bantahan ttg kaifiah shalawat.pdf
TRANSCRIPT
-
BANTAHAN ILMIAH TERHADAP PEMAHAMAN TATA
CARA SHALAWAT KEPADA
NABI MUHAMMAD Oleh : Wayer Haris Sauntiri, ST
Dalam khutbah Jumat beberapa waktu yang lalu salah
seorang Ustadz dikampung kami membantah pendapat
kami tentang berbagai persoalan dien diantaranya adalah
tentang masalah Maulid, Rajab dan tentang Penambahan
kata Sayyidida pada Rasulullah . Namun yang menjadi sorotan saya pada kesempatan kali ini adalah penambahan
kata sayyidina ketika menyebut nama Nabi Muhammad . Mengingat bantahan yang diberikan kepada saya tersebut,
terkesan sangat keras, sampai-sampai memberikan
peringatan kepada kaum muslimin bahwa paham yang saya
berikan berindikasi SESAT untuk itu saya menulis risalah
singkat ini untuk klarifikasi.
Secara keilmuan, sebenarnya saya belumlah pantas untuk
memberikan tanggapan terhadap suatu permasalahan dien,
sebab saya bukanlah seorang alumni pesantren yang
memiliki banyak ilmu, untuk itu apabila dalam pembahasan
saya ini terdapat beberapa kekeliruan atau mungkin
kesalahan, maka alangkah baiknya bila antum semua
memberikan tanggapan dan koreksinya, melalui e-mail
pribadi ana di: [email protected] , insya Allah
setiap masukan antum semua, akan ana publikasikan pada
koreksi tulisan ini, Insya Allah dengan catatan koreksi
antum memiliki nilai Ilmiah, bukan kritik buta yang
disebabkan atas ghirah yang berlebihan dan melampaui
batas.
Mengenai gaya bahasa yang saya kemukakan dalam tulisan
ini, mungkin kurang dapat dipahami sebab ana bukanlah
seorang jurnalis ataupun orang yang pernah memenangkan
lomba karya tulis ilmiah, jangankan menang ikut saja
nggak pernah. Atas ketidaknyamanan antum semua ana
Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jazzakumullahu
Khoiron Katsiroo.
-
A. PENDAHULUAN
Sesungguhnya Allah berfirman didalam kitab Nya yang mulia Q.S. Al- Ahzab : 56
Artinya : Sesungguhnya Allah dan para Malaikat
bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang
beriman bershalawatlah kalian untuk Nabi dan
ucapkanlah alam penghormatan kepadanya
Saudaraku yang Insya Allah dirahmati Allah , telah maklum bagi kita bahwa ayat yang mulia ini menunjukkan
kepada kita tentang disyariatkannya bershalawat kepada
Rasulullah yang mulia. Sehingga sebagai orang yang
menyatakan diri sebagai ummat Rasulullah , hendaknya mengambil keutamaan yang terkandung didalamnya,
sebagai mana yang akan saya uraikan nanti Insya Allah.
Namun terdapat keanehan dalam pemahaman sebagian
masyarakat, dimana mereka memahami ayat ini terlampau
jauh, sampai-sampai mengqiyaskan ayat ini dengan kelapa
menjadi minyak yang harus melalui tahapan demi tahapan.
Sebagai ending dari pemahaman mereka adalah mereka
memahami ayat ini dengan bolehnya melakukan perayaan-
perayaan bidah seperti maulid, Isra miraj, dan lain-lain,
dengan berladaskan Qiyas Shalawat dengan Maulid dan
kawan-kawan, suatu pemahaman yang terlampau jauh
sehingga sangat rumit dan menyulitkan. Padahal agama ini
bukanlah agama yang sulit dan memberatkan ummatnya.
