malaria pkm koto baru
DESCRIPTION
malariaTRANSCRIPT
45
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Malaria merupakan penyakit yang disebabkan oleh parasit Plasmodium sp. yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Pasien dengan malaria sering mengalami gejala-gejala seperti demam, menggigil, dan flu-like syndrome. Jika malaria tidak ditangani dengan baik, maka dapat timbul komplikasi-komplikasi sampai dengan kematian (CDC, 2012).
Sekitar 300-500 juta kasus malaria terjadi setiap tahunnya. Prevalensi terbesar terdapat pada daerah tropis yang terletak di dataran rendah seperti di pantai-pantai. Plasmodium falciparum ditemukan hampir di setiap daerah tropis dan menyebabkan 50% kasus infeksi serta 95% kematian dari seluruh kasus malaria. Plasmodium vivax dan ovale memiliki penyebaran yang lebih luas dibandingkan dengan Plasmodium falciparum dan lebih sedikit mengakibatkan kesakitan dan kematian. Akan tetapi, Plasmodium vivax dan ovale memiliki fase hipnozoit dalam hati yang memungkinkannnya untuk mengakibatkan infeksi laten (Jorge, 2013).
Dalam 10 tahun terakhir ini, dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2010, WHO mencatat adanya penurunan angka kematian oleh karena malaria di daerah Afrika sebanyak 33% yaitu dari 985.000 kematian pada tahun 2000 menjadi sekitar 660.000 kematian pada tahun 2010 (PMI, 2013). Di Indonesia, penyakit malaria mencatat jutaan kasus kejadian infeksi dan menyebabkan sekitar 40.000 kematian tiap tahunnya (CDC, 2012).
Sediaan darah tipis dan darah tebal serial berguna untuk membantu diagnose malaria dan tingkat parasitemia perlu diketahui terutama pada malaria yang disebabkan oleh Plasmodium falciparum untuk terapi dan menilai prognosis. Berbagai komplikasi yang dapat terjadi berupa malaria serebral, kejang, metabolik asidosis, anemia, hipoglikemia, gagal ginjal akut, blackwater fever, dehidrasi, dan bisa sampai menyebablan kematian (Murray et al., 2010).
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk dapat memahami tentang definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, komplikasi, dan prognosis pasien-pasien dengan malaria. Selain itu, penulisan laporan kasus ini juga digunakan untuk memenuhi syarat dalam mengikuti kegiatan program pendidikan profesi dokter di departemen Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Umum Daerah Pirngadi Medan, Sumatera Utara.
1.3. Manfaat Penulisan
Manfaat penulisan laporan kasus ini adalah untuk memberikan informasi kepada pembaca maupun klinisi tentang penyakit malaria sehingga diharapkan dapat memberikan pemahaman yang lebih lanjut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut (Parmet S. et al, 2007). Sedangkan , Finch, R.G. et al (2012) mengatakan bahwa malaria merupakan suatu infeksi yang menyerang pada sistem darah manusia. Berdasarkan Chew S.K. (1992), terdapat empat spesies plasmodium yang bisa menginfeksi manusia yaitu, Plasmodium vivax, Plasmodium ovale, Plasmodium malariae, dan Plasmodium falciparum. Walaupun begitu, studi terbaru telah menemukan suatu spesies Plasmodium baru yang bisa menginfeksi manusia. Spesies Plasmodium yang kelima ini dikenali sebagai Plasmodium knowlesi (Marano & Freedman, 2009).
2.2. Epidemiologi
Di daerah mana saja yang terdapat suhu yang sesuai, yaitu melebihi isotherm 16o C, serta terdapat koeeksistensi manusia dan nyamuk Anopheles sp, maka terdapat faktor risiko untuk penularan malaria. Kelima-lima parasit Plasmodium yang bisa menginfeksi manusia terdistribusi di tempat geografis yang berbeda. Plasmodium falciparum paling sering ditemui di Afrika Sub-Sahara dan Melanesia; Plasmodium vivax pula ditemui di Amerika Sentral, Amerika Selatan, Afrika Utara, Timur Tengah dan subkontinen India; Plasmodium Ovale ditemui hamper secara eksklusif di Afrika Barat; Plasmodium malariae bisa ditemui di seluruh dunia walaupun terkonsentrasi di Afrika dan Plasmodium knowlesi yang sejak kebelakangan ini didokumentasikan di beberapa kepulauan Bornea serta di beberapa daerah Asia Tenggara (Roe & Pasvol, 2009).
2.3. Etiologi
Penyebab penyakit malaria adalah parasit malaria, suatu protozoa dari genus Plasmodium. Malaria ditransmisikan oleh nyamuk Anopheles. Transmisi tidak terjadi dibawah suhu 16 derajat dan diatas 33 derajat serta pada ketinggian diatas 2000 meter. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan sporogoni tidak dapat terjadi pada suhu demikian. Kondisi optimum terjadinya transmisi adalah pada suhu 20-30 derajat (White, 2008). Sampai saat ini di Indonesia dikenal 4 jenis spesies plasmodium penyebab malaria pada manusia, yaitu :
1) Plasmodium falciparum, menyebabkan malaria tropika yang berat karena kemampuannya menginvasi eritrosit semua umur sehingga menyebabkan parasitemia yang tinggi dan menyebabkan anemia berat. Plasmodium ini umumnya menyebabkan sekuesterasi pada pembuluh darah kecil dan menyebabkan berbagai komplikasi malaria berat
2) Plasmodium vivax, penyebab malaria tertiana. Infeksi Plasmodium ini membentuk hipnozoit yang bersifat dorman dan menyebabkan relaps
3) Plasmodium ovale, menyebabkan malaria tertian dan mempunyai kemampuan membentuk hipnozoit yang dapat menyebabkan relaps
4) Plasmodium malariae, penyebab malaria kuartana
5) Plasmodium knowlesi, menyebabkan malaria yang langka namun telah didokumentasikan di Borneo, Thailand, Myanmar, Singapore, Filipina, dan beberapa kawasan Asia Tenggara lainnya serta di Amerika Selatan. Infeksi malaria ini menyebabkan infeksi yang fatal dan harus di tatalaksana secara agresif sesuai dengan tatalaksana P. falciparum (Depkes, 2008).
