pendidikan kewarganegaraan di malaysia
TRANSCRIPT
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA
Efta Shufiyati, [email protected]
PENDAHULUANMalaysia merupakan negara di Asia Tenggaran yang Kepala pemerintahannya
dipimpin oleh seorang perdana menteri dan kepala negara dimpin oleh Yang di-
Pertuang Agung. Malaysia di pisahkan ke dalam dua kawasan yaitu Malaysia Barat
dan Malaysia Timur. Malaysia berbatasan langsung dengan Thailand, Indonesia,
Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Malaysia dianggap unik di wilayah Asia
Tenggara, karena menurut Singh dan Mukherjee (1993: 89), Malaysia merupakan
negara yang pernah dijajah oleh Inggris yang merupakan negara multietnis memiliki
60 kelompok etnis tidak hanya keragaman bahasa, budaya dan agama.
Malaysia terbagi menjadi 3 bagian yaitu Malaya, Sabah dan Sarawak yang
merupakan masyarakat multietnis dan multinegara dan memiliki jumlah populasi
22.4juta penduduk yang mayoritas beragama muslim, serta diikuti agama lainnya
seperti kristen, hindu, budha. Penduduk Malaysia terdiri dari 65,9% bumiputra
(Melayu dan kelompok lain); 25,3% Cina; 7,5% India dan sisanya 1,3% suku lain
(Unit Design Economy, 2006: 2). Bahasa yang digunakan sebagai bahasa nasional
dan bahasa resmi adalah bahasa melayu. Hal ini terlihat pada adanya konstitusi
yang menjadi kebebasan beragama bagi pemeluk agama lain dan menjunjung tinggi
otonomi pemerintah negara dalam hal yang menyangkut agama Islam dan adat
istiadat Melayu. Keunikan lain dari Malaysia bahwa pemerintah Malaysia
mengadopsi budaya pluralisme yang menjadi penghubung identitas bagi warga
negara berdasarkan suku dan kebangsaan. Namun budaya pluralisme merupakan
pendekatan utama terhadap pembangunan bangsa di negara-negara multikultural
yang menggunakan model mosaik dalam berkomitmen satu bangsa, banyak bangsa
dan banyak budaya (Hill & Lian, 1995: 95).
Negara ini mempunyai jumlah populasi imigran yang sangat besar, tetapi tidak
memiliki visi yang sama dalam menentukan nasib masyarakat Malaysia ke depan.
Maka, tidak jarang kelompok etnis yang hidup terpisah menandai adanya
perpecahan budaya dan ekonomi maupun berbagai kesenjangan terutama di bidang
pendidikan (Mahathir, 1970). Hal tersebut mengakibatkan Malaysia belum
sepenuhnya berhasil dalam mewujudkan integrasi sosial. Sebagai salah satu contoh
kejadian yang menimpa Malaysia adalah kerusuhan etnis yang terjadi pada tanggal
13 Mei 1969 yang menewaskan banyak orang dan menewaskan suku bangsa. Sejak
saat itu, Malaysia merumuskan Rukun negara yang merupakan ideologi kebangsaan
Malaysia yang dibentuk pada tanggal 31 Agustus 1970 oleh Majelis Gerakan Negara
setelah setahun terjadinya tragedi 13 Mei 1969 yang menghancurkan etnis dan
ketentraman negara. Selama 50 tahun setelah kemerdekaan, Malaysia mengalami
banyak perubahan yaitu (1) Pemilihan umum yang mengakibatkan perkembangan
sistem demokrasi baik bidang politik maupun ekonomi; (2) terjadi peningkatan
jumlah populasi mencapai 25,6 juta jiwa yang terdiri atas 54% bangsa melayu, 25%
bangsa cina, 8% bangsa Indian dan sisanya bangsa lain sekitar 12%. Sementara itu,
kelompok bangsa maupun kelompok etnis yang tetap mempertahankan identitas
etnis mereka.
