paper farmasi
DESCRIPTION
bisa untuk nambah pengetahuan tentang obat-obat berikutTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
Diabetes Melitus dikenal sebagai penyakit kencing manis atau penyakit gula darah
adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar gula dalam darah
sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas
tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Jenis Diabetes Melitus dikelompokkan menurut sifatnya :
Diabetes melitus tergantung insulin
Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus
Diabetes melitus terkait malnutrisi
Umumnya diabetes melitus disebabkan oleh rusaknya sebagian kecil atau sebagian besar dari
sel betha dari pulau langerhans pada pankreas yang berfungsi menghasilkan insulin,
akibatnya terjadi kekurangan insulin.
Disamping itu diabetes melitus juga dapat terjadi karena gangguan terhadap fungsi insulin
dalam memasukan glukosa kedalam sel. Gangguan itu dapat terjadi karena kegemukan atau
sebab lain yang belum diketahui.
Prevalensi diabetes tipe 2 pada remaja Amerika telah meningkat tajam selama generasi
terakhir. Meskipun faktor-faktor yang berkontribusi terhadap perkembangan diabetes tipe 2
sangat kompleks dan tidak sepenuhnya dijelaskan, tiga serangkai obesitas berat,
hiperinsulinemia, dan riwayat keluarga diabetes tipe 2 menempatkan anak pada peningkatan
risiko untuk perkembangan penyakit. Pendekatan saat ini dengan pencegahan diabetes tipe 2,
termasuk konseling diet dan olahraga. Obat yang meningkatkan toleransi glukosa pada pasien
diabetes mungkin terbukti bermanfaat dalam mencegah perkembangan intoleransi glukosa
pada pasien berisiko tinggi.
Insulin adalah salah satu hormon yang diproduksi oleh pankreas yang bertanggung jawab
untuk mengontrol jumlah/kadar gula dalam darah dan insulin dibutuhkan untuk merubah
(memproses) karbohidrat, lemak, dan protein menjadi energi yang diperlukan tubuh manusia.
Hormon insulin berfungsi menurunkan kadar gula dalam darah.
2
Metformin satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat
antidiabetes oral. Metformin merupakan zat antihiperglikemik oral golongan biguanid.
Metformin tidak mengalami metabolisme di hati, diekskresikan dalam bentuk yang tidak
berubah terutama dalam air kemih dan sejumlah kecil dalam tinja.
Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau senyawa sulfonilurea lainnya.
Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan sulfonilurea umumnya dapat
ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan biguanida mempunyai mekanisme
kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea. Metformin tidak merangsang sekresi
insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin endogen. Karena tidak merangsang
sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak pernah menyebabkan hipoglikemia.
Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida tidak menurunkan kadar glukosa
darah.
Dalam makalah ini akan dibahas tentang pengaruh metformin pada penderita diabetes remaja
obesitas dengan hiperinsulinemia puasa.
BAB II
3
FARMASI FARMAKOLOGI
Definisi
Sebelum membahas tentang farmakologi Metformin penting untuk membahas tentang
Diabetes melitus itu sendiri. Penyakit Diabetes Melitus yang juga dikenal sebagai penyakit
kencing manis atau penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai
dengan peningkatan kadar gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem
metabolisme dalam tubuh, dimana organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon
insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Tanda dan Gejala Diabetes Melitus
Tanda awal yang dapat diketahui bahwa seseorang menderita Diabetes melitus atau
kencing manis dilihat langsung dari efek peningkatan kadar gula darah, dimana peningkatan
kadar gula dalam darah mencapai nilai 160 - 180 mg/dL dan air seni (urine) penderita
kencing manis yang mengandung gula (glucose), sehingga urine sering dilebung atau
dikerubuti semut.
Penderita kencing manis umumnya menampakkan tanda dan gejala dibawah ini meskipun
tidak semua dialami oleh penderita :
1. Jumlah urine yang dikeluarkan lebih banyak (Polyuria)
2. Sering atau cepat merasa haus/dahaga (Polydipsia)
3. Lapar yang berlebihan atau makan banyak (Polyphagia)
4. Frekwensi urine meningkat/kencing terus (Glycosuria)
5. Kehilangan berat badan yang tidak jelas sebabnya
6. Kesemutan/mati rasa pada ujung syaraf ditelapak tangan & kaki
7. Cepat lelah dan lemah setiap waktu
8. Mengalami rabun penglihatan secara tiba-tiba
9. Apabila luka/tergores (korengan) lambat penyembuhannya
10. Mudah terkena infeksi terutama pada kulit.
4
Kondisi kadar gula yang drastis menurun akan cepat menyebabkan seseorang tidak
sadarkan diri bahkan memasuki tahapan koma. Gejala kencing manis dapat berkembang
dengan cepat waktu ke waktu dalam hitungan minggu atau bulan, terutama pada seorang anak
yang menderita penyakit diabetes melitus tipe 1.
