makalah ttg tanah wakaf htn-hi
TRANSCRIPT
1
PERALIHAN PENGUASAAN YURIDIS HAK ATAS TANAH WAKAF
DALAM PERSPEKTIF HUKUM TANAH NASIONAL DAN HUKUM
ISLAM.
OLEH, Drs. MUCHLIS, SH,.MH.
(Hakim Pengadilan Agama Kelas 1B LubukLinggau)
A. PENDAHULUAN
Undang–Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pada
Pasal 33 ayat (3) menentukan “Bumi dan air dan kekayaan alam yang
terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk
sebesar–besar kemakmuran rakyat“. Prinsip hak menguasai dari negara atas
bumi (tanah) sebagaimana pernyataan konstitusi ini dijabarkan lebih lanjut ke
dalam Undang–Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-
pokok Agraria (selanjutnya dalam tulisan ini disebut UUPA), yang dimuat
dalam Pasal 2 ayat (1) di mana hak menguasai dari negara itu memberikan
wewenang kepada negara untuk:
a. Mengatur dan menyelenggarakan peruntukan, penggunaan, persediaan dan pemeliharaan bumi, air dan ruang angkasa tersebut.
b. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dengan bumi, air dan ruang angkasa. c. Menentukan dan mengatur hubungan-hubungan hukum antara
orang-orang dan perbuatan-perbuatan hukum yang mengenai bumi, air dan ruang angkasa.
Salah satu bidang pembangunan pertanahan yang sedang dilaksanakan
dan mempunyai fungsi yang sangat penting dalam rangka pembangunan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
2
nasional adalah catur tertib pertanahan, terutama yang berkaitan dengan hak
kepemilikan atas tanah. Dalam upaya mewujudkan tertib kepemilikan tanah
oleh badan hukum dan perseorangan diharapkan adanya perlindungan hukum.
Usaha untuk mencapai keadaaan itu, dilaksanakan dengan jalan melaksanakan
penertiban kepemilikan tanah yang bertujuan untuk meningkatkan catur tertib
pertanahan. Catur tertib pertanahan sebagai landasan operasional tersebut
adalah:1
1. Tertib hukum pertanahan
2. Tertib administrasi pertanahan
3. Tertib penggunaan tanah
4. Tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup
Berdasarkan program catur tertib pertanahan tersebut di atas dapat
dipahami bahwa betapa pentingnya masalah pertanahan sebagai masalah
nasional yang perlu mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari semua
pihak. Masalah tanah merupakan persoalan yang sangat dominan yang sering
menimbulkan perselisihan dan juga menimbulkan sengketa di antara warga
masyarakat. Untuk menghindari terjadinya sengketa masalah tanah perlu
diadakan penataan penguasaan tanah yang berupa tertib administrasi
pertanahan. Hal ini di samping untuk menghindari adanya persengketaan
dalam bidang pertanahan, dan di sisi lain dapat mewujudkan rasa keadilan
sosial.
1Keputusan Menteri Negara Agraria Nomor 5 Tahun 1995 tentang Gerakan Nasional
Sadar Tertib Pertanahan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
3
Implementasi konkrit atas wewenang menguasai dari negara dalam
menentukan dan mengatur hubungan hukum antara orang dan perbuatan
hukum mengenai bumi (tanah), satu di antaranya diwujudkan oleh negara
dengan mengatur perbuatan perwakafan atas tanah milik.
Di antara berbagai persoalan masalah tanah yang banyak menimbulkan
masalah dalam masyarakat, salah satunya adalah persoalan tanah wakaf.
Permasalahan tanah wakaf ini di anataranya adalah beralihnya fungsi tanah
wakaf dari keinginan wakif, beralihnya fungsi tanah wakaf karena
dipergunakan untuk kepentingan umum, serta pengakuan hak oleh ahli waris
si wakif. keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa, hal tersebut mestinya
tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah memahami ketentuan yang
berkaitan dengan wakaf.
Pada waktu yang lalu pengaturan tentang perwakafan di dalam suatu
perundang-undangan belum ada, sehingga mudah terjadi penyimpangan dari
hakikat dan tujuan wakaf itu sendiri, terutama sekali disebabkan terdapatnya
beraneka ragam bentuk perwakafan (wakaf keluarga, wakaf umum dan lain-
lain) dan tidak ada keharusan untuk didaftarkannya benda-benda yang
diwakafkan itu seolah-olah sudah menjadi milik ahli waris atau pengurus
(Nazhir).2
Mengingat pentingnya persoalan tanah wakaf, sehingga UUPA
mengatur ketentuan khusus mengenai wakaf sebagaimana diatur dalam Pasal
49 ayat (3) UUPA yang menentukan “Perwakafan tanah milik dilindungi dan
2Abdurrahman, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah Wakaf di
Negara Kita. Alumni, Bandung, 1979, hlm 2.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
4
diatur dengan peraturan pemerintah.” Perintah UUPA tersebut kemudian
dilaksanakan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. Perkembangan praktik perwakafan
tanah milik yang sangat dinamis, diikuti oleh pemerintah dengan membuat
berbagai pranata hukum yang mengaturnya, dan puncaknya pada tanggal 27
Oktober 2004 pemerintah mengundangkan Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf seterusnya disingkat dengan Undang-Undang Wakaf.
Keberadaan Undang-Undang Wakaf dalam perspektif ilmu perundang-
undangan merupakan payung hukum praktik perwakafan, termasuk wakaf
tanah di seluruh Indonesia. Sasaran berlakunya ketentuan wakaf tersebut tidak
semata terbatas bagi kalangan umat Islam Indonesia, melainkan berlaku
mengikat terhadap setiap warga negara Indonesia.
Di dalam pertimbangan Undang-Undang Wakaf disebutkan, bahwa
lembaga wakaf sebagai pranata keagamaan yang memiliki potensi dan
manfaat ekonomi perlu dikelola secara efektif dan efisien untuk kepentingan
ibadah dan untuk mewujudkan kesajahteraan umum. Wakaf sebagai perbuatan
hukum yang telah lama hidup dan dilaksanakan dalam masyarakat, yang
pengaturannya belum lengkap serta masih tersebar dalam berbagai peraturan
perundang-undangan.
Pernyataan tersebut bermakna bahwa undang-undang wakaf
dimaksudkan pula untuk meningkatkan pengaturan wakaf secara lengkap,
dengan menghimpun semua produk hukum mengenai wakaf yang selama ini
bersebaran dalam berbagai peraturan perundang-undangan, di antaranya yang
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
5
dimuat dalam peraturan pemerintah mengenai perwakafan tanah milik dan bab
wakaf kompilasi hukum Islam.
Undang-undang wakaf diposisikan sebagai hukum materil dan formil
wakaf, yang dalam penerapannya terkait dengan bidang hukum lain. Dalam
hal perwakafan tanah, maka wakaf dengan pemberian hak atas tanah dan
pendaftaran tanah, artinya sudah memasuki bidang hukum pertanahan.
Jenis hak yang dilekatkan terhadap tanah wakaf bergantung pada
peruntukan tanahnya. Jika tanah wakaf dimaksudkan untuk keagamaan dan
sosial, maka diberikan status hak milik khusus, sebagaimana diatur dalam
UUPA Pasal 49 ayat (1) ”Hak milik tanah-tanah badan keagamaan dan sosial
sepanjang dipergunakan untuk usaha dalam bidang keagamaan dan sosial,
diakui dan dilindungi”. Tanah objek wakaf yang telah dilekati sesuatu hak atas
tanah tertentu itu, selanjutnya didaftarkan menurut ketentuan pendaftaran
tanah wakaf, sehingga memiliki kepastian hukum.3
A.P. Perlindungan menyatakan “Hak atas tanah wakaf yang sudah
diberikan kepada usaha sosial dan keagamaan, hanya ada right to use saja,
sedangkan right to disposal-nya tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas
tanah tersebut dari peredaran lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh
diasingkan ataupun dijadikan jaminan hutang.4 Pendapat ini kemudian
3Kepastian hukum hak atas tanah yang mencakup kepastian hukum obyek hak atas tanah
dan kepastian hukum subyek hak atas tanah, pada hakikatnya merupakan bagian dari kebijakan pembangunan pertanahan nasional yang tercakup ke dalam catur tertib pertanahan (tertib hukum pertanahan, tertib administrasi pertanahan, tertib penggunaan tanah dan tertib pemeliharaan tanah dan lingkungan hidup).
4A.P. Perlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1998, hlm 146
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
6
diapresiasi secara hukum dalam undang-undang wakaf yang secara tegas
menentukan bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta
benda obyek wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli,
pewarisan, tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya
yang mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf.5 Jika setiap
orang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan,
mengalihkan, dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang
telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana denda paling banya
Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah).
Jika setiap orang dengan sengaja mengubah peruntukan harta benda
wakaf tanpa izin, dapat dipidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau
pidana denda paling banyak Rp400.000.000.- (empat ratus juta rupiah).
Demikian juga jika setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau
mengambil fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda
wakaf, melebihi jumlah yang ditentukan, dipidana paling lama 3 (tiga) tahun
dan/atau didenda Rp300.000.000 (tiga ratus juta rupiah).
Menurut Pasal 49 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
bahwa Badan Wakaf Indonesia (BWI) mempunyai tugas dan wewenang:
a. melakukan pembinaan terhadap Nazhir dalam mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf;
b. melakukan pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf berskala nasional dan internasional;
c. memberikan persetujuan dan/atau izin atas perubahan peruntukan dan status harta benda wakaf;
5 Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
7
d. memberhentikan dan mengganti Nazhir; e. memberikan persetujuan atas penukaran harta benda wakaf; f. memberikan saran dan pertimbangan kepada pemerintah di dalam
penyusunankebijakan di bidang perwakafan. Dikaitkan dengan hukum Islam, ternyata sebagai sebuah lembaga
keagamaan yang bersumber dari agama Islam memiliki peran besar dalam
memenuhi kebutuhan materil dalam rangka pengembangan kehidupan
keagamaan dan sosial ekonomi. Wakaf dapat dijadikan sebagai alat dalam
mewujudkan kesejahteraan spritual dan materil menuju kehidupan masyarakat
makmur dan damai.
Agama Islam sebagai agama wahyu yang sempurna selalu memberikan
kesempatan seluas-luasnya kepada para pemeluknya untuk melakukan amal
perbuatan yang baik atau amal shaleh dengan berbagai macam cara yang telah
disyari’atkan dalam agama Islam. Satu di antara perbuatan atau amal shaleh
tersebut ialah perbuatan wakaf.
Dibandingkan dengan perbuatan amal shaleh lainnya, wakaf
mempunyai keutamaan tersendiri, sebab keutamaan benda yang diwakafkan
akan terus mengalir selama benda wakaf tersebut dipergunakan. Dengan
demikian imbalan perbuatan baik si pewakaf akan terus mengalir pula. Hal ini
sejalan dengan terjemahan Hadis Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh
Muslim dari Abu Hurairah yang dalam bahasa Indonesia diterjemahkan
“Sesungguhnya Nabi Muhamad SAW telah bersabda : Apabila seseorang
mati, habislah amalnya (tidak bertambah lagi kebaikan amalnya itu), kecuali
tiga perkara, sedekah, ilmu yang bermanfaat dan anak yang saleh yang
mendo’akan untuk ibu dan bapaknya.”
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
8
Hukum Islam pun melarang peralihan tanah wakaf, sebagaimana hadis
yang diriwayatkan Bukhari dan Muslim, Sabda Rasulullah SAW yang artinya:
Sesungguhnya Umar bertanya kepada Rasulullah SAW. ”Apakah perintahmu
kepadaku yang berhubungan dengan tanah yang aku dapat ini? Jawab beliau, “
Jika engkau suka, tahanlah tanah itu dan engkau sedekahkan manfaatnya.
