makalah agama - pernikahan

17
Ditulis Oleh: Rizky Ayu Nabila Msy. Mauliddya Siti Aisyah Almardiah Dita Kusumaningsih M. Aditya Ramadhan M.Rizki Akbar Kelas : XII IPA 4

Upload: rizky-ayu-nabila

Post on 16-Apr-2017

171 views

Category:

Education


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Makalah Agama - Pernikahan

Ditulis Oleh:

Rizky Ayu Nabila Msy. Mauliddya Siti Aisyah Almardiah Dita Kusumaningsih M. Aditya Ramadhan M.Rizki Akbar

Kelas : XII IPA 4

A. PENGERTIAN

Perkahwinan atau nikah menurut bahasa ialah berkumpul dan bercampur.  Adapun nikah menurut syari’at nikah juga berarti akad. Menurut istilah lain juga

Page 2: Makalah Agama - Pernikahan

dapat berarti Ijab Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam.

B. Hukum Nikah

Hukum Pernikahan Yang WajibMenikah itu wjib hukumnya bagi seorang yang sudah mampu secara finansial

dan juga sangat beresiko jatuh ke dalam perzinaan. Hal itu disebabkan bahwa menjaga diri dari zina adalah wajib. Maka bila jalan keluarnya hanyalah dengan cara menikah, tentu saja menikah bagi seseorang yang hampir jatuh ke dalam jurang zina wajib hukumnya.

Imam Al-qurtubi berkata bahwa para ulama tidak berbeda pendapat tentang wajibnya seorang untuk menikah bila dia adalah orang yang mampu dan takut tertimpa resiko zina pada dirinya. Dan bila dia tidak mampu, maka Allah SWT pasti akan membuatnya cukup dalam masalah rezekinya, sebagaimana firman-Nya:

"Dan kawinkanlah orang-orang yang sendirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui."(QS. An-Nur: 32).

Hukum Pernikahan Yang SunnahSedangkan yang tidak sampai diwajibkan untuk menikah adalah mereka yang

sudah mampu namun masih tidak merasa takut jatuh kepada zina. Barangkali karena memang usianya yang masih muda atau pun lingkungannya yang cukup baik dan kondusif.

Orang yang punya kondisi seperti ini hanyalah disunnahkan untuk menikah, namun tidak sampai wajib. Sebab masih ada jarak tertentu yang menghalanginya untuk bisa jatuh ke dalam zina yang diharamkan Allah SWT.

Bila dia menikah, tentu dia akan mendapatkan keutamaan yang lebih dibandingkan dengan dia diam tidak menikahi wanita. Paling tidak, dia telah melaksanakan anjuran Rasulullah SAW untuk memperbanyak jumlah kuantitas umat Islam.

Dari Anas bin Malik RA bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Nikahilah wanita yang banyak anak, karena Aku berlomba dengan nabi lain pada hari kiamat." (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Ibnu Hibbam).

Dari Abi Umamah bahwa Rasulullah SAW bersabda,"Menikahlah, karena aku berlomba dengan umat lain dalam jumlah umat. Dan janganlah kalian menjadi seperti para rahib nasrani." (HR. Al-Baihaqi 7/78).

Bahkan Ibnu Abbas ra pernah berkomentar tentang orang yang tidak mau menikah sebab orang yang tidak sempurna ibadahnya.

Hukum Pernikahan Yang HaramSecara normal, ada dua hal utama yang membuat seseorang menjadi haram untuk

menikah. Pertama, tidak mampu memberi nafkah. Kedua, tidak mampu melakukan

Page 3: Makalah Agama - Pernikahan

hubungan seksual. Kecuali bila dia telah berterus terang sebelumnya dan calon istrinya itu mengetahui dan menerima keadaannya.

Selain itu juga bila dalam dirinya ada cacat pisik lainnya yang secara umum tidak akan diterima oleh pasangannya. Maka untuk bisa menjadi halal dan dibolehkan menikah, haruslah sejak awal dia berterus terang atas kondisinya itu dan harus ada persetujuan dari calon pasangannya.Seperti orang yang terkena penyakit menular dimana bila dia menikah dengan seseorng akan beresiko menulari pasangannya itu dengan penyakit. Maka hukumnya haram baginya untuk menikah kecuali pasangannya itu tahu kondisinya dan siap menerima resikonya.

