bantahan ttg kaifiah shalawat.pdf

12
BANTAHAN ILMIAH TERHADAP PEMAHAMAN TATA CARA SHALAWAT KEPADA NABI MUHAMMAD Oleh : Wayer Haris Sauntiri, ST Dalam khutbah Jum‟at beberapa waktu yang lalu salah seorang Ustadz dikampung kami membantah pendapat kami tentang berbagai persoalan dien diantaranya adalah tentang masalah Maulid, Rajab dan tentang Penambahan kata Sayyidida pada Rasulullah . Namun yang menjadi sorotan saya pada kesempatan kali ini adalah penambahan kata sayyidina ketika menyebut nama Nabi Muhammad . Mengingat bantahan yang diberikan kepada saya tersebut, terkesan sangat keras, sampai-sampai memberikan peringatan kepada kaum muslimin bahwa paham yang saya berikan berindikasi “SESAT” untuk itu saya menulis risalah singkat ini untuk klarifikasi. Secara keilmuan, sebenarnya saya belumlah pantas untuk memberikan tanggapan terhadap suatu permasalahan dien, sebab saya bukanlah seorang alumni pesantren yang memiliki banyak ilmu, untuk itu apabila dalam pembahasan saya ini terdapat beberapa kekeliruan atau mungkin kesalahan, maka alangkah baiknya bila antum semua memberikan tanggapan dan koreksinya, melalui e-mail pribadi ana di: [email protected] , insya Allah setiap masukan antum semua, akan ana publikasikan pada koreksi tulisan ini, Insya Allah dengan catatan koreksi antum memiliki nilai Ilmiah, bukan kritik buta yang disebabkan atas ghirah yang berlebihan dan melampaui batas. Mengenai gaya bahasa yang saya kemukakan dalam tulisan ini, mungkin kurang dapat dipahami sebab ana bukanlah seorang jurnalis ataupun orang yang pernah memenangkan lomba karya tulis ilmiah, jangankan menang ikut saja nggak pernah. Atas ketidaknyamanan antum semua ana Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jazzakumullahu Khoiron Katsiroo.

Upload: wayerharis

Post on 30-Sep-2015

249 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • BANTAHAN ILMIAH TERHADAP PEMAHAMAN TATA

    CARA SHALAWAT KEPADA

    NABI MUHAMMAD Oleh : Wayer Haris Sauntiri, ST

    Dalam khutbah Jumat beberapa waktu yang lalu salah

    seorang Ustadz dikampung kami membantah pendapat

    kami tentang berbagai persoalan dien diantaranya adalah

    tentang masalah Maulid, Rajab dan tentang Penambahan

    kata Sayyidida pada Rasulullah . Namun yang menjadi sorotan saya pada kesempatan kali ini adalah penambahan

    kata sayyidina ketika menyebut nama Nabi Muhammad . Mengingat bantahan yang diberikan kepada saya tersebut,

    terkesan sangat keras, sampai-sampai memberikan

    peringatan kepada kaum muslimin bahwa paham yang saya

    berikan berindikasi SESAT untuk itu saya menulis risalah

    singkat ini untuk klarifikasi.

    Secara keilmuan, sebenarnya saya belumlah pantas untuk

    memberikan tanggapan terhadap suatu permasalahan dien,

    sebab saya bukanlah seorang alumni pesantren yang

    memiliki banyak ilmu, untuk itu apabila dalam pembahasan

    saya ini terdapat beberapa kekeliruan atau mungkin

    kesalahan, maka alangkah baiknya bila antum semua

    memberikan tanggapan dan koreksinya, melalui e-mail

    pribadi ana di: [email protected] , insya Allah

    setiap masukan antum semua, akan ana publikasikan pada

    koreksi tulisan ini, Insya Allah dengan catatan koreksi

    antum memiliki nilai Ilmiah, bukan kritik buta yang

    disebabkan atas ghirah yang berlebihan dan melampaui

    batas.

    Mengenai gaya bahasa yang saya kemukakan dalam tulisan

    ini, mungkin kurang dapat dipahami sebab ana bukanlah

    seorang jurnalis ataupun orang yang pernah memenangkan

    lomba karya tulis ilmiah, jangankan menang ikut saja

    nggak pernah. Atas ketidaknyamanan antum semua ana

    Mohon maaf yang sebesar-besarnya. Jazzakumullahu

    Khoiron Katsiroo.

  • A. PENDAHULUAN

    Sesungguhnya Allah berfirman didalam kitab Nya yang mulia Q.S. Al- Ahzab : 56

    Artinya : Sesungguhnya Allah dan para Malaikat

    bershalawat kepada Nabi. Hai orang-orang yang

    beriman bershalawatlah kalian untuk Nabi dan

    ucapkanlah alam penghormatan kepadanya

    Saudaraku yang Insya Allah dirahmati Allah , telah maklum bagi kita bahwa ayat yang mulia ini menunjukkan

    kepada kita tentang disyariatkannya bershalawat kepada

    Rasulullah yang mulia. Sehingga sebagai orang yang

    menyatakan diri sebagai ummat Rasulullah , hendaknya mengambil keutamaan yang terkandung didalamnya,

    sebagai mana yang akan saya uraikan nanti Insya Allah.

    Namun terdapat keanehan dalam pemahaman sebagian

    masyarakat, dimana mereka memahami ayat ini terlampau

    jauh, sampai-sampai mengqiyaskan ayat ini dengan kelapa

    menjadi minyak yang harus melalui tahapan demi tahapan.