”Maka dengan petunjuk beliau itu Umar sedekahkan manfaatnya dengan
perjanjian tidak boleh dijual tanahnya, tidak boleh diwariskan (diberikan), dan
tidak boleh dihibahkan.”6
Hadis di atas, menunjukkan bahwa dalam hukum Islam, tanah wakaf
merupakan milik hak Allah SWT, tanah wakaf tidak dapat diperjualbelikan,
dihibahkan, digadaikan dan sebagainya yang dikuasakan kepada nahzir dan
digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu yang diridhoi Allah SWT guna
kehidupan dunia dan akhirat. Memanfaatkan tanah wakaf berarti mengambil
manfaat, tanpa meniadakan benda asalnya atau pokoknya, tetap tidak boleh
dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh diwariskan.
Secara logis apa yang diatur dalam hukum Islam dan Undang-Undang
wakaf sudah sangat tepat, sebab benda yang sudah diwakafkan sudah
dikeluarkan atau dibebaskan dari obyek perdagangan. Benda wakaf yang
sudah dibebaskan dari obyek perdagangan tersebut selanjutnya kekal
penggunaannya untuk keperluan umum di bidang pendidikan, agama sosial,
kesehatan dan sebagainya.
6Sulaiman Rasjid, Fiqh Islam. Sinar Baru Algesindo, Bandung, 1998, hlm 340
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
9
Namun problemnya, jika suatu ketika karena perubahan kebijakan tata
ruang suatu daerah, di mana kawasan yang di dalamnya terdapat tanah wakaf
tidak memungkinkan untuk dipertahankan, bisakah situasi demikian menjadi
pengecualian berlakunya larangan peralihan tanah wakaf.
Problema hukum lainnya selain dalam ranah hukum publik dengan
alasan perubahan rencana tata ruang wilayah dan kebutuhan tanah untuk
pembangunan kepentingan umum, banyak perbuatan hukum dalam ranah
perdata yang dilakukan masyarakat yang mengakibatkan beralihnya
penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf.
Perbuatan-perbuatan hukum baik disengaja maupun karena memang
tidak mengetahui ketentuan hukum peralihan tanah wakaf, tidak berhenti pada
beralihnya tanah wakaf, tetapi mengakibatkan pula terjadinya sengketa tanah
horizontal yang menganggu ketertiban masyarakat. Pengamatan penulis,
bahwa pola peralihan tanah wakaf yang sering ditemukan dalam kehidupan
masyarakat di antaranya beralihnya fungsi tanah wakaf dari keinginan si wakif
oleh nazhir, beralihnya status hukum tanah wakaf karena dipergunakan untuk
kepentingan umum, terjadinya peralihan hak tanah wakaf oleh pewaris nazhir
dengan akta di bawah tangan, dan pengakuan hak oleh waris wakif. Selain itu
terjadi pula masalah sengketa perwakafan tanah milik, yang disebabkan dalam
penyerahan penguasaan tanah wakaf kepada nazhir tidak disertai dengan surat
bukti penyerahan. Keadaan ini menyebabkan terjadinya sengketa dari para ahli
waris terhadap tanah yang telah diwakafkan oleh pewaris, dan tidak adanya
tanggung jawab nadhzir dalam mengurus tanah wakaf. Hal itu semua mestinya
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
10
tidak perlu terjadi apabila semua pihak telah mamahami hukum wakaf, baik
wakaf dalam hukum positip maupun hukum Islam. Konsep hukum positip
dalam pandangan penulis tidak lain peraturan perundang-undangan dalam
sistem hukum nasional yang berlaku mengatur tanah wakaf, dalam hal ini
undang-undang wakaf dan UUPA, masing-masing dengan peraturan
pelaksanaannya.
Mengingat potensi berlangsungnya perbuatan hukum yang berdampak
pada peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf dapat terjadi sepanjang
masa, maka penulis termotivasi merumuskan telaah normatif atas problem
peralihan tanah wakaf tersebut yang dilihat dari sudut pandang hukum positip
(Hukum tanah Nasional) dan perbandingannya dengan hukum Islam.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
11
B. Hak Penguasaan Yuridis Atas Tanah Wakaf
Boedi Harsono menyatakan bahwa pengertian penguasaan dan
menguasai dapat dipakai dalam arti fisik, juga dalam arti yuridis. Juga beraspek
perdata dan beraspek publik.7 Hak penguasaan tanah di sini merujuk pada hak
penguasaan yuridis dan fisik yang beraspek keperdataan.
Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberi keweangan kepada pemegang hak untuk menguasai secara
fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang biarpun
memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik, pada
kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain. Misalnya kalau tanah
yang dimiliki dikuasai disewakan kepada pihak lain dan penyewa yang
menguasainya secara fisik. Atau tanah tersebut dikuasai secara fisik oleh pihak
lain tanpa hak. Dalam hal ini pemilik tanah berdasarkan hak penguasaan
yuridisnya berhak untuk menuntut diserahkannya kembali tanah yang
bersangkutan secara fisik kepadanya. Dalam hukum tanah dikenal juga
penguasaan yuridis yang tidak memberi kewenangan untuk menguasai tanah
secara fisik. Kreditor pemegang jaminan hak atas tanah mempunyai hak
penguasaan yuridis atas tanah yang dijadikan agunan, tetapi penguasaan secara
fisik tetap ada pada yang empunya tanah.8
7Ibid, hlm 22
8Ibid, hlm 22
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
12
Dikaitkan dengan tanah wakaf, maka penguasaan yuridis dan fisik atas
tanah wakaf berada pada Nazhir, yaitu pihak yang menerima harta benda wakaf
dari wakif untuk dikelola dan dikembangkan sesuai dengan peruntukannya.
Nazhir dapat perorangan atau badan hukum.
Adijani A-Alabij menjelaskan Iman Syafi’i, Malik dan Ahmad
berpendapat bahwa “wakaf dianggap telah terlaksana dengan adanya lafaz atau
sighat, walaupun tidak ditetapkan oleh hakim. Dan milik semula dari wakif,
telah hilang atau berpindah.”9 Dengan terjadinya lafaz, walaupun barang itu
masih berada di tangan wakif, maka dengan keterangan di atas terlihat bahwa
dalam hukum Islam tidak diperlukan banyak persyaratan menyangkut prosedur
atau tata cara pelaksanaan wakaf.
Setelah selesai Akta Ikrar wakaf maka PPAIW atas nama Nazhir
diharuskan mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pertanahan
setempat untuk mendaftar perwakafan tanah milik tersebut menurut ketentuan
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah. Selain
akta wakaf tersebut juga dibuat salinan akta wakaf yang dibuat rangkap empat
untuk disampaikan kepada Wakif, Nazhir, Kandepag Kabupaten/Kota dan
Kepala desa yang bersangkutan.
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf lebih lanjut ditentukan bahwa Nazhir perseorangan hanya dapat
menjadi Nazhir jika memenuhi persyaratan:
a. warga negara Indonesia
9Adijani A-alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan Praktek,
Rajawali Press, Jakarta, 1989, hlm 25-26.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
13
b. beragama Islam c. dewasa d. amanah e. mampu secara jasmani dan rohani f . tidak terhalang melakukan perbuatan hukum.
Menurut undang-undang wakaf Pasal 10 ayat (2) bahwa “Organisasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b hanya dapat menjadi nazhir
apabila memenuhi persyaratan :
a. Pengurus organisasi yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nadhzir
b. Perseorangan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1),
dan
c. Organisasi yang bergerak di bidang sosial, pendidikan,
kemasyarakatan dan/atau,
d. Keagamaan Islam
Selanjutnya badan hukum hanya dapat menjadi Nazhir apabila
memenuhi persyaratan :
a. Pengurus badan hukum yang bersangkutan memenuhi persyaratan
nazhir perseorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1); dan
b. Badan hukum Indonesia yang dibentuk sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku, dan
c. Badan hukum yang bersangkutan bergerak dibidang sosial,
pendidikan, kemasyarakatan, dan/atau keagamaan Islam.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
14
Menyangkut masalah tugas nazhir, berdasarkan undang-undang wakaf
Pasal 11 sangat jelas ditentukan bahwa dalam pelaksanaan wakaf, nazhir
mempunyai tugas:
a. Melakukan pengadministrasian harta benda wakaf
b. Mengelola dan mengembangkan harta benda wakaf sesuai dengan
tujuan, fungsi dan peruntukannya.
c. Mengawasi dan melindungi harta benda wakaf.
d. Melaporkan pelaksanaan tugas kepada Badan Wakaf Indonesia.
C. Status Hukum Tanah Wakaf
Status hukum yang penulis maksudkan di sini berkaitan dengan jenis
hak atas tanah. Berdasarkan Pasal 16 ayat (1) Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditentukan terdapatnya
macam-macam hak atas tanah, yang terdiri dari:
a. hak milik
b. hak guna usaha
c. hak guna bangunan
d. hak pakai
e. hak sewa
f. hak membuka tanah
g. hak memungut hasil hutan
h. hak-hak yang bersifat sementara
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
15
Selanjutnya secara khusus mengenai hak-hak atas tanah untuk keperluan
suci dan sosial, diatur dalam Pasal 49 Undang-Undang Pokok Agraria yang
berbunyi:
(1) Hak milik tanah badan-badan keagamaan dan sosial sepanjang dipergunakan untuk usaha bidang keagamaan dan sosial diakui dan dilindungi. Badan-badan tersebut dijamin pula akan memperoleh tanah yang cukup untuk bangunan dan usahanya dalam bidang keagamaan dan sosial.
(2) Untuk keperluan peribadatan dan keperluan suci lainnya sebagai
dimaksud dalam Pasal 14 dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dengan hak pakai.
(3) Perwakafan tanah milik dilindungi dan diatur dengan peraturan pemerintah.
Jadi berdasarkan ketentuan di atas, maka status hukum atau jenis hak
yang melekat terhadap tanah wakaf bisa berupa hak milik khusus badan
keagamaan bisa juga hak pakai untuk keperluan peribadan.
Tanah wakaf yang diberikan dengan status hak milik khusus badan
keagamaan, mempunyai sifat yang sama dengan hak milik pada umumnya.
Namun perbedaannya, tanah wakaf yang berstatus hak milik itu dikuasai oleh
lembaga keagamaan dan dikeluarkan dari obyek perdagangan, karena
pemanfaatannya adalah bersifat kekal dan abadi.
Subjek hak milik badan keagaman yang bersifat organisasi keagamaan
ini didasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang pokok Agraria yang
menyatakan “Oleh pemerintah ditetapkan badan-badan hukum yang dapat
mempunyai hak milik dengan syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan
pemerintah”. Peraturan yang dimaksud oleh ketentuan di atas ialah Peraturan
Pemerintah Nomor 38 Tahun 1963 tentang Penunjukan Badan-badan Hukum
Yang Dapat Mempunyai Hak Milik Atas Tanah, di antara badan-badan hukum
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
16
tersebut adalah badan hukum yang bererak di bidang sosial keagamaan. Tanah
yang dimiliki oleh badan hukum tersebut bisa saja bersasal dari tanah wakaf.
Status hak milik atas tanah wakaf atau hak milik atas tanah yang berasal
dari wakaf tersebut baru terjadi setelah tanah wakaf didaftarkan menurut
peraturan pendaftaran tanah. Dalam Pasal 34 Undang-Undang Nomor 41 Tahun
2004 tentang Wakaf, ditentukan bahwa “Instansi yang berwenang menerbitkan
bukti pendaftaran harta benda wakaf.” Selanjutnya dalam Pasal 36 diatur pula
bahwa:
Dalam hal harta benda wakaf ditukar atau diubah peruntukannya, Nazhir melalui PPAIW mendaftarkan kembali kepada instansi yang berwenang dan Badan Wakaf Indonesia atas harta benda wakaf yang ditukar atau diubah peruntukannya itu sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam tta cara pendaftaran harta benda wakaf. Menurut Penjelasan Pasal 34 dan Pasal 36 Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa instansi yang berwenang di bidang wakaf
tanah adalah Badan Pertanahan Nasional.