Sejarah pendidikan di Malaysia menurut Crouch (2001: 230) berawal dari
kebijakan pendidikan tahun 1960-an yang telah dipengaruhi oleh etnis. Bahkan
menurut Mustafa (1999: 110), pendidikan di Malaysia memiliki sejarah panjang
dalam membentuk mobilitasi politik etnis. Karena perbedaan etnis, pendidikan
dianggap sebagai instrumen untuk mempromosikan kesatuan nasional, kesetaraan
sosial dan pengembangan ekonomi (Lee, 2000: 315). Selama penjajahan yang
dilakukan oleh Inggris hingga tahun 1957, Malaysia dianggap sebagai negara
melayu. Saat itulah, Inggris memperkenalkan dasar pendidikan kebangsaan dalam
sistem pendidikan dan mengembangkan lima sekolah yakni sekolah Inggris
vernakular, sekolah melayu vernakular, sekolah vernakular Cina, sekolah vernakular
Tamil dan sekolah Agama Islam.
Dalam tataran praksis, Malaysia telah mengupayakan untuk mengembangkan
pendidikan nasional yang dapat menyatukan etnis. Salah satunya melalui
Pendidikan Kewarganegaraan disebut juga Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan
yang merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam
kurikulum kebangsaan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat menengah maupun
perguruan tinggi yang bertujuan mewujudkan siswa yang berjiwa patriotik dan
bertanggungjawab sebagai warga negara Malaysia. Mata pelajaran Pendidikan Sivik
dan Kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan diri, cara berhubungan
dengan orang lain serta berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfungsi sebagai tempat untuk
mewujudkan semangat dan apresiasi budaya masyarakat Malaysia. Tujuan
pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan itu sendiri yakni siswa akan
memperoleh sebuah pengetahuan, kemahiran dari nilai-nilai Sivik dalam
menghadapi masa depan mereka. Pelaksanaan Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan di sekolah yang menyangkut masa depan siswa, pihak sekolah
memiliki tanggung jawab untuk membina potensi dan pengetahuan siswa dengan
nilai yang diperlukan oleh seorang siswa dalam melaksanakan hak dan tanggung
jawabnya. Selain itu, Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di sekolah bertujuan
untuk memberikan kesadaran kepada siswa tentang peranan, hak dan tanggung
jawab mereka di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk
melahirkan suatu anggota masyarakat dan warganegara yang bersatu padu,
patriotik dan memiliki arah kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan negara.
Menurut UNESCO Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di Malaysia
menekankan pada empat prinsip pendidikan yakni belajar untuk mengetahui
(learning to know), belajar untuk bertindak (learning to do), belajar untuk hidup
bersama (learning to live together) dan belajar untuk membentuk pribadi (learning to
be). Dalam hal ini yang menyangkut dengan belajar untuk bertindak ( learning to do)
merujuk pada sebuah aplikasi pengetahuan maupun kemahiran siswa dalam
kehidupan sehari-hari yang dikembangkan melalui aktivitas baik di dalam maupun di
luar. Belajar untuk membentuk pribadi (learning to be) bertujuan memperbolehkan
seorang siswa dalam berkembang secara menyeluruh baik dari segi rohani,
intelektual, fisik, emosi maupun sosial siswa itu sendiri. Sedangkan prinsip belajar
untuk hidup bersama (learning to live together) asas dalam mewujudkan keamanan
dan keharmonian siswa dalam lingkungan masyarakat sebagai warga negara
Malaysia (Delors, 1996: 130).
Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran melalui Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan memiliki keunikan konten materinya yakni berdasarkan rukun
negara yang merupakan ideologi nasional yang memiliki lima elemen yakni
kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesetiaan kepada raja dan negara,
menghormati aturan hukum, menjunjung tinggi konstitusi, moral dan perilaku yang
baik. Rukun negara wajib diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
Pendidikan Kewarganegaraan diperkenalkan di Malaysia untuk menanamkan nilai-
nilai yaitu untuk menumbuhkan kesetiaan dan cinta bagi negara, untuk
menumbuhkan pertimbangan bagi orang lain dari asal-usul ras dan kepercayaan
yang berbeda,untuk mengembangkan kemandirian, untuk mengembangkan sikap
inovatif dan perilaku sosial dan moral yang benar (Fatimah, 1977: 33).