Tabel 1. Perbedaan antar Plasmodium
Siklus hidup
Fase pre-eritrositik
Infeksi malaria dimulai ketika nyamuk anopheles menginokulasikan sejumlah kecil sporozoit plasmodium (8-15) ketika menghisap darah. Setelah injeksi sporozoit akan masuk ke sirkulasi melalui pembuluh darah dan limfe dan mencapai tropismenya di sel parenkim hati dan memulai fase perkembangan aseksual. Stadium ini berlangsung kurang lebih selama 15 hari sebelum akhirnya schizont rupture dan menlepaskan merozoit ke dalam sirkulasi darah. Pada infeksi P. vivax dan P. ovale siklus intrahepatic memasuki bentuk dorman sebagai hipnozoit dan aktif kembali setelah beberapa bulan sebagai relaps infeksi. Fase ini bersifat asimptomatik pada manusia sporozoit yang motil akan mencari pembuluh darah (White, 2008).
Fase aseksual
Merozoit yang dilepaskan ke dalam pembuluh darah bersifat motil dan akan menginvasi sel eritrosit dengan cepat. Proses invasi melibatkan perlekatan ke dalam eritrosit dan interiorisasi dilakukan dengan cara gerakan aktif parasite terhadap membrane eritrosit yang mengalami invaginasi. Setelah berada dalam eritrosit, parasite akan berada dalam sitosol eritrosit yang dikelilingi oleh membran plasma dan vakuola parasitophrous. Proses perlekatan merozoit ke sel eritrosit melibatkan reseptor pada permukaan sel eritrosit. Pada P. vivax reseptor ini melibatkan Duffy blood group antigen Fya atau Fyb. Pada P. falciparum protein merozoit EBA 175 memainkan peranan penting dalam proses invasi. Perlekatan protein ini pada reseptor permukaan eritrosit akan mengaktivasi motor aktin pada parasite dan memberikan energy untuk proses invasi. Reseptor permukaan sel pada P. malariae dan P. ovale tidak diketahui (White, 2008) .
Selama fase awal perkembangan intraeritrositik (37,5 C)
2. Konjungtiva atau telapak tangan pucat
3. Splenomegali
4. Hepatomegali (Depkes, 2008)
Pada penderita yang diduga malaria berat, dapat ditemukan tanda klinis seperti dibawah ini:
1. Temperatur rektal > 40 C
2. Nadi cepat dan lemah/kecil
3. Tekanan darah sistolik < 70 mmHg pada orang dewasa dan pada anak-anak < 50 mmHg
4. Frekuensi nafas > 35 x per menit pada orang dewasa atau > 40 x per menit pada balita, anak di bawah 1 tahun > 50 x per menit.
5. Penurunan derajat kesadaran dengan GCS 10 parasit dalam 1 LPB)
b. kuantitatif
Jumlah parasit dihitung per mikro liter darah pada sediaan darah tebal (leukosit) atau sediaan darah tipis (eritrosit).
Contoh:
*Bila dijumpai 1500 parasit per 200 leukosit, sedangkan jumlah leukosit 8000/uL, maka hitung parasit: 8000/200 x 1500 parasit = 60.000 parasit/uL
*Bila dijumpai 50 parasit per 1000 eritrosit = 5%. Bila jumlah eritrosit 450.000 maka hitung parasit: 450.000/1000 x 50 = 225.000 parasit/uL
Untuk penderita yang diduga malaria berat perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Bila pemeriksaan sediaan darah pertama negatif, perlu diperiksa ulang setiap 6 jam sampai 3 hari berturut-turut.
Bila hasil pemeriksaan sediaan darah tebal selama 3 hari berturut-turut tidak ditemukan parasit maka diagnosis malaria disingkirkan (Depkes, 2008)
2. Pemeriksaan dengan Rapid Diagnostic Test
Mekanisme kerja tes ini berdasarkan deteksi antigen parasit malaria, dengan menggunakan metoda imunokromatografi, dalam bentuk dipstik. Tes ini sangat bermanfaat pada Instalasi Gawat Darurat, pada saat terjadi kejadian luar biasa dan di daerah terpencil yang tidak tersedia fasilitas lab serta untuk survei tertentu.
Tes yang tersedia di pasaran saat ini mengandung:
HRP-2 (Histidine Rich Protein 2) yang diproduksi oleh trofozoit, skizon dan gametosit muda P.falciparum.
Enzim Parasite Lactate Dehydrogenase (p-LDH) dan aldolase yang diproduksi oleh parasit bentuk aseksual atau seksual P.falciparum, P.ovale, P.malariae.
Kemampuan rapid test yang beredar pada umumnya ada 2 jenis, yaitu:
Single, mampu mendiagnosis hanya infeksi P.falciparum
Combo, mampu mendiagnosis infeksi P.falciparum dan non falciparum
Dianjurkan untuk menggunakan rapid test dengan kemampuan minimal sensitivity 95% dan specificity 95%. Hal yang terpenting lainnya sebaiknya penyimpanan RDT ini di dalam lemari es tetapi tidak dalam freezer (Depkes, 2008).
3. Pemeriksaan untuk malaria berat
Hemoglobin dan hematokrit
Hitung jumlah leukosit dan trombosit
Test kimia darah lain (gula darah, serum bilirubin, SGOT & SGPT, alkali fosfatase, albumin/globulin, ureum, kreatinin, natrium dan kalium, AGDA)
EKG
Foto thoraks
Analisis cairan cerebrospinalis
Biakan darah dan uji serologi
Urinalisis (Depkes, 2008)
2.7. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik lain termasuk analisa quantitave buffy coat (QBC) dan rapid diagnostic tests (RDT). QBC merupakan suatu metode mikroskopik alternative di mana buffy coat yang telah disentrifuge diwarnai dengan flurokrom sehingga parasit malaria kelihatan terang apabila diperiksa di bawah mikroskop (Finch, R.G. et al, 2005). WHO (2005) menjelaskan bahwa RDT, yang juga disebut sebagai dip stick atau malaria rapid diagnostic devices (MRRDs), membantu menegakkan diagnosa malaria dengan membuktikan kehadiran parasit malaria dalam darah manusia. RDT merupakan alternative terhadap diagnose yang ditegakkan berdasarkan manifestasi klinis, terutama pada tempat yang tidak mempunyai sarana mikroskopis yang berkualitas. Walaupun terdapat berbagai jenis RDT, tetapi prinsip kerjanya sama, yaitu dengan mendeteksi antigen spesifik (protein) yang dihasilkan oleh parasit malaria dan berada dalam sirkulasi darah orang yang terinfeksi. Beberapa RDT hanya mampu mendeteksi satu spesies Plasmodium sedangkan yang lain bias mendeteksi beberapa spesies Plasmodium sedangkan yang lain bias mendeteksi beberapa spesies Plasmodium. Darah untuk pemeriksaan RDT biasanya di ambil melalui finger prick. Menurut Roe & Pasvol (2009), keuntungan RDT adalah pemeriksaan ini tidak memerlukan kepakaran yang tinggi untuk pelaksanaannya. Walaupun begitu biaya RDT mahal dan pemeriksaan tidak bersifat kuantitatif.