    Sebagai ending dari pemahaman mereka adalah mereka

    memahami ayat ini dengan bolehnya melakukan perayaan-

    perayaan bidah seperti maulid, Isra miraj, dan lain-lain,

    dengan berladaskan Qiyas Shalawat dengan Maulid dan

    kawan-kawan, suatu pemahaman yang terlampau jauh

    sehingga sangat rumit dan menyulitkan. Padahal agama ini

    bukanlah agama yang sulit dan memberatkan ummatnya.

    B. Keutamaan Shalawat

    Tentang keutamaan bershalawat kepada Rasulullah , telah terdapat banyak hadits-hadits yang menyebutkan

    tentangnya. Diantaranya adalah:

    1. Hadits No. 1405 dari kitab Riyadush Shalihiin Karya

    Imam An- Nawawi:

    : (

    )

    Artinya : Dari (Sahabat Abdullah bin Amr Al- Ash :

    Ia berkata : Saya mendengar Rasulullah bersabda: Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, maka

    Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali (HR:

    Muslim)

    2. Hadits dari Sunan an- Nasai:

    Barang siapa bershalawat kepadaku satu kali, maka

    Allah akan bershalawat kepadanya 10 kali, dihapuskan

    baginya 10 kesalahan dan diangkat baginya 10 derajat

    (Ctt: Hadits ini juga diriwayatkan oleh : Ibnu

    Khuzaimah dan Ibnu Hibban)

    3. Hadits No. 1406 dari Kitab Riyadush Shalihiin:

    : :

  • Dari IBnu Masud , Ia berkata: Bahwa rasulullah

    bersabda: Orang yang paling dekat denganku dihari kiayamat adalah orang yang paling banyak

    bershalawat untukku (H.R at- Tirmidzi, dengan sanad

    Hasan)

    4. Hadits Ke empat:

    :

    :

    Dari Aus bin Aus : Rasulullah bersabda: Sesungguhnya hari yang paling utama adalah hari

    jumat, maka perbanyaklah shalawat kepadaku pada

    hari itu, karena sesungguhnya bacaan shalawat itu akan

    diperlihatkan kepadaku (Potongan hadits Shahih

    Riwayat Abu dawud, No. 1407 dari Kitab Riyadush

    Shalihiin)

    5. Hadis ke 5:

    : :

    Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Celakalah orang-orang yang mendengar namaku

    disebut, tetapi ia tidak bershalawat kepadaku (Hadits

    Hasan Riwayat At- Tirmidzi, No. 1408 dari kitab

    Riyadush Shalihiin)

    6. Hadis No 6:

    : :

    Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Janganlah kalian menjadikan kuburku sebagai

    tempat perayaan, tetapi bershalawatlah untukku,

    karena sesungguhnya bacaan shalawat mu akan

    sampai kepadaku dimanapun kalian berada

    (Hadits Shahih Riwayat Abu dawud, No. 1409 dari

    kitab Riyadush Shalihiin).

    7. Hadits No. 7

    : :

    Dari Ali bin Abi Thalib : Rasulullah bersabda: yang dikatakan orang yang kikir adalah orang yang

    apabila namaku disebutkan disisinya, ia tidak

    beshalawat kepadaku (Hadits Hasan Shahih Riwayat

    At- Tirmidzi, No. 1411 dari kitab Riyadush Shalihiin)

    8. Hadits No. 8

    Dari Fadhalah bin Ubaid : Rasulullah bersabda : Apabila salah seorang diantara kalian

    berdoa hendaklah ia memulai dengan memuji dan

    menyanjung Tuhannya Yang Maha Suci, lalu

    membaca Shalawat untuk Nabi dan setelah itu berdoalah sekehendaknya (Hadits Hasan Shahih

    Riwayat at- Tirmidzi, No. 1412 dari kitab Riyadush

    Shalihiin)

    C. Kaifiah/ tatacara Shalawat kepada Nabi Sesungguhnya dalam bershalawat kepada Rasulullah

    , tentunya kita harus mengikuti apa-apa yang telah

    diajarkan oleh beliau , sebab beliau tentunya tidak akan mengajarkan kepada ummatnya tatacara yang

    tidak tepat, karena beliau tidaklah bicara dengan hawa

    nafsunya, tetapi berdasarkan wahyu yang diwahyukan,

  • dan sebagai umatnya kita harus meyakini bahwa

    sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Rasulullah . Setelah melakukan pengkajian mendalam terhadap

    beberapa kitab hadits, saya menemukan beberapa

    kaifiah/ tatacara dalam bershalawat kepada Rasulullah

    , yang diantaranya adalah sbb: 1. Hadits No. 1413 dari kitab Riyadush Shalihiin dan

    No. 214 dari kitab Mukhtashor (Ringkasan) Shahih

    Bukhari Muslim.

    :

    :

    : :

    .

    ( )

    Dari Kabi bin Ujzah : Ia berkata: Nabi dating kepada kami, kemudian kami bertanya: Wahai

    Rasulullah, kami telah mengetahui cara

    mengucapkan salam kepadamu. Tetapi

    bagaimanakah cara bershalawat kepadamu?. Maka

    beliau (Nabi) bersabda: Ucapkanlah Allahumma Sholli alaa Muhammad wa ala aali Muhammad,

    kamaa Shollaita alaa aali Ibrohim, innaka Hamidum

    Majiid, Allahumma barik alaa Muhammad, wa alaa

    aali Muhammad kamaa barokta alaa aali Ibrohim

    Innaka Hamidum Majiid (H.R. Bukhari No. 3119,

    4423 dan 5880, Muslim No. 614, Tirmidzi No. 445,

    An- NasaI No. 1270, 1271 dan 1272, Abu Dawud

    No. 830, Ibnu Majjah No. 894, Ahmad dalam

    Musnadnya Juz. 4 Halaman 241, 243, dan 244 serta

    Ad- Darami No. 1308)

    2. Hadits No. 1414 dari Kitab Riyadush Shalihiin.

    :

    :

    . :

    .

