan terima

    kasih banyak, kami tidak akan melupakan ini sementara manajer terus melanjutkan

    percakapan meja makan malamnya. Sebagian besar pekerja menanggung hutang yang

    sebanding dengan tiga atau bahkan enam bulan upahnya, dan melunasi hutang itu

    tidaklah mungkin bagi mereka karena 90 persen pendapatan keluarga hanya untuk

    kebutuhan makan. Memang, mereka dilahirkan untuk berhutang, hidup penuh hutang,

    mati penuh hutang, kata manajer hacienda.

    Studi kasus 4: wanita Bissa dari Burkina Faso

    Istri. Nama saya Zenabou Bambara, saya berusia 28 tahun dan mempunyai

    empat anak. Suami saya bernama Adama Mone dan istri suami saya yang lain

    bernama Mariam. Mariam tadi malam melahirkan ada bayi baru dalam rumah tangga

    kami. Hingga kemarin dia bekerja dengan saya di sawah, tetapi sekarang dia istirahat

    selama enam hari hingga upacara penamaan anaknya pada saat itu yang banyak dia

    lakukan adalah mengambil air dan memasak.

    Ini berarti menyebabkan saya lebih banyak bekerja di sawah (karena Mariam

    melahirkan bayi). Ini adalah hari ketiga kami menanam tetapi tiada turun hujan. Saya

    lelah dan punggung saya terasa sakit. Tetapi pekerjaan saya sia-sia. Lihat bumi. Lihat

    betapa keringnya bumi ini? Millet (sejenis padi) seharusnya setinggi kaki, tetapi tanah

    kering ini hanya menghasilkan debu.

    Pekerjaan wanita di sawah adalah penting. Tetapi pekerjaan bujan di sawah

    saja. Di pagi hari saya harus bangun dan menyiapkan makanan, dan jika saya tidak

    punyai tepung saya menggiling beras. Setelah itu, saya berjalan menuju sawah yang

    jaraknya sekitar 14 km dari rumah dan di sana telah ada suami saya yang berangkat

    duluan dengan sepeda pancal. Saya bekerja di sawah dengan suami hingga jam 2

    siang, dan kemudian saya mengambil kayu bakar untuk dibawa pulang. Kadang saya

    menjual kayu ini kepada orang lain dan menerima sedikit uang untuk saya sendiri

    kemudian saya membeli sesuatu. Sore harinya saya harus bolak-balik ke sumur untuk

    mengisi tandon di kompleks saya.

    Pekerjaan ini memang pekerjaan wanita, dan karena hal semacam ini wanita

    lebih banyak bekerja daripada pria, sehingga wanita benar-benar lelah. Saya sungguh

  • akan sangat senang jika suami saya membantu saya, tetapi dia tidak akan membantu

    saya karena dia adalah orang yang memegang kekuasaan (dalam rumah tangga). Pria

    tidak dapat membantu wanita karena pekerjaan tadi bukan pekerjaan pria. Pria dapat

    menuntut apa saja dari istrinya tetapi istri tidak bisa minta apa saja dari kepadanya.

    Seorang pria hanya memikirkan lahan keluarga. Tetapi saya juga mempunyai

    sawah sendiri untuk ditanami, yang paling penting dari semua pekerjaan saya lainnya

    saya harus mengatur diri saya sendiri untuk menemukan waktu yang cukup untuk

    mengolah lahan saya sendiri, karena pentingnya makna makanan bagi kehidupan kami.

    Setelah panen tahun lalu, suami saya memberi saya dan istri satunya lagi millet

    (sejenis padi) untuk disimpan dalam gubuk sebagai simpanan darurat. Tetapi kami telah

    menggunakan simpanan bahan makanan itu hingga habis dan harus mengandalkan

    pada apa yang dia berikan pada kami setiap hari. Kalau hujan kami dapat memetik

    daun untuk membuat saus kental dan menanam millet.

    Suami. Saya adalah satu-satunya yang memberikan perintah sehubungan

    dengan pekerjaan dan makanan kami. Dengan calabash (sejenis buah yang kulit

    luarnya dibuat sebagai wadah) saya menakar millet untuk kedua istri saya terserah

    mereka mau dimasak apa.

