khutbah nikah, pernikahan

56
KHUTBAH NIKAH Pernikahan dalam Islam Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas DAFTAR ISI: Daftar isi [sembunyikan ] 1 Hikmah Pernikahan 2 Pemilihan calon o 2.1 Ciri-ciri bakal suami 3 Penyebab haramnya sebuah pernikahan 4 Peminangan 5 Nikah o 5.1 Rukun nikah o 5.2 Syarat calon suami o 5.3 Syarat bakal istri o 5.4 Syarat wali o 5.5 Jenis-jenis wali o 5.6 Syarat-syarat saksi o 5.7 Syarat ijab o 5.8 Syarat qobul 6 Wakil Wali/ Qadi 7 Lihat juga 8 Referensi 9 Pranala luar

Upload: metaphors619

Post on 30-Nov-2015

4.558 views

Category:

Documents


43 download

DESCRIPTION

Khutbah Nikah, PernikahanKhutbah Nikah, PernikahanKhutbah Nikah, PernikahanKhutbah Nikah, PernikahanKhutbah Nikah, PernikahanKhutbah Nikah, Pernikahan

TRANSCRIPT

Page 1: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

KHUTBAH NIKAH

Pernikahan dalam IslamDari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

DAFTAR ISI:

Daftar isi

  [sembunyikan] 

1     Hikmah Pernikahan   

2     Pemilihan calon   

o 2.1      Ciri-ciri bakal suami   

3     Penyebab haramnya sebuah pernikahan   

4     Peminangan   

5     Nikah   

o 5.1      Rukun nikah   

o 5.2      Syarat calon suami   

o 5.3      Syarat bakal istri   

o 5.4      Syarat wali   

o 5.5      Jenis-jenis wali   

o 5.6      Syarat-syarat saksi   

o 5.7      Syarat ijab   

o 5.8      Syarat qobul   

6     Wakil Wali/ Qadi   

7     Lihat juga   

8     Referensi   

9     Pranala luar   

Page 2: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Pernikahan atau nikah artinya adalah terkumpul dan menyatu. Menurut istilah lain juga dapat berarti Ijab

Qobul (akad nikah) yang mengharuskan perhubungan antara sepasang manusia yang diucapkan oleh kata-

kata yang ditujukan untuk melanjutkan ke pernikahan, sesusai peraturan yang diwajibkan oleh Islam [1] .

Kata zawaj digunakan dalam al-Quran artinya adalahpasangan yang dalam penggunaannya pula juga dapat

diartikan sebagai pernikahan, Allahs.w.t. menjadikan manusia itu saling berpasangan, menghalalkan

pernikahan dan mengharamkan zina.

Daftar isi

  [sembunyikan] 

1     Hikmah Pernikahan   

2     Pemilihan calon   

o 2.1      Ciri-ciri bakal suami   

3     Penyebab haramnya sebuah    

pernikahan

4     Peminangan   

5     Nikah   

o 5.1      Rukun nikah   

o 5.2      Syarat calon suami   

o 5.3      Syarat bakal istri   

o 5.4      Syarat wali   

o 5.5      Jenis-jenis wali   

o 5.6      Syarat-syarat saksi   

o 5.7      Syarat ijab   

o 5.8      Syarat qobul   

6     Wakil Wali/ Qadi   

7     Lihat juga   

Page 3: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

8     Referensi   

9     Pranala luar   

[sunting]Hikmah Pernikahan

Cara yang halal dan suci untuk menyalurkan nafsu syahwat melalui ini selain lewat perzinahan,

pelacuran, dan lain sebagainya yang dibenci Allah dan amat merugikan.

Untuk memperoleh ketenangan hidup, kasih sayang dan ketenteraman

Memelihara kesucian diri

Melaksanakan tuntutan syariat

Membuat keturunan yang berguna bagi agama, bangsa dan negara.

Sebagai media pendidikan: Islam begitu teliti dalam menyediakan lingkungan yang sehat untuk

membesarkan anak-anak. Anak-anak yang dibesarkan tanpa orangtua akan memudahkan untuk membuat

sang anak terjerumus dalam kegiatan tidak bermoral. Oleh karena itu, institusi kekeluargaan yang

direkomendasikan Islam terlihat tidak terlalu sulit serta sesuai sebagai petunjuk dan pedoman pada anak-

anak

Mewujudkan kerjasama dan tanggungjawab

Dapat mengeratkan silaturahim

[sunting]Pemilihan calon

Islam mensyaratkan beberapa ciri bagi calon suami dan calon isteri yang dituntut dalam Islam. Namun, ini

hanyalah panduan dan tidak ada paksaan untuk mengikuti panduan-panduan ini.

[sunting]Ciri-ciri bakal suami

Page 4: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Sekadar gambar hiasan: Sebuah acara pernikahan di Indonesian dan diadakan dengan budaya Jawa

beriman & bertaqwa kepada Allah s.w.t

bertanggungjawab terhadap semua benda

memiliki akhlak-akhlak yang terpuji

berilmu agama agar dapat membimbing calon isteri dan anak-anak ke jalan yang benar

tidak berpenyakit yang berat seperti gila, AIDS dan sebagainya

rajin bekerja untuk kebaikan rumahtangga seperti mencari rezeki yang halal untuk kebahagiaan

keluarga.

[sunting]Penyebab haramnya sebuah pernikahan

Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan karena keturunannya (haram

selamanya) serta dijelaskan dalam surah an-Nisa: Ayat 23 yang berbunyi, “Diharamkan kepada kamu

menikahi ibumu, anakmu, saudaramu, anak saudara perempuan bagi saudara laki-laki, dan anak saudara

perempuan bagi saudara perempuan.”:

Ibu

Nenek dari ibu maupun bapak

Anak perempuan & keturunannya

Saudara perempuan segaris atau satu bapak atau satu ibu

Anak perempuan kepada saudara lelaki mahupun perempuan, uaitu semua anak saudara

perempuan

Perempuan yang diharamkan menikah oleh laki-laki disebabkan oleh susuan ialah:

Ibu susuan

Nenek dari saudara ibu susuan

Saudara perempuan susuan

Anak perempuan kepada saudara susuan laki-laki atau perempuan

Page 5: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Sepupu dari ibu susuan atau bapak susuan

Perempuan muhrim bagi laki-laki karena persemendaan ialah:

Ibu mertua

Ibu tiri

Nenek tiri

Menantu perempuan

Anak tiri perempuan dan keturunannya

Adik ipar perempuan dan keturunannya

Sepupu dari saudara istri

Anak saudara perempuan dari istri dan keturunannya

[sunting]Peminangan

Pertunangan atau bertunang merupakan suatu ikatan janji pihak laki-laki dan perempuan untuk

melangsungkan pernikahan mengikuti hari yang dipersetujui oleh kedua pihak. Meminang merupakan adat

kebiasaan masyarakat Melayu yang telah dihalalkan oleh Islam. Peminangan juga merupakan awal proses

pernikahan. Hukum peminangan adalah harus dan hendaknya bukan dari istri orang, bukan saudara sendiri,

tidak dalam iddah, dan bukan tunangan orang. Pemberian seperti cincin kepada wanita semasa peminangan

merupakan tanda ikatan pertunangan. Apabila terjadi ingkar janji yang disebabkan oleh sang laki-laki,

pemberian tidak perlu dikembalikan dan jika disebabkan oleh wanita, maka hendaknya dikembalikan, namun

persetujuan hendaknya dibuat semasa peminangan dilakukan. Melihat calon suami dan calon istri adalah

sunat, karena tidak mau penyesalan terjadi setelah berumahtangga. Anggota yang diperbolehkan untuk dilihat

untuk seorang wanita ialah wajah dan kedua tangannya saja.

Hadist Rasullullah mengenai kebenaran untuk melihat tunangan dan meminang:

"Abu Hurairah RA berkata,sabda Rasullullah SAW kepada seorang laki-laki yang hendak menikah

dengan seorang perempuan: "Apakah kamu telah melihatnya?jawabnya tidak(kata lelaki itu kepada

Rasullullah).Pergilah untuk melihatnya supaya pernikahan kamu terjamin kekekalan." (Hadis Riwayat

Tarmizi dan Nasai)

Hadis Rasullullah mengenai larangan meminang wanita yang telah bertunangan:

Page 6: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

"Daripada Ibnu Umar RA bahawa Rasullullah SAW telah bersabda: "Kamu tidak boleh meminang

tunangan saudara kamu sehingga pada akhirnya dia membuat ketetapan untuk

memutuskannya". (Hadis Riwayat Bukhari dan Muslim(Asy-Syaikhan))

[sunting]Nikah

[sunting]Rukun nikah

Pengantin laki-laki

Pengantin perempuan

Wali

Dua orang saksi laki-laki

Mahar

Ijab dan kabul (akad nikah)

[sunting]Syarat calon suami

Islam

Laki-laki yang tertentu

Bukan lelaki muhrim dengan calon istri

Mengetahui wali yang sebenarnya bagi akad nikah tersebut

Bukan dalam ihram haji atau umroh

Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

Tidak mempunyai empat orang istri yang sah dalam suatu waktu

Mengetahui bahwa perempuan yang hendak dinikahi adalah sah dijadikan istri

[sunting]Syarat bakal istri

Islam

Perempuan yang tertentu

Bukan perempuan muhrim dengan calon suami

Page 7: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Bukan seorang banci

Bukan dalam ihram haji atau umroh

Tidak dalam iddah

Bukan istri orang

[sunting]Syarat wali

Islam, bukan kafir dan murtad

Lelaki dan bukannya perempuan

Telah pubertas

Dengan kerelaan sendiri dan bukan paksaan

Bukan dalam ihram haji atau umroh

Tidak fasik

Tidak cacat akal pikiran, gila, terlalu tua dan sebagainya

Merdeka

Tidak dibatasi kebebasannya ketimbang membelanjakan hartanya

Sebaiknya calon istri perlu memastikan syarat WAJIB menjadi wali. Jika syarat-syarat wali terpenuhi seperti di

atas maka sahlah sebuah pernikahan itu.Sebagai seorang mukmin yang sejati, kita hendaklah menitik beratkan

hal-hal yag wajib seperti ini.Jika tidak, kita hanya akan dianggap hidup dalam berzinahan selamanya.

[sunting]Jenis-jenis wali

Wali mujbir : Wali dari bapaknya sendiri atau kakek dari bapa yang mempunyai hak mewalikan

pernikahan anak perempuannya atau cucu perempuannya dengan persetujuannya (sebaiknya perlu

mendapatkan kerelaan calon istri yang hendak dinikahkan)

Wali aqrab: Wali terdekat yang telah memenuhi syarat yang layak dan berhak menjadi wali

Wali ab’ad: Wali yang sedikit mengikuti susunan yang layak menjadi wali, jikalau wali aqrab

berkenaan tidak ada. Wali ab’ad ini akan digantikan oleh wali ab’ad lain dan begitulah seterusnya

mengikut susunan tersebut jika tidak ada yang terdekat lagi.

Page 8: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Wali raja/hakim: Wali yang diberi hak atau ditunjuk oleh pemerintah atau pihak berkuasa pada negeri

tersebut oleh orang yang telah dilantik menjalankan tugas ini dengan sebab-sebab tertentu

[sunting]Syarat-syarat saksi

Sekurang-kurangya dua orang

Islam

Berakal

Telah pubertas

Laki-laki

Memahami isi lafal ijab dan qobul

Dapat mendengar, melihat dan berbicara

Adil (Tidak melakukan dosa-dosa besar dan tidak terlalu banyak melakukan dosa-dosa kecil)

Merdeka

[sunting]Syarat ijab

Pernikahan nikah ini hendaklah tepat

Tidak boleh menggunakan perkataan sindiran

Diucapkan oleh wali atau wakilnya

Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(nikah kontrak atau pernikahan (ikatan suami istri)

yang sah dalam tempo tertentu seperti yang dijanjikan dalam persetujuan nikah muataah)

Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu ijab dilafalkan)

Contoh bacaan Ijab:Wali/wakil Wali berkata kepada calon suami:"Aku nikahkan Anda dengan Diana Binti

Daniel dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai".

[sunting]Syarat qobul

Ucapan mestilah sesuai dengan ucapan ijab

Tidak ada perkataan sindiran

Page 9: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Dilafalkan oleh calon suami atau wakilnya (atas sebab-sebab tertentu)

Tidak diikatkan dengan tempo waktu seperti mutaah(seperti nikah kontrak)

Tidak secara taklik(tidak ada sebutan prasyarat sewaktu qobul dilafalkan)

Menyebut nama calon istri

Tidak ditambahkan dengan perkataan lain

Contoh sebutan qabul(akan dilafazkan oleh bakal suami):"Aku terima nikahnya dengan Diana Binti Daniel

dengan mas kawin berupa seperangkap alat salat dibayar tunai" ATAU "Aku terima Diana Binti Daniel sebagai

istriku".

Setelah qobul dilafalkan Wali/wakil Wali akan mendapatkan kesaksian dari para hadirin khususnya dari dua

orang saksi pernikahan dengan cara meminta saksi mengatakan lafal "SAH" atau perkataan lain yang sama

maksudya dengan perkataan itu.

Selanjutnya Wali/wakil Wali akan membaca doa selamat agar pernikahan suami istri itu kekal dan bahagia

sepanjang kehidupan mereka serta doa itu akan diAminkan oleh para hadirin

Bersamaan itu pula, mas kawin/mahar akan diserahkan kepada pihak istri dan selanjutnya berupa cincin akan

dipakaikan kepada jari cincin istri oleh suami sebagai tanda dimulainya ikatan kekeluargaan atau simbol

pertalian kebahagian suami istri.Aktivitas ini diteruskan dengan suami mencium istri.Aktivitas ini disebut

sebagai "Pembatalan Wudhu".Ini karena sebelum akad nikah dijalankan suami dan isteri itu diminta untuk

berwudhu terlebih dahulu.

Suami istri juga diminta untuk salat sunat nikah sebagai tanda syukur setelah pernikahan berlangsung.

Pernikahan Islam yang memang amat mudah karena ia tidak perlu mengambil masa yang lama dan

memerlukan banyak aset-aset pernikahan disamping mas kawin,hantaran atau majelis umum (walimatul

urus)yang tidak perlu dibebankan atau dibuang.

[sunting]Wakil Wali/ Qadi

Wakil wali/Qadi adalah orang yang dipertanggungjawabkan oleh institusi Masjid atau jabatan/pusat Islam untuk

menerima tuntutan para Wali untuk menikahkan/mengahwinkan bakal istri dengan bakal suami.Segala urusan

pernikahan,penyediaan aset pernikahan seperti mas kawin,barangan hantaran(hadiah),penyedian tempat

pernikahan,jamuan makan kepada para hadirin dan lainnya adalah tanggungjawab pihak suami istri itu. Qadi

hanya perlu memastikan aset-aset itu telah disediakan supaya urusan pernikahan berjalan lancar.Disamping

tanggungjawabnya menikahi suami istri berjalan dengan sempurna,Qadi perlu menyempurnakan dokumen-

Page 10: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

dokumen berkaitan pernikahan seperti sertifikat pernikahan dan pengesahan suami istri di pihak tertinggi

seperti mentri agama dan administratif negara.Untuk memastikan status resmi suami isteri itu sentiasa sulit

dan terpelihara.Qadi selalunya dilantik dari kalangan orang-orang alim(yang mempunyai pengetahuan dalam

agama Islam dengan luas) seperti Ustaz,Muallim,Mufti,Sheikh ulIslam dan sebagainya.Qadi juga mesti

merupakan seorang laki-laki Islam yang sudah merdeka dan telah pubertas.