Selain dua hal di atas, masih ada lagi sebab-sebab tertentu yang mengharamkan untuk menikah. Misalnya wanita muslimah yang menikah dengan laki-laki yang berlainan agama atau atheis. Juga menikahi wanita pezina dan pelacur. Termasuk menikahi wanita yang haram dinikahi (mahram), wanita yang punya suami, wanita yang berada dalam masa iddah.

Ada juga pernikahan yang haram dari sisi lain lagi seperti pernikahan yang tidak memenuhi syarat dan rukun. Seperti menikah tanpa wali atau tanpa saksi. Atau menikah dengan niat untuk mentalak, sehingga menjadi nikah untuk sementara waktu yang kita kenal dengan nikah kontrak.

Hukum Pernikahan Yang MakruhOrang yang tidak punya penghasilan sama sekali dan tidak sempurna

kemampuan untuk berhubungan seksual, hukumnya makruh bila menikah. Namun bila calon istrinya rela dan punya harta yang bisa mencukupi hidup mereka, maka masih dibolehkan bagi mereka untuk menikah meski dengan karahiyah.

Sebab idealnya bukan wanita yang menanggung beban dan nafkah suami, melainkan menjadi tanggung jawab pihak suami. Maka pernikahan itu makruh hukumnya sebab berdampak dharar bagi pihak wanita. Apalagi bila kondisi demikian berpengaruh kepada ketaatan dan ketundukan istri kepada suami, maka tingkat kemakruhannya menjadi jauh lebih besar.

Hukum Pernikahan Yang MubahOrang yang berada pada posisi tengah-tengah antara hal-hal yang mendorong

keharusannya untuk menikah dengan hal-hal yang mencegahnya untuk menikah, maka bagi hukum menikah itu menjadi mubah atau boleh. Tidak dianjurkan untuk segera menikah namun juga tidak ada larangan atau anjuran untuk mengakhirkannya. Pada kondisi tengah-tengah seperti ini, maka hukum nikah baginya adalah mubah. Sumber: Ebook Fiqih Nikah Oleh H. Ahmad Sarwat, Lc.

C. Tujuan

1. Untuk Memenuhi Tuntutan Naluri Manusia yang AsasiPernikahan adalah fitrah manusia, maka jalan yang sah untuk memenuhi

kebutuhan ini adalah dengan ‘aqad nikah (melalui jenjang pernikahan), bukan dengan cara yang amat kotor dan menjijikkan, seperti cara-cara orang sekarang ini; dengan berpacaran, kumpul kebo, melacur, berzina, lesbi, homo, dan lain sebagainya yang telah menyimpang dan diharamkan oleh Islam.

2. Untuk Membentengi Akhlaq yang Luhur dan untuk Menundukkan Pandangan.

Page 4: Makalah Agama - Pernikahan

Sasaran utama dari disyari’atkannya pernikahan dalam Islam di antaranya adalah untuk membentengi martabat manusia dari perbuatan kotor dan keji, yang dapat merendahkan dan merusak martabat manusia yang luhur. Islam memandang pernikahan dan pem-bentukan keluarga sebagai sarana efektif untuk me-melihara pemuda dan pemudi dari kerusakan, dan melindungi masyarakat dari kekacauan.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

للفرج، وأحصن للبصر أغض ه فإن فليتزوج، الباءة منكم استطاع من باب الش معشر ياوجاء له ه فإن بالصوم فعليه يستطع لم .ومن

“Wahai para pemuda! Barangsiapa di antara kalian berkemampuan untuk menikah, maka menikahlah, karena nikah itu lebih menundukkan pandangan, dan lebih membentengi farji (kemaluan). Dan barangsiapa yang tidak mampu, maka hendaklah ia shaum (puasa), karena shaum itu dapat membentengi dirinya.”[1]

3. Untuk Memperoleh Keturunan Yang Shalih

Tujuan pernikahan di antaranya adalah untuk memperoleh keturunan yang shalih, untuk melestarikan dan mengembangkan bani Adam, sebagaimana firman Allah ‘Azza wa Jalla:

من ورزقكم وحفدة بنين أزواجكم من لكم وجعل أزواجا أنفسكم من لكم جعل ه والليكفرون هم الله وبنعمت يؤمنون أفبالباطل بات �الطي

