paper anosmia

26
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Anosmia adalah hilangnya kemampuan menghidu. Pada mukosa ruang hidung yang edematous karena flu atau infeksi apapun, penghiduan akan terganggu. Jika mukosa ruang hidung menjadi atrofik, maka daya penghidu dapat hilang untuk seterusnya. Anosmia hampir selalu mengganggu daya pengecap, sari makanan tidak dapat dinikmati sebagaimana sebenarnya. 1,2,3,4 Insiden gangguan penghidu di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1,4% dari penduduk.2 Di Austria, Switzerland, dan Jerman sekitar 80.000 penduduk pertahun berobat ke bagian THT dengan keluhan gangguan penghidu.4 Penyebab tersering gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal dan infeksi saluran nafas atas. 2 Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap fungsi penghidu adalah usia. Kemampuan menghidu akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Ada banyak teori yang menerangkan penyebab gangguan penghidu pada orang tua, diantaranya terjadi perubahan anatomi pengurangan area olfaktorius, pengurangan jumlah sel mitral pada bulbus 1

Upload: fitri-nst

Post on 07-Dec-2015

252 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

Anosmia

TRANSCRIPT

Page 1: Paper Anosmia

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Anosmia adalah hilangnya kemampuan menghidu. Pada mukosa ruang

hidung yang edematous karena flu atau infeksi apapun, penghiduan akan

terganggu. Jika mukosa ruang hidung menjadi atrofik, maka daya penghidu dapat

hilang untuk seterusnya. Anosmia hampir selalu mengganggu daya pengecap, sari

makanan tidak dapat dinikmati sebagaimana sebenarnya.1,2,3,4

Insiden gangguan penghidu di Amerika Serikat diperkirakan sebesar 1,4%

dari penduduk.2 Di Austria, Switzerland, dan Jerman sekitar 80.000 penduduk

pertahun berobat ke bagian THT dengan keluhan gangguan penghidu.4 Penyebab

tersering gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal dan infeksi

saluran nafas atas.2

Faktor lain yang juga berpengaruh terhadap fungsi penghidu adalah usia.

Kemampuan menghidu akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia. Ada

banyak teori yang menerangkan penyebab gangguan penghidu pada orang tua,

diantaranya terjadi perubahan anatomi pengurangan area olfaktorius, pengurangan

jumlah sel mitral pada bulbus olfaktorius, penurunan aktivasi dari korteks

olfaktorius.2,10 Gangguan penghidu pada usia lebih dari 80 tahun sebesar 65%.23

Penelitian lain mendapatkan gangguan penghidu pada usia lebih dari 50 tahun

sebesar 24%.22 Doty2 menyatakan terdapatnya penurunan penghidu yang

signifikan pada usia lebih dari 65 tahun.2

Anamnesis sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis

gangguan penghidu. Pada anamnesis ditanyakan riwayat trauma kepala, penyakit

sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas, riwayat penyakit sistemik, riwayat

penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok, dan semua faktor yang bisa

menyebabkan gangguan penghidu. 1,2,3

1

Page 2: Paper Anosmia

BAB IIANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1. ANATOMI HIDUNG

Rangka tulang hidung terdiri dari tulang-tulang nasal,bagian maksila dan

tulang rawan. Sepertiga atas rangka tersebut terdiri dari tulang hidung , yang

membentuk persendian dengan maksila dan tulang frontal. Dua pertiga bagian

bawah terdiri dari tulang rawan. 5,6,7,8,9

Gambar1 : Hidung bagian luar

Hidung luar

Hidung luar berbentuk pyramid dengan bagian-bagiannya dari atas

kebawah

1. Pangkal hidung (bridge)

2. Batang hidung (dorsum nasi)

3. Puncak hidung (tip)

4. Alanasi (kolumela)

5. Lubang hidung (nares anterior)

2

Page 3: Paper Anosmia

Kerangka tulang terdiri dari :

