lp adhf

21
LAPORAN PENDAHULUAN 1. Pengertian Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda – tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya, atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure) yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. a. Penyebab / faktor predisposisi a. Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati) b. Sindroma koroner akut 1) Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah luas dan disfungsi sistemik 2) Komplikasi kronik IMA 3) Infark ventrikel kanan c. Krisis Hipertensi d. Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial, takikardia supraventrikuler, dll) e. Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi katup yang sudah ada

Upload: phite-sastrowardoyo

Post on 14-Jul-2016

98 views

Category:

Documents


17 download

DESCRIPTION

adhf

TRANSCRIPT

Page 1: lp adhf

LAPORAN PENDAHULUAN

1.      Pengertian

Acute Decompensated Heart Failure (ADHF) merupakan gagal jantung akut yang

didefinisikan sebagai serangan yang cepat (rapid onset) dari gejala – gejala atau tanda –

tanda akibat fungsi jantung yang abnormal. Disfungsi ini dapat berupa disfungsi sistolik

maupun diastolik, abnormalitas irama jantung, atau ketidakseimbangan preload dan

afterload. ADHF dapat merupakan serangan baru tanpa kelainan jantung sebelumnya,

atau dapat merupakan dekompensasi dari gagal jantung kronik (chronic heart failure)

yang telah dialami sebelumnya. ADHF muncul bila cardiac output tidak dapat memenuhi

kebutuhan metabolisme tubuh.

a.      Penyebab / faktor predisposisi

a.       Dekompensasi pada gagal jantung kronik yang sudah ada (kardiomiopati)

b.      Sindroma koroner akut

1)   Infark miokardial/unstable angina pektoris dengan iskemia yang bertambah

luas dan disfungsi sistemik

2)   Komplikasi kronik IMA

3)   Infark ventrikel kanan

c.       Krisis Hipertensi

d.      Aritmia akut (takikardia ventrikuler, fibrilasi ventrikular, fibrilasi atrial,

takikardia supraventrikuler, dll)

e.       Regurgitasi valvular/endokarditis/ruptur korda tendinae, perburukan regurgitasi

katup yang sudah ada

f.       Stenosis katup aorta berat

g.      Tamponade jantung

h.      Diseksi aorta

i.        Kardiomiopati pasca melahirkan

j.        Faktor presipitasi non kardiovaskuler

1)   Volume overload

2)   Infeksi terutama pneumonia atau septikemia

3)   Severe brain insult

4)   Pasca operasi besar

5)   Penurunan fungsi ginjal

6)   Asma

Page 2: lp adhf

7)   Penyalahgunaan obat, penggunaan alkohol

8)   Feokromositoma

3.  Klasifikasi

    Gagal jantung diklasifikasikan menurut American College of Cardiology (ACC) dan

American Heart Association (AHA) terbagi atas atas 4 stadium berdasarkan kondisi

predisposisi pasien dan derajat keluhannya yaitu :

a.       Stage A : Risiko tinggi gagal jantung, tetapi tanpa penyakit jantung struktural atau

tanda dan gejala gagal jantung. Pasien dalam stadium ini termasuk mereka yang

mengidap hipertensi, DM, sindroma metabolik, penyakit aterosklerosis atau

obesitas.

b.      Stage B : penyakit jantung struktural dengan disfungsi ventrikel kiri yang

asimptomatis. Pasien dalam stadium ini dapat mengalami LV remodeling, fraksi

ejeksi LV rendah, riwayat IMA sebelumnya, atau penyakit katup jantung

asimptomatik.

c.       Stage C : Gagal jantung simptomatis dengan tanda dan gejala gagal jantung saat

ini atau sebelumnya. Ditandai dengan penyakit jantung struktural, dyspnea, fatigue,

dan penurunan toleransi aktivitas.

d.      Stage D : Gagal jantung simptomatis berat atau refrakter. Gejala dapat muncul saat

istirahat meski dengan terapi maksimal dan pasien memerlukan rawat inap.

Sedangkan menurut New York Heart Association (NYHA) dibagi menjadi 4 kelas

berdasarkan tanda dan gejala pasien, respon terapi dan status fungsional.

a.         Functional Class I ( FC I ) : asimptomatik tanpa hambatan aktivitas fisik

b.        Functional Class II ( FC II ) : hambatan aktivitas fisik ringan, pasien merasa

nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau

angina dengan aktivitas biasa.

c.         Functional Class III ( FC III ) : hambatan aktivitas fisik nyata, pasien merasa

nyaman saat istirahat tetapi mengalami gejala dyspnea, fatigue, palpitasi atau

angina dengan aktivitas biasa ringan

d.        Functional Class IV ( FC IV ) : ketidaknnyamanan saat melakukan aktivitas fisik

apapun, dan timbul gejala sesak pada aktivitas saat istirahat.