Islam telah memberikan konsep yang jelas tentang tatacara ataupun proses sebuah pernikahan yang berlandaskan proses empat yaitu Akad Nikah

Akad nikah adalah perjanjian yang berlangsung antara dua pihak yang melangsungkan pernikahan dalam bentuk ijab dan qabul.

Ijab adalah penyerahan dari pihak pertama, sedangkan qabul adalah penerimaan dari pihak kedua. Ijab dari pihak wali si perempuan dengan ucapannya, misalnya: “Saya nikahkan anak saya yang bernama si A kepadamu dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Qabul adalah penerimaan dari pihak suami dengan ucapannya, misalnya: “Saya terima nikahnya anak Bapak yang bernama si A dengan mahar sebuah kitab Riyadhus Shalihin.”

Sebelum dilangsungkannya akad nikah, disunnahkan untuk menyampaikan khutbah yang dikenal dengan khutbatun nikah atau khutbatul hajah. Lafadznya sebagai berikut:

“Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu dengan sebenar-benar taqwa kepada-Nya, dan janganlah kamu mati melainkan dalam beragama Islam.” (QS Ali Imran: 102)

“Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Rab-mu, yang telah menciptakan kamu dari yang satu, dan dari padanya Allah menciptakan isterinya, dan dari keduanya Allah mengembang-biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Dan bertaqwalah kepada Allah, yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah menjaga dan mengawasimu.”(QS an-Nisa’: 1) “Hai orang-orang yang beriman, bertaqwalah kamu kepada Allah dan berkatalah dengan perkataan yang benar, niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu, dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menaati Allah dan Rasul-Nya, sesungguhnya dia telah mendapat kemenangan yang besar”(QS al-Ahzab: 70-71)

Page 11: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Adapun beberapa adab agar Nikah semakin berberkah anda bisa baca disini  

Adab dalam Akad Nikah

[Ilu] Akad Nikah

Agar akad nikah Anda semakin berkah, berikut beberapa adab yang perlu

diperhatikan:

Pertama, hindari semua hal yang menyebabkan ketidak-absahan akad nikah.

Karena itu, pastikan kedua mempelai saling ridha dan tidak ada unsur paksaan,

pastikan adanya wali pihak wanita, saksi dua orang yang amanah. Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam bersabda,

“Tidak sah nikah, kecuali dengan wali (pihak wanita) dan dua saksi yang adil

(amanah).” (HR. Turmudzi dan lainnya serta dishahihkan Al-Albani)

Kedua, dianjurkan adanya khutbatul hajah sebelum akad nikah.

Yang dimaksud khutbatul hajah adalah bacaan:

Dalil anjuran ini adalah hadis dari Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu, beliau

mengatakan,

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajari kami khutbatul hajah…-sebagaimana

lafadz di atas – …(HR. Abu Daud 2118 dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani).

Syu’bah (salah satu perawi hadis) bertanya kepada gurunya Abu Ishaq, “Apakah ini

khusus untuk khutbah nikah atau boleh dibaca pada kesempatatan yang lainnya.”

“Diucapkan pada setiap acara yang penting.” Jawab Abu Ishaq.

Sebagian orang beranggapan dianjurkannya mengucapkan khutbah ini ketika

walimah, meskipun acara walimah tersebut dilaksanakan setelah kumpul suami

istri. Namun yang tepat –wallahu a’lam– anjuran mengucapkan khutbatul hajah

sebagaimana ditunjukkan hadis Ibn Mas’ud radhiallahu ‘anhu adalah sebelum akad

Page 12: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

nikah bukan ketika walimah. (A’unul Ma’bud Syarh Sunan Abu Daud, 5:3 dan

Tuhafatul Ahwadzi Syarh Sunan Turmudzi, 4:201). Wallahu a’lam.

Ketiga, tidak ada anjuran untuk membaca syahadat ketika hendak akad, atau

anjuran untuk istighfar sebelum melangsungkan akad nikah, atau membaca surat

Al-Fatihah. Semua itu sudah diwakili dengan lafadz khutbatul hajah di atas. Tidak

perlu calon pengantin diminta bersyahadat atau istighfar.

Keempat, hendaknya pengantin wanita tidak ikut dalam majlis akad nikah. Karena

umumnya majlis akad nikah dihadiri banyak kaum lelaki yang bukan mahramnya,

termasuk pegawai KUA. Pengantin wanita ada di lokasi itu, hanya saja dia dibalik

tabir. Karena pernikahan dilangsungkan dengan wali si wanita. Allah Ta’ala

mengajarkan,

“Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada mereka (wanita yang bukan

mahram), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi

hatimu dan hati mereka.” (QS. Al-Ahzab: 53)

Semua orang tentu menginginkan hatinya lebih suci, sebagaimana yang Allah

nyatakan. Karena itu, ayat ini tidak hanya berlaku untuk para istri Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam tapi juga untuk semua mukmin.

Jika dalam kondisi normal dan ada lelaki yang hendak menyampaikan kebutuhan

atau hajat tertentu kepada wanita yang bukan mahram, Allah syariatkan agar

dilakukan di balik hijab maka tentu kita akan memberikan sikap yang lebih ketat

atau setidaknya semisal untuk peristiwa akad nikah. Karena umumnya dalam

kondisi ini, pengantin wanita dalam keadaan paling menawan dan paling indah

dipandang. Dia didandani dengan make up yang tidak pada umumnya dikenakan.

Kesalahan yang banyak tersebar di masyarakat dalam hal ini, memposisikan calon

pengantin wanita berdampingan dengan calon pengantin lelaki ketika akad. Bahkan

keduanya diselimuti dengan satu kerudung di atasnya. Bukankah kita sangat yakin,

keduanya belum berstatus sebagai suami istri sebelum akad? Menyandingkan calon

pengantin, tentu saja ini menjadi pemandangan yang bermasalah secara syariah.

Page 13: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Ketika Anda sepakat bahwa pacaran itu haram, Anda seharusnya sepakat bahwa

ritual semacam ini juga terlarang.

Kelima, tidak ada lafadz khusus untuk ijab qabul. Dalam pengucapn ijab kabul,

tidak disyaratkan menggunakan kalimat tertentu dalam ijab kabul. Akan tetapi,

semua kalimat yang dikenal masyarakat sebagai kalimat ijab kabul akad nikah

maka status nikahnya sah.

Lajnah Daimah ditanya tentang lafadz nikah. Mereka menjawab,

Semua kalimat yang menunjukkan ijab Kabul, maka akad nikahnya sah dengan

menggunakan kalimat tersebut, menurut pendapat yang lebih kuat. Yang paling

tegas adalah kalimat: ‘zawwajtuka’ dan ‘ankahtuka’ (aku nikahkan kamu),

kemudian ‘mallaktuka’ (aku serahkan padamu). (Fatawa Lajnah Daimah, 17:82).

Keenam, hindari bermesraan setelah akad di tempat umum

Pemandangan yang menunjukkan kurangnya rasa malu sebagian kaum muslimin,

bermesraan setelah akad nikah di depan banyak orang. Kita sepakat, keduanya

telah sah sebagai suami istri. Apapun yang sebelumnya diharamkan menjadi halal.

Hanya saja, Anda tentu sadar bahwa untuk melampiaskan kemesraan ada

tempatnya sendiri, bukan di tempat umum semacam itu.

Bukankah syariah sangat ketat dalam urusan syahwat? Menampakkan adegan

semacam ini di muka umum, bisa dipastikan akan mengundang syahwat mata-mata

masyarakat yang ada di sekitarnya. Hadis berikut semoga bisa menjadi pelajaran

penting bagi kita.

Dari Ibn Abbas radhiallahu ‘anhuma beliau menceritakan:

Fadhl bin Abbas (saudaranya Ibn Abbas) pernah membonceng Nabi shallallahu

‘alaihi wa sallam di belakang beliau, karena tunggangan Fadhl kecapekan. Fadhl

adalah pemuda yang cerah wajahnya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Page 14: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

berhenti di atas tunggangannya, untuk menjawab pertanyaan banyak sahabat yang

mendatangi beliau. Tiba-tiba datang seorang wanita dari Bani Khats’am, seorang

wanita yang sangat cerah wajahnya untuk bertanya kepada Nabi shallallahu ‘alaihi

wa sallam. Ibnu Abbas melanjutkan,

Maka Fadhl-pun langsung mengarahkan pandangan kepadanya, dan takjub dengan

kecantikannya. Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memalingkan wajah

beliau, namun Fadhl tetap mengarahkan pandangannya ke wanita tersebut. Lalu

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memegang rahang Fadhl dan memalingkan

wajahnya agar tidak melihat si wanita…. (HR. Bukhari, no.6228)

Bagaimana sikap orang yang bertaqwa sekelas Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Beliau tidak mengandalkan taqwanya, merasa yakin tidak mungkin terpengaruh

syahwat, dst.. Beliau juga tidak membiarkan pemuda yang ada didekatnya untuk

melakukan kesalahan itu. Beliau palingkan wajahnya. Apa latar belakangnya? Tidak

lain adalah masalah syahwat. Apa yang bisa Anda katakan untuk kasus bermesraan

pasca-akad nikah di tempat umum? Tentu itu lebih mengundang syahwat.

Ketujuh, adakah anjuran akad nikah di masjid?

Terdapat hadis yang menganjurkan untuk mengadakan akad nikah di masjid,

hadisnya berbunyi:

“Umumkan pernikahan, adakan akad nikah di masjid dan meriahkan dengan

memukul rebana.” (HR. At Turmudzi, 1:202 dan Baihaqi, 7:290)

Hadis dengan redaksi lengkap sebagaimana teks di atas statusnya dhaif. Karena

dalam sanadnya ada seorang perawi bernama Isa bin Maimun Al Anshari yang

dinilai dhaif oleh para ulama, di antaranya Al Hafidz Ibn Hajar, Al Baihaqi, Al

Bukhari, dan Abu Hatim. Akan tetapi, hadis ini memiliki penguat dari jalur yang lain

hanya saja tidak ada tambahan “..Adakan akad tersebut di masjid..”. Maka

potongan teks yang pertama untuk hadis ini, yang menganjurkan diumumkannya

Page 15: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

pernikahan statusnya shahih. Sedangkan potongan teks berikutnya statusnya

mungkar. (As Silsilah Ad Dla’ifah, hadis no. 978).

Karena hadisnya dhaif, maka anjuran pelaksanaan walimah di masjid adalah

anjuran yang tidak berdasar. Artinya syariat tidak memberikan batasan baik wajib

maupun sunah berkaitan dengan tempat pelaksanaan walimah nikah. Syaikh Amr

bin Abdul Mun’im Salim mengatakan, “Siapa yang meyakini adanya anjuran

melangsungkan akad nikah di masjid atau akad di masjid memiliki nilai lebih dari

pada di tempat lain maka dia telah membuat bid’ah dalam agama Allah.” (Adab Al

Khitbah wa Al Zifaf, Hal.70)

Kedelapan, dianjurkan untuk menyebutkan mahar ketika akad nikah.

Tujuan dari hal ini adalah menghindari perselisihan dan masalah selanjutnya. Dan

akan lebih baik lagi, mahar diserahkan di majlis akad. Meskipun ulama sepakat,

akad nikah tanpa menyebut mahar statusnya sah.

Dalam Ensiklopedi Fiqh dinyatakan:

Menyebut mahar ketika akad bukanlah syarat sah nikah. Karena itu, boleh nikah

tanpa menyebut mahar dengan sepakat ulama. (Mausu’ah fiqhiyah Kuwaitiyah,

39:151)

Hanya saja, penyebutan mahar dalam akad nikah akan semakin menenangkan

kedua belah pihak, terutama keluarga.

Kesembilan, dianjurkan mengikuti prosedur administrasi akad nikah, sebagaimana

yang ditetapkan KUA. Ini semua dalam rangka menghindari timbulnya perselisihan

dan masalah administrasi negara. Hanya saja, sebisa mungkin proses pernikahan

dimudahkan dan tidak berbelit-belit. Semakin mudah akad nikah, semakin baik

menurut kaca mata syariah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

Page 16: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

“Nikah yang terbaik adalah yang paling mudah.” (HR. Ibnu Hibban dan dishahihkan

Al-Albani)

Sifat mudah ini mencakup masalah nilai mahar, tata cara nikah, proses akad, dst.

Kesepuluh, tidak ada anjuran untuk melafadzkan ijab kabul dalam sekali nafas,

sebagaimana anggapan sebagian orang. Karena inti dari ijab qabul akad nikah

adalah pernyataan masing-masing pihak, bahwa wali pengantin wanita telah

menikahkan putrinya dengannya, dan pernyataan kesediaan dari pengantin laki-

laki.

Mengharuskan akad nikah dan ijab kabul dengan harus satu nafas bisa disebut

pemaksaan yang berlebihan.

Kesebelas, doa selepas akad nikah.

Dianjurkan bagi siapapun yang hadir ketika peristiwa itu, untuk mendoakan

pengantin. Di antara lafadz doa yang dianjurkan untuk dibaca adalah

“Semoga Allah memberkahimu di waktu senang dan memberkahimu di waktu

susah, dan mengumpulkan kalian berdua dalam kebaikan.”

Dinyatakan dalam hadis dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu,

“Bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam apabila hendak memberikan ucapan

selamat kepada orang yang menikah, beliau mendoakan: baarakallahu laka…dst.”

(HR. Turmudzi, Abu Daud dan dishahihkan Al-Albani)

Dari A’isyah radhiallahu ‘anha, beliau mengatakan,

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menikahiku, kemudian ibuku mendatangiku dan

mengajakku masuk ke dalam rumah. Ternyata di dalamnya terdapat banyak wanita

Anshar. Mereka semua mendoakan kebaikan, keberkahan karena

keberuntunganku. (HR. Bukhari dan Muslim)

Syarat Saksi NikahSayyid Sabiq dalam Fiqhus Sunnah menjelaskan,Syarat untuk saksi nikah: Berakal, baligh, bisa mendengar ucapan orang yang melakukan akad, dan memahami maksud dari ucapan akad nikah. Karena itu, jika yang menajdi saksi nikah adalah anak kecil, orang gila, orang tuli, atau orang

Page 17: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

mabuk, maka nikahnya tidak sah. Karena keberadaan mereka di tempat akad nikah tidak teranggap.Apakah disyaratkan harus Adil?

Yang dimaksud muslim yang adil adalah muslim yang menjalankan kewajiban dan tidak melakukan dosa besar atau kebohongan.

