paper farmasi

33
1 BAB I PENDAHULUAN Diabetes Melitus dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh. Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya : Diabetes melitus tergantung insulin Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus Diabetes melitus terkait malnutrisi Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari sel betha dari pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin, akibatnya terjadi kekurangan insulin. Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau sebab lain yang belum diketahui. Prevalensi diabetes tipe 2 pada remaja Amerika telah meningkat tajam selama generasi terakhir. Meskipun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan diabetes tipe 2 sangat

Upload: fertica-doures

Post on 01-Jan-2016

54 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

bisa untuk nambah pengetahuan tentang obat-obat berikut

TRANSCRIPT

Page 1: paper farmasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

Diabetes Melitus dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah

adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah

sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas

tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya :

Diabetes melitus tergantung insulin

Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus

Diabetes melitus terkait malnutrisi

Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari

sel betha dari pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,

akibatnya terjadi kekurangan insulin.

Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin

dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau

sebab lain yang belum diketahui.

Prevalensi diabetes tipe 2 pada remaja Amerika telah meningkat tajam selama generasi

terakhir. Meskipun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan diabetes tipe 2

sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dijelaskan, tiga serangkai obesitas berat,

hiperinsulinemia, dan riwayat keluarga diabetes tipe 2 menempatkan anak pada peningkatan

risiko untuk perkembangan penyakit. Pendekatan saat ini dengan pencegahan diabetes tipe 2,

termasuk konseling diet dan olahraga. Obat yang meningkatkan toleransi glukosa pada pasien

diabetes mungkin terbukti bermanfaat dalam mencegah perkembangan intoleransi glukosa

pada pasien berisiko tinggi.

Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab

untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah

(memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia.

Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.

Page 2: paper farmasi

2

Metformin satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat

antidiabetes oral. Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid.

Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak

berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.

Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau senyawa sulfonilurea lainnya.

Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea umumnya dapat

ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan biguanida mempunyai mekanisme

kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea. Metformin tidak merangsang sekresi

insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Karena tidak merangsang

sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.

Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida tidak menurunkan kadar glukosa

darah.

Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengaruh metformin pada penderita diabetes remaja

obesitas dengan hiperinsulinemia puasa.

BAB II

Page 3: paper farmasi

3

FARMASI FARMAKOLOGI

Definisi

Sebelum membahas tentang farmakologi Metformin penting untuk membahas tentang

Diabetes melitus itu sendiri. Penyakit Diabetes Melitus yang juga dikenal sebagai penyakit

kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai

dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem

metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon

insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Tanda dan Gejala Diabetes Melitus

Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita Diabetes melitus atau

kencing manis dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan

kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita

kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau

dikerubuti semut.

Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun

tidak semua dialami oleh penderita :

1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)

2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)

3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)

4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)

5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya

6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki

7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu

8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba

9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya

10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.

Page 4: paper farmasi

4

Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak

sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang

dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak

yang menderita penyakit diabetes melitus tipe 1.

Sama halnya pada penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami

berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing

manis.

Tipe Penyakit Diabetes Melitus

1. Diabetes melitus tipe 1

Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan

hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Hal ini

disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas.

Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.

Sampai saat ini, Diabetes Melitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian terapi insulin

yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor

lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita

diabetes tipe 1 harus diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya,

sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana

mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai

penyakit.

2. Diabetes melitus tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi

dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi

insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan

tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

Ada teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor

kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat

dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian

Page 5: paper farmasi

5

tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level

gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.[1]

Kadar Gula Dalam Darah

Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan

unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)},

Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan

setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang

dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal,

sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai

gula dalam darah dibawah normal.

Diagnosa diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level

126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8

jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara

random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai

level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila diatas 200 mg/dl.

Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes

Penderita diabetes melitus tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin

(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah

dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).

Pada penderita diabetes melitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan

difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah

adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan

berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet

akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak

mengatasi pengontrolan kadar gula darah.