B. Keutamaan Shalawat
Tentang keutamaan bershalawat kepada Rasulullah , telah terdapat banyak hadits-hadits yang menyebutkan
tentangnya. Diantaranya adalah:
1. Hadits No. 1405 dari kitab Riyadush Shalihiin Karya
Imam An- Nawawi:
: (
)
Artinya : Dari (Sahabat Abdullah bin Amr Al- Ash :
Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, maka
Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali (HR:
Muslim)
2. Hadits dari Sunan an- Nasai:
Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, maka
Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali, dihapuskan
baginya 10 kesalahan dan diangkat baginya 10 derajat
(Ctt: Hadits ini juga diriwayatkan oleh : Ibnu
Khuzaimah dan Ibnu Hibban)
3. Hadits No. 1406 dari Kitab Riyadush Shalihiin:
: :
-
Dari IBnu Masud , Ia berkata: Bahwa rasulullah
bersabda: Orang yang paling dekat denganku dihari kiayamat adalah orang yang paling banyak
bershalawat untukku (H.R at- Tirmidzi, dengan sanad
Hasan)
4. Hadits Ke empat:
:
:
Dari Aus bin Aus : Rasulullah bersabda: Sesungguhnya hari yang paling utama adalah hari
jumat, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada
hari itu, karena sesungguhnya bacaan shalawat itu akan
diperlihatkan kepadaku (Potongan hadits Shahih
Riwayat Abu dawud, No. 1407 dari Kitab Riyadush
Shalihiin)
5. Hadis ke 5:
: :
Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Celakalah orang-orang yang mendengar namaku
disebut, tetapi ia tidak bershalawat kepadaku (Hadits
Hasan Riwayat At- Tirmidzi, No. 1408 dari kitab
Riyadush Shalihiin)
6. Hadis No 6:
: :
Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai
tempat perayaan, tetapi bershalawatlah untukku,
karena sesungguhnya bacaan shalawat mu akan
sampai kepadaku dimanapun kalian berada
(Hadits Shahih Riwayat Abu dawud, No. 1409 dari
kitab Riyadush Shalihiin).
7. Hadits No. 7
: :
Dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah bersabda: yang dikatakan orang yang kikir adalah orang yang
apabila namaku disebutkan disisinya, ia tidak
beshalawat kepadaku (Hadits Hasan Shahih Riwayat
At- Tirmidzi, No. 1411 dari kitab Riyadush Shalihiin)
8. Hadits No. 8
Dari Fadhalah bin Ubaid : Rasulullah bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian
berdoa hendaklah ia memulai dengan memuji dan
menyanjung Tuhannya Yang Maha Suci, lalu
membaca Shalawat untuk Nabi dan setelah itu berdoalah sekehendaknya (Hadits Hasan Shahih
Riwayat at- Tirmidzi, No. 1412 dari kitab Riyadush
Shalihiin)
C. Kaifiah/ tatacara Shalawat kepada Nabi Sesungguhnya dalam bershalawat kepada Rasulullah
, tentunya kita harus mengikuti apa-apa yang telah
diajarkan oleh beliau , sebab beliau tentunya tidak akan mengajarkan kepada ummatnya tatacara yang
tidak tepat, karena beliau tidaklah bicara dengan hawa
nafsunya, tetapi berdasarkan wahyu yang diwahyukan,
-
dan sebagai umatnya kita harus meyakini bahwa
sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah . Setelah melakukan pengkajian mendalam terhadap
beberapa kitab hadits, saya menemukan beberapa
kaifiah/ tatacara dalam bershalawat kepada Rasulullah
, yang diantaranya adalah sbb: 1. Hadits No. 1413 dari kitab Riyadush Shalihiin dan
No. 214 dari kitab Mukhtashor (Ringkasan) Shahih
Bukhari Muslim.
:
:
: :
.
( )
Dari Kabi bin Ujzah : Ia berkata: Nabi dating kepada kami, kemudian kami bertanya: Wahai
Rasulullah, kami telah mengetahui cara
mengucapkan salam kepadamu. Tetapi
bagaimanakah cara bershalawat kepadamu?. Maka
beliau (Nabi) bersabda: Ucapkanlah Allahumma Sholli alaa Muhammad wa ala aali Muhammad,
kamaa Shollaita alaa aali Ibrohim, innaka Hamidum
Majiid, Allahumma barik alaa Muhammad, wa alaa
aali Muhammad kamaa barokta alaa aali Ibrohim
Innaka Hamidum Majiid (H.R. Bukhari No. 3119,
4423 dan 5880, Muslim No. 614, Tirmidzi No. 445,
An- NasaI No. 1270, 1271 dan 1272, Abu Dawud
No. 830, Ibnu Majjah No. 894, Ahmad dalam
Musnadnya Juz. 4 Halaman 241, 243, dan 244 serta
Ad- Darami No. 1308)
2. Hadits No. 1414 dari Kitab Riyadush Shalihiin.
:
:
. :
.
.
Dari Abu Masud : dia berkata: Rasulullah mendatangi kami disaat sedang berada di majelis
Saad bin Ubadah . lalu Basyir bin Saad bertanya kepada beliau: Allah telah memerinyahkan
kami bershalawat kepadamu, maka bagaimanakah
cara bershalawat kepadamu?. Rasulullah terdiam, lalu beliau berkata: Ucapkanlah:
Ucapkanlah Allahumma Sholli alaa Muhammad wa
ala aali Muhammad, kamaa Shollaita alaa aali
Ibrohim, innaka Hamidum Majiid, Allahumma barik
alaa Muhammad, wa alaa aali Muhammad kamaa
barokta alaa aali Ibrohim Innaka Hamidum Majiid.