Polymerase chain reaction (PCR) sangat berguna untuk menegakkan diagnose malaria berdasarkan spesiesnya dan mendeteksi infeksi walaupun pada kadar parasitemia yang rendah. Namun, biaya yang mahal dan waktu yang lama diperlukan serta peralatan yang khas yang diperlukan menyebabkan pemeriksaan tidak praktis (Roe & Pasvol, 2009). Marano & Freedman (2009) mengatakan bahwa PCR diperlukan untuk mengidentifikasikan infeksi Plasmodium knowlesi. Ini karena pemeriksaan dengan mikroskopi sediaan tebal dan tipis sering menimbulkan kekeliruan dengan spesies Plasmodium malariae yang infeksinya bersifat lebih jinak berbanding Plasmodium knowlesi.
Tes serologi seperti indirect fluorescent antibody technique dan enzyme linked-immunosorbent assays (ELISA) tidak mempunyai nilai diagnostic untuk diagnosis malaria. Walaupun begitu, metode serologis sangat berguna untuk skrinning pendonor darah asimptomatis (Chew S.K., 1992).
2.8. Komplikasi
Komplikasi malaria umumnya disebabkan karena P. falciparum. Sering terjadi secara mendadak tanpa gejala-gejala sebelumnya, dan terjadi pada penderita yang tidak imun. Penderita malaria dengan komplikasi umumnya digolongkan sebagai malaria berat. Adapun komplikasi dari malaria adalah sebagai berikut :
a. Malaria Serebral
Gejala malaria serebral dapat ditandai dengan koma yang tidak bisa dibangunkan, GCS < 7. Dapat juga didapati dengan apati, somnolen, delirium dan perubahan tingkah laku. Penurunan kesadaran menetap untuk waktu lebih dari 30 menit, tidak demam atau hipoglikemi. Refleks abdomen dan kremaster normal, sedangkan Babinsky abnormal pada 50% penderita. Pada keadaan berat penderita dapat mengalami dekortikasi (lengan flexi dan tungkai extensi), decerebrasi (lengan dan tungkai extensi), opistotonus, deviasi mata ke atas dan lateral. Keadaan ini sering disertai hiperventilasi. Lama koma 2-3 hari pada orang dewasa.
Malaria serebral diduga terjadi akibat sumbatan kapiler pembuluh darah otak sehingga terjadi anoksia otak. Sumbatan tersebut terjadi karena eritrosit yang mengandung parasit sulit melalaui pembuluh kapiler karena proses sitoadherensi dan sekuestrasi parasit. Tapi penelitian Warrell DA menyatakan tidak ada perubahan cerebral blood flow, cerebro vasculer resistence, ataupun cerebral metabolic rate for oxygen. Pada malaria serebral Kadar laktat pada CSS meningkat > 2,2 mmol/l dan menjadi indkator prognosis, bila kadar laktat > 6 mmol/l mempunyai prognosa yang fatal. Tekanan intrakranial meningkat pada anak-anak (80%). Adanya edema serebri hanya dijumpai pada kasus-kasus agonal. Pada melaria serebral biasanya disertai gangguan fungsi organ lain seperti ikterik, gagal ginjal, hipoglikemia dan edema baru. Bila terjadi lebih dari 3 komplikasi organ maka prognosa kematian > 75%. (Harijanto, P.N, 2006).
b. Gagal Ginjal Akut (GGA)
Kelainan fungsi ginjal sering terjadi pada penderita malaria dewasa. Dapat pre-renal karena dehidrasi (>50%) dan hanya 5 10 % disebabkan nekrosis tubulus akut. Gangguan ginjal diduga disebabkan adanya anoksia karena penurunan alirah darah ke ginjal akibat dari sumbatan kapiler. Sehingga terjadi penurunan filtrasi pada glumerulus. Secara klinis dapat terjadi fase oliguria ataupun poliuria. Dibutuhkan pemeriksaan urin, bila berat jenis urin < 1,010 menunjukkan nekrosis tubulus akut, urin yang pekat BJ > 1,015, rasio urea urin : darah > 4:1, natrium urin < 20 mmol/l menunjukkan dehidrasi.
Beberapa faktor risiko yang mempermudah terjadinya GGA ialah hiperparasitemia, hipotensi, ikterus, hemoglobinuri. Dialisis merupakan pilihan pengobatan untuk menurunkan mortalitas. (Harijanto, P.N, 2006).
c. Kelainan Hati (Malaria Biliosa)
Jaundice dan ikterus sering dijumpai pada infeksi malaria falsiparum. Pada penelitian di Minahasa, hepatomegali 15,9%, hiperbilirubinemia 14,9% dan peningkatan serum transaminase 5,7%. Pada malaria biliosa (malaria dengan ikterus) dijumpai ikterus hemolitik, ikterus obstruktip intra-hepatal dan tipe campuran parenkimatosa, hemolitik dan obstruktip, peningkatan SGOT 121 mU/ml dan SGPT 80,8 mU/ml. SGOT dan SGPT > 3x normal menunjukkan prognosis yang jelek. (Harijanto, P.N, 2006).
d. Hipoglikemia
Hipoglikemia sebagai keadaan terminal dengan malaria berat. Hal ini disebabkan karena kebutuhan metabolik dari parasit telah menghabiskan cadangan glikogen dalam hati. Hipoglikemia dapat tanpa gejala pada penderita dengan keadaan umum yang berat ataupun penurunan kesadaran. Penyebab hipoglikemia yang paling sering karena pemberian terapi kina. Penyebab lainnya ialah kegagalan glukoneogenesis pada penderita ikterik, hiperparasitemia oleh karena parasit mengkonsumsi karbohidrat, dan pada TNF-a yang meningkat. Hipoglikemia kadang-kadang sulit diobati dengan cara konvensionil karena hiperinsulinemia akibat kina. Mungkin dengan pemberian diazoksid dimana terjadi hambatan sekresi insulin merupakan cara pengobatan yang dapat dipertimbangkan. (Harijanto, P.N, 2006).
