pendekatan relitas

Upload: iftitah-indriani

Post on 06-Jul-2018

221 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    1/22

    1

    TUGAS MATA KULIAH

    TEORI-TEORI KONSELING II

    “PENDEKATAN KONSELING REALITAS”

    DISUSUN OLEH

    1. IFTITAH INDRIANI (1114500081)2. LILIH LUCKYTANINGSIH (1114500004)

    3. FEBI YANUANTO (1114500120)

    SEMESTER/KELAS : 3/C

    YAYASAN PENDIDIKAN PANCASAKTI TEGAL

    UNIVERSITAS PANCASAKTI TEGALFAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

    PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING

    Jalan Halmahera KM. 1 

    (0283) 357122

    2015

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    2/22

    2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kami

    dapat menyelesaikan makalah ini yang bertujuan untuk memenuhi tugas mata

    kuliah Teori-Teori Konseling II.

    Kami ucapkan terima kasih kepada Yth. Ibu Hastin Budisiwi, M.Pd selaku

    dosen mata kuliah Teori-Teori Konseling II yang telah membimbing kami agar

    dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini.

    Akhirnya kami menyadari bahwa makalah ini masih ada kekurangan. Oleh

    karena itu, dengan segala kerendahan hati, kami menerima kritik dan saran agar

    penyusunan makalah selanjutnya menjadi lebih baik. Untuk itu kami

    mengucapkan terima kasih dan semoga karya tulis ini bermanfaat untuk kami dan

    untuk pembaca.

    Tegal, 14 Desember 2015

    Penulis

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    3/22

    3

    DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................................i

    KATA PENGANTAR ..............................................................................................ii

    DAFTAR ISI.............................................................................................................iii

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang ...............................................................................................1

    1.2 Rumusan Masalah ..........................................................................................21.3 Tujuan ............................................................................................................2

    BAB II PEMBAHASAN

    2.1 Pengertian Pendekatan Realitas dan Tokoh ...................................................3

    2.2 Konsep Dasar .................................................................................................5

    2.3 Asumsi Perilaku Bermasalah .........................................................................7

    2.4 Tujuan Konseling...........................................................................................8

    2.5 Peran dan Fungsi Konselor ............................................................................9

    2.6 Deskripsi Proses Konseling ...........................................................................10

    2.7 Teknik Konseling...........................................................................................11

    2.8 Kelebihan dan Kekurangan............................................................................14

    2.9. Contoh Penerapan Kasus...............................................................................14

    BAGIAN III PENUTUP

    3.1 Kesimpulan ...................................................................................................16

    3.2 Saran .............................................................................................................16

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    4/22

    4

    BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Manusia yang baik adalah manusia yang mampu keluar dari setiap

    permasalahan hidupnya. Manusia yang mampu menyesuaikan diri dengan realitas

    yang ada dan memiliki identitas adalah manusia yang dapat berkembang denganbaik dan sehat. Untuk membantu manusia keluar dari masalahnya dan

    memperoleh identitas diperlukan suatu terapi. Di balik semua itu, banyak manusia

    yang masih belum mencapai identitas keberhasilannya. Mereka masih belum

    dapat mencapai kebutuhan dasar psikologisnya, yaitu kebutuhan untuk mencintai

    dan dicintai serta kebutuhan untuk merasakan bahwa Ia berguna bagi diri sendiri

    maupun orang lain.

    Terapi Realitas juga telah meraih popularitas di kalangan konselor sekolah,

    para guru dan pimpinan sekolah dasar dan sekolah menengah, dan para pekerja

    rehabilitasi. Selain itu, Terapi Realitas menyajikan banyak masalah dasar dalam

    konseling yang menjadi dasar pernyataan-pernyataan seperti: Apa kenyataan itu?