Adapun cara mengucapkan salam kepadaku adalah
sebagaimana yang telah kalian ketahui. (H.R. Muslim
No. 405)
3. Hadits NO. 1415 dari Kitab Riyadush Shalihiin, No.
215 dari Kitab Mukhtashor Shahih Bukhari Muslim
: :
: :
-
Dari Abi Humaid As- Sadi , ia berkata: (Para
Sahabat) bertanya (kepada Rasulullah ): Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara kami bershalawat
kepadamu ? maka beliau menjawab: Ucapkanlah: Allahumma Sholli alaa Muhammad
wa alaa aalihi wa azwajihi wa dzurriyatihi kamaa
sholaita alaa aali Ibrohim. Wabarik ala Muhammad
alaa aalihi wa azwajihi wa dzurriyatihi kamaa
baarokta alaa aali Ibrohim. Innaka Hamiidun Majiid
(H.R. Bukhari No. 3118 dan 5883, Muslim No. 615,
an- NasaI No. 1277, Abu Dawud No. 831, Ibnu
Majah No. 895, Ahmad dalam Musnadnya Juz 5 hal.
424, Malik No. 357; Shahih Mutawatir- Marfu)
D. Larangan berlebih-lebihan (Ghulluw dan Ithra)
dalam menyanjung Rasulullah . Dalam diskusi tentang bagaimana bacaan Shalawat
dalam Tasyahud dengan beberapa santri yang dimana
saya adalah salah seorang yang turut membagikan
sedikit ilmu yang saya ketahui, saya sampaikan kepada
mereka untuk menghapus tambahan lafadz Sayyidina
dalam Shalawat kepada Rasulullah dan kepada nabi Ibrahim AS. Demi mengetahui keadaan tersebut, salah
seorang ustadz yang ada dikampung kami, yang konon
katanya 18 tahun dipesantren, membantah pendapat
kami dan menyatakan wajib hukumnya menambahkan
lafadz Sayyidina ketika menyebut nama Nabi . Dengan berdalihkan dengan kisah yang dimuat dalam
kitab Ihya Ulumuddin. Maka demi menjelaskan masalah
tersebut, maka ada baiknya saya akan memaparkan
apa yang menjadi dalil dan hujjah yang mendasari
pendapat saya tersebut.
1. Hadits Pertama:
:
. : . :
. :
Dari Abdullah bin Syikhr : Ia berkata: Aku telah berkunjung bersama utusan Bani Amir menemui
Rasulullah , kemudian kami berkata (kepada
Rasulullah ): Engkau adalah Sayyid kami,
kemudian beliau menjawab: Sayyid kita adalah Allah Tabaroka Wa Taala, kemudian kami berkata:
Kalau begitu engkau adalah yang paling utama dan
memiliki kemuliaan diantara kami. Kemudian beliau
bersabda: Berkatalah kalian tentangku dengan
sebagian atau seluruh ucapan yang pantas untukku
dan janganlah kalian terpengaruh oleh Syaithan
(HR. Abu Dawud No. 4806, Bukhari dalam Kitabnya
Adabul Mufrad No. 211, Dishahihkan oleh Syaikh Al-
Albani dalam kitabnya Al- Miskah al- Mashabih No.
4901 dan Kitab Ishlah al- Mashabih No. 103)
Adapun ucapan yang biasa diucapkan, yang
dimaksud oleh Rasulullah adalah Abduhu wa Rosuluhu, hamba Allah dan RasulNya. Sebagaimana
diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya al-
Musnad Juz 3 hal 153, 241 dan 249, an- NasaI
dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah No. 249 dan
250, Imam al- LalikaI dalam Kitab Syarh Ushuul
-
Itiqod Ahlis Sunnah wal Jamaah No. 2675 dari
Sahabat Anas bin Malik berikut:
2. Dari Anas bin Malik : Sebagian orang berkata
kepada Nabi : Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik diantara kami dan putra orang yang
terbaik diantara kami!, wahai sayyid kami dan putra
sayyid kami! maka seketika Rasulullah bersabda: Wahai manusia, ucapkanlah tentangku
dengan ucapan yang biasa kalian ucapkan!.
Janganlah kalian terbujuk oleh syaithan. Aku adalah
Muhammad, hamba Allah dan RasulNya. Aku tidak
suka kalian menyanjungku melebihi kedudukan yang
telah Allah berikan kepadaku.