e. Anemia
Terjadi oleh karena kecepatan destruksi sel-sel darah merah dan peningkatan bersihan oleh limpa, dan bersamaan dengan hal tersebut juga disertai gangguan (inefektifitas) system eritropoesis. Gambaran umum malaria bberat adalah anemia yang sering kali memerlukan transfuse darah yang terdapat pada sekitar 30% kasus. Indikasi transfusi bila kadar Hb < 5 g/dL atau bila hematokrit 35 kali/menit prognosanya jelek. (Harijanto, P.N, 2006)
j. Manifestasi Gastro-Intestinal
Sering dijumpai pada malaria, gejala-gejala antara lain : tak enak diperut, flatulensi, mual, muntah, diare dan konstipasi. Kadang-kadang gejala menjadi berat berupa sindroma billious remittent fever yaitu gejala gastro-intestinal dengan hepatomegali, ikterik (hiperbilirubinemia dan peningkatan SGOT/SGPT) dan gagal ginjal, malaria disentri menyerupai disentri basiler, dan malaria kolera yang jarang pada P. falciparum berupa diare cair yang banyak, muntah, keram otot dan dehidrasi. (Harijanto, P.N, 2006)
k. Hiponatremia
Hiponatremia sering dijumpai pada penderita malaria falciparum dan biasanya bersamaan dengan penurunan osmolaritas plasma. Terjadi hiponatremia dapat disebabkan karena kehilangan cairan dan garam melalui muntah dan mencret ataupun terjadinya sindroma abnormalitas hormon anti-diuretik (SAHAD), akan tetapi pengukuran hormon diuretik yang pernah dilakukan hanya dijumpai peningkatan pada 1 diantara 17 penderita. (Harijanto, P.N, 2006)
l. Gangguan Metabolik Lainnya
Asidosis metabolik ditandai dengan hiperventilasi (pernafasan Kussmaul), peningkatan asam laktat, pH turun dan peningkatan bikarbonat. Asidosis biasanya disertai edema paru, hiperparasitemia, syok, gagal ginjal dan hipoglikemia. Gangguan metabolik lainnya :
Hipokalsemia dan hipophosphatemia
Hipermagnesemia
Hiperkalemia (pada Gagal ginjal)
Hipoalbuminemia
Hiperphospholipedemia
Hipertriglyceremia dan hipocholesterolemia
T-4 rendah, TSH basal normal (Harijanto, P.N, 2006)
m. Malaria Berat (Severe Malaria)
Ditandai dengan anemia normositer dan nilai hematokrit < 15% atau Hb < 5 gr/dL disertai ditemukannya parasitemia lebih dari 10.000/L. Jika anemia bersifat hipokrom dan mikrositer, defisiensi besi dan thalassemia/hemoglobinopati harus dieksklusi (White, 2008).
2.9. Penatalaksanaan
Semua individu dengan infeksi malaria yaitu mereka dengan ditemukannya plasmodium aseksual didalam darahnya, malaria klinis tanpa ditemukan parasit dalam darah perlu diobati. Prinsip pengobatan malaria :
a. Penderita tergolong malaria biasa (tanpa komplikasi) atau penderita melaria berat/dengan komplikasi. Penderita dengan komplikasi/malaria berat memakai obat parenteral, malaria biasa diobati dengan per oral
b. Penderita malaria harus mendapatkan pengobatan yang efektif, tidak terjadi kegagalan pengobatan dan mencegah terjadinya transmisi yaitu dengan pengobatan ACT (Artemisinin base Combination Therapy)
c. Pemberian ACT harus berdasarkan hasil pemeriksaan malaria yang positif dan dilakukan monitoring efek/respon pengobatan
d. Pengobatan malaria kliinis/tanpa hasil pemeriksaan malaria memakai obat non-ACT
(Harijanto, P.N, 2006)
1. Pengobatan penderita tanpa komplikasi (malaria biasa)
Secara global WHO telah menetapkan dipakainya pengobatan malaria dengan memakai obat ACT (Artemisinin base Combination Therapy). Golongan ART telah dipilih sebagai obat utama karena efektif dalam mengatasi plasmodium yang resisten dengan pengobatan. Selain itu artemisinin juga bekerja membunuh plasmodium dalam semua stadium termasuk gametosit. Juga efektif terhadap semua spesies, P. falciparum, P. vivax, maupun lainnya. Laporan kegagalan terhadap ART belum dilaporkan saat ini. (Harijanto, P.N, 2006)
Golongan Artemisinin
Obat ini mempunyai beberapa formula seperti : artemisinin, artemeter, arte-eter, artesunat, asam artelinik dan dihidroartemisinin. Obat ini bekerja sangat cepat dengan paruh waktu kira-kira 2 jam, larut dalam air, bekerja sebagai obat sizontocidal darah. Karena beberapa penelitian bahwa pemakaian obat tunggal menimbulkan terjadinya rekrudensi, maka direkomendasikan untuk dipakai dengan kombinasi obat lain. Dengan demikian juga akan memperpendek pemakaian obat. Obat ini cepat diubah dalam bentuk aktifnya dan penyediaan ada yang oral, parenteral/injeksi dan suppositoria. (Harijanto, P.N, 2006)
a. Pengobatan ACT
WHO memberikan petunjuk penggunaan artemisinin dengan mengkombinasikan dengan obat anti malaria yang lain, hal ini disebut dengan Artemisinin base Combination Therapy. Kombinasi obat ini dapat berupa kombinasi dosis tetap (fixed dose) atau kombinasi tidak tetap (non-fixed dose).
Kombinasi dosis tetap lebih memudahkan pemeberian pengobatan. Contoh : Co-Artem yaitu kombinasi artemeter (20 mg) + lumefantrine (120 mg). dosis Coartem 4 tablet 2x1 sehari selama 3 hari. Kombinasi tetap yang lain ialah dihidroartemisinin (40mg) + piperakuin (320 mg) yaitu Artekin. Dosis artekin untuk dewasa : dosis awal 2 tablet, 8 jam kemudian 2 tablet, 24 jam dan 32 jam masing-masing 2 tablet. (Harijanto, P.N, 2006)
Artesunate
Formula: tablet mengandung 50 mg sodium artesunate
Ampul i.m/i.v injeksi mengandung 60 mg sod. Artesunate dalam 1 ml larutan injeksi
Khasiat: sama dengan artemisin.
Dosis :
Tanpa komplikasi : kombinasi terapi 4 mg/kgbb setiap hari untuk 3 hari + amodiakuin (10mg/kgbb/hari) selama 3 hari
Malaria berat :dosis awal 2,4 mg/kgbb per i.v diberikan pada 12 jam pertama dan dilanjutkan dengan dosis yang sama untuk 12 jam berikutnya, hari ke 2 s/d 5 adalah 2,4 mg/kgbb/24 jam. Selama 5 hari sampai penderita mampu minum obat.
