pendidikan kewarganegaraan di malaysia

18
PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA Efta Shufiyati, S.Pd. [email protected] PENDAHULUAN Malaysia merupakan negara di Asia Tenggaran yang Kepala pemerintahannya dipimpin oleh seorang perdana menteri dan kepala negara dimpin oleh Yang di-Pertuang Agung. Malaysia di pisahkan ke dalam dua kawasan yaitu Malaysia Barat dan Malaysia Timur. Malaysia berbatasan langsung dengan Thailand, Indonesia, Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Malaysia dianggap unik di wilayah Asia Tenggara, karena menurut Singh dan Mukherjee (1993: 89), Malaysia merupakan negara yang pernah dijajah oleh Inggris yang merupakan negara multietnis memiliki 60 kelompok etnis tidak hanya keragaman bahasa, budaya dan agama. Malaysia terbagi menjadi 3 bagian yaitu Malaya, Sabah dan Sarawak yang merupakan masyarakat multietnis dan multinegara dan memiliki jumlah populasi 22.4juta penduduk yang mayoritas beragama muslim, serta diikuti agama lainnya seperti kristen, hindu, budha. Penduduk Malaysia terdiri dari 65,9% bumiputra (Melayu dan kelompok lain); 25,3% Cina; 7,5% India dan sisanya 1,3% suku lain (Unit Design Economy, 2006: 2). Bahasa yang digunakan sebagai bahasa nasional dan bahasa resmi adalah bahasa melayu. Hal ini terlihat pada adanya konstitusi yang menjadi kebebasan beragama bagi pemeluk agama lain dan menjunjung tinggi otonomi pemerintah negara dalam hal yang

Upload: pendidikan-pancasila-dan-kewarganegaraan

Post on 13-Apr-2017

302 views

Category:

Education


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN DI MALAYSIA

Efta Shufiyati, [email protected]

PENDAHULUANMalaysia merupakan negara di Asia Tenggaran yang Kepala pemerintahannya

dipimpin oleh seorang perdana menteri dan kepala negara dimpin oleh Yang di-

Pertuang Agung. Malaysia di pisahkan ke dalam dua kawasan yaitu Malaysia Barat

dan Malaysia Timur. Malaysia berbatasan langsung dengan Thailand, Indonesia,

Singapura, Brunei Darussalam dan Filipina. Malaysia dianggap unik di wilayah Asia

Tenggara, karena menurut Singh dan Mukherjee (1993: 89), Malaysia merupakan

negara yang pernah dijajah oleh Inggris yang merupakan negara multietnis memiliki

60 kelompok etnis tidak hanya keragaman bahasa, budaya dan agama.

Malaysia terbagi menjadi 3 bagian yaitu Malaya, Sabah dan Sarawak yang

merupakan masyarakat multietnis dan multinegara dan memiliki jumlah populasi

22.4juta penduduk yang mayoritas beragama muslim, serta diikuti agama lainnya

seperti kristen, hindu, budha. Penduduk Malaysia terdiri dari 65,9% bumiputra

(Melayu dan kelompok lain); 25,3% Cina; 7,5% India dan sisanya 1,3% suku lain

(Unit Design Economy, 2006: 2). Bahasa yang digunakan sebagai bahasa nasional

dan bahasa resmi adalah bahasa melayu. Hal ini terlihat pada adanya konstitusi

yang menjadi kebebasan beragama bagi pemeluk agama lain dan menjunjung tinggi

otonomi pemerintah negara dalam hal yang menyangkut agama Islam dan adat

istiadat Melayu. Keunikan lain dari Malaysia bahwa pemerintah Malaysia

mengadopsi budaya pluralisme yang menjadi penghubung identitas bagi warga

negara berdasarkan suku dan kebangsaan. Namun budaya pluralisme merupakan

pendekatan utama terhadap pembangunan bangsa di negara-negara multikultural

yang menggunakan model mosaik dalam berkomitmen satu bangsa, banyak bangsa

dan banyak budaya (Hill & Lian, 1995: 95).