    .

    Dari Abu Masud : dia berkata: Rasulullah mendatangi kami disaat sedang berada di majelis

    Saad bin Ubadah . lalu Basyir bin Saad bertanya kepada beliau: Allah telah memerinyahkan

    kami bershalawat kepadamu, maka bagaimanakah

    cara bershalawat kepadamu?. Rasulullah terdiam, lalu beliau berkata: Ucapkanlah:

    Ucapkanlah Allahumma Sholli alaa Muhammad wa

    ala aali Muhammad, kamaa Shollaita alaa aali

    Ibrohim, innaka Hamidum Majiid, Allahumma barik

    alaa Muhammad, wa alaa aali Muhammad kamaa

    barokta alaa aali Ibrohim Innaka Hamidum Majiid.

    Adapun cara mengucapkan salam kepadaku adalah

    sebagaimana yang telah kalian ketahui. (H.R. Muslim

    No. 405)

    3. Hadits NO. 1415 dari Kitab Riyadush Shalihiin, No.

    215 dari Kitab Mukhtashor Shahih Bukhari Muslim

    : :

    : :

  • Dari Abi Humaid As- Sadi , ia berkata: (Para

    Sahabat) bertanya (kepada Rasulullah ): Wahai Rasulullah, bagaimanakah cara kami bershalawat

    kepadamu ? maka beliau menjawab: Ucapkanlah: Allahumma Sholli alaa Muhammad

    wa alaa aalihi wa azwajihi wa dzurriyatihi kamaa

    sholaita alaa aali Ibrohim. Wabarik ala Muhammad

    alaa aalihi wa azwajihi wa dzurriyatihi kamaa

    baarokta alaa aali Ibrohim. Innaka Hamiidun Majiid

    (H.R. Bukhari No. 3118 dan 5883, Muslim No. 615,

    an- NasaI No. 1277, Abu Dawud No. 831, Ibnu

    Majah No. 895, Ahmad dalam Musnadnya Juz 5 hal.

    424, Malik No. 357; Shahih Mutawatir- Marfu)

    D. Larangan berlebih-lebihan (Ghulluw dan Ithra)

    dalam menyanjung Rasulullah . Dalam diskusi tentang bagaimana bacaan Shalawat

    dalam Tasyahud dengan beberapa santri yang dimana

    saya adalah salah seorang yang turut membagikan

    sedikit ilmu yang saya ketahui, saya sampaikan kepada

    mereka untuk menghapus tambahan lafadz Sayyidina

    dalam Shalawat kepada Rasulullah dan kepada nabi Ibrahim AS. Demi mengetahui keadaan tersebut, salah

    seorang ustadz yang ada dikampung kami, yang konon

    katanya 18 tahun dipesantren, membantah pendapat

    kami dan menyatakan wajib hukumnya menambahkan

    lafadz Sayyidina ketika menyebut nama Nabi . Dengan berdalihkan dengan kisah yang dimuat dalam

    kitab Ihya Ulumuddin. Maka demi menjelaskan masalah

    tersebut, maka ada baiknya saya akan memaparkan

    apa yang menjadi dalil dan hujjah yang mendasari

    pendapat saya tersebut.

    1. Hadits Pertama:

    :

    . : . :

    . :

    Dari Abdullah bin Syikhr : Ia berkata: Aku telah berkunjung bersama utusan Bani Amir menemui

    Rasulullah , kemudian kami berkata (kepada

    Rasulullah ): Engkau adalah Sayyid kami,

    kemudian beliau menjawab: Sayyid kita adalah Allah Tabaroka Wa Taala, kemudian kami berkata:

    Kalau begitu engkau adalah yang paling utama dan

    memiliki kemuliaan diantara kami. Kemudian beliau

    bersabda: Berkatalah kalian tentangku dengan

    sebagian atau seluruh ucapan yang pantas untukku

    dan janganlah kalian terpengaruh oleh Syaithan

    (HR. Abu Dawud No. 4806, Bukhari dalam Kitabnya

    Adabul Mufrad No. 211, Dishahihkan oleh Syaikh Al-

    Albani dalam kitabnya Al- Miskah al- Mashabih No.

    4901 dan Kitab Ishlah al- Mashabih No. 103)

    Adapun ucapan yang biasa diucapkan, yang

    dimaksud oleh Rasulullah adalah Abduhu wa Rosuluhu, hamba Allah dan RasulNya. Sebagaimana

    diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam kitabnya al-

    Musnad Juz 3 hal 153, 241 dan 249, an- NasaI

    dalam kitab Amalul Yaum wal Lailah No. 249 dan

    250, Imam al- LalikaI dalam Kitab Syarh Ushuul

  • Itiqod Ahlis Sunnah wal Jamaah No. 2675 dari

    Sahabat Anas bin Malik berikut:

    2. Dari Anas bin Malik : Sebagian orang berkata

    kepada Nabi : Wahai Rasulullah, wahai orang yang terbaik diantara kami dan putra orang yang

    terbaik diantara kami!, wahai sayyid kami dan putra

    sayyid kami! maka seketika Rasulullah bersabda: Wahai manusia, ucapkanlah tentangku

    dengan ucapan yang biasa kalian ucapkan!.

    Janganlah kalian terbujuk oleh syaithan. Aku adalah

    Muhammad, hamba Allah dan RasulNya. Aku tidak

    suka kalian menyanjungku melebihi kedudukan yang

    telah Allah berikan kepadaku.