1. Tulang hidung (os nasal).

2. Prosesus frontalis os maksila.

3. Dan prosesus nasalis os frontalis.

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari :

Beberapa pasang tulang yang terletak di bagian bawah hidung, yaitu :

1. Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

2. Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga kartilago ala

mayor

3. Tepi anterior kartilago septum 5,6,7,8,9

Bagian dalam hidung

Berbentuk terowongan dari depan kebelakang dipisahkan oleh septum nasi

kanan dan kiri.Pintu atau lubang masuk kavum nasi bagian depan disebut nares

anterior dan lubang belakang disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring. Tiap kavum nasi mempunyai 4

buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.

Dinding medial hidung ialah septum nasi.Septum dibentuk oleh tulang dan

tulang rawan.Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan

periosteum pada tulang.

Bagian tulang terdiri atas :

1. lamina perpendilularis os etmoid,

2. vomer.

3. krista nasalis os maksila.

4. krista nasalis os palatine.

3

Page 4: Paper Anosmia

Bagian tulang rawan terdiri atas :

1. kartilago septum (lamina kuadrangularis).

2. kolumela.

Dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar danletaknya paling

bawahialahkonka inferior, kemudian yang lebih kecilialahkonka media, lebih

kecil lagi ialah konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konkasuprema.

Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat

padaosmaksiladanlabirinetmoid.Diantarakonka-konkadandinding lateral

hidungterdapatronggasempit yang dinamakandengan meatus. Tergantung dari

letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior.

Dinding superior atau ataphidungterdiridarikartilagolateralis superior dan

inferior, osnasi, prosesusfrontalisosmaksila, korpusetmoiddankorpus

sphenoid.Sebagianbesarataphidungdibentukoleh lamina kribrosa yang dilalui

filament n. olfaktorius yang berasaldaripermukaanbawahbulbusolfaktoriusberjalan

menuju bagianteratas septum nasidanpermukaankonka superior.5,6,7,8,9

Pendarahan dan persyarafan rongga hidung

Bagianatasronggahidungmendapatperdarahandari a. etmoid anterior dan

posterior yang

merupakancabangdarioftalmikadaria.karotisinterna.Bagianbawahronggahidung

mendapat perdarahandaricabanga.maksilarisinterna, diantaranyaialah ujung

palatina mayor dana.sfenopalatina yang keluardari foramen sfenopalatina bersama

sfenopalatinadanmemasukironggahidungdibelakangujung posterior konka media.

Bagiandepanhidungmendapatperdarahandari cabang –cabang fasialis.

Padabagian depan septum terdapat stomosedaricabang-cabanga.sfenopalatin,

a.etmoid anterior, a.labialis superior dana.palatina mayor, yang

disebutpleksusKiesselbach (Little’s area). PleksusKiesselbachletaknya superficial

danmudahcederaoleh trauma, sehinggaseringmenjadiepistaksis

(perdarahanhidung) terutamapadaanak.

4

Page 5: Paper Anosmia

Gambar 2 : Vaskularisasi hidung

Alat pencium terdapat dalam rongga hidung dari ujung saraf otak nervus

olfaktorius.Serabut saraf ini timbul pada bagian atas selaput lendir hidung yaitu

area olfaktoria.N. olfaktorius dilapisi oleh sel-sel yg sangat khusus yg

mengeluarkan fibril-fibril yang halus, terjalin dgn serabut-serabut dari bulbus

olfaktorius.N.olfaktorius terletak pada os ethmoidalis.5,6,7,8,9

Gambar 3: Persyarafan hidung

Konka nasalis merupakan lipatan selaput lendir hidung.Pada bagian atas

terdapat n. olfaktorius.Terdiri dari :Konka nasalis superior, konka nasalis media,

konka nasalis inferior .Disekitar rongga hidung terdapat rongga-rongga sinus

paranasalis, terdiri dari :Sinus maksilaris , sinus sfenoidalis, sinus frontalis.Sinus-

5

Page 6: Paper Anosmia

sinus ini juga dilapisi selaput lendir seperti hidung, sehingga bila terjadi

peradangan maka cairan lendir tidak bisa keluar akibatnya sinusitis. 5,6,7,8,9

2.2FISIOLOGI HIDUNG

Fungsi fisiologi hidung dan sinus paranasal adalah :

1. Fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara (air conditioning), penyaring

udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan dan mekanisme

imunologi lokal.