3. Menambahkan kata Sayyidina dihadapan nama
Rasulullah , menurut Imam Ibnu Qayyim al- Jauziah adalah bentuk ghulluw dan Ithra terhadap
Rasulullah dan perbuatan tersebuit adalah
perbuatan yang dicela oleh Rasulullah , sebagaimana sabda beliau: Janganlah kalian Ithra
(Berlebih-lebihan) dalam memujiku sebagai mana
kaum Nashrani memuja Isa bin Maryam . Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka
katakanlah (tentangku) Abduhu wa Rasuluh (HR.
Bukhari No. 3445, at- Tirmidzi dalam kitab
Mukhtashor Syamail Muhammadiyah No. 80, Imam
Ahmad dalam Kitab Musnadnya Juz 1 hal 23, 24, 47
dan 55 serta Ad- Darimi Juz 2 hal. 320 dari Sahabat
Umar bin KLahthab ) 4. Dalam Hadits lain dari Sahabat Abdullah bin Abbas
(Ibnu Abbas): Rasulullah bersabda: Jauhkanlah diri kalian dari sikap ghulluw (berlebih-
lebihan) dalam beragama, karena sesungguhnya
sikap ghulluw ini telah membinasakan orang-orang
sebelum kalian (HR. Ahmad Juz 1 hal. 215 dan 347,
an- NasaI Juz. Hal 268, Ibnu Majjah No. 3029, Ibnu
Khuzaimah No. 2867).
5. Anas bin Malik berkata, "Tak seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat dari-pada Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Tetapi, bila mereka
melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam
(hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau. Sebab
mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal
tersebut." (HR. At-Tirmidzi, hadits shahih)
6. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,
"Barangsiapa suka dihormati manusia dengan
berdiri, maka hendaknya ia mendiami tempat
duduknya di Neraka." (HR. Ahmad, hadits shahih)
7. Menganggap bahwa Nabi , memiliki kedudukan yang lebih mulia dibandingkan hamba Allah yang lain
semisal Malaikat dan para Nabi adalah perkara yang
dilarang oleh beliau , sebagaimana Sabda beliau
:
Tidak pantas bagi seseorang berkata bahwa aku
(Muhammad) lebih baik dari pada Yunus bin Matta
(HR. Abu Dawud No. 4669, Imam Ath- Thahawi, Bukhari dan Muslim), ada juga hadits serupa yang
bersumber dari jalan Abdullah bin Jafar yang
diriwayatkan oleh Imam Abu dawud No. 4670).
8. Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Janganlah kalian mengunggulkan aku atas Musa as.
Sesungguhnya manusia akan dibangkitkan setelah
kiamat dan aku adalah orang yang pertama siuman.
Tiba-tiba Musa as. Memukulkan tangannya berada
-
disisi Arsy. Aku tidak tahu apakah ia termasuk yang
terkena kejutan luar biasa, sehingga pingsan dan
siuman sebelumku atau yang termasuk dikecualikan
Allah, tidak mengalami kejutan luar biasa (HR.
BUkhari, Muslim, Ath- Thahawi, Abu Dawud No.
4671, Hadits ini juga tercantum dalam kitab
Mukhtashor al- Ulluw)
Mencintai Rasulullah adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim, sehingga tidak sempurna keimana
seseorang dihadapan Allah , sebagaimana sabda Rasulullah : Tidak beriman salah seorang diantara kalian sehingga aku lebih dicintai daripada
bapaknya, anaknya dan seluruh manusia (HR.
Bukhari)
Bila kita benar-benar mencintai Rasulullah , maka buktikanlah dengan berusaha untuk melakukan apa-
apa yang dicintai oleh beliau serta meninggalkan
apa-apa yang dibenci oleh beliau .
Bukti kongkrit cinta kepada Rasulullah
diantaranya adalah: Firman Allah : Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah
aku. Niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu
E. Qiyas dalam pandagan Salafush Shalih
a. Hadits Pertama: Dari Abu Tsalabah al- Kasyani
: Rasulullah bersabda:Sesunguhnya Allah telah mewajibkan kewajiban-kewajiban-Nya mak
janganlah kamu mempersenpitnya dan Dia juga
telah menentukan ketentuan-ketentuan Nya, maka
janganlah kamu melampauinya. Dia telah melarang
bagimu berbagai hal, maka janganlah kamu
melanggarnya.
b. Hadits kedua: Abu Hurairah , Ia pernah berkata
kepada Ibnu Abbas : Jika telah sampai suatu
hadits kepadamu dari Rasulullah , maka janganlah kalian membuat perumpamaan-
perumpamaan bagi hadits tersebut (HR. Muslim dari
Sahabat Samurah bin Jundub ).