Sama halnya pada penderita diabetes melitus tipe 2, umumnya mereka tidak mengalami
berbagai gejala diatas. Bahkan mereka mungkin tidak mengetahui telah menderita kencing
manis.
Tipe Penyakit Diabetes Melitus
1. Diabetes melitus tipe 1
Diabetes tipe 1 adalah diabetes yang bergantung pada insulin dimana tubuh kekurangan
hormon insulin,dikenal dengan istilah Insulin Dependent Diabetes Melitus (IDDM). Hal ini
disebabkan hilangnya sel beta penghasil insulin pada pulau-pulau Langerhans pankreas.
Diabetes tipe 1 banyak ditemukan pada balita, anak-anak dan remaja.
Sampai saat ini, Diabetes Melitus tipe 1 hanya dapat di obati dengan pemberian terapi insulin
yang dilakukan secara terus menerus berkesinambungan. Riwayat keluarga, diet dan faktor
lingkungan sangat mempengaruhi perawatan penderita diabetes tipe 1. Pada penderita
diabetes tipe 1 harus diperhatikan pengontrolan dan memonitor kadar gula darahnya,
sebaiknya menggunakan alat test gula darah. Terutama pada anak-anak atau balita yang mana
mereka sangat mudah mengalami dehidrasi, sering muntah dan mudah terserang berbagai
penyakit.
2. Diabetes melitus tipe 2
Diabetes melitus tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat berfungsi
dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi
insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan
tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Ada teori yang mengutarakan sebab terjadinya resisten terhadap insulin, diantaranya faktor
kegemukan (obesitas). Pada penderita diabetes tipe 2, pengontrolan kadar gula darah dapat
dilakukan dengan beberapa tindakan seperti diet, penurunan berat badan, dan pemberian
5
tablet diabetik. Apabila dengan pemberian tablet belum maksimal respon penanganan level
gula dalam darah, maka obat suntik mulai dipertimbangkan untuk diberikan.[1]
Kadar Gula Dalam Darah
Normalnya kadar gula dalam darah berkisar antara 70 - 150 mg/dL {millimoles/liter (satuan
unit United Kingdom)} atau 4 - 8 mmol/l {milligrams/deciliter (satuan unit United State)},
Dimana 1 mmol/l = 18 mg/dl. Namun demikian, kadar gula tentu saja terjadi peningkatan
setelah makan dan mengalami penurunan diwaktu pagi hari bangun tidur. Seseorang
dikatakan mengalami hyperglycemia apabila kadar gula dalam darah jauh diatas nilai normal,
sedangkan hypoglycemia adalah suatu kondisi dimana seseorang mengalami penurunan nilai
gula dalam darah dibawah normal.
Diagnosa diabetes dapat ditegakkan jika hasil pemeriksaan gula darah puasa mencapai level
126 mg/dl atau bahkan lebih, dan pemeriksaan gula darah 2 jam setelah puasa (minimal 8
jam) mencapai level 180 mg/dl. Sedangkan pemeriksaan gula darah yang dilakukan secara
random (sewaktu) dapat membantu diagnosa diabetes jika nilai kadar gula darah mencapai
level antara 140 mg/dL dan 200 mg/dL, terlebih lagi bila diatas 200 mg/dl.
Pengobatan dan Penanganan Penyakit Diabetes
Penderita diabetes melitus tipe 1 umumnya menjalani pengobatan terapi insulin
(Lantus/Levemir, Humalog, Novolog atau Apidra) yang berkesinambungan, selain itu adalah
dengan berolahraga secukupnya serta melakukan pengontrolan menu makanan (diet).
Pada penderita diabetes melitus tipe 2, penatalaksanaan pengobatan dan penanganan
difokuskan pada gaya hidup dan aktivitas fisik. Pengontrolan nilai kadar gula dalam darah
adalah menjadi kunci program pengobatan, yaitu dengan mengurangi berat badan, diet, dan
berolahraga. Jika hal ini tidak mencapai hasil yang diharapkan, maka pemberian obat tablet
akan diperlukan. Bahkan pemberian suntikan insulin turut diperlukan bila tablet tidak
mengatasi pengontrolan kadar gula darah.
6
FARMASI UMUM
Metformin mempunyai rumus bangun sebagai berikut :
Gambar : Rumus bangun Metformin [4]
Dosis Metformin :
Metformin harus diberikan bersama dengan makanan atau sesudah makan dalam dosis yang terbagi.