    Haruskah terapis mengajar pasiennya? Apa yang harus diajarkan? Dan

    sebagainya. Sistem Terapi Realitas difokuskan pada tingkah laku sekarang. Oleh

    karena itu, seorang konselor maupun calon konselor wajib mempelajari Terapi

    Realita.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    5/22

    5

    1.2. Rumusan Masalah

    1. Apa nama pendekatan dan tokoh?

    2. Bagaimana konsep dasar pendekatan konseling realitas?

    3. Bagaimana asumsi perilaku bermasalah?

    4. Apa saja tujuan konseling?

    5. Bagaimana peran dan fungsi konselor?

    6. Apa saja deskripsi proses konseling?

    7. Bagaimana teknik konseling?

    8. Apa saja kelebihan dan kekurangan?

    9. Bagaimana contoh penerapan?

    1.3. Tujuan Penulisan

    1. Memahami tentang pendekatan dan tokoh konseling realitas.

    2. Memahami konsep dasar pendekatan konseling realitas.

    3. Mengetahui tentang asumsi perilaku bermasalah.4. Mengetahui tujuan konseling.

    5. Memahami peran dan fungsi konselor.

    6. Mengetahui deskripsi proses konseling.

    7. Mengetahui teknik konseling.

    8. Mengetahui kelebihan dan kekurangan pendekatan konseling realitas.

    9. Memahami contoh penerapan dengan kasus yang sesuai pendekatan

    konseling realitas.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    6/22

    6

    BAB II

    PEMBAHASAN

    2.1. Pendekatan Realitas dan Tokoh

    Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku

    sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan

    klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan

    memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun

    orang lain. Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.

    Terapi Realitas adalah suatu bentuk modifikasi tingkah laku karena dalam

    penerapan-penerapan institusionalnya, merupakan tipe pengkondisian operan

    yang tidak ketat. Glasser mengembangkan terapi realitas dan meraih

    popularitasnya karena berhasil menerjemahkan sejumlah konsep modifikasi

    tingkah laku ke dalam model praktek yang relatif sederhana dan tidak berbelit-

    belit.

    William Glasser merupakan lulusan dari the Case Institute of Technology

    sebagai Insinyur kimia pada tahun 1944 di usia 19 tahun, kemudian ia mengambil

    master di bidang Psikologi Klinis pada usia 23 tahun di Universitas yang sama.

    Pada tahun 1956 ia menjadi kepala bagian psikiatri di the Ventura School of Girls

    yang merupakan institusi untuk menangani kenakalan remaja perempuan. Pada

    saat inilah Glasser mengembangkan konsep pendekatan realistis. Melalui buku

    pertamanya yang berjudul “Mental Health or Mental Illmess” (1961) ia

    menuangkan landasan pemikirannya mengenai landasan berfikir dari teknik dan

    konsep dasar terapi realitas.

    Glasser menggunakan istilah  Reality therapy pada tahun 1964 pada

    manuskrip yang berjudul “Reality Therapy: A Realistic Approach to the Young 

    Offender”. Pada tahun 1968 Glasser mendirikan the Institute for Reality Therapy

    di Los Angeles.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    7/22

    7

    Ciri-Ciri Pendekatan Realistis

    Ada 8 ciri yang menentukan pendekatan realitas sebagai berikut :

    1. Terapi realitas menolak tentang penyakit mental. Ia berasumsi bahwa bentuk-

    bentuk gangguan tingkah laku yang spesifik adalah akibat dari ketidak 

    bertanggung jawaban.

    2. Pendekatan ini tidak berurusan dengan diagnosis-diagnosis psikologis. Ia

    mempersamakan gangguan mental dengan tingkah laku yang tidak 

    bertanggung jawab dan mempersamakan kesehatan mental dengan tingkah

    laku yang bertanggung jawab.

    3. Terapi realitas berfokus pada tingkah laku sekarang alih-alih pada perasaan-

    perasaan dan sikap-sikap. Meskipun tidak menganggap perasaan-perasaan

    dan sikap-sikap itu tidak penting, tetapi realitas menekankan kesadaran atas

    tingkah laku sekarang.

    4. Terapi realitas menekankan pertimbangan-pertimbangan nilai. Terapi realitas

    menempatkan pokok kepentingannya pada peran klien dalam menilai kualitas

    tingkah lakunya sendiri dalam menentukan apa yang membantu kegagalan

    yang dialaminya. Terapi ini beranggapan bahwa perubahan mustahil terjadi

    tanpa melihat pada tingkah laku dan membuat beberapa ketentuan mengenai

    sifat-sifat konstruktif dan destruktifnya.