    

4.      Patofisiologi        

            ADHF dapat muncul pada orang yang sebelumnya menderita gagal jantung kronik

asimptomatik yang mengalami dekompensasi akut atau dapat juga terjadi pada mereka

Page 3: lp adhf

yang tidak pernah mengalami gagal jantung sebelumnya. Etiologi ADHF dapat

bersumber dari kardiovaskuler maupun non kardiovaskuler. Etiologi ini beserta dengan

faktor presipitasi lainnya akan menimbulkan kelainan atau kerusakan pada jantung yang

diakibatkan oleh proses iskemia miokard atau hipertropi remodeling otot jantung atau

kerusakan katup jantung yang dapat menyebabkan disfungsi ventrikel sehingga terjadi

gangguan preload maupun afterload sehingga menurunkan curah jantung. Bila curah

jantung menurun, maka tubuh akan mengeluarkan mekanisme neurohormonal untuk

mengkompensasi penurunan curah jantung. Mekanisme ini melibatkan sistem adrenergik,

renin angiotensin dan aldosteron sehingga terjadi peningkatan tekanan darah akibat

vasokonstriksi arteriol dan retensi natrium dan air.

Pada individu dengan remodeling pada jantungnya, mekanisme kompensasi akan

menempatkannya pada keadaan gagal jantung asimptomatik dimana jantungnya telah

mengalami disfungsi terutama ventrikel tetapi masih bisa dikompensasi agar tetap dapat

mempertahankan metabolisme dalam tubuh. Tetapi bila telah mencapai ambang batas

kompensasi, maka mekanisme ini akan terdekompensasi sehingga muncul gejala klinis

tergantung dari ventrikel yang terkena sehingga muncul ADHF.

Proses remodeling maupun iskemia miokard akan menyebabkan kontraksi

miokard menurun dan tidak efektif untuk memompa darah. Hal ini akan menimbulkan

penurunan stroke volume dan akhirnya terjadi penurunan curah jantung.

            Penurunan kontraktilitas miokard pada ventrikel kiri (apabila terjadi infark di

daerah ventrikel kiri) akan menyebabkan peningkatan beban ventrikel kiri. Hal ini

disebabkan karena penurnan kontraktilitas miokard disertai dengan peningkatan venous

return (aliran balik vena). Hal ini tentunya akan meningkatkan bendungan darah di paru –

paru. Bendungan ini akan menimbulkan transudasi cairan ke jaringan dan alveolus paru

sehingga terjadilah oedema paru. Oedema ini tentunya akan menimbulkan gangguan

pertukaran gas di paru – paru.

            Sedangkan apabila curah jantung menurun, maka secara fisiologis tubuh akan

melakukan kompensasi melalui perangsangan sistem adrenergik dan RAA untuk

mempertahankan curah jantung ke arah normal. Sedangkan apabila tubuh tidak mampu

lagi melakukan kompensasi, maka penurunan curah jantung akan memicu penurunan

aliran darah ke jaringan berlanjut. Apabila terjadi penurunan aliran darah ke ginjal, akan

memicu retensi garam dan air oleh sistem renin angiotensin aldosteron. Retensi ini akan

menjadi lebih progresif karena tidak diimbangi dengan peningkatan tekanan atrium kanan

Page 4: lp adhf

akibat proses dekompensasi, sehingga terjadi kelebihan volume cairan yang berujung

pada oedema perifer.

5. Tanda dan gejala

a. Sesak nafas ( dyspnea): Muncul saat istirahat atau saat beraktivitas (dyspnea on

effort)

b. Orthopnea

c. Sesak muncul saat berbaring, sehingga memerlukan posisi tidur setengah duduk

dengan menggunakan bantal lebih dari satu.

d. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada malam hari

disertai batuk- batuk.

e. Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung akibat

peningkatan tonus simpatik

f. Batuk- batuk: Terjadi akibat oedema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh

atrium kiri yang dilatasi. Batuk sering berupa batuk yang basah dan berbusa,

kadang disertai bercak darah.

g. Mudah lelah (fatigue): Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat

jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa

katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya energi yang digunakan untuk

bernafas dan insomnia yang terjadi akibat distres pernafasan dan batuk.

h. Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral akibat  dilatasi

bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.

i. Oedema (biasanya pitting edema) yang dimulai pada kaki dan tumit dan secara

bertahap bertambah ke atas disertai penambahan berat badan.

j. (pembesaran hepar)Terjadi akibat pembesaran vena di hepar.

k. Ascites: Bila hepatomegali ini berkembang, maka tekanan pada pembuluh portal

meningkat sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen.