- Tablet 500 mg Dosis: 3 x sehari 1 tablet
- Tablet 850 mg Dosis awal: 1 x sehari 1 tablet (pagi) Dosis pemeliharaan: 2 x sehari 1 tablet (pagi dan malam)
Dalam pengobatan kombinasi dengan sulfonilurea atau insulin, kadar gula darah harus
diperiksa, mengingat kemungkinan timbulnya hipoglikemia.[3]
Dosis harus diperbesar secara perlahan-lahan, satu tablet 500 mg 3 kali sehari atau
satu tablet 850 mg 2 kali sehari seringkali cukup untuk mengendalikan penyakit
diabetes. Hal ini dapat dicapai dalam beberapa hari, tetapi tidak jarang efek ini baru
dicapainya dalam waktu dua minggu. Apabila efek yang diinginkan tidak dicapai,
dosis dapat dinaikkan secara berhati-hati sampai maksimum 3 g sehari. Bila
diperlukan tablet 850 mg dapat diberikan 3 kali sehari. Bila gejala diabetes telah dapat
dikontrol, ada kemungkinan dosis dapat diturunkan.
Apabila dikombinasikan dengan pengobatan sulfonilurea yang hasilnya kurang
memadai, mula-mula diberikan satu tablet 500 mg, kemudian dosis metformin
7
dinaikkan perlahan-lahan sampai diperoleh kontrol maksimal. Seringkali dosis
sulfonilurea dapat dilanjutkan dengan metformin sebagai obat tunggal.
Apabila diberikan bersama dengan insulin dapat diikuti petunjuk ini:
a. Bila dosis insulin kurang dari 60 unit sehari, mula-mula diberikan 1 tablet
metformin 500 mg, kemudian dosis insulin dikurangi secara berangsur-angsur
(4 unit setiap 2 - 4 hari).
Pemakaian tablet dapat ditambah setiap interval mingguan.
b. Bila dosis insulin lebih dari 60 unit sehari, pemberian metformin adakalanya
menyebabkan penurunan kadar gula darah dengan cepat. Pasien demikian
harus diamati dengan hati-hati selama 24 jam pertama setelah pemberian
metformin, sesudah itu dapat diikuti petunjuk yang diberikan pada (a) di atas.
Dosis percobaan tunggal :
Penentuan kadar gula darah setelah pemberian suatu dosis percobaan tidak memberikan
petunjuk apakah seorang penderita diabetes akan memberikan respon terhadap metformin.
Efek maksimum mungkin baru diperoleh setelah pasien menerima pengobatan metformin
berminggu-minggu dan oleh karena itu dosis percobaan tunggal tidak dapat digunakan untuk
penilaian.
Sifat Fisikokimia :
Metformin umumnya terdapat dalam bentuk metformin hidroklorida, merupakan
kristal putih atau putih tulang (off-white) dengan BM 165,63. Metformin hidroklorida sangat
mudah larut dalam air, dan praktis tidak larut dalam aseton, eter ataupun kloroform. pKa
metformin = 12,4 dan pH larutan 1% metformin hidroklorida = 6,68.
Preparat
Metformin satu-satunya golongan biguanida yang masih dipergunakan sebagai obat
antidiabetes oral. Metformin dapat digunakan bersama dengan insulin atau senyawa
sulfonilurea lainnya. Sebagian besar penderita diabetes yang gagal diobati dengan
sulfonilurea umumnya dapat ditolong dengan biguanida. Antidiabetik oral golongan
biguanida mempunyai mekanisme kerja yang berbeda dengan golongan sulfonilurea.
Metformin tidak merangsang sekresi insulin, oleh sebab itu hanya efektif bila terdapat insulin
endogen. Karena tidak merangsang sekresi insulin, senyawa-senyawa biguanida hampir tidak
8
pernah menyebabkan hipoglikemia. Pada orang non-diabetik, pemberian senyawa biguanida
tidak menurunkan kadar glukosa darah. Kelebihan metformin dari sulfonilurea adalah tidak
menaikkan berat badan, tidak menimbulkan masalah hipoglikemia dan hiperinsulinemia.
Penyerapan biguanida di usus cukup baik. Ketersediaan hayati absolut pada pemberian 500
mg metformin per oral pada kondisi puasa sekitar 50-60%, dan absorpsi akan berkurang
dengan meningkatnya dosis yang diberikan. Makanan dapat menurunkan absorpsi dan
memperpanjang waktu absorpsi (konsentrasi puncak dalam plasma menurun sekitar 40%, dan
waktu yang diperlukan untuk mencapai konsentrasi puncak bertambah panjang sekitar 35
menit). Berbeda dengan sulfonilurea yang sebagian besar terikat pada protein plasma,
metformin hampir tidak ada yang terikat pada protein plasma. Metformin terpartisi ke dalam
sel-sel darah merah. Pada pemberian dosis terapi normal, Konsentrasi plasma steady state
metformin tercapai dalam 24-48 jam dan umumnya <1 m g/mL, dengan konsentrasi plasma
maksimum tidak lebih dari 5 m g/mL, bahkan pada dosis maksimum. Metformin
diekskresikan melalui urin dalam bentuk asal (tak berubah). Renal clearance lebih kurang 3,5
kali lebih besar dari pada creatinine clearance, menunjukkan bahwa sekresi tubular
merupakan jalan utama eliminasi metformin. Setelah pemberian per oral, sekitar 90%
metformin yang terabsorpsi akan dieliminasi melalui ginjal dalam waktu 24 jam. Waktu
paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu paruh eliminasi darah sekitar 17,6
jamginjal dalam waktu 24 jam. Waktu paruh eliminasi plasma sekitar 6,2 jam, namun waktu
paruh eliminasi darah sekitar 17,6 jam. Hal ini menunjukkan bahwa massa sel-sel darah
merah kemungkinan besar merupakan kompartemen distribusi metformin. Metformin hanya
mengurangi kadar glukosa darah dalam keadaan hiperglikemia serta tidak menyebabkan
hipoglikemia bila diberikan sebagai obat tunggal. Metformin tidak menyebabkan
pertambahan berat badan bahkan cendrung dapat menyebabkan kehilangan berat badan.