Dengan demikian pendaftaran tanah wakaf yang berstatus hak milik
badan keagamaan tersebut tetap menjadi wewenang Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota untuk mendaftarkan dan menerbitkan sertipikat tanahnya.
Berdasarkan ketantuan Pasal 49 ayat (2) Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria bahwa tanah wakaf
dapat juga diberikan dengan status hak pakai. Hal ini dapat diketahui dari
rumusan ayat (2) tersebut yang menyatakan bahwa untuk keperluan peribadatan
dan keperluan suci lainnya dapat diberikan tanah yang dikuasai langsung oleh
negara dengan hak pakai.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
17
Menurut peneliti tanah wakaf itu begitu diwakafkan oleh pemegang
haknya, statusnya dikosongkan dulu dari hak-hak orang atau masyarakat, dan
saat itu tanah itu dikembalikan kepada negara sebagai pemegang hak menguasai
dari negara (HMN). Kemudian penerima wakaf (nazhir) mengajukan
permohonan untuk mendapatkan hak atas tanah kepada Kantor Pertanahan
setempat. Dengan terbitnua surat keputusan pemberian hak, maka lahirlah hak
pakai atas tanah wakaf itu.
Hak pakai untuk tanah wakaf yang pengelolaannya diserahkan kepada
nazhir, termasuk hak pakai yang tidak terbatas jangka waktunya.
Sebagaimana diketahui bahwa ketentuan tentang hak pakai terdapat
pengaturannya dalam Undang-Undang pokok Agraria yaitu dalam Pasal 41
sampai dengan 43. Menurut Pasal 41 ayat (2), Hak pakai dapat diberikan :
a. Selama jangka waktu tertentu atau selama tanahnya dipergunakan
untuk keperluan tertentu;
b. Dengan Cuma-Cuma, dengan pembayaran atau pemberian jasa
berupa apapun.
Ketentuan di atas hanya menentukan jangka waktu hak pakai, dengan
rumusan “selama jangka waktu tertentu” atau “selama tanahnya masih
digunakan untuk keperluan tersebut”.
Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996 dalam Pasal 45 ayat (1)
lebih rinci mengatur jangka waktu hak pakai atas tanah, yang menentukan
bahwa hak pakai diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan, yaitu
selama tanah yang bersangkutan dipergunakan untuk keperluan pelaksanaan
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
18
tugasnya. Hak pakai yang diberikan untuk jangka waktu yang tidak ditentukan
yaitu selama dipergunakan untuk keperluan yang bersangkutan, dapat diberikan
kepada subjek hak yang merupakan :
a. Departemen;
b. Lembaga Pemerintah Non Departemen;
c. Pemerintah Daerah;
d. Perwakilan Negara Asing dan Perwakilan Badan Internasional;
e. Badan Keamanan, dan
f. Badan-badan sosial, keagamaan.
Dengan demikian bertambah jelas, bahwa badan keagamaan dan
badan sosial yang biasanya mendapatkan tanah berasal dari wakaf, kepadanya
diberikan status hak pakai.
D. Prosedur Peralihan Atas Tanah Wakaf
Peralihan atas tanah wakaf merupakan bagian dari perbuatan hukum.
Oleh karena itu terlebih dahulu perlu diperjelas mengenai pengertian perbuatan
hukum. Perbuatan hukum dapat diartikan sebagai setiap perbuatan yang
dilakukan oleh subyek hukum yang menimbulkan akibat hukum. Menurut CST
Kansil, bahwa “Segala perbuatan manusia yang secara sengaja dilakukan oleh
seseorang untuk menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban, misalnya
membuat surat wasiat, membuat persetujuan-persetujuan dinamakan perbuatan
hukum”.10
10CST. Kansil. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Jakarta, PN. Balai
Pustaka, 1986, hlm 119
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
19
Perbuatan hukum itu terdiri dari: a. Perbuatan hukum sepihak, yaitu perbuatan hukum yang dilakukan
oleh satu pihak saja dan menimbulkan hak dan kewajiban pada satu pihak pula, misalnya pembuatan surat wasiat, dan pemberian hadiah sesuatu (benda).
b. Perbuatan hukum dua pihak, ialah perbuatan hukum yang dilakukan oleh dua pihak dan menimbulkan hak dan kewajiban-kewajiban bagi kedua pihak (timbal balik) misalnya membuat persetujuan jual beli, sewa menyewa dan lain-lain.11
Peralihan penguasaan yuridis hak atas tanah wakaf tentulah merupakan
suatu perbuatan hukum. Di mana peralihan penguasaan yuridiks tersebut dapat
terjadi melalui jual beli atas tanah wakaf, tukar menukar atas tanah wakaf,
menghibahkan tanah wakaf, menyewakan tanah wakaf, atau membebankan hak
tanggungan atas tanah wakaf.
Peralihan hak penguasaan yuridis atas tanah wakaf harus melibatkan
PPAIW (Penjabat Pembuat Akta Ikrar Wakaf). Siapa PPAIW tersebut, diatur
dalam Pasal 5 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang
Perwakafan Tanah Milik yang berbunyi:
(1) Kepala Kantor Urusan Agama kecamatan ditunjuk sebagai
penjabat pembuat akta ikrar wakaf.
(2) Administrasi perwakafan diselenggarakan oleh Kantor Urusan
Agama Kecamatan.
(3) Dalam hal suatu kecamatan tidak ada Kantor Urusan Agamanya,
maka Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama menunjuk
Kepala Kantor Urusan Agama terdekat sebagai Penjabat Pembuat
Akta Ikrar Wakaf di kecamatan tersebut.
11Ibid, hlm 119
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
20
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977
tentang Perwakafan Tanah Milik, KUA selaku PPAIW mempunyai tugas:
a. Meneliti kehendak wakif;
b. Meneliti dan mengesahkan nazhir atau anggota nazhir yang baru;
c. Meneliti saksi ikrar wakaf;
d. Menyaksikan pelaksanaan ikrar wakaf;
e. Membuat akta ikrar wakaf;.
f. Menyampaikan Akta Ikrar wakaf dan salinannya sebagaimana
diatur dalam Pasal 3 ayat (2) dan (3) Peraturan ini selambat-
lambatnya dalam waktu satu bulan sejak dibuatnya;
g. Menyelenggarakan daftar akta ikrar wakaf;
h. Menyampaikan dan memelihara akta dan daftarnya;
i. Mengurus pendaftaran perwakafan.
Apabila nazhir berkehendak melakukan perubahan penggunaan tanah
wakaf, maka berdasarkan Pasal 12 Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun
1977 tentang Perwakafan Tanah Milik, ditentukan sebagai berikut:
(1) Untuk mengubah status dan penggunaan tanah wakaf, nazhir berkewajiban mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama cq Kepala Bidang melalui Kepala Kantor Urusan Agama dan Kepala Kantor Departemen Agama secara hierarkhis dengan menyebutkan alasannya.
(2) Kepala KUA dan Kepala Kandepag meneruskan permohonan
tersebut pada ayat (1) secara hierarkhis kepada Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang dengan disertai pertimbangan.
(3) Kepala Kanwil Depag cq Kepala Bidang diberi wewenang untuk
memberi prsetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan penggunaan tanah wakaf.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
21
Selanjutnya sebagai kelanjutan permohonan perubahan status dan
penggunaan tanah wakaf itu, di dalam Pasal 13 Peraturan Pemerintah Nomor
28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik ditentukan sebagai berikut:
(1) Dalam hal ada permohonan perubahan status tanah wakaf Kepala Kanwil Depag berkewajiban meneruskan kepada Menteri Agama cq Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam dengan disertai pertimbangan.
(2) Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam diberi wewenang untuk memberi persetujuan atau penolakan secara tertulis atas permohonan perubahan status tanah wakaf.
(3) Perubahan status tanah wakaf dapat diizinkan apabila diberikan penggantian yang sekurang-kurangnya senilai dan seimbang dengan kegunaannya sesuai dengan ikrar wakaf.
Berkaitan dengan peralihan hak atas tanah wakaf, menurut ketentuan
dalam Undang-Undang Wakaf dalam Pasal 40 mengatur bahwa harta benda
wakaf yang sudah diwakafkan dilarang untuk:
a. dijadikan jaminan;
b. disita;
c. dihibahkan
d. dijual
e. diwariskan
f. ditukar; atau
g. dialihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya.
Selanjutnya dalam Pasal 41 menentukan:
(1) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 huruf f dikecualikan apabila harta benda wakaf yang telah diwakafkan digunakan untuk kepentingan umum sesuai dengan rencana umum tata ruang (RUTR) berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tidak bertentangan dengan syariah.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
22
(2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud pada Pasal (1) hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin tertulis dari Menteri atas persetujuan Badan Wakaf Indonesia.
(3) Harta benda wakaf yang sudah diubah statusnya karena ketentuan
pengecualian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib ditukar dengan harta benda yang manfaat dan nilai tukar sekurang-kurangnya sama dengan harta benda wakaf semula.
(4) Ketentuan mengenai perubahan status harta benda wakaf
sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3), diatur lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah.
Melakukan peralihan penguasaan tanah wakaf di luar pengecualian
yang dimaksud dalam Pasal 41 di atas dapat dikenakan sanksi pidana dan
administrasi, sebagaimana diatur dalam Pasal 67 Undang-Undang Nomor 41
tahun 2004 yang secara lengkap berisi:
(1) Setiap orang yang dengan sengaja menjaminkan, menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan dalam bentuk pengalihan hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 40 atau tanpa izin menukar harta benda wakaf yang telah diwakafkan sebagaimana dimaksud dalam pasal 41, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah).
(2) Setiap orang yang dengan sengaja menghibah peruntukan harta
benda wakaf tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp400.000.000 (empat ratus juta rupiah).
(3) Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan atau mengambil
fasilitas atas hasil pengelolaan dan pengembangan harta benda wakaf melebihi jumlah yang ditentukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan/atau pidana denda paling banyak Rp300.000.000,- (Tiga ratus juta rupiah).
Di samping sanksi pidana terdapat juga sanksi administratif
sebagaimana yang diatur dalam Pasal 68 yang secara lengkap berisi:
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
23
(1) Menteri dapat mengenakan sanksi administratif atas pelanggaran tidak didaftarkannya harta benda wakaf oleh lembaga keuangan syariah dan PPAIW sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 dan Pasal 32.
(2) Sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:
peringatan tertulis; penghentian sementara atau pencabutan izin kegiatan di bidang wakaf bagi lembaga kuangan syariah; penghentian sementara dari jabatan atau penghentian dari jabatan PPAIW
E.Penyebab Terjadinya Peralihan Penguasaan Yuridis hak atas Tanah
Wakaf
Peralihan menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
memindahkan, sedangkan hak berarti benar.12 Jadi dalam pengertian peralihan
hak atas tanah wakaf adalah memindahkan atau beralihnya penguasaan tanah
wakaf yang semula milik sekelompok masyarakat ke masyarakat lainnya.
Peralihan tersebut dapat dilakukan dengan cara menukar/memindahkan tanah
wakaf. Penguasaan yuridis dilandasi hak yang dilindungi oleh hukum dan
umumnya memberi kewenangan kepada pemegang hak untuk menguasai
secara fisik tanah yang dihaki. Tetapi ada juga penguasaan yuridis yang
biarpun memberi kewenangan untuk menguasai tanah yang dihaki secara fisik,
pada kenyataannya penguasaan fisiknya dilakukan pihak lain.
Peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf tersebut, bisa
beralihnya itu penguasaannya karena terjadi sengketa, dan bisa juga beralihnya
itu karena peruntukan tanah wakaf tersebut tidak produktif lagi. Masalah
perwakafan sebagai salah satu peralihan hak dalam hukum Islam, selain cara
12Poerwadarminta, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, hlm 156.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
24
perolehannya melalui jual beli, hibah, wasiat, tukar-menukar maupun dengan
cara membuka lahan baru (Ihyaul mawat).13 Dalam perspektif Hukum Islam
wakaf merupakan bagian dari perintah untuk melakukan kebaikan (Al-Khayr),
dalam hal ini Allah SWT telah berfirman:
$ygïÉr'̄»tÉ�öú ïÏ%©!$#�
25
berbenturannya dua kepentingan di atas, tidak menutup kemungkinan juga hal
tersebut juga terjadi pada tanah wakaf.
Tanah wakaf dalam perkembangannya masih banyak terdapat masalah
baik dari segi pengelolaannya, maupun dari segi pengamanan atau
penguasaannya. Tidak sedikit terdapat kasus tanah wakaf yang terjadi di
tengah tengah masyarakat yang pada akhirnya terjadi peralihan penguasaan
tanah wakaf yang semula merupakan aset umat dan digunakan untuk
kepentingan umat menjadi penguasaan hak milik pribadi.
Beberapa contoh kasus berubahnya status penguasaan tanah wakaf
menjadi milik pribadi dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Alun-alun Kota Bandung dan tanah disekitar Masjid Agung Kota Bandung
yang saat ini ditempati toko-toko dan Hotel, konon berdasarkan informasi
dari saksi-saksi, tanah-tanah tersebut merupakan tanah wakaf, yang
merupakan kesatuan dari tanah masjid Agung Kota Bandung. Dengan
dibangunnya toko-toko dan hotel, berarti tanah tersebut sekarang statusnya
bukan lagi tanah wakaf, melainkan telah menjadi milik perseorangan atau
perusahaan.16
2. Gedung di Jalan Tanjungan Kota Surabaya, berdasarkan informasi-
informasi tanah tersebut semula merupakan tanah wakaf dan sekarang
menjadi gedung gedung pertokoan yang dimiliki orang-orang warga
Negara Indonesia (WNI) keturunan Cina, India dan lain lain.17
16Rahmat Djatmika, Wakaf dan Masyarakat Serta Aplikasinya (Aspek-aspek
Fundamental). Mimbar Hukum Nomor 7 Tahun ke III, Jakarta, 1992 hlm 2 17Ibid.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
26
3. Tanah bekas gedung Madrasah Ibtidaiyah(MI) Nurul huda km 6 samping
Masjid Taqwa Simpang Padang Harapan Kota Bengkulu, semula tanah
tersebut merupakan tanah wakaf dan sekarang menjadi milik perorangan
setelah digugat oleh keluarga (cucu) si Wakif. Lantaran kurang kuatnya
bukti-bukti kepemilikan tanah wakaf tersebut, yang menjadi pegangan
Departemen Agama.18
Karena besarnya potensi wakaf bagi kepentingan umat, maka
diperlukan langka langka antisipatif dan memberikan pemahaman kepada
masyarakat bahwa tanah wakaf merupakan milik bersama, dan harus
dipelihara dan dijaga secara bersama pula. Penyerobotan dan pengambilalihan
tanah wakaf menjadi milik pribadi lebih banyak disebabkan oleh lemahnya
bukti otentik sebagai hak milik wakaf yang seharusnya dibuktikan dengan
sertipikat wakaf sebagaimana yang diamanatkan Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, di mana setiap
bidang tanah tentunya termasuk tanah wakaf harus didaftarkan sehingga
terjadi kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf prihal pendaftaran tanah wakaf ini juga disebutkan dalam Pasal
34 dan Pasal 36, yaitu menjadi kewenangan Kantor Pertanahan
Kabupaten/Kota setempat.
Kalau dikaitkan dengan pendapat A.P. Perlindungan, yang
menyatakan “Hak atas tanah wakaf yang sudah diberikan kepada usaha sosial
dan keagamaan, hanya ada right to use saja, sedangkan right to disposal-nya
18Kantor Wilayah Departemen Agama Provinsi Bengkulu, Direktori Wakaf Provinsi
Bengkulu Tahun 1995.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
27
tidak ada, karena dianggap ditariknya hak atas tanah tersebut dari peredaran
lalu lintas ekonomi, sehingga tidak boleh diasingkan ataupun dijadikan
jaminan hutang.19 Dengan berpedoman pada pendapat ini bertambah jelas,
bahwa tanah wakaf bukan menjadi obyek perdagangan, artinya tidak bisa
dialihkan secara hukum penguasannya sehingga menjadi hak milik
perorangan.
Dalam undang-undang wakaf sendiri secara tegas menentukan
bentuk-bentuk perbuatan hukum yang dilarang terhadap harta benda obyek
wakaf, mulai dari pengikatan jaminan, penyitaan, hibah, jual beli, pewarisan,
tukar menukar bahkan dalam bentuk perbuatan hukum lainnya yang
mengakibatkan terjadinya peralihan harta benda wakaf.20 Bahkan disertai
ancaman pidana, disebutkan jika setiap orang dengan sengaja menjaminkan,
menghibahkan, menjual, mewariskan, mengalihkan, dalam bentuk pengalihan
hak lainnya harta benda wakaf yang telah diwakafkan tanpa izin, maka dapat
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau pidana
denda paling banya Rp500.000.000.- (lima ratus juta rupiah).
Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, tanah mempunyai
peran yang amat penting, baik sebagai tempat tinggal, maupun kegiatan
perkantoran, tempat kegiatan usaha, baik perdagangan, pertanian, perternakan
dan lain- lainnya, maupun sebagai kegiatan pendidikan, peribadatan , tempat
pelayanan kesehatan dan sebagainya. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa modal utama dalam kehidupan kemasyarakatan Indonesia adalah
19A.P. Perlindungan, Loc. Cit, hlm 146 20Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Pasal 40
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
28
tanah.21 Apalagi dengan perkembangan yang begitu pesat, pembangunan di
berbagai bidang membuat kedudukan tanah menjadi sangat penting.
Akibatnya muncul berbagai perbedaan kepentingan antara pemerintah,
pengusaha dan masyarakat sehingga bermunculan kasus-kasus tanah termasuk
pengalihan dan penguasaan tanah wakaf. memang secara umum ada
kelemahan dalam masalah wakaf tanah yaitu mengenai adminitrasi
perwakafan yang masih sangat lemah. Hal inilah di antaranya yang sering
menjadi masalah dalam perwakafan.
Berdasarkan data di atas, maka peneliti simpulkan penyebab
terjadinya peralihan penguasaan yuridis atas tanah wakaf yang banyak terjadi
sebelum diundangkannya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf adalah disebabkan belum dilaksanakannya pendaftaran tanah wakaf,
sehingga terjadi ketidakpastian hukum status tanah wakaf. Nazhir yang
mengelola tanah wakaf dalam kaaus di mana tanah wakaf tidak didaftarkan,
menjalankan fungsinya sebagai nazhir di bawah tangan. Keadaan ini dapat
disalahgunakan oleh nazhir yang diberi kewenangan mengurus tanah wakaf itu
untuk mengaku tanah wakaf sebagai miliknya. Yang diperparah lagi tidak
adanya pengumuman kepada masyarakat bahwa bidang tanah tertentu itu
merupakan tanah wakaf. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat tidak adanya
dokumen tanah wakaf yang kuat, yaitu yang dibuat berdasarkan ketentuan
perundang-undangan.
21Van Dijk, Pengadilan Hukum Adat di Indonesia, Terjemahan MR. A.Serkardi,Cetakan
III, Bandung, 1984, hlm 54.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
29
Setelah berlakunya Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang
Wakaf, walaupun belum terevaluasi, namun kemungkinan akan terjadinya
penyalahgunaan tanah wakaf oleh nazhir masih cukup besar, apalagi kalau
pengawasan terhadap nazhir tidak berjalan maksimal. Hal ini bisa terjadi
karena menurut Pasal 39 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006
tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf,
setiap bidang tanah wakaf yang didaftarkan dan disertipikatkan atas nama
Nazhir. Untuk mengatasi terlalu bebasnya nazhir dalam menguasai tanah
wakaf secara fisik, maka pengawasan terhadap nazhir harus diperketat, yakni
dengan meminta laporan tahunan pelaksanaan tugas nazhir.
Penyebab lainnya, peneliti melihat bahwa tanah wakaf
penguasaannnya diserahkan kepada nazhir, penguasaan tanah waaf oleh nazhir
termasuk penguasaan fisik, karena wewenang nazhir terbatas pada wewenang
mengurus/mengoah belaka, jadi nazhir bukan pemilik. Akan tetapi dalam
sertipikat tanah wakaf, yang muncul adalah nama nazhir. Apabila pengawasan
oleh Badan Wakaf Indonesia lemah, maka peluang disalahgunakannya tanah
wakaf oleh nazhir menjadi sangat besar. Dengan demikian peneliti
menyatakan lemahnya pengawasan terhadap penggunaan tanah wakaf yang
dilakukan oleh badan wakaf Indonesia, atau sebelum adanya undag-undang
wakaf pengawasan yang dilakukan oleh Kakanwil Depag cq kepala bidang
yang diserahi mengawasi tanah wakaf, menjadi penyebab beralihnya
penguasaan yuridis tanah wakaf kepada perorangan atau lembaga.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
30
F.Peralihan Penguasaan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut
Hukum Tanah Nasional.
Peralihan hak atas tanah menurut hukum agraria nasional selain dapat
dilakukan melalui jual beli, tukar menukar, hibah, wasiat, warisan dan lain-
lainnya, peralihan hak atas tanah dapat juga dilakukan dengan wakaf..22
Peralihan tanah dengan cara wakaf ini bersifat kekal, abadi dan untuk selama-
lamanya. Dengan kata lain suatu tanah hak milik yang sudah dialihkan
haknya kepada pihak lain dengan cara wakaf, berakibat tanah tersebut
terlembagakan untuk selama-lamanya dan tidak bisa dialihkan kepada pihak
lain lagi, baik melalui cara jual beli, tukar menukar, hibah dan sebagainya,
kecuali ada alasan-alasan hukum yang membolehkannya.23
Mengingat sifat tanah wakaf itu kekal, artinya tidak boleh ada wakaf
untuk jangka waktu tertentu saja, karena wakaf merupakan amal untuk
mendekatkan diri kepada Allah SWT dengan cara mengeluarkan atau
menyisihkan sebahagian hartanya di jalan Allah SWT. Oleh karena itu maka
benda (tanah) yang diwakafkan adalah benda yang manfaatnya berlaku secara
berkepanjangan seperti tanah.24 Adapun tanah yang dapat diwakafkan adalah
tanah yang mempunyai status hak milik, sehingga yang berstatus hak-hak
22Taufik Hamami, Perwakafan tanah dalam politik HukumAgraria Nasional,Tata
Nusa,Jakarta 2003. hlm 30 23Ibid 24Ahmad Faisal Haq, 0p-cit, hlm 41
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
31
lainnya misalnya tanah status hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai
dan sebagainya tidak dapat diwakafkan.25
Menurut penulis dikhususkannya tanah obyek wakaf terhadap tanah
hak milik, hal ini sesuai dengan sifat hak milik atas tanah, yaitu berlaku terus
menerus, turun temurun, sehingga patut dijadikan obyek wakaf. Pelaksanaan
wakaf tidak dibatasi jangka waktu terentu, melainkan sekali tanah itu
diserahkan kepada nazhir (diwakafkan) maka untuk selama-lamanya tanah
tersebut menjadi kekal penggunaannya sebagai tanah wakaf. Oleh karena itu
tanah hak miliklah yang layak dijadikan obyek wakaf. Tanah hak milik yang
diwakafkan itupun harus bebas dari segala beban ikatan, jaminan, sita dan
sengketa.26 Berbeda dengan hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak
pakai atas tanah, yang dibatasi jangka waktu tertentu. Ketentuan ini
dimaksudkan agar setelah terjadinya peralihan hak atas tanah wakaf tidak
menimbulkan permasalahan hukum dengan pihak lain.