2. Fungsi penghidu, karena terdapatnya mukosa olfaktorius (penciuman) dan

reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu.

3. Fungsi fonetik yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara

dan mencegah hantaran suara sendiri melalui konduksi tulang.

4. Fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan beban kepala, proteksi

terhadap trauma dan pelindung panas.

5. Refleks nasal.

Di dalam rongga hidung terdapat selaput lendir yang mengandung sel- sel

pembau. Pada sel-sel pembau terdapat ujung-ujung saraf pembau atau saraf

kranial (nervus alfaktorius), yang selanjutnya akan bergabung membentuk

serabut-serabut saraf pembau untuk menjalin dengan serabut-serabut otak (bulbus

olfaktorius). Zat-zat kimia tertentu berupa gas atau uap masuk bersama udara

inspirasi mencapai reseptor pembau. Zat ini dapat larut dalam lendir hidung,

sehingga terjadi pengikatan zat dengan protein membran pada dendrit.Kemudian

timbul impuls yang menjalar ke akson-akson.Beribu-ribu akson bergabung

menjadi suatu bundel yang disebut saraf I otak (olfaktori).Saraf otak ke I ini

menembus lamina cribosa tulang ethmoid masuk ke rongga hidung kemudian

bersinaps dengan neuron-neuron tractus olfactorius dan impuls dijalarkan ke

daerah pembau primer pada korteks otak untuk diinterpretasikan.5,6,7,8,9ak ke I ini

menembus lamina cribosa tula

6

Page 7: Paper Anosmia

ng et hai

Gambar 4 : Fisiologi hidung

7

Page 8: Paper Anosmia

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. DEFINISI

Anosmia berasal dari bahasa Yunani yaitu ” an ” yang berarti tidak dan

”osmia” yang berarti pembauan. Anosmia itu sendiri adalah hilangnya

kemampuan menghidu. Pada mukosa ruang hidung yang edematous karena flu

atau infeksi apapun, penghiduan akan terganggu. Jika mukosa ruang hidung

menjadi atrofik, maka daya penghidu dapat hilang untuk seterusnya.1,2,3,4,10,11,12

3.2 KLASIFIKASI

A. Transport olfaktory loss

Hal ini dapat disebabkan oleh pembengkakan membran mukopsa nasal

pada infeksi virus saluran nafas atas, rinitis bakteri dan sinusitis, rinitis

alergi dan perubahan struktural pada rongga hidung (seperti deviasi

septum hidung, polip, dan neoplasma). Dapat juga disebabkan oleh

abnormalitas dari sekresi mukus yang dapat mengakibatkan terbenamnya

silia olfaktori hingga hilangnya sensitifitas olfaktorius.

B. Sensory olfaktory loss

Disebabkan oleh kerusakan neuroepitelium dari olfaktori yang dapat

disebabkan oleh infeksi virus, neoplasma, inhalasi bahan-bahan toksik,

obat-obat yang mempengaruhi pergantian sel, dan terapi radiasi pada

kepala.

C. Neural olfaktory loss

Ada beberapa yang mengakibatkan neural olfaktorius seperti trauma

kapitis dengan atau tanpa fraktur fosa kranial anterior atau area

kribiformis, parkinsons, Alzheimer, Korsakoff psikosis, defisiensi vit.