Cara penggunaan :
Metformin digunakan secara per oral.
Farmakologi umum
Khasiat :
Metformin bekerja menurunkan kadar glukosa darah tidak melalui perangsangan
sekresi insulin, melainkan langsung pada hati (hepar), yaitu menurunkan produksi glukosa
hati dengan jalan menurunkan kecepatan glikogenolisis dan glukoneogenesis. Disamping itu,
9
metformin juga meningkatkan sensitivitas sel-sel tubuh terhadap insulin dengan jalan
memperbaiki transport dan meningkatkan penggunaan glukose sel-sel otot dan ekstrahepatik
lainnya. Metformin dapat memperbaiki uptake glukosa sampai sebesar 10-40%.
Indikasi :
Untuk terapi pada pasien diabetes yang tidak tergantung insulin dan kelebihan berat
badan dimana kadar gula tidak bisa dikontrol dengan diet saja. Dapat dipakai sebagai
obat tunggal atau dapat diberikan sebagai obat kombinasi dengan sulfonilurea.
Untuk terapi tambahan pada penderita diabetes dengan ketergantungan terhadap
insulin yang simptomnya sulit dikontrol.
Kontraindikasi :
Hipersensitif terhadap obat ini.
Koma diabetik dan ketoasidosis.
Gangguan fungsi ginjal.
Penyakit hati kronis, kegagalan jantung dan miokardial infark, alkoholisme, riwayat
atau keadaan yang berkaitan dengan laktat asidosis seperti syok atau insufisiensi
pulmonal, dan keadaan yang berhubungan dengan hipoksemia.
Kehamilan dan menyusui.
Peringatan dan Perhatian :
Keadaan yang memicu hipoksia dan akumulasi laktat dapat menyebabkan terjadinya
asidosis laktat yang berbahaya, maka metformin tidak boleh diberikan pada penderita
penyakit kardiovaskuler, gagal ginjal, gagal hati, dehidrasi dan peminum alkohol.
Terapi metformin jangka panjang, dapat menyebabkan gangguan absorpsi vitamin
B12 dan asam folat di saluran cerna, oleh karena itu perlu diperiksa kadar vitamin
B12 dalam serumnya tiap tahun.
10
Meskipun metformin tidak menimbulkan efek samping embrionik pada wanita hamil
yang mengalami diabetes, insulin lebih baik daripada metformin untuk mengontrol
hiperglikemia pada kehamilan.
Tidak dianjurkan untuk diberikan pada wanita menyusui.
Kemungkinan terjadinya interaksi antara metformin dan antikoagulan tertentu, dalam
hal ini mungkin diperlukan penyesuaian dosis antikoagulan.
Perlu hati-hati untuk orang-orang lanjut usia, infeksi serius dan dalam keadaan
trauma.
Interaksi Obat:
Acarbose penghambat alpha-glukosidase mengurangi bioavailabilitas metformin dan
mengurangi konsentrasi puncak plasma metformin rata-rata, tetapi waktu untuk
mencapai konsentrasi puncak tersebut tidak berubah.
Getah guar dapat mengurangi kecepatan absorpsi metformin dan mengurangi
konsentrasi metformin dalam darah.
Simetidin menghambat sekresi metformin pada tubular ginjal secara kompetitif dan
meningkatkan daerah di bawah kurva konsentrasi plasma metformin terhadap waktu
serta mengurangi ekskresi ginjal metformin.
Antikoagulan oral phenprocoumon menambah eliminasi obat ini, meningkatkan aliran
darah hati dan ekstraksi hati sebagai efek metformin pada aktivitas enzim
mikrosomal.[2]
11
BAB III
FARMAKODINAMIK
Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes
melitus tipe 2, secara kimia atau farmakologi. Metformin berbeda dengan Sulfonylurea.
Metformin memperbaiki toleransi glukosa pada penderita diabetes melitus tipe 2. Metformin
tidak mengakibatkan hipoglikemia dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia.