Pertama, Hanafiyah berpendapat bahwa sifat adil untuk saksi, bukan syarat. Pernikahan hukumnya sah, meskipun dengan saksi dua orang fasik. Setiap orang yang layak menjadi wali nikah, maka dia layak menjadi saksi. Karena maksud utama adanya saksi adalah pengumuman adanya pernikahan.Kedua, Syafi’iyah dan mayoritas ulama berpendapat bahwa saksi dalam urusan manusia harus adil. Berdasarkan hadis dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

عدل وشاهدي بولي إال نكاح ال

“Tidak ada nikah kecuali dengan wali (wanita) dan dua saksi yang adil.” (HR. At-Thabrani dalam al-Ausath, Ad-Daruquhni, dan dishahihkan al-Albani).Selanjutnya Sayid Sabiq menyimpulkan,

Pendapat Hanafiyah lebih kuat. Karena pernikahan berlangsung di masyarakat, di desa, kampung, sementara tidak diketahui status keadilan mereka. Tidak ada jaminan mereka telah lepas dari dosa besar. Sehingga, mempersyaratkan saksi nikah harus orang yang adil, akan sangat memberatkan. Karena itu, cukup dengan melihat penilaian umum pada saksi, tanpa harus mengetahui detail apakah dia pernah melakukan dosa besar atau tidak.Kemudian, jika ternyata setelah akad diketahui bahwa ternyata saksi adalah orang fasik, ini tidak mempengaruhi keabsahan akad. Karena penilaian sifat adil dilihat pada keumuman sikapnya, bahwa dirinya bukan orang fasik. Meskipun setelah itu diketahui dia melakukan dosa besar (Fiqhus Sunnah, 2:58).Penjelasan Syaikhul IslamLain dari penjelasan beliau, Syaikhul Islam menjelaskan bahwa kriteria adil dalam masalah saksi, kembali pada standar yang ada di masyarakat. Artinya jika seseorang itu masih dianggap sebagai orang baik-baik di mata masyarakatnya, maka dia layak untuk menjadi saksi, kerena telah memenuhi kriteria adil di masyarakat tersebut, meskipun bisa jadi dia pernah melakukan transaksi riba atau melakukan ghibah. Ini berdasarkan firman Allah :

ه]دZوا _ش[ ت [ن] و_اس[ ه]يد_ي Zم[ م]ن[ ش_ ]ك ال ]ن[ ر]ج_ _م[ ف_إ _ا ل Zون _ك [ن] ي _ي ل Zج جZلm ر_ _ان] ف_ر_ _ت أ ض_و[ن_ م]مrن[ و_ام[ر_ _ر[ ه_د_اء] م]ن_ ت vالش

Page 18: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

“Ambillah saksi dua orang laki-laki. Jika tidak ada dua orang laki-laki maka saksi dengan seorang laki-laki dan dua orang wanita, yang kalian relakan (untuk menjadi saksi).” (QS. Al-Baqarah: 282).Setelah menyebutkan ayat ini, Syaikhul islam mengatakan:

_ض]ي _ق[ت rهZ ي ن_ _لZ أ Zق[ب ه_اد_ة] ف]ي ي rوق] ع_ل_ى الشZقZين_ ح� د_م]ي ضZوهZ م_ن[ اآل[ ه]يد�ا ر_ _هZم[ ش_ [ن _ي [ظ_رZ و_ال_ ب Zن ]ه] إل_ى ي _ت _م_ا ع_د_ال ZونZ ك _ك ي

Zوال� [ه]م[ م_ق[ب _ي ZوهZ ف]يم_ا ع_ل _م_ن [ت [ه] ائ _ي ع_ل

“Ayat ini menunjukkan bahwa diterima persaksian dalam masalah hak anak Adam dari orang yang mereka ridhai untuk menjadi saksi dalam interaksi diantara mereka, dan tidak harus melihat sifat adilnya. Mereka menerima urusan yang diamanahkan di antara sesama mereka.”Selanjutnya beliau memberikan alasan,

Zع_د[ل] Zل� ف]ي و_ال م_ان� ك _ان� ز_ ]ف_ة� و_م_ك ]ه_ا و_ط_ائ ب ]ح_س_ ZونZ ب _ك اه]دZ ف_ي rل� ف]ي الشZ � ك _ان_ م_ن[ ق_و[م ]ن[ ف]يه]م[ ع_د[ل� ذ_ا ك _ان_ و_إ _و[ ك ل

_ان_ [ر]ه]م[ ف]ي ك _ان_ غ_ي _ك ZهZ ل ]ه_ذ_ا و_ج[ه� ع_ل_ى ع_د[ل . و_ب Zم[ك]نZ آخ_ر_ [مZ ي [حZك [ن_ ال _ي rاس] ب ]الr الن _و[ و_إ ]ر_ ف_ل Zب Zع[ت هZود] ف]ي ا Zل� شZ ك]ف_ة� _ن[ ط_ائ ه_د_ ال_ أ _ش[ [ه]م[ ي _ي ZونZ م_ن[ إالr ع_ل _ك ]م�ا ي د_اء] ق_ائ

_ ]أ _ات] ب ب [و_اج] ك] ال _ر[ م_ات] و_ت rح_رZم] _م_ا ال _ان_ ك _ةZ ك اب _ط_ل_ت[ الصrح_ _ب ل

Zه_اد_ات rه_ا الشv Zل و[ ك_ Zه_ا. أ ]ب غ_ال

“Kriteria adil dalam setiap waktu, tempat, dan masyarakat berbeda-beda sesuai dengan keadaan mereka. Karena itu, saksi dalam setiap masyarakat adalah orang yang dianggap baik di tengah mereka. Meskipun andaikan di tempat lain, kriteria adil berbeda lagi. Dengan keterangan ini, memungkinkan untuk ditegakkan hukum di tengah masyarakat. Karena jika yang boleh menjadi saksi dalam setiap masyarakat hanyalah orang yang melakukan semua kewajiban syariat dan menjauhi semua yang haram, sebagaimana yang dulu ada di zaman sahabat, tentu syariat persaksian dalam setiap kasus tidak akan berjalan, semuanya atau umumnya.” (al-Fatawa al-Kubro, 5:574)Allahu a’lam

Tata Cara Pernikahan Dalam Islam : 2. Aqad Nikah

Dalam aqad nikah ada beberapa syarat, rukun dan kewajiban yang harus dipenuhi,

yaitu adanya:

1. Rasa suka sama suka dari kedua calon mempelai

2. Izin dari wali

3. Saksi-saksi (minimal dua saksi yang adil)

4. Mahar

5. Ijab Qabul

Page 19: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

• Wali

Yang dikatakan wali adalah orang yang paling dekat dengan si wanita. Dan orang

paling berhak untuk menikahkan wanita merdeka adalah ayahnya, lalu kakeknya,

dan seterusnya ke atas. Boleh juga anaknya dan cucunya, kemudian saudara

seayah seibu, kemudian saudara seayah, kemudian paman. [1]

Ibnu Baththal rahimahullaah berkata, “Mereka (para ulama) ikhtilaf tentang wali.

Jumhur ulama di antaranya adalah Imam Malik, ats-Tsauri, al-Laits, Imam asy-

Syafi’i, dan selainnya berkata, “Wali dalam pernikahan adalah ‘ashabah (dari pihak

bapak), sedangkan paman dari saudara ibu, ayahnya ibu, dan saudara-saudara dari

pihak ibu tidak memiliki hak wali.” [2]

Disyaratkan adanya wali bagi wanita. Islam mensyaratkan adanya wali bagi wanita

sebagai penghormatan bagi wanita, memuliakan dan menjaga masa depan mereka.

Walinya lebih mengetahui daripada wanita tersebut. Jadi bagi wanita, wajib ada wali

yang membimbing urusannya, mengurus aqad nikahnya. Tidak boleh bagi seorang

wanita menikah tanpa wali, dan apabila ini terjadi maka tidak sah pernikahannya.

Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Siapa saja wanita yang menikah tanpa seizin walinya, maka nikahnya bathil (tidak

sah), pernikahannya bathil, pernikahannya bathil. Jika seseorang menggaulinya,

maka wanita itu berhak mendapatkan mahar dengan sebab menghalalkan

kemaluannya. Jika mereka berselisih, maka sulthan (penguasa) adalah wali bagi

wanita yang tidak mempunyai wali.” [3]

Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

“Tidak sah nikah melainkan dengan wali.” [4]

Juga sabda beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallam:

“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya wali dan dua saksi yang adil.” [5]

Tentang wali ini berlaku bagi gadis maupun janda. Artinya, apabila seorang gadis

atau janda menikah tanpa wali, maka nikahnya tidak sah.

Tidak sahnya nikah tanpa wali tersebut berdasarkan hadits-hadits di atas yang

shahih dan juga berdasarkan dalil dari Al-Qur’anul Karim.

Page 20: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Allah Ta’ala berfirman:

“Dan apabila kamu menceraikan isteri-isteri (kamu), lalu sampai masa ‘iddahnya,

maka jangan kamu (para wali) halangi mereka menikah (lagi) dengan calon

suaminya, apabila telah terjalin kecocokan di antara mereka dengan cara yang

baik. Itulah yang dinasihatkan kepada orang-orang di antara kamu yang beriman

kepada Allah dan hari Akhir. Itu lebih suci bagimu dan lebih bersih. Dan Allah

mengetahui, sedangkan kamu tidak mengetahui.” [Al-Baqarah : 232]

Ayat di atas memiliki asbaabun nuzul (sebab turunnya ayat), yaitu satu riwayat

berikut ini. Tentang firman Allah: “Maka janganlah kamu (para wali) menghalangi

mereka,” al-Hasan al-Bashri rahimahullaah berkata, Telah menceritakan kepadaku

Ma’qil bin Yasar, sesungguhnya ayat ini turun berkenaan dengan dirinya. Ia berkata,

“Aku pernah menikahkan saudara perempuanku dengan seorang laki-laki,

kemudian laki-laki itu menceraikannya. Sehingga ketika masa ‘iddahnya telah

berlalu, laki-laki itu (mantan suami) datang untuk meminangnya kembali. Aku

katakan kepadanya, ‘Aku telah menikahkan dan mengawinkanmu (dengannya) dan

aku pun memuliakanmu, lalu engkau menceraikannya. Sekarang engkau datang

untuk meminangnya?! Tidak! Demi Allah, dia tidak boleh kembali kepadamu

selamanya! Sedangkan ia adalah laki-laki yang baik, dan wanita itu pun

menghendaki rujuk (kembali) padanya. Maka Allah menurunkan ayat ini: ‘Maka

janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka.’ Maka aku berkata, ‘Sekarang aku

akan melakukannya (mewalikan dan menikahkannya) wahai Rasulullah.’” Kemudian

Ma‘qil menikahkan saudara perempuannya kepada laki-laki itu.[6]

Hadits Ma’qil bin Yasar ini adalah hadits yang shahih lagi mulia. Hadits ini

merupakan sekuat-kuat hujjah dan dalil tentang disyaratkannya wali dalam akad

nikah. Artinya, tidak sah nikah tanpa wali, baik gadis maupun janda. Dalam hadits

ini, Ma’qil bin Yasar yang berkedudukan sebagai wali telah menghalangi pernikahan

antara saudara perempuannya yang akan ruju’ dengan mantan suaminya, padahal

keduanya sudah sama-sama ridha. Lalu Allah Ta’ala menurunkan ayat yang mulia

ini (yaitu surat al-Baqarah ayat 232) agar para wali jangan menghalangi pernikahan

mereka. Jika wali bukan syarat, bisa saja keduanya menikah, baik dihalangi atau

pun tidak. Kesimpulannya, wali sebagai syarat sahnya nikah.

Page 21: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Al-Hafizh Ibnu Hajar rahimahullaah berkata, “Para ulama berselisih tentang

disyaratkannya wali dalam pernikahan. Jumhur berpendapat demikian. Mereka

berpendapat bahwa pada prinsipnya wanita tidak dapat menikahkan dirinya sendiri.

Mereka berdalil dengan hadits-hadits yang telah disebutkan di atas tentang

perwalian. Jika tidak, niscaya penolakannya (untuk menikahkan wanita yang berada

di bawah perwaliannya) tidak ada artinya. Seandainya wanita tadi mempunyai hak

menikahkan dirinya, niscaya ia tidak membutuhkan saudara laki-lakinya. Ibnu

Mundzir menyebutkan bahwa tidak ada seorang Shahabat pun yang menyelisihi hal

itu.” [7]

Imam asy-Syafi’i rahimahullaah berkata, “Siapa pun wanita yang menikah tanpa izin

walinya, maka tidak ada nikah baginya (tidak sah). Karena Nabi shallallaahu ‘alaihi

wa sallam bersabda, ‘Maka nikahnya bathil (tidak sah).’”[8]

Imam Ibnu Hazm rahimahullaah berkata, “Tidak halal bagi wanita untuk menikah,

baik janda maupun gadis, melainkan dengan izin walinya: ayahnya, saudara laki-

lakinya, kakeknya, pamannya, atau anak laki-laki pamannya…” [9]

Imam Ibnu Qudamah rahimahullaah berkata, “Nikah tidak sah kecuali dengan wali.

Wanita tidak berhak menikahkan dirinya sendiri, tidak pula selain (wali)nya. Juga

tidak boleh mewakilkan kepada selain walinya untuk menikahkannya. Jika ia

melakukannya, maka nikahnya tidak sah. Menurut Abu Hanifah, wanita boleh

melakukannya. Akan tetapi kita memiliki dalil bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa

sallam bersabda,

“Pernikahan tidak sah, melainkan dengan adanya wali.”

• Keharusan Meminta Persetujuan Wanita Sebelum Pernikahan

Apabila pernikahan tidak sah, kecuali dengan adanya wali, maka merupakan

kewajiban juga meminta persetujuan dari wanita yang berada di bawah

perwaliannya. Apabila wanita tersebut seorang janda, maka diminta persetujuannya

(pendapatnya). Sedangkan jika wanita tersebut seorang gadis, maka diminta juga

ijinnya dan diamnya merupakan tanda ia setuju.

Dari Abu Hurairah radhiyallaahu ‘anhu bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam

bersabda,

Page 22: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

“Seorang janda tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta perintahnya.

Sedangkan seorang gadis tidak boleh dinikahkan kecuali setelah diminta ijinnya.”

Para Shahabat berkata, “Wahai Rasulullah, bagaimanakah ijinnya?” Beliau

menjawab, “Jika ia diam saja.” [11]

Dari Ibnu ‘Abbas radhiyallaahu ‘anhuma bahwasanya ada seorang gadis yang

mendatangi Rasulullah shal-lallaahu ‘alaihi wa sallam dan mengadu bahwa ayahnya

telah menikahkannya, sedangkan ia tidak ridha. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi

wa sallam menyerahkan pilihan kepadanya (apakah ia ingin meneruskan

pernikahannya, ataukah ia ingin membatalkannya). [12]

• Mahar

“Dan berikanlah mahar (maskawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai

pemberian yang penuh kerelaan.” [An-Nisaa’ : 4]

Mahar adalah sesuatu yang diberikan kepada isteri berupa harta atau selainnya

dengan sebab pernikahan.

Mahar (atau diistilahkan dengan mas Kimpoi) adalah hak seorang wanita yang

harus dibayar oleh laki-laki yang akan menikahinya. Mahar merupakan milik

seorang isteri dan tidak boleh seorang pun mengambilnya, baik ayah maupun yang

lainnya, kecuali dengan keridhaannya.