Sebagaimana ketentuan peralihan hak milik atas tanah yang diatur
dalam Hukum Agraria Nasional, juga berlaku dalam peralihan hak atas tanah
wakaf, dinyatakan “Perubahan status harta benda wakaf dalam bentuk
penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan
pertimbangan Badan Wakaf Indonesia (BWI).27 Secara rinci lagi proses
peralihan hak milik tanah wakaf diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor
25Sudaryo Sejimin, Status Hak dan Pembebasan Tanah, Sinar Grafik, Jakarta, 1985, hlm
69 26Budi Harsono, Hukum Agraria Indonesia, Sejarah Pembentukan UUPA, Isi dan
Pelaksanannya, Djambatan, Jakarta,1999, Hlm 333 27Pasal 49 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan
Undang -Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
32
42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004
tentang Wakaf, tepatnya dalam Pasal 37 yang menentukan:
(1) pejabat pembuat ikrar wakaf benda tidak bergerak berupa tanah adalah
Kepala Kantor Urusan Agama (KUA) dan atau pejabat yang
menyelenggarakan urusan wakaf.
(2) Ketentuan sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1), tidak menutup
kesempatan bagi wakif untuk membuat Akta ikrrar wakaf di hadapan
notaris.
Setelah tanah wakaf dibuat Akta Ikrar Wakaf (AIW) oleh Penjabat
Pembuat Akta Ikrar Wakaf (PPAIW), maka tanah wakaf tersebut didaftarkan
pada Kantor Pertanahan melalui Kantor Departemen Agama kabupaten/ Kota
untuk diproses penerbitan dan sertipikatnya. Adapun tata cara pendaftaran
tanah wakaf menurut Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, adalah
sebagaimana diatur dalam Pasal 39 ayat (1) yang menentukan bahwa
pendaftaran sertipikat tanah wakaf dilakukan berdasarkan Akta Ikrar wakaf
atau Akta Pengganti Akta Ikrar Wakaf dengan tata cara sebagai berikut :
a. Terhadap tanah yang sudah berstatus hak milik didaftarkan menjadi tanah
wakaf atas nama Nazhir.
b. Terhadap tanah hak milik yang diwakafkan hanya sebahagian dari luas
keseluruhan harus dilakukan pemecahan sertipikat hak milik terlebih
dahulu, kemudian didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
33
c. Terhadap tanah yang belum berstatus hak milik yang berasal dari tanah
milik adat langsung didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.
d. Terhadap hak guna bangunan, hak guna usaha atau hak pakai di atas tanah
negara, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) huruf (c) yang
telah mendapat persetujuan pelepasan hak dari pejabat yang berwenang di
bidang pertanahan didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.
e. Terhadap tanah negara yang diatasnya berdiri bangunan masjid, musholla,
makam didaftarkan menjadi tanah wakaf atas nama Nahzir.
f. Pejabat yang bewenang di bidang pertanahan kabupaten/ kota setempat
mencatat perwakafan tanah yang bersangkutan pada buku tanah dan
sertipikatnya.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 6 Undang-Undang Nomor 5 Tahun
1960 bahwa Semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial, artinya
pemanfaatan tanah harus berdasarkan pada tujuan untuk kepentingan
masyarakat dan kepentingan pribadi. AP. Parlindungan menyatakan “dengan
fungsi sosial itu dimaksudkan hak atas tanah itu tidak boleh dibiarkan
merugikan kepentingan masyarakat. Beliau menyebutkan fungsi soaial sebagai
jalan kompromis antara hak multak dari tanah, dengan sistem kepentingan
umum atas tanah, di mana tanah tidak diperkenankan semata-mata untuk
kepentingan pribadi, kegunaannya harus disesuaikan dengan sifat dan tujuan
haknya sehingga bermanfaat, baik untuk kesejahteraan dan kebahagiaan yang
mempunyai, maupun untuk masyarakat dan kepentingan negara”.28
28AP. Parlindungan, Op. Cit, hlm 66
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
34
Kembali ke masalah peralihan tanah wakaf, menurut Pasal 41 Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, bahwa proses peralihan hak
atas tanah wakaf, harus mendapatkan persetujuan dan izin tertulis dari Menteri
Agama dan Badan Wakaf Indonesia.Izin tertulis dari menteri hanya dapat
diberikan dengan pertimbangan sebagai berikut:
a. Perubahan harta benda wakaf tersebut digunakan untuk
kepentingan umum sesuai dengan rencana tata ruang (RUTR)
berdasarkan ketentuan peraturan peundangan dan tidak
bertentangan dengan prinsip syariah.
b. Harta benda wakaf tidak dapat dipergunakan sesuai dengan ikrar
wakaf.
c. Pertukaran dilakukan untuk keperluan keagamaan secara langsung
dan medesak.
Jadi perubahan tersebut dapat dilakukan setelah terlebih dahulu
mendapat persetujuan dari Menteri Agama dan Badan Wakaf Indonesia.
Dalam pasal tersebut juga dijelaskan mengenai alasan-alasan dibolehkannya
perubahan tersebut, yaitu:
a. Karena tidak sesuai lagi dengan tujuan wakaf seperti yang diikrarkan oleh
wakif.
b. Karena kepentingan umum.
Adapun yang dimaksud kepentingan umum, menurut Pasal 1 butir 3
Keppres Nomor 55 Tahun 1993 tentang Pengadaan Tanah Untuk
Pembangunan Kepentingan Umum, disebutkan pengertian Kepentingan umum
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
35
adalah kepentingan seluruh lapisan masyarakat, di mana kepentingan umum
dibatasi untuk kegiatan pembangunan yang dilakukan dan selanjutnya dimiliki
pemerintah serta tidak digunakan untuk mencari keuntungan.
Rincian kegiatan pembangunan untuk kepentingan umum tersebut
diatur dalam Pasal 5 Peraturan Presiden Nomor 36 Tahun 2005 tentang
Pengadaan Tanah Untuk Keptningan Umum, yang lengkapnya berbunyi:
Pembangunan untuk kepentingan umum yang dilaksanakan pemerintah atau pemerintah daerah meliputi: a. Jalan umum, jalan tol, rel kereta api (di atas tanah, di ruang atas
tanah, ataupun di ruang bawah tanah), saluran air minum/saluran pembuangan air dan sanitasi;
b. Waduk, bendungan, bendung, irigasi, dan bangunan pengairan lainnya;
c. Rumah sakit umum dan pusat kesehatan masyarakat; d. Pelabuhan, Bandar udara, stasiun kereta api dan terminal; e. Peribadatan; f. Pendidikan atau sekolah; g. Pasar umum; h. Fasilitas pemakaman umum; i. Fasilitas keselamatan umum; j. Pos dan telekomunikasi; k. Sarana olah raga; l. Stasiun penyiaran radio, televisi dan sarana pendukungnya; m. Kantor pemerintah, pemerintah daerah, perwakilan negara asing,
perserikatan bangsa-bangsa, dan atau lembaga-lembaga internasional di bawah naungan perserikatan bangsa-bangsa;
n. Fasilitas Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya;
o. Lembaga pemasyarakatan dan rumah tahanan; p. Rumah susun sederhana; q. Tempat pembuangan sampah; r. Cagar alam dan cagar budaya; s. Pertamanan; t. Panti sosial; u. Pembangkit, transmisi, distribusi tenaga listrik.
Jadi dalam Perpres tersebut terdapat 21 bidang kegiatan pembangunan
yang bersifat kepentingan umum. Dengan demikian kemungkinan terjadinya
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
36
peralihan tanah wakaf, dapat terjadi dengan salah satu alasan terpenuhinya
kriteria kepentingan umum sesuai yang diatur dalam Perpres di atas.
Namun meskipun pemerintah memberikan kelonggaran terhadap
kemungkinan terjadinya perubahan penggunaan tanah wakaf. Tetapi
kelonggaran tersebut masih diikuti dengan persyaratan yang cukup ketat, yaitu
harus mendapat persetujuan tertulis dari Menteri Agama dan Badan Wakaf
Indonesia, itupun ditambah syarat lainnya yaitu selama manfaat hasil tanah
wakaf tersebut sudah tak bisa memenuhi tujuan sebagaimana yang dimaksud
wakif atau karena adanya kepentingan umum yang menghendaki pemakaian
tanah wakaf.
G.Peralihan Penguasaan Yuridis Hak Atas Tanah Wakaf Menurut Hukum
Islam
Di dalam hukum Islam harta (termasuk tanah) yang telah diikrarkan
untuk diwakafkan, maka sejak itu harta tersebut terlepas dari kepemilikan
wakif dan kemanfaatannya menjadi hak-hak penerima wakaf.29 Imam Syafi’i
dan Imam Hambali berpendapat bahwa harta wakaf itu putus atau keluar dari
milik si wakif dan menjadi milik Allah SWT atau milik umum. begitu pula
wewenang mutlak si wakif menjadi terputus, karena setelah ikrar wakaf
diucapkan, harta tersebut menjadi milik Allah SWT atau milik umum.30
dengan demikian penguasaan harta wakaf itu beralih dari kepemilikan si wakif
menjadi milik si penerima wakaf serta mengakibatkan tidak dapat ditarik lagi.
29Departemen Agama, Fiqh Wakaf, Jakarta 2006. hlm 69 30 Faisal Haq dan Syaiful Anam, Hukum Wakaf dan Perwakafan diIndonesia, Garuda
Buana Indah, Surabaya, 2004, hlm 37
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
37
Hal ini dikarenakan pengalihan hak atas tanah wakaf merupakan perbuatan
hukum yang diperbolehkan menurut beberapa ahli hukum Islam :31
1. Ulama Hanafiyah, mengenai peralihan atau penukaran tanah wakaf yang
sudah tidak fungsional lagi dapat dibagi menjadi :
a. Bila si wakif pada waktu mewakafkan harta mensyaratkan dirinya atau
pengurus harta wakaf (Nahzir) berhak menukar/mengalihkan, maka
pengalihan atau penukaran harta wakaf boleh dilakukan.
b. Apabila si wakif tidak mensyaratkan dirinya atau orang lain berhak
mengalihkan atau menukar, kemudian ternyata wakif itu tidak
memungkinkan diambil manfaatnya, maka dibolehkan mengalihkan
harta wakaf tersebut dengan izin hakim.
1. Ulama Malikiyah, berpendapat tidak boleh menukar/mengalihkan harta
wakaf yang terdiri dari benda tidak bergerak walaupun benda itu akan
rusak atau tidak menghasilkan.
2. Ulama Syafi’iyah, Imam Syafii sendiri dalam masalah peralihan/tukar
menukar tanah wakaf hampir sama dengan pendapat Imam Malik, yaitu
sangat mencegah adanya peralihan atau tukar menukar harta wakaf.
3. Menurut Imam Ahmad bin Hambal, boleh pengalihan harta wakaf bahkan
boleh dijual, kemudian diganti dengan harta wakaf lainnya.
Adapun alasan ulama Mazhab (ahli hukum) yang melarang dan
membolehkan harta wakaf dijual, dihibahkan, diwariskan terdapat dalam
31Departemen Agama..Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf, Produktif Strategis,
Jakarta,2005.hlm 66-68
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
38
hadis dari ibnu Umar yang artinya, Harta yang sudah diwakafkan tidak boleh
dijual, tidak boleh dihibahkan dan tidak boleh pula diwariskan.