PEMBAHASANA. Profil Kurikulum PKn di Malaysia
Sejalan dengan pengaruh perkembangan globalisasi yang semakin pesat,
kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di Malaysia banyak mengalami
perkembangan. Dalam perkembangannya (Ibrahim Ahmad, 1980: 145),
perubahan kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dipengaruhi oleh
ketegangan dan perselisihan dalam masyarakat tertentu karena keberagaman
budaya, sejarah, agama, dan tradisi. Kurikulum Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan didominasi atas munculnya perhatian pemerintah Malaysia
untuk menumbuhkan persatuan nasional didasarkan pada identitas etnis.
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah Malaysia
umumnya ada dalam kurikulum Social Studies oleh Kementerian Pelajaran
Malaysia (2000: 1) yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk semua
tingkatan yakni sekolah dasar dari tingkat 1 sampai 6 dan sekolah menengah
tingkat 5 maupun perguruan tinggi. Pada awal perkembangannya tahun 1961,
pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dilaksanakan selama 40
menit perminggu. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah diintegrasikan ke
dalam ilmu sosial, pendidikan moral, pendidikan islam, pendidikan sejarah,
pendidikan nilai-nilai serta di bidang pelajaran yang terkait dengan bahasa
melayu. Integrasi Pendidikan Kewarganegaraan ke dalam ilmu sosial dijelaskan
lebih eksplisit. Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum inti
melampaui batas-batas nasional untuk menutupi daerah dan mencapai tujuan
dalam kompetensi kewarganegaraan global (Hussein, 1993: 403).
Menurut Kementerian Pelajaran Malaysia (2003: 1), pada tahun 2000
memasukkan pendidikan moral sebagai bagian dari mata pelajaran Pendidikan
Sivik dan Kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah dasar yang terbagi menjadi
5 bidang yaitu a) Nilai-nilai berkaitan dengan pengembangan diri; b) Nilai-nilai
yang berkaitan dengan diri dan keluarga; c) Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri
dan masyarakat; d) Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri dan lingkungan; dan e)
Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri dan negara. Dari tahun pertama sekolah
dasar, fokus dari kurikulum pendidikan moral adalah tanggung jawab individu
dalam masyarakat multietnis melalui kegiatan seperti menyanyikan lagu-lagu
yang bertema persatuan dan berbicara tentang etnis dari kelompok lain.
Sedangkan untuk sekolah menengah, seluruh bidang nilai moral dikaitkan dengan
nilai-nilai perdamaian dan keharmonisan tetapi aspek multikulturalisme di
relealisasikan di seluruh kurikulum.
Mulai pada tahun 1970-an, kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di
Malaysia mulai dirumuskan dan dilaksanakan dalam silabus pendidikan sekolah
dasar dan sekolah menengah. Namun, pada tahun 1976 adanya revisi terhadap
silabus Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki tema ruku negara. Yang
tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ini adalah (1) menumbuhkan sikap
patriotisme; (2) menanamkan sikap toleransi terhadap ras dan kelompok-
kelompok; (3) mengembangkan kemandirian; (4) mengembangkan sikap positif
terhadap perubahan; dan (5) untuk menanamkan karakter yang baik.
Pada dasarnya tujuan dari kurikulum Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan mencakup sikap pribadi, tanggung jawab, tugas dan hak-hak
sipil, identitas nasional, maupun pemerintah. Di antara sikap yang ingin
ditumbuhkan dari kurikulum itu adalah saling menghormati, menjaga kebersihan,
ketepatan waktu, kemandirian, rasa hormat dan ketaatan aturan hukum, serta
sportif. Selain itu, dilihat dari silabus kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan
bertujuan untuk mengingatkan peran pendidik dalam menjaga hubungan yang
harmonis antara siswa dari berbagai kelompok etnis. Namun, kurikulum
Pendidikan Kewarganegaraan dihentikan oleh pemerintah dan memperkenalkan
pendidikan moral tahun 1983. Tampak jelas pada generasi muda yang menjadi
warga negara yang tidak sadar akan tanggung jawab, berhubungan baik dalam
tingkat budaya, dan tidak dapat menanmpilkan suatu pemahaman tentang isu-isu
nasional.