    Sebenarnya memang benar wanita lebih banyak bekerja daripada pria. Wanita

    bekerja dengan kita di sawah. Kemudian dia harus kembali ke rumah untuk mengambil

    air dan kayu bakar, menggiling millet untuk dijadikan tepung dan membuat bubur millet

    dan kuah. Dia juga harus memandikan anak-anak. Saya melihat sendiri kalau dia cukup

    lelah, kalau dia bekerja terlalu keras. Tetapi tradisi dan kebiasaan mencegah saya dari

    membantunya. Pekerjaan tersebut memang pekerjaan wanita. Saya tidak tahu

    mengapa saya harus membantunya.

    Studi kasus 5: buruh di Sri Langka

    Emmanuel, berusia 55 tahun, menyokong istrinya dan lima anak-anaknya

    dengan memilah-milah ikan. Bila perahu datang dia membantu nelayan untuk

    melepaskan ikan-ikan dari jaringan. Untuk pekerjaan ini, dia diberi sebungkus ikan yang

    jika dijual dia menerima uang Rs. 10 15 per hari. Pekerjaan semacam ini tidak selalu

    ada setiap hari, dan semua pendapatan dihabiskan untuk konsumsi setiap hari. Rumah

  • tempat mereka tinggal hanya separuh terbuat dari batu bata dan semen (biasanya

    separuh bawah semen dan separuh atas kayu biasa) dengan atap terbuat dari cadjan.

    Pembuatan rumah ini didanai dengan menjual sebagian kecil tanah warisan dengan

    harga Rs. 10.000. Luas tanah yang dijual tidak diketahui. Ketika uang ini dibelanjakan,

    tak ada uang lagi untuk menyelesaikan pekerjaan (membuat rumah tadi). Dinding

    hanya dibangun tiga-perempat dan jendela dan pintunya tidak dipasang (karena belum

    ada biaya). 10 perch (1 perch = 5 meter) tanah tempat mereka tinggal akan diserahkan

    secara sah kepadanya.

    Tidak ada barang perabot atau barang konsumsi yang tahan lama disana.

    Beberapa peralatan masak ditumpuk di kotak tua. Ketika kamu berkunjung ke rumah

    keluarga itu, istri Emanuel berusia 42 tahun ada di rumah sakit, melahirkan anak

    termudanya dua hari lalu. Anak perempuan tertua berusia 17 tahun. Anak-anaknya

    tidak ada yang bersekolah meskipun kadang anak kecilnya sekolah di taman kanak-

    kanak secara gratis yang diorganisir oleh lembaga sukarela Sarvodaya Sharamadana.

    Satu-satunya bantuan yang diterima oleh keluarga ini adalah Rs.110 berupa

    kupon makanan. Enam pohon kelapa di halaman hanya menghasilkan kelapa cukup

    untuk konsumsi setiap hari. Karena rumah ini terletak di pinggir pantai, tidak pekerjaan

    lain yang bisa dilakukan. Meskipun ada hanyak babi yang dipelihara di daerah ini,

    keluarga ini tidak memelihara babi.

    Keluarga ini tidak mempunyai hutan mungkin ini disebabkan karena pendapatan

    sekarang yang diperoleh tidak cukup untuk melunasi hutang (jika dia berhutang) dan

    kurangnya harta yang dapat dijadikan jaminan (sehingga dia tidak berani berhutang).

  • BAB III

    PENDEKATAN-PENDEKATAN TERHADAP PEMBANGUNAN

    Konsep tentang pembangunan pada dasarnya berkaitan dengan perubahan

    sosial dan kemajuan manusia dalam kelompok negara-negara, yang dulunya adalah

    negara jajahan, yang kemudian dinamai keliru seperti negara Dunia Ketiga atau

    negara-negara Selatan. Sejak perang Dunia Kedua penjelasan tentang pembangunan

    dikaitkan dengan perkembangan industri secara besar-besaran.. Sebelumnya, para

    mahasiswa yang mempelajari perubahan sosial dan ilmuwan sosial secara umum

    memusatkan perhatian mereka terhadap daerah Barat yang dinamis, sebagaimana

    yang dilakukan para Bapak ilmu-ilmu sosial seperti Durkheim, Marx dan Weber.