c. Umar bin Khathab pernah berkata: Ilmu itu terdiri dari 3, kitab yang berbicara, sunnah yang
telah lalu dan aku tidak tahu
d. Abdul Aziz bin Al- Muthalib mengatakan dari Ibnu
Masud: Sesungguhnya kamu sekalian jika kamu
mengajarkan agama kamu dengan Qiyas, maka
kamu akan menghalalkan banyak hal yang
diharamkan atas kamu dan mengharamkan banyak
hal yang telah dihalalkan atas kamu
e. Imam Al- AuzaI berkata: Saya pernah mendengar
dari Ubadah bin Abu Lubaba dari Ibnu Abbas : Orang yang mengemukakan pendapatnya tidak
didasarkan dari kitab Allah dan Sunnah Rasulullah
, maka sesungguhnya ia tidak mengetahui atas dasar apa ia menentukan hal itu ketika ia bertemu
dengan Allah Azza wa Jalla
f. Abu Hanifah (Imam Hanafi) berkata:Saya
mendengar dari Mujahid (ulama besar dikalangan
Tabiin), bahwa Umar bin Khathab telah melarang Qiyas
g. Al- Atsram berkata:Abu Bakar bin Abu Syaibah
menceritakan, Jafar bin Ghiyats menceritakan dari
Ayahnya dari Mujahid, ia berkata : Umar berkata:
Hati-hatilah kalian dengan perumpamaan (Qiyas).
h. Muhammad bin Sirrin (Seorang Tabiin) berkata:
Qiyas itu adalah kesialan dan orang yang pertama
-
kali mengqiyaskan adalah Iblis dan ia binasa dan
sesungguhnya matahari dan bulan itu disembah
dikarenakan qiyas-qiyas tersebut.
i. Ibnu Abi Hatim (Juru Tulis Imam Bukhori)
mengatakan : Muhammad bin Ismail al- Ahmasi
menceritakan: Wahhab bin Ismail menceritakan dari
Dawud al- Ajdi, ia berkata: Asy- Syabi (seorang
Tabiin) berkata kepadaku: Jagalah 5 perkara yang
memiliki kejelasan. Diantaranya adalah (Yang
kedua): Jika kamu ditanya tentang suatu masalah
maka janganlah kamu mengqiyaskannya dengan
sesuatu yang lain, karena mungkin kamu kan
mengharamkan sesuatu yang halal atau
menghalalkan sesuatu yang haram.
j. Imam Ath- Thahawi berkata : Yusuf mansur bin
Yazid al- Qarathisi menceritakan Saad bin Mansyur
menceritakan dari Al- Mughirah bin Muqsim dari Asy-
Syabi ia berkata: Sunnah itu tidak diciptakan dari
qiyas-qiyas. Kemudian beliau berkata lagi
Sesungguhnya kamu skalian akan binasa pada saat
kamu meninggalkan atsar-atsar (Hadits) dan
mengambil qiyas-qiyas
k. Al- Khalal berkata: Abu Bakar al- Maruzi berkata:
Aku mendengar Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali)
mengingkari sahabat-sahabatnya mempergunakan
qiyas dan ia berbicara tentang ,asalah ini dengan
keras.
l. Muhammad bin Haqqan mengatakan aku mendengar
dari Ibnu al- Mubarok diakhir sebuah pertemuan.
Kami berkata kepadanya: berilah kami nasihat. Ia
berkata: Janganlah kalian menjadikan Rayu
sebagai imam.
F. Kitab Ihya Ulumuddin dalam pandangan Ulama Kitab Ihya Ulumuddin adalah salah satu maha karya
salah seorang Imam besar dari mahdzab Syafiiyah,
yakni Imam Abu Hamid al- Ghazali (Imam al- Ghozali).
Kitab ini sangat terkenal, namun sangat disayangkan
kitab ini memiliki banyak kesalahan dan kekeliruan,
sebab ketika menulis kitab ini keadaan imam al- Ghazali
belum memiliki akidah yang kuat, perbendaharaan beliau akan ilmu hadits tidaklah banyak, serta ketika
menulis kitab ini, Imam al- Ghazali tengah meneliti dan
mendalani kitab Ikhwanish Shafa karya Ibnu Sina yang
oleh para ulama disebut sebagai kitab yang sangat
membahayakan aqidah disebabkan isinya banyak
memuat filsafat Yunani kono yang sangat bertentangan
dengan nilai-nilai tauhid kepada Allah . Berikut adalah beberapa penilaian Ulama terhadap
kitab Ihya Ulumuddin:
a. Imam ath- Thurthusi (Lahir tahun 520 H); beliau
berkata: Ketika al- Ghazali menulis kitab Ihya, ia berbicara tentang ilmu-ilmu dan tingkatan kaum
sufi. Padahal dia tidak banyak mengetahui dan
memamahaminya dengan baik. Beliau memenuhi
kitab Ihya dengan kedustaan atas nama Rasulullah
. Saya tidak mendapati satu kitabpun dimuka bumi ini, sepanjang pengetahuanku, yang paling
banyak kedustaannya atas nama Rasulullah selain kitab itu. Kitab tersebut banyak dipengaruhi
oleh kitab Rasail Ikhwanish Shafa yang merupakan perpaduan antara filsafat Yunani dengan Filsafat Islam
b. Imam Abu Bakar Ibnul Arobi (Lahir tahun 543 H); beliau adalah murid utama dari Imam Al- Ghazali. Tehadap guru dan kitab Ihya Ulumuddin, beliau berkata dalam kitabnya Syahrul Asmail Husna: Syaikh kami Abu Hamid al- Ghazali (Imam Al-
-
Ghazali) terperangkap pada perut filsafat dan nyaris terjatuh didalamnya. Seandainya beliau
bukanlah orang yang muhlis, niscaya ia akan binasa.