Page 5: lp adhf

l. Nokturia (rasa  ingin kencing di malam hari): Terjadi karena perfusi ginjal dan

curah jantung akan membaik saat istirahat.

m. Peningkatan tekanan vena jugularis (JVP)

6.      Pemeriksaan Penunjang

a.       Laboratorium :

                     1.      Hematologi : Hb, Ht, Leukosit

                     2.      Elektrolit     : K, Na, Cl, Mg

                     3.      Enzim Jantung (CK-MB, Troponin, LDH)

                     4.      Gangguan fungsi ginjal dan hati : BUN, Creatinin, Urine Lengkap, SGOT,

SGPT.

                     5.      Gula darah

                     6.      Kolesterol, trigliserida

                     7.      Analisa Gas Darah

b.      Elektrokardiografi, untuk melihat adanya :

1. Penyakit jantung koroner : iskemik, infark

2. Pembesaran jantung ( LVH : Left Ventricular Hypertrophy )

3. Aritmia

4. Perikarditis

      c.  Foto Rontgen Thoraks, untuk melihat adanya :

1. Edema alveolar

2. Edema interstitiels

3. Efusi pleura

4. Pelebaran vena pulmonalis

5. Pembesaran jantung

d.  Echocardiogram:   Menggambarkan ruang –ruang dan katup jantung

e.  Radionuklir

1. Mengevaluasi fungsi ventrikel kiri

2. Mengidentifikasi kelainan fungsi miokard

    f.  Pemantauan Hemodinamika (Kateterisasi Arteri Pulmonal Multilumen)

        bertujuan untuk :

1. Mengetahui tekanan dalam sirkulasi jantung dan paru

Page 6: lp adhf

2. Mengetahui saturasi O2 di ruang-ruang jantung

3. Biopsi endomiokarditis pada kelainan otot jantung

4. Meneliti elektrofisiologis pada aritmia ventrikel berat recurrent

5. Mengetahui beratnya lesi katup jantung

6. Mengidentifikasi penyempitan arteri koroner

7. Angiografi ventrikel kiri (identifikasi hipokinetik, aneurisma ventrikel, fungsi

ventrikel kiri)

8. Arteriografi koroner (identifikasi lokasi stenosis arteri koroner)

7. Penatalaksanaan

    Tujuan dasar penatalaksanaan pasien dengan gagal jantung adalah :

a.       Mendukung istirahat untuk mengurangi beban kerja jantung.

b.      Meningkatkan kekuatan dan efisiensi kontraksi jantung dengan bahan- bahan

farmakologis

c.       Menghilangkan penimbunan cairan tubuh berlebihan dengan terapi diuretik , diet dan

istirahat.

d.      Menghilangkan faktor pencetus ( anemia, aritmia, atau masalah medis lainnya )

e.       Menghilangkan penyakit yang mendasarinya baik secara medis maupun bedah.

Penatalaksanaan sesuai klasifikasi gagal jantung adalah sebagai berikut :

FC I              : Non farmakologi

FC II & III  : Diuretik, digitalis, ACE inhibitor, vasodilator, kombinasi diuretik,

digitalis.

FC IV           : Kombinasi diuretik, digitalis, ACE inhibitor seumur hidup.

f. Terapi non farmakologis meliputi :

1. Diet rendah garam ( pembatasan natrium )

2. Pembatasan cairan

3. Mengurangi berat badan

4. Menghindari alkohol

5. Manajemen stress

6. Pengaturan aktivitas fisik

7. Terapi farmakologis meliputi :

8. Digitalis, untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan memperlambat

frekuensi jantung. Misal : digoxin.

9. Diuretik, untuk memacu ekskresi natrium dan air melalui ginjal serta mengurangi

edema paru. Misal : furosemide ( lasix ).

Page 7: lp adhf

10. Vasodilator, untuk mengurangi impedansi ( tekanan ) terhadap penyemburan

darah oleh ventrikel. Misal : natrium nitropusida, nitrogliserin.