    3. Menambahkan kata Sayyidina dihadapan nama

    Rasulullah , menurut Imam Ibnu Qayyim al- Jauziah adalah bentuk ghulluw dan Ithra terhadap

    Rasulullah dan perbuatan tersebuit adalah

    perbuatan yang dicela oleh Rasulullah , sebagaimana sabda beliau: Janganlah kalian Ithra

    (Berlebih-lebihan) dalam memujiku sebagai mana

    kaum Nashrani memuja Isa bin Maryam . Sesungguhnya aku hanyalah seorang hamba, maka

    katakanlah (tentangku) Abduhu wa Rasuluh (HR.

    Bukhari No. 3445, at- Tirmidzi dalam kitab

    Mukhtashor Syamail Muhammadiyah No. 80, Imam

    Ahmad dalam Kitab Musnadnya Juz 1 hal 23, 24, 47

    dan 55 serta Ad- Darimi Juz 2 hal. 320 dari Sahabat

    Umar bin KLahthab ) 4. Dalam Hadits lain dari Sahabat Abdullah bin Abbas

    (Ibnu Abbas): Rasulullah bersabda: Jauhkanlah diri kalian dari sikap ghulluw (berlebih-

    lebihan) dalam beragama, karena sesungguhnya

    sikap ghulluw ini telah membinasakan orang-orang

    sebelum kalian (HR. Ahmad Juz 1 hal. 215 dan 347,

    an- NasaI Juz. Hal 268, Ibnu Majjah No. 3029, Ibnu

    Khuzaimah No. 2867).

    5. Anas bin Malik berkata, "Tak seorang pun yang lebih dicintai oleh para sahabat dari-pada Rasulullah

    Shallallaahu 'alaihi wa Salam. Tetapi, bila mereka

    melihat Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam

    (hadir), mereka tidak berdiri untuk beliau. Sebab

    mereka mengetahui bahwa beliau membenci hal

    tersebut." (HR. At-Tirmidzi, hadits shahih)

    6. Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Salam bersabda,

    "Barangsiapa suka dihormati manusia dengan

    berdiri, maka hendaknya ia mendiami tempat

    duduknya di Neraka." (HR. Ahmad, hadits shahih)

    7. Menganggap bahwa Nabi , memiliki kedudukan yang lebih mulia dibandingkan hamba Allah yang lain

    semisal Malaikat dan para Nabi adalah perkara yang

    dilarang oleh beliau , sebagaimana Sabda beliau

    :

    Tidak pantas bagi seseorang berkata bahwa aku

    (Muhammad) lebih baik dari pada Yunus bin Matta

    (HR. Abu Dawud No. 4669, Imam Ath- Thahawi, Bukhari dan Muslim), ada juga hadits serupa yang

    bersumber dari jalan Abdullah bin Jafar yang

    diriwayatkan oleh Imam Abu dawud No. 4670).

    8. Dari Abu Hurairah : Rasulullah bersabda: Janganlah kalian mengunggulkan aku atas Musa as.

    Sesungguhnya manusia akan dibangkitkan setelah

    kiamat dan aku adalah orang yang pertama siuman.

    Tiba-tiba Musa as. Memukulkan tangannya berada

  • disisi Arsy. Aku tidak tahu apakah ia termasuk yang

    terkena kejutan luar biasa, sehingga pingsan dan

    siuman sebelumku atau yang termasuk dikecualikan

    Allah, tidak mengalami kejutan luar biasa (HR.

    BUkhari, Muslim, Ath- Thahawi, Abu Dawud No.

    4671, Hadits ini juga tercantum dalam kitab

    Mukhtashor al- Ulluw)

    Mencintai Rasulullah adalah suatu kewajiban bagi seorang muslim, sehingga tidak sempurna keimana

    seseorang dihadapan Allah , sebagaimana sabda Rasulullah : Tidak beriman salah seorang diantara kalian sehingga aku lebih dicintai daripada

    bapaknya, anaknya dan seluruh manusia (HR.

    Bukhari)

    Bila kita benar-benar mencintai Rasulullah , maka buktikanlah dengan berusaha untuk melakukan apa-

    apa yang dicintai oleh beliau serta meninggalkan

    apa-apa yang dibenci oleh beliau .

    Bukti kongkrit cinta kepada Rasulullah

    diantaranya adalah: Firman Allah : Katakanlah jika kamu benar-benar mencintai Allah, maka ikutilah

    aku. Niscaya Allah akan mengasihi dan mengampuni

    dosa-dosamu

    E. Qiyas dalam pandagan Salafush Shalih

    a. Hadits Pertama: Dari Abu Tsalabah al- Kasyani

    : Rasulullah bersabda:Sesunguhnya Allah telah mewajibkan kewajiban-kewajiban-Nya mak

    janganlah kamu mempersenpitnya dan Dia juga

    telah menentukan ketentuan-ketentuan Nya, maka

    janganlah kamu melampauinya. Dia telah melarang

    bagimu berbagai hal, maka janganlah kamu

    melanggarnya.

    b. Hadits kedua: Abu Hurairah , Ia pernah berkata

    kepada Ibnu Abbas : Jika telah sampai suatu

    hadits kepadamu dari Rasulullah , maka janganlah kalian membuat perumpamaan-

    perumpamaan bagi hadits tersebut (HR. Muslim dari

    Sahabat Samurah bin Jundub ).

