praktikum material teknik

57

Click here to load reader

Upload: aziztrisulistiyo

Post on 10-Apr-2016

169 views

Category:

Documents


30 download

DESCRIPTION

okee

TRANSCRIPT

Page 1: Praktikum Material Teknik

1

BAB I

PENGUJIAN TARIK

A. Tujuan Pengujian

Untuk menentukan pertahanan atau perlawanan dari logam terhadap pemutusan

hubungan akibat tarikan. Uji tarik adalah salah satu uji stress-strain mekanik yang bertujuan

untuk mengetahui kekuatan bahan terhadap gaya tarik.

B. Dasar Teori

Gambar 1.1 Bentuk batang uji tarik

Pengujian tarik biasanya dilakukan terhadap batang uji (specimen) yang standart.

Bahan yang akan diuji tarik mula-mula dibuat menjadi batang uji dengan bentuk sesuai

standart. Salah satu bentuk batang uji dapat dilihat pada gambar 1.1. Pada bagian tengah dari

batang uji (pada bagian yang parallel) merupakan bagian yang menerima tegangan yang

uniform dan pada bagian ini diukurkan “panjang uji” (gauge length), yaitu bagian yang

dianggap menerima pengaruh dari pembebanan, bagian ini yang selalu diukur panjangnya

selama proses pengujian.

Batang uji ini dipasang pada mesin uji tarik, dijepit dengan pencekam dari mesin uji

kemudian pada ujungnya ditarik ke arah memanjang secara perlahan. Selama penarikan,

setiap saat tercatat dengan grafik yang tersedia pada mesin tarik, besarnya gaya tarik yang

Page 2: Praktikum Material Teknik

2

bekerja dan besarnya pertambahan panjang yang tejadi sebagai akibat dari gaya tarik tersebut.

Penarikan berlangsung terus sampai batang uji putus.

Data yang diperoleh dari mesin uji biasanya dinyatakan dengan grafik beban –

pertambahan panjang (grafik P - ∆L). Grafik ini masih belum banyak gunanya karena hanya

menggambarkan kemampuan batang uji (bukan kemampuan bahan) untuk menerima beban

gaya. Untuk dapat digunakan menggambarkan sifat bahan secara umum, maka grafik P - ∆L

harus dijadikan grafik lain yaitu suatu diagram Tegangan – Regangan (stress – strain

diagram), disebut juga suatu diagram σ - ε, kadang-kadang juga disebut Diagram Tarik.

Pada saat batang uji menerima beban sebesar P kg maka batang uji (panjang uji) akan

bertambah sebesar ∆L mm.

Pada saat itu pada batang uji bekerja tegangan yang besarnya:

σσσσ = P/Ao

Dimana: Ao = luas penampang batang uji mula-mula (mm)

P = beban yang diberikan (kgf atau N)

Juga pada saat itu pada batang uji terjadi regangan yang besarnya :

εεεε = ∆∆∆∆L/Lo = (L – Lo)/Lo

Dimana: Lo = panjang mula-mula L = panjang akhir

Tegangan dituliskan dengan satuan kg/mm2, kg/cm2, psi (pound per square inch) atau

Mpa (Mega Pascal = 106 N/m2). Regangan dapat dinyatakan dengan prosentase pertambahan

panjang, satuannya adalah persen (%).

Gambar 1.2, salah satu contoh bentuk diagram tegangan-regangan, yaitu diagram

tegangan – regangan suatu baja yang ulet (baja karbon rendah).

Page 3: Praktikum Material Teknik

3

Gambar 1.2 Diagram tegangan-regangan

Dari diagram diatas tampak bahwa pada tegangan yang kecil grafik berupa garis

lurus, ini berarti bahwa besarnya regangan yang timbul sebagai akibat tegangan yang kecil

tersebut berbanding lurus dengan besarnya tegangan yang bekerja (Hukum Hook). Hal ini

berlaku hingga titik P, yaitu batas kesebandingan atau proportionality limit.

Jadi bila pengujian tarik dilakukan dengan penambahan beban secara perlahan mula-

mula akan terjadi pertambahan panjang yang sebanding dengan penambahan gaya yang

bekerja. Kesebandingan ini berlangsung terus sampai beban mencapai titik P (proportionality

limit), setelah itu pertambahan panjang yang terjadi sebagai akibat penambahan beban tidak

lagi berbanding lurus, pertambahan beban yang sama akan menghasilkan pertambahan

panjang yang lebih besar. Dan bahkan pada suatu saat dapat terjadi pertambahan panjang

tanpa ada penambahan beban, batang uji bertambah panjang dengan sendirinaya. Dikatakan

batang uji mengalami yield (luluh). Keadaan ini berlangsung hanya beberapa saat dan

sesudah itu beban akan naik lagi untuk dapat memperoleh pertambahan panjang (tidak lagi

proportional).

Kenaikan beban ini akan berlangsung terus sampai suatu maksimum, dan untuk logam

yang ulet (seperti halnya baja karbon rendah) sesudah itu beban mesin tarik akan menurun

lagi (tetapi pertambahan panjang terus berlangsung) sampai akhirnya batang uji putus. Pada

saat beban mencapai maksimum pada batang uji terjadi pengecilan penampang setempat

(local necking), dan pertambahan panjang akan terjadi hanya di sekitar necking tersebut.

Page 4: Praktikum Material Teknik

4

Peristiwa seperti ini hanya terjadi pada logam yang ulet, sedang pada logam-logam yang

lebih getas tidak terjadi necking dan logam itu akan putus pada saat beban maksimum.

Bila pengujian dilakukan dengan cara yang sedikit berbeda yaitu beban dinaikkan

perlahan-lahan sampai harga tertentu lalu beban diturunkan lagi sampai nol, dinaikkan lagi

sampai diatas harga tertinggi yang sebelumnya lalu diturunkan lagi sampai nol, demikian

terus berulang-ulang, maka akan terlihat bahwa pada beban yang kecil disamping berlaku

Hukum Hook juga logam masih elastis, pada saat menerima beban akan bertambah panjang

tetapi bila beban dihilangkan pertambahan panjang juga akan hilang, batang uji kembali ke

bentuk dan ukuran semula. Ini berlangsung sampai batas elastik (elastic limit, titik E). Jadi

untuk beban rendah, pertambahan panjang mengikuti garis OP (gambar 1.2).

Bila beban melebihi batas elastik, maka bila beban dihilangkan pertambahan panjang

tidak seluruhnya hilang, masih ada terdapat pertambahan panjang yang tetap, atau

pertambahan panjang yang plastik. Besarnya pertambahan panjang plastik ini dapat dicari

dengan menarik garis sejajar dengan garis pertambahan panjang elastik (garis OP) dari titik

yang menunjukkan besarnya beban/tegangan yang bekerja, pada grafik (Gambar 1.3).

Gambar 1.3 Menentukan regangan plastik

Diagaram tegangan – regangan dapat dibagi menjadi dua daerah yaitu daerah elastik

dan daerah plastik. Yang menjadi batas antara kedua daerah tersebut seharusnya adalah batas

Page 5: Praktikum Material Teknik

5

elastik, titik E, tetapi ini tidak praktis karena mencari titik E cukup sulit, maka yang dianggap

sebagai batas antara daerah elastik dan plastik adalah titik luluh (yield point) Y.

Diagram diatas, dimana yield tampak jelas dan patah terjadi tidak pada beban

maksimum, sebenarnya jarang terjadi. Ini akan terjadi hanya pada beberapa logam yang

cukup ulet, seperti baja karbon rendah annealing. Pada logam yang lebih getas daerah yield

kurang tampak, bahkan tidak terlihat sama sekali dan putus akan terjadi pada beban

maksimum.

Pada Gambar 1.4 terlihat beberapa jenis diagram tegangan – regangan yang sering

dijumpai pada logam. Logam dikatakan getas bila setelah putus hanya terdapat sedikit

regangan plastik (kurang dari 0,050 %), dan bila regangan plastik yang terjadi lebih dari itu

logam dapat dianggap ulet.

Gambar 1.4 Macam-macam diagram tegangan-regangan

Sifat mekanik di daerah elastik

1. Kekuatan elastik

Page 6: Praktikum Material Teknik

6

Menyatakan kemampuan untuk menerima beban/tegangan tanpa berakibat

terjadinya deformasi plastik (perubahan bentuk yang permanen). Kekuatan elastik ini

ditunjukkan oleh titik yield (besarnya tegangan yang mengakibatkan terjadinya yield).

Untuk logam – logam yang ulet memperlihatkan terjadinya yield dengan jelas,

tentu batas ini mudah ditentukan, tetapi untuk logam – logam yang lebih getas dimana

yield dapat dicari dengan menggunakan off set method. Harga yang diperoleh dengan

cara ini dinamakan off set yield strength (kekuatan luluh). Dalam hal ini yield

dianggap mulai terjadi bila sudah timbul regangan plastik sebesar 0,2 % atau 0,35 %

(tergantung kesempatan). Secara grafik, offset yield strength dapat dicari dengan

menarik garis sejajar dengan garis elastik dari titik regangan 0,2 % atau 0,35 %

hingga memotong kurva. Titik perpotongan ini menunjukkan yield. (lihat gambar 1.5)

Kekuatan elastik ini penting sekali dalam suatu perancangan karena tegangan

yang bekerja pada suatu bagian tidak boleh melebihi yield point/strength dari bahan,

supaya tidak terjadi deformasi plastik.

Gambar 1.5 Penentuan yield dengan offset method

2. Kekakuan (stiffness)

Suatu bahan yang memiliki kekakuan tinggi bila mendapat beban (dalam batas

elastiknya) akan mengalami deformasi elastik tetapi hanya sedikit saja.

Page 7: Praktikum Material Teknik

7

Kekakuan ditunjukkan oleh modulus elastisitas (Young’s modulus, E)

E = σσσσel/εεεεol

Semakin besar harga E, makin kaku. Harga E untuk semua baja hampir sama

saja, sekitar 2,15 x 106 kg/cm2 atau 30 x 106 psi, harga ini hampir tidak terpengaruh

oleh komposisi kimia, laku – panas dan proses pembentukannya (sifat mekanik lain

akan terpengaruh oleh hal – hal tersebut).

Kekakuan untuk beberapa rancang bangun tertentu sering lebih penting

daripada kekuatan. Misalnya untuk mesin perkakas, bila rancang bangunya kurang

kaku maka akan mengakibatkan proses permesinan yang dikerjakan dengan mesin

tersebut akan kurang akurat.

