paper parasitology

20
KEJADIAN EOSINOPHILIC MENINGITIS YANG DISEBABKAN OLEH ANGIOSTRONGYLUS CANTONENSIS SITI GUSTI NINGRUM SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014

Upload: siti-gusti-ningrum

Post on 27-Dec-2015

56 views

Category:

Documents


6 download

DESCRIPTION

In this paper explained about eosinophilic meningitis incident to human caused by A. cantonensis, including characteristic of A. cantonensis, pathogenesis , and preservative food suspected contain L3 of A. cantonensis. also, eosinophilic meningitis insident preventive caused by A. cantonensis.

TRANSCRIPT

Page 1: PAPER Parasitology

KEJADIAN EOSINOPHILIC MENINGITIS YANG DISEBABKAN OLEH ANGIOSTRONGYLUS CANTONENSIS

SITI GUSTI NINGRUM

SEKOLAH PASCASARJANAINSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR2014

Page 2: PAPER Parasitology
Page 3: PAPER Parasitology

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR ivDAFTAR LAMPIRAN iv1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1Perumusan Masalah 1Tujuan 2

2 TINJAUAN PUSTAKA 2Karakteristik Angiostrongylus cantonensis 2Patogenesis 5Metode Preventif 5

3 PEMBAHASAN 64 SIMPULAN 8DAFTAR PUSTAKA 8

Page 4: PAPER Parasitology

DAFTAR GAMBAR

1 Cacing dewasa A. cantonensis 2

2 a. Ujung anterior menunjukkan knob-like tips (KT), rod-like structures (RS), esophagus (E), dan excretory pore (EP); b. Ujung posterior menunjukkan tail pointed tip (TPT) dan anus (A) 3

3 Giant african snail 44 Siklus hidup A. cantonensis 5

DAFTAR LAMPIRAN

1 Prevalensi A. cantonensis dalam P. canaliculata di Cina Tahun 2006/2007 10

2 Kejadian A. cantonensis berdasarkan inang di Cina, 2006/2007 103 Distribusi P. canaliculata di Cina, 2006/2007 114 Distribusi A. fulica di Cina, 2006/2007 11

Page 5: PAPER Parasitology

5

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Angiostrongylus cantonensis merupakan agen penyakit infeksius yang dapat menyebabkan eosinophilic meningitis pada manusia. Rodensia terutama tikus merupakan inang definitif dari nematoda ini dan manusia (inang accidental) menjadi terinfeksi karena memakan larva tahap ketiga (L3) dalam inang intermediate yang masih mentah atau pun belum matang seperti moluska (keong dan siput). Selain inang intermediate, parasit ini dapat dicemarkan dari inang paratenik seperti udang air tawar, kodok, ikan, dan kepiting. Infeksi juga bisa didapatkan karena mengkonsumsi produk segar seperti selada atau jus sayuran yang terkontaminasi dengan inang intermediate atau paratenik. Ketika larva tahap ketiga termakan oleh manusia maka larva tersebut akan berpenestrasi ke dalam vaskulatur traktus intestinal dan akhirnya mencapai meningen. Ketika larva ini mencapai meningen maka larva tersebut akan mati. Akibat kematian larva ini, terjadi respon yaitu perkembangan reaksi eosinofilik. Meskipun kebanyakan kasus infeksi ini bersifat self-limited dalam seminggu, namun pada beberapa kasus dapat berkembang masalah saraf yang dapat menyebabkan kematian.

Kebanyakan kasus A. cantonensis meningitis telah dilaporkan di Asia Tenggara, terutama di daerah dengan komunitas pedesaan yang mengkonsumsi keong mentah atau belum matang. Lokasi dengan iklim yang hangat dengan hujan yang berlimpah dan lembab merupakan tempat yang cocok untuk keberlangsungan hidup dan transmisi A. cantonensis. Eosinophilic meningitis menjadi permasalahan penting karena berpotensi menjadi fatal di manusia. Tikus dan keong diketahui menyebar luas di seluruh daerah tropis dan semi-tropis. Daerah geografis penyakit ini menjadi meluas karena tikus dan keong bersifat kosmopolitan dan sering ditemukan pada kapal atau pun kontainer kapal. Adapun gejala infeksi dari A. cantonensis adalah sakit kepala, leher kaku, paresthesia, muntah, mual, dan demam. Retensi urinary akut merupakan gejala yang jarang ditemukan pada infeksi parasit ini. Namun, pada beberapa kasus terjadi kematian.