    Masyarakat-masyarakat non Barat dianggap sebagai wilayah-wilayah akademik bagi

    para antropolog sosial. Namun jumlah mereka sedikit dan tugas-tugas pribadi mereka

    dalam mempelajari dunia yang tak tersentuh, eksotok dan primitif, melibatkan perspektif

    para fungsionalis yang tidak memberikan perhatian yang cukup besat pada perubahan

    sosial. Tidak ada program penelitian atau paradigma yang mengidentifikasi negara-

    negara berkembang sebagai subyek utama bagi penjelasan ilmiah. Dunia Ketiga belum

    ditemukan . Ini juga disebabkan oleh iklim politik di tahun-tahun pasca perang yang

    terus berubah secara radikal. Negara-negara jajahan berhasil memperoleh

    kemerdekaannya sedangkan negara kapitalis Barat dan komunis Timur mulai terlibat

    dalam perang dingin. Sebagian dari perang ini bermaksud memperoleh sekutu dari

    negara-negara sedang berkembang. Sementara itu PBB telah berdiri dan secara luas

    telah mengembangkan bidang-bidang kajiannya-kesenjangan kondisi sosial ekonomi

    antara negara maju dan negara terbelakang. Karena itu para ilmuwan sosial

    mengalokasikan tugas mencari penjelasan rentang penyebab terjadinya

    keterbelakangan dan mencari jalan untuk memperbaikinya. Suatu konsesus teoritis

    yang luas pada tahun 1950-an perlahan-lahan mulai muncul ketika realitas Dunia

    Ketiga gagal menyesuaikan diri dengan harapan Dunia Pertama. Muncul teori baru

    yang radikal, dengan teori-teori individu yang sangat berbeda antara satu dengan

    lainnya. Mereka memiliki nilai-nilai yang sama, meyakini obyek-obyek suci yang sama

  • dan melakukan tugas-tugas ekonomi yang sama pula. Masyarakat tradisional tetap

    bersatu karena anggota-anggota individunya masih belum dapat dibedakan. Solidaritas

    mekanis seperti ini mulai muncul dan suatu kelompok yang relatif terdiri dari individu-

    individu, yang oleh Durkheim disebut dengansegmen. Misalnya, suatu komunitas

    petani sederhana dapat dianggap sebagai satu segmen. Beberapa atau sedikit lebih

    banyak segmen sama namun tidak saling berkaitan disebut dengan masyarakat

    segmental. Suatu negara yang terdiri dari kaum petani yang tidak saling berbeda

    namun menyebar di berbagai desa dan umumnya mengabdikan diri pada produksi

    subsistensi dikualifikasikan sebagai masyarakat terbagi (segmented society).

    Kepadatan interaksi sosial yang semakin berkembang mematikan perkembanan

    solidaritas mekanis. Pembagian kerja menjadi lebih spesifik dan kompleks. Persetujuan

    akan kepercayaan dan ide-ide moral mulai berkurang sedangkan perbedaan semakin

    berkembang. Konsensus solidaritas mekanis telah hilang namun konsensus yang

    diformulasikan kembali telah muncul dari solidaritas organik pada orde atau tatanan

    baru. Unit-unit dari masyarakat baru dan modern saling berketergantungan. Masyarakat

    menyadari kebutuhan akan saling ketergantungan ini dan mengakui bahwa suatu

    diferendiasi (perbedaan) tingkat tinggi diperlukan untuk diferensiasi yang kian marak

    bersamaan dengan suatu reintegrasi dari unit-unit baru, banyak muncul dalam tulisan

    tentang pemikiran-pemikiran modern. Smelser, Hoselitz, dan Parsons merupakan

    eksponen terkemuka dalam argumen-argumen ini. Meskipun dikritik oleh Durkheim,

    Tonnies juga memanfaatkan model dikotomi yang agak dipaksa untuk menjelaskan

    pembangunan masyarakat Eropa, atau untuk menganalisa masyarakat manapun di

    masa lalu atau sekarang. Tonnies mengemukakan dua tipe organisasi sosial,

    Gemeinschaft atau komunitas dan Gesellschaft, yang secara umum diterjemahkan

    sebagai masyarakat (society). Gesellschaft dianggap sebagai suatu hubungan manusia