Efek samping: sakit kepala, mual, muntah, sakit perut, gatal, demam, perdarahan abnormal, hematuria
Wanita hamil: digunakan untuk terapi malaria tanpa komplikasi selama kehamilan trimester 2 dan 3 pada daerah resisten multi drug. Trimester 1 tidak dianjurkan. (Depkes, 2008)
Amodiakuin
Formula :200 mg amodiakuin basa
Penggunaan: bukan untuk profilaksis atau penggunaan alternative terhadap kegagalan klorokuin
Wanita hamil: belum ada bukti aman/bahaya
Dosis : regimen 10 mg amodiakuin basa perhari selama 3 hari (total dosis 30 mg/kg)
Efek samping: mual, muntah, sakit perut, diare dan gatal-gatal
Kontraindikasi: penderita dengan gangguan hepar, untuk profilaksis/pencegahan
(Depkes, 2008)
Kombinasi ACT yang tidak tetap misalnya :
Artesunate + mefloquine
Artesunate + amodiaqine
Artesunate + klorokuin
Artesunate + sulfadoksin-pirimetamine
Artesunate + pyronaridine
Artesunate + chlorproguanil-dapsone (CDA/Lapdap plus)
Dihidroartemisinin + piperakuin + Trimethoprim (Artecom)
Artecom + Primakuin (CV 8)
Dihidroartemisinin + naphtoquine
(Harijanto, P.N, 2006)
Dari kombinasi diatas yang tersedia di Indonesia saat ini ialah kombinasi artesunate + amodiakuin dengan nama dagang Artesdiaquine atau Artesumoon.
Dosis untuk dewasa yaitu artesunate (50 mg/tablet) : 200 mg pada hari I-III ( 4 tablet)
Dosis amodiquine (200 mg/tablet) yaitu 3 tablet hari I dan II dan 11/2 tablet hari III.
Artesumoon ialah kombinasi yang dikemas sebagai bliseter dengan aturan pakai tiap blister/ hari (artesunate + amodiakuin) diminum selama 3 hari. Dosis amodiaquine adalah 25 30 mg /kgBB selama 3 hari. (Harijanto, P.N, 2006)
b. Pengobatan non-ACT
Klorokuin difosfat/sulfat, 250 mg garam (150 mg basa), dosis 25 mg basa/kg BB untuk 3 hari, terbagi 10 mg/kg BB hari I dan hari II, 5 mg/kg BB pada hari III. Pada orang dewasa biasa dipakai dosis 4 tablet hari I dan II dan 2 tablet hari III. Dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax.
Sulfadoksin-Pirimetamin (SP), 500 mg sulfadoksin + 25 mg pirimetamin) dosis orang dewasa 3 tablet dosis tunggal (1 kali). Atau dosis anak memakai takaran pirimetamin 1,25 mg/kg BB. Obat in hanya dipakai untuk plasmodium falciparum dan tidak efektif untuk P. vivax. Bila terjadi kegagalan dengan obat klorokuin dapat menggunakan SP.
Kina sulfat : (1 tablet 220 mg) dosis yang dianjurkan ialah 3 x 10 mg/kg BB selama 7 hari, dapat dipakai untuk P. falciparum maupun P. vivax. Kina dipakai sebagai obat cadangan untuk mengatasi resistensi terhadap klorokuin dan SP. Pemakaian obat untuk waktu yang lama menyebabkan kegagalan untuk memakai sampai selesai.
Primakuin : (1 tablet 15 mg) dipakai sebagai obat pelengkap/pengobatan radical terhadap P. falciparum maupun P. viviax. Pada P. falciparum dosisnya 45 mg (3 tablet) dosis tunggal untuk membunuh gamet, sedangkan untuk P. vivax dosisnya 15 mg/hari selama 14 hari yaitu untuk membunuh gamet dan hipnozoit (anti-relaps). (Harijanto, P.N, 2006)
Primakuin
Formula: tablet mengandung 15 mg primakuin basa
Khasiat: efektif melawan gametosit seluruh sepsies parasit. Aktif terhadap schizon darah P. Falciparum, P. Vivax. Efektif terhadap schizon jaringan P. Falciparum dan P. Vivax.
Penggunaan: terapi anti relaps pada P. Vivax dan P. Ovale dan gametocidal pada malaria falciparum. Tidak untuk pencegahan
Dosis: anti relaps 0,25 mg/kgbb untuk 14 hari
Efek gametosidal single dose 0,75 mg basa kgbb, dosis diulangi 1 minggu terakhir.
Kontraindikasi: ibu hamil, penderita G6PD, anak < 1 tahun. Penderita rheumatoid arthritis dan lupus eritematosus.
Efek samping: anoreksia, mual muntah, sakit perut dan keram, sakit pada lambung/perut. Kejang, gangguan kesadaran, gangguan system hemopoitik, pada G6PD terjadi hemolisis. (Depkes, 2008)
Kina
Formulasi: tablet lapis gula 200 mg
Injeksi : 1 amp 2 cc kina HCl 25% berisi 500 mg basa (per 1 cc berisi 250 mg basa)
Khasiat: sangat aktif bekerja terhadap skizon darah dan penyembuhan klinis yang efektif
Indikasi: obat pilihan malaria berat, pilihan pada daerah dengan multidrugs resisten
dosis: per oral atau per drip dalam 3 hari. i.v dalam infuse larutan isotonic tetesan lambat dalam dextrose 5%. Jika i.m obat dilarutkan menjadi konsentrasi 60 mg/ml
Wanita hamil: aman untuk ibu hamil.
Efek samping : sindrom cinchonism, gangguan peredaran darah jantung, hipoglikemia
Malaria Falsiparum
Lini pertama pengobatan malaria falciparum adalah ACT. Pada saat ini pada program pengendalian malaria mempunyai 2 sediaan yaitu : (Depkes, 2008)
a. Artesunate Amodiaquin
b. Dihydroartemisinin Piperaquin (saat ini khusus digunakan untuk Papua dan wilayah tertentu.