Beliau memenuhi kitab Ihyanya dengan hadits- hadits palsu
c. Imam An- Nawawi (Lahir tahun 676 H): ketika
ditanyakan kepada beliau tentang shalat Roghoib pada jumat pertama dibulan Raajab apakah Sunnah ataukah Bidah? Maka beliau menjawab: Itu adalah bidah yang buruk dan diingkari dengan pengingkaran yang sangat keras. Janganlah kalian tertipu oleh banyaknya orang yang melakukan
amalan tersebut dan tidak pula karena ia disebutkan
dalam kitab Kuutul Qulub atau Ihya Ulumuddin. d. Imam Adz-Dzahabiy (748 H), dalam kitabnya Siyar
Alamin NUbala Juz 19 hal 329, ia berkata: Didalam kitab Ihya banyak terdapat hadits yang batil. Selain itu juga terdapat kebaikan-kebaikan padanya.
e. Imam Ibnu Katsir (774 H) dalam kitabnya Bidayah
wal An- Nihayah Juz 12 Halaman 174 ia berkata:Ia (Al- Ghazali) menulis kitab Ihya Ulumuddin, yang merupakan kitab yang mengherankan, kitab ini telah
bercampur dengan sesuatu yang halus dari ajaran
filsafat (Yunani) dan amalan-amalan hati akan tetapi
didalamnya terdapat hadits-hadits aneh, mungkar dan palsu.
f. Ibnu Syakr, berkata Imam Al- Ghazali pernah
berkata kepadanya bahwa perbendaharaannya tentang ilmu hadits adalah sangat sedikit.
g. Al- hafidz al- Iraqy, beliau telah menulis sebanyak
tiga kitab yang isinya berupa Takhrij dan Tahqiq terhadap sanad dan matan Hadits dalam kitab Ihya Ulumuddin dan beliau menemukan sebanyak 943
Hadits dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah Hadits yang tidak ada asal-usulnya atau dengan kata lain terdapat 943 hadits palsu.
h. Al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalaniy telah menulis
kitab al- Istidrak ala Takhrijul Ihya yang menjelaskan hadits-hadits mungkar dalam kitab
Ihya yang terlewat pembahasan oleh alhafidz Al- Iraqy.
i. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, didalam kitabnya Al- Istiqomah berkata tentang Imam al- Ghazali: Walaupun terdapat banyak celaan dan kritikan
terhadabnya serta kitabnya Ihya Ulumuddin karena banyaknya kesalahan-kesalahan yang terdapat didalamnya yang memang perlu dijelaskan kepada
ummat, namun diakhir hayatnya beliau kembali
kepada kebenaran dan sunnah dan mendalami kitab as- Shahihain (Bukhari Muslim) bahkan ketika wafat,
kitab Shahih Bukhari masih berada dipangkuannya G. Khatimah
Sebagai penutup pembahasan kali ini saya, tegaskan
bahwa bershalawat kepada Rasulullah , adalah perkara yang disyariatkan, namun perlu dipahami
bahwa dalam bershalawat kepada beliau , haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh
sang pembuat syariat, yakni Allah dan Rasul Nya Muhammad , karena sebaik apapun perkataan manusia, tidaklah sebaik perkataan Rasulullah , karena tidak ada seorang manusiapun dimuka bumi
yang terbebas dari dosa dan kesalahan, selain
Rasulullah . Sehingga pantaslah salah seorang Imam kaum Muslimin, Imam Malik mengatakan siapapun perkataannya bisa diterima atau ditolak, kecuali
penghuni makam ini beliau mengatakan hal ini sambil
menunjuk makam Rasulullah . Ingatlah, perkara yang baik menurut persangkaan kita,
belumlah baik menurut syariat, sebab apabila kita menganggap baik suatu amalan yang tidak pernah
dicontohkan oleh Rasulullah , maka sesungguhnya kita telah membuat syariat baru yang tidak diizinkan
oleh Allah , sebagaaimana perkataan Imam Asy- SyafiI : Man Istahna Faqod Syaroa. Barangsiapa yang menganggap baik suatu amalan (yang tidak
-
pernah dicontohkan) maka sesungguhnya ia telah
membuat syariat baru. Terkadang kita menemukan sebagian dari saudara-saudara kita yang sangat taqlid terhadap pendapat
Ustadz atau Kiainya, tanpa pernah melakukan tabayyun
terhadap perkataan mereka. Keadaan ini mungkin
sangat dipengaruhi oleh pendapat Syaikh Nawawi Banten yang mewajibkan taqlid terhadap salah satu
imam dari Imam mahdzab, mungkin ini adalah salah
satu kekeliruan terbesar beliau, dengan tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat kami terhadap jasa-
jasa beliau dalam mengembangkan dakwah islam,
namun sekali lagi bahwa tidak ada satupun dimuka bumi ini yang terbebas dari kesalahan selain rasulullah