    yang dicirikan oleh suatu individualisme tingkat tinggi, impersonalitas, dan terbentuknya

    atas kemauan atau kepentingan belaka. Bentuk hukum, organisasi dan politik non-

    komunal, menurut Tonnie, telah banyak menggantikan bentuk yang ada dalam

    komunitas Eropa. Tipologi dikotomi yang dikemukakan Tonnies jelas mempengaruhi

    Weber dalam pandangannya tentang perubahan dari tradisional menuju wewenang

    rasional. Keseluruhan proses sejarah dari rasionalisasi seperti yang dijelaskan Weber

  • berkaitan dengan transisi yang dikemukakan Tonnies dari Gemeinschaft menuju

    Gesellschaft. Tipe ideal dikotomi Weberian tentang komunal dan hubungan sosial

    asosiatif sangat menyerupai perbedaan yang diungkapkan Tonnies.

    Dikotomi Gemeinschaft/Gesellschaft sangat penting dalam teori perubahan

    budaya atau akulturasi yang diminati para antropolog sosial pada tahun 1940-an dan

    kemudian dimasukkan ke dalam paradigma sosiologis dari modernisasi. Tokoh yang

    paling terkenal dalam debat perubahan budaya adalah Robert Redfield yang

    dirumuskan suatu kontinuum (rangkaian kesatuan) dari folk (desa) menjadi urban

    (kota) tempat komunitas dipetakan. Masyarakat desa tergolong kecil, terisolasi, buta

    huruf, dan homogen, dengan solidaritas kelompok yang sangat kuat. Masyarakat urban

    atau kota adalah antitesisnya dan tergolong besar, tidak terisolasi, berpendidikan,

    heterogen, dan kurang memiliki rasa solidaritas kelompok. Perubahan dari desa ke kota

    sebagian besar terjadi melalui kontak dengan pengaruh-pengaruh dan agen-agen yang

    datang dari masyarakat kota. Akulturasi ini mengakibatkan menghilangnya tipe

    komunitas desa yang ideal.

    Warisan dari para pemikir diatas jelas terwujud dalam dikotomi tradisional/

    modern yang banyak mempengaruhi teori modernisasi. Ketentuan dari dikotomi yang

    muncul belakangan ini tentu saja telah diambil dari karya-karya terdahulu dan dibentuk

    kembali dan disesuaikan dengan tujuan pribadi dan waktu. Suatu perbedaan luar biasa

    antara para pakar modernisasi dan para pendahulunya terletak pada penilaian moral

    terhadap modernitas. Seperti yang kita lihat, paradigma modernisasi bersuka cita akan

    lahirnya modernitas dan menganggap masyarakat barat sebagai masyarakat termaju

    dengan bentuk eksistensi sosial, politik dan ekonomi yang paling didambakan.

    Sedangkan para leluhurnya dianggap kurang antusiatik. Durkheim menunjukkan bukti

    anomie dalam transformasi dari solidaritas mekanik menuju solidaritas organik dan

    menunjukkan bahwa telah muncul permasalahan sosial dan kesusahan manusia.

    Tonnies menunjukkan suatu nostalgia tertentu bagi bentuk komunal dari organisasi

    sedangkan Weber pesimis akan masa depan kekuatan politik Barat.

    Pandangan dikotomi tentang masyarakat secara jelas berjalan bersamaan

    dengan perspektif evolusioner tentang perkembangan masyarakat. Pada abad 19

    doktrin evolusionisme telah menjadi pengantar bagi hampir semua pemikiran sosial,

  • filsafat dan sejarah. Gagasan fundamentalnya adalah bahwa masyarakat seperti

    organisme dapat tumbuh dan berkembang dan menurun. Pakar abad 19 yang berbeda

    menekankan faktor yang berbeda dalam skema evolusinya. Jadi tahap perkembangan

    masyarakat yang mereka kemukakan berbeda dari satu penulis dengan yang lainnya,

    berdasarkan kriteria klasifikasi yang digunakan. Namun semua skema evolusi dapat

    dikemukakan sebagai suatu rangkaian tahap berlainan yang tipikal-ideal. Semua teori

    evolusi klasik menekankan pada penggambaran tahapan ini untuk sejarah masyarakat

    barat. Karena tidak ada yang tertarik akan dunia ketiga. Namun hal ini merupakan tugas

    khusus yang dilakukan oleh pakar modernisasi, eksponen neo-evolusionisme.

