penatalaksanaan kad&protokol karin
DESCRIPTION
Dibuat ketika saya meresume berbagai sumber untuk pedoman sebelum dinas di RS..TRANSCRIPT
Prinsip Penatalaksanaan KAD
Tindakan terapeutik diarahkan terutama pada salah satu dari ketiga gangguan fisiologi: hiperosmolalitas yang
disebabkan oleh hiperglikemia, ketoasidosis, dan penurunan volume.
1. Volume: Penggantian Garam dan Air
Ancaman terhadap hidup yang paling mendesak yaitu terjadinya penurunan volume (cairan). Pada pasien
yang sudah dehidrasi berat dan mendekati syok perlu dipasang IV line untuk memberikan normal salin 0.9 %
untuk mengalirkan cairan ke area jantung dan ginjal. Hal ini bertujuan untuk memulihakan kehilangan cairan
eskstraseluler dengan segera. Pasien dengan fungsi jantung normal dapat diberikan 1 liter pada satu jam
pertama untuk menggantikan sepertiga dari kehilangan cairan ekstraseluler. Penggantian cairan harus terus
dilakukan sebanyak 1 liter/ jam hingga frekuensi jantung, tekanan darah, dan aliran urin menunjukkan bahwa
penurunan volume cairan telah teratasi. Dapat juga diberikan larutan hipotonik seperti normal salin 0.45 %
dengan kecepatan 150-250 ml/jam setelah volume intravaskuler pulih, atau jika kadar natrium serum lebih
tinggi dari 155 mg/dl. Plasma ekspander lain seperti albumin dan konsentrat plasma mungkin diperlukan jika
tekanan darah dan tanda-tanda klinis kolaps vaskuler tidak bereespon sesuai terhadap pemberian normal salin
saja.
Pemberian normal salin dengan cepat pada pasien ketoasidosis diabetik dapat menimbulkan komplikasi.
Pengenceran yang cepat dari protein plasma selama pemberian salin akan menurunkan tekanan onkotik
(osmotik) plasma. Penurunan tekanan onkotik akan menyebabkan kebocoran cairan keluar spasium vascular
melalui dinding kapiler dan dapat mempengaruhi terjadinya edema pulmonal atau edema serebral pada
sebagian pasien selama terapi, terutama pasien anak dan lansia. Oleh karena itu, pasien harus terus dipantau
selama 24-36 jam pertama terhadap tanda-tanda edema pulmonal: batuk memburuk, sputum banyak, dispnea,
sianosis, dan rales, dan gagal bangun dari stupor atau koma, yang dapat menunjukkan adaanya edema serebral.
2. Insulin
Defisit primer pada ketoasidosi ialah defisiensi insulin sehingga insulin merupakan komponen penting
dalam keberhasilan terapi. Efek metabolic insulin yang penting pada pengobatan ketoasidosi, yaitu pertama
insulin dengan cepat menghentikan suplai asam-asam lemak bebas yang berasal dari jaringan adipose,
dengan demikian membatasi pembentukan keton dari sumbernya. Hal kedua yaitu, insulin secara langsung
menghambat glukoneogenesis hepatic, mencegah tambahan glukosa lebih jauh yang sebelumnya sudah
sangat berlebihan dalam cairan ekstraseluler. Secara simultan, ketogenesis hepatik lebih jauh berkurang,
yang menjamin pemulihan pasti dari ketoasidosis itu sendiri. Ketiga, insulin memulihkan sintesi protein
selular. Meskipun efek ini terjadi lebih lambat, tetapi selanjutnya hal ini akan mempermudah pemulihan
simpanan kalium, magnesium, fosfat di dalam jaringan. Insulin menyebabkan peningkatan ambilan
glukosa jaringan yang relatif terbatas selama terapi ketoasidosis. Hal ini merupakan efek antikatabolik
primer dari insulin, penurunan aliran masuk glukosa da keton, yang penting pada bagian awal terapi akan
menjadi lebih penting pada fase akhir terapi ketoasidosis.
3. Penggantian kalium dan Fosfat
Semua pasien ketoasidosis mengalami defisiensi pada simpanan kalium tubuh total sampai batas tertentu.
Pemberian terapi K+ intavena dalam kadaan hiperkalemia yang tidak dikenali dan mekanisme ginjal yang
tidak memadai untuk menangani kelebihan kalium dapat mengakibatkan hal fatal. Jika kadar awal kalium
rendah, umumnya K+ intraavena segera diberikan. Hal ini terutama penting karena baik insulin maupun
salin dapat diprediksi untuk mendorong K+ menjadi lebih rendah lagi, kemungkinan sampai pada tingkat
yang membahayakan dimana terjadi paralisis otot skeletal an henti jantung. Jika kadar kalium awal normal
atau tinggi, maka pemberian K+ intravena biasanya ditunda ssampaai jelas bahwa kdar kalium mulai
menurun dan bahwa aliraan urin mulai stabil. Kalium biasanya diberikan pada konsentrasi 20-40 mEq/L,
tergantung paada kalium plasma.