Syari’at Islam yang mulia melarang bermahal-mahal dalam menentukan mahar,

bahkan dianjurkan untuk meringankan mahar agar mempermudah proses

pernikahan.

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam pernah

bersabda:

“Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan

mudah rahimnya.” [13]

‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”

‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa

sallam bersabda:

‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” [14]

Page 23: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia

boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. [15]

Quote: • Khutbah Nikah

Menurut Sunnah, sebelum dilangsungkan akad nikah diadakan khutbah terlebih

dahulu, yang dinamakan Khutbatun Nikah atau Khutbatul Hajat. [16] Adapun teks

Khutbah Nikah adalah sebagai berikut:

Segala puji hanya bagi Allah, kami memuji-Nya, memohon pertolongan dan

ampunan kepada-Nya, kami berlindung kepada Allah dari kejahatan diri-diri kami

dan kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah beri petunjuk, maka

tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah sesatkan, maka

tidak ada yang dapat memberinya petunjuk.

Aku bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak diibadahi dengan benar kecuali

Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Nabi Muhammad

shallallaahu ‘alaihi wa sallam adalah hamba dan Rasul-Nya.

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kepada Allah dengan sebenar-

benar taqwa kepada-Nya dan janganlah kamu mati kecuali dalam keadaan muslim.”

[Ali ‘Imran : 102]

“Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan kamu dari

diri yang satu (Adam), dan (Allah) menciptakan pasangannya (Hawa) dari (diri)nya;

dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang

banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan Nama-Nya kamu saling meminta,

dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguh-nya Allah selalu menjaga dan

mengawasimu.” [An-Nisaa' : 1]

“Wahai orang-orang yang beriman! Bertaqwalah kamu kepada Allah dan

ucapkanlah perkataan yang benar, nis-caya Allah akan memperbaiki amal-amalmu

dan meng-ampuni dosa-dosamu. Dan barangsiapa menaati Allah dan Rasul-Nya,

maka sungguh, dia menang dengan kemenangan yang besar.” [Al-Ahzaab : 70-71]

Amma ba’du

Syarat Saksi Nikah & Syarat Ijab QabulPasal 40 Tentang Syarat-Syarat Syahid

Page 24: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Bahwa syarat-syarat sah yang harus terpenuhi oleh kedua orang saksi di dalam pernikahan (ijab dan qabul) ialah sebanyak 16 perkara:

1.      Beragama Islam. Tidak sah saksi orang kafir.

2.      Berakal sehat. Tidak sah saksi orang yang hilang akalnya.

3.      Sudah usia dewasa. Tidak sah saksi anak-anak.

4.      Lelaki. Tidak sah saksi wali wanita.

5.      Merdeka. Tidak sah saksi budak belian.

6.      Dua orang. Tidak sah saksi satu orang.

7.      Melihat. Tidak sah saksi buta.

8.      Mendengar. Tidak sah saksi tuli.

9.      Bisa berbicara benar. Tidak sah saksi bisu.

10.  Bukan anak. Tidak sah saksi anaknya sendiri.

11.  Bukan bapak. Tidak sah saksi bapaknya sendiri.

12.  Bukan musuh. Tidak sah musuh menjadi saksi

13.  Tidak fasiq. Tidak sah saksi fasiq

14.  Menjaga keperwiraan. Tidak sah saksi cidera keperwiraan (marwat).

15.  Selamat I’tiqad. Tidak sah saksi mukim sesat bid’ah seperti Qadariyah dan Jabariyah.

16.  Sentosa pikiran (tidak terlalu pemarah). Tidak sah saksi seorang yang besar nafsu ketika marah terhadap orang lain, sehingga melampaui batas kewajaran.

Pasal 41 Tentang Dua Saksi Yang AdilBahwa yang disebut adil adalah orang islam yang berakal dan kedatangan hukum syari’ah yang tidak mengerjakan dosa besar dan tidak mengekalkan haram kecil (Bujairami ala al-Khatib: 1/ 245).Pasal 42 Tentang Arti Fasiq

Bahwa yang disebut fasiq ialah manusia berakal yang sudah berusia baligh dan melakukan salah satu dosa besar atau mengekalkan haram kecil (tetapi merasa berdosa).

Page 25: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Pasal 43 Tentang Ijab dan Qabul

Bahwa arti ijab ialah ucapan menikahkan lisankan oleh wali pengantin perempuan. Sedangkan Qabul ialah penerimaan (penjawaban) yang dilisankan oleh pengantin lelaki.

Pasal 44 Tentang Syarat Sah Ijab QabulBahwa syarat-syarat sah ijab qabul akad nikah sebanyak ada enam perkara:

1.      Hendaklah pengantin lelaki yang menerima (qabul), bukan anak kecil, karena syarat pengantin lelaki harus baligh.

2.      Hendaklah pengantin lelaki jangan kelamaan dalam menjawab ucapan wali yang menikahkan pengantin wanita (istrinya).

3.      Hendaklah muafakat pengucapnya wali pada pengantin lelaki.

4.      Hendaklah muafakat dalam penyebutan wali pada jumlah maskawin.

5.      Hendaklah jangan dijanji talak nanti setelah disetubuhi.

6.      Hendaklah antara keduanya faham akan bahasa yang diucapkan

Pernikahan atau perkawinan dalam istilah syariah (fiqh) Islam adalah suatu akad (transaksi) yang menyebabkan menjadi halal atau legalnya hubungan seksual antara seorang laki-laki dan perempuan dengan memakai kata (bahasa Arab) inkah ( Zك_ ت _ح[ [ك _ن ) atau tazwij (أ Zك_ ت و¦ج[ atau terjemahannya dalam bahasa (ز_setempat.[1] Dalam pengertian umum, pernikahan/perkawinan adalah upacara pengikatan janji nikah yang dilaksanakan oleh calon mempelai pria dan wanita. dengan tujuan melegalkan hubungan dua lawan jenis yang akan hidup dalam satu atap baik legal secara norma agama, norma hukum, dan norma sosial.

HUKUM PERNIKAHAN MENURUT ISLAM

1. Hukum perkawinan adalah sunnah bagi yang ingin menikah dalam arti ada kebutuhan seksual. Dengan syarat, memiliki biaya untuk pernikahan seperti biaya mahar (maskawin) dan ongkos perkawinan. 

2. Hukum nikah makruh bagi yang tidak mempunyai hasrat dan tidak ada biaya mahar dan ongkos perkawinan.

Page 26: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

3. Hukum menikah haram dalam beberapa situasi   . 

SYARAT NIKAH 

1. Wali [2]2. Dua saksi3. Calon istri tidak diharamkan menikah dengan calon suami4. Ijab qabul yaitu ucapan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dan jawaban dari calon pria. Seperti ucapan wali Aku nikahkan putriku denganmu (

ابنتي أنكحتك أو زو¦جتك، ). Dan jawaban calon su`mi: saya terima nikahnya ( و نكاحها قبلت.(تزويجها

Syarat Wali dan Saksi: (a) harus muslim; (b) akil baligh dan normal, jadi anak kecil dan orang gila tidak boleh jadi saksi dan wali; (c) adil yaitu orang yang tidak melakukan dosa besar.

Khusus untuk saksi ada syarat tambahan yaitu harus normal pendengaran dan penglihatannya.

RUKUN NIKAH 

Ada 5 (lima) rukun nikah. Rukun adalah perkara yang harus terpenuhi saat akad nikah berlangsung.

1. Pengantin lelaki (Arab, zauj - الزوج)2. Pengantin perempuan (Arab, zaujah - الزوجة)3. Wali pengantin perempuan4. Dua orang saksi 5. Ijab dan Qabul 

KHUTBAH NIKAH Membaca khutbah nikah adalah sunnah. Jadi bukan syarat sahnya pernikahan. Boleh dilakukan boleh ditinggalkan. 

Berikut teks khutbah dalam bahasa Arab.

1. Khutbah nikah panjang teks bahasa Arab

الحمد لله المحمود بنعمته، المعبود بقدرته، المطاع بسلطانه، المرهوب من عذابه وسطوته، النافذ أمره في سمائه وأر ضه، الذي خلق الخلق بقدرته، وميزهم بأحكامه وأعزهم بدينه، وأكرمهم بنبيه صلى الله عليه وسلم. إن الله تبارك اسمه وتعالت عظمته، جعل المصاهرة سببا الحقا، وأمرا مفترضا، وخلق من الماء بشرا، فجعله نسبا وصهرا، خلق آدم ثم خلق زوجه حواء من ضلع من أضالعه اليسرى. فلما سكن

إليها قالت المالئكة مه يا آدم حتى تؤدي لها مهرا. قال وما مهرها؟ قالوا أن تصلي على محمد ختم األنبياء وإمام المرسلين. فوفى المهر وخطب األمين جبريل عليه السالم، وزوجها له على ذلك الملك القدوس السالم. وشهد إسرافيل وميكائيل وبعض المقربين بدارس السالم، فصار ذلك سنة أوالده على تعاقب

السنين

Page 27: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

أحمده أن خلق لكم من أنفسكم أزواجا لتسكنوا إليها، وجعل بينكم مودة ورحمة إن في ذلك آليت لقوم يتفكرون، وأشكره أن جعلكم

شعوبا وقبائل بالتناسل الذي هو أصل كل نعمة، وأشهد ان الإله إال الله مبدع نظام العالم على أكمل الحكمة. الإله إال هو، تبارك الله رب العلمين. وأشهد أن سيدنا محمدا رسول الله حبيب الرحمن ومجتباه

القائل: حبب إلي من دنياكم النساء والطيب، وجعلت قرة عينى في الصالة. وقال يامعشر الشباب من استطاع منكم الباءة فلبتزوج فإنه أغض للبصر وأحصن للفرج فمن لم يستطع فعليه بالصوم فإنه له وجاء،

فطوبى لمن أقر بذلك عين رزول الله صلى الله عليه وسلم وعلى آله وصحبه أجمعين. أما بعد، فإن النكاح من السنن المرغوبة التي عليها مدار االستقامة، إذ من تزوج فقد كمل نصف دينه، كما

�ص[ف] rق] الله في الن _ت [ي ]ص[ف_ اإليم_ان] ف_ل [م_ل_ ن _ك ت وrج_ ف_ق_د[ اس[ _ز_ أخبر بذلك الحبيب المبعوث من تمهامة »م_ن[ ت_اق]ي الب

Zه_ Zق_هZ و_د]ين ل Zض_و[ن_ خ _ر[ Zم[ م_ن[ ت _تاك وقال: تناكحوا تناسلوا، فإني مباه بكمم االمم يوم القيامة. وأيضا: « إذا أ_ام_ى _ي _نك]حZوا األ[ ر[ض] و_ف_سادm ع_ريضm . وقد حث عليه المنان بقوله: و_أ

_ _ةm في األ [ن Zن[ ف]ت _ك _ف[علوا ت ]ال ت ، إ Z[ك]حون _ن ف_أ. وهذا عقد mيم[ عm ع_ل rهZ و_اس] ]ه] و_الل rهZ م]ن ف_ض[ل ]ه]مZ الل Zغ[ن اء ي Zوا فZق_ر_ Zون _ك ]ن ي Zم[ إ ]ك ]م_ائ Zم[ و_إ _اد]ك ب ]ح]ين_ م]ن[ ع] Zم[ و_الصrال م]نك

مبارك ميمون واجتماعلى حصول خير يكون، إن شاء الله الذي إذا اراد شيئا أن يقول له كن فيكون. أقول قولي هذا وأستغفر الله العظيم لي ولكم ولوالدي ولوالديكم لومشايخي ومشايخكم ولسائر

المسلمين فاستغفروه إنه هو الغفور الرحيم

 استغفر الله العظيم الذي ال إله إال هو الحي القيوم وأتوب إليه

أشهد أن ال إله إال الله وأشهد أن محمدا رسول الله صلى الله عليه وسلم.

2. Khutbah Nikah Pendek berdasar hadits Ibnu Masud riwayat Abu Dawud

Zضلل فال هادي_ _ا، من يهد] الله فال مZضلr لهZ، ومن ي ن رور] أنفZس] Zبه] من ش Zونعوذ ،Zه Zونستغفر ZهZ _ستعين الحمدZ لله نلهZ، وأشهدZ ان ال إله إال الله وأشهدZ أن محمد�ا عبدZه ورسوله

اء ]س_ ا و_ن ]ير� _ث � ك اال [هZم_ا ر]ج_ _ثr م]ن ه_ا و_ب و[ج_ [ه_ا ز_ rف[س� و_اح]د_ة� و_خ_ل_ق_ م]ن Zم م�ن ن _ق_ك ل rذ]ي خ_ ZمZ ال rك ب [ ر_ rقZوا rاسZ ات vه_ا الن ي_ _ا أ ي

�ا ق]يب Zم[ ر_ [ك _ي _ان_ ع_ل ]نr الله_ ك ح_ام_ إ ر[_ ]ه] و_األ Zون_ ب اءل _س_ rذ]ي ت [ الله_ ال rقZوا و_ات

Zم[ _ك _غ[ف]ر[ ل Zم[ و_ي _ك _ع[م_ال Zم[ أ _ك ]ح[ ل Zص[ل ]مZون_ . ي ل Zم مvس[ _نت r و_أ ]ال Zنr إ _مZوت _ ت ]ه] و_ال Zق_ات [ الله_ ح_قr ت rقZوا [ ات Zوا rذ]ين_ ءام_ن vه_ا ال ي_ _ا أ ي

ا ع_ظ]يم�ا _هZ ف_ق_د[ ف_از_ ف_و[ز� ول Zس Zط]ع[ الله_ و_ر_ Zم[ و_م_ن ي _ك Zوب ذZن

WALI NIKAH 

Dalam Islam, calon pengantin perempuan harus dinikahkan oleh walinya. Tidak boleh menikahkan dirinya sendiri. Wali nikah yang utama adalah ayah kandung, kalau tidak ada maka diganti kakek, kemudian saudara kandung, seterusnya lihat keterangan di bawah.

URUTAN WALI NIKAH 

Urutan wali dan yang berhak menjadi wali nikah adalah sebegai berikut:

1 - Ayah kandung2 - Kakek, atau ayah dari ayah3 - Saudara se-ayah dan se-ibu

Page 28: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

4 - Saudara se-ayah saja5 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah dan se-ibu6 - Anak laki-laki dari saudara yang se-ayah saja7 - Saudara laki-laki ayah8 - Anak laki-laki dari saudara laki-laki ayah 

Urutan wali di atas harus dijaga. Kalau wali nomor urut 1 masih ada dan memenuhi syarat, maka tidak sah pernikahan yang dilakukan oleh wali nomor urut 2 dan seterusnya. 

Wali yang paling berhak juga boleh mewakilkan perwaliannya pada orang lain yang dipercaya seperti tokoh agama atau petugas KUA.

Apabila perempuan berada di suatu negara yang tidak ada wali hakim, maka sebagai gantinya adalah tokoh Islam setempat seperti Imam masjid atau ulama yang dikenal. 