Negara ini mempunyai jumlah populasi imigran yang sangat besar, tetapi tidak

memiliki visi yang sama dalam menentukan nasib masyarakat Malaysia ke depan.

Maka, tidak jarang kelompok etnis yang hidup terpisah menandai adanya

perpecahan budaya dan ekonomi maupun berbagai kesenjangan terutama di bidang

Page 2: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

pendidikan (Mahathir, 1970). Hal tersebut mengakibatkan Malaysia belum

sepenuhnya berhasil dalam mewujudkan integrasi sosial. Sebagai salah satu contoh

kejadian yang menimpa Malaysia adalah kerusuhan etnis yang terjadi pada tanggal

13 Mei 1969 yang menewaskan banyak orang dan menewaskan suku bangsa. Sejak

saat itu, Malaysia merumuskan Rukun negara yang merupakan ideologi kebangsaan

Malaysia yang dibentuk pada tanggal 31 Agustus 1970 oleh Majelis Gerakan Negara

setelah setahun terjadinya tragedi 13 Mei 1969 yang menghancurkan etnis dan

ketentraman negara. Selama 50 tahun setelah kemerdekaan, Malaysia mengalami

banyak perubahan yaitu (1) Pemilihan umum yang mengakibatkan perkembangan

sistem demokrasi baik bidang politik maupun ekonomi; (2) terjadi peningkatan

jumlah populasi mencapai 25,6 juta jiwa yang terdiri atas 54% bangsa melayu, 25%

bangsa cina, 8% bangsa Indian dan sisanya bangsa lain sekitar 12%. Sementara itu,

kelompok bangsa maupun kelompok etnis yang tetap mempertahankan identitas

etnis mereka.

Sejarah pendidikan di Malaysia menurut Crouch (2001: 230) berawal dari

kebijakan pendidikan tahun 1960-an yang telah dipengaruhi oleh etnis. Bahkan

menurut Mustafa (1999: 110), pendidikan di Malaysia memiliki sejarah panjang

dalam membentuk mobilitasi politik etnis. Karena perbedaan etnis, pendidikan

dianggap sebagai instrumen untuk mempromosikan kesatuan nasional, kesetaraan

sosial dan pengembangan ekonomi (Lee, 2000: 315). Selama penjajahan yang

dilakukan oleh Inggris hingga tahun 1957, Malaysia dianggap sebagai negara

melayu. Saat itulah, Inggris memperkenalkan dasar pendidikan kebangsaan dalam

sistem pendidikan dan mengembangkan lima sekolah yakni sekolah Inggris

vernakular, sekolah melayu vernakular, sekolah vernakular Cina, sekolah vernakular

Tamil dan sekolah Agama Islam.

Dalam tataran praksis, Malaysia telah mengupayakan untuk mengembangkan

pendidikan nasional yang dapat menyatukan etnis. Salah satunya melalui

Pendidikan Kewarganegaraan disebut juga Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan

yang merupakan salah satu mata pelajaran yang memiliki peranan penting dalam

kurikulum kebangsaan sekolah tingkat dasar, sekolah tingkat menengah maupun

perguruan tinggi yang bertujuan mewujudkan siswa yang berjiwa patriotik dan

bertanggungjawab sebagai warga negara Malaysia. Mata pelajaran Pendidikan Sivik

dan Kewarganegaraan bertujuan untuk mengembangkan diri, cara berhubungan

dengan orang lain serta berinteraksi dengan lingkungan sekitarnya.

Page 3: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfungsi sebagai tempat untuk

mewujudkan semangat dan apresiasi budaya masyarakat Malaysia. Tujuan

pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan itu sendiri yakni siswa akan

memperoleh sebuah pengetahuan, kemahiran dari nilai-nilai Sivik dalam

menghadapi masa depan mereka. Pelaksanaan Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan di sekolah yang menyangkut masa depan siswa, pihak sekolah

memiliki tanggung jawab untuk membina potensi dan pengetahuan siswa dengan

nilai yang diperlukan oleh seorang siswa dalam melaksanakan hak dan tanggung

jawabnya. Selain itu, Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di sekolah bertujuan

untuk memberikan kesadaran kepada siswa tentang peranan, hak dan tanggung

jawab mereka di lingkungan keluarga, masyarakat, bangsa dan negara untuk

melahirkan suatu anggota masyarakat dan warganegara yang bersatu padu,

patriotik dan memiliki arah kesejahteraan bagi masyarakat, bangsa dan negara.