Kekakuan juga dapat dinyatakan dengan Poisson’s ratio. Bila batang uji

ditarik secara uniaxial ke arah memanjang maka disamping akan terjadi regangan ke

arah memanjang sebesar εx, juga akan mengalami regangan ke arah melintang yaitu

sebesar εy, Poisson ratio didefinisikan sebagai perbandingan antara regangan ke arah

melintang dengan regangan ke arah memanjang, pada tegangan yang masih dalam

batas elastik.

νννν = -εεεεy/εεεεx

Harga negatif diberikan karena regangan ke arah melintang mempunyai harga

negatif sedang ke arah memanjang mempunyai harga positif.

Harga ν untuk logam biasanya berkisar antara 0,25 dan 0,35. makin besar

harga ν suatu logam maka logam itu maikn kurang kaku.

3. Resilien (Resilience)

Menyatakan kemampuan untuk menyerap energi (kerja) tanpa mengakibatkan

terjadinya deformasi plastik. Jadi dapat dinyatakan dengan banyaknya energi yang

diperlukan untuk mencapai batas elastik. Resilien dinyatakan dengan modulus resilien

(modulus of resilience) yang didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan

untuk meregangkan satu satuan volume bahan hingga sampai batas elastik. Ini dapat

dinyatakn secara grafik sebagai luasan di bawah grafik daerah elastik (gambar 1.6).

Dari gambar 2.6. dapat dihitung besarnya modulus of resilience :

Page 8: Praktikum Material Teknik

8

UR = ½ σσσσE . εεεεE = σσσσE2/2E

Dari hubungan di atas dapat dilihat bahwa mdulus resilien ditentukan oleh σE

dan E. tetapi Karena harga E dari suatu logam boleh dikatakan tidak berubah maka

modulus resilien hanya ditentukan oleh σE, kekuatan elastik (yield point/strength).

Gambar 1.6 Elastic resilience Gambar 1.7 Perbandingan elastic resilience

Karena harga σE baja akan naik dengan naiknya kekuatan tarik maksimum

σuR, maka bila kekuatan tarik maksimum suatu baja makin tinggi modulus

resiliennya juga makin tinggi. (lihat gambar 1.7 dan Tabel 1.1)

Tabel 1.1 Modulus of Resilience for Various materials

Material

E, psi

so, psi

Modulus of

resilience, UR

Medium-carbon steel

High-carbon spring steel

Duraluminum

Copper

Rubber

Acrylic polymer

30 x 106

30 x 106

10,5 x 106

16 x 106

150

0,5 x 106

45,000

140,000

18,000

4,000

300

2,000

33,7

320

17

5,3

300

4,0

Page 9: Praktikum Material Teknik

9

Resilien adalah sifat penting bagi bagian – bagian yang harus menerima

tegangan dan sekaligus juga regangan elastik yang besar, seperti misalnya pegas pada

alat transport, ia harus menerima beban/tegangan dan juga harus mampu berdeformasi

secara elastik cukup banyak.

Sifat mekanik di daerah plastik

1. Kekuatan tarik (Tensile strength)

Menunjukkan kemampuan untuk menerima beban/tegangan tanpa menjadi

rusak/putus. Ini dinyatakan dengan tegangan maksimum sebelum putus. Kekuatan

tarik (Ultimate tensile strength – UTS) :

UTS = σσσσu = Pmax/Ao

UTS/kekuatan tarik ini sering dianggap sebagai data terpenting yang diperoleh

dari hasil pengujian tarik, karena biasanya perhitungan kekuatan dihitung atas dasar

kekuatan tarik ini (sekarang ada kecenderungan untuk mendasarkan perhitungan

kekuatan pada dasar yang lebih rasional yaitu yield point/yield strength).

Pada baja, kekuatan tarik akan naik seiring dengan naiknya kadar karbon dan

paduannya. (gambar 1.8)

Gambar 1.8 Effect of carbon on mechanical properties of steel

Page 10: Praktikum Material Teknik

10

2. Keuletan (ductility)

Menggambarkan kemampuan untuk berdeformasi secara plastik tanpa menjadi

patah. Dapat diukur dengan besarnya regangan plastik yang terjadi setelah batang uji

putus. Keuletan biasanya dinyatakan dengan persentase perpanjangan (persentage

elongation) :

Dαααα = (Li – Lo)/Lo x 100 %

Dimana: Li = panjang gage length setelah putus

Bila keuletan dinyatakan dengan persentase perpanjangan maka panjang gauge

length mula – mula juga harus disebutkan, jadi misalnya dituliskan “prosentase

perpanjangan 25 % pada gauge length 50 mm”.

Secara grafik prosentase perpanjangan dapat diukur pada diagram σ - ε, yaitu

dengan menarik garis dari titik patah (B, pada gambar 1.9) sejajar dengan garis elastik

hingga memotong absis (D, pada gambar 1.9). Panjang DC adalah regangan elastik,

panjang OD adalah regangan plastik.

Gambar 1.9 Penentuan regangan plastic setelah patah

Keuletan juga dapat dinyatakan dengan persentase pengurangan luas

penampang (prosentanse reduction in area) :

Page 11: Praktikum Material Teknik

11

Dαααα = (Ao – Ai)/Ao x 100 %

Dimana: Ai = luas penampang batang uji pada patahan.

Pada baja dan juga pada logam – logam lain, keuletan banyak ditentukan oleh

strukturmikro, jadi juga ditentukan oleh komposisi kimia dari paduan, laku panas dan

tingkat deformasi dingin yang dialami. Pada baja, kenaikan kadar karbon akan

menaikkan kekuatandan kekerasan tetapi akan menurunkan keuletan. Demikian pula

dengan tingkat deformasi dingin, makin tinggi tingkat deformasi dingin yang dialami

makin tinggi kekuatan dan kekerasan tetapi keuletan akan makin rendah.

Keuletan merupakan salah satu sifat mekanik yang amat penting karena :

• Keuletan menunjukkan seberapa banyak suatu logam dapat dideformasi tanpa

menjadi patah/retak, hal ini penting dalam menentukan besarnya deformasi

yang akan dilakukan pada proses rolling, extruding, forging, drawing dan lain

– lain.

• Kerusakan pada bahan yang memiliki keuletan cukup tinggi biasanya

didahului oleh adanya deformasi, sehingga bila dijumpai adanya deformasi

maka akan dapat diambil tindakan untuk mencegah terjadinya kerusakan lebih

lanjut.

• Dapat digunakan sebagai indicator dari perubahan komposisi kimia dan

kondisi proses pengerjaan.

3. Ketangguhan (toughness)

Menyatakan kemampuan menyerap energi tanpa mengakibatkan patah, dapat

diukur dengan besarnya energi yang diperlukan untuk mematahkan. Ketangguhan

dinyatakan dengan modulus ketangguhan (modulus of toughness atau toughness

index number) yang dapat didefinisikan sebagai banyaknya energi yang diperlukan

untuk mematahkan satu satuan volume suatu bahan. Secara grafik, ini dapat diukur

dengan luasan yang berada dibawah kurva tegangan – regangan dari hasil pengujian

tarik.

Ada beberapa pendekatan matematik yang dapat digunakan mengukur/menghitung

besarnya modulus ketangguhan UT, yaitu :

Page 12: Praktikum Material Teknik

12

� untuk bahan yang ulet (ductile) :

UT = σσσσu x εεεεt atau

UT = εεεεt x (σσσσu + σσσσy)/2

� untuk bahan yang getas (brittle)

UT = ⅔ σσσσu x εεεεt

Dimana : UT = modulus ketangguhan (toughness index number)

σu = ultimate tensile strength

σy = yield point/strength

εt = regangan total pada saat putus

Pada beberapa komponen mesin seperti kopling, roda gigi, rantai, kait, kran

dan lain–lain, seringkali mengalami kenaikan tegangan sesaat hingga diatas yield

pointnya, untuk itu akan diperlukan bahan yang memiliki ketangguhan cukup tinggi.

Ketangguhan merupakan suatu konsep yang sangat penting dan banyak

dipergunakan, tetapi sebenarnya sulit ditetapkan seberapa besar sebenarnya

ketangguhan yang dibutuhkan untuk suatu keperluan, juga sulit untuk mengukur

seberapa besar sebenarnya ketangguhan suatu barang jadi yang terbuat dari bahan

tertentu, karena banyak hal yang mempengaruhi ketangguhan, antara lain adanya

cacat, bentuk dan ukurannya, bentuk dan ukuran benda, kondisi pembebanan/strain

rate, temperatur dan lain – lain yang banyak dianataranay sulit diukur.

Dari uraian tentang sifat mekanik dapat dianalisis bahwa ketangguhan

ditentukan oleh kekuatan dan keuletan, dimana kedua sifat ini biasanya berjalan

bertentangan, artinya bila kekuatan naik maka keuletan menurun. Ini dapat dilihat

dengan membandingkan baja karbon rendah (yang kekuatannya rendah tetapi

keuletannya tinggi), baja karbon menengah (dengan kekuatan yang lebih tinggi tetapi

keuletannya lebih rendah)dan baja karbon tinggi (yang kekuatannya sangat tinggi

tetapi juga sangat getas). Dari Gambar 1.11 di belakang tampak bahwa ketangguhan

paling tinggi akan diperoleh pada baja karbon menengah.

Page 13: Praktikum Material Teknik

13

Gambar 1.10 Ketangguhan

Gambar 1.11 Toughness seen as the total area under the tensile curve

Diagram tegangan – regangan sebenarnya

Diagram tegangan – regangan seperti yang dibicarakan di depan disebut diagram

tegangan – regangan normal karena perhitungan tegangan dan regangan tersebut berdasarkan

panjang uji dan luas penampang mula–mula (nominal), pada hal setiap saat selalu terjadi

Page 14: Praktikum Material Teknik

14

perubahan sebagai akibat penarikan yang sedang berlangsung. Dengan demikian seharusnya

tegangan dan regangan dihitung berdasarkan luas penampang dan batang uji pada sesaat itu

(bukan yang mula-mula). Dari hal ini terlihat bahwa sebenarnya diagram tegangan –

regangan normal (kadang – kadang disebut juga diagram tegangan – regangan konvensional)

kurang akurat, namun demikian untuk keperluan teknik (engineering) pada umumnya

dianggap sudah memadai, karena dinamakan juga diagram tegangan – regangan teknik

(engineering).