Pada makalah ini akan dibahas mengenai kejadian eosinophilic meningitis pada manusia yang disebabkan oleh A. cantonensis, termasuk ke dalamnya adalah karakteristik A. cantonensis, patogenesa, dan metode preservatif makanan yang dicurigai mengandung L3 A. cantonensis dan pencegahan kejadian eosinophilic meningitis yang disebabkan oleh A. cantonensis.

Perumusan Masalah

1. Bagaimana karakteristik A. cantonensis ?2. Bagaimana patogenesa terjadinya eosinophilic meningitis yang

disebabkan oleh A. cantonensis ?3. Bagaimana metode pencegahan kejadian eosinophilic meningitis yang

disebabkan oleh A. cantonensis ?

Page 6: PAPER Parasitology

6

Tujuan

Tujuan dari makalah ini adalah untuk mengetahui karakteristik A. cantonensis, mengetahui patogenesa terjadinya eosinophilic meningitis yang disebabkan oleh A. cantonensis, dan mengetahui metode pencegahan eosinophilic meningitis yang disebabkan oleh A. cantonensis.

2 TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Angiostrongylus cantonensis

Angiostrongylus cantonensis merupakan parasit nematoda dan sebagai food-borne zoonotic yang dapat membahayakan kesehatan masyarakat di berbagai negara tropis dan subtropis. Dalam siklus hidupnya, parasit ini memiliki inang definitif yaitu rodensia dan inang intermediate yaitu moluska. Cacing dewasa hidup di dalam arteri pulmonary tikus (Eamsobhana & Yong 2008). Berikut adalah gambar cacing dewasa A. cantonensis (Gambar 1).

Gambar 1 Cacing dewasa A. cantonensis: kiri, jantan (panjang tubuh 13-20 mm); kanan, betina (panjang tubuh 16-26 mm); (Eamsobhana & Yong 2008)

Taksonomi Angiostrongylus cantonensis (Cowie 2011)Filum : NematodaKelas : RhabditeaOrdo : StrongylidaFamily : AngiostrongylidaeGenus : AngiostrongylusSpesies : Angiostrongylus cantonensis

Page 7: PAPER Parasitology

7

Ukuran L3 dalam keong atau siput yaitu 425-524 μm (panjang), 23-34 μm (lebar). Berikut adalah gambar L3 A. cantonensis menggunakan mikroskop cahaya (Gambar 2).

Gambar 2 a. Ujung anterior menunjukkan knob-like tips (KT), rod-like structures (RS), esophagus (E), dan excretory pore (EP); b. Ujung posterior menunjukkan tail pointed tip (TPT) dan anus (A); (Cowie 2011)

Cacing dewasa hidup di dalam a. pulmonary tikus, melakukan perkawinan, dan cacing betina melepaskan telurnya ke dalam sirkulasi (Ma et al. 2013). Hal ini menyebabkan terbentuknya emboli di dalam kapiler paru lalu telur menetas menjadi larva tahap 1 (L1), berpenetrasi ke dalam alveloli, bermigrasi ke trakea, tertelan, dan akhirnya meninggalkan tikus melalui fesesnya. Keong atau siput

Page 8: PAPER Parasitology

8

sebagai inang intermediate memakan feses tikus yang terkontaminasi dengan L1. Di dalam moluska, L1 akan dewasa menjadi L3 yang infektif. Menurut Alto (2001), ada sekitar 90 000 larva teridentifikasi di dalam satu keong giant African (Gambar 3). Manusia atau tikus menjadi terinfeksi karena memakan keong mentah atau belum matang. Selain itu, sayuran seperti selada yang telah kontak dan terkontaminasi oleh keong kecil yang telah terdeposit L3 dalam mucus trails nya juga dapat menginfeksi manusia. Menurut Alto (2001) infeksi disebabkan karena mengkonsumsi mentahan atau undercooked inang pembawa larva infektif (Gambar 4). Sebagai contoh adalah kepiting (Mangrove dan Coconut crabs), udang air tawar (Macrobrachium sp.), kodok, dan ikan yang berimplikasi menjadi inang paratenik yang memfasilitasi transfer L3 dari keong ke manusia. Di manusia, cacing ini bersifat neurotropic dan masuk ke dalam sistem saraf pusat (SSP) melalui sirkulasi atau migrasi melalui jaringan lainnya seperti otot atau ginjal ke otak dan batang saraf. Sekali larva tumbuh di dalam SSP, sekitar lima hari kemudian L3 menjadi larva tahap 4 (L4). Lima hingga enam hari sesudahnya, L4 molting lagi menjadi cacing muda dan memulai perjalanan kembali ke a. pulmonary. Cacing ini menjadi dewasa seksual dalam enam hingga tujuh minggu (Alto 2001).