Page 6: paper farmasi

6

FARMASI UMUM

Metformin mempunyai rumus bangun sebagai berikut :

Gambar : Rumus bangun Metformin [4]

Dosis Metformin :

Metformin harus diberikan bersama dengan makanan atau sesudah makan dalam dosis yang terbagi.

- Tablet 500 mg Dosis: 3 x sehari 1 tablet

- Tablet 850 mg Dosis awal: 1 x sehari 1 tablet (pagi) Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 tablet (pagi dan malam)

Dalam pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus

diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia.[3]

Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan, satu tablet 500 mg 3 kali sehari atau

satu tablet 850 mg 2 kali sehari seringkali cukup untuk mengendalikan penyakit

diabetes. Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang efek ini baru

dicapainya dalam waktu dua minggu. Apabila efek yang diinginkan tidak dicapai,

dosis dapat dinaikkan secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila

diperlukan tablet 850 mg dapat diberikan 3 kali sehari. Bila gejala diabetes telah dapat

dikontrol, ada kemungkinan dosis dapat diturunkan.

Apabila dikombinasikan dengan pengobatan sulfonilurea yang hasilnya kurang

memadai, mula-mula diberikan satu tablet 500 mg, kemudian dosis metformin

Page 7: paper farmasi

7

dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol maksimal. Seringkali dosis

sulfonilurea dapat dilanjutkan dengan metformin sebagai obat tunggal.

Apabila diberikan bersama dengan insulin dapat diikuti petunjuk ini:

a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, mula-mula diberikan 1 tablet

metformin 500 mg, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur

(4 unit setiap 2 - 4 hari).

Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan.

b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian metformin adakalanya

menyebabkan penurunan kadar gula darah dengan cepat. Pasien demikian

harus diamati dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah pemberian

metformin, sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.

Dosis percobaan tunggal :

Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tidak memberikan

petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap metformin.

Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan metformin

berminggu-minggu dan oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan untuk

penilaian.

Sifat Fisikokimia :

Metformin umumnya terdapat dalam bentuk metformin hidroklorida, merupakan

kristal putih atau putih tulang (off-white) dengan BM 165,63. Metformin hidroklorida sangat

mudah larut dalam air, dan praktis tidak larut dalam aseton, eter ataupun kloroform. pKa

metformin = 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68.

Preparat

Metformin satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat

antidiabetes oral. Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau senyawa

sulfonilurea lainnya. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan

sulfonilurea umumnya dapat ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan

biguanida mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea.

Metformin tidak merangsang sekresi insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin

endogen. Karena tidak merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak

Page 8: paper farmasi

8

pernah menyebabkan hipoglikemia. Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida

tidak menurunkan kadar glukosa darah. Kelebihan metformin dari sulfonilurea adalah tidak

menaikkan berat badan, tidak menimbulkan masalah hipoglikemia dan hiperinsulinemia.

Penyerapan biguanida di usus cukup baik. Ketersediaan hayati absolut pada pemberian 500

mg metformin per oral pada kondisi puasa sekitar 50-60%, dan absorpsi akan berkurang

dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Makanan dapat menurunkan absorpsi dan

memperpanjang waktu absorpsi (konsentrasi puncak dalam plasma menurun sekitar 40%, dan

waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak bertambah panjang sekitar 35

menit). Berbeda dengan sulfonilurea yang sebagian besar terikat pada protein plasma,

metformin hampir tidak ada yang terikat pada protein plasma. Metformin terpartisi ke dalam

sel-sel darah merah. Pada pemberian dosis terapi normal, Konsentrasi plasma steady state

metformin tercapai dalam 24-48 jam dan umumnya <1 m g/mL, dengan konsentrasi plasma

maksimum tidak lebih dari 5 m g/mL, bahkan pada dosis maksimum. Metformin

diekskresikan melalui urin dalam bentuk asal (tak berubah). Renal clearance lebih kurang 3,5

kali lebih besar dari pada creatinine clearance, menunjukkan bahwa sekresi tubular

merupakan jalan utama eliminasi metformin. Setelah pemberian per oral, sekitar 90%

metformin yang terabsorpsi akan dieliminasi melalui ginjal dalam waktu 24 jam. Waktu

paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu paruh eliminasi darah sekitar 17,6

jamginjal dalam waktu 24 jam. Waktu paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu

paruh eliminasi darah sekitar 17,6 jam. Hal ini menunjukkan bahwa massa sel-sel darah

merah kemungkinan besar merupakan kompartemen distribusi metformin. Metformin hanya

mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia serta tidak menyebabkan

hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal. Metformin tidak menyebabkan

pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat menyebabkan kehilangan berat badan.