Metformin dapat menurunkan glukosa darah dengan beberapa cara yaitu, melawan
resistensi insulin, terutama di hati dan otot rangka. Metformin akan menekan proses
glukoneogenesis hepatik, meningkatkan sensitivitas insulin perifer pada jaringan sensitif
insulin seperti otot dan jaringan adiposa. Kemudian metformin akan meningkatkan
penggunaan glukosa di dalam perifer. Efek perlindungan pada sistem kardiovaskular tidak
dapat sepenuhnya dijelaskan oleh penurunan dari glukosa darah. Efek yang menguntungkan
dari obat ini adalah sebagai penanda fungsi endotel (sel vaskular adhesi molekul-1 [VCAM-
1], E-selektin), fibrinolisis (plasminogen activator inhibitor-1 [PAI-1]) dan kronis inflamasi
( C-reactive protein [CRP]). Ada beberapa mekanisme potensial lain yang dipostulasikan
untuk menjelaskan bagaimana obat ini menurunkan glukosa darah, termasuk gangguan
oksidasi rantai pernapasan di mitokondria dan aktivasi dari enzim adenosin monofosfat
(AMP)-aktif protein kinase (AMPK). AMPK adalah protein kinase ubiquitously disajikan
dalam jaringan dan terlibat dalam mengatur keseimbangan energi. Aktivasi AMPK
merangsang adenosin trifosfat (ATP)-memproduksi jalur katabolik, sedangkan menghambat
ATP memakan jalur anabolik, dengan demikian akan menjaga produksi energi dalam
sel. Pada otot rangka, aktivasi AMPK meningkatkan penyerapan glukosa dan oksidasi
lipid. Dalam hati, aktivasi AMPK menghambat sintesis glukoneogenesis dan lemak tetapi
meningkatkan oksidasi lipid. Dimana nantinya di dalam jaringan adiposa, aktivasi AMPK
akan mengurangi proses lipolisis dan lipogenesis. Oleh karena itu, aktivasi AMPK dalam
jaringan otot rangka, hati dan lemak akan menyebar dan berpengaruh terhadap penurunan
glukosa, lipid, akumulasi lemak ektopik, serta sensitivitas insulin ditingkatkan.
12
BAB IV
FARMAKOKINETIK
Metformin 50%-60% bioavalabilitasnya secara oral, kelarutannya dalam lipid rendah,
dan volume distribusinya pada cairan tubuh. Penyerapan oleh usus baik sekali dan obat ini
dapat digunakan bersamaan dengan insulin atau sulfonilurea.
Metformin mempunyai waktu paruh 1,5-3 jam, tidak terikat protein plasma, tidak
dimetabolisme, dan dieksresi oleh ginjal sebagai senyawa aktif. Kerja metformin pada
glukoneogenesis di hati di duga mengganggu pengambilan asam laktat oleh hati. Pada pasien
insufisiensi ginjal (terjadi akumulasi Metformin) dapat meningkatkan risiko asidosis laktat
sehingga dapat berakibat fatal.
Absorpsi :
Bioavailabilitas absolut setelah pemberian Metformin 500 mg pada kondisi puasa 50-
60 %. Adanya makanan mengurangi tingkat absorbsi dan memperlambat absorbsi metformin.
Absorpsi metformin relatif lambat dan dapat diperpanjang jadi 6 jam. Obat ini diekskresikan
dalam urin dengan kecepatan klirens ginjal yang tinggi yaitu 450 ml/menit. Eliminasi awal
metformin adalah cepat dengan waktu paruh bervariasi antara 1.7 dan 3 jam. Terminal fase
eliminasi diketahui selama 4 sampai 5% dari dosis terserap lambat dengan waktu paruh
antara 9 – 17 jam. Tempat utama konsentrasi obat adalah mukosa usus dan kelenjar liur.
Konsentrasi plasma pada keadaan tunak berkisar sekitar 1 hingga 2 mcg / mL.
Distribusi :
Metformin tidak terikat pada protein plasma, sangat berbeda dengan Sulfonylurea
dimana 90% terikat pada protein plasma.
13
Metabolisme :
Metformin tidak dimetabolisme dan tidak berikatan dengan protein-protein plasma.
Metformin dieliminasi melalui sekresi tubular ginjal dan filtrasi glomerulus. Waktu paruh
metformin rata-rata adalah 6 jam, meskipun secara farmakodinamik, efek antihiperglikemik
pada metformin > 24 jam.
Ekskresi:
Metformin diekskresikan dalam bentuk utuh (tidak berubah) lewat urine.
14
BAB V
TOKSISITAS
Efek toksik yang paling umum dari metformin adalah pada gastrointestinal
(anoreksia, mual, muntah, ketidaknyamanan perut, dan diare) yang terjadi hingga 20% dari
pasien. Metformin harus dihentikan pada 3-5% pasien akibat diare persisten. Penyerapan
vitamin B12 juga dapat berkurang selama terapi metformin jangka panjang, sehingga butuh
tambahan injeksi vitamin B12 jika mengkonsumsi obat ini dalam jangka panjang.