SYARAT MENJADI WALI NIKAH 

Walaupun sudah termasuk golongan yang berhak menjadi wali nikah, belum sah menjadi wali nikah sampai syarat-syarat berikut terpenuhi:

1. Islam (beragama Islam). Tidak sah wali kafir selain kafir Kitabi (Yahudi dan Kristen boleh menjadi wali).2. Aqil (berakal sehat). Tidak sah wali yang akalnya rusak.3. Baligh (sudah usia dewasa) tidak sah wali anak-anak.4. Lelaki. Tidak sah wali perempuan.

Menurut Ibnu Qudamah dalam kitab Al-Mughni menyatakan bahwa sah hukumnya seorang ayah nonmuslim menjadi wali nikah untuk putrinya yang menikah dengan pria muslim. Hal ini berdasarkan pendapat dari madzhab Hanafi dan Syafi'i. Ibnu Qudamah berkata:

إذا تزوج المسلم ذمية, فوليها الكافر يزوجها إياه . ذكره أبو الخطاب. وهو قول أبي حنيفة, والشافعي ; ألنه وليها , فصح تزويجه لها , كما لو زوجها كافرا, وألن هذه امرأة لها ولي مناسب, فلم يجز أن يليها

غيره, كما لو تزوجها ذمي.

WALI HAKIM 

Wali hakim dalam konteks Indonesia adalah pejabat yang berwenang menikahkan. Yaitu, hakim agama, petugas KUA, naib, modin desa urusan nikah.(berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 1 Tahun 1952)

Wali hakim baru boleh menjadi wali nikah dalam 3 hal sebagai berikut: 

WALI DARI ANAK ZINA

Seorang anak zina perempuan nasabnya dinisbatkan pada ibunya. Karena ibu tidak dapat menikahkan, maka wali hakim yang dapat menjadi walinya.

Page 29: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

SEMUA WALI TIDAK ADA 

Wali hakim dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah   tidak ada.

WALI TIDAK ADA SETUJU TANPA ALASAN SYAR'I 

Wali hakim juga dapat menjadi wali nikah apabila semua wali nikah yang ada   menolak menikahkan dengan alasan yang tidak sesuai syariah.[4] 

WALI PERGI DALAM JARAK QASHAR 

Apabila wali yang terdekat pergi dalam jarak perjalanan qashar (dua marhalah), maka wali hakim boleh menjadi pengganti wali tersebut.

ولو ) ( غاب ) الولي ( األقرب ) نسبا ، أو والء ( إلى مرحلتين ) ، أو أكثر ولم يحكم بموته وليس له وكيل حاضر في تزويج موليته زوج السلطان ) ال األبعد وإن طالت غيبته وجهل محله وحياته لبقاء أهلية الغائب

وأصل بقائه واألولى أن يأذن لألبعد ، أو يستأذنه خروجا من الخالفArtinya: Apabila wali nasab terdekat bepergian dalam jarak dua marhalah (qashar) atau lebih jauh dan tidak ada status kematiannya serta tidak ada wakilnya yang hadir dalam menikahkan perempuan di bawah perwaliannya maka Sultan (Wali Hakim) dapat menikahkan perempuan itu. Bukan wali jauh walaupun kepergiannya lama dan tidak diketahui tempat dan hidupnya. Hal itu karena tetapnya status kewalian wali yang sedang pergi. Namun yang lebih utama meminta ijin pada wali jauh untuk keluar dari khilaf ulama.[5]

AKAD NIKAH (IJAB KABUL) 

Prosesi akan nikah terpenting adalah ijab kabul (qobul). Di mana wali calon mempelai perempuan menikahkan putrinya dengan calon pengantin laki-laki (ijab) dan calon pengantin laki-laki menjawabnya (kabul/qobul) sebagai tanda menerima pernikahan tersebut . Wali juga dapat mewakilkan pada wakil wali yang ditunjuk wali untuk menikahkan putrinya. Yang bertindak sebagai wakil biasanya petugas KUA atau tokoh agama setempat.

A. TEKS BACAAN AKAD NIKAH LANGSUNG OLEH WALI DALAM BAHASA ARAB

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصالة والسالم علي اشرف االنبياء والمرسلين سيدنامحمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.

اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح

يا … انكحتك وزوجتك بنتي … بمهر – الف روبية حاال / مؤجال

Teks latin: Ankahtuka wa zawwajtuka binti [sebutkan namanya] bimahri [sebutkan

Page 30: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

jumlah maskawin] hallan.

Artinya: Aku menikahkanmu dengan putriku bernama [sebutkan nama] dengan maskawin [sebutkan jumlah maskawin].

B. TEKS BACAAN AKAD NIKAH OLEH WAKIL WALI DALAM BAHASA ARAB

Menjadi wakil dari wali teksnya sama saja. Perbedaannya adalah tambahan kata "muwakkili" (yang mewakilkan padaku)

بسم الله الرحمن الرحيم الحمد لله رب العالمين والصالة والسالم علي اشرف االنبياء والمرسلين سيدنامحمد وعلي اله وصحبه اجمعين. اما بعد.

اوصيكم عباد الله واياكم بتقوي الله. ازوجك علي ما امر الله به من امسا ك او تسريح باحسان.واحل الله لكم النكاح وحرم عليكم السفاح

يا … انكحتك وزوجتك فاطمة بنت سالم موكلي بمهر – الف روبية حاال / مؤجال

Teks latin: Ankahtuka wa zawwajtuka binti [sebutkan namanya] muwakkili bimahri [sebutkan jumlah maskawin] hallan.

Artinya: Aku menikahkanmu dengan perempuan bernama [sebutkan nama] yang walinya mewakilkan padaku dengan maskawin [sebutkan jumlah maskawin].

C. TEKS KABUL JAWABAN PENGANTIN PUTRA KEPADA WALI 

Ketika wali nikah atau wakilnya selesai mengucapkan ijab, maka pengantin laki-laki langsung merespons/menjawab dengan ucapan berikut:

Teks Arab: المذكور بالمهر وتزويجها نكاحها قبلتTeks Latin: Qobiltu nikahaha wa tazwijaha bilmahril madzkurArtinya: Saya terima nikahnya dengan mahar/maskawin tersebut

DOA SETELAH AKAD NIKAH

Setelah ijab kabul dilaksanakan antara wali atau wakil wali dengan mempelai laki-laki, acara dilanjutkan dengan membaca doa sebagai berikut (pilih salah satu atau semuanya):

DOA 1

الحمد لله رب العالمين. والصالة والسالم علي اشرف االنبياء والمرسلين. وعلي اله وصحبه اجمعين. حمدا يوافي نعمه ويكافي مزيده. يا ربنا لك الحمد كما ينبغي لجالل وجهك الكريم وعظيم سلطانك.

_ا بها ج_م]يع_ الح_اج_ات] _ن _ق[ض]ي ل _ف_ات] و_ت _ل] و_األ [ع_ األه_و[ا ]ه_ا م]ن_ ج_م]ي _ا ب [ن [جي Zن _ةm ت _ا مZحم_د� ص_ال �د]ن ي _هZمr ص_ل� ع_ل_ي س_ الل

[ع] م]ي _ات] م]ن[ ج_ _ق[ص_ي الغ_اي ]ه_ا أ _ا ب ¦غZن _ل Zب ج_ات] و_ت _ع[ل_ي الد_ر_ [د_ك_ أ ن ]ه_ا ع] _ا ب ف_عZن _ر[ ¦ئات] و_ت ي [ع] الس_ م]ي ]ه_ا م]ن[ ج_ _ا ب ن Zط_ه�رZ و_ت

Page 31: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

_اة] ي ات] ف]ي الح_ الخ_ير__ع[د_ الم_م_ات]  و_ب

انك سميع قريب مجيب الدعوات يا قا ضي الحاجات، يا مجيب السا ئلين

 اللهم الف بينهما كما الفت بين ادم وحواء والف بينهما كما الفت بين سيدنا محمد ص.م. وخديجة الكبري.

اللهم التدع لنا في مقامنا هذا ذنبا اال غفرته وال هما اال فرجته وال حاجة من حوائج الدنيا واالخرة لك فيها رضا ولنا فيها صالح اال قضيتها ويسرتها فيسر امورنا واشرح صدورنا ونور قلوبنا واختم بالصالحات اعمالنا.

اللهم توفنا مسلمين واحينا مسلمين والحقنا بالصالحين غير خزايا وال مفتونين.

ربنا هب لنا من ازواجنا وذرياتنا قرة اعين واجعلنا للمتقين اماما. ربنا اغفر لنا ولوالدينا وارحمهما كما ربياناصغارا. ربنا اتنا في الدنيا حسنة وفي االخرة حسنة وقنا عذاب النار. والحمد لله رب العالمين.

DOA 2

سم الله الرحمن الرحيم الحمدلله والصالة والسالم على رسول الله وعلى آله وصحبه أجمعيناللهم بارك لهما وبارك عليهما واجمع بينهما بالخير

اللهم الهم الف بين قلوبهم وانزل عليهم السكينة والهدوء في دخلتهماللهم ارزقهم الحالل الطيب الذي ترضى عنهم به يارب العالمين

اللهم ارزقهم طيب المعاملة والحب والرومنسية والصدقاللهم ابعد الشيطان والغيرة والحسد و النظر الى ما لم يحلل الله

اللهم اغفر لهم برضاك عليهماللهم اغفر لهم برضا اهلهم عليهم

اللهم ارزقهم اطفاال يحفظون القرآن الكريم ويطيعوك ويطيعوهماللهم ابعدهم عن ذالت الدنيا واهوائها

اللهم امين امينوالصالت والسالم عليك ياسيدي يا رسول الله والحمد لله رب العالمين

UCAPAN DOA UNTUK KEDUA MEMPELAI SETELAH AKAD NIKAH

Masing-masing yang hadir sunnah mengucapkan doa berikut pada penantin laki-laki

بارك الله لك، وبارك الله عليك، وجمع بينكما في خيرMasing-masing yang hadir sunnah mengucapkan doa berikut pada kedua mempelai 

بارك الله لكل واحد منكما في صاحبه، وجمع بينكما في خير.

DOA UNTUK KEDUA MEMPELAI 

DOA SAAT BERDUA DI MALAM PERTAMA

Saat kedua mempelai bertemua di dalam kamar di malam pertama, maka mempelai pria dianjurkan mengusap kepala mempelai wanita sambil membaca doa

Page 32: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

berikut [7]: 

[ه _ي _ه_ا ع_ل [ت _ل ب ر� م_ا ج_ ه_ا و_م]ن[ ش_ ر� ]ك_ م]ن[ ش_ _عZوذZ ب [ه]، و_أ _ي _ه_ا ع_ل [ت _ل ب [ر_ م_ا ج_ ي ه_ا و_خ_ [ر_ ي _لZك_ خ_ أ س[_ �ي أ ]ن rهZمr إ الل

Setelah itu, disunnahkan bagi kedua mempelai untuk melakukan shalat sunnah[8] 

DOA SETIAP AKAN BERHUBUNGAN INTIM (JIMAK)

_ا _ن ق[ت ز_ [ط_ان_ م_ا ر_ ي rب] الش� ن [ط_ان_ و_ج_ ي rا الش_ [ن �ب ن rهZمr ج_ rه] الل ] الل م ]اس[

Dan disunnahkan untuk melakukan wudhu sebelum melakukan hubungan badan yang kedua dan seterusnya. Sebagaimana sabda Nabi dalam hadits sahih riwayat Muslim sbb

ذا أتى أحدكم أهله ثم أراد أن يعود فليتوضأArtinya: Apabila kalian sudah melakukan hubungan intim dan hendak mengulangi, maka hendaknya berwudhu.

PERNIKAHAN HARAM (DILARANG) DALAM ISLAM

Pernikahan adakalanya hukumnya haram, dalam situasi berikut:

1. Perempuan menikah dengan orang laki-laki nonmuslim2. Laki-laki menikah dengan nonmuslim yang bukan ahli kitab (Yahudi, Nasrani).3. Menikah dengan pelacur, wanita hamil4. Pernikahan dalam masa idah cerai atau kematian5. Poliandri (perempuan menikah dengan lebih dari satu laki-laki)6. Poligami lebih dari empat

PENGERTIAN KHUTBAH Secara etimologis (harfiyah), khuthbah artinya : pidato, nasihat, pesan (taushiyah). Sedangkan menurut terminologi Islam (istilah syara’); khutbah (Jum’at) ialah pidato yang disampaikan oleh seorang khatib di depan jama’ah sebelum shalat Jum’at dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun tertentu, baik berupa tadzkiroh (peringatan, penyadaran), mau’idzoh (pembelajaran) maupun taushiyah (nasehat).Berdasarkan pengertian di atas, maka khutbah adalah pidato normatif, karena selain merupakan bagian dari shalat Jum’at juga memerlukan persiapan yang lebih matang, penguasaan bahan dan metodologi yang mampu memikat perhatian.Selain khutbah Jum’at, ada pula khutbah yang dilaksanakan sesudah sholat, yaitu: khutbah ‘Idul Fitri, ‘Idul Adha, khutbah sholat Gerhana (Kusuf dan Khusuf). Sedangkan khutbah nikah dilaksanakan sebelum akad nikah. Dalam makalah ini yang akan dikaji adalah khusus tentang khutbah Jum’at.

B. DALIL-DALIL TENTANG KHUTBAH JUM’AT

Page 33: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

1. Firman Allah SWT dalam surat Al-Jumu’ah ayat 9 :“Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum’at (shalat Jum’at), maka segeralah kamu mengingat Allah dan tinggalkanlah urusan jual beli (urusan duniawi). Yang demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahui”. (QS. Al-Jumu’ah : 9)2. Riwayat Bukhari dan Muslim dari Ibnu Umar r.a.:“Adalah Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at dengan berdiri, kemudian beliau duduk dan lalu berdiri lagi sebagaimana dijalankan oleh orang-orang sekarang”.3. Riwayat Bukhari, Nasai dan Abu Daud dari Yazid bin Sa’id r.a.:“Adalah seruan pada hari Jum’at itu awalnya (adzan) tatkala Imam duduk di atas mimbar, hal demikian itu berlaku pada masa Rasulullah SAW. hingga masa khalifah Umar r.a. Setelah tiba masa khalifah Usman r.a. dan orang semakin banyak, maka beliau menambah adzan ketiga (karena adzan dan iqomah dipandang dua seruan) di atas Zaura (nama tempat di pasar), yang mana pada masa Nabi SAW. hanya ada seorang muadzin”.4. Riwayat Muslim dari Jabir r.a.:“Pada suatu ketika Nabi SAW. sedang berkhutbah, tiba-tiba datang seorang laki-laki, lalu Nabi bertanya kepadanya: Apakah Anda sudah shalat? Hai Fulan! Jawab orang itu : Belum wahai Rasulullah! Sabda beliau: Berdirilah! Shalatlah lebih dahulu (dua raka’at) (HR. Muslim).

