laporan praktikum ilmu material i

14
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I Topik : Setting Time Bahan Cetak Alginat Berdasarkan Vari asi Suhu Air Grup : B12 Tgl. Praktikum : 30 April 2015 Pembimbing : Titien Hary Agustantina,drg.,M.Kes Penyusun: 1. Daniel Hadinata 021411131117 2. Rifatul Jannah 021411131118

Upload: rifatul-jannah

Post on 26-Sep-2015

49 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

-

TRANSCRIPT

LAPORAN PRAKTIKUM ILMU MATERIAL I

Topik:SettingTimeBahanCetakAlginatBerdasarkanVariasiSuhu AirGrup:B12Tgl.Praktikum:30 April 2015Pembimbing:Titien Hary Agustantina,drg.,M.Kes

Penyusun:

1. Daniel Hadinata0214111311172. Rifatul Jannah0214111311183. Anis Setyaningrum0214111311184. Danny Hadisaputra0214111311205. Arseto Tri Baskoro021411131121

DEPARTEMEN ILMU MATERIAL KEDOKTERAN GIGIFAKULTAS KEDOKTERAN GIGI UNIVERSITAS AIRLANGGA20151. TUJUAN Mampu memanipulasi dengan tepat material cetak alginat, serta membedakan perbedaan waktu setting time berdasarkan variasi suhu air.

2. CARA KERJA 2.1 ALAT Bowl Spatula Gelas ukur Stopwatch Timbangan analitik Thermometer digital Lempeng kaca Cetakan cincin Batang akrilik Sendok ukur Sendok kecil Sendok bebek

2.2 BAHAN Alginat Air suhu Air suhu Air suhu

2.3 CARA KERJA1. Alat dan bahan disiapkan di atas meja.2. Cetakan berbentuk cincin diletakkan di atas lempeng kaca.3. Bubuk alginat ditimbang sebanyak 10 gram.4. Air diukur sebanyak 19 ml dengan masing-masing variasi suhu. Air suhu normal (sesuai aturan pabrik) dengan suhu 230C, air suhu dingin dengan suhu 130C, dan air suhu panas dengan suhu 300C. 5. Air dengan suhu kamar yang telah diukur, dituang ke dalam mangkuk karet terlebih dahulu, selanjutnya ditambahkan bubuk alginat yang telah ditimbang sebelumnya. Pada saat bubuk alginat dicampur dengan air, stopwatch dinyalakan. 6. Campuran air dan bubuk alginat diaduk searah , supaya bubuk dan air tercampur. 7. Alginat dan air diaduk menggunakan spatula dengan gerakan figure 8 motion, membentuk putaran 180 intermitten. Pengadukan dilakukan sambil menekan adonan alginat pada dinding mangkuk karet (bowl) sampai halus dan homogen selama 30 detik. 8. Setelah 30 detik, pengadukan dihentikan. Alginat yang sudah berbentuk cream dan homogen dimasukkan ke dalam cetakan berbentuk cincin hingga berlebih. Adonan dipadatkan dengan menggunakan spatula. 9. Adonan sisa yang ada di dalam manguk karet dikumpulkan. Adonan tersebut ditekan untuk mengetahui kapan waktu yang tepat untuk melakukan penekanan pada adonan alginat dalam cetakan cincin. 10. Ujung alat uji setting time (batang akrilik) ditekankan pada permukaan adonan alginat kemudian ditarik dengan cepat. Ujung alat uji tersebut dikeringkan dengan tissue. Tahap tersebut diulang dengan interval 5 detik hingga tidak ada bekas tekanan dari ujung alat uji.11. Setting time dihitung dari awal pencampuran bubuk alginat dengan air hingga adonan alginat tidak ada bekas tekanan dari ujung alat uji setting time menggunakan stopwatch dalam satuan detik. 12. Tahap pekerjaan diulang dengan menggunakan air suhu lebih dingin, yaitu 130C.13. Tahap pekerjaan diulang dengan menggunakan air suhu lebih panas, yaitu 300C.3. HASIL PRAKTIKUMPercobaanSuhuAir : BubukWaktu Pengadukan(detik)Waktu setting

129.50 C (hangat)19 ml : 10 gram301 menit 55 detik

229.50 C (hangat)19 ml : 10 gram301 menit 40 detik

323.50 C (normal pabrik)19 ml : 10 gram302 menit 35 detik

423.20 C (normal pabrik)19 ml : 10 gram302 menit 20 detik

512.9 0 C (dingin)19 ml : 10 gram302 menit 55 detik

612.9 0 C (dingin)19 ml : 10 gram303 menit 10 detik

Tabel 1. Hasil percobaan setting time berdasarkan variasi suhu airPada percobaan ini digunakan alginat tipe regular set, yang memiliki waktu setting 2-4,5 menit, dengan rasio W/P yang sama di setiap percobaan.