Hadis tersebut menjelaskan bahwa harta wakaf tidak boleh dijual,
dihibahkan dan diwariskan, atau dialihkan dalam bentuk apapun, menurut
Islam yang melarang konsekuensinya tanah wakaf tersebut dibiarkan saja
sebagaimana adanya. Walaupun golongan Mahzab Hanafi berpendapat dalam
asas pengambilan manfaat, apabila harta wakaf tersebut tidak bermanfaat lagi,
maka boleh dialihkan dalam bentuk apapun. Menurut Ibnu Muqadamah, salah
seorang pengikut Mazhab Hambali menyatakan bahwa apabila harta wakaf
mengalami rusak, sehingga tidak dapat memberi manfaat sesuai dengan
tujuannya, hendaklah dijual saja, kemudian hasil penjualannya diberikan
barang lain yang akan mendatangkan manfaat sesuai dengan tujuan si wakif
dan barang yang dibeli itu berkedudukan sebagai harta wakaf seperti semula.32
Imam Ibnu Taimiyah berpendapat bahwa tanah wakaf dapat dipindah
ke tempat lain apabila tempat yang lama kurang manfaat untuk tujuan yang
telah ditentukan oleh pewakaf (wakif) dengan syarat:
a. Penggantian itu dilakukan karena suatu kebutuhan.
Misalnya karena tanah wakaf tersebut tidak berfungsi lagi
sebagaimana yang telah ditentukan oleh pewakaf. Dalam keadaan seperti
tersebut, maka tanah wakaf itu dapat dijual dan hasil penjualannya
dibelikan barang lain yang dapat menggantikan kedudukan tanah/barang
yang dijual tersebut. Masjid yang telah musnah perkampungan di daerah
32Ansori, Abdul Ghafur, Op. Ccit, hlm 36
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
39
sekelilingnya, dapat dipindahkan ketempat lain atau dijual dan hasil
penjualannya dibelikan tanah di tempat lain untuk didirikan masjid
lagiyang dapat menggantikan kedudukannya. Dan apabila barang wakaf
tersebut (tanah) sudah tidak lagi memungkinkan untuk di manfaatkan
sebagaimana yang sudah diikrarkan oleh si wakif, maka barang wakaf
tersebut dapat dijual dan hasilnya penjualannya dibelikan barang lain yang
dapat menggantikan kedudukannya.
b. Penggantian barang wakaf untuk kegunaan yang lebih jelas
Misalnya suatu Masjid dibangun yang lebih layak untuk penduduk
suatu daerah dan masjid yang pertama dijual (untuk kepentingan lain yang
lebih bermanfaat kegunaannya). Hal tersebut juga menurut Imam Ahmad
bin Hambal pernah dilakukan oleh Khalipah Umar ibn al-Khattab r.a. yang
pernah memindahkan masjid Kufah yang lama ke tempat yang lain,
sedangkan tempat masjid yang lama dijadikan pasar untuk orang-orang
Tammar. Ini suatu contoh pemindahan lokasi masjid. Adapun penggantian
bangunan masjid dengan bangunan lain, hal tersebut meniru apa yang
dicontohkan oleh Khalipah Usman Ibn Affan r.a. da. Khalipah Umar Ibn
al-Khattab r.a. di mana kedua Khalifah tersebut pernah membangun masjid
Nabawiya di tempat lain yang bukan tempat asalnya dan memperluas
bangunannya.33
Adapun ijtihad Ibnu Umar bin Khattab yang mengganti Masjid di
Kuffah dengan masjid yang baru dan tempatnya dipindahkan ke tempat yang
33Sayyid Sabiq, Fiqh as-Sunnah Jilid 3, Dar al-Fikr Beirut 1980, hlm 385.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
40
baru, sebab tempat yang lama dijadikan pasar sebagai tempat jual beli
umum.34 dari pendapat para ulama (yang ahli hukum) inilah yang menjadi
dasar hukum kebolehan tanah wakaf dijual ataupun dialihkan. Yang menjadi
dasar hukum kebolehan tanah wakaf itu dialihkan adalah al-Quran Surat Al-
A’raaf Ayat 142 :
$tRôâtãºurur�4Óyõ qãB�öú üÏW»n=rO�)Tj/F10 14.0391 Tf1 0 0 1 359.16 568.8898 Tm (')Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 363.6 568.8898 Tm (s)Tj/F10 14.0391 Tf1 0 0 1 363.6 568.8898 Tm (#)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 368.28 568.8898 Tm (ø)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 368.28 568.8898 Tm (ã)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 373.32 568.8898 Tm (s)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 373.32 568.8898 Tm (9)Tj/F9 12 Tf1 0 0 1 354.12 568.8898 Tm 12 TL<0000>Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 302.52 568.8898 Tm 14.0391 TL($)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 306.96 568.8898 Tm (y)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 306.96 568.8898 Tm (g)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 314.04 568.8898 Tm (»)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 317.28 568.8898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 317.28 568.8898 Tm (Z)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 322.68 568.8898 Tm (ô)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 322.68 568.8898 Tm (J)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 331.32 568.8898 Tm (y)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 331.32 568.8898 Tm (J)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 339.96 568.8898 Tm (ø)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 339.96 568.8898 Tm (?)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 344.64 568.8898 Tm (r)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 344.64 568.8898 Tm (&)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 348.36 568.8898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 348.36 568.8898 Tm (r)Tj/F9 12 Tf1 0 0 1 297.48 568.8898 Tm 12 TL<0000>Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 272.76 568.8898 Tm 14.0391 TL(9)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 272.76 568.8898 Tm (é)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 276.48 568.8898 Tm (ô)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 276.48 568.8898 Tm (³)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 286.56 568.8898 Tm (y)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 286.56 568.8898 Tm (è)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 292.92 568.8898 Tm (Î)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 292.92 568.8898 Tm (/)Tj/F9 12 Tf1 0 0 1 267.84 568.8898 Tm 12 TL<0000>Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 249.36 568.8898 Tm 14.0391 TL(§)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 249.36 568.8898 Tm (N)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 257.28 568.8898 Tm (t)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 257.28 568.8898 Tm (G)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 262.56 568.8898 Tm (s)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 262.56 568.8898 Tm (ù)Tj/F9 12 Tf1 0 0 1 244.44 568.8898 Tm 12 TL<0000>Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 210 568.8898 Tm 14.0391 TL(à)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 210 568.8898 Tm (M)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 222.48 568.8898 Tm (»)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 225.84 568.8898 Tm (s)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 225.84 568.8898 Tm ()ãÏB�ÿ¾ÏmÎn/uë�öÆ äÏèt/öër&�
41
perbaikan ataupun pencegahan sangatlah tidak terpuji, apalagi sampai
membiarkan tanah yang telah diwakafkan oleh si wakif tidak dimanfaatkan
lagi.
H. Persamaan dan Perbedaan Hukum Islam dan Hukum Tanah
Nasional dalam hal Peralihan Penguasaan Yuridis Atas Tanah Wakaf
Pada dasarnya tujuan wakaf yang paling utama adalah mengabadikan
harta wakaf agar manfaat atau hasilnya dapat diambil secara terus menerus,
sebagaimana yang pernah dilakukan oleh Khalifah Umar bin Khattab yang
mewakafkan hartanya di Haibar dan hasilnya dimanfaatkan untuk kepentingan
keluarga dan kepentingan umum. Untuk menjaga keabadian harta wakaf
tersebut diperlukan pembatasan pembatasan yang memungkinkan harta wakaf
tersebut tidak mengalami penyusutan atau pengurangan maupun jatuh ke
pihak lain, yang dapat mengakibatkan terhentinya tujuan wakaf. Pembatasan-
pembatasan tersebut antara lain tidak boleh dijual, dihibahkan atau diwariskan.
Seiring dengan perkembangan zaman, meskipun sudah dilakukan pembatasan
pembatasan sebagai upaya tetap menjaga kekalnya harta wakaf, pada ahirnya
sering terbentur pada kenyataan yang memungkinkan terhentinya amalah
wakaf tersebut.
Adapun hal-hal yang dapat mengakibatkan terhentinya amalan wakaf
tersebut adalah :
1. Berkurangnya produktivitas tanah wakaf.
2. Adanya pembebasan tanah wakaf demi kepentingan umum.
3. Beralihnya penguasaan tanah wakaf karena adanya sengketa.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
42
Persoalan yang timbul apakah dengan demikian tanah wakaf tersebut
dapat dialihkan haknya, berbeda dengan jenis ibadah lainnya, amalan wakaf
sangat tergantung pada dapat atau tidaknya benda wakaf tersebut
dipergunakan.sesuai dengan maksud dan tujuannya. Dengan demikian tanah
wakaf akan bernilai ibadah bila benar benar berfungsi sebagaimana yang
dimaksudkan. Untuk menjaga agar tanah wakaf tetap berfungsi sebagaimana
mestinya, maka peralihan tanah wakaf seharusnya bukan merupakan halangan.
Sebab dengan adanya larangan terhadap peralihan hak pada tanah wakaf pada
akhirnya justru akan mengakibatkan hilangnya fungsi wakaf, terhadap
permasalahan tersebut terdapat dua pendapat yaitu:35
1. Sebahagian ulama membolehkan mengadakan penukaran agar tanah yang
kurang produktif tersebut tetap memberi manfaat, sehingga fungsinya tetap
berlansung. Dengan demikian kelompok ini membolehkan menjual tanah
wakaf yang sudah tidak dapat diharapkan manfaat atau hasilnya. Mereka
berpendapat bahwa penjualan itu lebih baik dari pada membiarkannya.
2. Sebahagian ulama yang lain melarang mengadakan penukaran. Dengan
demikian kelompok ini tidak membolehkan adanya penjualan atau
peralihan hak atas tanah wakaf.
Bagi yang melarang penjualan atau peralihan hak atas tanah wakaf
berdasarkan pada pendapat zahirnya Hadis tentang larangan penjualan,
penghibahan, dan pewarisan harta wakaf, sebagai konsekuensinya tanah wakaf
tersebut dibiarkan saja sebagaimana adanya, sedangkan bagi para ulama yang
35Abi Ishak Syairozi, Al-Muhazza, Mustapa Babil Halaby, Mesir, 1957, hlm 164.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
43
membolehkan penukaran dan penjualan tanah wakaf yang kurang produktif,
berpijak pada asas kemaslahatan, yakni menghindari hilangnya manfaat tanah
wakaf tersebut, terhadap hal ini ada pendapat:36
Menukar tanah wakaf adalah boleh, begitu pula menjual tanah wakaf
yang hasilnya dibelikan tanah lain. Tanah yang dibeli dari hasil penjualan
tanah wakaf yang kurang produktif tersebut nantinya akan berstatus tanah
wakaf pengganti yang kedudukannya sama dengan tanah wakaf yang asli.
Hanya saja setelah mempertimbangkan kemaslahatannya.