, maka hal ini pula pasti tidak luput dari pribadi Syaikh Nawawi Banten . Pendapat Syaikh Nawawi Banten, yang mewajibkan
Taqlid terhadap salah satu Imam Mahdzab adalah
sebuah kekeliruan, sebab bertentangan dengan pendapat Imam Mahdzabnya sendiri, yakni Imam Asy-
SyafiI , dimana Imam Asy- SyafiI pernah berkata1: a. "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah
Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa
pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku
katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa
sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku,
apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang
menjadi pendapatku2"
b. "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang
secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari
1 Kami nukil dari Mukaddimah Sifat Shalat Nabi , Karya al- Imam Al- Muhaddits Nashir As- Sunnah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al- Albany
2 Hadits Riwayat Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in (II/363-364), Al-Iqazh hal.100
Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti
pendapat seseorang3"
c. "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang
berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits
Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu4"
d. "Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku5"
3 Ibnul Qayyim (II/361), dan Al-Filani hal. 68 4 Harawi dalam kitab Dzamm Al-Kalam (III/47/1), Al-Khathib dalam Ihtijaj Bi Asy-Syafi'i (VIII/2), Ibnu Asakir (XV/9/1), Nawawi dalam Al-Majmu' (I/63), Ibnul Qayyim (II/361), Al-Filani hal. 100 dan riwayat lain oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/107) dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (III/284, Al-Ihsan) dengan sanad yang shahih dari beliau, riwayat semakna. 5 Imam Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani (I/57) dan ia nisbatkan
kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hal. 107. Sya'rani berkata : " Ibnu
Hazm menyatakan Hadist ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian
imam-imam yang lain".
Komentar Syaikh Muh. Nashiruddin Al- Albany: Pernyataan beliau yang
akan diuraikan setelah komentar dibawah ini menunjukkan pengertian
yang dimaksud secara jelas. Nawawi berkata ringkasnya: "Para sahabat
kami mengamalkan Hadits ini dalam masalah tatswib (mengulang
kalimat adzan), syarat orang ihram melakukan tahallul karena sakit, dan
lain-lain hal yang sudah populer dalam kitab-kitab madzhab kami. Ada di
antara sahabat-sahabat kami yang memberikan fatwa berdasarkan
Hadits antara lain : "Abu Ya'qub Buwaiti, Abu Al-Qasim Ad-Dariqi, dan
sahabat-sahabat kami dari kalangan ahli Hadits yang juga berbuat
demikian, yaitu Imam Abu bakar, Baihaqi, dan lain-lain. Mereka adalah
sejumlah sahabat kami dari kalangan terdahulu. Bila mereka melihat
pada suatu masalah ada Haditsnya, sedangkan Hadits tersebut berlainan
dengan madzhab Syafi'i, mereka mengamalkan Hadits tersebut dan
berfatwa : "Madzhab Syafi'i sejalan dengan Hadits ini".
Syaikh Abu Amer berkata : "Bila seorang dari golongan Syafi'i
menemukan Hadits bertentangan dengan madzhabnya, hendaklah ia
mempertimbangkan Hadits tersebut. Jika memenuhi syarat untuk
berijtihad, secara umum atau hanya mengenai hal tersebut, dia
mempunyai kebebasan untuk berijtihad, secara umum atau hanya
mengenai hal tersebut, dia mempunyai kebebasan untuk berijtihad, Akan
tetapi, jika tidak memenuhi syarat, tetap berat untuk menyalahi Hadits
sesudah melakukan kajian dan tidak menemukan jawaban yang
-
e. "Engkau [6] lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya
daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih,
memuaskan atas perbedaan tersebut, hendaklah ia mengamalkan Hadits
jika ada Imam selain Syafi'i yang mengamalkan Hadits tersebut. Hal ini
menjadi hal yang dimaafkan bagi yang bersangkutan untuk
meninggalkan imam madzhabnya dalam masalah tersebut dan apa yang
menjadi pendapatnya adalah pilihan yang baik. wallahu A'lam.