4. TINJAUAN PUSTAKA 4.1 HidrokoloidMaterial cetak hidrokoloid yang digunakan dibidang kedotkeran gigi adalah suspense koloid dari polisakarida dalam air. Karakter suspense koloid adalah sifatnya tidak seperti larutan, dimana terlarut dilarutkan oleh pelarut, maupun seperti suspense, dimana ada struktur heterogen dari partikel padat yang tersuspensi pada cairan. Suspensi koloid berada ditengah kedua hal tersebut, tidak ada partikel padat yang dapat diamati tetapi campuran tersebut tidak bersifat seperti larutan. Jika media cair dari koloid adalah air, maka biasanya campuran tersebut disebut sebagai hidrokoloid. (McCabe & Walls, 2008)

Larutan terdiri atas satu fase. Tetapi, koloid terdiri atas dua fase: fase terlarut dan fase pelarut. Pada koloid, partikel dalam fase terlarut terdiri atas molekul yang ditahan oleh ikatan primer atau sekunder. Ukuran partikel koloid berkisar antara 1-200 nm. (Anusavice, 2003)Material cetak hidrokoloid ada dalam dua bentuk: bentuk sol dan gel. Dalam bentuk sol, dapat mengalir dengan viskositas rendah dan terdapat susuan acak dari rantai polisakarida. Dalam bentuk gel, material lebih viskos dan dapat memiliki sifat elastis jika rantai polisakarida panjang tersusun. Susunan rantai polisakarida sebagai fibril yang terdapat dalam fase cair biasanya menyebabkan gel memiliki konsistensi yang mirip dengan jelly. Semakin besar konsentrasi fibril dalam gel semakin kuat struktur jelly. (McCabe & Walls, 2008)

4.2 Irreversible hidrokoloid (Alginate)Material cetak alginate terbuat dari bahan yang diekstrak dari ganggang coklat tertentu. Bahan tersebut adalah asam anhydro--d-mannuronic atau asam alginik. (Anusavice,2003). Material cetak alginate banyak dipakai dalam bentuk study casts yang digunakan dalam perencaan perawatan, mengamati perubahan, restorasi, dan removable dental prostheses. Produk cetak alginate memiliki sifat elastis yang baik. Persiapannya hanya dibutuhkan pencampuran bubuk dan air dalam jumlah yang telah ditentukan. Pasta yang dihasilkan mengalir baik dan menghasilkan detail anatomis yang baik. Model gypsum dibuat dengan cara menuangkan dental plaster atau stone kedalam cetakan; media pemisah tidak dibutuhkan. (Sakaguchi & Powers, 2012)KomposisiFungsiPersentase Berat

Potassium alginatePelarut alginat di dalam air15

Calcium sulfatePereaksi16

Zinc oxideBahan pengisi4

Potassium titanium fluoridePemercepat pengerasan stone3

Diatomaceous earthPartikel pengisi60

Sodium phospatePenghambat2

Sumber : Anusavice KJ (2003). Phillips Science of Dental Materials, 11th ed. hal. 240 Material aktif utama dari material cetak irreversible hydrocolloid adalah salah satu dari alginate yang dapat terlarute, seperti sodium, kalium, atau triethanolamin alginate. Ketika alginate dapat terlarut dicampur dengan air, terbentuk sol dengan cepat. Sol tersebut cukup viskos bahkan dalam konsentrasi rendah. (Anusavice, 2003)4.3 Reaksi setting alginateSaat pencampuran dan pengadukan bubuk dan air, sol alginate terbentuk. Sodium fosfat, ada dalam bubuk, terlarut dengan cepat dalam air sedangkan gypsum hanya terlarut sedikit (kelarutan sekitar 0,2%). (McCabe & Walls, 2008)

