pemotongan makroskopis uterus & cervix
TRANSCRIPT
PEMOTONGAN MAKROSKOPIS UTERUS DAN CERVIX
Yessi Devita Azraini Dewi, H. Soekimin Sp.PA
Departemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
Pemotongan makroskopis pada uterus dan servix ini adalah langkah awal dalam
melakukan diagnosa dari suatu penyakit. Seorang ahli patolog dalam melakukan
pemeriksaan makroskopis harus dengan cermat dan teliti. Sebelum pemotongan
spesimen dilakukan, seorang peneliti terlebih dahulu mengukur jaringan tersebut.
Pada pemotongan jangan tergesa-gesa karena dapat mengakibatkan hal yang fatal dan
merugikan si penderita. Sebaiknya pada pengiriman jaringan dalam keadaan segar tanpa
fiksasi. Jaringan yang telah difiksasi akan mengalami penyusutan sekitar 15 – 30 %.
Pemotongan makroskopis pada spesimen servik dan uterus dibedakan atas jenis
spesimen yang diterima yaitu spesimen biopsi, spesimen conization dan spesimen
reseksi. Pemeriksaan makroskopis merupakan penunjang yang akurat dalam
menentukan diagnosa dari suatu penyakit.
Kata kunci : pemotongan uterus dan servix
ABSTRACT
Macroscopic of the cervical and uterus dissection is the first step in making the diagnosis
of a disease. An expert pathologist on macroscopic examination should be carefully and
thoroughly. Before cutting the specimen, a researcher must measuring the specimen. On
the cutting do not rush because it can cause a fatal case and the detriment of the patient.
Should the delivery of fresh tissue in a state without fixation. Which has been fixed
network will experience a depreciation of about 15-30%. Cutting macroscopic in cervical
and uterus specimens distinguished by the type specimens received by the specimen
biopsy, conization specimens and resection specimens. Macroscopic examination is
accurate in determining support the diagnosis of a disease.
Key word : uterus and cercix dissection
1
PENDAHULUAN
Kemampuan untuk membuat diagnosis diantaranya terletak pada pemotongan
specimen patologis. Seorang ahli patologi perlu dilatih untuk menangani spesimen bedah
secara konsisten dan tepat dengan tujuan memberikan informasi diagnostik optimal dan
korelasi patologi memadai dengan temuan klinis dan radiologis.1
Penanganan penyakit kanker telah menekankan pentingnya spesimen
histopatologi dalam manajemen pasien dan menyoroti peran penting histopatologis
sebagai bagian dari tim multidisciplin. Spesimen memerlukan penanganan hati-hati, rinci
dan konsisten untuk memastikan beberapa faktor prognostik yang relevan dengan
pengelolaan yang tepat pada setiap pasien. Hal ini harus berasal dari latar belakang
pengetahuan anatomi yang relevan, presentasi klinis dan investigasi penyakit, proses
patologi umum dan bagaimana mereka mempengaruhi baik pada jaringan dan keadaan
umum pasien. Penanganan spesimen harus mencerminkan teknik investigasi, misalnya,
CT / MRI Scan dan prosedur operasi bedah yang digunakan. Laporan histopatologi
harus cepat dan akurat menggunakan klasifikasi, dan mendokumentasikan penyebaran
regional yang cocok dengan pilihan terapeutik dan prognostik. Penting dilakukan
pendekatan standar untuk penanganan spesimen dan pelaporan untuk mencapai
kualitas tinggi secara konsisten.2
TINJAUAN PUSTAKA
2
Jenis spesimen yang datang di meja potong tampak sangat beragam, dan
kompleksitas spesimen ini kadang-kadang dapat membingungkan. Spesimen biopsi
jarum sederhana atau komposit reseksi berbelit-belit, harus ditangani dengan hati-hati
sama dan presisi. Sebelum membuat potongan pertama, luangkan waktu untuk
memvisualisasikan hasil akhir dari pekerjaan Anda. Terlepas dari kompleksitas spesimen,
masalah ini dapat diatasi secara efisien dengan pendekatan empat langkah sistematis.