Gambar 3 Giant african snail; (Alto 2001)

Page 9: PAPER Parasitology

9

Gambar 4 Siklus hidup A. cantonensis; (Alto 2001)

Patogenesis

Cacing meninggalkan jejak selama berada otak dan batang otak. Hal ini yang menyebabkan perubahan gambaran gejala klinis. Sebenarnya, cacing yang hidup tidak terlalu bersifat antigenik. Hal ini memungkinkan kerusakan saraf disebabkan oleh jejak yang dibuat oleh cacing di dalam jaringan SSP dan menghasilkan hemoragi atau oleh reaksi inflamasi terhadap matinya cacing. Menurut Alto (2001), spesimen patologi yang diperoleh dari otopsi pasien yang mati karena penyakit ini menunjukkan lesio seperti jejak di sekitar hemoragi dan infarksi, adanya degenerasi saraf, dan infiltrasi eosinofil dan limfosit.

Metode Preventif

Metode pencegahan kejadian eosinophilic meningitis yang disebabkan oleh A. cantonensis adalah eradikasi inang intermediate di area endemik, pest control, memberikan pengetahuan tentang risiko mengkonsumsi inang intermediate/paratenik yang belum matang (Oehler et al. 2014). Selain itu, menyarankan untuk menghindari memakan produk segar seperti selada yang belum dicuci (Slom et al. 2002). Selain dengan pencucian dengan air biasa, iodinasi atau klorinasi air juga efektif untuk membunuh larva pada sayuran. Pembekuan juga bisa membunuh larva dalam keong dan di inang paratenik seperti kepiting dan udang. Mencuci tangan setelah menyiapkan makanan yang berpotensial terinfeksi juga sangat penting untuk dilakukan (Alto 2001). Menurut Lv (2009), edukasi kesehatan yang berkelanjutan, inpeksi makanan dengan tepat, dan surveilan berbasis rumah sakit dibutuhkan untuk mencegah kejadian angiostrongyliasis terjadi kembali.

Page 10: PAPER Parasitology

10

3 PEMBAHASAN

Semenjak penemuan A. cantonensis di Cina pada tahun 1935, lebih dari 2800 kasus telah dilaporkan di seluruh dunia dengan kebanyakan daerah endemisnya adalah Asia Tenggara (Oehler et al. 2014). Penyebaran hingga ke seluruh dunia ini diakibatkan karena ship-borne migration tikus (Tseng et al. 2014). Insidensi global menunjukkan pentingnya mengetahui prevalensi reservoir dan inang intermediate/paratenik, tingkat infestasi A. cantonensis, dan tingkat keseringan mengkonsumsi bahan mentah dalam makanan tradisional. Menurut (Tseng et al. 2014), empat dari enam pasien positif A. cantonensis karena memiliki sejarah mengkonsumsi keong atau sayuran mentah. Seroprevalensi di Cina telah diestimasi mencapai 0.8% dari populasi keseluruhan dan 7.4% pada populasi yang spesifik kontak dengan inang intermediate (Oehler et al. 2014).

Berdasarkan iklim, kejadian secara umum lebih tinggi selama musim hujan di saat inang intermediate sangat banyak. Iklim yang hangat dengan hujan yang berlimpah dan tingginya kelembapan menjadi kondisi yang dibutuhkan untuk transmisi A. cantonensis (Hu et al 2011). Selain itu, kasus meningitis yang disebabkan A. cantonensis sering terjadi pada dewasa muda atau anak-anak. Hal ini terjadi karena anak-anak terpapar dengan African giant snail (Achutina fulica) selama bermain dengan atau memakan keong atau siput. Selain itu, kasus tingginya pada anak-anak dan dewasa muda disebabkan oleh besarnya cacing tergantung pada ukuran tubuh. Setelah masa inkubasi sekitar satu hari hingga beberapa bulan namun biasanya masa inkubasi ini hanya satu hingga dua minggu, hasil dari onset penyakit ini menyebabkan meningitis (Oehler et al. 2014). Memendeknya masa inkubasi diebabkan karena adanya inflamasi SSP yang menghasilkan iritasi meningeal (Tseng et al. 2014).