    c. Umar bin Khathab pernah berkata: Ilmu itu terdiri dari 3, kitab yang berbicara, sunnah yang

    telah lalu dan aku tidak tahu

    d. Abdul Aziz bin Al- Muthalib mengatakan dari Ibnu

    Masud: Sesungguhnya kamu sekalian jika kamu

    mengajarkan agama kamu dengan Qiyas, maka

    kamu akan menghalalkan banyak hal yang

    diharamkan atas kamu dan mengharamkan banyak

    hal yang telah dihalalkan atas kamu

    e. Imam Al- AuzaI berkata: Saya pernah mendengar

    dari Ubadah bin Abu Lubaba dari Ibnu Abbas : Orang yang mengemukakan pendapatnya tidak

    didasarkan dari kitab Allah dan Sunnah Rasulullah

    , maka sesungguhnya ia tidak mengetahui atas dasar apa ia menentukan hal itu ketika ia bertemu

    dengan Allah Azza wa Jalla

    f. Abu Hanifah (Imam Hanafi) berkata:Saya

    mendengar dari Mujahid (ulama besar dikalangan

    Tabiin), bahwa Umar bin Khathab telah melarang Qiyas

    g. Al- Atsram berkata:Abu Bakar bin Abu Syaibah

    menceritakan, Jafar bin Ghiyats menceritakan dari

    Ayahnya dari Mujahid, ia berkata : Umar berkata:

    Hati-hatilah kalian dengan perumpamaan (Qiyas).

    h. Muhammad bin Sirrin (Seorang Tabiin) berkata:

    Qiyas itu adalah kesialan dan orang yang pertama

  • kali mengqiyaskan adalah Iblis dan ia binasa dan

    sesungguhnya matahari dan bulan itu disembah

    dikarenakan qiyas-qiyas tersebut.

    i. Ibnu Abi Hatim (Juru Tulis Imam Bukhori)

    mengatakan : Muhammad bin Ismail al- Ahmasi

    menceritakan: Wahhab bin Ismail menceritakan dari

    Dawud al- Ajdi, ia berkata: Asy- Syabi (seorang

    Tabiin) berkata kepadaku: Jagalah 5 perkara yang

    memiliki kejelasan. Diantaranya adalah (Yang

    kedua): Jika kamu ditanya tentang suatu masalah

    maka janganlah kamu mengqiyaskannya dengan

    sesuatu yang lain, karena mungkin kamu kan

    mengharamkan sesuatu yang halal atau

    menghalalkan sesuatu yang haram.

    j. Imam Ath- Thahawi berkata : Yusuf mansur bin

    Yazid al- Qarathisi menceritakan Saad bin Mansyur

    menceritakan dari Al- Mughirah bin Muqsim dari Asy-

    Syabi ia berkata: Sunnah itu tidak diciptakan dari

    qiyas-qiyas. Kemudian beliau berkata lagi

    Sesungguhnya kamu skalian akan binasa pada saat

    kamu meninggalkan atsar-atsar (Hadits) dan

    mengambil qiyas-qiyas

    k. Al- Khalal berkata: Abu Bakar al- Maruzi berkata:

    Aku mendengar Ahmad bin Hanbal (Imam Hambali)

    mengingkari sahabat-sahabatnya mempergunakan

    qiyas dan ia berbicara tentang ,asalah ini dengan

    keras.

    l. Muhammad bin Haqqan mengatakan aku mendengar

    dari Ibnu al- Mubarok diakhir sebuah pertemuan.

    Kami berkata kepadanya: berilah kami nasihat. Ia

    berkata: Janganlah kalian menjadikan Rayu

    sebagai imam.

    F. Kitab Ihya Ulumuddin dalam pandangan Ulama Kitab Ihya Ulumuddin adalah salah satu maha karya

    salah seorang Imam besar dari mahdzab Syafiiyah,

    yakni Imam Abu Hamid al- Ghazali (Imam al- Ghozali).

    Kitab ini sangat terkenal, namun sangat disayangkan

    kitab ini memiliki banyak kesalahan dan kekeliruan,

    sebab ketika menulis kitab ini keadaan imam al- Ghazali

    belum memiliki akidah yang kuat, perbendaharaan beliau akan ilmu hadits tidaklah banyak, serta ketika

    menulis kitab ini, Imam al- Ghazali tengah meneliti dan

    mendalani kitab Ikhwanish Shafa karya Ibnu Sina yang

    oleh para ulama disebut sebagai kitab yang sangat

    membahayakan aqidah disebabkan isinya banyak

    memuat filsafat Yunani kono yang sangat bertentangan

    dengan nilai-nilai tauhid kepada Allah . Berikut adalah beberapa penilaian Ulama terhadap

    kitab Ihya Ulumuddin:

    a. Imam ath- Thurthusi (Lahir tahun 520 H); beliau

    berkata: Ketika al- Ghazali menulis kitab Ihya, ia berbicara tentang ilmu-ilmu dan tingkatan kaum

    sufi. Padahal dia tidak banyak mengetahui dan

    memamahaminya dengan baik. Beliau memenuhi

    kitab Ihya dengan kedustaan atas nama Rasulullah

    . Saya tidak mendapati satu kitabpun dimuka bumi ini, sepanjang pengetahuanku, yang paling

    banyak kedustaannya atas nama Rasulullah selain kitab itu. Kitab tersebut banyak dipengaruhi

    oleh kitab Rasail Ikhwanish Shafa yang merupakan perpaduan antara filsafat Yunani dengan Filsafat Islam

    b. Imam Abu Bakar Ibnul Arobi (Lahir tahun 543 H); beliau adalah murid utama dari Imam Al- Ghazali. Tehadap guru dan kitab Ihya Ulumuddin, beliau berkata dalam kitabnya Syahrul Asmail Husna: Syaikh kami Abu Hamid al- Ghazali (Imam Al-

  • Ghazali) terperangkap pada perut filsafat dan nyaris terjatuh didalamnya. Seandainya beliau

    bukanlah orang yang muhlis, niscaya ia akan binasa.