    Persoalan mereka adalah menjelaskan dan meramalkan bagaimana negara-negara

    Dunia Ketiga ini akan meniru transisi yang telah dialami Dibarat. Tahapan alat

    pembangunan diusulkan oleh para pakar evolusionisme dan diterapkan pada situasi

    baru.

    Rangkaian tahap modernisasi yang paling berpengaruh dan terkenal diusulkan

    Walt Rostow. Ia melihat pertumbuhan ekonomi yang berkembang sendiri sebagai

    perekonomian khusus pada masyarakat modern Barat. Pencapaian kekhususan

    tersebut merupakan tujuan dari modernisasi. Namun masyarakat harus melalui lima

    tahap untuk mencapainya : masyarakat tradisional, prakondisi untuk lepas landas,

    dorongan mencapai kedewasaan, dan era konsumsi massa tinggi. Pada tahap pertama

    hambatan teknologi akan membatasi produksi. Banyak hambatan ini beralih pada tahap

    kedua ketika gagasan ilmiah rasional, infrastruktur dan suatu orientasi pada bisnis

    dianggap penting. Perubahan ini tidak berhasil secara endogen, sebagaimana yang

    terjadi di Eropa Barat, namun perubahan ini berasal dari luar yang menyentak

    masyarakat tradisional untuk berubah. Selama tahap lepas landas singkat (paling buruk

    beberapa dekade), perolehan investasi bersih dan tabungan pada pendapatan nasional

    akan meningkat dari 5 persen sampai 10 persen atau lebih. Hal ini diterapkan pada

    Britania Raya 1783-1802, Jepang 1878-1900 atau bahkan di India pasca 1950. Suatu

    proses industrialisasi dapat dicermati namun teknologi modern menyebar melalui

    perekonomian secara keseluruhan. Perekonomian yang dewasa kini telah tercapai dan

    sumber daya-sumber dayanya dapat digunakan untuk konsumsi masa tinggi, namun

    kemungkinan skenario lain termasuk keadaan kesejahteraan dan pencapaian

  • kekuasaan eksternal. Model pertumbuhan lima tahap Rostow telah menarik banyak

    minat selama bertahun-tahun. Salah satu daya tariknya adalah kesederhanaan namun

    merupakan gambaran yang mengembangkan lepas landasnya negara berkembang

    menuju pertumbuhan dengan pertahanan sendiri (self-sustaining growth). Faktor

    lainnya adalah sub-judul buku, manifesto non-komunis. Hal ini secara alami menarik

    bagi tanggung jawab para elit Amerika untuk merancang kebijakan dan umumnya juga

    bagi kesadaran politik konservatif Barat. Hal ini juga menimbulkan pertentangan

    dengan kaum Marxis dan beberapa tahun kemudian dengan para akademik liberal.

    Namun , gagasan ini memberikan dukungan terhadap pandangan bahwa untuk

    pertama kali dalam sejarah, suatu pola universal tentang modernitas muncul dari

    lembaga-lembaga dan nilai-nilai tradisional yang sangat beragam.