    5. Terapi realitas tidak menekankan transferensi. Ia tidak memandang konsep

    tradisional tentang transferensi sebagai hal yang penting. Ia memandang

    transferensi sebagai suatu cara bagi terapis untuk tetap bersembunyi sebagai

    pribadi. Terapi realitas mengimbau agar para terapis menempuh cara

    beradanya yang sejati, yakni bahwa mereka menjadi diri sendiri, tidak 

    memainkan peran sebagai ayah atau ibu klien.

    6. Terapi realitas menekankan aspek-aspek kesadaran, bukan aspek-aspek 

    ketaksadaran. Teori psikoanalitik, yang berasumsi bahwa pemahaman dan

    kesadaran atas proses-proses ketaksadaran sebagai suatu prasyarat bagi

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    8/22

    8

    perubahan kepribadian, menekankan pengungkapan konflik-konflik tak sadar

    melalui teknik-teknik seperti analisis transferensi, analisis mimpi, asosiasi-

    asosiasi bebas, dan analisis resistensi. Sebaliknya, terapi realitas menekankan

    kekeliruan yang dilakukan oleh klien, bagaimana tingkah laku klien sekarang

    hingga dia tidak mendapatkan apa yang diinginkannya, dan bagaimana dia

    bisa terlibat dalam suatu rencana bagi tingkah laku yang berhasil yang

    berlandaskan tingkah laku yang bertanggung jawab dan realistis.

    7. Terapi realitas menhapus hukuman. Glasser mengingatkan bahwa pemberian

    hukuman guna mengubah tingkah laku tidak efektif dan bahwa hukuman

    untuk kegagalan melaksanakan rencana-rencana mengakibatkan perkuatan

    identitas kegagalan pada klien dan perusakan hubungan terapiutik.

    8. Terapi realitas menekankan tanggng jawab, yang oleh Glasser (1965, hlm 13)

    didefinisikan sebagai “kemampuan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuha

    sendiri dan melakukannya dengan cara tidak mengurangi kemampuan orang

    lain dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka”. Belajar tanggung jawab

    adalah proses seumur hidup.

    2.2. Konsep Dasar

    Pada dasarnya setiap individu terdorong untuk memenuhi kebutuhan dan

    keinginannya, masing-masing individu juga memiliki kebutuhan yang beragam,

    dimana kebutuhan tersebut bersifat unik pada masing-masing individu, dan tentu

    saja keinginan atau kebutuhan tersebut terkadang berbeda dengan individu yang

    lain. Ketika seseorang dapat memenuhi apa yang diinginkan, kebutuhan tersebut

    terpuaskan dan tentu saja ia akan merasa senang. Tetapi, jika apa yang

    diperolehnya tidak sesuai dengan apa yang diinginkan dan sangat bertolak 

    belakang dari apa yang dibutuhkan, maka orang tersebut akan frustasi, dan pada

    akhirnya akan terus memunculkan perilaku baru sampai keinginannya terpuaskan

    dan merasa benar-benar terpenuhi. Artinya, ketika timbul perbedaan antara apa

    yang diinginkan dengan apa yang diperoleh, membuat individu terus

    memunculkan perilaku-perilaku yang spesifik, yang membuatnya terlihat

    berbeda dengan yang lain.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    9/22

    9

    Jadi, perilaku yang dimunculkan oleh masing-masing individu ada

    tujuannya, yaitu dibentuk untuk mengatasi hambatan antara apa yang diinginkan

    dengan apa yang diperoleh, atau muncul karena dipilih dan diinginkan sendiri

    oleh individu. Perilaku manusia merupakan perilaku total (total behavior), atau

    perilaku sepenuhnya yang terdiri dari doing (melakukan), thinking (berpikir),

     feeling (Merasakan) dan psysiology (fisiologis). Oleh karena perilaku yang

    dimunculkan adalah perilaku yang bertujuan dan dipilih sendiri, maka Glasser

    menyebutnya dengan teori kontrol.