Dengan menguasai keempat langkah dasar pemotongan spesimen patologis, seorang
patolog akan dapat menangani spesimen serumit apapun dengan baik.1
1. Orientasi specimen
Jika laporan patologi bedah adalah hasil akhir dari pemotongan makroskopis,
orientasi spesimen mungkin dianggap sebagai jalan yang digunakan untuk mencapai
tujuan akhir. Dengan orientasi, suatu spesimen jaringan yang rumit ditempatkan dalam
konteks klinis dan anatomi yang tepat dan dianggap sebagai unit struktural sehingga
tehnik pemotongan makrospopis yang tepat dapat dilakukan. Tanpa orientasi,
pemotongan makroskopis spesimen dapat dilakukan dengan cepat tetapi tidak pernah
dapat mencapai tujuan yang diinginkan.1
Orientasi biasanya memikirkan segi struktural anatomi spesimen. Meskipun
pertimbangan anatomis penting, spesimen yang juga harus dipahami dalam hal konteks
klinis. Strategi untuk pemotongan makroskopis spesimen apapun harus diarahkan oleh
sejarah klinis. Misalnya, spesimen jaringan rahim dengan leiomyomas ditangani sangat
berbeda dengan spesimen jaringan rahim dengan kanker serviks.1
Orientasi anatomis sebaiknya dilakukan pada awal pemotongan makroskopis
pada saat spesimen masih utuh. Orientasi anatomi dapat dilakukan dengan melihat
konsisten fitur (suatu bentuk, kontur, struktur, dll) yang berfungsi untuk menunjukkan
3
suatu struktur atau posisi tertentu. Misalnya, rahim bisa benar berorientasi oleh posisi
relatif dari refleksi peritoneal. Sebelum melanjutkan dengan pemotongan makroskopis
spesimen apapun, ahli patologi harus akrab dengan anatomi spesimen dan harus dapat
mengenali serta menafsirkan yang orientasi anatomis.1
2. Pemotongan specimen
Dalam pemotongan specimen diharapkan harus bersih. Pada pemotongan
specimen ada beberapa alat yang dibutuhkan seperti penggaris, skala, scapel dengan
pisau bedah disposible, gunting, forseb dan pensil. Pada saat pemotongan specimen,
specimen yang lain tidak boleh diletakkan di atas meja hal ini untuk menghindari bahaya
misalnya tertukar dalam pemberian label sehingga dapat membahayakan terhadap
pasien tersebut.1
Setelah semua jaringan teridentifikasi dalam suatu container specimen, harus
diperhatikan aman sampai di laboratorium histology dan memudahkan untuk
memprosesnya. Potongan-potongan jaringan tersebut dibungkus di kertas penyerap atau
bias juga diletakkan di antara foam berpori sebelum ditempatkan dalam kaset jaringan.1
Beberapa tinta hitam dapat kita gunakan untuk menandai hal-hal yang penting
pada specimen. Pewarna ini sangat membantu pada saat orientasi specimen secara
makroskopis maupun mikroskopis. Sebaiknya sebelum pemotongan dioleskan dahulu
tinta India tersebut. Pemakaian tinta India tidak boleh berlebihan. Permukaan pada
specimen dikeringkan dengan menggunakan kertas penyerap.1
Pemotongan specimen sangat bervariasi, tergantung dari jenis specimen
tersebut. Ada beberapa cara dalam pemotongan specimen yaitu:
1. Lokalisir lesi sebelum pemotongan
Lesi dengan cara meraba terkadang dibutuhkan untuk melokalisir lesi
tersebut seperti dari gambaran radiologi untuk menetukan ukuran-ukuran
4
dan lokasi lesi. Setelah kita mengetahui lokasinya, specimen tersebut
dapat dipotong untuk pemeriksaan patologi.1
2. Specimen dibuka untuk melihat hubungan lesi dan jaringan sekitarnya.
Untuk tumor pada organ yang padat specimen harus dipotong sepanjang
sumbu yang terpanjang dari tumor untuk mengetahui permukaan terluas
dari tumor tersebut.1
3, Pada pemotongan semua specimen harus diperiksa dan diteliti
Sering kali pemotongan hanya terfokus pada lesi sehingga sisa spesimen
tidak diteliti. Pemotongan tidak sempurna menghilangkan peluang untuk
mengungkapkan proses patologi lesi secara lengkap.Jaringan yang tersisa
tidak boleh dibuang tetapi harus disimpan pada wadah tertutup dengan
baik. Setiap wadah harus diberi lebel yang jelas, nomor, nama pasien dan
nomor rekam medik.1
Spesimen dipotong tipis-tipis dengan ketebalan 2-3mm dan sebaiknya
dikirim dalam keadaan segar ke laboratorium, namun pada prakteknya lebih
sering spesimen dikirim dalam keadaan sudah difiksasi. Jaringan yang sudah
terfiksasi akan mengalami perubahan ukuran dari yang sebenarnya ( penyusutan
15-30% ), sehingga ada perbedaan antara klinisi dengan ahli patologi misalnya
dalam pemeriksaan batas tumor. Fiksasi yang adekuat memerlukan waktu satu
hari atau lebih. Pada organ yang besar atau kista yang besar larutan fiksasi tidak
terserab dengan baik.Untuk mengatasi hal ini jaringan atau kista yang besar
harus dibuka dan jaringan yang padat harus dipotong.1
3. Deskripsi makroskopis
Hubungan antara makroskopis dan mikroskopis sangat penting untuk menilai
suatu specimen dan untuk menentukan diagnosa. Sasaran makroskopis antara lain agar
pembaca dapat memahami suatu jaringan, terhadap lokasi, luas dan gambaran patologik.
5
Seorang patolog dapat membaca hubungan antara slide jaringan dengan lokasi sampel
jaringan dan jumlah slide harus menjelaskan banyaknya potongan dalam blok jaringan.1
Gambaran makroskopis yang tepat adalah dapat mengidentifikasi pasien dan
specimen. Ukuran specimen merupakan karakteristik yang utama. Deskripsi makroskopis
sebaiknya didokumentasikan untuk penelitian dan diagnostik.1
4. Sampling specimen
Sampel suatu specimen bermanfaat dan penting dalam menetukan suatu
diagnosa dan derajat dari suatu penyakit tersebut. Sampel jaringan ini kita peroleh dari
dokter-dokter ahli yang dikirim ke laboratorium. Sering pemeriksa mendapat bagian
tengah dari specimen dalam keadaan nekrosis sehingga si pemeriksa tidak dapat
menghasilkan informasi histologik yang bermanfaat. Tepi dari bagian tumor menunjukkan
hubungan tumor dengan jaringan sekitarnya. Sebaiknya suatu sempel yang dikirim oleh
tenaga ahli sebaiknya diberi tanda dengan tinta India atau benang yang dijahit pada
specimen tersebut. Banyaknya bagian – bagian yang harus diambil tergantung pada
jenis-jenis spesimen. Untuk membantu ahli patologi menginterpretasikan penemuan
histologi, deskripsi makroskopis perlu dengan jelas didokumentasikan bagaimana tentang
sampel dari tepi sayatan.1
ANATOMI UTERUS
Uterus terletak di rongga panggul antara rektum posterior dan kandung kemih
anterior. Corpus uterus merupakan bagian superior dan bergabung dengan leher rahim,
6
yang merupakan bagian inferior rahim. Panjang uterus bervariasi tergantung pada paritas
dan status menopause tetapi umumnya berkisar antara 5-15 cm tanpa terlibat dengan
berbagai proses patologis yang spesifik. Berat uterus juga sangat bervariasi antara 20
dan 120 g. Uterus pada multigravid jauh lebih besar daripada uterus nulligravid. Uterus
dilapisi oleh endometrium yang terdiri dari kelenjar dalam endometrium dan stroma.