“Dan Allah menjadikan bagimu pasangan (suami atau isteri) dari jenis kamu sendiri dan menjadikan anak dan cucu bagimu dari pasanganmu, serta memberimu rizki dari yang baik. Mengapa mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah?” [An-Nahl : 72]

D. Rukun Nikah

1. Pengantin lelaki (Suami)2. Pengantin perempuan (Isteri)3. Wali4. Dua orang saksi lelaki5. Ijab dan kabul (akad nikah)

E. Syarat Sah Pernikahan

1. Syarat untuk pengantin lelakia) Beragama Islamb) Bukan lelaki yang mahram bagi calon istric) Lelaki tertentud) Mengetahui wali nikah bagi akad nikahe) Tidak sedang melaksanakan ihram maupun hajif) Tidak memiliki paksaan serta berasal dari kerelaan sendiri

Page 5: Makalah Agama - Pernikahan

g) Bujangan, atau tidak memiliki empat orang istri sah pada saat yang bersamaan

h) Mengetahui bahwa calon mempelai perempuan adalah sah untuk dinikahi2. Syarat sah untuk pengantin perempuan

a) Beragama Islamb) Perempuan tertentuc) Bukan perempuan mahram bagi calon suamid) Tidaklah seorang khunsae) Tidak sedang melaksanakan ihram maupun hajif) Tidak sedang berada dalam masa iddahg) Bukan merupakan istri dari orang lain

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam pun menganjurkan memilih istri yang baik agamanya,

: يداك تربت الدين بذات فاظفر ولدينها، وجمالها ولحسبها لمالها ألربع المرأة تنكح“Wanita biasanya dinikahi karena empat hal: karena hartanya, karena kedudukannya, karena parasnya dan karena agamanya. Maka hendaklah kamu pilih wanita yang bagus agamanya (keislamannya). Kalau tidak demikian, niscaya kamu akan merugi.” (HR. Bukhari-Muslim)

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,كبير وفساد األرض في فتنة تكن تفعلوه إال فزوجوه وخلقه دينه ترضون من جاءكم إذا

“Jika datang kepada kalian seorang lelaki yang kalian ridhai agama dan akhlaknya, maka nikahkanlah ia. Jika tidak, maka akan terjadi fitnah di muka bumi dan kerusakan yang besar.” (HR. Tirmidzi. Al Albani berkata dalam Adh Dho’ifah bahwa hadits ini hasan lighoirihi)

3. Syarat walia) Beragama Islam, tidak kafir atau bahkan murtadb) Lelakic) Balighd) Tidak dalam paksaane) Tidak ihram atau hajif) Tidak fasikg) Tidak cacat secara akal pikiran, atau tua dsbh) Merdekai) Tidak ditahan baginya kuasa untuk membelanjakan hartanya

4. Syarat saksia) Dua orangb) Islamc) Berakald) Balighe) Laki-lakif) Paham akan kandungan ijab dan Kabulg) Mendengar, melihat dan bercakap dengan baikh) Adili) Merdeka

5. Syarat ijaba) Pernikahan nikah tepatb) Tidak menggunakan bahasa sindiran

Page 6: Makalah Agama - Pernikahan

c) Diucapkan oleh wali atau yang mewakilkand) Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti nikah mut’ahe) Tidak secara taklik

6. Syarat Qabula) Ucapan sesuai dengan ijabb) Tidak ada bahasa sindiranc) Diucapkan oleh calon suamid) Tidak diikatkan oleh tempo waktue) Tidak secara taklikf) Menyebut nama calon istrig) Tidak diselingi oleh perkataan lain

F. Kewajiban Suami dan Isteri

Adapun kewajiban istri atas suami diantaranya:

Taat dan patuh pada suami Pandai mengambil hati suami melalui makanan dan minuman Mengatur rumah dengan baik Menghormati keluarga suami Bersikap sopan dan penuh senyum pada suami Tidak mempersulit suami dan selalu mendorong suami untuk lebih maju Ridho dan syukur terhadap apa yang diberikan suami Menjaga harta kekayaan suami saat suami tidak ada di rumah Selalu berhemat dan suka menabung atau dapat mengatur kondisi keuangan

keluarga Selalu berhias dan bersolek untuk suami

Kewajiban suami atas istri diantaranya yaitu:

Suami adalah pembimbing terhadap istri dan rumah tangganya, akan tetapi mengenai hal-hal urusan rumah tangga yang penting-penting diputuskan oleh suami istri secara bersama-sama.