    Beliau memenuhi kitab Ihyanya dengan hadits- hadits palsu

    c. Imam An- Nawawi (Lahir tahun 676 H): ketika

    ditanyakan kepada beliau tentang shalat Roghoib pada jumat pertama dibulan Raajab apakah Sunnah ataukah Bidah? Maka beliau menjawab: Itu adalah bidah yang buruk dan diingkari dengan pengingkaran yang sangat keras. Janganlah kalian tertipu oleh banyaknya orang yang melakukan

    amalan tersebut dan tidak pula karena ia disebutkan

    dalam kitab Kuutul Qulub atau Ihya Ulumuddin. d. Imam Adz-Dzahabiy (748 H), dalam kitabnya Siyar

    Alamin NUbala Juz 19 hal 329, ia berkata: Didalam kitab Ihya banyak terdapat hadits yang batil. Selain itu juga terdapat kebaikan-kebaikan padanya.

    e. Imam Ibnu Katsir (774 H) dalam kitabnya Bidayah

    wal An- Nihayah Juz 12 Halaman 174 ia berkata:Ia (Al- Ghazali) menulis kitab Ihya Ulumuddin, yang merupakan kitab yang mengherankan, kitab ini telah

    bercampur dengan sesuatu yang halus dari ajaran

    filsafat (Yunani) dan amalan-amalan hati akan tetapi

    didalamnya terdapat hadits-hadits aneh, mungkar dan palsu.

    f. Ibnu Syakr, berkata Imam Al- Ghazali pernah

    berkata kepadanya bahwa perbendaharaannya tentang ilmu hadits adalah sangat sedikit.

    g. Al- hafidz al- Iraqy, beliau telah menulis sebanyak

    tiga kitab yang isinya berupa Takhrij dan Tahqiq terhadap sanad dan matan Hadits dalam kitab Ihya Ulumuddin dan beliau menemukan sebanyak 943

    Hadits dalam kitab Ihya Ulumuddin adalah Hadits yang tidak ada asal-usulnya atau dengan kata lain terdapat 943 hadits palsu.

    h. Al- Hafidz Ibnu Hajar al- Asqalaniy telah menulis

    kitab al- Istidrak ala Takhrijul Ihya yang menjelaskan hadits-hadits mungkar dalam kitab

    Ihya yang terlewat pembahasan oleh alhafidz Al- Iraqy.

    i. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, didalam kitabnya Al- Istiqomah berkata tentang Imam al- Ghazali: Walaupun terdapat banyak celaan dan kritikan

    terhadabnya serta kitabnya Ihya Ulumuddin karena banyaknya kesalahan-kesalahan yang terdapat didalamnya yang memang perlu dijelaskan kepada

    ummat, namun diakhir hayatnya beliau kembali

    kepada kebenaran dan sunnah dan mendalami kitab as- Shahihain (Bukhari Muslim) bahkan ketika wafat,

    kitab Shahih Bukhari masih berada dipangkuannya G. Khatimah

    Sebagai penutup pembahasan kali ini saya, tegaskan

    bahwa bershalawat kepada Rasulullah , adalah perkara yang disyariatkan, namun perlu dipahami

    bahwa dalam bershalawat kepada beliau , haruslah mengikuti kaidah-kaidah yang telah ditetapkan oleh

    sang pembuat syariat, yakni Allah dan Rasul Nya Muhammad , karena sebaik apapun perkataan manusia, tidaklah sebaik perkataan Rasulullah , karena tidak ada seorang manusiapun dimuka bumi

    yang terbebas dari dosa dan kesalahan, selain

    Rasulullah . Sehingga pantaslah salah seorang Imam kaum Muslimin, Imam Malik mengatakan siapapun perkataannya bisa diterima atau ditolak, kecuali

    penghuni makam ini beliau mengatakan hal ini sambil

    menunjuk makam Rasulullah . Ingatlah, perkara yang baik menurut persangkaan kita,

    belumlah baik menurut syariat, sebab apabila kita menganggap baik suatu amalan yang tidak pernah

    dicontohkan oleh Rasulullah , maka sesungguhnya kita telah membuat syariat baru yang tidak diizinkan

    oleh Allah , sebagaaimana perkataan Imam Asy- SyafiI : Man Istahna Faqod Syaroa. Barangsiapa yang menganggap baik suatu amalan (yang tidak

  • pernah dicontohkan) maka sesungguhnya ia telah

    membuat syariat baru. Terkadang kita menemukan sebagian dari saudara-saudara kita yang sangat taqlid terhadap pendapat

    Ustadz atau Kiainya, tanpa pernah melakukan tabayyun

    terhadap perkataan mereka. Keadaan ini mungkin

    sangat dipengaruhi oleh pendapat Syaikh Nawawi Banten yang mewajibkan taqlid terhadap salah satu

    imam dari Imam mahdzab, mungkin ini adalah salah

    satu kekeliruan terbesar beliau, dengan tanpa mengurangi sedikitpun rasa hormat kami terhadap jasa-

    jasa beliau dalam mengembangkan dakwah islam,

    namun sekali lagi bahwa tidak ada satupun dimuka bumi ini yang terbebas dari kesalahan selain rasulullah

    , maka hal ini pula pasti tidak luput dari pribadi Syaikh Nawawi Banten . Pendapat Syaikh Nawawi Banten, yang mewajibkan