Tetapi untuk beberapa keperluan tertentu, seperti misalnya untuk perhitungan pada

proses pembentukan (rolling, forging dll) serta untuk perhitungan yang lebih mendetail yang

memerlukan ketelitian lebih tinggi akan diperlukan diagram tegangan – regangan sebenarnya

(true stress – true strain diagram).

Definisi :

Tegangan normal : Tegangan sebenarnya :

σσσσ = P/Ao σσσσ1 = P/Ao

Regangan normal : Regangan sebenarnya :

εεεε = (L – Lo)/Lo εεεε1 = (L1 – Lo)/Lo + (L2 – L1)/L1 + (L3 – L2)/L2…..

εεεε = ∆∆∆∆L/Lo εεεε1 = Lo∫∫∫∫L dL/L = LoL ln |L| = ln |L/Lo|

Hubungan antara tegangan normal dengan tegangan sebenarnya :

σσσσ1 = σσσσ (1 + εεεε)

Hubungan antara regangan normal dengan regangan sebenarnya :

εεεε1 = b (1+ εεεε)

Page 15: Praktikum Material Teknik

15

Gambar 1.12 True stress-strain and conventional stress-strain diagram for mild steel

Hubungan diatas hanya berlaku hingga saat terjadinya necking, di luar itu maka

tegangan dan regangan sebenarnya harus dihitung berdasarkan pengukuran nyata pada batang

uji, beban dan luas penampang setiap saat.

Untuk daerah elastik boleh dikatakan tidak ada perbedaan antara tegangan/regangan

nominal dengan tegangan/regangan sebenarnya, perbedaan mulai terjadi di daerah plastik.

Pada diagram tegangan –regangan normal sesudah melampaui tegangan maximum akan

terjadi penurunan, sedang pada diagram tegangan – regangan sebenarnya terus naik hingga

putus. (Gambar 1.12)

Dari data yang terkumpul dari berbagai logam/paduan tampak ada hubungan yang

hampir linier antara tegangan sebenarnya dengan regangan sebenarnya, yang diplot pada

grafik log – log.

Ada beberapa persamaan matematik yang diajukan untuk menyatakan hubungan tersebut.

Salah satu persamaan yang dianggap cukup representif untuk banyak bahan teknik adalah:

σσσσ1 = k . εεεεm

dimana: k = strength coefficient

n = strain – hardening exponent

Harga k adalah harga true stress σ1 pada true strain ε1 = 1. Harga n dapat diturunkan

dari persamaan diatas :

� = �(��� )�(��� �)

= �(� )�(� �)

= ��

��

Page 16: Praktikum Material Teknik

16

Tabel 1.2 Material constant n and k for different sheet materials

Pernyataan matematik diatas berlaku untuk daerah plastik dan juga hanya sampai saat

terjadi necking. Di luar itu akan terjadi penyimpangan. Pada Tabel 1.2 dan Gambar 1.8

ditunjukkan grafik hubungan true stress-true strain untuk beberapa bahan dan harga

konstantanya, berdasarkan persamaan matematik di atas.

Pada operasi pembentukan seperti rolling, drawing, dll, tidak diinginkan terjadinya

necking, karena itu perlu diketahui dengan pasti kapan necking akan terjadi. Necking akan

terjadi pada saat beban maksimum, titik ini dinamakan titik instabilitas.

Pada titik ini berlaku dP = 0 karena P = σσσσ1A dan εεεε1 = ln |Ao/A|

Atau A = �� ��⁄ maka

P = σσσσ1.�� ��⁄ dan

dP = - (σσσσ1.�� ��⁄ ) dεεεε1 + ��� ��⁄ ��

Sehingga untuk beban maksimum dimana dP = 0 akan berlaku dσσσσ1u/dεεεε1u = σσσσ1u

Page 17: Praktikum Material Teknik

17

�� = ������� =

�� � ��⁄�� �� �⁄ =

��( + �) =

Sehingga � �� = �( + �)⁄

Dari persamaan di atas dapat digambarkan secara grafik dimana letak titik yang

menyatakan beban maksimum (Gambar 1.13)

Gambar 1.13 Considere’s construction for the determination of the point of maximum load

C. Langkah-Langkah Percobaan

� Sebelum percobaan: 1. Batang uji (specimen) dibentuk menurut standart,

2. Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan, kemampuan mesin dan lain-lain,

3. Sket mesin secara keseluruhan dan bagian-bagian utamanya,

4. Siapkan dan pasang kertas grafik dan ballpoint pada mesin,

5. Ukur dan catat dimensi-dimensi dari specimen sesuian dengan gambar standart

specimen pengujian,

6. Perkirakan beban tertinggi yang diberikan sebagai tahanan atau reaksi terhadap

beban luar (untuk hal ini akan ditentukan oleh asisten),

Page 18: Praktikum Material Teknik

7. Siapkan mesin uji tarik yang akan digunakan,

8. Catat skala mesin pada mesin uji tarik,

9. Pasang batang uji pada crosshead.

� Saat percobaan:

1. Jalankan mesin uji tarik. Dan catat besarnya beban yield, beban ultimate, dan beban

patah yang akan terjadi,

2. Setelah percobaan, ukur dan catat diameter pada bagian yang putus dan ukur pela

panjang batang uji setelah patah.

D. Data Hasil Pengujian

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari m

besi dan baja sebagai bahan

adalah parameter kekuatan tarik (

keuletan yang ditunjukan dengan adanya proses perpanjangan (

kontraksi atau reduksi penampang (

Siapkan mesin uji tarik yang akan digunakan,

Catat skala mesin pada mesin uji tarik,

Pasang batang uji pada crosshead.

Jalankan mesin uji tarik. Dan catat besarnya beban yield, beban ultimate, dan beban

patah yang akan terjadi,

Setelah percobaan, ukur dan catat diameter pada bagian yang putus dan ukur pela

panjang batang uji setelah patah.

dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari m

bahan uji dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik pada umumnya

adalah parameter kekuatan tarik (ultimate strength) maupun luluh (yield strength

keuletan yang ditunjukan dengan adanya proses perpanjangan (elongation

kontraksi atau reduksi penampang (reduktion of area) maupun bentuk penampang

Gambar 1.14 Bahan uji aluminium

Gambar 1.15 Bahan uji besi

Gambar 1.16 Bahan uji baja

18

Jalankan mesin uji tarik. Dan catat besarnya beban yield, beban ultimate, dan beban

Setelah percobaan, ukur dan catat diameter pada bagian yang putus dan ukur pela

dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis dari material aluminium,

uji dalam penelitian ini. Hasil pengujian tarik pada umumnya

yield strength), parameter

elongation) dan proses

) maupun bentuk penampang patahanya.

Page 19: Praktikum Material Teknik

(a) (b)

Gambar 1.17 Grafik P – Δ

Data ini diperoleh dalam

tarik dengan perlakuan suhu kamar dapat ditunjukan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 1.3 Hasil pengujian tarik

Keterangan

Diameter mula-mula, do

Diameter setelah patah, d

Luas area • Awal, A0 (mm2) • Akhir, At (mm2)

(a) (b)

(c)

ΔL Aluminium (a) ; Grafik P – ΔL Besi (b) ; Grafik P

diperoleh dalam suhu kamar yaitu dengan suhu 30-32

tarik dengan perlakuan suhu kamar dapat ditunjukan dalam tabel dibawah ini :

Tabel 1.3 Hasil pengujian tarik

Keterangan Bahan Uji

Aluminium (Al) Besi (Fe)

o (mm) 12.50

Diameter setelah patah, dt (mm) 10.00

122.65 78.50

113.04

19

rafik P – ΔL Baja (c)

32 oC. Hasil pengujian

tarik dengan perlakuan suhu kamar dapat ditunjukan dalam tabel dibawah ini :

Bahan Uji

Besi (Fe) Baja (FeC)

12.00 12.00

8.00 8.50

113.04 50.24

113.04 56.72

Page 20: Praktikum Material Teknik

20

Panjang ukur • Awal, L0 (mm) • Akhir, Lt (mm) • ∆Lmax pertambahan panjang (mm)

300.00 325.00 23.37

315.00 360.00 42.93

290.00 350.00 42.86

Beban luluh, Pγ (kgf) 2856.24 3026.32 4816.50

Beban maksimum, Pmax (kgf) 3650.00 5575.00 6000.00

Beban patah, Pp (kgf) 3252.90 5017.32 5661.50

E. Pembahasan Soal Sesudah Praktikum

1. Tabel nilai Pp, Py, Pmax, Ppatah, pertambahan panjang ΔLp, ΔLy, ΔLmax, ΔLpatah

Keterangan Bahan Uji

Aluminium Besi Baja

PP (kgf) 2618.22 2628.12 4309.50

Py (kgf) 2856.24 5017.32 5661.50

Ppatah (kgf) 3252.90 5017.32 5661.50

Pmax (kgf) 3650.00 5575.00 6000.00

ΔLp (mm) 1.08 0.53 4.29

ΔLy (mm) 1.63 1.06 5.72

ΔLpatah (mm) 25.00 45.00 60.00

ΔLmax (mm) 23.37 42.93 42.86

2. Nilai dan grafik Tegangan-Regangan Sebenarnya

� Aluminium

• Αp = ��.��

�� =

���.� ! "##"#�.#$

= 122.21 mm2

σp = %���

= ��$�.�����.��

= 21.42 kgf/mm2

ɛp = ����

& 100 % = �.#$"##

& 100% = 0.36 %

• Αy = ��.��

�* =

���.� ! "##"#�.�"

= 122 mm2

σy = %*�*

= �$ �.�+

��� = 23.41 kgf/mm2

Page 21: Praktikum Material Teknik

21

ɛy = �*��

& 100 % = �.�""##

& 100% = 0.54 %

• Αu = ��.���,-!

= ���.� ! "##

"�".". = 113.78 mm2

σu = %,-!

�/ =

"� #��"..$

= 32.08 kgf/mm2

ɛu = �,-!

�� & 100 % =

�"."."##

& 100% = 7.79 %

• Αpatah = ��.��

��-0-1 =

���.� ! "##"�

= 113.21 mm2

σpatah = %�-0-1��-0-1

= "� �.2#��".��

= 28.73 kgf/mm2

ɛpatah = ��-0-1

�� & 100 % =

� "##

& 100% = 8.30 %

� Besi

• Αp = ��.��

�� =

��".#+ ! "� "� . "

= 112.85 mm2

σp = %���

= ���$.�����.$

= 23.28 kgf/mm2

ɛp = ����

& 100 % = #. ""�

& 100% = 0.17 %

• Αy = ��.��

�* =

��".#+ ! "� "��.#�

= 112.66 mm2

σy = %*�*

= "#��."����.��

= 26.86 kgf/mm2

ɛy = �*��

& 100 % = �.#�"�

& 100% = 0.34 %

• Αu = ��.���,-!