Biguanide memiliki kontraindikasi pada pasien dengan penyakit ginjal, alkoholisme,
penyakit hati, atau kondisi predisposisi untuk anoxia jaringan (misalnya, disfungsi
cardiopulmonary kronis) karena peningkatan risiko asidosis laktat yang disebabkan oleh obat
biguanide pada penyakit ini.
Metformin dapat diberikan baik oleh pasien dengan hanya gangguan gastrointestinal
yang biasanya hanya bersifat sementara. Hal ini dapat dihindari apabila metformin diberikan
bersama makanan atau dengan jalan mengurangi dosis secara temporer. Bila tampak gejala-
gejala intoleransi, penggunaan metformin tidak perlu langsung dihentikan, biasanya efek
samping demikian tersebut akan hilang pada penggunaan selanjutnya.
Efek samping lain yang terjadi adalah Anoreksia, mual, muntah, diare. Berkurangnya
absorbsi vitamin B12. Asidosis laktat, terutama terjadi pada penderita gangguan ginjal
dan/atau hati, atau pada peminum alkohol.
Perhatian khusus termasuk konseling :
• Informasikan tentang resiko yang potensial terjadi dan keuntungan metformin. Juga
tentang pentingnya pengaturan diet, olahraga, dan uji glukosa darah,hemoglobin
glikosilat, fungsi renal dan parameter hematologic secara rutin.
• Informasikan resiko laktat asidosis, gejalanya, dan kondisi yang memicunya.
Hentikan pengobatan jika terjadi hiperventilasi, mialgia, malaise, dan gejala yang
tidak spesifik.
15
• Informasikan bahwa metformin lepas lambat harus langsung ditelan, dan tidak boleh
digerus atau dikunyah.
Monitoring :
• Sebelum terapi dan 1 tahun setelah terapi, amati fungsi ginjal. Pada pasien yang
mengembangakan disfungsi ginjal harus diantisipasi. Hentikan pengobatan jika
terbukti ada kerusakan ginjal.
• Uji serum elektrolit serum dan keton, glukosa darah, laktat, piruat dan level
metformin jika ada bukti ketoasidosis atau laktat asidosis.
• Monitor terhadap respon terapi dengan pengukuran kadar glukosa darah sesaat dan
level hemoglobin glikosilat.
• Monitor secara periodik terhadap parameter hematologic seperti
hemoglobin/hematokrit, sel darah merah, dan fungsi ginjal (serum kreatinin) pada 2
tahun pertama.
16
BAB VI
PENYELIDIKAN DAN PENELITIAN
Pengaruh metformin terhadap indeks massa tubuh dan toleransi glukosa pada remaja
obesitas dengan hiperinsulinemia puasa dan riwayat keluarga diabetes tipe 2.
Freemark M, Bursey D meneliti tentang efek metformin terhadap indeks massa tubuh
(BMI), serum leptin, toleransi glukosa, dan lipid serum pada remaja obesitas dengan
hiperinsulinemia puasa dan riwayat keluarga diabtes tipe 2. Dengan metode double-blind dan
terkontrol plasebo.
Metode:
Populasi studi terdiri dari 29 remaja putih dan hitam berusia 12 sampai 19 tahun.
Semua memiliki BMI melebihi 30 kg / m (2). Kriteria untuk pendaftaran meliputi: 1)
konsentrasi insulin puasa melebihi 15 microU / mL; dan 2) paling sedikit 1 relatif pertama
atau kedua-derajat dengan diabetes tipe 2. Semua pasien telah berpuasa konsentrasi glukosa
plasma <110 mg% serta konsentrasi hemoglobin A1C = 6,0%. Semua memiliki pertumbuhan
linier normal antara perkembangan seksual dan usia remaja, tanpa hirsutisme, karakteristik
penyimpangan dari sindrom ovarium polikistik. Delapan peserta memiliki acanthosis
nigricans. Setelah studi laboratorium awal termasuk tes glukosa toleransi cepat sampel
intravena, pasien diacak untuk menerima metformin (500 mg dua kali sehari) atau plasebo
selama total 6 bulan. Pengaruh metformin terhadap skor deviasi standar BMI, serum leptin,
toleransi glukosa, dan lipid serum dianalisis. Dalam penelitian ini tidak ada pembatasan
makanan tertentu.
Hasil:
Metformin menyebabkan penurunan sebesar 0,12 deviasi standar di BMI pada peserta
studi (-1,3% dari baseline), dan penurunan 5,5% di leptin serum pada anak perempuan.