    Taqlid terhadap salah satu Imam Mahdzab adalah

    sebuah kekeliruan, sebab bertentangan dengan pendapat Imam Mahdzabnya sendiri, yakni Imam Asy-

    SyafiI , dimana Imam Asy- SyafiI pernah berkata1: a. "Setiap orang harus bermadzhab kepada Rasulullah

    Shallallahu 'alaihi wa sallam, dan mengikutinya. Apa

    pun pendapat yang aku katakan atau sesuatu yang aku

    katakan itu berasal dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa

    sallam tetapi ternyata berlawanan dengan pendapatku,

    apa yang disabdakan oleh Rasulullah itulah yang

    menjadi pendapatku2"

    b. "Seluruh kaum muslim telah sepakat bahwa orang yang

    secara jelas telah mengetahui suatu hadits dari

    1 Kami nukil dari Mukaddimah Sifat Shalat Nabi , Karya al- Imam Al- Muhaddits Nashir As- Sunnah Syaikh Muhammad Nashiruddin Al- Albany

    2 Hadits Riwayat Hakim dengan sanad bersambung kepada Imam Syafi'i seperti tersebut dalam kitab Tarikh Damsyiq, karya Ibnu 'Asakir XV/1/3, I'lam Al-Muwaqqi'in (II/363-364), Al-Iqazh hal.100

    Rasulullah tidak halal meninggalkannya guna mengikuti

    pendapat seseorang3"

    c. "Bila kalian menemukan dalam kitabku sesuatu yang

    berlainan dengan Hadits Rasulullah, peganglah Hadits

    Rasulullah itu dan tinggalkan pendapatku itu4"

    d. "Bila suatu Hadits shahih, itulah madzhabku5"

    3 Ibnul Qayyim (II/361), dan Al-Filani hal. 68 4 Harawi dalam kitab Dzamm Al-Kalam (III/47/1), Al-Khathib dalam Ihtijaj Bi Asy-Syafi'i (VIII/2), Ibnu Asakir (XV/9/1), Nawawi dalam Al-Majmu' (I/63), Ibnul Qayyim (II/361), Al-Filani hal. 100 dan riwayat lain oleh Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/107) dan Ibnu Hibban dalam Shahih-nya (III/284, Al-Ihsan) dengan sanad yang shahih dari beliau, riwayat semakna. 5 Imam Nawawi, dalam Al-Majmu', Sya'rani (I/57) dan ia nisbatkan

    kepada Hakim dan Baihaqi, Filani hal. 107. Sya'rani berkata : " Ibnu

    Hazm menyatakan Hadist ini shahih menurut penilaiannya dan penilaian

    imam-imam yang lain".

    Komentar Syaikh Muh. Nashiruddin Al- Albany: Pernyataan beliau yang

    akan diuraikan setelah komentar dibawah ini menunjukkan pengertian

    yang dimaksud secara jelas. Nawawi berkata ringkasnya: "Para sahabat

    kami mengamalkan Hadits ini dalam masalah tatswib (mengulang

    kalimat adzan), syarat orang ihram melakukan tahallul karena sakit, dan

    lain-lain hal yang sudah populer dalam kitab-kitab madzhab kami. Ada di

    antara sahabat-sahabat kami yang memberikan fatwa berdasarkan

    Hadits antara lain : "Abu Ya'qub Buwaiti, Abu Al-Qasim Ad-Dariqi, dan

    sahabat-sahabat kami dari kalangan ahli Hadits yang juga berbuat

    demikian, yaitu Imam Abu bakar, Baihaqi, dan lain-lain. Mereka adalah

    sejumlah sahabat kami dari kalangan terdahulu. Bila mereka melihat

    pada suatu masalah ada Haditsnya, sedangkan Hadits tersebut berlainan

    dengan madzhab Syafi'i, mereka mengamalkan Hadits tersebut dan

    berfatwa : "Madzhab Syafi'i sejalan dengan Hadits ini".

    Syaikh Abu Amer berkata : "Bila seorang dari golongan Syafi'i

    menemukan Hadits bertentangan dengan madzhabnya, hendaklah ia

    mempertimbangkan Hadits tersebut. Jika memenuhi syarat untuk

    berijtihad, secara umum atau hanya mengenai hal tersebut, dia

    mempunyai kebebasan untuk berijtihad, secara umum atau hanya

    mengenai hal tersebut, dia mempunyai kebebasan untuk berijtihad, Akan

    tetapi, jika tidak memenuhi syarat, tetap berat untuk menyalahi Hadits

    sesudah melakukan kajian dan tidak menemukan jawaban yang

  • e. "Engkau [6] lebih tahu tentang Hadits dan para rawinya

    daripada aku. Apabila suatu Hadits itu shahih,

    memuaskan atas perbedaan tersebut, hendaklah ia mengamalkan Hadits

    jika ada Imam selain Syafi'i yang mengamalkan Hadits tersebut. Hal ini

    menjadi hal yang dimaafkan bagi yang bersangkutan untuk

    meninggalkan imam madzhabnya dalam masalah tersebut dan apa yang

    menjadi pendapatnya adalah pilihan yang baik. wallahu A'lam.

    Komentar Syaikh Muh. Nashiruddin Al- Albany: Ada suatu keadaan lain

    yang tidak dikemukakan oleh Ibnu Shalah, yaitu bagaimana kalau

    ternyata orang itu tidak mendapatkan imam lain sebelumnya yang

    mengamalkan Hadits tersebut ? Apa yang harus ia lakukan ? Hal ini

    dijawab oleh Taqiyuddin Subuki dalam Risalah-nya tentang maksud

    ucapan Imam Syafi'i "Apabila ada Hadits yang shahih ..." Juz 3 hal, 102 :

    "Menurut pendapatku, yang lebih utama adalah mengikuti Hadits.