Secara umum penyakit ini akan sembuh dengan sendirinya namun pada beberapa kasus muncul gejala saraf (Alto 2001). Gejala awal yang paling sering ditemukan adalah sakit kepala (62-100% dari kasus). Sakit kepala disebabkan karena tekanan intrakranial terhadap reaksi peradangan meningeal yang menyebar luas. Gejala kilnis lain dari sindrom meningitis adalah demam, leher kaku, paraesthesia, dan hyperesthesia. Paresthesia dan hyperesthesia disebabkan karena peradangan akar saraf (Oehler et al. 2014). Parathesia dapat bersifat persisten hingga lebih dari 10 tahun (Tseng et al. 2014). Gejala saraf yang lain adalah kelumpuhan saraf kranial dan kesakitan pada otot. Diplopia dan/atau kaburnya penglihatan dapat terjadi akibat lumpuhnya saraf kranial terutama pada kasus ocular strongyliasis. Kaburnya penglihatan dan kelemahan otot baru akan hilang setelah beberapa tahun (Alto 2001). Gejala ekstraneurologik meliputi manifestasi digesti dan paru-paru (Oehler et al. 2014). Kematian jarang terjadi tetapi dapat terjadi jika paparan terjadi secara berlebihan dan adanya kerusakan otak dan batang otak yang parah (Alto 2001).

Menurut Oehler et al. (2014), pemeriksaan sitologik cerebrospinal fluid (CSF) dengan perhitungan eosinophil CSF tidak menunjukkan hubungan dengan eosinophilia darah. Eosinophilia telah dilaporkan menghilang dalam 3-4 minggu setelah onset penyakit. Oleh sebab itu, eosinophilia tidak selalu ditemukan saat pengujian laboratorium (Slom et al. 2002). Cerebral CT-scan menjelaskan gejala tidak langsung hipertensi intrakranial. Hampir separuh pasien memiliki

Page 11: PAPER Parasitology

11

abnormalitas saat diperiksa dengan MRI yaitu adanya nodul dalam parenkim otak. Kemunculan abnormalitas ini berhubungan dengan keberadaan cacing di CSF, sakit kepala, nonneutrophilic pleositosis CSF, dan/tanpa eosinophilia. Abnormalitas ini terjadi setelah 4-8 minggu (Tseng et al. 2014).

Retensi urinary akut juga ditemukan pada pasien yang positif A. cantonensis. Retensi urinary akut merupakan ketidakmampuan untuk urinasi. Kejadiannya terjadi pada orang tua dan jarang terjadi pada anak-anak atau pun remaja. Retensi urinary akut terjadi karena adanya penyakit pada saraf perifer akibat dampak dari eosinophilic meningitis. Retensi urinary akut berhubungan dengan banyak kausa sehingga kausa definitif sebaiknya harus segera diidentifikasi karena gejala eosinophilic meningitis biasanya ringan dan dapat sembuh sendiri, namun kematian dapat terjadi pada beberapa kasus (Hsueh et al. 2013).

Pomacea canaliculata juga menjadi salah satu dari inang intermediate yang berpotensi menyebarkan penyakit ini karena keong ini mudah ditemukan di pasar dan/atau restoran di 21 negara sedangkan A. fulica hanya terdeteksi di tiga negara. Prevalensi A. cantonensis dalam P. canaliculata di Cina dapat di lihat di Lampiran 1. Kedua keong ini bahkan dibudidayakan untuk dikomersialkan. Kebiasaan memakan keong mentah ini sulit untuk dihentikan karena meningkatnya ketertarikan terhadap masakan minoritas dan masakan etnik yang menjadi popular di kalangan turis serta keinginan merasakan kehidupan pedesaan bagi orang-orang kaya. Menurut Lv et al. (2009) untuk menghindari kejadian angiostrongyliasis diperlukan kampanye edukasi kesehatan mengenai dampak mengkonsumsi keong yang terinfeksi. Kejadian A. cantonensis di Cina dapat dilihat di Lampiran 2.