Menurut UNESCO Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di Malaysia

menekankan pada empat prinsip pendidikan yakni belajar untuk mengetahui

(learning to know), belajar untuk bertindak (learning to do), belajar untuk hidup

bersama (learning to live together) dan belajar untuk membentuk pribadi (learning to

be). Dalam hal ini yang menyangkut dengan belajar untuk bertindak ( learning to do)

merujuk pada sebuah aplikasi pengetahuan maupun kemahiran siswa dalam

kehidupan sehari-hari yang dikembangkan melalui aktivitas baik di dalam maupun di

luar. Belajar untuk membentuk pribadi (learning to be) bertujuan memperbolehkan

seorang siswa dalam berkembang secara menyeluruh baik dari segi rohani,

intelektual, fisik, emosi maupun sosial siswa itu sendiri. Sedangkan prinsip belajar

untuk hidup bersama (learning to live together) asas dalam mewujudkan keamanan

dan keharmonian siswa dalam lingkungan masyarakat sebagai warga negara

Malaysia (Delors, 1996: 130).

Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaran melalui Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan memiliki keunikan konten materinya yakni berdasarkan rukun

negara yang merupakan ideologi nasional yang memiliki lima elemen yakni

kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, kesetiaan kepada raja dan negara,

menghormati aturan hukum, menjunjung tinggi konstitusi, moral dan perilaku yang

baik. Rukun negara wajib diajarkan pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.

Pendidikan Kewarganegaraan diperkenalkan di Malaysia untuk menanamkan nilai-

nilai yaitu untuk menumbuhkan kesetiaan dan cinta bagi negara, untuk

Page 4: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

menumbuhkan pertimbangan bagi orang lain dari asal-usul ras dan kepercayaan

yang berbeda,untuk mengembangkan kemandirian, untuk mengembangkan sikap

inovatif dan perilaku sosial dan moral yang benar (Fatimah, 1977: 33).

PEMBAHASANA. Profil Kurikulum PKn di Malaysia

Sejalan dengan pengaruh perkembangan globalisasi yang semakin pesat,

kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di Malaysia banyak mengalami

perkembangan. Dalam perkembangannya (Ibrahim Ahmad, 1980: 145),

perubahan kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dipengaruhi oleh

ketegangan dan perselisihan dalam masyarakat tertentu karena keberagaman

budaya, sejarah, agama, dan tradisi. Kurikulum Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan didominasi atas munculnya perhatian pemerintah Malaysia

untuk menumbuhkan persatuan nasional didasarkan pada identitas etnis.

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah Malaysia

umumnya ada dalam kurikulum Social Studies oleh Kementerian Pelajaran

Malaysia (2000: 1) yang merupakan salah satu mata pelajaran wajib untuk semua

tingkatan yakni sekolah dasar dari tingkat 1 sampai 6 dan sekolah menengah

tingkat 5 maupun perguruan tinggi. Pada awal perkembangannya tahun 1961,

pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dilaksanakan selama 40

menit perminggu. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah diintegrasikan ke

dalam ilmu sosial, pendidikan moral, pendidikan islam, pendidikan sejarah,

pendidikan nilai-nilai serta di bidang pelajaran yang terkait dengan bahasa

melayu. Integrasi Pendidikan Kewarganegaraan ke dalam ilmu sosial dijelaskan

lebih eksplisit. Ruang lingkup Pendidikan Kewarganegaraan dalam kurikulum inti

melampaui batas-batas nasional untuk menutupi daerah dan mencapai tujuan

dalam kompetensi kewarganegaraan global (Hussein, 1993: 403).