Cara penggunaan :

Metformin digunakan secara per oral.

Farmakologi umum

Khasiat :

Metformin bekerja menurunkan kadar glukosa darah tidak melalui perangsangan

sekresi insulin, melainkan langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan produksi glukosa

hati dengan jalan menurunkan kecepatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Disamping itu,

Page 9: paper farmasi

9

metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan

memperbaiki transport dan meningkatkan penggunaan glukose sel-sel otot dan ekstrahepatik

lainnya. Metformin dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%.

Indikasi :

Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat

badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. Dapat dipakai sebagai

obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan sulfonilurea.

Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap

insulin yang simptomnya sulit dikontrol.

Kontraindikasi :

Hipersensitif terhadap obat ini.

Koma diabetik dan ketoasidosis.

Gangguan fungsi ginjal.

Penyakit hati kronis, kegagalan jantung dan miokardial infark, alkoholisme, riwayat

atau keadaan yang berkaitan dengan laktat asidosis seperti syok atau insufisiensi

pulmonal, dan keadaan yang berhubungan dengan hipoksemia.

Kehamilan dan menyusui.

Peringatan dan Perhatian :

Keadaan yang memicu hipoksia dan akumulasi laktat dapat menyebabkan terjadinya

asidosis laktat yang berbahaya, maka metformin tidak boleh diberikan pada penderita

penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol.

Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin

B12 dan asam folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin

B12 dalam serumnya tiap tahun.

Page 10: paper farmasi

10

Meskipun metformin tidak menimbulkan efek samping embrionik pada wanita hamil

yang mengalami diabetes, insulin lebih baik daripada metformin untuk mengontrol

hiperglikemia pada kehamilan.

Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita menyusui.

Kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dan antikoagulan tertentu, dalam

hal ini mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan.

Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan

trauma.

Interaksi Obat:

Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan

mengurangi konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk

mencapai konsentrasi puncak tersebut tidak berubah.

Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi

konsentrasi metformin dalam darah.

Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan

meningkatkan daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu

serta mengurangi ekskresi ginjal metformin.

Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran

darah hati dan ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim

mikrosomal.[2]

Page 11: paper farmasi

11

BAB III

FARMAKODINAMIK

Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes

melitus tipe 2, secara kimia atau farmakologi. Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.

Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 2. Metformin

tidak mengakibatkan hipoglikemia dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.

Metformin dapat menurunkan glukosa darah dengan beberapa cara yaitu, melawan

resistensi insulin, terutama di hati dan otot rangka. Metformin akan menekan proses

glukoneogenesis hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin perifer pada jaringan sensitif

insulin seperti otot dan jaringan adiposa. Kemudian metformin akan meningkatkan

penggunaan glukosa di dalam perifer. Efek perlindungan pada sistem kardiovaskular tidak

dapat sepenuhnya dijelaskan oleh penurunan dari glukosa darah. Efek yang menguntungkan

dari obat ini adalah sebagai penanda fungsi endotel (sel vaskular adhesi molekul-1 [VCAM-

1], E-selektin), fibrinolisis (plasminogen activator inhibitor-1 [PAI-1]) dan kronis inflamasi

( C-reactive protein [CRP]). Ada beberapa mekanisme potensial lain yang dipostulasikan

untuk menjelaskan bagaimana obat ini menurunkan glukosa darah, termasuk gangguan

oksidasi rantai pernapasan di mitokondria dan aktivasi dari enzim adenosin monofosfat

(AMP)-aktif protein kinase (AMPK).  AMPK adalah protein kinase ubiquitously disajikan

dalam jaringan dan terlibat dalam mengatur keseimbangan energi. Aktivasi AMPK

merangsang adenosin trifosfat (ATP)-memproduksi jalur katabolik, sedangkan menghambat