Kadar fosfat umumnya juga turun selama terapi, mencetuskan setiap kecenderungaan sel-sel darah
merah untuk mengikat oksigen lebih ketat. Oleh karena itu, banyak pasien mendapat fosfat di tengah-tengah
dan akhir fase terapi, biasanya ditambah dengan penggantian K+, dalam bentuk garam kalium fosfat yang
ditambahakan ke daam infus intravena. Pasien yang mendapat terapi fosfat secara intavena harus diawasi
ketat terhadap tanda-tanda tetani: kesemutan di sekitar mulut atau tangan, peka rangsang neuromuscular,
spasme karpopedal, atau bahkan kejang. Tetani dapat terjadi karena fosfat akan menurunkan kaddar
kalsium yang bersirkulasi.
Protokol
Pemberian Insulin
• Dosis insulin rendah dapat menurunkan risiko terjadinya hipoglikemia dan hipokalemia karena
penurunan glukosa dan kalium lebih berat dapat diperkirakan.
• Pemberian insulin lebih baik diberikan melalui infus intravena dibanding melalui bolus intravena
atau subkutan. Pemberian insulin intramuskular merupakan alternatif jika tidak dapat melalui
intravena.
• Pemberian insulin melalui intravena pada pasien ketoasidosis untuk meminimalkan trauma karena
penyuntikan berulang
• Gunakan hanya insulin regular dalam infusan insulin intravena, karena insulin ini kurang antigenic
disbanding insulin hewan
• Jika kadar glukosa darah mencapai 250 mg/dl, cairan infus harus diganti dengan cairan yang
mengandung glukosa.
• Perubahan gula darah dan status klinis mengindikasikan adanya respons positif terhadap terapi
insulin dan penggantian cairan. Namun, jika kadar gula darah tidak turun, tekanan darah dan
haluaran urin tidak distabilkan, maka terapi insulin dan/ atau terapi penggantian cairan yang
diberikan tidak adekuat.
Ketoasidosis Diabetik: Dewasa
Tampilan Klinis
hiperglikemi
Evaluasi nilai lab
Tanda-Grjala Ketoasidosi Diabetik
Gejala: poliuria, polidisia, BB turun, kelemahan
Tanda : Dehidrasi (mukosa kering, kulit kering dan turgor buruk, mata
cekung; takikardi and hipotensi [ tanda menunjukkan 10 % dehidrasi] );
pernapasan kussmaul; nafas berbau buah; somnolen.
Kaji tanda-gejala infeksi
Nilai lab serum:
• Glukosa : 300-800
• Ketone: Tinggi
• Osmolaritas: 300-350
• pH: < 7.3
• Anion gap: > 12
Nilai lab serum:
• Glukosa: 600-2000
• Ketone: negative to small
• Osmolaritas: >350
• pH: < 7.3
• Anion gap: < 12
Lanjutkan penanganan Ketoasidosis diabetik
Resusitasi cairan Manajemen glukosa serum Koreksi serum elektrolit Koreksi factor pencetus
• Tujuan: volume normal
• 1-2 jam pertama: 0.9% NS
1000 ml/jam
• Maintenance: 0.9% NS
250-400 ml/jam
Regular Insulin (IV) bolus: 0.3
U/kg or 10 U IV push
(optional)
Followed by
Continuous IV regular insulin
drip at 0.1 U/kg/hr (6-10 U/hr)
Monitor serum:
- Glukosa: setiap 1-2 jam
- Aceton: tiap 4 jam
- Arterial pH: tiap 412jam
(Glukosa darah akan turun
10 %/jam)
Jika glukosa ≤ 250, awali dengan 5%
dextrose/0.45% NS solution
(lihat perbaikan glukosa)
Jika
Glucosa= 100-250 dengan ketone of
cerjumlah cukup-banyak, pertimbangkan
pemberian 10% dextrose
Pasien tidak stabil:
- Pertimbangkan
kateter arteri
pulmonal /CVP
- Jika sirkulasi kolaps,
beri plasma
ekspander
Pasien stabil :
Lanjutkan terapi
Glucose: > 300
Keton:
Moderate to
large
pH: < 7.30
Lanjutkan terapi
Evaluasi elektrolit serum:
K+ = tiap 1-2 jam
Na+ Cl = tiap 4 jam
PO4 = tiap 12-24 jam
12-lead ECG: Pemantauan kardiak berkala; terapi
fosfat jika hipofosfatemia; sodium atau potassium
phosphate at ≤ 10mmol/hr
Hati-hati menggunakan bokarbonat untuk koreksi
asidosis yang berat
Penggantian K+: awali dengan scond liter of cairan
IV
Penggantian/tingkatan:
3.5 40mEq
3.5-5.5 20mEq
> 5.5 Hold replacement
Glukosa: 200-300
Keton: Negatif sampai sedang
pH: 7.30-7.45
Awali dengan cairan diet yang jernih tingkatkan
sesuai toleransi
Awali dengan SQ insulin 30-60 menit sebelum DC
insulin intravena
Maintenance: insulin regular tiap 6 jam atau NPH
dengan suplemen insulin reguler SQ
Dapus: Kidd, Sturt, and Fultz. (2000).
Emergency Nursing Reference. (2th
ed) St.
Louis, Missouri: Mosby, Inc.
Lanjutkan penanganan Ketoasidosis diabetik