    Teori Kontrol

    Penerimaan terhadap realita, menurut Glasser harus tercermin dalam

    perilaku total yang mengandung empat komponen, yaitu: berbuat (doing), berfikir

    (thinking), merasakan ( feeling), dan menunjukkan respon-respon fisiologis

    ( physiology). Seperti halnya keempat roda mobil membawa arah mobil berjalan,

    demikian halnya keempat komponen dari total behavior tersebut menetapkan arah

    hidup individu.

    Glasser menjelaskan bahwa hal ini secara langsung dapat mengubah cara

    kita merasakan terpisah dari apa yang kita lakukan dan pikirkan, merupakan hal

    yang sangat sulit dilakukan. Kunci untuk mengubah perilaku total terletak pada

    pemilihan untuk mengubah apa yang kita lakukan dan pikirkan. Sementara itu,

    reaksi dan respon fisiologis termasuk dalam proses tersebut. Ketika seseorang

    berhasil memenuhi kebutuhannya, menurut Glasser orang tersebut mencapai

    identitas sukses. Pencapaian identitas sukses itu terikat pada konsep 3R, yaitu

    keadaan dimana individu dapat menerima kondisi yang dihadapinya, dicapai

    dengan menunjukkan total behavior  (perilaku total) yakni melakukan sesuatu,

    berfikir, merasakan, dan menunjukkan respon-respon fisiologis secara

    bertanggung jawab, sesuai realita, dan benar.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    10/22

    10

    2.3. Asumsi Perilaku Bermasalah

    Reality therapy pada dasarnya tidak mengatakan bahwa perilaku individu itu

    sebagai perilaku yang abnormal. Konsep perilaku menurut konseling realitas lebih

    dihubungkan dengan berperilaku yang tepat atau berperilaku yang tidak tepat.

    Menurut Glasser, bentuk dari perilaku yang tidak tepat tersebut disebabkan karena

    ketidakmampuannya dalam memuaskan kebutuhannya, akibatnya kehilangan

    ”sentuhan” dengan realitas objektif, dia tidak dapat melihat sesuatu sesuai dengan

    realitasnya, tidak dapat melakukan atas dasar kebenaran, tangguang jawab dan

    realitas.

    Meskipun konseling realitas tidak menghubungkan perilaku manusia dengan

    gejala abnormalitas, perilaku bermasalah dapat disepadankan dengan istilah

    ”identitas kegagalan”. Identitas kegagalan ditandai dengan keterasingan,

    penolakan diri dan irrasionalitas, perilakunya kaku, tidak objektif, lemah, tidak 

    bertanggung jawab, kurang percaya diri dan menolak kenyataan.

    Menurut Glasser (1965, hlm.9), basis dari terapi realitas adalah membantu

    para klien dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar psikologisnya, yang

    mencangkup “kebutuhan untuk mencintai dan dicintai serta kkebutuhan untuk 

    merasakan bahwa kita berguna baik bagi diri kita sendiri maupun bagi oaring

    lain”.

    Pandangan tentang sifat manusia mencakup pernyataan bahwa suatu

    “kekuatan pertumbuhan” mendorong kita untuk berusaha mencapai suatu identitas

    keberhasilan. Penderitaan pribadi bisa diubah hanya dengan perubahan identitas.

    Pandangan terapi realitas menyatakan bahwa, karena individu-individu bisa

    mengubah cara hidup, perasaan, dan tingkah lakunya, maka merekapun bisa

    mengubah identitasnya. Perubahan identitas tergantung pada perubahan tingkah

    laku.

    Maka jelaslah bahwa terapi realitas tidak berpijak pada filsafat deterministik 

    tentang manusia, tetapi dibangun diatas asumsi bahwa manusia adalah agen yang

    menentukan dirinya sendiri. Prinsip ini menyiratkan bahwa masing-masing orang

    memilkiki tanggung jawab untuk menerima konsekuensi-konsekuensi dari tingkah

    lakunya sendiri. Tampaknya, orang menjadi apa yang ditetapkannya.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    11/22

    11

    2.4. Tujuan Konseling

    Tujuan dari terapi ini adalah agar setiap individu bisa mendapatkan cara

    yang lebih efektif untuk memenuhi kebutuhan menjadi bagian dari suatu

    kelompok, kekuasaan, kebebasan, dan kesenangan. Focus terapi adalah pada apa

    yang disadari oleh konseli dan kemudian menolong konseli menaikkan tingkat

    kesadarannya. Setelah konseli sadar betapa tidak efektifnya perilaku yang konseli

    lakukan untuk mengontrol dunia, mereka akan lebih terbuka untuk mempelajari

    alternatif lain dari cara berperilaku.