ATP memakan jalur anabolik, dengan demikian akan menjaga produksi energi dalam

sel. Pada otot rangka, aktivasi AMPK meningkatkan penyerapan glukosa dan oksidasi

lipid. Dalam hati, aktivasi AMPK menghambat sintesis glukoneogenesis dan lemak tetapi

meningkatkan oksidasi lipid. Dimana nantinya di dalam jaringan adiposa, aktivasi AMPK

akan mengurangi proses lipolisis dan lipogenesis. Oleh karena itu, aktivasi AMPK dalam

jaringan otot rangka, hati dan lemak akan menyebar dan berpengaruh terhadap penurunan

glukosa, lipid, akumulasi lemak ektopik, serta sensitivitas insulin ditingkatkan.

Page 12: paper farmasi

12

BAB IV

FARMAKOKINETIK

Metformin 50%-60% bioavalabilitasnya secara oral, kelarutannya dalam lipid rendah,

dan volume distribusinya pada cairan tubuh. Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini

dapat digunakan bersamaan dengan insulin atau sulfonilurea.

Metformin mempunyai waktu paruh 1,5-3 jam, tidak terikat protein plasma, tidak

dimetabolisme, dan dieksresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Kerja metformin pada

glukoneogenesis di hati di duga mengganggu pengambilan asam laktat oleh hati. Pada pasien

insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi Metformin) dapat meningkatkan risiko asidosis laktat

sehingga dapat berakibat fatal.

Absorpsi :

Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa 50-

60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan memperlambat absorbsi metformin.

Absorpsi metformin relatif lambat dan dapat diperpanjang jadi 6 jam. Obat ini diekskresikan

dalam urin dengan kecepatan klirens ginjal yang tinggi yaitu 450 ml/menit. Eliminasi awal

metformin adalah cepat dengan waktu paruh bervariasi antara 1.7 dan 3 jam. Terminal fase

eliminasi diketahui  selama 4 sampai 5% dari dosis terserap lambat dengan waktu paruh

antara 9 – 17 jam. Tempat utama konsentrasi obat adalah mukosa usus dan kelenjar liur.

Konsentrasi plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1 hingga 2 mcg / mL.

Distribusi :

Metformin tidak terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea

dimana 90% terikat pada protein plasma.

Page 13: paper farmasi

13

Metabolisme :

Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein-protein plasma.

Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus. Waktu paruh

metformin rata-rata adalah 6 jam, meskipun secara farmakodinamik, efek antihiperglikemik

pada metformin > 24 jam.

Ekskresi:

Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.

Page 14: paper farmasi

14

BAB V

TOKSISITAS

Efek toksik yang paling umum dari metformin adalah pada  gastrointestinal

(anoreksia, mual, muntah, ketidaknyamanan perut, dan diare) yang terjadi hingga 20% dari

pasien. Metformin harus dihentikan pada 3-5%  pasien akibat diare persisten. Penyerapan

vitamin B12 juga dapat berkurang selama terapi metformin jangka panjang, sehingga butuh

tambahan injeksi vitamin B12 jika mengkonsumsi obat ini dalam jangka panjang.

Biguanide memiliki kontraindikasi pada pasien dengan penyakit ginjal, alkoholisme,

penyakit hati, atau kondisi predisposisi untuk anoxia jaringan (misalnya, disfungsi

cardiopulmonary kronis) karena peningkatan risiko asidosis laktat yang disebabkan oleh obat

biguanide pada penyakit ini.

Metformin dapat diberikan baik oleh pasien dengan hanya gangguan gastrointestinal

yang biasanya hanya bersifat sementara. Hal ini dapat dihindari apabila metformin diberikan

bersama makanan atau dengan jalan mengurangi dosis secara temporer. Bila tampak gejala-

gejala intoleransi, penggunaan metformin tidak perlu langsung dihentikan, biasanya efek

samping demikian tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya.

Efek samping lain yang terjadi adalah Anoreksia, mual, muntah, diare. Berkurangnya

absorbsi vitamin B12. Asidosis laktat, terutama terjadi pada penderita gangguan ginjal

dan/atau hati, atau pada peminum alkohol.