Suami wajib melindungi istrinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup rumah tangga sesuai dengan kemampuannya .

Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada istrinya dan memberi kesempatan belajar pengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa.

Suami wajib memberikan nafkah pada istri seperti tempat kediaman bagi istri, biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi istri dan anak juga biaya pendidikan bagi anak.

Wajib memuliakan istri. Karena dengan memuliakan istri akan menambah rizki dan Allah akan mencukupkannya.

G. Muhrim dan Mahrom

1. Muhrim (huruf mim dibaca dhammah dan ra’ dibaca kasrah) artinya orang yang melakukan ihram. Ketika jamaah haji atau umrah telah memasuki daerah miqat, kemudian dia mengenakan pakaian ihramnya dan menghindari semua larangan ihram, orang semacam ini disebut muhrim. Dari kata Ahrama – yuhrimu – ihraaman – muhrimun.

Page 7: Makalah Agama - Pernikahan

2. Mahram (huruf mim dan ra’ dibaca fathah) artinya orang yang haram dinikahi karena sebab tertentu. Mahrom di sini terbagi menjadi dua macam:

[1] Mahrom muabbad, artinya tidak boleh dinikahi selamanya; dan[2] Mahrom muaqqot, artinya tidak boleh dinikahi pada kondisi tertentu saja dan jika kondisi ini hilang maka menjadi halal

Mahrom Muabbad

Mahrom muabbad dibagi menjadi tiga:

[1] Karena nasab,[2] Karena ikatan perkawinan (mushoharoh),[3] Karena persusuan (rodho’ah).

Pertama, tujuh wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan nasab:

[1] Ibu, nenek, buyut perempuan dan seterusnya ke atas.[2] Anak perempuan, cucu perempuan, dan seterusnya ke bawah.[3] Saudara perempuan, baik saudari kandung, sebapak, atau seibu.[4] Keponakan perempuan dari saudara perempuan dan keturunannya ke bawah.[5] Keponakan perempuan dari saudara laki-laki dan keturunannya ke bawah.[6] Bibi dari jalur bapak (‘ammaat).[7] Bibi dari jalur ibu (Khalaat).

Kedua, empat wanita yang tidak boleh dinikahi karena hubungan pernikahan:

[1] Ibu istri (ibu mertua), nenek istri dan seterusnya ke atas, meskipun hanya dengan akad[2] Anak perempuan istri (anak tiri), jika si lelaki telah melakukan hubungan dengan ibunya[3] Istri bapak (ibu tiri), istri kakek (nenek tiri), dan seterusnya ke atas[4] Istri anak (menantu perempuan), istri cucu, dan seterusnya kebawah.

Ketiga, sembilanwanita yang tidak dinikahi karena persusuan (rodho’ah):

[1] Wanita yang menyusui dan ibunya.[2] Anak perempuan dari wanita yang menyusui (saudara persusuan).[3] Saudara perempuan dari wanita yang menyusui (bibi persusuan).[4] Anak perempuan dari anak perempuan dari wanita yang menysusui (anak dari saudara persusuan).[5] Ibu dari suami dari wanita yang menyusui.[6] Saudara perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.[7] Anak perempuan dari anak laki-laki dari wanita yang menyusui (anak dari saudara persusuan).[8] Anak perempuan dari suami dari wanita yang menyusui.[9] Istri lain dari suami dari wanita yang menyesui.

Mahrom Muaqqot

Page 8: Makalah Agama - Pernikahan

Artinya, mahrom (dilarang dinikahi) yang sifatnya sementara. Wanita yang tidak boleh dinikahi sementara waktu ada delapan.

[1] Saudara perempuan dari istri (ipar).[2] Bibi (dari jalur ayah atau ibu) dari istri.[3] Istri yang telah bersuami dan istri orang kafir jika ia masuk Islam.[4] Wanita yang telah ditalak tiga, maka ia tidak boleh dinikahi oleh suaminya yang dulu sampai ia menjadi istri dari laki-laki lain.[5] Wanita musyrik sampai ia masuk Islam.[6] Wanita pezina sampai ia bertaubat dan melakukan istibro’ (pembuktian kosongnya rahim).[7] Tidak boleh menikahi wanita kelima sedangkan masih memiliki istri yang keempat.[8] Wanita yang sedang ihrom sampai ia tahallul.