= ��".#+ ! "�

" ..2" = 98.48 mm2

σu = %,-!

�/ =

. 22.+$

= 56.04 kgf/mm2

Page 22: Praktikum Material Teknik

22

ɛu = �,-!

�� & 100 % =

+�.2""�

& 100% = 13.63 %

• Αpatah = ��.��

��-0-1 =

��".#+ ! "� "�#

= 98.91 mm2

σpatah = %�-0-1��-0-1

= #�.."�

2$.$� = 50.78 kgf/mm2

ɛpatah = ��-0-1

�� & 100 % =

+ "�

& 100% = 14.20 %

� Baja

• Αp = ��.��

�� =

��".#+ ! �2#�2+.�2

= 111.39 mm2

σp = %���

= +"#2. ���."2

= 38.69 kgf/mm2

ɛp = ����

& 100 % = #+.�2�2#

& 100% = 1.48 %

• Αy = ��.��

�* =

��".#+ ! �2#�2 ..�

= 110.85 mm2

σy = %*�*

= +$��. ��#.$

= 43.45 kgf/mm2

ɛy = �*��

& 100 % = ..��2#

& 100% = 01.97 %

• Αu = ��.���,-!

= ��".#+ ! �2#

""�.$� = 98.48 mm2

σu = %,-!

�/ =

�###2$.+$

= 60.92 kgf/mm2

ɛu = �,-!

�� & 100 % =

+�.$��2#

& 100% = 14.78 %

• Αpatah = ��.��

��-0-1 =

��".#+ ! �2#" #

= 93.66 mm2

σpatah = %�-0-1��-0-1

= ���. 2".$�

= 60.45 kgf/mm2

ɛpatah = ��-0-1

�� & 100 % =

�#�2#

& 100% = 20.69 %

Page 23: Praktikum Material Teknik

23

Aluminium Besi

Baja

3. Tabel hasil perhitungan harga:

No Keterangan Bahan uji

Alumunium Besi Baja

1 Tegangan proporsional (σp) (kg/ mm²) 21.35 23.16 38.12

2 Tegangan yield (σy) (kg/ mm²) 23.29 26.77 42.60

3 Tegangan ultimate (σu)(kg/ mm²) 29.76 49.32 53.07

4 Tegangan patah (σpatah) (kg/ mm²) 26.52 44.38 50.08

5 Regangan proporsional (εp) (%) 0.36 0.17 1.36

6 Regangan yield (εy) (%) 0.54 0.34 1.97

Page 24: Praktikum Material Teknik

24

7 Regangan ultimate (εu) (%) 7.79 13.63 14.78

8 Regangan patah (εpatah) (%) 8.30 14.20 20.69

9 Kekuatan tarik (UTS) (kg/mm2) 29.76 49.32 53.07

10 Kekuatan luluh (kg/mm2) 23.29 26.77 42.60

11 Kekuatan patah (kg/mm2) 2.48 7.04 10.98

12 Perpanjangan (∆L) (mm) 25.00 45 60

13 Reduksi penampang (∆A) (mm2) 44.15 62.80 56.32

� Aluminium

σp = %���

= ���$.�����.�

= 21.35 kgf/mm2 ɛp = ����

x 100 % = �.#$"##

x 100 % = 0.36 %

σy = %*��

= �$ �.�+���.�

= 23.29 kgf/mm2 ɛy = �*��

x 100 % = �.�""##

x 100 % = 0.54 %

σu = %,-!

�� =

"� #���.�

= 29.76 kgf/mm2 ɛu = �,-!

�� 100 % =

�"."."##

100 % = 7.79 %

σpatah = %3��

= "� �.2���.�

= 26.52 kgf/mm2 ɛpatah = �3��

100 % = �

"## 100 % = 8.30 %

Kekuatan tarik (UTS) = σu = 29.76 kgf/mm2

Kekuatan luluh = σy = 23.29 kgf/mm2

Kekuatan putus = σu �04��

�� = 29.76 325−300

300 = 2.48 kgf/mm2

Perpanjangan (∆L) = lf – lo = 325 – 300 = 25 mm

Reduksi penampang (∆A) = Ao – Ai = 122.65 – 78.50 = 44.15 mm2

� Besi

σp = %���

= ���$.����".#+

= 23.16 kgf/mm2 ɛp = ����

x 100 % = #. ""�

x 100 % = 0.17 %

σy = %*��

= "#��."���".#+

= 26.77 kgf/mm2 ɛy = �*��

x 100 % = �.#�"�

x 100 % = 0.34 %

Page 25: Praktikum Material Teknik

25

σu = %,-!

�� =

. ��".#+

= 49.32 kgf/mm2 ɛu = �,-!

�� 100 % =

+�.2""�

100 % = 13.63 %

σpatah = %3��

= #�.."���".#+

= 44.38 kgf/mm2 ɛpatah = �3��

100 % = +

"� 100 % = 14.2 %

Kekuatan tarik (UTS) = σu = 49.32 kgf/mm2

Kekuatan luluh = σy = 26.77 kgf/mm2

Kekuatan putus = σu �04��

�� = 49.32 360−315

315 = 7.04 kgf/mm2

Perpanjangan = Lf – lo = 360 – 315 = 45 mm

Reduksi penampang (∆A) = Ao – Ai = 113.04 – 50.24 = 62.80 mm2 � Baja

σp = %���

= +"#2. ��".#+

= 38.12 kgf/mm2 ɛp = ����

x 100 % = +.�2�2#

x 100 % = 1.36 %

σy = %*��

= +$��. ��".#+

= 42.60 kgf/mm2 ɛy = �*��

x 100 % = ..��2#

x 100 % = 1.97 %

σu = %,-!

�� =

�###��".#+

= 53.07 kgf/mm2 ɛu = �,-!

�� 100 % =

+�.$��2#

100 % = 14.78 %

σpatah = %3��

= ���. ��".#+

= 50.08 kgf/mm2 ɛpatah = �3��

100 % = �#

�2# 100 % = 20.69 %

Kekuatan tarik (UTS) = σu = 53.07 kgf/mm2

Kekuatan luluh = σy = 42.60 kgf/mm2

Kekuatan putus = σu �04��

�� = 53.07 350−290

290 = 10.98 kgf/mm2

Perpanjangan = Lf – lo = 350 – 290 = mm

Reduksi penampang (∆A) = Ao – Ai = 113.04 – 56.72 = 56.32 mm2

Page 26: Praktikum Material Teknik

26

4. Bentuk batang uji tarik menurut ASTM (American Society for Testing and Material)

5. Sumber kesalahan dan pengaruh terhadap hasil pengujian:

• Ketidaktelitian dalam melihat nilai pengukuran, • Pengamatan skala pembebanan pada dial indicator kurang teliti sehingga pembacaan

skala beban grafik hasil pengujian terdapat kesalahan,

• Jarak penjepit kedua ujung spesimen tidak sama sehingga perpatahan tidak terjadi pada posisi tengah benda uji.

F. Analisa Data

No Keterangan Bahan uji

Alumunium Besi Baja

1 Tegangan proporsional (σp) (kg/ mm²) 21.35 23.16 38.12

2 Tegangan yield (σy) (kg/ mm²) 23.29 26.77 42.60

3 Tegangan ultimate (σu)(kg/ mm²) 29.76 49.32 53.07

4 Tegangan patah (σpatah) (kg/ mm²) 26.52 44.38 50.08

5 Regangan proporsional (εp) (%) 0.36 0.17 1.36

6 Regangan yield (εy) (%) 0.54 0.34 1.97

7 Regangan ultimate (εu) (%) 7.79 13.63 14.78

8 Regangan patah (εpatah) (%) 8.30 14.20 20.69

9 Kekuatan tarik (UTS) (kg/mm2) 29.76 49.32 53.07

10 Kekuatan luluh (kg/mm2) 23.29 26.77 42.60

11 Kekuatan patah (kg/mm2) 2.48 7.04 10.98

12 Perpanjangan (∆L) (mm) 25.00 45.00 60.00

Page 27: Praktikum Material Teknik

27

13 Reduksi penampang (∆A) (mm2) 44.15 62.80 56.32

Alumunium

Pada alumunium memiliki kekuatan tarik 29.76, kekuatan luluh 23.29 dan kekuatan

putus 2.48 yang kecil karena alumunium memiliki karakter yang getas dan lunak. Dan pada

alumunium sedikit mengandung struktur karbon, pada alumunium struktur mikronya relative

padat sehingga memiliki perpanjangan yang tinggi.

Besi

Pada besi memiliki memiliki kekuatan tarik 49.32, kekuatan luluh 26.77, dan

kekuatan putus 7.04. Besi memilki struktur kristal baik, dan memiliki kandungan karbon

yang sesuai,sehingga modulus elastisitas tinggi dimana harga ɛ specimen akan semakin

kaku.

Baja

Pada baja ini memiliki kekuatan tarik 53.07, kekuatan luluh 42.60, dan kekuatan

putus 10.98. Baja ini memiliki kadar karbon kurang dari 2%, fasa dan struktur mikronya

adalah ferrit dan perlit, baja ini memiliki sifat mekaniknya yg lunak sehingga memiliki

keuletan dan ketahanan yg cukup baik.

G. Kesimpulan

• Kekuatan tarik akan naik seiring naiknya kadar karbon dan jenis bahan paduannya.

• Kekuatan dapat di tunujukan dengan modulus elastisitas dimana besar harga ε

spesimen akan semakin kaku.

• Dalam pengujian tarik pada spesimen akan mengalami dua proses yaitu pertambahan

panjang dan patah.

• Daerah elastis adalah daerah dimana spesimen di berikan beban kemudian beban

tersebut di hilangkan maka bentuk spesimen akan kembali pada bentuk semula tanpa

mengalami kerusakan sekecil apapun.

• Daerah plastis adalah daerah di mana beban yang di berikan di hilangkan maka benda

tidak akan kembali kebentuk semula.

• Pada uji tarik terdapat beberapa titik yang spesifik yaitu titik yield dan titik

maksimum ( ultimate).

• Benda atau spesimen dapat di gunakan pada uji tarik antara lain alumunium dan baja.(

pada pengujian di gunakan baja ST 37 dan baja ST 42).