Perhatian khusus termasuk konseling :

• Informasikan tentang resiko yang potensial terjadi dan keuntungan metformin. Juga

tentang pentingnya pengaturan diet, olahraga, dan uji glukosa darah,hemoglobin

glikosilat, fungsi renal dan parameter hematologic secara rutin.

• Informasikan resiko laktat asidosis, gejalanya, dan kondisi yang memicunya.

Hentikan pengobatan jika terjadi hiperventilasi, mialgia, malaise, dan gejala yang

tidak spesifik.

Page 15: paper farmasi

15

• Informasikan bahwa metformin lepas lambat harus langsung ditelan, dan tidak boleh

digerus atau dikunyah.

Monitoring :

• Sebelum terapi dan 1 tahun setelah terapi, amati fungsi ginjal. Pada pasien yang

mengembangakan disfungsi ginjal harus diantisipasi. Hentikan pengobatan jika

terbukti ada kerusakan ginjal.

• Uji serum elektrolit serum dan keton, glukosa darah, laktat, piruat dan level

metformin jika ada bukti ketoasidosis atau laktat asidosis.

• Monitor terhadap respon terapi dengan pengukuran kadar glukosa darah sesaat dan

level hemoglobin glikosilat.

• Monitor secara periodik terhadap parameter hematologic seperti

hemoglobin/hematokrit, sel darah merah, dan fungsi ginjal (serum kreatinin) pada 2

tahun pertama.

Page 16: paper farmasi

16

BAB VI

PENYELIDIKAN DAN PENELITIAN

Pengaruh metformin terhadap indeks massa tubuh dan toleransi glukosa pada remaja

obesitas dengan hiperinsulinemia puasa dan riwayat keluarga diabetes tipe 2.

Freemark M, Bursey D meneliti tentang efek metformin terhadap indeks massa tubuh

(BMI), serum leptin, toleransi glukosa, dan lipid serum pada remaja obesitas dengan

hiperinsulinemia puasa dan riwayat keluarga diabtes tipe 2. Dengan metode double-blind dan

terkontrol plasebo.

Metode:

Populasi studi terdiri dari 29 remaja putih dan hitam berusia 12 sampai 19 tahun.

Semua memiliki BMI melebihi 30 kg / m (2). Kriteria untuk pendaftaran meliputi: 1)

konsentrasi insulin puasa melebihi 15 microU / mL; dan 2) paling sedikit 1 relatif pertama

atau kedua-derajat dengan diabetes tipe 2. Semua pasien telah berpuasa konsentrasi glukosa

plasma <110 mg% serta konsentrasi hemoglobin A1C = 6,0%. Semua memiliki pertumbuhan

linier normal antara perkembangan seksual dan usia remaja, tanpa hirsutisme, karakteristik

penyimpangan dari sindrom ovarium polikistik. Delapan peserta memiliki acanthosis

nigricans. Setelah studi laboratorium awal termasuk tes glukosa toleransi cepat sampel

intravena, pasien diacak untuk menerima metformin (500 mg dua kali sehari) atau plasebo

selama total 6 bulan. Pengaruh metformin terhadap skor deviasi standar BMI, serum leptin,

toleransi glukosa, dan lipid serum dianalisis. Dalam penelitian ini tidak ada pembatasan

makanan tertentu.

Hasil:

Metformin menyebabkan penurunan sebesar 0,12 deviasi standar di BMI pada peserta

studi (-1,3% dari baseline), dan penurunan 5,5% di leptin serum pada anak perempuan.