Pada tahun 1978 diadakan reformasi kurikulum oleh Menteri pendidikan
yang menyebabkan perkembangan pada pelaksanaan kurikulum baru di sekolah
tingkat dasar terutama pada silabus. Silabus ini bertujuan untuk memahami
identitas nasional melalui pengetahuan tentang sejarah bangsa, menumbuhkan
semangat kebersamaan menuju bangsa sebagai satu kesatuan, dan
menumbuhkan memori sejarah sebagai kerangka untuk kesadaran nasional di
kalangan warga sipil (Wong, 1997: 134). Pada tahun 1983 Kementerian Pelajaran
Malaysia (1979: 4) menyatakan bahwa subjek Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan diganti dengan pendidikan moral dan untuk sekolah dasar
disebut Kurikulum Baru Sekolah Rendah (KBSR) dan kurikulum untuk sekolah
menengah disebut Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM). Tujuan
kedua kurikulum tersebut adalah untuk menanamkan nilai-nilai yang ada dalam
mata pelajaran yang menekankan pada subjek pendidikan moral bagi siswa non-
muslim dan pendidikan islam untuk siswa muslim. Setelah diperkenalkan
Kurikulum Baru Sekolah Rendah (KBSR) dan Kurikulum Bersepadu Sekola
Menengah (KBSM), maka pada tahun 1986 diperkenalkan kurikulum terpadu,
tahun 1986 bagi sekolah tingkat menengah, maka pada tahun 1988 mulai
dilaksanakan kurikulum terpadu sekolah tingkat menengah sebagai subjek yang
perlu dipelajari selama lima tahun dari tingkat pertama sampai tingkat kelima yang
jumlah periode meningkat dari dua hingga tiga tingkat.
Sejalan dengan kurikulum terpadu yang lebih menekankan tema sejarah
seperti penguasa melayu, pentingnya konsep pembagian kekuasaan, serta
pemimpin yang memastikan stabilitas politik. Disini, silabus mengandung konsep-
konsep seperti keluarga, masyarakat, komunitas sekolah, komunitas negara,
komunitas negara, maupun masyarakat dunia. Konsep kurikulum pendidikan svik
dan kewarganegaraan melibatkan melek politik dan mencakup ide-ide dari hak-
hak warga negara secara nasional maupun internasional, tugas dan kewajiban
warga sipul dan hak istimewa. Dalam isi kurikulum Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan juga membahas keadilan, hak dan tanggung jawab,
kesetaraan gender dan kebebasan individu, hukum, aturan dan peraturan,
kekuasaan, kekuasaan dan kewenangan elit, tekanan kelompok, kerja sama dan
konflik, keragaman serta kemandirian.
Studi kurikulum Malaysia sangat erat kaitannya dengan kurikulum sejarah,
silabus geografi mulai ditawarkan ke dalam program pelatihan layanan sipil yang
merupakan mata pelajaran wajib di perguruan tinggi. Sementara itu, ada sebuah
gagasan yang diartikulasikan secara rumit dari seluruh kurikulum di sekolah
khususnya kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Meskipun begitu,
komponen yang terpenting dalam Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah
tercantum dalam mata pelajaran lain. Namun, seluruh kegiatan kurikuler
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah di praktikkan dan diajarkan di
sekolah-sekolah. Bukti ini ditemukan dalam sebuah visi sekolah berupa siswa dan
sekolah telah memiliki fasilitas umum seperti gedung sekolah, lapangan bermain
dan kantin sekolah dimana siswa saling bersosialisasi diantara siswa lain.
Program layanan nasional selalu memberikan kesempatan antar ras untuk
saling berbagi pengalaman kolektif dalam membangun karakter dan mendorong
patriotisme. Yang menjadi petanyaan, apakah kegiatan kurikuler itu bersifat
kompetitif atau partisipatif? Penjelasan ini, adanya sosialisasi antara siswa, guru
dan orangtua yang memiliki latar belakang etnis, agama, sosial, ekonomi yang
berbeda dalam mengatur kegiatan bersama dalam melakukan sportivitas
kewarganegaraan bersama-sama. Untuk memastikan ini lebih efektif atau tidak,
maka dalam agenda pelaksanaan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan harus
ada artikulasi yang jelas dan koheren dalam mengkonseptualisasikan
kepentingan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan.