Page 28: Praktikum Material Teknik

28

BAB II

PENGUJIAN KEKERASAN

A. Tujuan Pengujian

Untuk mengukur ketahanan material terhadap deformasi plastis yang terlokalisasi

(lengkungan kecil atau goresan).

B. Dasar Teori

Kekerasan sebenarnya merupakan suatu istilah yang sulit didefinisikan secara tepat,

karena setiap bidang ilmu dapat memberikan definisinya sendiri – sendiri yang sesuai dengan

persepsi dan keperluannya. Karenanya juga cara pengujian kekerasan ada bermacam –

macam tergantung konsep yang dianut. Dalam engineering, yang menyangkut logam,

kekerasan sering dinyatakan sebagai kemampuan untuk menahan indentasi/penetrasi/abrasi.

Ada beberapa cara pengujian kekerasan yang terstandart yang digunakan untuk menguji

kekerasan logam, pengujian Brinell, Rockwell, Vickers dll.2

1. Pengujian Kekerasan Brinell

Pegujian Brinell adalah salah satu cara pengujian kekerasan yang paling

banyak digunakan. Pada pengujianBrinell digunakan bola baja yang dikeraskan sebagai

indentor. Indentor ini ditusukkan ke permukaan logam yang diuji dengan gaya tekan

tertentu selama waktu tertentu pula (antara 10 sampai 30 detik). Karena penusukan

(indentasi) itu maka pada permukaan logam tersebut akan terjadi tapak tekan yang

berbentuk tembereng bola. Kekerasan Brinell dihitung sebagai :

;<= = >-*- 0?@-A�/-B 0?�-@ 0?@-A

;<= = C

D E 2 . ⟨E − G(E� − H�)2⟩ ⁄

Dimana: P = gaya tekan (kg)

D = diameter bola indentor (mm)

d = diameter tapak tekan (mm)

Page 29: Praktikum Material Teknik

29

Biasanya pada pengujian kekerasan Brinell yang standart digunakan bola baja

yang dikeraskan berdiameter 10 mm, gaya tekan 3000 kgf (untuk pengujian kekerasan

baja), atau 1000 atau 500 kgf (untuk logam non ferrous, yang lebih lunak), dengan

lama penekanan 10 – 15 detik. Tetapi mengingat kekerasan bahan yang diuji dan juga

tebal bahan (supaya tidak terjadi indentasi yang terlalu dalam atau terlalu dangkal),

boleh digunakan gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda asalkan selalu

dipenuhi persyaratan P/D2 = konstan. Dengan memenuhi persyaratan tersebut maka

hasil pengukuran tidak akan berbeda banyak bila diuji dengan gaya tekan/diameter bola

indentor yang berbeda. Harga konstanta ini untuk baja adalah 30, untuk

tembaga/paduan tembaga 10 dan untuk aluminium/paduan aluminium 5.

Untuk pengujian logam yang sangat keras (> 500 BHN) bahan indentor dari

baja yang dikeraskan tidak cukup baik, karena indentor itu sendiri mungkin mulai

terdeformasi, maka digunakan bola dari karbida tungsten, yang mampu mengukur

sampai kekerasan sekitar 650 BHN.

2. Pengujian kekerasan Rockwell

Pada pengujian Brinell harus dilakukan pengukuran diameter tapak tekan

secara manual, sehingga ini memberi peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran,

disamping juga akan memakan waktu. Pada cara Rrockwell pengukuran langsung

dilakukan oleh mesin, dan mesin langsung menunjukkan angka kekerasan dari bahan

yang diuji. Cara ini lebih cepat dan akurat.

Pada cara Rockwell yang normal, mula – mula permukaan logam yang diuji

ditekan oleh indentor dengan gaya tekan 10 kg, beban awal (minor load Po), sehingga

ujung indentor menembus permukaan sedalam h (lihat gambar 2.1). Setelah itu

penekanan diteruskan dengan memberikan beban utama (major load P) selama beberapa

saat, kemudian beban utama dilepas, hanya tinggal beban awal, pada saat ini

kedalaman penetrasi ujung indentor adalah h1.

Page 30: Praktikum Material Teknik

30

Gambar 2.1 Proses uji rockwell

Kekerasan diperhitungkan berdasarkan perdaan kedalaman penetrasi ini. Karena

yang diukur adalah kedalaman penetrasi, maka pengukuran dapat dilakukan dengan

menggunakan dial indicator, dengan sedikit modifikasi yaitu piringan penunjuknya

menunjukkan skala kekerasan Rockwell.

Dengan cara Rockwell dapat digunakan beberapa skala, tergantung pada

kombinasi jenis indentor dan besar beban utama yang digunakan. Macam skala dan

jenis indentor serta besar beban utama dapat dilihat pada Tabel 2.1 di bawah. Untuk

logam biasanya digunakan skala B atau C, dan angka kekerasannya dinyatakan dengan

RB dan RC. untuk skala B harus digunakan indentor berupa bola baja berdiameter 1/10″

dan beban utama 100 kgf. kekerasan yang dapat diukur dengan Rockwell B ini sampai

RB 100, bila pada suatu pengukuran diperoleh angka di atas 100 maka pengukuran

harus diulangi dengan menggunakan skala lain. Kekerasan yang diukur dengan skala B

ini relatif tidak begitu tinggi, untuk mengukur kekerasan logam yang keras digunakan

Rockwell C (amapai angka kekerasan RC 70) atau Rockwell A (untuk yang sangat

getas).

Table 2.1 Loads and indentors for Rockwell hardness tests.

Test

Load Kilograms

Indentor

A

B

C

D

60

100

150

100

Brale

���

″ ball

Brale

Brale

Page 31: Praktikum Material Teknik

31

Di samping Rockwell yang normal ada pula yang disebut superficial

Rockwell, yang menggunakan beban awal 3kg, indentor kerucut intan (diamond cone,

brale) dan beban utama 15, 30 atau 45 kg. Superficial Rockwell digunakan untuk

specimen yang tipis.

3. Pengujian kekerasan Vickers

Prinsip dasar pengujian ini sama dengan pengujian Brinell, hanya saja di sini

digunakan indentor intan yang berbentuk piramid beralas bujur sangkar dan sudut

puncak antara dua sisi yang berhadapan 136o. tapak tekannya tentu akan berbentuk

bujur sangkar, dan yang diukur adalah panjang kedua diagonalnya lalu diambil rata–

rata. Angka kekerasan Vickers dihitung dengan :

HVN = {2P sin (α/2)} / d2 = 1,854 P / d2

Dimana: P = gaya tekan (kgf)

d = diagonal tapak tekan rata–rata (mm)

α = sudut puncak indentor = 136o

Gambar 2.2 The vicker diamond-pyramid indentor

F

G

60

150

��″ ball

��″ ball

Page 32: Praktikum Material Teknik

32

Hasil pengujian kekerasan Vickers ini tidak tergantung pada besarnya gaya

tekan (tidak seperti pada Brinell), dengan gaya tekan yang berbeda akan menunjukkan

hasil yang sama untuk bahan yang sama. Dengan demikian juga Vickers dapat

mengukur kekerasan bahan mulai dari yang sangat lunak (5 HV) sampai yang amat

keras (1500 HV) tanpa perlu mengganti gaya tekan. Besarnya gaya tekan yang

digunakan dapat dipilih antara 1 sampai dengan 120 kg, tergantung pada

kekerasan/ketebalan bahan yang diuji agar diperoleh tapak tekan yang mudah diukur

dan tidak ada anvil effect (pada benda yang tipis).

4. Kekerasan Meyer

Meyer mengukur kekerasan dengan cara yang hampir sama seperti Berinell,

juga menggunakdan indentor bola, hanya saja angka kekerasannya tidak dihitung

dengan luas permukaan tapak tekan, tetapi dihitung dengan luas proyeksi tapak tekan.

Angka kekerasan Meyer:

Pm = 4P / (π d2)

Dimana: P = gaya tekan (kgf)

d = diameter tapak tekan (mm)

Dengan cara ini hasil hasil pengukuran tidak lagi terpengaruh oleh besarnya

gaya tekan yang digunakan untuk menekan indentor (jadi tidak seperti Brinell).

Hasilnya akan sama walaupun pengukuran dilakukan dengan gaya tekan berbeda.

Walapun demikian ternyata pengujian Meyer tidak banyak digunakan.

5. Microhardness test

kepeluan metalurgik seringkali diperlukan pengukuran kekerasan pada daerah

yang sangat kecil, misalnya pada salah satu strukturmikro, atau pada lapisan yang

sangat tipis misalnya pada lapisan pada lapisan electroplating. Untuk itu pengujian

dilakukan dengan gaya tekan yang sangat kecil, di bawah 1000 gram, menggunakan

mesin yang dikombinasi dengan mikroskop. Cara yang biasa digunakan adalah Mikro

Vickers atau Knoop.

Pada Mikro Vickers, indentor yang digunakan juga sama seperti pada Vickers

biasa, juga cara perhitungan angka kekerasannya, hanya saja gaya tekan yang

Page 33: Praktikum Material Teknik

digunakan kecil sekali, 1 sampai 1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur

dalam micron.

Pada Knoop microhardness test, digunakan

alas berbentuk belah ketupat y

2.3)

Gambar 2.3 The knoop diamond

Angka kekerasan Knoop dihitung sebagai berikut :

HK = 14,299 P/l

dimana: P = gaya tekan (gr)

l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang

Mengingat bentuk indentornya maka Knoop akan menghasilkan indentasi

yang sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk

pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis dan/atau getas.

Perbandingan pemakaian hardness t

Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Cara pengujian kekerasan yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam

persyaratan/prosedur, antara lain bahwa permukaan yang diuji harus cukup halus dan rata,

specimen harus cukup tebal (tidak kurang dari 6 mm untuk Brinell standart, 1,5 mm untuk

Rockwell normal). Specimen harus dapat ditumpuh dengan baik dan permukaan yang diuji

digunakan kecil sekali, 1 sampai 1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur

Pada Knoop microhardness test, digunakan indentor pyramid intan dengan

alas berbentuk belah ketupat yang perbandingan panjang diagonalnya 1 : 7 (Gambar

Gambar 2.3 The knoop diamond-pyramid indentor

Angka kekerasan Knoop dihitung sebagai berikut :

HK = 14,299 P/l2

P = gaya tekan (gr)

l = panjang diagonal tapak tekan yang panjang (mikron)

engingat bentuk indentornya maka Knoop akan menghasilkan indentasi

yang sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk

pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis dan/atau getas.