    Modernisasi telah merombak model unilineal para evolusionis lama dengan

    mengakui bahwa ada beragam jalan menuju perkembangan. Walaupun tujuan

    utamanya mungkin sama, namun titik tolak dan cara pencapaian menuju satu tujuan

    bisa berbeda. Pengetahuan tentang sejarah yang lebih banyak keragaman empiris

    yang demikian nampak dari negara-negara berkembang ini memperkuat dan

    mempertegas tuntutan akan gagasan ini. Karena itu, Steward mengusulkan teori

    evolusi multilinier dimana masyarakat yang sama dapat bergerak dalam arah yang

    berbeda. Sahlin dan Service membedakan evolusi umum dan khusus. Dua tingkat

    yang berbeda dari perkembangan adaptif ini adalah tingkat masyarakat atau budaya

    khusus, dan tingkat peradaban atau budaya umum. jadi terobosan evolusi umum dapat

    diketahui sedangkan beragam sejarah dari masyarakat khusus juga dapat dimasukkan

    dalam teori ini. Penulis lain lebih melihat pada klasifikasi tipologi yang kompleks untuk

    paradigma neo-evolusi mereka. Parson, misalnya, memberikan lima kategori tipologi :

    masyarakat primitif (Aborigin Australia), masyarakat kuno (Kerajaan Mesotamia dan

    Mesir Kuno), kekaisaran pertengahan sejarah (China, India, Kekaisaran Islam dan

    Kekaisaran Romawi), masyarakat persemaian (Israel dan Yunani) dan masyarakat

    modern (Amerika Serikat, Uni Sovyet, Eropa dan Jepang). Masyarakat pada masing-

    masing tahap memiliki tingkat perbedaan sosial yang sama dan telah mengalami atau

    mengimpor solusi integratif yag seimbang.

  • Jelas dari pembahasan ini bahwa walaupun ada pandangan yang sama dalam

    perspektif masyarakat modernisasi ternyata tidak terdapat struktur yang monolitik.

    Terdapat variasi yang diciptakan oleh perbedaan akan penekanan, spesifikasi dan

    kepentingan. Dalam keseluruhan bagian tentang pendekatan modernisasi ini kita akan

    melihat beberapa variasi ini.

    Suatu model pendekatan modernisasi yang populer dan tetap bertahan adalah

    perekonomian ganda (dual economy). Dasar model ini terletak pada penilaian bahwa

    banyak negara berkembang dicirikan oleh dua sektor perekonomian. Perbedaan

    menyolok antara pertanian teknologi rendah di daerah pedesaan dan industri modern

    dan infrastruktur di daerah perkotaan tidak dapat diabaikan. Lewis mengusulkan suatu

    model makro yang terdiri dari sektor industri dan pertanian. Ia menilai bahwa pertanian

    merupakan cadangan kerja bagi industri. Pengangguran terselubung pada sektor

    pertanian dapat memungkinkan transfer sumber pekerjaan bagi sektor industri yang

    dinamis tanpa mempengaruhi hasil pertanian. Lambert mengusulkan bahwa di Amerika

    Latin suatu struktur ganda di dominasi di Brazil, Mexiko, Columbia, Venezuela dan Chili.

    Populasi negara-negara ini dibagi antara bentuk organisasi sosial kuno dan maju

    secara kasar setara dengan kategori desa dan kota. Bentuk kuno akan cepat

    tenggelam dibalik perkembangan modernisasi dan sektor-sektor yang maju akan

    menjadi pemenangnya. Contoh terakhir tentang sektor ganda dikemukakan Boeke,

    seorang mantan administrator penjajah Belanda. Walaupun ditulis pada awal abad ini,

    namun terjemahannya ke dalam bahasa Inggris muncul bersamaan dengan lahirnya

    teori modernisasi. Tesisnya dirangkum rapuih dalam bentuk tulisan kliping : East is

    East and West is West, and never the twain shall meet (Timur adalah timur Barat

    adalah barat, dan keduanya tidak akan bertemu).

    Suatu sistem sosial pedesaan prekapitalis berbeda dengan kapitalis impor.

    Keduanya terlibat dalam pertikaian spiritual yang diekspresikan dalam kehidupan

    ekonomi, sosial dan politik. Selain itu, teori ekonomi Barat sepenuhnya tidak sesuai

    untuk menganalisa pertanian subsistensi pedesaan. Dalam menggunakan keyakinan

    para kaum modernis akan model dikotomi, Boeke memiliki pandangan pesimistis akan

    masa depan yang berbeda dengan kerabatnya. Perubahan dalam perekonomian desa

    akan mengakibatkan kemunduran bagi masyarak