B12, neoplasma pada fosa kranial anterior, dan beberapa kelainan

kongenital seperti syndrom kallman.14

8

Page 9: Paper Anosmia

3.3 ETIOLOGI

Penyebab gangguan penghidu dapat diklasifikasikan menjadi 3, yaitu :

1. Gangguan transpor odoran

2. Gangguan sensoris

3. Dan gangguan saraf

Penyakit yang sering menyebabkan gangguan penghidu adalah trauma kepala,

infeksi saluran nafas atas, dan penyakit sinonasal.

A. Trauma kepala

Trauma kepala dapat menyebabkan kehilangan sebagian atau seluruh

fungsi penghidu.Hal ini disebabkan kerusakan pada epitel olfaktorius dan

gangguan aliran udara dihidung.Adanya trauma menyebabkan hematom

pada mukosa hidung, atau luka pada epitel olfaktprius.Kerusakan dapat

terjadi pada serat saraf olfaktorius, bulbus olfaktorius dan kerusakn otak di

regoi frontal, orbitofrontal, dan temporal.Prevalensi gangguan penghidu

yang disebabkan trauma kepala terjadi ± 15-30% dari kasus gangguan

penghidu.

B. Infeksi saluran nafas atas

Infeksi saluran nafas atas yang sering menyebabkan gangguan penghidu yaitu common cold.Kemungkinan mekanismenya adalah kerusakan langsung pada epitel olfaktorius atau jalur sentral karena virus itu sendiri yang dapat merusak sel reseptor olfaktorius.Prevalensi gangguan penghidu yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas ± 11-40% dari kasus gangguan penghidu.Gangguan penghidu yang disebabkan oleh infeksi saluran nafas atas tidak seberat gangguan penghidu yang disebabkan trauma kepala.

C. Penyakit sinonasal

Gangguan penghidu pada penyakit sinonasal seperti rinosinusitis kronik atau rhinitis alergi disebabkan inflamasi dari saluran nafas yang

9

Page 10: Paper Anosmia

menyebabkan berkurangnya aliran udara dan odoran yang sampai ke mukosa olfaktorius.Gangguan penghidu pada rinosinusitis kronik dan rhinitis alergi dapat berupa gangguan konduktif atau saraf.Perubahan pada aliran udara di celah olfaktorius yang disebabkan rinosinusitis kronik yaitu edem atau adanya polip yang menyebabkan gangguan konduksi.

D. Penyakit lain yang menyebabkan gangguan penghidu adalah penyakit endokrin (hipertiroid, diabetes mellitus, gagal ginjal, penyakit liver), kallmann syndrome, penyakit degenerative (Alzheimer, Parkinson, multiple sclerosis), pasca laringektomy, paparan terhadap zat kimia toksik, peminum alcohol, schizophrenia, tumor intranasal atau intracranial.

3.2. GEJALA DAN TANDA KLINIS

Tanda yang jelas dari anosmia adalah hilangnya penciuman. Beberapa

orang dengan anosmia melihat perubahan dalam cara hal-hal berbau. Misalnya,

hal-hal yang akrab mulai kekurangan bau. 13

3.3. DIAGNOSIS

A. Anamnesis sangat diperlukan untuk membantu menegakkan diagnosis

gangguan penghidu. Pada anamnesis ditanyakan riwayat trauma kepala,

penyakit sinonasal, dan infeksi saluran nafas atas, riwayat penyakit

sistemik, riwayat penyakit neurodegeneratif, kebiasaan merokok, dan

semua faktor yang bisa menyebabkan gangguan penghidu.

B. Pemeriksaan fisik THT meliputi pemeriksaan hidung dengan rinoskopi

anterior, posterior dan nasoendoskopi untuk menilai ada atau tidaknya

sumbatan di hidung, seperti inflamasi, polip, hipertrofi konka, septum

deviasi, penebalan mukosa, dan massa tumor akan mempengaruhi proses

transport odoran ke area olfaktorius.