Sebagian besar dinding terdiri dari otot polos miometrium. Lumen uterus terhubung ke
lumen saluran tuba. Bagian dari uterus yang terletak di atas saluran tuba disebut fundus.
Bagian bawah uterus yang menyatu dengan serviks dikenal sebagai isthmus.2,3
Tuba fallopi adalah sepasang saluran yang menghubungkan rahim dengan kutub
medial ovarium. Umumnya memiliki panjang 8-12 cm. Tuba fallopii terbagi atas empat
segmen, yang dari medial ke lateral adalah segmen intramural, isthmus, ampula dan
infundibulum. Aspek lateral infundibulum memiliki fimbria dan membuka ke
rongga panggul. Secara mikroskopik, tuba fallopi terdiri dari mukosa, submucosa,
muskularis dan serosa yang ditutupi oleh satu lapisan sel mesothelial.2,4
Servix bergabung dengan uterus dan biasanya memiliki ukuran 2,5 sampai 3 cm.
Kandung kemih terletak pada posisi anterior dan dipisahkan dari serviks oleh jaringan ikat
longgar. Daerah posterior serviks bagian atas ditutupi oleh peritoneum. Bagian dari cervix
yang berada dalam vagina dan dikelilingi oleh sebuah refleksi dari dinding vagina disebut
forniks. Ectocervix (serviks bagian luar) ditutupi oleh non-keratinising epitel skuamosa
berlapis. Exocervix ukurannya kira-kira panjang 3 cm dan lebar 2,5 cm. Endocervix
(servix bagian dalam) dibatasi oleh satu lapisan sel epitel yang mengeksresi mucin.
Saluran endoservix mempunyai ukuran terlebar kira-kira 7 mm sampai 8 mm pada
wanita yang berusia reproduktif.2,3
Squamous columnar junction adalah anatomical junction dari squamous dan
mucinous epitel. Area di antara endoservix dan ruang endometrial dinamakan isthmus
atau segmen bawah uterus. Area yang berada di antara squamo kolumnar junction origin
pada exocervix dengan squamo kolumnar juntcion baru pada internal os dinamakan
7
transformation zone. Transformation zone mengalami beberapa kali metaplasia
sepanjang hidup.2,3
Gambar 1. Anatomi Uterus2
Gambar 2. Kanker cervix5
SURGICAL PATOLOGI SPESIMEN UTERUS-CERVIX
Ada dua cara yang dipergunakan untuk memperoleh specimen uterus - cervix:
1. Specimen biopsy
Biopsi endometrium dapat dilakukan secara buta atau di bawah visualisasi
histeroskopi. Dilatasi dan endometrial kuretase yang dilakukan di bawah anestesi umum.2
8
Banyak biopsi spesimen serviks diserahkan ke laboratorium patologi terdiri punch
biopsi yang dilakukan pada pemeriksaan colposcopic. Polip serviks dihapus dengan
visualisasi langsung dari leher rahim. Wedge biopsi secara umum diambil dari neoplasma
yang jelas terlihat, untuk mengkonfirmasi kehadiran tumor.1,2
Loop biopsy dan biopsi kerucut ( cone biopsy ) merupakan excisi lokal dari leher
rahim, biasanya dilakukan pada pemeriksaan colposcopic, yang dilakukan bukan hanya
sebagai prosedur diagnostik, tetapi juga untuk therapi Cervical Intraepithelial Neoplasia
(CIN) . Biopsi kerucut serviks adalah eksisi berbentuk kerucut dari saluran cervix
dilakukan dengan baik laser atau pisau bedah (cold knife excision). Bagian yang lebih
luas dari kerucut adalah ectocervix luar, dan ujung yang meruncing adalah margin
endocervix.1,2,9,10,11,12.