Perbandingan pemakaian hardness test

Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Cara pengujian kekerasan yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam

persyaratan/prosedur, antara lain bahwa permukaan yang diuji harus cukup halus dan rata,

harus cukup tebal (tidak kurang dari 6 mm untuk Brinell standart, 1,5 mm untuk

Rockwell normal). Specimen harus dapat ditumpuh dengan baik dan permukaan yang diuji

33

digunakan kecil sekali, 1 sampai 1000 gram, dan panjang diagonal indentasi diukur

indentor pyramid intan dengan

diagonalnya 1 : 7 (Gambar

pyramid indentor

engingat bentuk indentornya maka Knoop akan menghasilkan indentasi

yang sangat dangkal (dibandingkan dengan Vickers), sehingga sangat cocok untuk

pengujian kekerasan pada lapisan yang sangat tipis dan/atau getas.

Setiap cara pengujian yang diuraikan di atas mempunyai kelebihan dan kekurangan.

Cara pengujian kekerasan yang normal mempunyai beberapa persamaan dalam

persyaratan/prosedur, antara lain bahwa permukaan yang diuji harus cukup halus dan rata,

harus cukup tebal (tidak kurang dari 6 mm untuk Brinell standart, 1,5 mm untuk

Rockwell normal). Specimen harus dapat ditumpuh dengan baik dan permukaan yang diuji

Page 34: Praktikum Material Teknik

34

harus horizontal. Titik pengujian tidak boleh terlalu berdekatan dan tidak terlalu dekat dengan

tepi specimen.

Brinell standart akan mengakibatkan terjadinya indentasi yang cukup besar, karena itu

biasanya tidak digunakan pada permukaan dari finished product dan benda yang kecil/tipis.

Rockwell hanya meninggalkan bekas yang sangat kecil sehingga tidak mengakibatkan cacat

pada permukaan, tetapi karena penggunaan indentor yang kecil ini. Rockwell tidak baik

digunakan pada bahan yang tidak homogen, seperti pada besi tuang kelabu dimana terdapat

bagian – bagian yang sangat lunak (grafit). Untuk ini sebaiknya digunakan Brinell, di

samping itu Brinell tidak menuntut kehalusan permukaan yang terlalu tinggi, cukup dengan

geinda kasar.

Pada Brinell dan Vickers dilakukan pengukuran tapak tekan secara manual, akan

memakan waktu dan member peluang untuk terjadinya kesalahan pengukuran. Kadang –

kadang pengukuran tapak tekan ini tidak mudah, karena ada kemungkinan terjadi sinking dan

ridging (Gambar 2.4). Sinking terjadi pada logam yang dianil sedang ridging terjadi pada

logam yang dideformasi dingin.

Gambar 2.4a

Gambar 2.4b

Vickers dapat mengukur kekerasan mulai dari yang sangat lunak sampai yang keras,

tidak terpengaruh oleh besarnya gaya tekan yang dipakai, sangat mudah untuk

membandingkan kekerasan bahan yang satu dengan lainnya karena hanya ada satu skala saja.

Tetapi Vickers sangat sensitive terhadap kekasaran permukaan, sehingga diperlukan

persiapan yang lebih teliti untuk menghaluskan permukaan. Karenanya biasanya Vickers

hanya digunakan dalam laboratorium penelitian.

Page 35: Praktikum Material Teknik

35

Demikian pula dengan microhardness test dan Rockwell superficial, memerlukan

persiapan specimen yang sangat teliti, perlu dilakukan grinding mulai dari yang kasar sampai

yang halus, dilanjutkan dengan polishing, seperti halnya yang dilakukan pada persiapan

specimen metallografy. Bahkan mungkin diperlukan etching. Tetapi cara pengujian ini dapat

digunakan untuk benda yang sangat tipis dan untuk daerah yang sangat kecil. Ini juga hanya

untuk laboratorium.

Tabel 2.2 Penggunaan jenis pengujian kekerasan

BRINELL ROCKWELL ROCKWELL

SUPERFICIAL VICKERS MICROHARDNESS

Structural steel and other rolled section Most castings including steel, cast iron, and alunimiun Most forgings

Finished parts, such as bearings, bearig races, valves, nuts, bolts, gear pullers, rolls, pins, pivots, stops, etc. Cutting tools, such as saws, knives, chisels, scissors. Forming tools Small castings and forgings Sheet metal Large-diameter wire Electrical contacts Plastic sheel or parts Case-hardened parts Cemented carbides

Same as standard Rockwell except where shallower penetration is necessary, as in : Thin casehardned part. to 0,10 in Thn materials down to 0,06 in. Cemented carbides Powered metals

Same as Rockwell and Rockwell superticial except where higher accuracy or shallower penetration is necessary. as in Thin case-hardened parts. 0,05 to 0,10 in. Thin material down to 0,05 in. Highly finished parts to avoid a removal opetion. Thin section, such as tubing. Weak structures. Plating thickness

Plated surfaces. Coatings, such as laquer, varnish, or paint. Forls and very thin materials down to 0,001 in. To estabilish case gradients. Bimetals and laminated materials. Very small parts or areas, such as watch gears, cutting tool edgers, thread crests, pivot points, etc Very brittle or frgile materials (Knoop indenter), such as silicon, germanium, glass, tooth enamel. Opaque, clear, or translucent materials. Powdered metals. To investigate individual constituents of a metals To determine grain or grain boundary hardness.

Konversi angka kekerasan

Untuk suatu keperluan praktis kadang – kadang perlu mengadakan konversi atas hasil

pengukuran kekerasan suatu cara ke cara lain. Ternyata hal ini tidak mudah karena adanya

Page 36: Praktikum Material Teknik

36

perbedaan pada prinsip kerja dari masing – masing cara pengukuran kekerasan. Karenanya

hubungan konversi ini hanya sekedar suatu hubungan empiric. Dan hubungan knversi inipun

hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu saja, sehingga masing –maing logam harus

memiliki hubungan konversi sendiri-sendiri. Hubungan konversi yang sudah banyak dibuat

adalah hubungan konversi antara Binell 4(BHN), Rockwell 4(RA, RB, RC, superficial) dan

Vckers (HV atau VHN atau DPHN) untuk baj, seperti tertera pada Tabel 2.3.

Dari tabel tersebut tampak bahwa angka kekerasan Brinell hampir sama dengan angka

kekerasan Vickers (Vickers sedikit lebih tinggi, 5-10 %), sedang terhadap Rockwell B,

Brinell/Vickers kira-kira dua kali lebih besar, dan terhadap Rockwell C, kira-kira 10 – 13 kali

lebih besar.

Table 2.3. Approximate Hardness Conversion Number for Steel, Based on DPH (Vickers)

Dia

mon

d py

ram

id

Ha

rdne

ss n

umbe

r V

icke

rs,

50

kg lo

ad

Brinell hardness numbers 10-mm ball 3000-kg load

Rockwell hardness number Rockwell superficial hardnes

number superficial Brale penetrator

She

re s

ele

rosc

upe

ha

rdne

ss n

umbe

r

Dia

mon

d py

ram

id h

ard

ness

num

ber.

Vic

kers

, 50

-kg

loa

d

Sta

nda

rd b

all

Hul

tgre

n ba

ll

Tun

gale

n ca

rbid

e b

all

A

sca

le

60-k

g lo

ad

B

rale

pe

netr

ato

r

B

sca

le

100-

kg

loa

d

1/10

-me

ida

ba

ll

A

sca

le

150-

kg

loa

d

Bra

le p

ene

tra

tor

D

sca

le

100-

kg

loa

d

Bra

le p

ene

tra

tor

15-N

sca

le

15-k

g lo

ad

30-N

sca

le

30-k

g lo

ad

45-N

sca

le

45-k

g lo

ad

940 920 900 880 860 840 820 800 780 760 740 720 700 690 680 670 660 650 640 630 620 610 600 590 580 570 560 550 540 530

………………………… ………………………… ………………………… ……………… …………. ………………………..... …………. 505 496 488 480 473 465 456 448

………………………… ………………………… …………. 615 610 603 597 590 585 578 571 564 557 550 542 536 527 519 512 503 495

...........

...........

........... 767 757 745 733 722 710 698 684 670 656 647 638 630 620 611 601 591 582 573 564 554 545 535 525 517 507 497

85.6 85.3 85.0 84.7 84.4 84.1 83.8 83.4 83.0 82.6 82.2 81.8 81.3 81.1 80.8 80.6 80.3 80.0 79.8 79.5 79.2 78.9 78.6 78.4 78.0 77.8 77.4 77.0 76.7 76.4

................

................

................

................

................ ................................................................................ ............................................................................... ................................................................................ ................................................................................ ................................................................................

68.0 67.5 67.0 66.4 65.9 65.3 64.7 64.0 63.3 62.5 61.8 61.0 60.1 59.7 59.2 58.8 58.3 57.8 57.3 56.8 56.3 55.7 55.2 54.7 54.1 53.6 53.0 52.3 51.7 51.1

76.9 76.5 76.1 75.7 75.3 74.8 74.3 73.8 73.3 72.6 72.1 71.5 70.8 70.6 70.1 69.8 69.4 69.0 68.7 68.3 67.9 67.5 67.0 66.7 66.2 65.8 65.4 64.8 64.4 63.9

93.2 93.0 92.9 92.7 92.5 92.3 92.1 91.8 91.5 91.2 91.0 90.7 90.3 90.1 89.8 89.7 89.5 89.2 89.0 88.8 88.5 88.2 88.0 87.8 87.5 87.2 86.9 86.6 86.3 86.0

84.4 84.0 83.6 83.1 82.7 82.2 81.7 81.1 80.4 79.7 79.1 78.4 77.6 77.2 76.8 76.4 75.9 75.5 75.1 74.6 74.2 73.6 73.2 72.7 72.1 71.7 71.2 70.5 70.0 69.5

75.4 74.8 74.2 73.6 73.1 72.2 71.8 71.0 70.2 69.4 68.6 67.7 66.7 66.2 65.7 65.3 64.7 64.1 63.5 63.0 62.4 61.7 61.2 60.5 59.9 59.3 58.6 57.8 57.0 56.2

97 96 96 93 92 91 90 88 87 86 84 83 81 … 80 … 70 …. 77 …. 75 ….. 74 ….. 72 …. 71 …. 69 ….

940 920 900 880 860 840 820 800 780 760 740 720 700 690 680 670 660 650 640 630 620 610 600 590 580 570 560 550 540 530

Page 37: Praktikum Material Teknik

37

520 510 500 490 480 470 460 450 440 430 420

441 433 425 415 405 397

487 479 471 460 452 442 433 425 415 405 397

488 479 471 460 452 442 433 425 415 405 397

76.1 75.7 75.3 74.9 74.6 74.1 73.6 73.3 72.8 72.3 71.8

................