11. Angiotensin Converting Enzyme inhibitor ( ACE inhibitor ) adalah agen yang

menghambat pembentukan angiotensin II sehingga menurunkan tekanan darah.

Obat ini juga menurunkan beban awal ( preload ) dan beban akhir ( afterload ).

Misal : captopril, quinapril, ramipril, enalapril, fosinopril,dll.

12. Inotropik ( Dopamin dan Dobutamin )

13. Dopamin digunakan untuk meningkatkan tekanan darah , curah jantung dan

produksi urine pada syok kardiogenik.

14. Dobutamin menstimulasi  adrenoreseptor di jantung sehingga meningkatkan

kontraktilitas dan juga menyebabkan vasodilatasi sehingga mengakibatkan

penurunan tekanan darah. Dopamin dan dobutamin sering digunakan bersamaan.

Page 8: lp adhf

TEORI ASUHAN KEPERAWATAN

1. . Pengkajian Keperawatan

FOKUS DATA SUBYEKTIF DATA OBYEKTIF

1 2 3

Aktivitas/

istirahat

- Letih terus menerus sepan-

  jang hari.

- Sulit tidur

- Sakit pada dada saat  beraktivitas

- Sesak nafas saat aktivitas atau

saat tidur

- Gelisah

-  Perubahan status mental, mis

letargi

-  Tanda vital berubah saat

beraktivitas

Sirkulasi - Riwayat hipertensi , penyakit

jantung lain (AMI )

- Bengkak pada telapak kaki,

kaki,perut

- Perubahan tekanan darah

( rendah atau tinggi)

- Takikardi

- Disritmia

-Bunyi jantung ( S3 / gallop,

S4 )

- Murmur sistolik dan

diastolic

- Perubahan denyutan nadi

perifer dan nadi sentral

mungkin kuat

- Warna kulit dan punggung

kuku sianotik atau pucat

- Pengisian kapiler lambat

-Teraba pembesaran

Hepar

- Ada refleks hepatojugularis

- Bunyi nafas krekels atau

Page 9: lp adhf

ronchi

- Edema khususnya pada

ekstremitas

- Distensi vena jugularis

Integritas

ego

- Cemas, takut, khawatir

- Stres yang berhubungan

dengan penyakit

- Marah, mudah tersinggung

Eliminasi - Kencing sedikit

- Kencing berwarna gelap

- Berkemih malam hari (

nokturia )

Makanan/ cairan

- Kehilangan nafsu makan- Mual/ muntah

- Perubahan berat badan yang signifikan

- Pembengkakan pada ekstremitas bawah- Pakaian / sepatu terasa sesak

- Penambahan berat badan cepat- Distensi abdomen (asites ), - Edema ( umum, dependent,

pitting, tekanan )

Higiene - Kelelahan selama aktivitas perawatan diri

Neuro sensori

- Keletihan , pening - Letargi, disorientasi- Perubahan prilaku ( mudah tersinggung