(Artesunat + Amodiaquin + Primakuin)
(Dosis :Amodiakuin basa : 10 mg/kgBBArtesunat : 4 mg/kgBBPrimakuin : 0,75 mg/kgBB)
Atau
(Dihydroartemisinin + Piperaquin + Primakuin)
(Dosis :Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBBPiperakuin : 16 32 mg/kgBBPrimakuin : 0,75 mg/kgBB)
Lini kedua
(Kina + Doksisiklin atau Tetrasiklin + Primakuin)
(Dosis :Kina : 10 mg/kgBB/kali selama 7 hariDoksisiklin : 4 mg/kgBBTetrasiklin : 4-5 mg/kgBB/kaliPrimakuin : max 3 tablet)
Malaria Vivaks dan Ovale
(Artesunat + Amodiaquin + Primakuin )
(Dosis :Amodiakuin basa : 10 mg/kgBBArtesunat : 4 mg/kgBBPrimakuin : 0,25 mg/kgBB)
Atau
(Dihydroartemisinin + Piperaquin)
(Dosis :Dihydroartemisinin : 2-4 mg/kgBBPiperakuin : 16 32 mg/kgBBPrimakuin : 0,75 mg/kgBB)
Lini kedua Malaria Vivaks
(Kina + Primakuin)
(Dosis :Kina : 10 mg/kgBB/kali selama 7 hariPrimakuin : 0,25 mg/kgBB/hari 14 hari)
Malaria Vivaks yang relaps
Pengobatannya sama dengan regimen sebelumnya hanya dosis primakuin ditingkatkan, primakuin diberikan selama 14 hari dengan dosis 0,5 mg/kgBB/hari. (Depkes, 2008)
Malaria Malariae
Cukup diberikan ACT 1 kali per-hari selama 3 hari , dengan dosis sama dengan pengobatan malaria lainnya. (Depkes, 2008)
2. Pengobatan penderita malaria berat
Pengobatan malaria berat ditujukan pada pasien yang datang dengan manifestasi klinis berat termasuk gagal dengan pengobatan lini pertama. Penatalaksanaan kasus malaria berat pada prinsipnya meliputi : (Depkes, 2008)
a. Tindakan umum
b. Pengobatan simptomatik
c. Pemberian obat anti malaria
d. Penanganan komplikasi
a. Tindakan umum
Bebaskan jalan nafas
Perbaiki keadaan umum penderita
Monitor tanda-tanda vital / 30 menit
Pantau tekanan darah, warna kulit dan suhu
Lakukan pemeriksaan darah tebal ulang untuk konfirmasi diagnosis
Bila pasien koma lakukan prinsip ABCD (Depkes, 2008)
b. Pengobatan Simptomatik
Berikan antipiretik pada penderita demam untuk cegah hipertermia
Berikan antikonvulsan pada penderita kejang (Depkes, 2008)
c. Pemberian obat anti Malaria
Pilihan utama :
derivat artemisini parenteral
artesunat intravena atau intramuskular
loading dose secara bolus : 2,4 mg/kgBB per-IV selama + 2 menit, dan diulangi setelah 12 jam dengan dosis yang sama. Selanjutnya artesunat diberikan 2,4 mg/kgBB per-IV satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bisa juga diberikan secara intramuskular dengan dosis yang sama.
Bila sudah dapat minum obat, maka pengobatan dilanjutkan ke lini pertama malaria tanpa komplikasi : artesunat + amodiakuin + primakuin
artemeter intramuskular
loading dose: 3,2 mg/kgBB i.m. selanjutnya 1,6 mg/kgBB i.m satu kali sehari sampai penderita mampu minum obat. Bila sudah mampum minum obat dilanjutkan ke lini pertama malaria tanpa komplikasi.
Obat alternatif malaria berat : Kina dihidroklorida parenteral
d. penanganan komplikasi
1. malaria serebral
prinsip penatalaksanaan malaria serebral sama seperti pada malaria berat umumnya. hal yang perlu diperhatikan :
- perawatan pasien dengan gangguan kesadaran
- deteksi dini dan pengobatan komplikasi berat lainnya
- waspadai terjadinya infeksi bakteri
2. anemia berat
suatu keadaan dimana kadar Hb < 5 g/dL atau Ht < 15% dengan parasit >100.000/ul. Anemia berat sering menyebabkan distress pernafasan yang dapat mengakibatkan kematian. Oleh karena itu pemberian transfusi darah harus segera dilakukan.
(Kebutuhan total (PRC) : Hb x BB x 4 cc)
Bila PRC tidak tersedia dapat diberikan whole blood
(Kebutuhan total (WB) : Hb x BB x 6 cc)
3. Hipoglikemia
Keadaan dimana KGD sewaktu 30% tanpa komplikasi berat
Parasitemia >10% disertai komplikasi berat lainnya
Parasitemia >10% dengan gagal pengobatan setelah 12-24 jam pemberian kemoterapi anti malaria yang optimal.
Parasitemia >10% disertai prognosis buruk
Pastikan darah transfuse bebas infeksi
Rujuk bila fasilitas tidak memadai
9. Edema Paru
Edema paru terjadi akibat
a. ARDS
b. Over hidrasi akibat pemberian cairan
Tindakan :
Bila ada tanda edema paru akut, penderita segera dirujuk, dan sebelumnya dapat dilakukan tindakan sesuai penyebabnya.
a. ARDS
Pemberian oksigen
PEEP (positive end-respiratory pressure)
b. Over hidrasi
Pembatasan asupan cairan
Pemberian furosemid 40 mg i.v bila perlu diulangi 1 jam kemudian atau dosis ditingkatkan sampai 200 mg (maksimum)
Rujuk segera bila overload tidak diatasi
10. Distress Pernafasan
Sering terjadi pada anak-anak, penyebab terbanyak akibat asidosis metabolic biasa berhubungan dengan malaria serebral.
Tindakan :
Penatalaksanaan distress pernapasan sebaiknya bertujuan mengoreksi penyebabnya.
3. Kemoprofilaksis
Kemoprofilaksis bertujuan untuk mengurangi resiko terinfeksi malaria sehingga bila terinfeksi maka gejala klinisnya tidak berat. Ditujukan kepada orang yang bepergian ke daerah endemis malaria dalam waktu yang tidak terlalu lama, seperti turis, peneliti, dll. Untuk kelompok atau individu yang akan bepergian tugas dalam jangka waktu yang lama, sebaiknya menggunakan personal protection seperti pemakaian kelambu, repellent, kawat kassa, dll.
Kemoprofilaksis ditujukan untuk infeksi spesies Plasmodium falciparum, karena tingginya tingkat resistensi terhadap Klorokuin, maka doksisiklin menjadi pilihan untuk kemoprofilaksis. Doksisiklin diminum satu hari sebelum keberangkatan dengan dosis 2 mg/kgbb setiap hari selama tidak lebih dari 12 minggu .