................

................

................

................ ................................................................................................

50.5 49.8 49.1 48.4 47.7 46.9 46.1 45.3 44.5 43.6 42.7

63.5 62.9 62.2 61.6 61.3 60.7 60.1 59.4 58.8 58.2 57.5

85.7 85.4 85.0 84.7 84.3 83.9 83.6 83.2 82.8 82.3 81.8

69.0 68.3 67.7 67.1 66.4 65.7 64.9 64.3 63.5 62.7 61.9

55.6 54.7 53.9 53.1 52.2 51.3 50.4 49.4 48.4 47.4 46.4

…. 67 … 66 …. 64 …. 62 …. 59 …. 57

520 510 500 490 480 470 460 450 440 430 420

Dia

mon

d py

ram

id

Ha

rdne

ss n

umbe

r V

icke

rs,

50

kg lo

ad

Brinell hardness numbers 10-mm ball 3000-kg load

Rockwell hardness number Rockwell superficial hardnes

number superficial Brale penetrator

She

re s

ele

rosc

upe

ha

rdne

ss n

umbe

r

Dia

mon

d py

ram

id h

ard

ness

num

ber.

Vic

kers

, 50

-kg

loa

d

Sta

nda

rd b

all

Hul

tgre

n ba

ll

Tun

gale

n ca

rbid

e b

all

A

sca

le

60-k

g lo

ad

B

rale

pe

netr

ato

r

B

sca

le

100-

kg

loa

d

1/10

-me

ida

ba

ll

A

sca

le

150-

kg

loa

d

Bra

le p

ene

tra

tor

D

sca

le

100-

kg

loa

d

Bra

le p

ene

tra

tor

15-N

sca

le

15-k

g lo

ad

30-N

sca

le

30-k

g lo

ad

45-N

sca

le

45-k

g lo

ad

410 400 390 380 370 360 350 340 330 320 310 300 295 290 285 280 275 270 265 260 255 250 245 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 95 90 85

386 379 369 360 350 341 331 322 313 303 294 284 280 275 270 265 261 256 252 247 240 238 233 228 219 209 200 190 181 171 162 152 143 133 124 114 105 95 90 86 81

388 379 369 360 350 341 331 322 313 303 294 284 280 275 270 265 261 256 252 247 240 238 233 228 219 209 200 190 181 171 162 152 143 133 124 114 105 95 90 86 81

386 379 369 360 350 341 331 322 313 303 294 284 280 275 270 265 261 256 252 247 240 238 233 228 219 209 200 190 181 171 162 152 143 133 124 114 105 95 90 86 81

71.4 70.8 70.3 69.8 69.2 68.7 68.1 67.6 67.0 66.4 65.6 65.2 64.8 64.5 64.2 63.8 63.5 63.1 62.7 62.4 62.0 61.6 61.2 60.7 ........ .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

..........

..........

.......... (110.0) .......... (109.0) .......... (108.0) .......... (107.0) .......... (105.5) .......... (104.5) .......... (103.5) .......... (102.0) .......... (101.0) .......... 99.5 .......... 98.1 96.7 95.0 93.1 91.5 89.5 87.1 85.0 81.7 78.7 73.0 71.2 66.7 62.3 56.2 52.0 48.0 41.0

41.8 40.8 39.8 38.8 37.7 36.6 35.5 34.4 33.3 32.2 31.0 29.8 29.3 28.5 27.8 27.1 26.4 25.6 24.8 24.0 23.1 22.2 21.3 20.3 (18.0) (15.7) (13.4) (11.0) (8.5) (6.0) (3.0) (0.0) .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

56.8 56.0 55.2 54.4 53.6 52.8 51.9 51.1 50.2 49.4 48.4 47.5 47.1 46.5 46.0 45.3 44.9 44.3 43.7 43.1 42.3 41.7 41.1 40.3 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

81.4 81.0 80.3 79.8 79.2 78.6 78.0 77.4 76.8 76.2 75.6 74.9 74.6 74.2 73.8 73..4 73.0 72.6 72.1 71.6 71.1 70.6 70.1 69.6 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

61.1 60.2 59.3 58.4 57.4 56.4 55.4 54.4 53.6 52.3 51.3 50.2 49.7 49.0 48.4 47.8 47.3 46.4 45.7 45.0 44.2 43.4 42.5 41.7 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ...........

46.3 44.1 42.9 41.7 40.4 39.1 37.8 36.5 36.2 33.9 32.3 31.1 30.4 29.5 28.7 27.9 27.1 26.3 25.3 24.3 23.2 22.3 21.1 19.9 .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... .......... ..........

.......... 55 .......... 52 .......... 50 .......... 47 .......... 45 .......... 42 .......... 41 .......... 40 .......... 33 .......... 37 .......... 36 .......... 34 33 32 30 29 28 26 25 24 22 21 20 .......... .......... .......... .......... .......... ..........

410 400 390 380 370 360 350 340 330 320 310 300 295 290 285 280 275 270 265 260 255 250 245 240 230 220 210 200 190 180 170 160 150 140 130 120 110 100 95 90 85

Page 38: Praktikum Material Teknik

38

Note. The value in this table shown in bold-faced type correspond to the values shown in the corresponding

joint SAE-ASM-ASTM Committee on Hardness Conversions as prioted in ASTM Spec E4S-43T.

Hubungan antara kekuatan dan kekerasan

Dari pengalaman dapat diketahui bahwa ada hubungan antara kekuatan dan kekerasan

suatu logam. Tetapi mencari bentuk hubungan itu secara teoritik bukanlah hal yang mudah.

Memang ada beberapa rumusan yang diajukan untuk itu tetapi semuanya masih jauh dari

memuaskan.

Secara empirik juga banyak diajukan rumusan untuk menyatakan hubungan antara

kekuatan dan kekerasan, dan ini biasanya hanya berlaku untuk satu jenis logam tertentu pada

kondisi tertentu, misalnya untuk baja karbon (konstruksi) yang dianil. Pada umumnya

kekuatan sebanding dengan kekerasan, kekuatan akan naik dengan naiknya kekerasan

(bersamaan dengan itu keulatan akan menurun).

Hubungan antara kekuatan dan kekerasan dapat dinyatakan sebagai berikut :

• untuk baja karbon :

UTS = 0,36 BHN (kg/mm2) atau UTS = 500 BHN (psi)

• untuk baja paduan :

UTS = 0,34 BHN (kg/mm2)

Hubungan anatara kekerasan dan kekuatan juga dapat digambarkan dengan suatu

grafik seperti terlihat pada gambar 2.5, (hubungan antara angka kekerasan dengan kekuatan

tarik untuk baja konstruksi). Dari grafik tersebut terlihat bahwa angka kekerasan Brinell

(standar) menunjukkan suatu hubungan yang paling linier. Dengan angka kekerasan yang lain

akan terjadi sedikit penyimpangan pada angka kekerasan yang agak tinggi.

Page 39: Praktikum Material Teknik

39

Gambar 2.5 Approximate relations between hardness number and tensile ultimate strength for

structural steels

C. Langkah-Langkah Percobaan

1. Metode Brinell

� Sebelum percobaan

1. Permukaan benda uji (specimen) dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan

sejajar terhadap permukaan meja uji,

2. Catat type, mer, nomor seri, tahun pembuatan dan kemampuan secara keseluruhan,

3. Gambar mesin secara keseluruhan dan catat bagian-bagian utama dari mesin,

4. Catat bagaimana pemakaian mesin, misalnya bagaimana cara meletakkan benda

uji, menyetel benda uji ditempat yang tepat, memberikan beban tekan yang akan

digunakan, mengukur diameter kedalaman, dan menggunakan mesin,

5. Gambar skematis mesin brinell,

6. Buatlah table atau kolom untuk pengujian brinell,

7. Pasanglah benda uji pada landasan mesin brinell.

� Saat percobaan

1. Putarlah hand well hingga benda uji menyentuh indentor,

2. Pompalah tuas untuk menaikkan beban yang akan diberikan pada benda uji,

3. Setelah sampai pada beban yang telah ditentukan tahan sekitar 10detik, kemudian

lepaskan beban dengan membuka katup beban,

Page 40: Praktikum Material Teknik

40

4. Lakukan 3-5 kali percobaaan dengan bahan yang sama, sehingga kedalaman

indentasi rata-rata dapat ditetapkan,

5. Lihat diameter hasil indentasi pada benda uji tadi, baik secara vertical atau

horizontal dengan menggunakan mikroskop (mm),

6. Hasilnya masukkan kedalm table yang telah dibuat,

7. Hasil yang didapatkan tadi dicari nilai rata-rata.

2. Metode Rockwell

� Sebelum percobaan

1. Permukaan benda uji (specimen) dibersihkan sehingga permukaan tersebut rata dan

sejajar terhadap permukaan meja uji,

2. Catat type, mer, nomor seri, tahun pembuatan dan kemampuan secara keseluruhan,

3. Gambar mesin secara keseluruhan dan catat bagian-bagian utama dari mesin,

4. Catat bagaimana pemakaian mesin, misalnya bagaimana cara meletakkan benda uji,

menyetel benda uji ditempat yang tepat, memberikan beban tekan yang akan

digunakan, mengukur diameter kedalaman, dan menggunakan mesin,

5. Gambar skematis mesin rockwell,

6. Buatlah table atau kolom untuk pengujian rockwell,

7. Siapkan bahan-bahan pengujian Rockwell,

- Rockwell A (cone) : untuk bahan non ferrous

- Rockwell B (ball) : untuk bahan ferrous

- Rockwell C (cone) : untuk bahan ferrous

8. Letakkan landasan mesin pengujian Rockwell,

� Saat percobaan

1. Perhatikan beban yang diberikan pada mesin uji Rockwell sesuiakan dengan

indentor yang dipakai (lihat table pada mesin),

2. Naikkan landasan mesin hingga benda uji menyentuh indentor (ball atau cone),

kemudian naikkan beban hingga mencapai beban minor atau jarum hitam kecil

sampai pada titik merah menggunakan indentor cone (intan),

3. Pada mesin uji Rockwell ada dua dial, yaitu berwarna hitam dan merah, yang

hitam untuk pengujian yang menggunakan indentor ball, sedangkan yang

berwarna merah menggunakan indentor cone,

4. Tentukan tuas beban dari posisi nol ke posisi satu, sambil dibaca dial

indikatornya,

Page 41: Praktikum Material Teknik

41

5. Apabila sudah berhenti jarum pembacanya, catat hasil pada table yang sudah anda

persiapkan,

6. Lakukan pengujian ini berulang-ulang, minimal sebanyak 3kali hingga

mendapatkan nilai rata-rata.