Nyeri / keamanan

- Sakit pada dada- Sakit pada perut kanan atas- Sakit pada otot

- Tidak tenang, gelisah- Tampak meringis- takikardia

Pernafasan - Sesak saat aktivitas- Tidur sambil duduk

- Tidur dengan beberapa bantal- Batuk dengan atau tanpa dahak

-   Napas dangkal-   Penggunaan otot aksesori

pernapasan-   Batuk kering atau

nonproduktif atau mungkin batuk terus menerus dgn / tanpa pembentukan sputum

-   Sputum mungkin bersemu darah merah muda/berbuih

-   Bunyi napas krakels, wheezing

-   Fungsi mental mungkin menurun; letargi; kegelisahan

-   Warna kulit -   pucat/sianosis

Page 10: lp adhf

2. Diagnosa Keperawatan   1.  Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus

2       Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,

kelemahan

3.  Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung

sekunder terhadap gagal jantung

4       Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah didaerah perifer

sekunder terhadap penurunan curah jantung

5        Nyeri b/d iskemia jaringan

6        Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

3. Rencana Keperawatan 1. Diagnosa 1 :

             Kerusakan pertukaran gas b/d perubahan membrane kapiler alveolus

             tujuan : pertukaran gas lebih efektif ditunjukkan hasil

Rencana tindakan Rasionalisasia.       Auskultasi bunyi nafas,

krekels, wheezingb.      Anjurkan pasien untuk batuk

efektif dan nafas dalamc.       Pertahankan duduk atau tirah

baring dengan posisi semifowler

d.      Kolaborasi untuk memantau analisa gas darah & nadi oksimetri

e.       Kolaborasi untuk pemberian oksigen tambahan sesuai indikasi

f.       Kolaborasi untuk pemberian diuretik dan bronkodilator

a. Memantau adanya kongesti paru untuk  intervensi lanjut

b.Membersihkan jalan nafas dan memudahkan aliran oksigen

c.Menurunkan konsumsi oksigen dan memaksimalkan pegembangan paru

d.Hipoksemia dapat menjadi berat selama edema paru

e.Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar untuk memperbaiki hipoksemia jaringan

f. Diuretik dapat menurunkan kongesti alveolar dan meningkatkan pertukaran gas. Broncodilator untuk dilatasi jalan nafas.

    

Page 11: lp adhf

   2. Diagnosa 2 :

           Intoleransi aktivitas b/d ketidakseimbangan antara suplai oksigen/kebutuhan,

kelemahan

tujuan : aktivitas mencapai batas optimal

Rencana tindakan Rasionalisasia. Periksa tanda vital sebelum dan

sesudah beraktivitas                b.Catat respons kardiopulmonal

terhadap aktivitas, takikardi, disritmia, dispneu, berkeringat, pucat

c.Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi.Selingi periode aktivitas dengan periode istirahat

d.Kolaborasi untuk mengimplementasikan program rehabilitasi jantung

a.Hipotensi ortostatik dapt terjadi dengan aktivitas karena efek obat, perpindahan cairan, pengaruh fungsi jantung.

b.Ketidakmampuan miokardium meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat meningkatkan frekuensi jantung, kebutuhan oksigendan peningkatan kelelahan

c. Pemenuhan kebutuhan perawatan diri tanpa mempengaruhi stres miokard/ kebutuhan oksigen berlebihan

d.Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindari kerja jantung dan konsumsi oksigen berlebihan

3. Diagnosa 3 :

 Kelebihan volume cairan b/d meningkatnya beban awal, penurunan curah jantung

sekunder terhadap gagal jantung

tujuan : Kelebihan volume cairan dapat dikurangi Rencana tindakan Rasionalisasi

a. Pantau haluaran urine, warna, jumlah

b. Pantau intake dan output selama 24 jam

c. Pertahankan posisi duduk atau semifowler selama masa akut

d. Timbang berat badan setiap harie. Kaji distensi leher dan pembuluh

perifer, edema pada tubuhf. Auskultasi bunyi nafas, catat

bunyi tambahan mis : krekels, wheezing. Catat adanya peningkatan dispneu, takipneu, PND, batuk persisten.

a. Memantau penurunan perfusi ginjalb.Terapi diuretic dapat menyebabkan

kehilangan cairan tiba-tiba meskipun udema masih ada

c. Posisi telentang meningkatkan filtrasi ginjal dan menurunkan produksi ADH sehingga meningkatkan diuresis

d. Memantau respon terapi.e.Retensi cairan berlebihan

dimanifestasikan oleh pembendungan vena dan pembentukan edema

f. Kelebihan volume cairan sering menimbulkan kongesti paru.

g.Menunjukkan adanya komplikasi edema

Page 12: lp adhf

g.Selidiki keluhan dispneu ekstrem tiba-tiba, sensasim sulit bernafas, rasa panik

h. Pantau tekanan darah dan CVP i. Ukur lingkar abdomenj.Palpasi hepatomegali. Catat

keluhan nyeri abdomen kuadran kanan atas

k.Kolaborasi dalam pemberian obat     – Diuretik

   -Tiazid dengan agen pelawan  kalium ( mis : spironolakton )

l.Kolaborasi untuk mempertahankan cairan / pembatasan natrium sesuai indikasi

m. Konsultasi dengan bagian gizin.Kolaborasi untuk pemantauan

foto thorax

paru atau emboli paru.h.Hipertensi dan peningkatan CVP

menunjukkan kelebihan volume cairan i.  Memantau adanya asites

j.Perluasan jantung menimbulkan kongesti vena sehingga terjadi distensi abdomen, pembesaran hati dan nyeri.

 -Diuretik meningkatkan laju aliran  urine dan dapat menghambat reabsorpsi natrium dan klorida pada tubulus ginjal.