Menurut Kementerian Pelajaran Malaysia (2003: 1), pada tahun 2000

memasukkan pendidikan moral sebagai bagian dari mata pelajaran Pendidikan

Sivik dan Kewarganegaraan dalam kurikulum sekolah dasar yang terbagi menjadi

5 bidang yaitu a) Nilai-nilai berkaitan dengan pengembangan diri; b) Nilai-nilai

yang berkaitan dengan diri dan keluarga; c) Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri

dan masyarakat; d) Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri dan lingkungan; dan e)

Nilai-nilai yang berkaitan dengan diri dan negara. Dari tahun pertama sekolah

Page 5: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

dasar, fokus dari kurikulum pendidikan moral adalah tanggung jawab individu

dalam masyarakat multietnis melalui kegiatan seperti menyanyikan lagu-lagu

yang bertema persatuan dan berbicara tentang etnis dari kelompok lain.

Sedangkan untuk sekolah menengah, seluruh bidang nilai moral dikaitkan dengan

nilai-nilai perdamaian dan keharmonisan tetapi aspek multikulturalisme di

relealisasikan di seluruh kurikulum.

Mulai pada tahun 1970-an, kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan di

Malaysia mulai dirumuskan dan dilaksanakan dalam silabus pendidikan sekolah

dasar dan sekolah menengah. Namun, pada tahun 1976 adanya revisi terhadap

silabus Pendidikan Kewarganegaraan yang memiliki tema ruku negara. Yang

tujuan Pendidikan Kewarganegaraan ini adalah (1) menumbuhkan sikap

patriotisme; (2) menanamkan sikap toleransi terhadap ras dan kelompok-

kelompok; (3) mengembangkan kemandirian; (4) mengembangkan sikap positif

terhadap perubahan; dan (5) untuk menanamkan karakter yang baik.

Pada dasarnya tujuan dari kurikulum Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan mencakup sikap pribadi, tanggung jawab, tugas dan hak-hak

sipil, identitas nasional, maupun pemerintah. Di antara sikap yang ingin

ditumbuhkan dari kurikulum itu adalah saling menghormati, menjaga kebersihan,

ketepatan waktu, kemandirian, rasa hormat dan ketaatan aturan hukum, serta

sportif. Selain itu, dilihat dari silabus kurikulum Pendidikan Kewarganegaraan

bertujuan untuk mengingatkan peran pendidik dalam menjaga hubungan yang

harmonis antara siswa dari berbagai kelompok etnis. Namun, kurikulum

Pendidikan Kewarganegaraan dihentikan oleh pemerintah dan memperkenalkan

pendidikan moral tahun 1983. Tampak jelas pada generasi muda yang menjadi

warga negara yang tidak sadar akan tanggung jawab, berhubungan baik dalam

tingkat budaya, dan tidak dapat menanmpilkan suatu pemahaman tentang isu-isu

nasional.

Pada tahun 1978 diadakan reformasi kurikulum oleh Menteri pendidikan

yang menyebabkan perkembangan pada pelaksanaan kurikulum baru di sekolah

tingkat dasar terutama pada silabus. Silabus ini bertujuan untuk memahami

identitas nasional melalui pengetahuan tentang sejarah bangsa, menumbuhkan

semangat kebersamaan menuju bangsa sebagai satu kesatuan, dan

menumbuhkan memori sejarah sebagai kerangka untuk kesadaran nasional di

kalangan warga sipil (Wong, 1997: 134). Pada tahun 1983 Kementerian Pelajaran

Page 6: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

Malaysia (1979: 4) menyatakan bahwa subjek Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan diganti dengan pendidikan moral dan untuk sekolah dasar

disebut Kurikulum Baru Sekolah Rendah (KBSR) dan kurikulum untuk sekolah

menengah disebut Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah (KBSM). Tujuan

kedua kurikulum tersebut adalah untuk menanamkan nilai-nilai yang ada dalam

mata pelajaran yang menekankan pada subjek pendidikan moral bagi siswa non-

muslim dan pendidikan islam untuk siswa muslim. Setelah diperkenalkan

Kurikulum Baru Sekolah Rendah (KBSR) dan Kurikulum Bersepadu Sekola

Menengah (KBSM), maka pada tahun 1986 diperkenalkan kurikulum terpadu,

tahun 1986 bagi sekolah tingkat menengah, maka pada tahun 1988 mulai

dilaksanakan kurikulum terpadu sekolah tingkat menengah sebagai subjek yang

perlu dipelajari selama lima tahun dari tingkat pertama sampai tingkat kelima yang

jumlah periode meningkat dari dua hingga tiga tingkat.