Penyebaran P. canaliculata dan A. fulica menjadi mudah karena adanya transformasi ekologi yang dibuat manusia dan perubahan iklim yang penting sebagai sarana penyebaran spesies eksotik dan kemampuan hidup spesies ini di daerah baru. Distribusi P. canaliculata dan A. fulica di Cina masing-masing dapat dilihat di Lampiran 3 dan Lampiran 4. Kedua spesies keong invasive ini berdampak pada endemisitas dan transmisi A. cantonensis setidaknya dengan dua cara. Pertama, invasi keong ini melengkapi siklus hidup parasit dan meningkatkan kesempatan untuk memapari moluska natif terhadap A. cantonensus di area yang sudah endemis. Kedua, keong-keong invasive ini mempermudah penyebaran A. cantonensus karena keong-keong ini memperluas cakupan A. cantonensus dengan cepat yaitu menghasilkan local establishment dalam keong dan kadang juga siklus hidup parasit di area non endemic sebelumnya. Proses invasi dapat dibagi menjadi tiga tahap yaitu introduksi, establishment, dan penyebaran (Lv et al. 2009).

Eamsobhana et al. (2010) menemukan metode preservasi untuk makanan dengan berbahan keong mentah seperti ‘koi-hoi’ (masakan keong terkenal asal Thailand). Penambahan rasa ‘koi-hoi’ berpengaruh terhadap penurunan kelangsungan hidup, infektivitas, bahkan menyebabkan kematian pada L3 A. cantonensis. Proses ini dipengaruhi oleh waktu penambahan rasa sehingga dapat menginaktifkan/imobilisasi dan akhirnya membunuh L3 infektif A. cantonensis dalam daging keong yang akan dikonsumsi. Metode ini menjadi salah satu cara untuk menurunkan infeksi A. cantonensis pada manusia.

Kasus parasit di negara berkembang sering disepelekan atau bahkan salah diagnosa oleh staf medis. Banyak kasus hilang karena tidak ada yang melaporkan

Page 12: PAPER Parasitology

12

atau menyadari selama puluhan tahun. Hal ini sebaiknya mendapat investigasi lebih lanjut. Surveillance berbasis rumah sakit mungkin menjadi sarana yang efektif untuk mengatasi angiostongyliasis di daerah endemis terutama daerah yang memiliki banyak keong seperti P. canaliculata dan A. fulica. Selain itu, diperlukan peningkatan kesadaran masyarakat akan risiko akibat mengkonsumsi makanan mentah dan perlunya peningkatan jaminan keamanan pangan. Keamanan pangan dan transportasi seharusnya diperbaiki untuk menghindari infeksi di manusia dan mencegah penyebaran keong sebagai inang intermediate ke area yang bukan endemis. Koleksi dan pemasaran keong liar sebaiknya dibatasi. Teknik higiene dan preparasi makanan di restoran sebaiknya diperbaiki untuk mencegah kontaminasi silang ke jenis makanan lainnya (Lv et al. 2008). Upaya-upaya ini seharusnya didukung oleh komunikasi dan kampanye edukasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat. Pada dasarnya, konsumsi keong mentah atau belum matang merupakan kunci faktor risiko dalam transmisi penyakit yang serius ini sehingga harus segera dimengerti dan disadari oleh masyarakat. Kesadaran akan bahaya angiostrongyliasis perlu untuk ditingkatkan di kalangan konsumen dan professional kesehatan. Kampanye edukasi seharusnya menginformasikan kepada konsumen tentang risiko dari angiostrongyliasis. Sebagai contoh, pelancong yang bepergian ke daerah endemis seharusnya diberi kesadaran akan bahaya memakan moluska mentah dan sayuran mentah dari sumber yang tidak jelas dan sebaiknya menghindari makanan tersebut. Selain itu, mencuci tangan lebih sering terutama setelah berkebun. Secara keseluruhan, edukasi kesehatan perlu untuk ditingkatkan, inpeksi makanan secara tepat dan teliti, dan surveilan berbasis rumah sakit dibutuhkan untuk mencegah kejadian potensial angiostrongyliasis (Hu et al 2011).