    Hendaklah yang bersangkutan menganggap seolah-olah dia berada di

    hadapan Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam dan ia mendengar beliau

    bersabda seperti itu. Apakah ia layak untuk mengesampingkan

    pengamalan Hadits semacam itu ? Demi Allah, tidak. Setiap orang

    mukallaf bertanggung jawab sesuai dengan tingkat pemahamannya

    (dalam mengamalkan Hadits)".

    Pembahasan tentang hal ini dapat Anda baca pada kitab I'lam Al-Muwaqqi'in (II/302 dan 370), Al-Filani dalam kitab Iqazhu Humami Ulil Abrar..., sebuah kitab yang tidak ada duanya dalam masalah ini. Para pencari kebenaran wajib mempelajarinya dengan serius dan penuh perhatian terhadap kitab ini. 6 Ucapan ini ditujukan kepada Imam Ahmad bin Hanbal, diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim dalam kitab Adabu Asy-Syafi'i hal. 94-95, Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), Al-Kahtib dalam Al-Ihtijaj (VIII/1), diriwayatkan pula oleh Ibnu 'Asakir dari beliau (XV/9/1), Ibnu 'Abdil Barr dalam Intiqa hal. 75, Ibnu Jauzi dalam Manaqib Imam Ahmad hal. 499, Al-Harawi (II/47/2) dengan tiga sanad, dari Abdullah bin Ahmad bin Hanbal, dari bapaknya, bahwa Imam Syafi'i pernah berkata kepadanya : "..... Hal ini shahih dari beliau. Oleh karena itu, Ibnu Qayyim menegaskan penisbatannya kepada Imam Ahmad dalam Al-I'lam (II/325) dan Filani dalam Al-Iqazh hal. 152". Selanjutnya, beliau berkata : "Baihaqi berkata : 'Oleh karena itu, Imam Syafi'i banyak mengikuti Hadits. Beliau mengambil ilmu dari ulama Hizaz, Syam, Yaman, dan Iraq'. Beliau mengambil semua Hadits kepada madzhab yang tengah digandrungi oleh penduduk negerinya, sekalipun kebenaran yang dipegangnya menyalahi orang lain. Padahal ada ulama-ulama sebelumnya yang hanya membatasi diri pada madzhab yang dikenal di negerinya tanpa mau berijtihad untuk mengetahui kebenaran pendapat

    beritahukanlah kepadaku biar di mana pun orangnya,

    apakah di Kuffah, Bashrah, atau Syam, sampai aku

    pergi menemuinya"

    f. "Bila suatu masalah ada Haditsnya yang sah dari

    Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam menurut

    kalangan ahli Hadits, tetapi pendapatku menyalahinya,

    pasti aku akan mencabutnya, baik selama aku hidup

    maupun setelah aku mati7"

    g. "Bila kalian mengetahui aku mengatakan suatu

    pendapat yang ternyata menyalahi Hadits Nabi yang

    shahih, ketahuilah bahwa hal itu berarti pendapatku

    tidak berguna8"

    h. "Setiap perkataanku bila berlainan dengan riwayat yang

    shahih dari Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam, Hadits

    Nabi lebih utama dan kalian jangan bertaqlid

    kepadaku9"

    i. "Setiap Hadits yang datang dari Nabi Shallallahu 'alaihi

    wa sallam, berarti itulah pendapatku, sekalipun kalian

    tidak mendengarnya sendiri dari aku10"

    Demikianlah pendapat ima Asy- SyafiI tentang taqlid, sehingga apabila anda memang merasa perlu

    taqlid terhadap ajaran mahdzab beliau, maka tidak

    bertaqlid terhadap pendapat salah satu ulama saja

    adalah salah satu pendapat dalam mahdzab beliau .

    yang bertentangan dengan dirinya". Semoga Allah mengampuni kami dan mereka" 7 Abu Nu'aim dalam Kitab Al-Hilyah (IX/107), Al-Harawi (47/1), Ibnu

    Qayyim dalam Al-I'lamul Mawaqiin (II/363) dan Al-Filani hal. 104

    8 Ibnu Abi Hatim dalam Adabu Asy-Syafi'i hal. 93, Abul Qasim

    Samarqandi dalam Al-Amali seperti pada Al-Muntaqa, karya Abu Hafs Al-

    Muaddib (I/234), Abu Nu'aim dalam Al-Hilyah (IX/106), dan Ibnu Asakir

    (15/101) dengan sanad shahih.

    9 Ibnu Abi Hatim hal 93, Abu Nu'aim dan Ibnu 'Asakir (15/9/2) dengan sanad shahih.

    10 Ibnu Abi Hatim, hal. 93-94

  • Demikianlah tulisan ini kami buat, apabila ada

    kesalahan dan kekurangannya semata bersumber dari

    kami pribadi, semoga Allah , senantiasa memberikan petunjuk kepada kami, demi kesempurnaan tulisan ini dimasa yang akan dating, dan apabila ada benarnya,

    semoga Allah menjadikan tulisan sebagai ladang pahala yang tiada putusnya, aamiin ya Rabbal alamiin. Mulai ditulis di Desa Sarimulyo Kecamatan Kabangka

    Kabupaten Muna dan Selesai di Kendari tanggal 3

    Dzulqaidah 1432 H bertepatan dengan 30 September

    2011 M, Penyelarasan akhir di Bungku, Morowali 30 Desember 2013.