Gambar 3. Gambaran bentuk cone pada abdominal Magnetic Resonance Imaging
(MRI)7
9
2. Specimen reseksi
Endometrium dan miometrium dapat diambil dengan cara Trans Cervical Resection
Endometrium (TCRE). Sebagian besar terdiri dari spesimen uterus histerektomi,
yang dilakukan baik secara abdominal atau vaginal. Kadang-kadang servix tidak ikut
diambil. Hal ini dikenal sebagai histerektomi subtotal. Ovarium dan tuba falopii juga dapat
diangkat bersama dengan uterus dan servix. Sebuah histerektomi radikal seringkali
diindikasikan untuk kanker serviks atau kanker endometrium yang melibatkan servix serta
pengangkatan segmen vagina dan parametrium pada kedua aspek lateral uterus.1,2
GAMBAR 4. MAKROSKOPIS PADA CERVIX NORMAL3
10
GAMBAR 5. MAKROSKOPIS PADA CERVICITIS3
GAMBAR 6. MAKROSKOPIS PADA CARCINOMA CERVIX8
11
GAMBAR 7. MAKROSKOPIS PADA KISTA ENDOMETRIUM8
A. PEMOTONGAN MAKROSKOPIS SPECIMEN BIOPSI
1. ENDOMETRIUM
a. Prosedur
. .- Pergunakan saringan metal atau selembar kertas filter didalam
sebuah corong untuk mengumpulkan spesimen.
- Dalam kasus diduga aborsi, cari chorionic villi, jika perlu dibawah
mikroskop.
- Dalam kasus aborsi berulang, ambil satu sampel dari villi untuk
evaluasi sitogenetik. Bersihkan forsep, instrumen lain, dan meja
secara hati-hati sebelum memeriksa kasus lainnya.1,2,6
b. Diskripsi
. Catat gambaran warna dan konsistensi bekuan darah, proporsi
bekuan terhadap keseluruhan spesimen apakah ada ukuran yang
tidak normal, apakah ada jaringan globular, nekrosis, jaringan yang
merupakan hasil dari konsepsi.1,2,6
c. Blok Histology
12
- Untuk biopsi endometrium atau kuretase, periksa semua jaringan.
- Untuk kuretase endometrial pada aborsi inkomplit periksa bagian
jaringan apakah ada plasenta,dan bagian janin.1,2,6
2. CERVIX
a. Prosedur
Jangan memotong spesimen kecuali diameternya lebih besar dari
4 mm.
Semua jaringan yang diterima harus diproses meskipun sangat
kecil.1,2,6
b. Deskripsi
Catat jumlah, bentuk dan warna potongan sampel yang diterima.
Catat ukuran masing-masing potongan.1,2,6
c. Blok histologi
i. Catat spesimen secara keseluruhan
ii. Jika spesimen diterima dengan identifikasi khusus ( misalnya sisi
anterior, sisi posterior ), beri label dan catat secara terpisah.
iii. Jika spesimen yang diterima berasal dari kerokan endoservix,
catat sebagai sebuah spesimen terpisah ( termasuk endoservikal
mukous ).1,2,6
13
B. PEMOTONGAN MAKROSKOPIS
1. UTERUS SPECIMEN HYSTERECTOMI
a. Prosedur
- Catat ukuran dan berat specimen
- JIka uterus diterima utuh dan segar:
i. Buka dengan memotong menggunakan gunting melalui
kedua dinding
lateral, dari servik ke kornu uterus.
ii. Tandai yang mana bagian anterior dan posterior .
iii. Buat potongan–potongan tambahan melalui masa yang ada
pada dinding uterus.
iv. Fiksasi selama beberapa jam atau satu malam.