Sebaliknya, BMI dan serum leptin naik 0,23 deviasi standar (2,3%) dan 16,2% masing-
17
masing, pada kelompok plasebo selama masa pengobatan. Metformin menyebabkan
penurunan progresif dalam glukosa darah puasa dan penurunan kadar insulin puasa. Kadar
glukosa puasa pada kelompok plasebo naik 77,2-82,3 mg%, dan kadar insulin puasa tidak
berubah. Sensitivitas insulin, dinilai oleh rasio insulin puasa untuk konsentrasi glukosa antara
sensitivitas insulin kuantitatif indeks serta homeostasis. Sensitivitas insulin diukur dengan
model minimal Bergman dan mendapatkan hasil yang tidak berubah. Tidak ada perubahan
signifikan dalam glukosa, hemoglobin A1c, lipid serum dalam kelompok metformin atau
plasebo. Pada 40% subjek yang diobati dengan metformin memberikan rasa tidak nyaman
sementara pada perut, serta tidak ada episode muntah atau asidosis laktat.[5]
18
BAB VII
DISKUSI
Pada penelitian yang dilakukan oleh Freemark M, Bursey D ada beberapa faktor yang
bisa berpengaruh terhadap hasil yang diinginkan, yaitu pada proses penelitian tersebut tidak
memisahkan antara jenis kelamin pria dan wanita secara terperinci, pahahal jenis kelamin
sangat berpengaruh terhadap hasil dari tujuan penelitian, misalnya pada pria lebih banyak
beraktifitas daripada wanita sehingga untuk kontrol glukosa dalam darahnya juga
berpengaruh. Selain itu pada penelitian tersebut tidak ada pembatasan makanan untuk para
subjek selama masa proses penelitian berlangsung, sehingga hasilnya dapat menjadi kurang
akurat karena tidak mengetahui apa saja yang dikonsumsi oleh subjek. Hal ini sangat
bertentangan dengan tujuan konseling penelitian ini yaitu mengenai pendekatan dengan
pencegahan diabetes tipe 2, termasuk konseling diet dan olahraga.
Pengobatan dengan Metformin terbukti berpengaruh terhadap skor deviasi standar BMI,
serum leptin, toleransi glukosa, dan lipid serum. Hal ini di bandingkan dengan pemberian
obat plasebo pada subjek, yaitu hasil diantara keduanya berbeda. Pada subjek yang mendapat
Metformin mengalami penurunan BMI sebesar 0,12 dan penurunan leptin serum pada anak
perempuan. Sebaliknya, BMI dan serum leptin naik 0,23 pada kelompok plasebo selama
masa pengobatan. Glukosa darah puasa menurun (dari rata-rata 84,975,1 mg%) dan
penurunan kadar insulin puasa (31,319,3 microU / mL). Sebaliknya, kadar glukosa puasa
pada kelompok plasebo naik 77,2-82,3 mg%, dan kadar insulin puasa tidak berubah.
Resiko terkena diabetes melitus dapat dicegah dengan mengatur gaya hidup dan pola
makan serta mengontrol berat badan. Dalam standards of Medical Care in Diabetes—2009
dinyatakan bahwa seseorang dengan prediabetes perlu mendapatkan terapi non-farmakologik
seperti modifikasi gaya hidup, dan terapi nutrisi medis (medical nutrition therapy). Selain itu
dinyatakan juga bahwa metformin merupakan satu-satunya obat yang dapat dipertimbangkan
untuk diberikan sebagai terapi pencegahan diabetes. Pemberian metformin sebagai terapi
19
pencegahan direkomendasikan pada pasien-pasien risiko tinggi, yaitu pasien dengan IGT plus
IFG dengan obesitas dan di bawah umur 60 tahun, dengan paling tidak satu faktor risiko lain
untuk diabetes. Metformin merupakan obat hipoglikemik oral yang telah disetujui sebagai
terapi lini utama diabetes melitus tipe 2 menurut ADA (American Diabetes Association).[6]
BAB VIII
RINGKASAN
Penyakit Diabetes Melitus yang juga dikenal sebagai penyakit kencing manis atau
penyakit gula darah adalah golongan penyakit kronis yang ditandai dengan peningkatan kadar
gula dalam darah sebagai akibat adanya gangguan sistem metabolisme dalam tubuh, dimana
organ pankreas tidak mampu memproduksi hormon insulin sesuai kebutuhan tubuh.
Berdasarkan sifatnya, diabetes melitus dibagi menjadi :
Diabetes melitus tergantung insulin
Diabetes melitus tidak tergantung insulin, terdiri penderita gemuk dan kurus
Diabetes melitus terkait malnutrisi
Diabetes melitus tipe 2 adalah dimana hormon insulin dalam tubuh tidak dapat
berfungsi dengan semestinya, dikenal dengan istilah Non-Insulin Dependent Diabetes Melitus
(NIDDM). Hal ini dikarenakan berbagai kemungkinan seperti kecacatan dalam produksi
insulin, resistensi terhadap insulin atau berkurangnya sensitifitas (respon) sell dan jaringan
tubuh terhadap insulin yang ditandai dengan meningkatnya kadar insulin di dalam darah.