Sejalan dengan kurikulum terpadu yang lebih menekankan tema sejarah

seperti penguasa melayu, pentingnya konsep pembagian kekuasaan, serta

pemimpin yang memastikan stabilitas politik. Disini, silabus mengandung konsep-

konsep seperti keluarga, masyarakat, komunitas sekolah, komunitas negara,

komunitas negara, maupun masyarakat dunia. Konsep kurikulum pendidikan svik

dan kewarganegaraan melibatkan melek politik dan mencakup ide-ide dari hak-

hak warga negara secara nasional maupun internasional, tugas dan kewajiban

warga sipul dan hak istimewa. Dalam isi kurikulum Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan juga membahas keadilan, hak dan tanggung jawab,

kesetaraan gender dan kebebasan individu, hukum, aturan dan peraturan,

kekuasaan, kekuasaan dan kewenangan elit, tekanan kelompok, kerja sama dan

konflik, keragaman serta kemandirian.

Studi kurikulum Malaysia sangat erat kaitannya dengan kurikulum sejarah,

silabus geografi mulai ditawarkan ke dalam program pelatihan layanan sipil yang

merupakan mata pelajaran wajib di perguruan tinggi. Sementara itu, ada sebuah

gagasan yang diartikulasikan secara rumit dari seluruh kurikulum di sekolah

khususnya kurikulum Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Meskipun begitu,

komponen yang terpenting dalam Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah

tercantum dalam mata pelajaran lain. Namun, seluruh kegiatan kurikuler

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan telah di praktikkan dan diajarkan di

sekolah-sekolah. Bukti ini ditemukan dalam sebuah visi sekolah berupa siswa dan

Page 7: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

sekolah telah memiliki fasilitas umum seperti gedung sekolah, lapangan bermain

dan kantin sekolah dimana siswa saling bersosialisasi diantara siswa lain.

Program layanan nasional selalu memberikan kesempatan antar ras untuk

saling berbagi pengalaman kolektif dalam membangun karakter dan mendorong

patriotisme. Yang menjadi petanyaan, apakah kegiatan kurikuler itu bersifat

kompetitif atau partisipatif? Penjelasan ini, adanya sosialisasi antara siswa, guru

dan orangtua yang memiliki latar belakang etnis, agama, sosial, ekonomi yang

berbeda dalam mengatur kegiatan bersama dalam melakukan sportivitas

kewarganegaraan bersama-sama. Untuk memastikan ini lebih efektif atau tidak,

maka dalam agenda pelaksanaan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan harus

ada artikulasi yang jelas dan koheren dalam mengkonseptualisasikan

kepentingan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan.

Selama dua dekade terakhir, pendidikan di Malaysia telah difokuskan pada

pendidikan nilai. Pendidikan nilai berhubungan langsung pada kebijakan

pemerintah seperti penanaman nilai-nilai islam universal di kalangan pemerintah

dan masyarakat. Sedangkan untuk pelayanan publik, nilai-nilai kemanusiaan

universal telah dikelompokkan dalam 12 (dua belas) pilar. Dalam konteks ini,

penekanan pada nilai maupun sistem pendidikan diidentifikasi ada 16 nilai-nilai

inti yang termuat dalam seluruh kurikulum. Sedangkan pada divisi pendidikan

islam itu sendiri diidentifikasi 47 nilai-nilai islam dalam studi kurikulum islam.