C. Pemeriksaan pencitraan. Pemeriksaan ini bertujuan untuk menyingkirkan

kelainan intrakranial dan evaluasi kondisi anatomis dari

hidung..Pemeriksaan foto polos kepala tidak banyak memberikan data

tentang kelainan ini. Pemeriksaan tomografi komputer merupakan

10

Page 11: Paper Anosmia

pemeriksaan yang paling berguna untuk memperlihatkan adanya massa,

penebalan mukosa atau adanya sumbatan pada celah olfaktorius.

Pemeriksaan Magnetic Resonance Imaging (MRI) kepala dapat dilakukan

untuk mengidentifikasi penyebab lainnya.

D. Pemeriksaan kemosensoris penghidu. Pemeriksaan kemosensoris penghidu

yaitu pemeriksaan dengan menggunakan odoran tertentu untuk

merangsang sistem penghidu. Ada beberapa jenis pemeriksaan ini,

diantaranya tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell Identification),

Tes The Connectitut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC),

Tes “Sniffin Sticks”, Tes Odor Stick Identification Test for Japanese

(OSIT-J).

1. Tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell Identification).

Test ini berkembang di Amerika, pada tes ini terdapat 4 buku yang masing-

masing berisi 10 odoran.2 Pemeriksaan dilakukan dengan menghidu buku uji,

dimana didalamnya terkandung 10-50Å odoran. Hasilnya pemeriksaan akan

dibagi menjadi 6 kategori yaitu normosmia, mikrosmia ringan, mikrosmia

sedang, mikrosmia berat, anosmia, dan malingering.

Gambar 5. Alat test UPSIT

11

Page 12: Paper Anosmia

2. Tes The Connectitut Chemosensory Clinical Research Center (CCCRC).

Test ini dapat mendeteksi ambang penghidu, identifikasi odoran, dan evaluasi

nervus trigeminal. Untuk ambang penghidu digunakan larutan butanol 4% dan

diencerkan dengan aqua steril dengan perbandingan 1:3, sehingga didapat 8

pengenceran pada 8 tempat yang berbeda. Tempat untuk butanol 4% diberi

nomor 0, dilanjutkan dengan pengenceran diberi sampai nomor 8. Dalam

melakukan test dimulai dari nomor 8, nomor 7 dan seterusnya sampai nomor 0.

Untuk menghindari bias pasien disuruh menentukan mana yang berisi odoran

tanpa perlu mengidentifikasikannya. Ambang penghidu didapat bila jawaban

betul 5 kali berturut-turut tanpa kesalahan.Pemeriksaan dikerjakan bergantian

pada hidung kiri dan kanan, dengan menutup hidung kiri bila memeriksa

hidung kanan atau sebaliknya.

Tes kedua yaitu identifikasi penghidu, dengan menggunakan odoran kopi,

coklat, vanila, bedak talk, sabun, oregano, dan napthalene.Nilai ambang dan

identifikasi dikalkulasikan dan dinilai sesuai skor CCCRC.

Gambar 6.Alat tes CCCRC.

12

Page 13: Paper Anosmia

3. Tes “Sniffin Sticks”.

Tes Sniffin Sticks adalah tes untuk menilai kemosensoris dari penghidu dengan

alat yang berupa pena. Tes ini dipelopori working group olfaction and

gustation di Jerman dan pertama kali diperkenalkan oleh Hummel28 dan

kawan-kawan.Tes ini sudah digunakan pada lebih dari 100 penelitian yang

telah dipublikasikan, juga dipakai di banyak praktek pribadi dokter di Eropa.

Panjang pena sekitar 14 cm dengan diameter 1,3 cm yang berisi 4 ml odoran

dalam bentuk tampon dengan pelarutnya propylene glycol.7 Alat pemeriksaan

terdiri dari tutup mata dan sarung tangan yang bebas dari odoran.

Gambar 7.Alat tes “Sniffin Sticks

Pengujian dilakukan dengan membuka tutup pena selama 3 detik dan pena

diletakkan 2 cm di depan hidung, tergantung yang diuji hidung sebelah kiri atau

sebelah kanan .Pemeriksaan dilakukan dengan menutup mata subyek untuk

menghindari identifikasi visual dari odoran.