Dari pendapat tersebut, dapatlah diketahui bahwa penukaran dan
penjualan tanah wakaf bukanlah perbuatan melanggar hakum, karena hal
tersebut dilakukan demi terpenuhinya maksud dan tujuan wakaf, sedangkan
hakekat wakaf adalah manfaat dan hasil dari wakaf tersebut. Adapun izin
Hakim dimaksudkan untuk menghindari terjadinya tindakan sewenang-
wenang seperti penipuan, serta demi tegaknya keadilan. Terhadap hal tersebut
kiranya dapat diambil suatu kesimpulan bahwa mengadakan penukaran atau
penjualan terhadap tanah wakaf yang kurang produktif lebih baik dari pada
membiarkannya, karena dengan mengadakan penukaran atau penjualan untuk
dibelikan tanah yang lain, akan lebih mendatangkan kemaslahatan terutama
manfaatnya akan lebih dapat diharapkan. Hal ini sejalan dengan salah satu
sendi hukum Islam yaitu “memelihara kemaslahatan seluruh umat manusia”37
36Muhammad Ibnu Abidin, Radd AL-Mukhtar, Mustapa Babil al-Halaby, Mesir, 1966,
hlm 384 37Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang wakaf ijarah dan syirkah, Almaarif
bandung,1987. hlm 34.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
44
Di samping itu dalam kaidah hukum Islam juga disebutkan:”Hukum itu
berputar bersama illatnya dalam mewujudkan dan meniadakan hukum”.38
Dari beberapa Hadits tentang masalah perwakafan dapatlah diketahui
tentang illat larangan penjualan dan penukaran harta wakaf yakni pengambilan
manfaat, sehingga apabila manfaat itu sudah tidak dapat diambil atau sudah
tidak ada lagi, maka secara otomatis illat larangan tersebut menjadi tidak
berlaku lagi. Kalau dihubungkan dengan masalah tersebut, maka penjualan
atau penukaran tanah wakaf yang tidak produktif lagi diperbolehkan, setidak
tidaknya masih dibutuhkan dengan pembatasan dengan syarat-syarat tertentu,
menurut Abu Zahrah bahwa syarat-syarat tersebut adalah:39
1. Tidak ada unsur penipuan.
2. Pembayaran harus kontan.
3. Tanah pengganti harus lebih baik dan lebih bermanfaat.
Adapun sebab lain yang dapat mengakibatkan terjadinya peralihan hak
atas tanah wakaf adalah adanya pembebasan dan kepentingan umum.
Pembebasan tanah termasuk tanah wakaf merupakan salah satu konsekuensi
logis dari adanya upaya pembangunan yang sedang digalakkan pemerintah. Di
samping itu ada juga penyebab peralihan tanah wakaf tersebut karena
terjadinya sengketa terhadap tanah wakaf itu sendiri, dan hal ini biasanya
terjadi karena sewaktu penyerahan tanah wakaf dari si wakif tidak disertai
dengan kelengkapan administrasi sebagaimana yang disyaratkan oleh
peraturan perundang-undangan tentang perwakafan itu sendiri. Akibatnya
38Asmuni A.Rahman, Qaidah-qaidah Fiqh, Bulan Bintang Jakarta,1976, hlm 72. 39Abu Zahrah, Muhadarat Fil Al-Waqf. Dar Al-Fikri, Beirut, 1971, hlm 174.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
45
keturunan dari si wakif tersebut yang menggugat keberadaan tanah wakaf
tersebut, sehingga karena lemahnya pembuktian di pengadilan akhirnya
pengelola wakaf sering kalah.
Mengingat status tanah wakaf yang boleh dikatakan sudah terhenti
oleh lalu lintas hukum, tentunya pembebasan tanah tersebut menimbulkan dua
masalah yang kontradiktif, di satu pihak pembangunan merupakan sesuatu
yang harus dilakukan demi kemajuan bangsa, sementara di pihak lain
peralihan hak atas tanah wakaf (dalam arti yang masih produktif) merupakan
hal yang dilarang. Kalau pembebasan atau peralihan menyangkut tanah wakaf
yang tidak produktif lagi, maka masih bisa merujuk pada pendapat Ulama
yang membolehkan peralihan hak atas tanah wakaf tersebut, sepanjang syarat-
syaratnya terpenuhi. Akan tetapi bila pembebasan atau peralihan tanah wakaf
tersebut menyangkut tanah wakaf yang masih produktif, tentunya masih harus
diupayakan jalan yang terbaik tanpa harus melakukan pelanggaran hukum.
Untuk mencari jalan pemecahan terhadap masalah yang kontradiktif
tersebut, tampaknya harus dikembalikan kepada dalil-dalil kemaslahatan yang
telah diformulasikan ke dalam kaidah kaidah hukum Islam, salah satu kaidah
tersebut adalah ”Hukum itu mengikuti kemaslahatan yang lebih kuat”.40
Kaidah tersebut diaplikasikan pada permasalah itu, maka dapat diambil
kesimpulan yang berpijak kepada kemaslahatan dari kedua hal tersebut di atas.
Untuk dapat menilai kadar kemaslahatan tersebut maka dapat digunakan
kriteria sebagai berikut:
40Asmuni A.Rahman, Op-cit, hlm 71.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
46
a. Tujuan pembaharuan itu adalah untuk memelihara kemaslahatan dan
kebajikan umum.
b. Mewujudkan kemaslahatan umum dengan berpijak kepada dua sendi
akhlak yaitu keadilan dan kebenaran.41
Sementara itu menurut Rasyid Ridha adalah42 keadilan itu adalah
sesuatu yang engkau pergunakan untuk memelihara kebenaran dengan tidak
mencondongkan satu segi dari dua segi atau lebih yang bertentangan atau
berhubungan dengannya, sedangkan pengertian kebenaran adalah sesuatu yang
tetap dan ada dalam syara’, jika ia mengenai Hukum Syara’, dan ada dalam
kenyataan dan dalam dirinya sendiri jika mengenai sesuatu yang riil.
Dengan demikian apabila dengan adanya pembebasan tanah wakaf itu
justru lebih mendatangkan maslahat, maka hal tersebut diperbolehkan. untuk
mendapatkan maslahat yang lebih besar ini, dapat dilakukan dengan
mengganti tanah wakaf tersebut dengan tanah yang lain yang lebih baik. Di
samping itu bekas tanah wakaf tersebut tidak boleh digunakan untuk tempat
maksiat, tetapi untuk kebaikan dan kemajuan masyarakat. Hal ini sesuai
dengan Firman Allah SWT Pada Surat Al-Maidah Ayat 6:
¢()Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 209.4 237.6898 Tm (ü)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 209.4 237.6898 Tm (É)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 209.4 237.6898 Tm (Ç)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 216.24 237.6898 Tm (Ë)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 218.52 237.6898 Tm (È)Tj/F0 14.0391 Tf1 0 0 1 225.72 237.6898 Tm (.)Tj1 0 0 1 229.2 237.6898 Tm (.)Tj1 0 0 1 232.68 237.6898 Tm (.)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 236.16 237.6898 Tm (b)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 245.04 237.6898 Tm (º)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 247.32 237.6898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 247.32 237.6898 Tm (r)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 252.96 237.6898 Tm (ô)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 252.96 237.6898 Tm (â)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 261.96 237.6898 Tm (ã)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 261.96 237.6898 Tm (è)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 268.32 237.6898 Tm (ø)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 268.32 237.6898 Tm (9)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 272.76 237.6898 Tm ($)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 272.76 237.6898 Tm (#)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 276.48 237.6898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 276.48 237.6898 Tm (r)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 282.12 237.6898 Tm (O)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 291.24 237.6898 Tm (ø)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 291.24 237.6898 Tm (O)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 296.04 237.6898 Tm (M)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 296.04 237.6898 Tm (})Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 306.48 237.6898 Tm ($)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 306.48 237.6898 Tm (#)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 310.2 237.6898 Tm (í)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 317.52 237.6898 Tm (n)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 317.52 237.6898 Tm (?)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 321.36 237.6898 Tm (t)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 321.36 237.6898 Tm (ã)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 330 237.6898 Tm (#)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 333.72 237.6898 Tm (q)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 339.96 237.6898 Tm (ç)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 339.96 237.6898 Tm (R)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 344.64 237.6898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 344.64 237.6898 Tm (r)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 350.28 237.6898 Tm ($)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 354.72 237.6898 Tm (y)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 354.72 237.6898 Tm (è)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 361.08 237.6898 Tm (s)Tj/F5 14.0391 Tf1 0 0 1 361.08 237.6898 Tm (?)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 365.76 237.6898 Tm (w)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 376.2 237.6898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 376.2 237.6898 Tm (r)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 381.84 237.6898 Tm (ì)Tj/F6 14.0391 Tf1 0 0 1 394.8 237.6898 Tm (u)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 394.8 237.6898 Tm (q)Tj/F8 14.0391 Tf1 0 0 1 400.92 237.6898 Tm (ø)Tj/F7 14.0391 Tf1 0 0 1 400.92 237.6898 Tm ()G9$#ur�éÉ9ø9$#ín?tã
47
Oleh karena itu bila pembebasan tanah wakaf tersebut dimaksudkan
untuk pembangunan yang manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat luas,
seperti pembuatan atau pelebaran jalan, pembuatan waduk dan irigasi yang
diyakini lebih bermanfaat bagi kepentingan umum, maka dibolehkan dengan
syarat ada tanah pengganti yang setimpal atau bahkan lebih baik dan tidak
ada unsur penipuan. Syarat lainnya menurut Rasyid Ridha adalah:43 Apabila
pemerintah sudah sepakat terhadap sesuatu urusan atau undang undang, maka
wajiblah masyarakat mematuhinya, sepanjang pemerintah tidak menyimpang
dari tuntunan Allah SWT dan Rasul-Nya dan kesepakatan tersebut hanya di
bidang muamalah.
Bagaimana dengan hukum agraria nasional? Terhadap peralihan atau
perubahan status tanah wakaf adalah tidak dapat dilakukan perubahan, baik
perubahan status, peruntukan ataupun penggunaan selain dari pada apa yang
sudah ditentukan di dalam ikrar wakaf. Akan tetapi tidak ada satupun di atas
dunia ini yang abadi. Menurut kodratnya segala sesuatu akan berubah, dan
bahkan karena kemajuan-kemajuan yang terjadi di dalam kehidupan
manusia telah banyak dilakukan perubahan. Oleh karena itu dalam keadaan
tertentu, seperti keadaan tanah wakaf yang sudah tidak sesuai lagi dengan
tujuan wakaf sebagaimana yang telah diikrarkan oleh wakif, atau
kepentingan umum yang menghendakinya,44 maka perubahan fungsi tanah
wakaf dapat dilakukan.
43Ibid, hlm 181
44Taupik Hamami, Op.Cit, Hlm 91.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
48
Hal tersebut di atas termasuk pengecualian dari jangkauan ketentuan
tersebut. Dengan kata lain bahwa jika sesuatu keadaan menghendaki tanah
wakaf dihadapkan pada kenyataan di atas dapat dilakukan suatu perubahan
atasnya. Baik perubahan status, peruntukan ataupun penggunaannya.45
Sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960,
bahwa semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial. Artinya pemanfaatan
tanah harus didasarkan pada tujuan untuk kepentingan masyarakat, bangsa
dan negara, di samping untuk kepentingan pribadi. Dengan kata lain fungsi
sosial ini berarti kepentingan masyarakat dan kepentingan pribadi saling
mengimbangi, sehingga dapat mencapai tujuan pokok kemakmuran,
keadilan, dan kebahagiaan bagi seluruh rakyat.46 Demikian halnya juga
dengan tanah wakaf. Unsur tanah wakaf dan kepentingan umum lebih
menonjol. Oleh karena itu dimungkinkan untuk mengadakan perubahan
peruntukan atau penggunaan lain tanah wakaf yang sudah tidak berfungsi
lagi sebagaimana yang dimaksudkan oleh wakif, ketika ikrar dilaksanakan,
karena kepentingan umum menghendaki atau tanah wakaf tersebut yang
sudah tidak produktif lagi.
Beberapa contoh yang dapat dikemukakan seperti tanah wakaf
persawahan yang diperuntukan sebagai sumber dana suatu yayasan yatim
piatu, dan ternyata sawah tersebut akhirnya menjadi kering dan tidak subur
lagi, sehingga mengakibatkan tidak dapat lagi diambil hasilnya. Dengan
demikian berarti wakaf sawah tersebut dapat dikatagorikan sebagai tanah
45Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan Tanah Milik. 46Sudargo Gautama, Tafsir Undang-Undang Pokok Agraria, Citra Aditya Bandung,
1990, hlm 22.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
49
wakaf yang mengalami kerusakan. Keadaan semacam ini tentu sangat
mengancam akan kelestarian dan keabadian pemanfaatan hasilnya. Padahal
justru pemanfaatannya inilah yang merupakan Shadaqah jariyah yang
senantiasa akan mengalir pahalanya secara terus menerus kepada pemberi
wakapnya, selama harta wakaf tersebut masih dimanfaatkan, meskipun orang
yang berwakaf tersebut sudah meninggal dunia.