2.10. Prognosis
Pada infeksi malaria hanya terjadi mortalitas bila mengalam malaria berat. Pada malaria berat, mortalitas tergantung pada kecepatan penderita tiba di RS, kecepatan diagnosa dan penanganan yang tepat. Walaupun demikian, mortalitas penderita malaria berat di dunia masih cukup bervariasi 15% - 60% tergantung fasilitas pemberi pelayanan. Banyaknya jumlah komplikasi berbanding lurus dengan tingkat mortalitas (Harijanto, 2006).
BAB III
KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD)
CATATAN MEDIK PASIEN
ANAMNESA PRIBADI
Nama: Apriadi
Umur: 28 tahun
Jenis kelamin: Laki-laki
Suku/bangsa: Jawa / Indonesia
Status: Menikah
Agama: Islam
Pekerjaan: Nelayan
Alamat: Jln. Ambai Gg Tora No. I Medan
Tanggal masuk: 5 Juli 2013
ANAMNESA PENYAKIT
Keluhan utama: Penurunan kesadaran
Telaah: Hal ini dialami os 1 hari SMRS. Riwayat demam tinggi (+) dialami os sejak 1 minggu yang lalu dan bersifat naik turun dan dapat mencapai suhu normal. Riwayat menggigil (+) dan berkeringat banyak (+). Diketahui os bekerja sebagai nelayan dan tinggal di daerah pinggiran pantai yang merupakan daerah endemik malaria. Riwayat BAK seperti teh pekat (+) dialami os sejak 4 hari yang lalu, volume urin 300 cc/24 jam. Riwayat nyeri BAK (-), BAK berpasir (-), BAK keluar batu (-). Os juga mengeluhkan mual (+), muntah (-). Os merasa badan lemah (+), sakit kepala (+), sakit punggung (+), nyeri sendi dan tulang (+). Riwayat batuk (-), sesak nafas (-). Riwayat susah BAB (+) dialami os 4 hari yang lalu.Riwayat transfusi darah (-). Riwayat sakit malaria (-). Riwayat sakit darah tinggi (-), sakit gula (-).
STATUS PASIEN
Sensorium: Compos Mentis
Tekanan darah: 120/70 mmHg
Heart rate: 80 x/i
Respiration rate : 24 x/i
Temperature: 36,3 0 C
Anemia: ( +/+ )
Ikterus: ( +/+ )
Sianosia: ( - )
Dispnoe: ( - )
Oedem: ( - )
PEMERIKSAAN FISIK
Status generalisata
Kepala
Mata : Konjungtiva palpebra inferior anemia ( + / + ), skelra ikterik ( +/+ )
T/H/M: Dalam batas normal
Leher
Trakea: medial
KGB: tidak ada pembesaran kelenjar
TVJ: R-2 cmH2O
Thorak
Inspeksi: Simetris fusifomis
Palpasi: SF kanan = kiri , kesan normal
Perkusi: sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi:SP : Vesikuler pada kedua lapangan paru
ST : (-)
Abdomen
Inspeksi: simetris
Palpasi: distensi, H/ L / R tidak teraba
Perkusi : timpani
Auskultasi: peristaltik ( + ) Normal
Ekstremitas superior
Clubbing finger: ( - )
Oedema: ( - )
Ektremitas inferior
Clubbing finger: ( - )
Oedema: ( - )
Pemeriksaan penunjang
( 5 Juli 2013 )
Darah rutin
Hemoglobin: 7,8 gr/dL *
Leukosit: 10.800 /uL
Eritrosit: 2,6 gr/dL *
Trombosit: 110.000 /uL *
HCT: 21,5 % *
MCV: 82,7 /fL
MCH: 30 /pg
MCHC: 36,3/dl
Kimia Klinik
Glukosa a.r. : 109 mg/dL
SGOT: 167 U/I *
SGPT: 90 U/I *
Alk. Phospat: 97 U/I
Tot. Bilirubin: 7,22 mg/dL *
Dir. Bilirubin: 6,11 mg/dL *
Ureum: 365 mg/dL *
Kreatinin: 8,18 mg/dL *
Asam Urat: 15,5 mg/dL *
Analisa Gas Darah
pH: 7,432
pCO2: 24,4 mmHg
pO2: 87,9 mmHg
BE: -8,1
Sat. O2: 97,0
Elektrolit
Natrium: 136 mmol/dL
Kalsium: 6,6 mmol/dL
Klorida: 101 mmol/dL
Urin rutin
Protein: ( - )
Reduksi: ( - )
Billirubin: Negatif
Urobilinogen: Positif
Silinder: Negatif
Eritrosit : 0
Leukosit: 5-7 / LPB
Epitel: Negatif
Kristal: ( - )
pH: 5
(6 Juli 2013) : Post HD I
Kimia Klinik
Ureum: 356 mg/dL *
Kreatinin: 9,37 mg/dL *
Asam Urat : 14,3 mg/dL *
Elektrolit
Natrium: 140 mmol/dL
Kalium: 5,7 mmol/dL
Klorida: 100 mmol/dL
Immunologi
HbsAg Kuantitatif: Non reaktif
Anti HCV: Non reaktif
(7 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin: 8,8 gr/dL *
Leukosit: 5.600 /uL
Eritrosit: 2,98 gr/dL *
Trombosit: 195.000 /uL
HCT: 24,8 % *
MCV: 83,2 /fL
MCH: 29,5 /pg
MCHC: 35,5/dL
Kimia Klinik
Ureum: 315 mg/dL *
Kreatinin: 7,29 mg/dL *
Asam Urat: 16 mg/dL *
Elektrolit
Natrium: 139 mmol/dL
Kalium: 5,4 mmol/dL
Klorida: 101 mg/dL
(8 Juli 2013)
Darah rutin
Hemoglobin: 9,9 gr/dL *
Leukosit: 4.300 /uL
Eritrosit: 3,37 gr/dL *
Trombosit: 200.000 /uL
HCT: 28,7 % *
MCV: 85,2 /fL
MCH: 29,4 /pg
MCHC: 34,5/dL
Urin rutin
Protein: ( - )
Reduksi: ( - )
Billirubin: Negatif
Urobilinogen: Positif
Silinder: Negatif
Eritrosit : 0
Leukosit: 5-7 / LPB
Epitel: Negatif
Kristal: ( - )
pH: 5
Hematologi
Malaria (mikroskopik): dijumpai plasmodium falciparum dalam bentuk
gametosit dan tropozoit kepadatan 1.600/uL
Diagnosa : Malaria berat + AKI stadium Failure
Wells disease CKD stage V
Penatalaksanaan :
Tirah baring
Diet hati III
Diet sonde via NGT
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Inj. Ceftriaxone 1 gram/12 jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam
Curcuma 3x1 tab
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. Bolus i.v. pelan-pelan selama 5 menit
Balance cairan ( 0 )
(+) rencana pemberian darplex 4 tab/hari selama 3 hari mulai tanggal 10 Juli 2013
FOLLOW UP PASIEN
Tanggal
Keluhan
Follow up
Penatalaksanaan
6 Juli 2013
KU : Penurunan Kesadaran (-)
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 110/60 mmHG
HR: 76 x/i
RR: 24 x/i
T : 35,3 0C
Tirah baring
Diet hati III
Diet sonde via NGT
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Ranitidine 1 amp /12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