v. Buat potongan transversal yang paralel dengan jarak 1 cm
mulai dari
bagian atas dari saluran endoservikal dan periksa setiap permukaan
dengan teliti.
vi. Buat beberapa potongan pada servik sepanjang saluran
endoservikal
vii. Buat setidaknya satu potongan menyilang pada setiap
myoma yang ada
dan periksa secara teliti.1,2,6
b. Deskripsi
1. Catat tipe hysterectomy, apakah total atau radikal.
2. Catat bentuk uterus.
3. Periksa ketebalan dan kelainan dinding uterus
4. Catat ketebalan dan permukaan endometrium, ukuran dan
bentuk polip atau kista
14
5. Pada servik diperiksa gambaran permukaan exoservix, squamo
columnar junction, saluran endoservix, erosi, polip, kista.
6. Jumlah myoma, lokasi, ukuran, perdarahan, nekrosis, kalsifikasi
dan ulserasi.1,2,6
c. Blok histologi
1. Servix: satu potongan dari anterior dan posterior
2. Corpus: sedikitnya dua potongan yang dekat ke fundus termasuk
endometrium dan myometrium.
3. Myoma: setidaknya satu potongan dari setiap myoma
4. Polip servix atau endometrium.1,2,6
Gambar 8. Pemotongan makroskopis uterus spesimen hysterektomi6
15
2. SPECIMEN CERVICAL CONIZATION
a. Prosedur
Idealnya spesimen diterima dalam keadaan utuh, dengan bentuk yang
segar dan dengan garis atau material penanda pada posisi jam 12.
Buka spesimen dengan memasukkan gunting yang berujung runcing
ke dalam saluran servix dan potong secara longitudinal sepanjang
posisi jam dua belas. Jika spesimen tidak diketahui posisinya, buka
pada sembarang tempat.
Lakukan fiksasi dengan formalin 10 % selama beberapa jam
Warnai spesimen dengan tinta India.
Potong-potong cervix secara paralel dengan ukuran 2-3 mm,
sepanjang bidang kanal endocervix mulai dari posisi jam 12 searah
putaran jarum jam.1,2,6
b. Deskripsi
Periksa dan catat ukuran dari spesimen berupa panjang (cm ),
lebar (cm ), tebal (cm ), utuh atau terpotong.
Dicatat warna, konsistensi, pemukaan jaringan, erosi, laserasi,
massa (ukuran, bentuk, lokasi), kista (ukuran, isi).1,2,6
c. Blok histologi
1. Semua jaringan harus dilaporkan
2. Jika cone sudah ditentukan posisi jam 12 –nya, identifikasi per bagian
dengan cara :
.- Bagian dari posisi jam 12 ke posisi jam 3 ditandai sebagai A1
- Bagian dari posisi jam 3 ke posisi jam 6 ditandai sebagai A2
- Bagian dari posisi jam 6 ke posisi jam 9 ditandai sebagai A3
- Bagian dari posisi jam 9 ke posisi jam 12 ditandai sebagai A41,2,6
16
3. SERVIK SPESIMEN RESEKSI
a. Prosedur
Ukur dan timbang spesimen, tandai bagian anterior dan posterior.
Potong servix dari korpus kira-kira 2,5 cm diatas external os dengan pisau
tajam.
Buka servix dengan gunting melalui kanal endoservix pada posisi jam 12.
Fiksasi dengan merendam pada wadah yang berisi formalin selama
beberapa jam.
Warnai dengan tinta India.