C. PERSYARATAN KHATIB

1. Ikhlas, terhindari dari pamrih, riya dan sum’ah (popularitas). Perhatikan firman Allah SWT. dalam menceritakan keikhlasan Nabi Hud AS:“Hai kaumku, aku tidak meminta upah kepadamu bagi seruanku ini, ucapanku tidak lain hanyalah dari Allah yang menciptakan aku. Tidakkah kamu memikirkannya?”. (QS. Hud:51).2. ‘Amilun bi’ilmihi (mengamalkan ilmunya), Allah SWT. berfirman:“Hai orang-orang yang beriman, mengapa kamu mengatakan apa yang tidak kamu lakukan? Amat besar kemurkaan di sisi Allah terhadap orang yang mengatakan apa yang tidak kamu kerjakan”. (QS. As-Shaf : 2-3).3. Kasih sayang kepada jama’ah, Rasulullah SAW. bersabda:“Bahwa sesungguhnya aku terhadap kamu semua laksana seorang ayah terhadap anaknya”. (HR. Abu Dawud, An-Nasai, Ibnu Majah dan Ibnu Hibban dari Abu Hurairah).4. Wara’ (menghindari yang syubhat), perhatikan sabda Nabi SAW:“Jadilah kamu sebagai seorang yang wara’, maka kamu adalah manusia yang paling tekun beribadah”. (HR. Baihaqi dari Abi Hurairah)5. ‘Izzatun Nafsi (tahu harga diri untuk menjadi khairunnas), Allah SWT. berfirman:“Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka sabar (dalam menegakkan kebenaran), dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami”. (QS. As-Sajdah : 24).

D. FUNGSI KHUTBAH

1. Tahdzir (peringatan, perhatian)2. Taushiyah (pesan, nasehat)3. Tadzkir/mau’idzoh (pembelajaran, penyadaran)

Page 34: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

4. Tabsyir (kabar gembiran, harapan)5. Bagian dari syarat sahnya sholat Jum’atBerkenaan dengan fungsi khutbah tersebut di atas, maka khutbah disampaikan dengan bahasa yang mudah difahami oleh jama’ah (boleh bahasa setempat), kecuali rukun-rukun khutbah. Allah SWT. berfirman:“Dan tidaklah Kami mengutus Rasul, melainkan dengan bahasa yang difahami oleh kaumnya, agar ia dapat memberi penjelasan kepada mereka”. (QS. Ibrahim : 4).

E. SYARAT SAHNYA KHUTBAH

1. Dilaksanakan sebelum sholat Jum’at. Ini berdasarkan amaliyah Rasulullah SAW.2. Telah masuk waktu Jum’at, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Anas bin Malik r.a. ia berkata:“Sesungguhnya Nabi SAW. melaksanakan shalat Jum’at setelah zawal (matahari condong ke Barat)”. (HR. Bukhari). 3. Tidak memalingkan pandangan4. Rukun khutbah dengan bahasa Arab, ittiba’ kepada Rasulullah SAW.5. Berturut-turut antara dua khutbah dan shalat6. Khatib suci dari hadats dan najis, karena berkhutbah merupakan syarat sahnya shalat Jum’at.7. Khatib menutup ‘aurat, sama dengan persyaratan shalat Jum’at.8. Dilaksanakan dengan berdiri kecuali darurat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a:“Sesungguhnya Nabi SAW. apabila keluar pada hari Jum’at, beliau duduk yakni di atas mimbar hingga muadzin diam, kemudian berdiri lalu berkhutbah”. (HR. Abu Daud). 9. Duduk antara dua khutbah dengan tuma’ninah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Ibnu Umar r.a. ia berkata:“Adalah Nabi SAW. berkhutbah sambil berdiri, kemudian duduk, dan berdiri lagi sebagaimana kamu semua melakukannya sekarang ini”. (HR. Bukhari dan Muslim).10. Terdengar oleh semua jama’ah11. Khatib Jum’at adalah laki-laki12. Khatib lebih utama sebagai Imam sholat

F. RUKUN KHUTBAH

1. Hamdalah, yakni ucapan “Alhamdulillah” , berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a.:“Sesungguhnya Nabi SAW. berkhutbah pada hari Jum’at, maka (beliau) memuji Allah (dengan mengucap Alhamdulillah) dan menyanjung-Nya”. (HR. Imam Muslim).2. Syahadat (Tasyahud), yaitu membaca “Asyhadu anla ilaaha illallah wahdahu laa syarikalahu wa Asyhadu anna Muhammadan abduhu warasuluhu”, berdasarkan hadits Nabi SAW:“Tia-tiap khutbah yang tidak ada syahadatnya adalah seperti tangan yang terpotong”. (HR. Ahmad dan Abu Dauwd).3. Shalawat4. Wasiyat Taqwa, antara lain ucapan “Ittaqullah haqqa tuqaatih”.5. Membaca ayat Al-Qur’an, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir bin Samurah r.a.: “Adalah Rasulullah SAW. berkhutbah (dalam keadaan) berdiri dan duduk antara dua khutbah, membaca ayat-ayat Al-Qur’an serta memberikan peringatan kepada manusia”.

Page 35: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

(HR. Jama’ah, kecuali Bukhari dan Tirmidzi).6. Berdo’aSemua rukun khutbah diucapkan dalam bahasa Arab. Empat rukun yang pertama (Hamdalah, Syahadat, Shalawat dan wasiyat) diucapkan pada khutbah yang pertama dan kedua, sedangkan ayat Al-Qur’an boleh dibaca pada salah satu khutbah (pertama atau kedua) dan do’a pada khutbah yang kedua.

G. SUNNAH-SUNNAH KHUTBAH

1. Berdiri di tempat yang tinggi (mimbar)2. Memberi salam, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir ra.: “Sesungguhnya Nabi SAW. apabila telah naik mimbar, (beliau) memberi salam”. (HR. Ibnu Majah).3. Menghadap Jama’ah, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Adi bin Tsabit dari ayahnya dari kakeknya: “Adalah Nabi SAW. apabila telah berdiri di atas mimbar, shahabat-shahabatnya menghadapkan wajah mereka ke arahnya”. (HR. Ibnu Majah).4. Suara jelas penuh semangat, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Jabir r.a: “Adalah Rasulullah SAW. apabila berkhutbah kedua matanya menjadi merah, suaranya lantang/tinggi, berapi-api bagaikan seorang panglima (yang memberi komando kepada tentaranya) dengan kata-kata “Siap siagalah di waktu pagi dan petang”. (HR. Muslim dan Ibnu Majah). 5. Singkat, padat, akurat dan memikat, Rasulullah SAW. bersabda : “Adalah Rasulullah SAW. biasa memanjangkan shalat dan memendekkan khutbahnya”. (HR. Nasai dari Abdullah bin Abi Auf).6. Gerakan tangan tidak terlalu bebas, berdasarkan hadits Nabi SAW. dari Abdurrahman bin’ Sa’ad bin ‘Ammar bin Sa’ad ia berkata: “Adalah Nabi SAW. apabila berkhutbah dalam suatu peperangan beliau berkhutbah atas anak panah, dan bila berkhutbah di hari Jum’at belaiu berpegangan pada tongkat”. (HR. Ibnu Majah dan Baihaqi).7. Seusai khutbah kedua segera turun dari mimbar, berdasarkan hadits Nabi SAW. “Adalah shahabat Bilal itu menyerukan adzan apabila Nabi SAW. telah duduk di atas mimbar, dan ia iqomah apabila Nabi SAW. telah turun”. (HR. Imam Ahmad dan Nasai).8. Tertib dalam membacakan rukun-rukun khutbah, yaitu: Hamdalah, Syahadat, Shalawat, wasiyat, Ayat Al-Qur’an dan Do’a.

H. HAL-HAL YANG DIMAKRUHKAN DALAM KHUTBAH

1. Membelakangi Jama’ah2. Terlalu banyak bergerak3. Meludah

I. HAL-HAL YANG PERLU DIPERHATIAKAN OLEH KHOTIB

1. Melakukan persiapan, mental, fisik dan naskah khutbah2. Memilih materi yang tepat dan up to date3. Melakukan latihan seperlunya4. Menguasai materi khutbah5. Menjiwai isi khutbah6. Bahasa yang mudah difahami7. Suara jelas, tegas dan lugas

Page 36: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

8. Pakaian sopan, memadai dan Islami9. Waktu maksimal 15 menit10. Bersedia menjadi Imam shalat Jum’at

J. MATERI KHUTBAH

1. Tegakkan akidah, murnikan ibadah, perluas ukhuwwah2. Evaluasi amaliah (ummat) mingguan3. Kaji masalah secara cermat dan singkat4. Berikan solusi yang tepat5. Tema-tema lokal peristiwa keseharian lebih diutamakan6. Hindari materi yang menjenuhkan atau persoalan tanpa pemecahan

K. KESIMPULANKhutbah Jum’at adalah pidato yang normatif disampaikan berkenaan dengan ibadah sholat Jum’at, maka para khatib harus mampu mengemas materi dengan singkat, padat, akurat dan memikat, dan harus mampu menjadi Imam shalat.

(Ditulis oleh : Drs. H.M. Syamsuddin, M.Pd. Disampaikan Pada Pelatihan Khatib Masjid Nurul Huda Desa Rajawetan, Kec. Pancalang, Kab. Kuningan oleh : Maman Sumari, S.Pd.I)

Setiap dari kita apabila sudah berumur cukup dewasa dan memiliki pekerjaan yang mapan pasti ingin membina rumah tangga dengan menikah. Nah, disini Saya akan mengulas dengan menulis sedikit tentang apa itu nikah.

Nikah atau an-nikâh memiliki dua pengertian yang tidak dapat dipisahkan dan tidak dapat diubah susunannya, al-’aqd (akad) dan al-wath`u (hubungan seksual). Tapi Islam mengharamkan al-wath`u jika al-’aqd belum dilangsungkan. Karena melalui akad, al-wath`uyang semula haram akan menjadi halal dan bernilai ibadah. Menurut Wahbah al-Zuhaili, pernikahan adalah akad, perjanjian dan ikatan yang menghalalkan seorang pria dan seorang wanita hidup bersama sebagai suami istri. Dengan demikian, menurut hukum Islam, nikah adalah akad yang sangat kuat, mistaqan ghalizhan, dalam mentaati perintah Allah yang merupakan ibadah.

Begitu pun dengan Undang-undang tahun 1974 yang menjelaskan nikah adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri yang bertujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Rukun nikah menurut hukum Islam ada lima, yaitu adanya calon suami, calon isteri, wali nikah dan ijab qabul. Pelaksanaan akad nikah diwujudkan dalam bentuk ijab dan qabul. Ijab adalah pernyataan wali untuk menikahkan calon mempelai wanita dengan seorang laki-laki pilihannya.Qabul adalah penerimaan calon mempelai pria untuk menikahi calon mempelai wanita. Ijab qabul sah apabila disaksikan  dua orang saksi yang memenuhi syarat.

Ditegaskan ada tiga kata kunci yang berhubungan dengan tujuan pernikahan, yaitu sakinah,

Page 37: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

mawaddah dan rahmah. Sakinah adalah ketenteraman seorang laki-laki bersama pasangan hidupnya dalam ikatan pernikahan berdasarkan ketentuan Allah. Sedangkan mawaddah adalah hubungan seksual suami isteri sebagai cermin cinta dan kasih sayang yang tulus hingga merasakan kepuasaan, kelezatan dan kenikmatan. Adapun yang disebut rahmah adalah cinta kasih suami isteri yang tulus tanpa melakukan hubungan seksual Dalam Al-Qur`an (Q.S.  Rum/30: 21). Pasangan suami istri harus senantiasa menjaga sakinah, mawaddah dan rahmahdalam biduk rumah tangga mereka.

Sumber: Islampedia, Lazuardi Website

engertian Wali Nikah dalam Perkawinan         Sebelum kita membahas pengertian wali, ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu nikah secara umum. Dalam bahasa arab kata nikah berasal dari fi'ilnakaha-yankihu, yang artinya mengawini atau menikahi, nikah juga biasanya di samakan denganaz-Zawaj atau al-Jam'u, yang artinya berpasangan atau berkumpul. Dalam pengertian istilah, terdapat perbedaan segi penafsiran antara ulama klasikal dan ulama kontemporer. Ulama terdahulu memberikan pengertian nikah dengan lebih berorientasi pada hubungan seksual, seperti defenisi yang diberikan oleh golongan hanafiyah:

"suatu aqad yang memfaedahkan hak memiliki bersenang-senang terhadap seorang wanita dengan sengaja"

Sedangkan ulama-ulama sekarang, tidak hanya menitik beratkan pada hubungan biologis semata,melainkan, memperhatikan tercapainya kehidupan yang damai tentram dan saling tolong menolong, seperti pengertian yang di berikan oleh Muhammad Abu Ishrah:

"akad yang memberikan faedah hukum kebolehan bergaul antara seorang laki-laki dan perempuan serta kebolehan mengadakan upaya saling tolong menolong"

Dalam kompilasi hukum Islam, kita akan mendapatkan pengertian nikah pada bagian II pasal 2

"perkawinan dalam islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau mitsaaqon gholidzonuntuk menaati perintah Allah dan melakukannya adalah ibadah"

KH.Ahmad Azhar Basyir, dalam bukunya, Hukum perkawinan dalam Islam, memasukkan adanya wali dalam syarat sahnya nikah, namun pensyaratan ini termasuk dalam hal yang di pertentangkan oleh para ulama, yang akan kami bahas pada pembahasan selanjutnya.

Jika kita telusuri pengertian wali dalam kitab lisanul Arob, maka kita akan mendapatkan pengertian etimologisnya, bahwa kata al-Waliyyu itu adalah salah satu nama Allah yang artinya an-Nashir, penolong, atau juga zat yang berkuasa atas semua urusan makhluknya, dan yang menegakkan urusan tersebut, juga terdapat kata Al-Waalyyu (waw nya di baca panjang) yang artinya raja segala sesuatu.

Page 38: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Lalu jika kata wali ini disandingkan dengan kata Almar'ah (perempuan) maka artinya :

"alldzi yaly 'aqdu an-Nikaah 'alaihaa walaa yada'uhaa tastabiddu bi 'aqdi an-Nikah duunahu"

Orang yang mengikuti/menguasai akad nikah atas perempuan, dan perempuan tidak boleh bertindak sewenang-wenang dalam hal akad nikah tanpa adanya wali.

Kemudian, jika kita tela'ah lagi secara bahasa pada pada kamus Al-Munawwir, maka akan ditemukan, kata wali, berasal dari kata waliya-yawliy, yang diantara artinya, menguasai atau mengurusi. Dari beberapa pengertian secara kebahasaan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa, wali nikah adalah, pihak dari mempelai wanita yang berkuasa atas terjadinya akad nikah. Dalam kompilasi hokum Islam wali nikah ini digolongkan sebagai rukun nikah, hal ini bisa kita temukan pada bagian III pasal 19: "wali nikah dalam perkawinan merupakan rukun yang harus dipenuhi bagi calon mempelai wanita yang bertindak untuk menikahkannya".

Lebih spesifik lagi, dalam bahan ajar fiqih munakahat, semester 4, wali nikah di definisikan sebagai " wakilnya pihak mengucapkan ijab dalam akad nikah".