Sebaliknya, BMI dan serum leptin naik 0,23 deviasi standar (2,3%) dan 16,2% masing-

Page 17: paper farmasi

17

masing, pada kelompok plasebo selama masa pengobatan. Metformin menyebabkan

penurunan progresif dalam glukosa darah puasa dan penurunan kadar insulin puasa. Kadar

glukosa puasa pada kelompok plasebo naik 77,2-82,3 mg%, dan kadar insulin puasa tidak

berubah. Sensitivitas insulin, dinilai oleh rasio insulin puasa untuk konsentrasi glukosa antara

sensitivitas insulin kuantitatif indeks serta homeostasis. Sensitivitas insulin diukur dengan

model minimal Bergman dan mendapatkan hasil yang tidak berubah. Tidak ada perubahan

signifikan dalam glukosa, hemoglobin A1c, lipid serum dalam kelompok metformin atau

plasebo. Pada 40% subjek yang diobati dengan metformin memberikan rasa tidak nyaman

sementara pada perut, serta tidak ada episode muntah atau asidosis laktat.[5]

Page 18: paper farmasi

18

BAB VII

DISKUSI

Pada penelitian yang dilakukan oleh Freemark M, Bursey D ada beberapa faktor yang

bisa berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan, yaitu pada proses penelitian tersebut tidak

memisahkan antara jenis kelamin pria dan wanita secara terperinci, pahahal jenis kelamin

sangat berpengaruh terhadap hasil dari tujuan penelitian, misalnya pada pria lebih banyak

beraktifitas daripada wanita sehingga untuk kontrol glukosa dalam darahnya juga

berpengaruh. Selain itu pada penelitian tersebut tidak ada pembatasan makanan untuk para

subjek selama masa proses penelitian berlangsung, sehingga hasilnya dapat menjadi kurang

akurat karena tidak mengetahui apa saja yang dikonsumsi oleh subjek. Hal ini sangat

bertentangan dengan tujuan konseling penelitian ini yaitu mengenai pendekatan dengan

pencegahan diabetes tipe 2, termasuk konseling diet dan olahraga.

Pengobatan dengan Metformin terbukti berpengaruh terhadap skor deviasi standar BMI,

serum leptin, toleransi glukosa, dan lipid serum. Hal ini di bandingkan dengan pemberian

obat plasebo pada subjek, yaitu hasil diantara keduanya berbeda. Pada subjek yang mendapat

Metformin mengalami penurunan BMI sebesar 0,12 dan penurunan leptin serum pada anak

perempuan. Sebaliknya, BMI dan serum leptin naik 0,23 pada kelompok plasebo selama

masa pengobatan. Glukosa darah puasa menurun (dari rata-rata 84,975,1 mg%) dan

penurunan kadar insulin puasa (31,319,3 microU / mL). Sebaliknya, kadar glukosa puasa

pada kelompok plasebo naik 77,2-82,3 mg%, dan kadar insulin puasa tidak berubah.

Resiko terkena diabetes melitus dapat dicegah dengan mengatur gaya hidup dan pola

makan serta mengontrol berat badan. Dalam standards of Medical Care in Diabetes—2009

dinyatakan bahwa seseorang dengan prediabetes perlu mendapatkan terapi non-farmakologik

seperti modifikasi gaya hidup, dan terapi nutrisi medis (medical nutrition therapy). Selain itu

dinyatakan juga bahwa metformin merupakan satu-satunya obat yang dapat dipertimbangkan

untuk diberikan sebagai terapi pencegahan diabetes. Pemberian metformin sebagai terapi

Page 19: paper farmasi

19

pencegahan direkomendasikan pada pasien-pasien risiko tinggi, yaitu pasien dengan IGT plus

IFG dengan obesitas dan di bawah umur 60 tahun, dengan paling tidak satu faktor risiko lain

untuk diabetes. Metformin merupakan obat hipoglikemik oral yang telah disetujui sebagai

terapi lini utama diabetes melitus tipe 2 menurut ADA (American Diabetes Association).[6]

BAB VIII

RINGKASAN

Penyakit Diabetes Melitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau

penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar

gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana

organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.

Berdasarkan sifatnya, diabetes melitus dibagi menjadi :

Diabetes melitus tergantung insulin

Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus

Diabetes melitus terkait malnutrisi

Diabetes melitus tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat

berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus

(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi

insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan

tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.

Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes

melitus tipe 2, Metformin memperbaiki toleransi glukosa tapi tidak mengakibatkan

hipoglikemia dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Dengan cara meningkatkan

sensitivitas insulin perifer pada jaringan sehingga metformin akan meningkatkan penggunaan

glukosa di dalam perifer.