Anjuran
USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
Konsul Nefro
HbsAg, anti HCV
USG ginjal dan saluran kemih
Urinalisa
Foto thorax PA
Konsul PTI
EKG
Pasang kateter
7 Juli 2013
KU : Nyeri perut (+)
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 120/80 mmHG
HR : 88 x/i
RR: 24 x/i
T : 36,50C
Tirah baring
Diet hati III
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Ranitidine 1 amp /12 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
Anjuran
USG abdomen
RFT
AGDA,HST,D-dimer
Malaria darah tepi
HbsAg, anti HCV
USG ginjal dan saluran kemih
Urinalisa
Foto thorax PA
Konsul PTI
EKG
Elektrolit post HD
Pasang kateter
8 Juli 2013
KU : nyeri perut (-)
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 110/60 mmHG
HR : 64 x/i
RR: 24 x/i
T : 36,50C
Tirah baring
Diet hati III
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. bolus pelan-pelan dlm 5 menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
Anjuran
Kepadatan malaria
Urinalisa PK
Konsul PTI
Konsul Nefro
9 Juli 2013
KU : -
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 130/60 mmHG
HR : 80 x/i
RR: 20 x/i
T : 37,0C
Tirah baring
Diet hati III
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. bolus pelan-pelan dlm 5 menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
Anjuran
Kepadatan malaria
Urinalisa PK
Konsul PTI
Konsul Nefro
10 Juli 2013
KU : -
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 120/70 mmHg
HR : 78 x/i
RR: 24 x/i
T : 36,50C
Tirah baring
Diet ginjal 1.500 kkal + 50 gram protein
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. bolus pelan-pelan dlm 5 menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
(+) Darplex 4 tab/ hari (selama 3 hari)
Anjuran
Kepadatan malaria
Darah tepi serial
Konsul PTI
RFT post HD
USG ginjal dan saluran kemih
11 Juli 2013
KU : -
KT : -
Dx : Malaria berat + AKI stadium Failure
Sens: CM
TD: 110/70 mmHG
HR : 78 x/i
RR: 20 x/i
T : 36,50C
Tirah baring
Diet ginjal 1.500 kkal + 50 gram protein
IVFD NaCl 0,9 % 10 gtt/I (mikro)
Inj. Artesunat 2 vial (120 mg) dalam 10 cc D5%, inj. bolus pelan-pelan dlm 5 menit
Inj. Ceftriaxone 1 gr/12jam
Inj. Metoclopramide 1 amp/8 jam
Inj. Ketorolac 1 amp (k/p)
Curcuma 3x1
Sistenol tab 3x1 (k/p)
Balance cairan ( 0 )
(+) Darplex 4 tab/ hari (selama 3 hari)
Anjuran
Foto Thorax
Konsul PTI
HST, D-dimer,albumin, retikulosit count
USG ginjal dan saluran kemih
BAB IV
KESIMPULAN
Malaria merupakan suatu penyakit berpotensi fatal yang disebabkan oleh infeksi parasit Plasmodium. Plasmodium ini ditularkan ke manusia ke manusia melalui gigitan nyamuk Anopheles sp. Betina yang telah terinfeksi dengan parasit tersebut.
Gejala-gejala malaria tergantung pada imunitas penderita dan jenis parasit yang menginfeksi. Karakteristik gejalanya berupa demam periodic, anemia, dan splenomegali.
Penyakit malaria membutuhkan diagnosis yang cepat untuk dapat mencegah komplikasi-komplikasi yang dapat terjadi berupa anemia, hipoglikemia, malaria serebral, gagal ginjal, sampai dengan kematian. Penanganan cepat terhadap pasien malaria juga dapat memberikan hasil prognosis yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Centers for Disease Control and Prevention. (CDC), 2012. Malaria. Available at http://www.cdc.gov/malaria. Accessed 11 July 2013.
Chew, S.K., 1992. Malaria: Smear or Buffy Coats? Singapore Medical Journal 1992, 33: 449-50
Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008. Pedoman Penatalaksanaan Kasus Malaria di Indonesia. Jakarta: Direktorat Jendral Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan, 1-75.
Finch, R.G., Moss, P., 2005. Infectious Diseases, Tropical Medicine and Sexually Transmitted Disease, In: Kumar, P.,Clark, M., 2005. Clinical Medicine 6th ed. UK: Elsevier Saunders, 95-100
Harijanto, P.N., 2006. Malaria. Dalam: Sudoyo, A.W, Setiyohadi,B., Iwi, I., Simadibrata, M., Setiati,S., Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid III. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1754-1766.
Jorge E.V.P., 2013. Malaria. Available online from http://emedicine.medscape.com/article/221134-overview#showall. Accessed 11 July 2013.
Marano, C., Freedman, D.O., 2009. Global health surveillance and travelers health. Lippincott Williams & wilkins 2009:1-7
Murray L., Ian B.W., Edward H.D., Alexander F., Ahmad R.M. 2010. Oxford Handbook of Clinical Medicine. 8th edition ; p394
Parmet, S., Lynm, C., Glass, R.M., 2007. Malaria. The Journal of the American Medical Association 2007, 297 (20):2310
Roe, J.K., Pasvol, G., 2009. New developments in the management of malaria in adults. Q J Med 2009, 102: 685-93
The Presidents Malaria Initiative (PMI), 2013. Seventh Annual Report to Congress. Available online from www.pmi.gov. Accessed 10 July 2013.
White, N. J., 2008. Malaria. Chapter 73. Page 1202-1302 In Cook, G. C., Zumla, A. Mansons Tropical Disease. 22nd edition. Saunders: United Kingdom
WHO Regional Office for South-East Asia (WHO SEAR), 2010. Available from: http://www. Searo.who.int/en/section10/section21/section340_4022. htm. [Accessed 10 July 2013)