Selama dua dekade terakhir, pendidikan di Malaysia telah difokuskan pada
pendidikan nilai. Pendidikan nilai berhubungan langsung pada kebijakan
pemerintah seperti penanaman nilai-nilai islam universal di kalangan pemerintah
dan masyarakat. Sedangkan untuk pelayanan publik, nilai-nilai kemanusiaan
universal telah dikelompokkan dalam 12 (dua belas) pilar. Dalam konteks ini,
penekanan pada nilai maupun sistem pendidikan diidentifikasi ada 16 nilai-nilai
inti yang termuat dalam seluruh kurikulum. Sedangkan pada divisi pendidikan
islam itu sendiri diidentifikasi 47 nilai-nilai islam dalam studi kurikulum islam.
Pengertian tentang akuntabilitas, tata kelola maupun komunitas layanan warga
sipil perlu ditingkatkan lagi sekaligus perlu diklarifikasi lanjut (Barone & Bajunid,
2001: 135). Wawasan komparatif dalam nilai-nilai dianggap penting dalam
masyarakat Malaysia maupun dalam pelayanan sipil. Nilai-nilai dianggap penting
utnuk ditanamkan dalam lintas studi kurikulum yang diperoleh dan dianalisis oleh
studi alam diidentifikasi dan disajikan dalam sebuah lampiran. Pencarian nilai-nilai
dikawasan Asia digunakan untuk pembangunan nasional dan bersinggungan
langsung dengan pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Malaysia
(Richter & Mar, 2002: 135).
B. Kajian PKn di MalaysiaPendidikan Kewarganegaraan disebut juga dengan Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dipandang sebagai
cara untuk mendidik generasi muda dengan pengetahuan sipil dan
mempromosikan persatuan. Sementara itu, Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan menekankan pada empat prinsip pendidikan yang penting
yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk bertindak
(learning to do), belajar untuk hidup bersama (learning to live together) dan
belajar untuk membentuk peribadi (learning to be). Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan yang berfokus pada penguasaan pengetahuan, keterampilan
dan nilai sivik. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfokus pada
penguasaan pengetahuan untuk menjadi warganegara yang bertanggungjawab.
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfokus pada kemahiran sivik terdiri dari
siswa melibatkan diri dalam aktivitas di dalam maupun diluar, mampu membuat
keputusan dan menyelesaikan masalah, meningkatkan kesadaran dan
memberikan sumbangan terhadap pembangunan keluarga dan masyarakat.
Sedangkan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaran berfokus pada nilai sivik yakni
untuk melahirkan manusia yang memiliki akhlak mulia dan menjadi warganegara
yang bertanggungjawab.
Namun dalam pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tidak
cukup pada pembelajaran di kelas saja. Tetapi siswa ikut terlibat dalam kegiatan
selama jam sekolah dan di luar jam sekolah seperti kesempatan terlibat dalam
pelayanan masyarakat. Konteks kajian Pendidikan Kewarganegaraan
berdasarkan pada ajaran rukun negara yang dibuat wajib di pendidikan dasar dan
menengah yang diperkenalkan untuk menanamkan nilai kepada siswa (Kurikulum
Pelajaran Malaysia, 2000: 1). Penanaman nilai tersebut bertujuan untuk 1)
menumbuhkan kesetiaan dan cinta bagi negara; 2) menumbuhkan kesadaran
bagi orang lain terhadap asal usul ras dan kepercayaan yang berbeda; 3)
mengembangkan kemandirian; 4) mengembangkan sikap inovatif dan 5)
mengembangkan perilaku sosial dan moralitas yang baik.
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan terkait dengan mata pelajaran
pendidikan moral dan pendidikan islam. Cakupan Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaran lebih luas dari pendidikan islam dan pendidikan moral. Fokus
utama dari pendidikan moral adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa
agar mampu bertanggungjawab terhadap individu dalam masyarakat multietnis
melalui kegiatan, seperti menyanyikan lagu-lagu persatuan dan berbicara dengan
teman-teman dari etnis lain (Kementerian Pendidikan Malaysia, 2000: 27). Kajian
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dibuat secara tematik untuk sekolah
dasar dan sekolah menengah. Dalam konteks ini murid diajarkan pengetahuan,
keterampilan dan nilai yang menjadi ciri-ciri masyarakat Malaysia.