Jadi untuk menjaga kelestarian dan keabadian pemanfaatan sebagai titik tolak
dalam masalah perwakafan, maka penanggung jawab pengelolaannya yang dalam
hal ini adalah Nazhir, dapat saja merubah status tanah wakaf tersebut dengan
menjualnya dan selanjutnya menggantikan dengan tanah wakaf yang baru yang
seharga dengan hasil penjualan.47 Atau ia (Nazhir) dapat juga merubah peruntukan
dan penggunaannya dengan peruntukan atau penggunaan yang lain, yang
sekiranya akan dapat memberikan kemanfaatan bagi kehidupan masyarakat.
Kejadian semacam ini pernah dilakukan oleh Umar bin Khattab terhadap sebuah
masjid di Kuffah dan dipindahkan ke tempat lain, serta bekas Masjid tersebut
selanjutnya dijadikan sebagai pasar.48 Jadi jelasnya meskipun peraturan
pemerintah memberikan kelonggaran terhadap kemungkinan terjadinya perubahan
penggunaan tanah wakaf, namun kelonggaran tersebut masih harus diikuti dengan
persyaratan yang cukup ketat, yaitu perubahan status harta benda wakaf dalam
bentuk penukaran dilarang kecuali dengan izin tertulis dari Menteri berdasarkan
pertimbangan Badan Wakaf Indonesia(BWI).49 Itupun selama manfaat atau hasil
47Sayyid Sabiq, Fiqhus Sunah Jilid III,Darul Kitabil Arabiyi, Beirut, tt, hlm 350 48Ibid 49Pasal 41 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
50
tanah wakaf tersebut sudah tidak bisa memenuhi tujuan sebagaimana yang
dimaksud oleh Wakif atau karena adanya kepentingan umum yang menghendaki
pemakaian tanah wakaf tersebut.
Dengan adanya sifat kepentingan umum, maka timbul masalah di dalam
menentukan mana yang harus diutamakan, sebab wakaf di dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977 juga untuk kepentingan umum yang bersifat
keagamaan. Untuk mengatasi hal tersebut dapatlah dikembalikan kepada Pasal 2
Inpress Nomor 9 Tahun 1973. Pedoman-pedoman pelaksanaan pencabutan hak
atas tanah dan benda di atasnya dan benda yang ada di atasnya, yaitu bahwa
kegiatan pembangunan tersebut harus sudah masuk dalam rencana induk
pembangunan daerah yang telah mendapat persetujuan dari Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah (DPRD) setempat dan harus bersifat terbuka untuk umum. Jadi
dimungkinkan status penggunaan tanah wakaf adalah jika rencana induk
pembangunan daerah setempat menghendaki pemakaian tanah wakaf tersebut.
dalam rangka pelaksanaan program pembangunan daerah tersebut.
Dengan demikian yang berhak mengajukan permohonan pencabutan hak
atas tanah wakaf tersebut adalah instansi pemerintah.
Permohonan perubahan status tanah milik yang telah diwakafkan dan
perubahan penggunaannya harus melalui proses-proses sebagai berikut:50
1. Nazhir mengajukan permohonan tukar ganti kepada Menteri melalui
Kantor Urusan Agama Kecamatan setempat dengan menjelaskan
alasan perubahan status/tukar menukar tersebut.
50Pasal 51 Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2006 tentang Pelaksanaan Undang-
Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
51
2. Kepala KUA Kecamatan meneruskan permohonan tersebut kepada
Kantor Departeman Agama Kabupaten/Kota.
3. Kepala Kantor Departemen Agama kabupaten/kota setelah menerima
permohonan tersebut membentuk tim dengan susunan dan maksud
seperti dalam Pasal 49 Ayat (3) dan selanjutnya Bupati/Walikota
setempat membuat surat keputusan.
4. Kepala Kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota meneruskan
permohonan tersebut. Permohonan tersebut dengan dilampirkan hasil
penilaian dari tim Kepala Kantor Wilayah Departemen Agama
Provinsi dan selanjutnya meneruskan permohonan tersebut kepada
Menteri.
5. Setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari Menteri, maka tukar
ganti dapat dilaksanakan dan hasilnya harus dilaporkan oleh Nazhir ke
kantor pertahanan dan atau lembaga terkait untuk pendaftaran lebih
lanjut.
Bila perubahan atau pencabutan hak atas tanah wakaf tersebut
dilaksanakan, maka instansi pemerintah atau usaha-usaha yang bersangkutan
mengganti kerugian, baik dengan jalan mengganti dengan tanah lain atau
membayar ganti rugi yang tidak merugikan kedua belah pihak. Hal ini dapat
dilakukan dengan menaksir harga secara objektif dan memperhatikan harga tanah
pada saat itu.
Dengan uang ganti rugi tersebut, maka Nazhir berkewajiban untuk
membeli tanah lain sebagai ganti tanah wakaf yang dipergunakan untuk
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
52
kepentingan umum tersebut. Pembelian tanah tersebut untuk menjamin
kelangsungan maksud dan tujuan wakaf sebagaimana yang telah diikrarkan oleh
wakif.
H. PENUTUP.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa peralihan
hak atas tanah wakaf dapat dibenarkan bila alasan-alasannya telah sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.
Adapun yang menjadi persamaan dan perbedaan hukum Islam dan hukum
tanah nasional dalam masalah peralihan hak yuridis atas tanah wakaf, bertitik
tolak dari uraian-uraian sebelumnya jelas menunjukkan ada benang merahnya
antara hukum perwakafan Islam dengan peraturan-peraturan perwakafan yang
berlaku di Indonesia.
Memang kalau dilihat dari kenyataan yang ada, bahwa mayoritas
penduduk Indonesia adalah Islam, maka sudah selayaknya kalau peraturan-
peraturan yang ada dan dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia pun banyak
diilhami oleh hukum Islam, termasuk masalah peraturan tentang perwakafan.
Meskipun demikian bukan berarti bahwa hukum atau peraturan-peraturan
perwakafan yang berlaku di Indonesia tersebut sudah indetik dengan hukum
perwakafan Islam, karena sebelum adanya peraturan perwakafan yang dikeluarkan
oleh pemerintah Indonesia tersebut, bangsa Indonesia telah mengenal terlebih
dahulu bentuk yang menyerupai perwakafan.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
53
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa peraturan perwakafan yang
berlaku di Indonesia merupakan hukum perwakafan Islam yang telah dimodifikasi
dan disesuaikan dengan kondisi serta pandangan hidup bangsa Indonesia.
Oleh karena itu di dalam masalah peralihan penguasaan yuridis hak atas
tanah wakaf terlihat sekali persamaan pandangan antara hukum Islam dengan
Hukum Tanah Nasional, hukum Islam dan peraturan perwakafan di Indonesia
sama-sama melarang adanya peralhan yuridis hak atas tanah wakaf. Meskipun
demikian larangan tersebut tidak bersifat mutlak, artinya dalam keadaan tertentu
peralihan terhadap tanah wakaf diperbolehkan. Menurut Hukum Islam dan
Hukum Tanah Nasional apabila tanah wakaf tersebut tidak berfungsi lagi
sebagaimana yang dimaksud wakif pada saat dilaksanakannya ikrar wakaf, maka
tanah wakaf tersebut boleh ditukar dengan tanah lain atau dijual, kemudian hasil
penjualan tersebut dibelikan dengan tanah lain yang lebih bermanfaat.
Parsamaan yang lain terlihat pada masalah kebolehan mengadakan
peralihan hak yuridis atas tanah wakaf, yang disebabkan oleh keadaan darurat
yang menyangkut kepentingan negara dan masyarakat umum. Akan tetapi
kebolehan ini masih disyaratkan harus adanya tanah- tanah pengganti yang senilai
atau sepadan dengan tanah wakaf semula, tanah pengganti ini selanjutnya akan
menggantikan kedudukan dan fungsi tanah wakaf semula.
Selanjutnya di dalam masalah peralihan yuridis hak atas tanah wakaf ini
antara hukum Islam dengan peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di
Indonesia tidak ada perbedaan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan peraturan-
peraturan perwakafan yang berlaku di Indonesia memang bersumber dari hukum
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
54
Islam. Hanya saja di dalam peraturan-peraturan perwakafan yang berlaku di
Indonesia telah disertai dengan penjabaran-penjabaran yang bersifat prosedural
(praktis). Hal tersebut memang cukup beralasan karena hukum Islam lebih bersifat
universal, sedangkan hukum perwakafan jelas bersifat khusus.Wallahua”lam
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
55
DAFTAR PUSTAKA Abdurrahman, 1979, Masalah Perwakafan Tanah Milik dan Kedudukan Tanah
Wakaf di Negara Kita, Alumni, Bandung Achmad Djunaidi dan Thobieb Al-Asyhar, 2006, Menuju Era Wakaf Produktif
Sebuah Upaya Progresif untuk Kesejahteraan Umat, Jakarta, Mitra Abadi Press.
Adijani A-Alabij, 1989, Perwakafan Tanah di Indonesia Dalam Teori dan
Praktek. Rajawali Press, Jakarta Ahmad Azhar Basyir, 1987, “Hukum Islam Tentang Wakaf, ijarah dan syirkah”,
al-Ma’arif, Bandung Ahmad Faisal Haq, 1993, Hukum Wakaf dan Perwakafan di Indonesia PT. GBI.
(Anggota IKADI) Pasuruan Jatim Ahmad Faishal Haq, dan Ahmad Saiful Anam, 1994, Hukum Wakaf dan
Perwakafan di Indonesia, Pasuruan, PT. GBI, Cetakan kedua AP. Parlindungan, 1998, Komentar Atas`Undang-Undang Pokok Agraria, Citra
Aditya Bakti, Bandung. Boedi Harsono, 1999, Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan UUPA, Isi
dan Pelaksanaannya, Djambatan, Jakarta. Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat
Islam Departemen Agama RI, 2006, Fiqh Wakaf, Jakarta Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2000, Himpunan
Peraturan Perundang-Undangan Perwakafan Tanah Milik, Jakarta, Depag RI
Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Proses Lahirnya
Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004 tentang Wakaf, Jakarta, Depag RI
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.
56
Direktorat Pemberdayaan Wakaf Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, 2006, Panduan Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, Jakarta, Departemen Agama RI
Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Pedoman
Pengelolaan dan Pengembangan Wakaf, Jakarta, Depag RI Direktorat Peningkatan Zakat dan Wakaf Ditjen BIPH, 2006, Paradigma Baru
Wakaf di Indonesia, Jakarta, Depag RI Hasbi ash-Shiddiqy, 1982, “Hukum-Hukum Fiqh Islam”, Bulan Bintang, Jakarta Imam Suhadi, 1987, Hukum Wakaf di Indonesia, Dua Dimensi, Yogyakarta Muhammad Daud Ali, 1988, Sistem dan Pengembangan Ekonomi Islam Melalui
Zakat dan Wakaf, Jakarta, UI Press Muhammad Dawam Raharjo, 2002, Pengorganisasian Lembaga Wakaf dalam
Pemberdayaan Ekonomi Umat, Makalah Workshop Internasional, Pemberdayaan Ekonomi Umat Melalui Pengelolaan Wakaf Produktif, Batam, Depag.R I.
Panjimas Peraturan Pemerintah Nomor. 28 Tahun 1977 tentang Perwakafan
Tanah Milik Sayyid Sabiq, 1971, Fiqh as Sunnah 14 Juz, Beirut, Dar alkitab Al Arabi Sudargo Gautama, 1990, Tafsiran Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung,
Citra Aditya Bakti.
Please purchase PDFcamp Printer on http://www.verypdf.com/ to remove this watermark.