Dasar adanya perwalian dalam nikah, tertera dalam beberapa hadits, diantaranya yang diriwayatkan oleh Ahmad:

)264 / 6- ( األوسط المعجم

عدل وشاهدي بولي إال النكاح قال سلم و عليه الله صلى النبي عن هريرة أبي عن 

"dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW, berkata "tidak sah nikah kecuali dengan wali dan dua saksi yang adil"

Dan juga terdapat dalam beberapa ayat al-Qur'an yang akan kami bahas secara terperinci dalam pembahasan pandangan para ulama.

Macam-macam dan Tertib Wali Nikah

Dalam menentukan orang-orang yang berhak menjadi wali bagi seorang mempelai wanita, maka perlu memperhatikan tertib-tertib para wali (tartibul awliya'), yang dengan itu bisa dikategorikan macam-macam wali :

1.    Wali nasab, yaitu wali nikah karena ada hubungan nasab dengan calon isteri yang akan nikah.

2.    Wali mu’tiq, yaitu wali nikah karena memerdekakan wanita yang akan menikah. Wali mu’tiq baru berhak menjadi wali nikah kalau wali nasab sudah tidak ada.

Page 39: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

3.    Wali hakim, yaitu wali nikah yang dilakukan oleh penguasa terhadap wanita yang wali nasabnya karena sesuatu hal tidak ada, baik karena tidak punya, karena sudah meninggal, atau karena menolak menjadi wali .

4.    Wali muhakkam, yaitu wali nikah yang diangkat oleh kedua calon mempelai untuk menikahkannya karena tidk ada wali nasab, tidak ada wali mu’tiq, dan tidak ada wali hakim.

Dari ke empat macam wali tersebut, di Indonesia hanya berlaku dua, yaitu wali nasab dan wali hakim, hal ini bisa kita dapatkan pada kompilasi hokum Islam Indonesia bagian III, pasal 20, ayat ke 2, yang hanya menggolongkan wali nikah kepada nasab dan hakim,

Wali nasab

Adapun urutan wali nasab dalam kompilasi hokum Islam pada bagian III pasal ke 21, tidak jauh berbeda dengan urutan yang diberikan oleh Jumhur ulama, hanya, dalam pembagiannya, hukum kompilasi membagi menjadi empat bagian dengan memasukkan kerabat paman pada urutan ke tiga, dan membedakannya dengan saudara laki-laki kandung kakek, lebih jelasnya akan kami paparkan urutan wali nasab sesuai yang tertulis dalam kompilasi hokum Islam:

1.      Kelompok kerabat laki-laki garis lurus ke atas yaitu ayah, kakek dari pihak ayah dan seterusnya

2.      Kelompok saudara laki-laki sekandung atau se ayah dan keturunan laki-laki mereka

3.      Kelompok kerabat pamam. Yaitu saudara laki-laki ayah sekandung atau se ayah dan keturunan laki-laki mereka

4.      Kelompok saudara laki-laki kakek. Sekandung atau se ayah dan keturunan laki-laki mereka

Adapun urut-urutan wali nasab menurut jumhur ulama adalah sebagai berikut:

a.    Laki-laki yang menurunkan calon isteri dari arah bapak, yaitu: (1) Bapak, (2) Kakek (ayahnya ayah) dst ke atas

b.    Laki-laki keturunan bapak, yaitu: (1) Saudara laki-laki sekandung, (2) Saudara laki-laki seayah, (3) anak laki-laki dari saudara sekandung, (4) anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak  dst ke bawah dengan catatan dalam hal sama derajatnya didahulukan yang sekandung

Page 40: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

c.    Laki-laki keturunan kakek, yaitu (1) paman (saudaranya ayah) sekandung, (2) paman (saudaranya ayah) sebapak, (3) anak laki-laki paman sekandung, (4) anak laki-laki paman seayah dst ke bawah dengan catatan dalam hal sama derajatnya didahulukan yang sekandung

Wali nasab yang lebih dekat kepada calon isteri disebut wali aqrab (¦ولىÑÑÑال Selama ada,(الولى¦ االبعد) sedangkan yang lebih jauh dari wali aqrab disebut wali ab’ad (القريبwali aqrab, maka wali ab’ad tidak berhak menjadi wali, hal ini pun sesuai dengan ketentuan kompilasi hokum Islam pada bagian dan pasal yang sama dengan menambahakan penjelasan, apabila dalam satu kelompok, derajat kekerabatannya sama, yaitu sekandung atau se ayah, maka mereka sama-sama berhak menjadi wali nikah dengan mengutamakan yang lebih tua dan yang memenuhi syarat-syarat wali.

Di dalam bahan ajar fiqih munakahat semester empat putm, dijelaskan pula bahwa, Hak perwalian berpindah dari wali aqrab kepada wali ab’ad apabila:

(1)     wali aqrab tidak beragama Islam, sedangkan calon isteri beragama Islam

(2)     wali aqrab orang fasik

(3)     wali aqrab belum balig

(4)     wali aqrab gila

(5)     wali aqrab bisu dan tuli yang tidak bisa diajak bicara dengan isyarat dan tidk bisa menulis.

Wali hakim

Di dalam buku hukum perkawinan Islam, KH Ahmad Azhar Basyir menjelaskan bahwa wali yang lebih jauh hanya berhak menjadi wali apabila wali yang lebih dekat tidak ada atau tidak memenuhi syarat wali. Apabila wali yang lebih dekat sedang bepergian atau tidak ada di tempat, maka wali yang jauh hanya dapat menjadi wali apabila mendapat kuasa dari wali yang lebih dekat tersebut. Apabila pemberian kuasa dari wali dekat tidak ada, maka perwalian pindah kepada sultan (kepala Negara) atau yang diberi kuasa oleh kepala Negara, yang disebut sebagai wali hakim.

Dalam kompilasi hokum Islam bagian III pasal 23, lebih di spesifikasi, bahwa perwalian berpindah pada wali hakim dengan dua ketentuan:

·         apabila bila wali nasab tidak ada atau tidak mungkin hadir atau tidak diketahui tempat tinggalnya atau enggan menjadi wali

·         dalam hal wali nasab enggan, maka wali hakim baru bisa bertindak setelah adalah keputusan pengadilan mengenai hal tersebut

Page 41: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

setelah mengetahui beberapa sebab yang ada, maka akan didapatkan segi perbedaan antara apa yang di jelaskan oleh KH Ahmad Azhar Basyir dan apa yang tertulis di dalam kompilasi hukum Islam, dimana dalam kompilasi tidak menyebutkan wali yang jauh -termasuk dalam kategori wali nasab- bisa menjadi pengganti wali yang dekat apabila ada izin dari wali yang dekat ketika ia berhalangan hadir.

Dalam bahan ajar fiqih munakahat semester 4 putm, di jelaskan beberapa ketentuan berpindahnya perwalian kepada wali hakim dengan lebih terperinci dan penggolongannya lebih banyak, sehingga terdapat penambahan ketentuan berpindahnya perwalian, diantaranya : 1, Walinya sendiri yang akan menikah padahal wali yang sederajat tidak ada 2, Walinya sakit pitam/ayan 3, Walinya dipenjara dan tidak dapat ditemui  4, Walinya dicabut haknya menjadi wali oleh Negara (mahjur ‘alaih( 5, Walinya bersembunyi/tawari 6, Walinya ta’azzuz (sombng dan bermahal diri) .

Wali mujbir

Di antara wali nasab yang telah di jelaskan tadi, ada yang berhak memaksa dibawah perwaliannya untuk dikawinkan dengan laki-laki tanpa izin gadis bersangkutan. Wali yang mempunyai hak memaksa itu disebut sebagai wali mujbir. Wali mujbir hanya terdiri dari ayah dan kakek (bapak dan seterusnya ke atas) yang dipandang paling besar rasa kasih sayangnya kepada perempuan dibawah perwaliannya. Selain mereka tidak berhak ijbar.

Pada dasarnya, istilah wali mujbir dan keberadaannya sebagai hal yang disyariatkan masih menjadi perselisihan ulama, sehingga didalam kompilasi hokum islam sendiri tidak tertuliskan. Dan dalam buku hukum perkawinan Islam karangan KH Ahmad Azhar Basyir, wali mujbir ini di golongkakan sebagai wali nikah, dengan beberapa syarat yang akan diterangkan lebih lanjut, sementara pada buku fiqih Islam karangan H, sulaiman Rasjid, tidak menyebutkan secara jelas tentang wali mujbir, hanya memberikan keterangan tentang adanya keistimewaan wali ayah dan kakek dalam menikahkan anak gadisnya yang perawan juga dengan beberapa ketentuan.

Syarat Adil Bagi Wali Nikah

Dalam kitab tauhdhihul ahkam, syarat adil bagi wali menjadi perselisihan para ulama:

1, Imam Syafi'i dan Ahmad berpendapat bahwa disyariatkan adil bagi wali nikah, karena wilayah nikah ini menuntut adanya pertimbangan-pertimbangan yang baik dan bertujuan untuk kemashlahatan, sehingga seorang yang dikenal fasiq tidak boleh menjadi wali

2. sedangkan Imam Ahmad dan Malik berpendapat bahwa adil bukan menjadi syarat dari seorang wali, sehingga boleh bagi seorang fasiq menjadi wali karena seperti yang telah

Page 42: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

dijelaskan yang telah lalu bahwa seorang laki-laki baik fasiq ataupun tidak bisa menjadi wali dirinya sendiri, jadi dia juga bisa menjadi wali bagi yang lain.

Berpendapat pemilik kitab "syarhul al-Kabiir" pendapat yang benar yang juga diamalkan adalah seorang ayah bisa menjadi wali bagi yang di walikannya, meski keadaannya waktu itu keadaan yang tidak baik asal tidak sampai kafir, dan pendapat inilah yang diamalkan oleh manusia

analisis: dari pendapat ini ada baiknya kita kompromikan. jika kita cermati, maka ulama yang berpendapat bahwa adil adalah syarat wali mendasarkan pendapatnya ini dengan dasar berhati-hati karena kemashlahatan dalam pernikahan merupakan sesuatu yang penting, dan mereka juga berpendapat, kefasiqan seseorang akan mempengaruhi keputusannya.

Sama halnya dengan pendapat yang membolehkan namun mereka berpendapat kefasiqan seseorang belum bisa menyebabkan dia tidak boleh menjadi wali sebab ukuran kefasiqan itu banyak tingkatannya, dan mereka memberi batas bahwa jika kefasiqan telah mencapai kekafiran barulah tidak boleh menjadi wali. Maka dari sini penulis berpendapat, jika seseorang telah betul-betul nyata kefasikan yang ia perbuat dalam kesehariaannya dan ternyata mempengaruhi dalam hak perwaliannya, seperti menikahkan dengan seorang yang tidak sekufu, maka tidak boleh menjadi wali, hal itu demi menjaga kemashlahtan kepada kedua belah pihak yang akan menikah.

Perselisihan Ulama Seputar Wali Nikah

a. Pensyaratan Wali Nikah dalam PernikahanPara ulama berselisih pendapat mengenai apakah wali merupakan syarat sahnya

nikah atau tidak?, terdapat beberapa pendapat mengenai ini, namun pendapat yang paling kuat dalil dan segi pengambilan dalilnya ada dua, yaitu:

1. jumhur ulama, berpendapat bahwa wali disyariatkan dalam pernikahan, dan perempuan tidak bisa menikahkan dirinya sendiri. Ibnu Mundzir menyatakan bahwa ia tidak mengetahui ada sahabat yang menyelisihi pendapat ini.

2. Abu Hanifah berpendapat, bahwa wali tidak di syaratkan dalam pernikahan secara mutlak dan seorang perempuan yang telah baligh lagi berakal, sudah bisa menikahkan dirinya sendiri dan perempuan lain[1]

Segi pengambilan dalil:

Ulama hanafiyah mendasarkan pendapatnya dengan:

2.      Al-Qur’an

Page 43: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Telah terdapat pada ayat yang secara tidak langsung menunjukkan hak pernikahan kepada wanita. Dan adapun dasar tentang hak ini adalah fa’il haqiqi yang terdapat pada ayat berikut:

]ن[ rق_ه_ا ف_إ _ح]لv ف_ال_ ط_ل _هZ ت _ع[دZ م]ن[ ل rى ب [ك]ح_ ح_ت _ن و[ج�ا ت هZ ز_ [ر_ غ_يArtinya : “Kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami lain.”

]ذ_ا ZمZ و_إ rق[ت اء_ ط_ل �س_ _غ[ن_ الن _ل _هZنr ف_ب ج_ل_ _ع[ضZلZوهZنr ف_ال_ أ _ن[ ت [ك]ح[ن_ أ _ن و_اج_هZنr ي _ز[ أ

Artinya : “Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai iddahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya.”

]ذ_ا _غ[ن_ ف_إ _ل _هZنr ب ج_ل_ _اح_ ف_ال_ أ ن Zم[ جZ [ك _ي ه]نr ف]ي ف_ع_ل[ن_ ف]يم_ا ع_ل [فZس] _ن وف] أ Zم_ع[ر] ]ال ب

Artinya: “Kemudian apabila telah sampai (akhir) iddah mereka, maka tidak dosa bagimu mengenai apa yang mereka lakukan terhadap diri mereka menurut cara yang patut.”

            Ketiga ayat ini jelas menunjukkan bahwa nikah, rujuk, dan apapun yang dilakukan wanita pada dirinya sendiri selama itu baik adalah timbul dari wanita itu sendiri dan ini juga berakibat pula pada tidak tergantungnya nikah pada izin wali yang mengakadnya.

1.      As-sunnahPertama, diriwayatkan oleh Jama’ah kecuali Al-Bukhari:

[ن] ع_ن] rاس�، اب _نr ع_ب سZول_ أ rهZ ص_لrى الله] ر_ [ه] الل _ي لrم_ ع_ل �بZ: " و_س_ rي الث _ح_قv ق_ال_ ه_ا أ _ف[س] ]ن �ه_ا م]ن[ ب ]ي [رZ ، و_ل ]ك [ب و_ال

Zم_ر] _أ ت Zس[ " ت

Artinya: Dari Ibnu Abbas R.A. berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri daripada walinya. Dan seorang perawan dimintai izin terlebih dahulu.”Didalam riwayat lain disebutkan:

Zم� _ي _ح_قv األ[ ه_ا أ _ف[س] ]ن بArtinya: “Janda lebih berhak terhadap dirinya sendiri.”Dan ada pula riwayat dari Abu Dawud dan An-Nasa’i:

[س_ _ي [و_ل]ى� ل ]ل �ب] م_ع_ ل rي م[رm الث_ ]يم_ةZ أ _ت [ي م_رZ و_ال

] _أ ت Zس[ Zه_ا ت ه_ا و_ص_م[ت Zار ]ق[ر_ إArtinya: “Seorang wali tidaklah memiliki hak terhadap janda. Adapun wanita yatim maka dimintai pertimbangan. Dan diamnya adalah persetujuannya.”