Pengertian tentang akuntabilitas, tata kelola maupun komunitas layanan warga

sipil perlu ditingkatkan lagi sekaligus perlu diklarifikasi lanjut (Barone & Bajunid,

2001: 135). Wawasan komparatif dalam nilai-nilai dianggap penting dalam

masyarakat Malaysia maupun dalam pelayanan sipil. Nilai-nilai dianggap penting

utnuk ditanamkan dalam lintas studi kurikulum yang diperoleh dan dianalisis oleh

studi alam diidentifikasi dan disajikan dalam sebuah lampiran. Pencarian nilai-nilai

dikawasan Asia digunakan untuk pembangunan nasional dan bersinggungan

langsung dengan pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan di Malaysia

(Richter & Mar, 2002: 135).

B. Kajian PKn di MalaysiaPendidikan Kewarganegaraan disebut juga dengan Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dipandang sebagai

cara untuk mendidik generasi muda dengan pengetahuan sipil dan

Page 8: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

mempromosikan persatuan. Sementara itu, Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan menekankan pada empat prinsip pendidikan yang penting

yaitu belajar untuk mengetahui (learning to know), belajar untuk bertindak

(learning to do), belajar untuk hidup bersama (learning to live together) dan

belajar untuk membentuk peribadi (learning to be). Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan yang berfokus pada penguasaan pengetahuan, keterampilan

dan nilai sivik. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfokus pada

penguasaan pengetahuan untuk menjadi warganegara yang bertanggungjawab.

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berfokus pada kemahiran sivik terdiri dari

siswa melibatkan diri dalam aktivitas di dalam maupun diluar, mampu membuat

keputusan dan menyelesaikan masalah, meningkatkan kesadaran dan

memberikan sumbangan terhadap pembangunan keluarga dan masyarakat.

Sedangkan Pendidikan Sivik dan Kewarganegaran berfokus pada nilai sivik yakni

untuk melahirkan manusia yang memiliki akhlak mulia dan menjadi warganegara

yang bertanggungjawab.

Namun dalam pembelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tidak

cukup pada pembelajaran di kelas saja. Tetapi siswa ikut terlibat dalam kegiatan

selama jam sekolah dan di luar jam sekolah seperti kesempatan terlibat dalam

pelayanan masyarakat. Konteks kajian Pendidikan Kewarganegaraan

berdasarkan pada ajaran rukun negara yang dibuat wajib di pendidikan dasar dan

menengah yang diperkenalkan untuk menanamkan nilai kepada siswa (Kurikulum

Pelajaran Malaysia, 2000: 1). Penanaman nilai tersebut bertujuan untuk 1)

menumbuhkan kesetiaan dan cinta bagi negara; 2) menumbuhkan kesadaran

bagi orang lain terhadap asal usul ras dan kepercayaan yang berbeda; 3)

mengembangkan kemandirian; 4) mengembangkan sikap inovatif dan 5)

mengembangkan perilaku sosial dan moralitas yang baik.

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan terkait dengan mata pelajaran

pendidikan moral dan pendidikan islam. Cakupan Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaran lebih luas dari pendidikan islam dan pendidikan moral. Fokus

utama dari pendidikan moral adalah untuk mengembangkan kemampuan siswa

agar mampu bertanggungjawab terhadap individu dalam masyarakat multietnis

melalui kegiatan, seperti menyanyikan lagu-lagu persatuan dan berbicara dengan

teman-teman dari etnis lain (Kementerian Pendidikan Malaysia, 2000: 27). Kajian

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan dibuat secara tematik untuk sekolah

Page 9: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

dasar dan sekolah menengah. Dalam konteks ini murid diajarkan pengetahuan,

keterampilan dan nilai yang menjadi ciri-ciri masyarakat Malaysia.

Adapun tema yang telah ditetapkan oleh Kementerian Pendidikan Malaysia

(2000:1) untuk Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tingkat sekolah dasar

adalah sebagai berikut.

1. Sayangi diri sendiri

2. Sayangi keluarga

3. Hidup bersama di lingkungan sekolah dan masyarakat

4. Kenali budayaMalaysia

5. Malaysia Negaraku

6. Kesediaan menghadapi masa depan.

Selain itu, tema yang ditetapkan oleh Kementerian Pelajaran Malaysia

(2003: 1) untuk Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan tingkat sekolah

menengah adalah sebagai berikut.