Referensi: Ringkasan dari Muslim dan konsultasi syariah dari kitab Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik hafizhohullah, 3/76-96, Al Maktabah At Taufiqiyah.

Tambahan:

A. Nikah Siri

Pernikahan siri memang sah di mata agama namun tidak di mata hukum sehingga dapat mengakibatkan beberapa hal yang tidak diinginkan. Misalnya dalam perlindungan hukum atas terjadinya suatu pernikahan dalam hal ini adalah pengakuan atas anak yang dilahirkan. Sehingga, pemerintah tidak dapat melindungi hak anak tersebut misalnya pada saat pembuatan akta kelahiran atau saat mendapatkan warisan.

Pernikahan yang dilakukan secara siri tidak dianjurkan karena selain anak yang tidak terlindungi haknya, negara juga tidak dapat melakukan perlindungan hukum kepada pelaku pernikahan siri terutama pada wanita misalkan ketika terjadi KDRT atau pada saat suami tidak memberikan nafkah yang sesuai dengan ketentuan. Selain itu, jika melakukan pernikahan siri akan ada beberapa masalah mengenai pengurusan administrasi terutama pada anak.

Hukum syariat menurut Islam mengenai pernikahan siri yaitu:

Pernikahan tanpa wali. Islam melarang wanita melakukan pernikahan tanpa adanya tanpa adanya wali. Berdasarkan pada hadits, pernikahan tanpa adanya wali adalah pernikahan batil, artinya pelakunya telah melakukan perbuatan maksiat dan berhak untuk mendapatkan sanksi di dunia. Keputusan sanksi diberikan sepenuhnya kepada seorang hakim dengan menetapkan sanksi penjara, pengasingan atau yang lainnya ke pelaku pernikahan tanpa wali.

Nikah tanpa dicatat di KUA dan terdapat 2 hukum berbeda yaitu hukum pernikahan dan hukum tidak mencatatkan pernikahan di KUA.

B. Masa Iddah

Page 9: Makalah Agama - Pernikahan

Masa ‘iddah adalah istilah yang diambil dari bahasa Arab dari kata (العدة) yang bermakna perhitungan (اإلحصاء)[1] . Dinamakan demikian karena seorang menghitung masa suci atau bulan secara umum dalam menentukan selesainya masa iddah. Menurut istilah para ulama, masa ‘iddah ialah sebutan atau nama suatu masa di mana seorang wanita menanti atau menangguhkan perkawinan setelah ia ditinggalkan mati oleh suaminya atau setelah diceraikan baik dengan menunggu kelahiran bayinya, atau berakhirnya beberapa quru’, atau berakhirnya beberapa bulan yang sudah ditentukan.

Ada yang menyatakan, masa ‘iddah adalah istilah untuk masa tunggu seorang wanita untuk memastikan bahwa dia tidak hamil atau karena ta’abbud atau untuk menghilangkan rasa sedih atas sang suami.

Masa iddah wanita pada umumnya 4 bulan 10 hari sesuai dengan firman Allah: “Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan isteri-isteri, (hendaklah para isteri itu) menangguhkan dirinya (beriddah) empat bulan sepuluh hari.” (QS Al-Baqarah [2] : 234)

Ayat ini berlaku umum, yakni untuk setiap wanita yang ditinggal mati suaminya atau cerai hidup, namun saat wanita itu hamil maka iddahnya adalah sampai melahirkan.