13

Page 14: Paper Anosmia

Gambar 8.Cara melakukan test “Sniffin sticks”.

Dari Tes ini dapat diketahui tiga komponen, yaitu ambang penghidu

(Treshold/T), diskriminasi penghidu (Discrimination/D), dan identifikasi

penghidu (Identification/I).29 Untuk ambang penghidu (T) digunakan n-butanol

sebagai odoran. Tes ini menggunakan triple forced choice paradigma yaitu

metode bertingkat tunggal dengan 3 pilihan jawaban. Pengujian dilakukan dengan

pengenceran n-butanol, dimulai dengan 4% n-butanol, dan dilanjutkan menjadi 16

serial pengenceran dengan perbandingan 1:2 dengan pelarut aqua deionisasi. Tes

dilakukan dengan menggunakan 3 buah pena dalam urutan acak, 2 pena

berisilarutan dan 1 pena berisi odoran. Pemeriksaan dilakukan dalam waktu 20

detik.Skor yang diberikan untuk ambang penghidu adalah 0 sampai 16.

Untuk diskriminasi penghidu (D), dilakukan dengan menggunakan 3 pena secara

acak dimana 2 pena berisi odoran yang sama dan pena ke-3 berisi odoran yang

berbeda. Pasien disuruh menentukan mana odoran yang berbeda dari 3 pena

tersebut. Pemeriksaan 3 serangkai pena ini dilakukan 20-30 detik. Skor untuk

diskriminasi penghidu adalah 0 sampai 16.

Untuk identifikasi penghidu (I), tes dilakukan dengan menggunakan 16

odoran yang berbeda, yaitu jeruk, anis (adas manis), shoe leather (kulit sepatu),

peppermint, pisang, lemon, liquorice (akar manis), cloves (cengkeh), cinnamon

(kayu manis), turpentine (minyak tusam), bawang putih, kopi, apel, nanas, mawar

14

Page 15: Paper Anosmia

dan ikan. Untuk satu odoran yang betul diberi skor 1, jadi nilai skor untuk tes

identifikasi penghidu antara 0-16. Interval antara pengujian minimal 30 detik

untuk proses desensitisasi dari nervus olfaktorius.

Untuk menganalisa fungsi penghidu seseorang digunakan skor TDI

( Treshold/ Discrimination/ Identification ). Hasil dari ketiga subtes “Sniffin

Sticks” dinilai dengan menjumlahkan nilai T-D-I. Dengan rentangan skor 1-48,

bila skor ≤15 dikategorikan anosmia, 16-29 dikategorikan hiposmia,

dan ≥30 dikategorikan normosmia.30 Tes ini menggambarkan tingkat dari

gangguan penghidu, tapi tidak menerangkan letak anatomi dari kelainan yang

terjadi.

Odoran yang terdapat dalam tes “Sniffin Sticks” adalah odoran yang

familiar untuk negara eropa, tapi kurang familiar dengan negara lain. Hal ini dapat

diatasi dengan memberikan istilah lain yang familiar untuk odoran tersebut.32

menurut Shu33 tes “Sniffin Sticks” dapat digunakan pada penduduk Asia.

4. Tes Odor Stick Identification Test for Japanese (OSIT-J).

OSIT-J terdiri dari 13 bau yang berbeda tapi familiar dengan populasi Jepang

yaitu condessed milk, gas memasak, kari, hinoki, tinta, jeruk Jepang, menthol,

parfum, putrid smell, roasted garlic, bunga ros, kedelai fermentasi dan kayu.

Odoran berbentuk krim dalam wadah lipstik.Pemeriksaan dilakukan dengan

mengoleskan odoran pada kertas parafin dengan diameter 2 cm, untuk tiap

odoran diberi 4 pilihan jawaban.Hasil akhir ditentukan dengan skor OSIT-J.