Potong servix dengan membuat bagian-bagian longitudinal yang paralel
dengan jarak 2-3 mm sepanjang bidang kanal endoservikal dimulai pada
sisi jam 12 dan bergerak searah jarum jam.1,2,6
b. Deskripsi
Catat warna epitel permukaan, erosi, masa (ukuran, bentuk dan lokasi) kista
( bentuk dan isi ).1,2,6
c. Blok histologi
Semua jaringan dicatat dan diidentifikasi terpisah dengan urutan
Bagian dari posisi jam 12 ke posisi jam 3 ditandai sebagai A1
Bagian dari posisi jam 3 ke posisi jam 6 ditandai sebagai A2
Bagian dari posisi jam 6 ke posisi jam 9 ditandai sebagai A3
Bagian dari posisi jam 9 ke posisi jam 12 ditandai sebagai A4.1,2,6
17
Gambar 12. Pemotongan makroskopis cervix spesimen reseksi6
KESIMPULAN
Pada pemotongan uterus-cervix secara makroskopis harus dilakukan dengan
benar dan teliti karena hal ini berperan untuk mengetahui suatu penyakit. Pemotongan
makros uterus-cervix harus disesuaikan dengan jenis specimen dan tindakan dalam hal
untuk memperoleh specimen tersebut.1
Seorang ahli patologi harus memiliki dasar yang kuat tentang anatomi suatu
organ dan memahami langkah-langkah prosedur dalam pemotongan makroskopis. Dari
18
pemotongan makroskopis uterus-cervix dapat memeberi informasi mengenai jenis tumor
dengan melihat massa yang dijumpai dalam uterus-cervix tersebut saat melakukan
pemotongan.2
DAFTAR RUJUKAN
1. Westra WH, Hruban RH, Phelps TH, Isacson C. Uterus, Cervix and Vagina in
Surgical Pathology Dissection, 2nd Edition, Springer-Verlag New York; 2003. p.
146-59.
2. McCluggage WG. Gynaecological Specimens. In Histopathology Speciment
Clinical, Pathological and Laboratory Aspects, Springer-Verlag London; 2004. p.
235-72.
3. Robboy SJ, Duggan MA, Kurman RJ. The Female Reproductive System In
Pathology, 3rd Edition, Lippincot Williams & Wilkins; 1998. p. 962-1027.
19
4 Cunningham FG, MacDonald PC, Gant NF. Endometrium dan Desidua Uterus in
Obstetri Williams, Edisi 18, Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1995.p. 29-48.
5. Rodríguez-Cerdeira C, Alcántara R, Guerra-Tapia A, Escalas J and Alba A.
Human Papilloma Virus (HPV) and Genital Cancer. The Open Dermatology
Journal. Bentham Open; 2009; 3 :117-128.
6. Rosai J. Uterus and Cervix in Surgical Pathology, 9 th Edition, Mosby; 2004. p.
2971-6.
7. Shin MY, Seo ES, Choi SJ, Oh SY, Kim BG, Bae DS, Kim JH, Roh CR. The role
of prophylactic cerclage in preventing preterm delivery after electrosurgical
conization. J Gynecol Oncol. 2010 Dec; 21 (4) : 230-6
8. Kumar V, Montag A. The Female Genital System in Robbins Basic Pathology, 8 th
Edition, Saunders Philadelphia; 2008. p. 716-8
9. Park JY, Bae JM, Myong CL, Lim SY, Lee DO, Kang SB et al. Role of high risk-
human papilloma virus test in the follow-up of patients who underwent conization
of the cervix for cervical intraepithelial neoplasia. J Gynecol Oncol. 2009 June; 20
(2) :86-90.
10. Nam K, Chung S, Kim J, Jeon S, Bae D. Factors associated with HPV persistence
after conization in patients with negative margins. J Gynecol Oncol. 2009 June; 20
(2) :91-5
11. Ryu A, Nam K, Chung S, Kim J, Lee H, Koh E, Bae D. Absence of dysplasia in the
excised cervix by a loop electrosurgical excision procedure in the treatment of
cervical intraepithelial neoplasia. J Gynecol Oncol. 2010 June; 21 (2) : 87-92
12. Lee MS, Jun JK. Prediction and prevention of preterm birth after cervical
conization. J Gynecol Oncol. 2010 Dec; 21 (4) : 207-8.
20