Hal ini sesuai dengan Firman Allah:“Dan perempuan-perempuan yang hamil, waktu iddah mereka itu ialah sampai mereka melahirkan kandungannya.” (QS Ath-Thalaq [65] : 4)

HIKMAH ‘IDDAH

Para ulama memberikan keterangan tentang hikmah pensyariatan masa ‘iddah, diantaranya:

1. Untuk memastikan apakah wanita tersebut sedang hamil atau tidak.2. Syariat Islam telah mensyariatkan masa ‘iddah untuk menghindari ketidakjelasan garis keturunan yang muncul jika seorang wanita ditekan untuk segera menikah.3. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menunjukkan betapa agung dan mulianya sebuah akad pernikahan.4. Masa ‘iddah disyari’atkan agar kaum pria dan wanita berpikir ulang jika hendak memutuskan tali kekeluargaan, terutama dalam kasus perceraian.5. Masa ‘iddah disyari’atkan untuk menjaga hak janin berupa nafkah dan lainnya apabila wanita yang dicerai sedang hamil.

C. Alasan mengapa dilarang menikah dengan saudara mahram

” Hubungan kekerabatan yang disebabkan persususan haram (untuk dinikahi) seperti hubungan kekerabatan yang disebabkan karena nasab.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Hikmah Haramnya Menikahi Saudara Sesusuan (Mahram) :

Page 10: Makalah Agama - Pernikahan

1. Air susu ibu membentuk struktur tubuh manusia, membuat daging si bayi tumbuh dan membentuk tulang. Hadits Rasulullah menyatakan hal tersebut: ” Tidak ada hukum yang berkenaan dengan menyusui kecuali kalau menyusui tersebut berpengaruh pada pembentukan tulang dan pertumbuhan daging “. (HR. Abu Daud). Hal ini terjadi apabila si bayi hanya makan dari ASI saja. Dengan demikian ibu yang menyusuinya menjadi ibu bagi bayi tersebut. Karena si bayi bagian dari darah daging ibu yang menyusui.

2. Ketika menyusui, faktor-faktor keturunan dan daya imun terbawa pindah dari ibu yang menyusui ke anak yang disusui. Dalam tubuh si bayi faktor-faktor tersebut bergabung dengan gen si bayi. Hal ini menyebabkan ada kesamaan gen antara bayi yang disusui oleh satu ibu. Apabila terjadi pernikahan antara keduanya maka akan menimbulkan hal-hal yang buruk di keturunannya

Di sisi lain, Dr Jamaluddin Ibrahim, yang saat ini mengunjungi Mesir untuk mempelajari sistem kekebalan tubuh perempuan, mengungkapkan bahwa ASI terdiri dari sel-sel induk yang membawa sifat genetik umum untuk ayah dan ibu. Selanjutnya, sifat-sifat itu berpindah ke anak yang menyusu kepada ibu.

D. Mahar

1. Harta (materi) dengan berbagai bentuknya.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah Telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari isteri-isteri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (Qs. An-Nisa’: 24)2. Sesuatu yang dapat diambil upahnya ( jasa).

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman,“Berkatalah dia (Syu’aib), ‘Sesungguhnya Aku bermaksud menikahkan kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh tahun maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka Aku tidak hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku termasuk orang- orang yang baik’.” (Qs. Al-Qoshosh: 27)3. Manfaat yang akan kembali kepada sang wanita, seperti:

Memerdekakan dari perbudakan

Page 11: Makalah Agama - Pernikahan

Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata, “Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memerdekakan Shafiyah binti Huyayin (kemudian menikahinya) dan menjadikan kemerdekaannya sebagai mahar.” (Atsar riwayat Imam Bukhari: 4696)

Keislaman seseorang Hal tersebut sebagaimana kisah Abu Thalhah yang menikahi Ummu

Sulaim radhiyallahu ‘anhuma dengan mahar keislaman Abu Thalhah. Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhubekata, “Abu Thalhah menikahi Ummu Sulaim. Maharnya keislaman Abu Thalhah. Ummu Sulaim telah masuk Islam sebelum Abu Thalhah, maka Abu Thalhah melamarnya. Ummu Sulaim mengatakan,’Saya telah masuk Islam, jia kamu masuk Islam aku akan menikah denganmu.’ Abu Thalhah masuk Islam dan menikah dengan Ummu Sulaim dan keislamannya sebagai maharnya.” (HR. An-Nasa’I : 3288)

Atau hafalan al-qur’an yang akan diajarkannya. Sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah menikahkan salah seorang sahabat dengan beberapa surat al-qur’an hafalannya (HR. Bukhari dan Muslim)

Mahar merupakan hak penuh mempelai wanita. Tidak boleh hak tersebut diambil oleh orang tua, keluarga maupun suaminya, kecuali bila wanita tersebut telah merelakannya. Wahai saudariku, mahar memang merupakan hak wanita. Kita bebas menentukan bentuk dan jumlah mahar yang kita inginkan karena tidak ada batasan mahar dalam syari’at Islam. Namun Islam menganjurkan agar meringankan mahar. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik mahar adalah mahar yang paling mudah (ringan).” (HR. al-Hakim : 2692, beliau mengatakan “Hadits ini shahih berdasarkan syarat Bukhari Muslim.”)