    Tujuan umum terapi realitas adalah membantu seseorang untuk mencapai

    otonomi. Pada dasarnya, otonomi adalah kematangan yang diperlukan bagi

    kemampuan seseorang untuk mengganti dukungan lingkungan dengan dukungan

    internal. Kemampuan ini menyiaratkan bahwa orang-orang mampu bertanggung

     jawab atas siapa mereka dan ingin menjadi apa mereka serta mengembangkan

    rencana-rencana yang bertanggung jawab dan realistis guna mencapai tujuan-

    tujuan mereka.

    Tujuan lain dari terapi ini adalah menolong individu agar mampu

    mengurus diri sendiri, supaya dapat menentukan dan melaksanakan perilaku

    dalam bentuk nyata. Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta

    memikul segala risiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya

    dalam perkembangan dan pertumbuhannya, mengembangkan rencana-rencana

    nyata dan realistik dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, perilaku yang

    sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian yang sukses, yang

    dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan individu untuk 

    mengubahnya sendiri. terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas

    kesadaran sendiri.

    Terapi realitas menaruh perhatian khusus tentang mengajar orang untuk 

    dapat berurusan dengan dunia secara efektif. Inti dari terapi realitas adalah

    menolong konseli mengevaluasi apakah yang konseli inginkan itu realistik dan

    apakah perilakunya bisa menolongnya ke arah itu.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    12/22

    12

    Tujuan konseling realitas adalah sebagai berikut:

    a) Menolong individu agar mampu mengurus dirinya sendiri, supaya dapat

    menentukan dan melaksanakan perilaku dalam bentuk nyata.

    b) Mendorong konseli agar berani bertanggung jawab serta memikul segala

    resiko yang ada, sesuai dengan kemampuan dan keinginannya dalam

    perkembangan dan pertumbuhannya.

    c) Mengembangkan rencana-rencana nyata dan realistik dalam mencapai tujuan

    yang telah ditetapkan.

    d) Perilaku yang sukses dapat dihubungkan dengan pencapaian kepribadian

    yang sukses, yang dicapai dengan menanamkan nilai-nilai adanya keinginan

    individu untuk mengubahnya sendiri.

    e) Terapi ditekankan pada disiplin dan tanggung jawab atas kesadaran diri.

    2.5. Peran Dan Fungsi Konselor

    Nandang Rusmana (2009:80) menjelaskan bahwa konselor terapi realitasberfungsi sebagai guru dan model serta mengkonfrontasikan anggota kelompok 

    menghadapi keadaan dan memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugukan

    anggota kelompok lain.

    Lebih lanjut dijelaskan bahwa keterlibatan konselor atau terapis tidak 

    hanya dalam memberikan dukungan yang “manis”. Glasser menegaskan bahwa

    terkadang konselor harus mendorong orang dengan cara yang tidak “manis”.

    Misalnya, dalam menyikapi pilihannya yang salah, konselor mengkomunikasikan

    kepada konseli bahwa konselor itu telah mengambil langkah yang salah. Akan

    tetapi hendaknya sikap itu tidak berkonotasi penolakan terhadap konseli. Tugas

    dasar dari seorang konselor dalam konseling kelompok realitas adalah melibatkan

    diri dengan anggota kelompok dan kemudian membuatnya menghadapi kenyataan.