Sodium alginate bereaksi cepat dengan ion kalsium dari gypsum terlarut membentuk kalsium alginate. Penggantian sodium monovalent dengan kalsium divalent menyebabkan cross linking rantai alginate dan konversi material dari sol menuju bentuk gel. Reaksi setting berlanjut, dan derajat cross link nebubgjat, gel membentuk sifat elastis. (McCabe & Walls, 2008)Sodium fosfat mempunyai peran penting dalam mengatur sifat setting dari material alginate. Sodium fosfat bereaksi cepat dengan ion kalsium ketika terbentuk sehingga menghasilkan kalsium fosfat yang tak larut:3Ca2+2Na3PO4 Ca3(PO4)2 6Na

Reaksi ini menyebabkan kebutuhan ion kalsium untuk menyelesaikan cross-linking rantai alginate tidak terpenuhi sehingga menambah working time material. Ketika seluruh sodium fosfat telah bereaksi, ion kalsium menjadi dapat bereaksi dengan sodium alginate, reaksi setting berjalan dan viskositas material bertambah dengan cepat. (McCabe & Walls, 2008)Reaksi setting alginate adalah reaksi kimia biasa, dan kecepatan reaksinya dapat digandakan dengan penambahan suhu sebesar 10o C. Tetapi, menggunakan air yang lebih dingin dari 18o C atau lebih panas dari 24o C tidak disarankan. (Sakaguchi & Powers, 2012)

4.4 Energi aktivasiDalam reaksi kimia, energy barrier adalah jumlah energy yang dibutuhkan oleh partikel ketika bertumbukan untuk bereaksi. Batas energy ini, disebut energy aktivasi, pertama kali dicetuskan pada 1888 oleh Svante Arrhenius, seorang ilmuwan kimia Swedia (1859-1927;Hadiah Nobel dibidang Kimia 1903). Energi aktivasi adalah energy minimum yang dibutuhkan agar reaksi terjadi. Molekul yang bereaksi harus memiliki energy yang cukup untuk mengatasi tolakan elektrostatis, dan sejumlah energy dibutuhkan untuk memutus ikatan kimia sehingga ikatan baru dapat dibentuk. Molekul yang bertabrakan dengan energy dibawah batas akan berpantulan tanpa ada perubahan kimia yang terjadi, hanya arah dan kecepatannya yang berubah akibat tumbukan. Molekul yang dapat melampaui batas energy akan dapat bereaksi dan membentuk susunan atom yang disebut activated complex atau keadaan transisi dari reaksi. Ativated complex bukanlah reaction intermediate; keadaan ini tidak berlangsung cukup lama untuk dapat dideteksi. (Saylor, 2014)

4.5 Energi KinetikEnergi kinetic adalah energy yang dimiliki oleh benda karena pergerakan benda tersebut. Energi kinetic diukur dengan jumlah usaha yang dapat dilakukan benda terhadap gaya yang berlawanan hingga benda tersebut diam. Benda yang jatuh, peluru yang ditembakkan dari senapan, pendulum berayun, dll. Memiliki energy kinetic. (Government of Tamilnadu, 2007)

4.6 Pengaruh temperatur terhadapat kecepatan molekul

Sumber : Saylor, General Chemistry Principles, Patterns, and Applications, 2014, hal. 942.

Meningkatkan temperature memiliki dua pengaruh. Pertama, puncak kurva bergeser ke kanan karena kecepatan paling mungkin meningkat. Kedua, kurva menjadi lebih lebar karena peningkatan sebaran kecepatan. Sehingga, peningkatan suhu meningkatkan nilai kecepatan paling mungkin tetapi menurunkan jumlah relative molekul yang mempunyai kecepatan tersebut (Saylor, 2014)

4.7 Persamaan Arrhenius

Grafik di atas menunjukkan distribusi energy kinetic dan energy potensial untuk reaksi. Daerah yang gelap menunjukan bahwa pada suhu lebih rendah (300 K), hanya sebagian kecil dari molekul yang bertumbukan dengan energi kinetik lebih besar dari Ea (energy aktivasi); tetapi, pada suhu yang lebih tinggi (500 K) jauh lebih banyak molekul yang bertumbukan dengan energy yang lebih besar dari Ea. Sehingga, laju reaksi jauh lebih lambat pada suhu lebih rendah karena molekul yang bertumbukan dengan energy yang cukup untuk melampaui batas energi potensial relatif sedikit. (Saylor, 2014)