            Adapun segi istidlalnya adalah bahwa hadist ini menciptakan adanya hak bagi wanita terhadap dirinya sendiri. Dan menafikan hak bagi orang lain didalam urusan-urusan yang berkitan dengan pernikahannya. Dan ini memberikan hak bagi wanita untuk memilih pasangan dan mengakad dirinya sendiri didalam pernikahannya. Adapun perawan karena sikap malu-malunya terhadap laki-laki dan adat malu-malu ini mencegah untuk mengatakan

Page 44: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

secara jelas apakah ia setuju atau tidak, maka As-Syari’ memberikan keringanan dengan  mencukupkan isyarat yang menunjukkan persetujuannya. Dan bukanlah penjelasan ini dengan konsekuensi penjelasanya menunjukkan bahwa As-Syari’ menghilangkan haknya untuk mengakad dirinya sendiri secara langsung yang sebenarnya berdasarkan Qawa’idul Ahliyah secara umum itu telah menetapkan kemampuannya untuk mengakad dirinya sendiri. Tapi nikah itu tetap menjadi haknya sebagaimana juga telah tetap juga pada janda. Namun perawan memang memiliki kekhususan tersendiri.            Kedua, hadist tentang pernikahan Nabi SAW dengan Ummu Salamah yang ketika itu beliau mengutus seseorang untuk mengkhitbahnya. Kemudian Ummu Salamah berkata: “Aku tidak memiliki wali yang bisa hadir dalam pernikahan.” Kemudian Rasulullah SAW bersabda: “Bukanlah karena tidak hadirnya wali ini membuat hal ini dibenci oleh Allah SWT.” Dari hadist ini menunjukkan bahwa tidak ada wali Ummu Salamah yang bisa hadir pada saat terjadinya akad sebagaimana Ummu Salamah katakan. Dan sisi lain dari hadist ini juga menunjukkan bahwa wali itu tidak memiliki suara atau tidak memberikan pengaruh ketika telah terpenuhinya syarat kafa’ah(sekufu/sederajat) yang menjadi keutamaan bahwa syahnya akad itu tidak tergantung pada kehadiran wali untuk mengakad. Dan perawi pada hadist ini telah bersepakat tentang kedudukan tingkat derajatnya.

            Adapun riwayat lain yang terdapat tambahan lafal bahwa Ummu Salamah berkata kepada anaknya: “Ya Umar, nikahkanlah aku dengan Rasulullah SAW.” atau sabda Nabi SAW: “Ya Umar, nikahkanlah ibumu denganku!” ini tidaklah kuat. Karena anaknya (Umar) pada waktu itu masih kecil yang belum memiliki kecakapan (ahliyyah) untuk mengelola suatu hal. Dan adapun perkataan bahwa ini merupakan kekhususan-kekhususan Nabi SAW ini tertolak. Karena sesuatu yang ditetapkan sebagai kekhususan Nabi SAW itu membutuhkan dalil yang khusus.

            Dalil aqly: bahwa nikah sama saja dengan jual beli, seorang wanita berhak menjual apa saja yang dia miliki tanpa perlu adanya wali, maka begitu pula dengan nikah.

I.    Kelompok yang Mensyaratkan Wali

            Para Ulama’ yang mensyaratkan wali mengambil dalil dari pendapat mereka dengan Al-Qur;an, As-Sunnah, dan Dalil Aqly.

1.      Al-Qur’an

[ك]حZوا _ن _ام_ى و_أ _ي Zم[ األ[ [ك ]ح]ين_ م]ن Zم[ م]ن[ و_الصrال _اد]ك Zم[ ع]ب ]ك ]م_ائ و_إArtinya; “Dan nikahkanlah orang-orang yang masih membujang diantara kamu, dan juga orang-orang yang layak (menikah) dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan perempuan.”

[ك]حZوا و_ال_ Zن ]ين_ ت ر]ك [مZش[ rى ال Zوا ح_ت Zؤ[م]ن ي

Page 45: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

Artinya: “Janganlah kalian nikahkan orang (laki-laki) musyrik (dengan perempuan yang beriman) sebelum mereka beriman.”Dan dalil yang juga dipakai oleh Hanafiyah

ZمZ إذ_ا rق[ت اء_ ط_ل �س_ _غ[ن_ الن _ل _هZنr ف_ب ج_ل_ _ع[ضZلZوهZنr ف_ال_ أ _ن[ ت [ك]ح[ن_ أ _ن و_اج_هZنr ي _ز[ أ

Artinya : “Dan apabila kamu menceraikan istri-istri (kamu), lalu sampai iddahnya, maka jangan kamu halangi mereka menikah (lagi) dengan calon suaminya.”

            Adapun istidlal pada dua ayat pertama adalah bahwa khithab disini mengarah ke wali. Maka ini menunjukkan bahwa menikah itu adalah hak wali bukan wanita sendiri.                       Lalu adapun istidlal pada dalil yang ketiga adalah bahwa para wali dilarang untuk mencegah wanita dari menikah dengan orang yang wanita pilih. Para ulama’ disini mengatakan bahwa pencegahan disini hanya bisa terwujud pada orang yang memiliki kekuasaan untuk melarang. Dan ini menunjukkan bahwa akad nikah adalah kekuasaan wali bukan wanita. Para ulama’ disini mengatakan: “Ini telah dikuatkan dengan sababun nuzul pada ayat ini, mengenai kisah Ma'qal bin Yasar, dimana ia telah menikahkan saudarinya, namun saudarinya itu ditalak suaminya dengan talak roj'iy. Suaminya meninggalkannya sampai habis masa iddahnya, namun setelah itu, si suami hendak ruju' dengan istrinya lagi, tetapi Ma'qal bersumpah tidak akan menikahkan saudaranya dengan mantan suaminya itu, sehingga turunlah ayat ini. Dan ini telah diriwayatkan dari Al-Bukhari, Abu Dawud dan At-Tirmidzi. Dan hadist ini telah dishahihkan oleh At-Tirmidzi dari Ma’qal bin Yasar. Dari sebab ini maka kita ketahui, wali itu dipertimbangkan dalam pernikahan, karena sekiranya tidak, maka tentu ayat ini tidak mencela perbuatan Ma'qal yang tidak mau menikahkan saudarinya melainkan akan menjelaskan bahwa perempuan itu bisa menikahkan dirinya sendiri.”

            Jadi sekiranya wanita itu memiliki hak untuk menikahkan dirinya sendiri. Maka ia akan melakukannya karena masih cintanya wanita tersebut terhadap suaminya. Oleh karena itu, jauhlah perkataan orang yang mengatakan bahwa khitab pada ayat ini adalah untuk para suami.

Dan telah datang pula suatu riwayat dari Ibnu Abbas, ‘Aisyah, Thawus, Mujahid, dll tentang penafsiran

rذ]ي _د]ه] ال ]ي _اح] عZق[د_ةZ ب �ك النDalam ayat

]ن[ ZمZوهZنr و_إ rق[ت [ل] م]ن[ ط_ل _ن[ ق_ب وهZنr أ vم_س_ تArtinya; “Dan jika kalian menceraikan mereka sebelum kalian sentuh (campuri).”Bahwa itu adalah wali.

2.      As-sunnah

Page 46: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

            Pertama, diriwayatkan oleh Ahmad dan Ashhabus Sunan kecuali An-Nasa’i:

]ي ع_ن[ ب_ _نr مZوس_ى أ ]يr أ rب rهZ ص_لrى الن [ه] الل _ي لrم_ ع_ل ال_: " و_س_ _اح_ ق_ال_ ]ك ]الr ن ]و_ل]يÓ إ ب

Artinya: “Dari Abi Musa, bahwa rasulullah SAW bersabda: “tidak syah suatu pernikahan kecuali dengan adanya wali."

            Hadist ini dishahihkan oleh Ibnu Hibban dan Hakim. Dan Hakim telah menyebutkan hadist ini dengan berbagai jalur. Dan ia mengatakan: “Riwayat ini shahih dari istri-istri Nabi SAW, seperti ‘Aisyah, Ummu Salamah, dan Zainab bin Jahsyin.” Kemudian ia menguatkannya dengan menyebutkan 30 sahabat. Para ulama’disini lalu mengatakan: “Ini adalah jelas bahwa nikah itu tidak syah tanpa adanya wali.”

            Kedua, diriwayatkan oleh Imam lima kecuali An-Nasa’i:

ة_ ع_ن[ ]ش_ ض]ي_ ع_ائ [ه_ا اللهZ ر_ سZول] ع_ن[, ع_ن [ه] الله ص_لrى الله] ر_ _ي ]ه] و_ع_ل_ى ع_ل rم_ آل ل vم_ا: " و_س_ _ي أ _ة� ق_ال_ أ ام[ر_

Zك]ح_ت[ [ر] ن ]غ_ي ]ذ[ن] ب �ه_ا إ ]ي _احZه_ا, و_ل ]ك _اط]لm ف_ن ]ن[, ب _ه_ا ف_إ ص_اب_ _ه_ا أ ه_ا ف_ل Zم_ا م_ه[ر[ _ح_لr ب ت ج]ه_ا م]ن[ اس[ ]ن], ف_ر[ ف_إ

وا Zج_ر_ ت ل[ط_انZ, اش[ vف_الس vال_ م_ن[ و_ل]ي rو_ل]ي Zه_ " ل

Artinya: dari ‘Aisyah R.A. berkata, Rasulullah SAW bersabda: “Perempuan manapun yang dinikahkan dengan tanpa seizin walinya, maka nikah tersebut batal. Namun  jika suami telah mencampurinya maka perempuan tersebut berhak mendapatkan mahar misly. Lalu jika mereka (tetap) menghalangi. Maka penguasa adalah wali bagi yang orang yang tidak memiliki wali.”

            Ketiga, diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Ad-Daruquthny dan Al-Baihaqy:

نفسها تزوج التي هي الزانية فإن نفسها، المرأة تزوج وال المرأة_، المرأةZ تزوج الArtinya: “Seorang perempuan tidak menikahkan perempuan lain, dan tidak (pula) menikahkan dirinya sendiri. Karena sesungguhnya pezina adalah dia yang menikahkan dirinya sendiri.”

3.      Dalil Aqly

            Nikah memiliki maksud-maksud tertentu yaitu mengikat dua keluarga. Dan seorang wanita dengan kekurangan yang ia miliki berupa kurang bagusnya memilih biasanya lebih mengutamakan perasaannya, tidak pada logikanya. Maka hal tersebut menutupi timbulnya sisi kemashlahatan yang dikehendaki. Sehingga dapat disimpulkan bahwa wanita tersebut tercegah untuk mengakad dirinya sendiri secara

Bantahan-bantahan:

Page 47: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

            Terhadap hadis di atas yang dikemukakan oleh jumhur untuk menunjukkan disyaratkannya wali nikah, ulama Hanafiyah yang tidak mewajibkan adanya wali bagi perempuan dewasa dan sehat pikirannya, menanggapi hadis-hadis tersebut sebagai berikut:

            Hadis  ¦ النكاح بولى¦ اال �, mengandung dua arti, pertama tidak sempurna suatu perkawinan tanpa adanya wali, tapi bukan berarti tidak sah. Kedua, bila kata “la” itu diartikan tidak sah, maka arahnya kepada perempuan yang masih kecil atau tidak sehat akalnya, karena terhadap dua perempuan tersebut ulama Hanafiyah juga mewajibkan adanya wali.

          Hadis  ¦ما ]ذن بغير نكحت امرأة اي ¦ها إ باطل فنكاحها ولي , bahwa perkawinan yang batal itu bila perkawinan tanpa izin wali, bukan yang mengawinkannya hanyalah wali. Hadis yang melarang perempuan mengawinkan dirinya atau mengawinkan prempuan lain adalah bila perempuan itu masih kecil atau akalnya tidak sehat, sedangkan wanita yang sudah dewasa boleh saja mengawinkan dirinya atau  mengawinkan orang lain. Namun menanggapi pernyataan ini, dalam kitab taudhihul ahkam di jelaskan bahwa, ini merupakan takwil yang sangat jauh, dan sebaiknya ditolak, sebab nash-nash pada masalah ini sudah sangat jelas sehingga tidak dibutuhkan lagi takwil-takwil seperti ini.

Jumhur juga membantah pengambilan dalil golongan hanafiyah :

Zب� rي _ح_قv الث ه_ا أ _ف[س] ]ن �ه_ا م]ن[ ب ]ي [رZ ، و_ل ]ك [ب م_رZ و_ال] _أ ت Zس[ " ت

Karena hadits ini justru menetapkan adanya hak wali, hal itu didapat dari isim tafhdil vح_ق_ , أjadi wali juga punya hak, sehingga dapat dikatakan bahwa janda lebih berhak dari pada wali dari segi ridhonya, sedangkan wali lebih berhak dalam hal perwaliannya.

Jumhur juga membantah pengqiyasan hak perwalian bagi seorang wanita dengan hak jual beli dengan tiga alasan:

1. qiyas itu adalah qiyas dengan sudah adanya nash sehingga pada asalnya, qiyas itu telah tertolak

2, di dalam mengqiyas maka syarat yang harus diperhatikan adalah adanya kesama'an antara dua hukum yang diqiyaskan, sementara nikah dan jual beli ini berbeda, sebab nikah adalah hal yang sangat dijaga dan diperhatikan, dan juga harus adanya pertimbangan-peritmbangan yang baik mengenai akibat dari nikah, berbeda halnya dengan jual beli yang wilayahnya lebih luas, urusannya masih samar dan keadaannya tidak pasti.

3. terkadang sebagian akad pernikahan yang telah berlangsung akan menjadi sebuah kecacatan atau aib bagi keluarga yang lebih besar, yang tidak hanya terjadi pada salah satu dari pasangan saja. Sehingga wali disini bertindak sebagai orang yang memperhatikan kebahagian keluarga secara menyeluruh dalam hal kebaikan ataupun keburukannya.

Analisis : membaca dan meneliti segala hadits dan segi pengambilan dalil dari kedua pendapat diatas, maka dapat diketahui, bahwa kedua pendapat ini memiliki dasar yang sama-sama kuat. Namun jalan yang paling aman dari ke duanya adalah

Page 48: KHUTBAH NIKAH, PErnikahan

mempertimbangakan adanya wali, berdasarkan kaedah ushul fiqih "al-kuruuju an al-Khilafi mustahabbun" (keluar dari perselisihan itu dianjurkan). faedah ini bisa kita terapkan apabila kita melihat satu jalan yang apabila diamalkan maka tidak akan terjadi hukum dosa, dan ini bisa diterapkan dalam masalah ini, karena jika kita mempertimbangkan wali, maka dalam pandangan ulama jumhur hati itu yang benar, dan dalam pandangan ulama hanafiyah juga dibolehkan, namun jika kita tidak mempertimbangkannya, maka dalam pandangan jumhur nikahnya batal, meski dalam pandangan ulama hanafiyah nikahnya sah, dan didasarkan pada kehati-hatian, sebaiknya wali dalam nikah dipertimbangkan

[1] Di dalam subulus salam, keterangan mengenai ini di tambah, bahwa jika pernikahannya ternyata tidak sekufu, maka wali bisa menghalanginya.

inShareShare on :

di Rabu, Januari 02, 2013 

Label: Fiqih MunakahatRelated Post

Macam-macam dan Tertib Wali Nikah Kesalahan dalam Pelaksanaan Poligami Poligami dalam Kompilasi Hukum Islam Hikmah disyariatkannya Poligami Wali Mujbir bagi Gadis Perawan Syarat Adil Bagi Wali Nikah