    Dan tugas terapis adalah bertindak sebagai pembimbing yang membantu setiap

    anggota kelompok agar bisa menilai tingkah lakunya sendiri secara realitas.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    13/22

    13

    Tugas dasar konselor adalah melibatkan diri dengan konseli dan kemudian

    membuatnya untuk menghadapi kenyataan. Yang antara lain sebagai berikut:

    a) Bertindak sebagai pembimbing yang membantu konseli agar bisa menilai

    tingkah lakunya sendiri secara realistis.

    b) Berperan sebagai moralis.

    c) Berperan sebagai motivator, menyampaikan dan meyakinkan kepada klien

    bahwa seburuk apapun suatu kondisi masih ada harapan.

    d) Berperan sebagai guru yang mengajarkan klien untuk mengevaluasi

     perilakunya, misalnya dengan bertanya, “Apakah perilaku Anda saat ini

    membantu anda untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan Anda?

    e) Mengembangkan kondisi fasilitatif dalam konseling dan hubungan baik 

    dengan klien.

    2.6. Deskripsi Proses Konseling

    Langkah-langkah yang ditempuh:

    • Menciptakan hubungan kerja dengan klien, konselor melakukan pendekatan

    untuk lebih mendekatkan diri dengan klien demi kelangsungan proses

    konseling.

    • Tahap krisis bagi klien yaitu kesukaran dalam mengemukakan masalahnya

    dan melakukan transferensi.

    • Pengembangan hubungan transferensi klien dengan konselor.

    • Menutup wawancara konseling, cara kita menutup wawancara dapat

    meningkatkan kepercayaan klien terhadap kita selama wawancara.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    14/22

    14

    2.7. Teknik Konseling

    Teori konseling realita memiliki beberapa teknik tersendiri yaitu:

    1. Metapor

    Konselor menggunakan teknik ini seperti senyuman, imej, analogi, dan

    anekdot untuk memberi konseli suatu pesan penting dalam cara yang efektif.

    Konselor juga mendengarkan dan menggunakan metapor yang ditampilkan

    diri konseli.

    2. Hubungan

    Menggunakan hubungan sebagai bagian yang esensial dalam proses

    terapiotik. Hubungan ini harus memperlihatkan upaya menuju perubahan,

    menyenangkan, positif, tidak menilai, dan mendorong kesadaran konseli.

    3. Pertanyaan

    Konselor menekankan evaluasi dalam perilaku total, asesmen harus berasal

    dari konseli sendiri. Konselor tidak mengatakan apa yang harus dilakukan

    konseli, tetapi menggunakan pertanyaan yang terstruktur dengan baik untuk 

    membantu konseli menilai hidupnya dan kemudian merumuskan perilaku-

    perilaku yang perlu dan tidak perlu di ubah.

    4. WDEP & SAMI2C3

    Merupakan akronim dari wants (keinginan), direction (arahan), evaluasi

    (penilaian), dan planing (rencana). Teknik ini digunakan untuk membantu

    konseli menilai keinginan-keinginannya. Perilaku-perilakunya, dan kemudian

    merumuskan rencana-rencana.

    Ada dua strategi konseling realitas, yaitu membangun relasi atau

    lingkungan konseling dari prosedur WDEP , yaitu :

    a. Want (keinginan) : langkah mengeksplorasi keinginan yang sebenarnya dari

    klien ingat pada umumnya manusia membicarakan hal-hal yang tidak 

    diinginkan. Konselor memberikan kesempatan kepada klien untuk 

    rnengeksplorasi tentang keinginan yang sebenarnya dan dengan bertanya

    (mengajukan pertanyaan) bidang-bidang khusus yang relevan dengan

    problem atau konfliknya : misalnya teman, pasangan, pekerjaan, karir,

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    15/22

    15

    kehidupan spiritual, hubungan dengan atasan dan bawahan, dan tentang

    komitmennya untuk memenuhi keinginan itu.

    b.  Doing and Direction(melakukan dengan terarah) : langkah dimana klien

    diharapkan mendeskripsikan perilaku secara menyeluruh berkenaan dengan 4

    komponen perilaku, pikiran, tindakan, perasaan dan fisiologi yang terkait

    dengan hal yang bersifat umum dan hal bersifat khusus. Konselor memberi

    pertanyaan tentang apa yang dipikirkan, dirasakan, dilakukan dan keadaan

    fisik yang dialarni untuk memahami perilaku klien secara menyeluruh dan

    kesadarannya terhadap perilakunya itu.