Komentar Syaikh Muh. Nashiruddin Al- Albany: Ada suatu keadaan lain
yang tidak dikemukakan oleh Ibnu Shalah, yaitu bagaimana kalau
ternyata orang itu tidak mendapatkan imam lain sebelumnya yang
mengamalkan Hadits tersebut ? Apa yang harus ia lakukan ? Hal ini
dijawab oleh Taqiyuddin Subuki dalam Risalah-nya tentang maksud
ucapan Imam Syafi'i "Apabila ada Hadits yang shahih ..." Juz 3 hal, 102 :
"Menurut pendapatku, yang lebih utama adalah mengikuti Hadits.
Hendaklah yang bersangkutan menganggap seolah-olah dia berada di
hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ia mendengar beliau
bersabda seperti itu. Apakah ia layak untuk mengesampingkan
pengamalan Hadits semacam itu ? Demi Allah, tidak. Setiap orang
mukallaf bertanggung jawab sesuai dengan tingkat pemahamannya
(dalam mengamalkan Hadits)".
Pembahasan tentang hal ini dapat Anda baca pada kitab I'lam Al-Muwaqqi'in (II/302 dan 370), Al-Filani dalam kitab Iqazhu Humami Ulil Abrar..., sebuah kitab yang tidak ada duanya dalam masalah ini. Para pencari kebenaran wajib mempelajarinya dengan serius dan penuh perhatian terhadap kitab ini. 6 Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi'i hal. 94-95, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), Al-Kahtib dalam Al-Ihtijaj (VIII/1), diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir dari beliau (XV/9/1), Ibnu 'Abdil Barr dalam Intiqa hal. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal. 499, Al-Harawi (II/47/2) dengan tiga sanad, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi'i pernah berkata kepadanya : "..... Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I'lam (II/325) dan Filani dalam Al-Iqazh hal. 152". Selanjutnya, beliau berkata : "Baihaqi berkata : 'Oleh karena itu, Imam Syafi'i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hizaz, Syam, Yaman, dan Iraq'. Beliau mengambil semua Hadits kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat
beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya,
apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku
pergi menemuinya"
f. "Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut
kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya,
pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup
maupun setelah aku mati7"
g. "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu
pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang
shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku
tidak berguna8"
h. "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang
shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits
Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid
kepadaku9"
i. "Setiap Hadits yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi
wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian
tidak mendengarnya sendiri dari aku10"
Demikianlah pendapat ima Asy- SyafiI tentang taqlid, sehingga apabila anda memang merasa perlu
taqlid terhadap ajaran mahdzab beliau, maka tidak
bertaqlid terhadap pendapat salah satu ulama saja
adalah salah satu pendapat dalam mahdzab beliau .
yang bertentangan dengan dirinya". Semoga Allah mengampuni kami dan mereka" 7 Abu Nu'aim dalam Kitab Al-Hilyah (IX/107), Al-Harawi (47/1), Ibnu
Qayyim dalam Al-I'lamul Mawaqiin (II/363) dan Al-Filani hal. 104
8 Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hal. 93, Abul Qasim
Samarqandi dalam Al-Amali seperti pada Al-Muntaqa, karya Abu Hafs Al-
Muaddib (I/234), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), dan Ibnu Asakir
(15/101) dengan sanad shahih.
9 Ibnu Abi Hatim hal 93, Abu Nu'aim dan Ibnu 'Asakir (15/9/2) dengan sanad shahih.
10 Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94
-
Demikianlah tulisan ini kami buat, apabila ada
kesalahan dan kekurangannya semata bersumber dari
kami pribadi, semoga Allah , senantiasa memberikan petunjuk kepada kami, demi kesempurnaan tulisan ini dimasa yang akan dating, dan apabila ada benarnya,
semoga Allah menjadikan tulisan sebagai ladang pahala yang tiada putusnya, aamiin ya Rabbal alamiin. Mulai ditulis di Desa Sarimulyo Kecamatan Kabangka
Kabupaten Muna dan Selesai di Kendari tanggal 3
Dzulqaidah 1432 H bertepatan dengan 30 September
2011 M, Penyelarasan akhir di Bungku, Morowali 30 Desember 2013.