1. Pencapaian diri

2. Hubungan kekeluargaan

3. Hidup bermasyarakat

4. Warisan budaya Malaysia

5. Malaysia negara berdaulat

6. Menghadapi masa depan.

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan di tingkat universitas terletak pada

inti pelajaran wajib untuk semua mahasiswa yang dikenal dengan “Tamadun

Islam dan Tamadun Asia” (Mardiana & Hasnah, 2004: 143). Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan harus memberikan kesempatan bagi siswa untuk

mengekspresikan perilaku yang sesuai dengan kepribadian masing-masing siswa.

Siswa belajar aspek kewarganegaraan yang berkaitan dengan tindakan yang

benar dan salah serta memiliki pemahaman tentang pilihan untuk membuat

keputusan dan menerima tanggungjawab atas keputusan yang mereka buat.

Dengan metode diskusi kelas para guru melibatkan para siswa dalam melakukan

diskusi secara mendalam terkait perkembangan situasi dan isu-isu lokal dan

internasional.

Page 10: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

C. Aktor-Aktor yang Terlibat dalam Pengembangan PKnSegala bentuk keputusan maupun kebijakan yang terkait dengan

pengembangan pendidikan di Malaysia di atur dalam sebuah konstitusi maupun

kebijakan pendidikan nasional. Termasuk pengembangan Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan dalam kajian Social Studies merupakan sebuah wacana yang

dianggap serius oleh negara Malaysia. Hal ini terlihat, dalam keterlibatan pembuat

keputusan kebijakan sistem pendidikan oleh kementerian pendidikan nasional.

Terkait dengan peningkatan mutu pendidikan khususnya mata pelajaran

Pendidikan Kewarganegaran, banyak diadakan seminar yang berhubungan

dengan perkembangan mutu pendidikan seperti Asosiasi Pendidikan Malaysia,

Divisi Pendidikan Guru dan Kementerian Pendidikan yang mengadakan seminar

nasional Pendidikan Kewarganegaraan dan kontribusi langsung terhadap

pembentukan awal Pendidikan Kewarganegaraan.

Kementerian pendidikan Malaysia juga memberikan kontribusi pada sistem

pendidikan malaysia dimana memasukan pendidikan moral sebagai suatu

program yang memungkinkan seorang anak menjadi bermoral atau orang yang

berakhlak mulia dengan kebajikan yang menekankan pada pengembangan

pemikiran moral, mempengaruhi moral, perasaan atau empati serta tindakan

moral. Kementerian Pemuda dan Olahraga memberikan kontribusi dalam

menangani masalah Pendidikan Kewarganegaraan dengan mengembangkan

keterampilan kewarganegaraan.

Sementara itu para sarjana dan pendidik Malaysia fokus pada pemeliharaan

budaya membaca dan mengidentifikasi keaksaran baru yang memberikan

kontribusi langsung dan tidak langsung pada Pendidikan Sivik dan

Kewarganegaraan (Ambigapathy & Chakravarthy, 2003: 143). Selain itu, sebelum

pengenalan CCE pada tahun 2005 nilai-nilai patriotisme dan loyalitas diajarkan

melalui subjek sejarah yang bertujuan untuk mengembangkan sebuah

masyarakat yang bersatu dalam rangka membangun bangsa malaysia.

Pengajaran pendidikan moral untuk siswa non-muslim sebagai subjek baru pada

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan berdasarkan Rencana Induk

Pengembangan Pendidikan 2006-2010 (Haniza, 2014: 20).

PENUTUP

Page 11: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

Kerusuhan yang menewaskan kelompok etnis pada tanggal 13 Mei 1969

berpengaruh pada perumusan idiologi negara yang menjadi dasar pelaksanaan

Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan

sebagai mata pelajaran wajib untuk sekolah rendah dan sekolah menengah yang

dimasukkan dalam pendidikan moral, pendidikan islam, pendidikan sejarah,

pendidikan geografi dan sebagainya. Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan

merupakan subjek inti dalam sistem pendidikan Malaysia. Yang beberapa kali

mengalami perombakan khususnya dalam kurikulum Pendidikan Kewarganegaran.