Adapun tema yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia
(2000:1) untuk Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tingkat sekolah dasar
adalah sebagai berikut.
1. Sayangi diri sendiri
2. Sayangi keluarga
3. Hidup bersama di lingkungan sekolah dan masyarakat
4. Kenali budayaMalaysia
5. Malaysia Negaraku
6. Kesediaan menghadapi masa depan.
Selain itu, tema yang ditetapkan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia
(2003: 1) untuk Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tingkat sekolah
menengah adalah sebagai berikut.
1. Pencapaian diri
2. Hubungan kekeluargaan
3. Hidup bermasyarakat
4. Warisan budaya Malaysia
5. Malaysia negara berdaulat
6. Menghadapi masa depan.
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di tingkat universitas terletak pada
inti pelajaran wajib untuk semua mahasiswa yang dikenal dengan “Tamadun
Islam dan Tamadun Asia” (Mardiana & Hasnah, 2004: 143). Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk
mengekspresikan perilaku yang sesuai dengan kepribadian masing-masing siswa.
Siswa belajar aspek kewarganegaraan yang berkaitan dengan tindakan yang
benar dan salah serta memiliki pemahaman tentang pilihan untuk membuat
keputusan dan menerima tanggungjawab atas keputusan yang mereka buat.
Dengan metode diskusi kelas para guru melibatkan para siswa dalam melakukan
diskusi secara mendalam terkait perkembangan situasi dan isu-isu lokal dan
internasional.
C. Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pengembangan PKnSegala bentuk keputusan maupun kebijakan yang terkait dengan
pengembangan pendidikan di Malaysia di atur dalam sebuah konstitusi maupun
kebijakan pendidikan nasional. Termasuk pengembangan Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan dalam kajian Social Studies merupakan sebuah wacana yang
dianggap serius oleh negara Malaysia. Hal ini terlihat, dalam keterlibatan pembuat
keputusan kebijakan sistem pendidikan oleh kementerian pendidikan nasional.
Terkait dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran
Pendidikan Kewarganegaran, banyak diadakan seminar yang berhubungan
dengan perkembangan mutu pendidikan seperti Asosiasi Pendidikan Malaysia,
Divisi Pendidikan Guru dan Kementerian Pendidikan yang mengadakan seminar
nasional Pendidikan Kewarganegaraan dan kontribusi langsung terhadap
pembentukan awal Pendidikan Kewarganegaraan.
Kementerian pendidikan Malaysia juga memberikan kontribusi pada sistem
pendidikan malaysia dimana memasukan pendidikan moral sebagai suatu
program yang memungkinkan seorang anak menjadi bermoral atau orang yang
berakhlak mulia dengan kebajikan yang menekankan pada pengembangan
pemikiran moral, mempengaruhi moral, perasaan atau empati serta tindakan
moral. Kementerian Pemuda dan Olahraga memberikan kontribusi dalam
menangani masalah Pendidikan Kewarganegaraan dengan mengembangkan
keterampilan kewarganegaraan.
Sementara itu para sarjana dan pendidik Malaysia fokus pada pemeliharaan
budaya membaca dan mengidentifikasi keaksaran baru yang memberikan
kontribusi langsung dan tidak langsung pada Pendidikan Sivik dan
Kewarganegaraan (Ambigapathy & Chakravarthy, 2003: 143). Selain itu, sebelum
pengenalan CCE pada tahun 2005 nilai-nilai patriotisme dan loyalitas diajarkan
melalui subjek sejarah yang bertujuan untuk mengembangkan sebuah
masyarakat yang bersatu dalam rangka membangun bangsa malaysia.
Pengajaran pendidikan moral untuk siswa non-muslim sebagai subjek baru pada
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berdasarkan Rencana Induk
Pengembangan Pendidikan 2006-2010 (Haniza, 2014: 20).