Untuk reaksi dasar A + B, semua factor yang mempengaruhi laju reaksi dapat diringkas dalam satu hubungan(Saylor, 2014)Kelajuan= (frekuensi tumbukan)(factor steric)(jumlah tumbukan dengan E>Ea)Dimana Kelajuan = k[A][B]

Arrhenius menggunakan hubungan ini untuk sampai pada persamaan yang menghubungkan besarnya konstanta laju reaksi dengan suhu, energy aktivasi, dan konstanta, A, yang disebut factor frekuensi. (Saylor, 2014)K = Ae-Ea/RT (Saylor, 2014)

5. PEMBAHASAN

Pada percobaan ini, ditentukan variabel bebas yaitu suhu air untuk mixing dan variabel terikat yaitu, merk alginat, rasio W/P (water/powder), sumber air, cara pengadukan dan waktu pengadukan, serta variabel kontrol adalah setting time. Suhu air yang digunakan adalah 30oC, 23oC, dan 13oC. Suhu 23oC adalah anjuran pabrik dan percobaan dilakukan sebanyak 2 kali pada setiap perlakuan.

Menurut Anusavice (2012, hal. 284), dikatakan bahwa semakin tinggi suhu air, semakin cepat setting time, sedangkan semakin rendah suhu air untuk alginat, semakin lama setting time. Adonan alginat dengan suhu 30oC memiliki setting time lebih cepat/pendek daripada menggunakan suhu air anjuran pabrik (23 oC). Sedangkan, adonan alginat dengan suhu 13 oC memiliki setting time lebih lama/panjang daripada menggunakan suhu air anjuran pabrik (23 oC). Menurut Sakaguchi (2012, hal 284), peningkatan suhu sebesar 10 oC menyebabkan kecepatan setting time menjadi dua kali lipat, yang artinya peningkatan suhu yang kecil menyebabkan peningkatan setting time yang signifikan hal ini terbukti pada percobaan. Pada percobaan dengan suhu panas, dengan perbedaan 6 oC, peningkatan setting time hampir 1 menit. Pada penurunan suhu, meskipun perubahan suhu cukup besar tidak memperpanjang setting time terlalu signifikan. Pada percobaan dengan suhu dingin, dengan perbedaan 10 oC, penurunan setting time 25 detik.

Adanya perbedaan setting time dalam perlakuan yang sama dimungkinkan karena ada sedikit kesalahan dalam pengukuran W/P. Semakin tinggi rasio W/P, semakin panjang setting time, dan sebaliknya semakin rendah rasio W/P, semakin pendek setting time. Selain itu, suhu air bisa juga berubah karena perbedaan suhu bowl dengan air sehingga memberi sedikit perubahan pada suhu air yang menyebabkan setting time menjadi berbeda.

6. SIMPULAN Material cetak alginat yang dimanipulasi dengan suhu air yang lebih hangat lebih cepat setting daripada manipulasi dengan suhu normal, sedangkan material cetak alginat yang dimanipulasi dengan suhu air lebih dingin lebih lama setting daripada manipulasi dengan suhu normal.

DAFTAR PUSTAKA Anusavice, KJ., 2012, Phillips Science of Dental Material, 12th ed., W.B Saunders, p. 173. Sakaguchi, R. and Powers, J., 2012, Craigs Restorative Dental Materials, 13th ed., St. Louis, Elsevier/Mosby, p 284. Anusavice, KJ 2003, Phillips Science of Dental Materia, 12th ed., W.B Saunders, hal 239-240 Saylor, General Chemistry Principles, Patterns, and Applications, 2014, hal. 941-942, 1321, 1324-1325 Government of Tamilnadu, 2007, Physics Higher Secondary First Year Volume I, hal. 93-94 McCabe JF, and Walls AWG, 2008, Applied Dental Materials, 9th ed,. Australia, Blackwell Publishing L.td, hal 154, 159 Ronald L. Sakaguchi & John M. Powers, 2012, Craigs Restorative Dental Materials 12th ed., Elsevier Health Sciences, hal 280, 284