    c.  Evaluation (Evaluasi): evaluasi diri klien merupakan inti terapi realitas. Klien

    didorong untuk melakukan evaluasi terhadap perilaku yang telah dilakukan

    terkait dengan efektifitasnya dalam memenuhi kebutuhan atau keinginan

    membantu atau bahkan menyulitkan, ketepatan dan kemampuannya, arah dan

    keterarahannya, persepsinya, dan komitmennya dalam memenuhi keinginan

    serta pengaruh terhadap dirinya. Pertanyaan tentang hal- hal yang bersifat

    evaluasi “diri” disampaikan dengan empatik, kepedulian, dan penuh perhatian

    positif.

    d. Planning (rencana) klien membuat rencana tindakan sebagai perilaku total

    dengan bantuan konselor. Dalam membantu klien membuat rencana tindakan,

    konselor mendasarkan pada kriteria tentang rencana yang efektif, yaitu :

    1) Dirumuskan oleh klien sendiri,

    2) Realistis atau dapat dicapai,

    3) Ditindak lanjuti dengan segera,berada di bawah kontrol klien, tidak 

    bergantung pada orang lain tindakan bertanggung jawab.

    SAMI2C3 mempersentasikan elemen-elemen yang memaksimalkan

    keberhasilanya keberhasilan rencana : mudah/ sederhana (simple), dapat

    dicapai (attainable), dapat diukur (measurable), segera (immedate),

    melibatkan tindakan (involving), dapat dikontrol (controled), konsisten

    (consistent), dan menekankan pada komitmen (committed)

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    16/22

    16

    5. Renegosiasi

    Konseli tidak selalu dapat menjalankan rencana perilaku pilihanya. Jika ini

    terjadi, maka konselor mengajak konseli untuk membuat rencana ulang dan

    menemukan pilihan perilaku lain yang lebih mudah.

    6. Intervebsi paradoks

    Terinspirasi oleh Frankl (pendiri konseling Gestalt), Glasser menggunakan

    paradoks untuk mendorong konseli menerima tanggung jawab bagi

    perilakunya sendiri. Intetrvensi paradoksikal ini memiliki dua bentuk rerabel

    atau reframe dan paradoxical pressciption.

    7. Pengembangan ketrampilan

    Konselor perlu membantu konseli mengembangkan ketrampilan untuk 

    memnuhi kebutuhan dan keinginan-keinginannya dalam cara yang

    bertanggung jawab. Koselor dapat mengajar konseli tentang berbagai

    ketrampilan seperti perilaku asertif, berfikir rasional, dan membuat rencana.

    8. Adiksi positif  

    Menurut Glasser, merupakan teknik yang digunakan untuk menurunkan

    berbagai bentuk perilaku negatif dengan cara memberikan kesiapan atau

    kekuatan mental, kreatifitas, energi dan keyakinan. Contoh : mendorong

    olahraga yang teratur, menulis jurnal, bermain musik, yoga, dan meditasi.

    9. Penggunakan kata kerja

    Dimaksudkan untuk membantu jonseli agar mampu mengendalikan hidup

    mereka sendiri dan membuat pilihan perilaku total yang positif. Daripada

    mendeskripsikan koseli dengan kata-kata: marah, depresi, fobia, atau cemas

    konselor perlu menggunakan kata memarahi, mendepresikan, memfobiakan,

    atau mencemaskan. Ini mengimplikasikan bahwa emosi-emosi tersebut bukan

    merupakan keadaan yang mati tetapi bentuk tindakan yang dapat diubah.

    10. Konsekuensi natural

    Konselor harus memiliki keyakinan bvahwa konseli dapat bertanggung jawab

    dan karena itu dapat menerima konsekuensi dari perilakunya. Koselor tidak 

    perlu menerima permintaan maaf ketika konseli membuat kesalahan, tetapi

     juga tidak memberikan sangsi. Alih-alih koselor lebih memusatkan pada

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    17/22

    17

    perilaku salah atau perilaku lain yang bisa membuat perbedaan sehingga

    konseli tidak perlu mengalami kosekuensi negatif dari perilakunya yang tidak 

    bertanggung jawab.