Maka hikmah di balik anjuran untuk meringankan mahar adalah mempermudah proses pernikahan. Berapa banyak laki-laki yang mundur teratur akibat adanya permintaan mahar yang tinggi? Bahkan ada sebagian daerah yang mensyaratkan pemberian mahar yang tergolong tinggi. Menghadapi hal semacam ini, hendaknya pihak wanita bersikap bijak. Tidak masalah jika pihak laki-laki memiliki kemampuan untuk membayar mahar tersebut, namun jika ternyata yang datang adalah laki-laki yang memiliki kemampuan materi yang biasa saja, maka tidaklah layak menolaknya hanya karena ketidakmampuannya membayar mahar. Terutama jika yang datang adalah laki-laki yang sudah tidak diragukan lagi keshalihannya.Dari ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

“Sebaik-baik pernikahan adalah yang paling mudah.” (HR. Abu Dawud (n. 2117), Ibnu Hibban (no. 1262 dalam al-Mawaarid) dan ath-Thabrani

Page 12: Makalah Agama - Pernikahan

dalam Mu’jamul Ausath (I/221, no. 724) dshahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahihihul Jaami’ (no. 3300))

Bahkan seandainya seseorang tidak memiliki harta sedikit pun untuk dijadikan mahar, maka diperbolehkan membayar mahar dengan mengajarkan al-Qur’an yang telah dihafalnya kepada wanita yang hendak dinikahi.

Mahar ada beberapa macam yang semuanya diperbolehkan dalam Islam, yaitu 1) mahar yang disebutkan (ditentukan) ketika akad nikah dan 2) mahar yang tidak disebutkan ketika akad nikah. Jika mahar tersebut disebutkan dalam akad nikah, maka wajib bagi suami untuk membayar mahar yang tersebut. Apabila mahar tidak disebutkan dalam akad nikah namun tidak ada kesepakatan untuk menggugurkan mahar, maka wajib bagi suami untuk memberikan mahar semisal mahar kerabat wanita istrinya, seperti ibu atau saudara-saudara perempuannya (mahar mitsl).

Diperbolehkan bagi laki-laki antara membayar tunai dan atau menghutang mahar dengan persetujuan si wanita, baik keseluruhan maupun sebagian dari mahar tersebut. Jika mahar tersebut adalah mahar yang dihutang baik yang telah disebutkan jenis dan jumlahnya sebelumnya maupun yang tidak, maka harus ada kejelasan waktu penangguhan atau pencicilannya. Tidak diperbolehkan seorang suami ingkar terhadap mahar istrinya, karena hal tersebut merupakan khianat.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,“Syarat yang paling berhak kamu penuhi adalah persyaratan yang

dengannya kalian menghalalkan farji (seorang wanita).” (HR. Bukhari : 2520) Jika Suami Istri Berpisah

Jika Allah menakdirkan suami meninggal, baik setelah dukhul (berkumpul) ataupun belum, maka sang istri tetap berhak atas mahar secara sempurna, baik dalam mahar yang telah ditentukan sebelumnya maupun dalam mahar mitsl (yang belum ditentukan). Sebagaimana ini dalam hadits Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu.

Demikian juga halnya jika terjadi perpisahan antara suami istri dan telah terjadi dukhul, baik pisah dengan thalaq maupun dengan fasakh. Namun jika thalaq terjadi sebelum dukhul, jika sebelumnya mahar telah ditentukan maka istri berhak setengah dari milik keseluruhannya, dan jika sebelumnya tidak pernah ditentukan maka hak istri atas mahar gugur secara keseluruhan, dan hanya berhak mut’ah (semacam pesangon) dari suami dengan besaran yang disesuaikan dengan tingkat ekonomi suami (Qs. Al-Baqarah: 236-237).