E. Pemeriksaan elektrofisiologis fungsi penghidu. Pemeriksaan ini terdiri dari

Olfactory Event-Related Potentials (ERPs), dan Elektro-Olfaktogram

(EOG).

1. Olfactory Event - Related Potentials (ERPs). ERPs adalah salah satu

pemeriksaan fungsi penghidu dengan memberikan rangsangan odoran

intranasal, dan dideteksi perubahan pada elektroencephalogram (EEG).

Rangsangan odoran untuk memperoleh kemosensori ERPs harus dengan

konsentrasi dan durasi rangsangan yang tepat. Waktu rangsangan yang

15

Page 16: Paper Anosmia

diberikan antara 1-20 mili detik. Jenis zat yang digunakan adalah vanilin,

phenylethyl alkohol, dan H2S.

2. Elektro-Olfaktogram (EOG).

Pemeriksaan ini dilakukan dengan menempatkan elektroda pada permukaan

epitel penghidu dengan tuntunan endoskopi.Kadang pemeriksaan ini kurang

nyaman bagi pasien karena biasanya menyebabkan bersin pada waktu

menempatkan elektroda di regio olfaktorius dihidung.

F. Biopsi neuroepitel olfaktorius. Biopsi neuroepitel olfaktorius berguna untuk

menilai kerusakan sistem penghidu. Jaringan diambil dari septum nasi superior

dan dianalisis secara histologis. Pemeriksaan ini jarang dilakukan karena

invasif.

16

Page 17: Paper Anosmia

BAB IV

PENATALAKSANAAN

A. Transport olfactory loss

Terapi untuk pasien dengan transport olfactory loss oleh karena rhinitis alergi,

rhinitis bacterial dan sinusitis, polip, neoplasma dan kelainan struktural dalam

rongga hidung dapat diobati secara rasional dengan perbaikan yang sama.

Pengobatan berikut ini, umumnya efektif dalam memperbaiki kemampuan

pembauan : (1) Manajemen alergi; (2) Terapi antibiotik; (3) Terapi glukokortikoid

topikal dan sistemik dan (4) Operasi merupakan terapi pilihan untuk polip hidung,

neoplasma, deviasi dari septum nasal dan sinusitis hiperplastik kronik.

B. Sensorial olfactory loss

Belum ada penataksanaan yang efektif untuk sensorial olfactory loss.Beberapa

klinisi menyarankan penggunaan zink dan vitamin A. Defisiensi Zink pernah

dikaitkan dengan hilangnya atau berakibat distorsi dari sistem olfaktori namun

hak ini bukanlah masalah utama kecuali dibeberapa daerah tertentu. Degenerasi

dari sel epitel sering dihubungkan dengan defisiensi vitamin A, sehingga dapat

mengakibatkan anosmia namun hal ini bukanlah masalah utama pada masyarakat

Eropa. Paparan ke asap rokok dan bahan kimia toksik lainnya dapat

mengakibatkan metaplasia dari epitel olfaktorius. Penyembuhan spontan dapat

terjadi bila faktor pencetusnya dihindari, karena itu pasien harus diedukasi untuk

mengatasi masalah ini.5, 14

17

Page 18: Paper Anosmia

BAB V

KESIMPULAN

Fungsi penghidu pada manusia memegang peranan penting.

Area penghidu terdapat di atap rongga hidung, stimuli akan diteruskan ke

bulbus olfaktorius, dan traktus olfaktorius di otak.

Penyebab gangguan penghidu adalah gangguan transport, gangguan

sensoris, dan gangguan pada saraf olfaktorius.

Penyakit gangguan penghidu adalah trauma kepala, penyakit sinonasal,

dan infeksi saluran nafas atas.

Pemeriksaan kemosensoris untuk gangguan penghidu ada beberapa

macam, diantaranya tes UPSIT (University of Pennsylvania Smell

Identification), tes The Connectitut Chemosensory Clinical Research

Center (CCCRC), tes “Sniffin Sticks”, dan Odor Stick Identification Test

for Japanese (OSIT-J).

18