    2.8. Kelemahan Dan Kelebihan

    Kelemahan:

    1. Teori ini mengabaikan tentang intelegensi manusia, perbedaan individu dan

    factor genetic lain.

    2. Dalam konseling kurang menekankan hubungan baik antara konselor dan

    konseli, hanya sekedarnya.

    3. Pemberian reinforcement jika tidak tepat dapat mengakibatkan kecanduan

    atau ketergantungan.

    Kelebihan:

    1. Asumsi mengenai tingkah laku merupakan hasil belajar.

    2. Asumsi mengenai kepribadian dipengaruhi oleh lingkungan dan kematangan.

    3. Konseling bertujuan untuk mempelajari tingkah laku baru sebagai upaya

    untuk memperbaiki tingkah laku malasuai.

    2.9. Contoh Penerapan Kasus

    Ilustrasi Kasus

    Amir siswa kelas 7 SMP, dia sangat tidak disiplin sehingga dia mengalami

    hambatan dalam menjalankan kewajibannya sebagai siswa disekolah. Hal ini tentu

    akan berakibat pada proses belajar mengajar dan prestasi belajar Amir disekolah.

    Bimbingan bagi Amir ini sangat diperlukan untuk membantu menyelesaikan

    permasalahan dan agar membuat Amir dapat mengikuti proses belajar mengajar

    secara baik.

    Dalam hal ini, Amir diberikan bantuan dengan konseling realita dengan

    menggunakan prosedur WDEP. Amir diingatkan kembali pada keinginan-

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    18/22

    18

    keinginannya, tujuannya, kemudian memberikan arahan-arahan merumuskan

    rencana baru dan konselor memberikan pengawasan terhadap perilakunya.

     \ 

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    19/22

    19

    BAB III

    PENUTUP

    3.1. Kesimpulan

    Terapi realitas adalah suatu sistem yang difokuskan pada tingkah laku

    sekarang. Terapis berfungsi sebagai guru dan model serta mengonfrontasikan

    klien dengan cara-cara yang bisa membantu klien menghadapi kenyataan dan

    memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tanpa merugikan dirinya sendiri ataupun

    orang lain. Tujuan terapi ini ialah membantu seseorang untuk mencapai otonomi.

    Teori konseling yang rasional cenderung bersifat ekletif, artinya

    cenderung untuk menerima berbagai macam tekhnik. Pilihan tekhnik tersebut

    biasanya berdasarkan akal sehat atau pengalaman konselor atau psikoterapi.

    3.2. Saran

    Bertanggung jawab merupakan usaha belajar memenuhi kebutuhan kita

    dalam realita hidup, yang menghadapkan kita pada norma-norma realitas,

    adat istiadat sosial, nilai-nilai kehidupan, serta pembatasan gerak-gerik yang lain.

    Oleh karena itu kita harus menunjukkan tingkah laku yang tepat dan menghindari

    tingkah laku yang salah. Tugas kita sebagai seorang konselor membantu dalam

    proses konseling untuk menilai tingkah laku klien dari sudut bertindak secara

    bertanggung jawab. Dengan demikian, proses konseling akan menjadi

    pengalaman belajar menilai diri sendiri dan menggantikan tingkah laku yang

    keliru dengan tingkah laku yang tepat.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    20/22

    20

    DAFTAR PUSTAKA

    Kurnanto, M.Edi. 2013. Konseling Kelompok . Bandung: Alfabeta.

    Fauzan, Lutfi. 1994. Pendekatan-pendekatan Konseling Individual. Malang:

    Elang Mas

    Feist, Jess dan Gregory J. Feist. 2008. Theories of Personality. Yogyakarta:

    Pustaka belajar.

    Corey,Gerald. 2009. Theory and Practice of Counseling and Psychotherapy.

    Belmont,CA:Brooks/Cole

    https://srisugiarti05.wordpress.com/2014/05/08/konseling-realita. Diakses pada

    tanggal 15 September 2015.

    https://binham.wordpress.com/2012/06/22/pendekatan-realitas. Diakses pada

    tanggal 15 September 2015.

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    21/22

    21

    LAMPIRAN

  • 8/16/2019 PENDEKATAN RELITAS

    22/22

    22