4 SIMPULAN

A. cantonensis dapat menyebabkan eosinophilic meningitis dengan gejala utamanya adalah sakit kepala, nonneutrophilic pleositosis CSF, dan/tanpa eosinophilia. L3 infektif dalam keong menyebabkan eosinophilic meningitis apabila keong tersebut dimakan secara mentah oleh manusia. Metode pencegahan utama kejadian eosinophilic meningitis yang disebabkan oleh A. cantonensis adalah meningkatkan edukasi kesehatan, inpeksi makanan secara tepat dan teliti, dan surveilan berbasis rumah sakit.

DAFTAR PUSTAKA

Alto W. 2001. Human infections with Angiostrongylus cantonensis. Pasific Health Dialog. 8(1): 176-182.

Cowie RH. 2011. Biology: taxonomy, identification, and life cycle of Angiostrongylus cantonensis. Rat Lung Worm Disease Scientific Workshop. Honolulu, Hawaii. 2011 Aug 16-18.

Eamsobhana P, Yong HS. 2008. Immunological diagnosis of human angiostrongyliasis

Page 13: PAPER Parasitology

13

due to Angiostrongylus cantonensis (Nematoda: Angiostrongylidae). International J Infectious Diseases. 13: 425-431.

Eamsobhana P, Yoolek A, Yong HS. 2010. Effect of Thai ‘koi-hoi’ food flavoring on the viability and infectivity of the third-stage larvae of Angiostrongylus cantonensis (Nematoda: Angiostrongylidae). Acta Tropica. 113: 245-247. 10.1016/j.actatropica.2009.11.004.

Hsueh CW, Chen HS, Li CH, Chen YW. 2013. Eosinophilic meningitis caused by Angiostrongylus cantonensis in an adolescent with mental retardation and pica disorder. Pediatrics and Neonatology. 54: 56-59.

Hu X, Du J, Tong C, Wang S, Liu J, Li Y, He C. 2011. Epidemic status of Angiostrongylus cantonensis in Hainan island, China. Asian Pasific J Tropical Med. 275-277.

Lv S, Zhang Y, Liu HX, Hu L, Yang K, Steinmann P, Chen Z, Wang LY, Utzinger J, Zhou, XN. 2009. Invasive snails and an emerging infectious disease: result from the first national survey on Angiostrongylus cantonensis in China. Plos Neglected Tropical Diseases. 3: 1-8.

Lv S, Zhang Y, Steinmann P, Zhou XN. 2008. Emerging angiostrongyliasis in mainland China. Emerging Infectious Diseases. 14(1): 161-164.

Ma G, Dennis M, Rose K, Spratt D, Spielman D. 2013. Tawny frogmouths and brushtail possum as sentinels for Angiostrongylus cantonensis, the rat lungworm. Vet Parasitology. 192: 158-165.

Oehler E, Ghawche F, Delattre A, Berberian A, Levy M, Valour F. 2014. Angiostrongylus cantonensis eosinophilic meningitis: a clinical study of 42 consecutive cases in French Polynesia. Parasitology International. 63: 544-549.

Slom TJ, Cortese MM, Gerber SI, Jones RC, Holtz TH, Lopez AS, Zambrano CH, Sufit RL, Sakolvaree Y, Chaicumpa W, Herwaldt BL, Johnson S. 2002. N Engl J Med. 346(9): 686-675.

Tseng YT, Tsai HC, Sy CL, Lee JSS, Wann SR, Wang YH, Chen JK, Wu KS, Chen YS. 2011. Clinical manifestations of eosinophilic meningitis caused by Angiostrongylus cantonensis: 18 years’experience in a medical center in southern Taiwan. J Microbiol. 44: 382-389. 10.1016/j.jmii.2011.01.034

Page 14: PAPER Parasitology

14

Lampiran 1 Prevalensi A. cantonensis dalam P. canaliculata di Cina Tahun 2006/2007; (Lv et al. 2009)

Lampiran 2 Kejadian A. cantonensis berdasarkan inang di Cina, 2006/2007; (Lv et al. 2009)

Page 15: PAPER Parasitology

15

Lampiran 3 Distribusi P. canaliculata di Cina, 2006/2007; (Lv et al. 2009)

Lampiran 4 Distribusi A. fulica di Cina, 2006/2007; (Lv et al. 2009)

Page 16: PAPER Parasitology

16