Kementerian pendidikan Malaysia memiliki peran yang penting dalam

memainkan perannya dalam mengkaji perubahan kurikulum dari tahun 1970 sampai

kurikulum 1986 yang menerapkan Kurikulum baru sekolah rendah dan kurikulum

baru sekolah menengah. Pendidikan di Malaysia bertujuan untuk mewujudkan siswa

yang bertanggung jawab terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat maupun

negaranya. Dalam demokrasi modern Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan

ditujukan untuk membentuk warga negara yang demokratis belajar menjadi warga

negara dalam demokrasi melalui program-program pendidikan di sekolah-sekolah

(Torney Putra, 2002:203).

REFERENSI

Ambigapathy, P., & Chakravarthy, G. (eds.). (2003). New literacies, new practices and new times. Bangi: Universitas Kebangsaan Malaysia.

Bajunid, Ibrahim Ahmad. 1980. Curriculum change and development towards nation buildingg. Kuala Lumpur: Fajar Bakti.

Barone, T., & Bajunid, I.A. (2001). Strengthening religious and moral values. Malaysia: In. W.K.

Crouch, H. (2001). Managing ethnic tensions through affirmative action: The Malaysia experience social cohesion and conflict prevention in Asia. Managing diversity through development, 225-262.

Delors, J. (1996). Learning: The treasure within. Report to UNESCO of the International Commission Department. Putrajaya: Government Printers.

Fatimah, H.D. (1977). Curriculum issues In Readings in Malaysian Education. Kuala Lumpur: University Malaya.

Hill, M.. & Lian, K.F. (1995). The Politics of Nation Building and Citizenship in Singapore. London: Routledge.

Page 12: Pendidikan kewarganegaraan di malaysia

Hussein, A. (1993). Pendidikan dan Masyarakat .Kuala Lumpur: Hutchinson

Mustafa, M.I. (1999). From'plural society to review Bangsa Malaysia: Ethnicity and nationalism inthe nation's political development in Malaysia, Tesis master, tidak diterbitkan. University of Leeds.

Kementerian Pelajaran Malaysia. (1979). Laporan Jawatan kuasa Kabinet Mengkaji Pelaksanaan Dasar Pelajaran . Kuala Lumpur: Kementerian Pelajaran.

_________________________. (2000). Kurikulum Bersepadu Sekolah Menengah Sukatan Pelajaran Pendidikan Sivik dan Kewarganegaraan. Kuala Lumpur: Pusat Pengembangan kurikulum.

_________________________. (2003). Huraian Sukatan. Kuala Lumpur: Kementerian Pelajaran.

Lee, M.N.N. (2000). The impact of globalization ON Education in Malaysia. Murai Law: Rowman& Littlefield Publishers.

Mahathir, M. (1970). The Malay dilemma. Singapore: Oxford University Press.

Haniza, M. (2014). Civic Education and citizenship:education in malaysia. Skripsi. University of Cardiff, Malaysia.

Mardiana, N., & Hasnah, H. (2004). Pengajian Malaysia [Malaysian studies] (2nd ed.). Shah Alam: Fajar Bakti.

Richter, F.J., & Mar, P.C.M. (2002). Recreating Asia. Singapore: Singapure Press.

Singh, J. & Mukherjee, H. (1993). Educational and National Integration in Malaysia: Integration thirty years of independence taxable income.International Journal development of Educational, vol.13, No.2, pp 89.

Torney,P.J. 2002. The school’s role in developing civic engangement: A study of adolescents in twenty eight countries. Applied Development Science. 6 (4), 203-212.

Unit Design Economy. (2006). Ninth Malaysia Plan (2006-2010). Prime Minister’s. Department. Putrajaya: Government Printers.

Wong, J. Y. (1997). Rhetoric and Educational Policies on the Use of History. Education Policy Analysis Archives, 5, 14.