PENUTUP
Kerusuhan yang menewaskan kelompok etnis pada tanggal 13 Mei 1969
berpengaruh pada perumusan idiologi negara yang menjadi dasar pelaksanaan
Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan
sebagai mata pelajaran wajib untuk sekolah rendah dan sekolah menengah yang
dimasukkan dalam pendidikan moral, pendidikan islam, pendidikan sejarah,
pendidikan geografi dan sebagainya. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan
merupakan subjek inti dalam sistem pendidikan Malaysia. Yang beberapa kali
mengalami perombakan khususnya dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaran.
Kementerian pendidikan Malaysia memiliki peran yang penting dalam
memainkan perannya dalam mengkaji perubahan kurikulum dari tahun 1970 sampai
kurikulum 1986 yang menerapkan Kurikulum baru sekolah rendah dan kurikulum
baru sekolah menengah. Pendidikan di Malaysia bertujuan untuk mewujudkan siswa
yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun
negaranya. Dalam demokrasi modern Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan
ditujukan untuk membentuk warga negara yang demokratis belajar menjadi warga
negara dalam demokrasi melalui program-program pendidikan di sekolah-sekolah
(Torney Putra, 2002:203).
REFERENSI
Ambigapathy, P., & Chakravarthy, G. (eds.). (2003). New literacies, new practices and new times. Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.
Bajunid, Ibrahim Ahmad. 1980. Curriculum change and development towards nation buildingg. Kuala Lumpur: Fajar Bakti.
Barone, T., & Bajunid, I.A. (2001). Strengthening religious and moral values. Malaysia: In. W.K.
Crouch, H. (2001). Managing ethnic tensions through affirmative action: The Malaysia experience social cohesion and conflict prevention in Asia. Managing diversity through development, 225-262.
Delors, J. (1996). Learning: The treasure within. Report to UNESCO of the International Commission Department. Putrajaya: Government Printers.
Fatimah, H.D. (1977). Curriculum issues In Readings in Malaysian Education. Kuala Lumpur: University Malaya.
Hill, M.. & Lian, K.F. (1995). The Politics of Nation Building and Citizenship in Singapore. London: Routledge.
Hussein, A. (1993). Pendidikan dan Masyarakat .Kuala Lumpur: Hutchinson
Mustafa, M.I. (1999). From'plural society to review Bangsa Malaysia: Ethnicity and nationalism inthe nation's political development in Malaysia, Tesis master, tidak diterbitkan. University of Leeds.
Kementerian Pelajaran Malaysia. (1979). Laporan Jawatan kuasa Kabinet Mengkaji Pelaksanaan Dasar Pelajaran . Kuala Lumpur: Kementerian Pelajaran.
_________________________. (2000). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sukatan Pelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Kuala Lumpur: Pusat Pengembangan kurikulum.
_________________________. (2003). Huraian Sukatan. Kuala Lumpur: Kementerian Pelajaran.
Lee, M.N.N. (2000). The impact of globalization ON Education in Malaysia. Murai Law: Rowman& Littlefield Publishers.
Mahathir, M. (1970). The Malay dilemma. Singapore: Oxford University Press.
Haniza, M. (2014). Civic Education and citizenship:education in malaysia. Skripsi. University of Cardiff, Malaysia.
Mardiana, N., & Hasnah, H. (2004). Pengajian Malaysia [Malaysian studies] (2nd ed.). Shah Alam: Fajar Bakti.
Richter, F.J., & Mar, P.C.M. (2002). Recreating Asia. Singapore: Singapure Press.
Singh, J. & Mukherjee, H. (1993). Educational and National Integration in Malaysia: Integration thirty years of independence taxable income.International Journal development of Educational, vol.13, No.2, pp 89.
Torney,P.J. 2002. The school’s role in developing civic engangement: A study of adolescents in twenty eight countries. Applied Development Science. 6 (4), 203-212.
Unit Design Economy. (2006). Ninth Malaysia Plan (2006-2010). Prime Minister’s. Department. Putrajaya: Government Printers.
Wong, J. Y. (1997). Rhetoric and Educational Policies on the Use of History. Education Policy Analysis Archives, 5, 14.