      -Meningkatkan diuresis tanpa kehilangan kalium berlebihan

    l.Menurunkan air  total tubuh / mencegah reakumulasi cairan

.   m. Memberikan diet yang dapat diterima pasien yang memmenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

    n.Menunjukkan perubahan indikasif peningkatan / perbaikan paru

     

4.    Diagnosa 4 :

             Perubahan perfusi jaringan perifer b/d penurunan aliran darah di daerah perifer

sekunder terhadap penurunan curah jantung

             tujuan : Setelah diberikan tindakan keperawatan diharapkan perfusi  jaringan perifer

dapat diperbaiki ( adekuat )

Rencana tindakan Rasionalisasia.Pantau tanda vital, capillary refill,

warna kulit, kelembaban kulit, edema, saturasi O2 di daerah perifer

b.Tingkatkan tirah baring selama fase akut

c.Tekankan pentingnya menghindari mengedan khususnya selama defikasi

d.Kolaborasi dalam pemberian oksigen  dan obat-obatan inotropik.

a.Mengetahui  keadekuatan perfusi perifer

b.Pembatasan aktivitas menurunkan kebutuhan oksigen dan nutrisi daerah perifer.

c.Menghindari memberatnya hipoksia di jaringan perifer

d.Oksigen meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar sehingga dapat memperbaiki hipoksemia jaringanObat inotropik untik meningkatkan kontraktilitas miokardium.

5       Diagnosa5                                                                                                            

  Nyeri nyeri b/d iskemia jaringan

tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x 24 jam diharapkan nyeri hilang

atau berkurang

Rencana tindakan Rasionalisasi

Page 13: lp adhf

a.Anjurkan pasien untuk memberitahu perawat tentang nyerib. Pantau karakteristik nyeri

c.Bantu pasien melaksanakan teknik relaksasi

d.Istirahatkan pasien selama nyerie.Pertahankan lingkungan yang

nyaman, batasi pengunjung bila perlu

f.Kolaborasi untuk pemberian morfin sulfat dan memamntau perubahan seri EKG

a.Perawat dapat mengetahui keluhan nyeri dengan cepat sehingga intervensi bisa segera dilakukanb. Memastikan jenis nyeric. Mengurangi nyerid. Menurunkan kebutuhan oksigen

e.Stres mental / emosi meningkatkan kerja miokard

f. Morfin sulfat untuk menurunkan faktor preload dan afterload dan juga menurunkan tonus simpatik. Seri EKG untuk membandingkan pola nyeri.

       6.    Diagnosa 6 :

      Ansietas b/d gangguan oksigenasi jaringan, stress akibat kesulitan bernafas dan

pengetahuan bahwa jantung tidak berfungsi dengan baik

      tujuan : Setelah diberikan tindakan perawatan selama 1×24 jam diharapkan pasien tidak

merasa cemas

Rencana tindakan Rencana evaluasia. Berikan kesempatan kepada

pasien untuk mengekspresikan perasaannya.

b.Dorong teman dan keluarga untuk menganggap pasien seprti sebelumnya

c.Beritahu pasien program medis yang telah dibuat untk mnurunkan serangan yang akan datang dan meningkatkan stabilitas jantung.

d. Bantu pasien mengatur posisi yang nyaman untuk tidur atau istirahat, batasi pengunjung.

e. Kolaborasi untuk pemberian sedatif dan tranquiliser

a.Pernyataan masalah dapat menurunkan ketegangan, mengklarifikasikan tingkat koping dan emudahkan pemahaman perasan

b.Meyakinkan pasien bahwa peran dalam keuarga dan kerja tidak berubah

c.Mendorong pasien untuk mengontrol gejala, meningkatkan kepercayaan pada program medis da mengintegrasikan kemampuan dalam persesi diri.

d.Memuat suasana yang memudahkan pasien tidur.

e. Membantu pasien rileks smpai secara fisik mampu membuat strategi koping yang adekuat.

.        

Page 14: lp adhf

LAPORAN PENDAHULUAN ACUTE DECOMPENSATED HEART FAILURE (ADHF)

RS. UNDATA PALU

ICVCU

OLEH:

FITHRATUNNUFUS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN INDONESIA JAYA PALU

PROFESI NERS

Page 15: lp adhf

DAFTAR PUSTAKA

Baradero. M, Dayrit. M. W, Siswadi. Y. 2008. Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan

Kardiofaskuler. EGC. Jakarta

Doenges. M.E, Moorhouse. M. F, Geissler. A.C. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3. EGC. Jakarta