Metformin adalah obat anti hiperglikemia oral digunakan untuk pengobatan diabetes
melitus tipe 2, Metformin memperbaiki toleransi glukosa tapi tidak mengakibatkan
hipoglikemia dan tidak menyebabkan hiperinsulinemia. Dengan cara meningkatkan
sensitivitas insulin perifer pada jaringan sehingga metformin akan meningkatkan penggunaan
glukosa di dalam perifer.
Absorpsi metformin dapat dipengaruhi oleh adanya makanan dalam lambung.
Metformin tidak dimetabolisme dan dieksresikan melalui urine dalam bentuk utuh. Diketahui
bahwa efek antihiperglikemik pada metformin > 24 jam.
20
Efek toksik yang paling umum dari metformin yaitu pada gastrointestinal anoreksia,
mual, muntah, ketidaknyamanan perut, dan diare.
Pengobatan obesitas dan resistensi insulin pada orang dewasa sering terbukti tidak
efektif karena lingkaran setan yang menyebabkan diabetes tipe 2 mungkin telah menjadi
berurat dan, sampai batas tertentu, mungkin tidak dapat diubah. Deteksi dini dan terapi dari
remaja obesitas dengan riwayat keluarga diabetes tipe 2 dapat mengganggu siklus kenaikan
berat badan dan resistensi insulin yang menyebabkan intoleransi glukosa di masa dewasa.
Melalui kemampuannya untuk mengurangi glukosa darah puasa dan konsentrasi insulin
sampai berat badan ideal, metformin melengkapi efek konseling diet dan olahraga dan
mengurangi risiko diabetes tipe 2 pada pasien yang dipilih.
21
BAB IX
SUMARY AND CONSELUSION
Diabetes mellitus, also known as diabetes or blood sugar disease is a type of chronic
disease characterized by elevated levels of sugar in the blood as a result of disturbances in the
body's metabolic system, where the organ pancreas unable to produce insulin the body needs.
By its nature, diabetes mellitus is divided into:
• Diabetes mellitus insulin dependent
• Diabetes mellitus is independent of insulin, comprising people with fat and thin
• Diabetes mellitus related to malnutrition
Diabetes mellitus type 2 is where the hormone insulin in the body can not function
properly, known as Non-Insulin Dependent Diabetes Mellitus (NIDDM). This is because the
various possibilities such as defects in insulin production, insulin resistance or reduced
sensitivity (responsiveness) and sell the body tissues to insulin which is characterized by
increased levels of insulin in the blood.
Metformin is an oral anti-hyperglycemic use for the treatment of type 2 diabetes
mellitus, metformin improve glucose tolerance but do not cause hypoglycemia and does not
cause hyperinsulinemia. By increasing peripheral insulin sensitivity in tissues that metformin
would improve glucose utilization in peripheral.
Metformin absorption can be affected by the presence of food in the stomach.
Metformin is not metabolized and excreted via urine in intact form. Antihiperglikemik known
that the effects on metformin> 24 hours.
22
The most common toxic effects of metformin are gastrointestinal anorexia, nausea,
vomiting, abdominal discomfort, and diarrhea.
The treatment of obesity and insulin resistance in adults often proves ineffective
because the vicious cycle leading to type 2 diabetes may have become entrenched and, to
some extent, may be irreversible. Early detection and therapy of the obese adolescent with a
family history of type 2 diabetes may interrupt the cycle of weight gain and insulin resistance
that leads to glucose intolerance in adulthood. Through its ability to reduce fasting blood
glucose and insulin concentrations and to moderate weight gain, metformin might
complement the effects of dietary and exercise counseling and reduce the risk of type 2
diabetes in selected patients.
23
BAB X
DAFTAR PUSTAKA
1. http://medicastore.com/index.php?mod=penyakit&id=135 , diakses tanggal 29 mei
2012
2. http://www.bahayakolesterol.com/index.php?
option=com_content&view=article&id=48&Itemid=61&lang=en, diakses tanggal 29
mei 2012
3. http://www.farmasiku.com/index.php?
target=products&mode=search&subcats=Y&type=extended&avail=Y&pshort=Y&pf
ull=Y&pname=Y&pkeywords=Y&cid=0&q=&page=67, diakses tanggal 29 mei 2012
4. http://habib.blog.ugm.ac.id/kuliah/obat-antidiabetes-golongan-biguanid/ , diakses
tanggal 29 mei 2012
5. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/11335776 , diakses tanggal 30 mei 2012
6. http://www.bluefame.com/topic/373969-metformin-menghambat-terjadinya-dm-tipe-
ii-pada-pasien-pre-diabetic/, diakses tanggal 31 mei 2012