Absorpsi metformin dapat dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung.

Metformin tidak dimetabolisme dan dieksresikan melalui urine dalam bentuk utuh. Diketahui

bahwa efek antihiperglikemik pada metformin > 24 jam.

Page 20: paper farmasi

20

Efek toksik yang paling umum dari metformin yaitu pada  gastrointestinal anoreksia,

mual, muntah, ketidaknyamanan perut, dan diare.

Pengobatan obesitas dan resistensi insulin pada orang dewasa sering terbukti tidak

efektif karena lingkaran setan yang menyebabkan diabetes tipe 2 mungkin telah menjadi

berurat dan, sampai batas tertentu, mungkin tidak dapat diubah. Deteksi dini dan terapi dari

remaja obesitas dengan riwayat keluarga diabetes tipe 2 dapat mengganggu siklus kenaikan

berat badan dan resistensi insulin yang menyebabkan intoleransi glukosa di masa dewasa.

Melalui kemampuannya untuk mengurangi glukosa darah puasa dan konsentrasi insulin

sampai berat badan ideal, metformin melengkapi efek konseling diet dan olahraga dan

mengurangi risiko diabetes tipe 2 pada pasien yang dipilih.

Page 21: paper farmasi

21

BAB IX

SUMARY AND CONSELUSION

Diabetes mellitus, also known as diabetes or blood sugar disease is a type of chronic

disease characterized by elevated levels of sugar in the blood as a result of disturbances in the

body's metabolic system, where the organ pancreas unable to produce insulin the body needs.

By its nature, diabetes mellitus is divided into:

• Diabetes mellitus insulin dependent

• Diabetes mellitus is independent of insulin, comprising people with fat and thin

• Diabetes mellitus related to malnutrition

Diabetes mellitus type 2 is where the hormone insulin in the body can not function

properly, known as Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). This is because the

various possibilities such as defects in insulin production, insulin resistance or reduced

sensitivity (responsiveness) and sell the body tissues to insulin which is characterized by

increased levels of insulin in the blood.

Metformin is an oral anti-hyperglycemic use for the treatment of type 2 diabetes

mellitus, metformin improve glucose tolerance but do not cause hypoglycemia and does not

cause hyperinsulinemia. By increasing peripheral insulin sensitivity in tissues that metformin

would improve glucose utilization in peripheral.

Metformin absorption can be affected by the presence of food in the stomach.

Metformin is not metabolized and excreted via urine in intact form. Antihiperglikemik known

that the effects on metformin> 24 hours.

Page 22: paper farmasi

22

The most common toxic effects of metformin are gastrointestinal anorexia, nausea,

vomiting, abdominal discomfort, and diarrhea.

The treatment of obesity and insulin resistance in adults often proves ineffective

because the vicious cycle leading to type 2 diabetes may have become entrenched and, to

some extent, may be irreversible. Early detection and therapy of the obese adolescent with a

family history of type 2 diabetes may interrupt the cycle of weight gain and insulin resistance

that leads to glucose intolerance in adulthood. Through its ability to reduce fasting blood

glucose and insulin concentrations and to moderate weight gain, metformin might

complement the effects of dietary and exercise counseling and reduce the risk of type 2

diabetes in selected patients.

Page 23: paper farmasi

23

BAB X

DAFTAR PUSTAKA

1. http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=135 , diakses tanggal 29 mei

2012

2. http://www.bahayakolesterol.com/index.php?

option=com_content&view=article&id=48&Itemid=61&lang=en, diakses tanggal 29

mei 2012

3. http://www.farmasiku.com/index.php?

target=products&mode=search&subcats=Y&type=extended&avail=Y&pshort=Y&pf

ull=Y&pname=Y&pkeywords=Y&cid=0&q=&page=67, diakses tanggal 29 mei 2012

4. http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/obat-antidiabetes-golongan-biguanid/ , diakses

tanggal 29 mei 2012

5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11335776 , diakses tanggal 30 mei 2012

6. http://www.bluefame.com/topic/373969-metformin-menghambat-terjadinya-dm-tipe-

ii-pada-pasien-pre-diabetic/, diakses tanggal 31 mei 2012