D. Data Hasil Pengujian

Pengujian tarik dilakukan untuk mengetahui sifat mekanis (kekerasan) dari material

aluminium, besi dan baja sebagai uji dalam penelitian ini. Data ini diperoleh dalam suhu

kamar yaitu dengan suhu 30-32 oC. Hasil pengujian kekerasan dengan perlakuan suhu

kamar dapat ditunjukan dalam tabel dibawah ini:

Tabel 2.4 Data Hasil Pengujian Kekerasan

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell A

HRA

Kg/mm2

HRA Rata²

Kg/mm2 Ket.

1 Aluminium (Al) P = 60 kg

t = 5 detik

Cone 41

44.8 Skala

Hitam

Cone 45

Cone 44

Cone 45

Cone 49

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell B

HRB

Kg/mm2

HRB Rata²

Kg/mm2 Ket.

2 Besi (Fe) P = 100 kg

t = 5 detik

1/16” Ball 75

71.6 Skala

Merah 1/16” Ball 73

1/16” Ball 68

Page 42: Praktikum Material Teknik

42

1/16” Ball 70

1/16” Ball 72

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell B

HRC

Kg/mm2

HRC Rata²

Kg/mm2 Ket.

3 Baja (FeC) P = 150 kg

t = 5 detik

Cone 48

48 Skala

Hitam

Cone 45

Cone 50

Cone 49

Cone 48

E. Pembahasan Soal Sesudah Praktikum

1. Data hasil pengujian

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell A

HRA

Kg/mm2

HRA Rata²

Kg/mm2 Ket.

1 Aluminium (Al) P = 60 kg

t = 5 detik

Cone 41

44.8 Skala

Hitam

Cone 45

Cone 44

Cone 45

Cone 49

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell B

HRB

Kg/mm2

HRB Rata²

Kg/mm2 Ket.

Page 43: Praktikum Material Teknik

43

2 Besi (Fe) P = 100 kg

t = 5 detik

1/16” Ball 75

71.6 Skala

Merah

1/16” Ball 73

1/16” Ball 68

1/16” Ball 70

1/16” Ball 72

No Benda Uji Kondisi

Indentasi

Indentasi

Rockwell B

HRC

Kg/mm2

HRC Rata²

Kg/mm2 Ket.

3 Baja (FeC) P = 150 kg

t = 5 detik

Cone 48

48 Skala

Hitam

Cone 45

Cone 50

Cone 49

Cone 48

2. Pengujian Rocwell, karena pengujiannya mudah dan membutuhkan waktu yang relative

singkat dan kemungkinan terjadinya kesalahan sangat kecil, karena penentuan angka

kekerasan dilakukan oleh mesin dan langsung dapat dilihat angka kekerasannya dari

bahan yang diuji.

3. Pengujian Brinell

- Keuntungan:

• Mudah untuk dilakukan.

• Dapat menguji berbagai macam bahan

• Dapat menggunakan berbagai indentor dengan diameter yang berbeda asal

memenuhi P/ D² = Konstan

• Dapat mengetahui BHN yang besar.

- Kerugian:

Page 44: Praktikum Material Teknik

44

• Karena pengukuran dilakukan secara manual maka kemungkinan kesalahan yang

terjadi cukup besar.

• Untuk mengukur bahan yang sangat keras (di atas 500 BHN) bahan indentor dari

baja tidak cukup baik.

• Maksimal pengukuran sampai 650 BHN.

Pengujian Rocwell

- Keuntungan:

• Hasilnya lebih akurat dan prosesnya cepat.

• Terdapat 3 skala kekerasan untuk pengujian bahan-bahan yang berbeda.

• Dapat digunakan untuk menuji specimen yang tipis.

- Kerugian:

• Tidak dapat mengetahui nilai BHN.

• Karena ada 3 skala yang berbeda maka harus dalakukan beberapa kali percobaan

untuk kekerasan suatu bahan.

• Karena ujungnya lancip kurang akurat pada bahan yang tidak homogen.

4. Uji Brinell

Uji Rockwell

Page 45: Praktikum Material Teknik

45

5. Pada kekerasan Brineel besarnya diameter indentasi (d) dibatasi yaitu 0,2 D < d <0,7 D

agar tidak terjadi indentasi yang terlalu dangkal atau dalam dan juga boleh menggunakan

gaya tekan dan indentor dengan diameter yang berbeda, asal memenuhi syarat P/D² =

Konstan, sebagai akibat deformasi pada saat penekanan dan terjadinya recovery pada saat

beban dibebaskan dari specimen maka terdapat pada hasil indentasi yang tidak

sepenuhnya berbentuk bola.Untuk 0,2 D → indentasinya cukup dangkal sehingga

kekerasan suatu bahan tidak sepenuhnya dapat dilihat.Untuk 0,7 D → indentasinya terlalu

dalam dan hasil kekerasannya akan melebihi kekerasan maksimal suatu bahan.

F. Analisa Data

Pada gambar diatas di jelaskan bahwa semakin tinggi kadar karbon yang dikandung oleh

besi maka bahan tersebut akan samakin keras. Pengujian ini sangat mudah dilakukan, karena

membutuhkan waktu yang relative singkat dan kemungkinan terjadinya kesalahan sangat

kecil karena penentuan angka kekerasan dilakukan oleh mesin,dan langsung dapat dilihat

angka kekerasanya dari bahan yang di uji. Berikut ini adalah penjelasan pada masing-masing

jenis specimen:

Page 46: Praktikum Material Teknik

46

� Aluminium

Kekerasannya cenderung relative rendah karna alumunium mengandung karbon yang

relative sedikit. Pada identor cone, untuk pembebanan beban 60 kg. Allumunium

menggunakan Rockwell A, karena aluminum memiliki sifat yang getas.

� Besi

Mempunyai kekerasan yang relative tinggi di banding specimen alumunium, karena

besi jenis ini mengandung karbon yang tinggi. Besi jenis ini menggunakan Rockwell skala B

dan menggunakan indentor baja 1/16’’, sekala B ini relative tinggi.

� Baja

Specimen ini memiliki kekerasan yang lebih tinggi disbanding kedua specimen diatas,

baja ini menggunakan indentor Rockwell skala C, karena pada Rockwell C digunakan untuk

mengukur kekerasan yang keras. Anggka kekerasan sampai 70 RC.

G. Kesimpulan

• Semakin tinggi kadar karbon yang dimiliki maka bahan tersebut semakin keras dan

sebaliknya.

• Semakin rendah kadar karbon maka bahan tersebut semakin lunak.

• Aluminium memiliki tingkat kekerasan lebih rendah dibandingkan besi dan baja.

Page 47: Praktikum Material Teknik

47

BAB III

PENGUJIAN IMPACT

A. Tujuan Praktikum

Tujuan pengujian impact antara lain:

1. Untuk melihat ketahanan beban terhadap adanya pembebanan tiba-tiba (mendadak),

2. Untuk mengetahui kepekaan logam terhadap adanya notch.

B. Dasar Teori

Selama Perang Dunia II banyak dijumpai kerusakan pada konstruksi (kapal, jembatan,

tanki, pipa dan lain-lain) yang menampakkan pola patah getas, padahal konstruksi tersebut

terbuat dari logam yang biasanya dikenal cukup ulet, seperti misalnya baja lunak. Ternyata

ada tiga factor utama yang menyebabkan kecenderungan terjadinya patah getas, yaitu 1.

tegangan yang triaxial, 2. temperatur rendah dan 3. laju peregangan (strain rate) yang tinggi

(jadi adalah juga kecepatan pembebanan tinggi). Tegangan yang triaxial dapat terjadi pada

takikkan.

Ada beberapa cara menguji kecenderungan terjadinya pataah getas yang dilakukaan

para peneliti, salah satu yang sering digunakan adalah impact test (pengujiaan pukul-takik).

Pada pengujian ini digunakan batang uji yang bertakik (nocth) yang dipukul dengan sebuah

bandul. Ada dua cara pengujian yang dapat digunakan yaitu metode Charpy (yang banyak

dipakai di Amerika dan negara-negara lain)dan metode Izod yang digunakan di Inggris. Pada

metode Izod, batang uji dijepit pada satu ujung sehingga takikkan berada didekat penjepitnya.

Bandul/pemukul yang diayunkan dari ketinggian tertentu akan memukul ujung yang lain dari

arah takikkan.

Gambar 3.1 The principles of the izod and charpy tests

Page 48: Praktikum Material Teknik

Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung

kearah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul batang

uji tepat dibelakang takikkan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana suatu

batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi

pemberat. Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikkan tepat berada pada bidang

lintasan pemukul.

Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H. pada

posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pem

ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang uji hingga patah, dan pemukul

masih terus berayun sampai ketinggian H1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah WH1.

Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energ

mematahkan batang uji.

Gambar 3.2 Schematic drawing of an impact testing machine

Gambar 3.3 Calculating the ‘energy to fracture’ from an impact test

Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung

earah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul batang

uji tepat dibelakang takikkan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana suatu

batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi

berat. Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikkan tepat berada pada bidang

Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H. pada

posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pem

ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang uji hingga patah, dan pemukul

masih terus berayun sampai ketinggian H1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah WH1.

Selisih antara energi awal dengan energi akhir adalah energi yang digunakan untuk

Gambar 3.2 Schematic drawing of an impact testing machine

Gambar 3.3 Calculating the ‘energy to fracture’ from an impact test

48

Pada metode Charpy, batang uji diletakkan mendatar dan ujung-ujungnya ditahan

earah mendatar oleh penahan yang berjarak 40 mm. Bandul berayun akan memukul batang

uji tepat dibelakang takikkan. Untuk pengujian ini digunakan sebuah mesin dimana suatu

batang dapat berayun dengan bebas. Pada ujung batang dipasang pemukul yang diberi

berat. Batang uji diletakkan dibagian bawah mesin dan takikkan tepat berada pada bidang

Pada pengujian ini bandul pemukul dinaikkan sampai ketinggian tertentu H. pada

posisi ini pemukul memiliki energi potensial sebesar WH (W = berat pemukul). Dan posisi

ini pemukul dilepaskan dan berayun bebas, memukul batang uji hingga patah, dan pemukul

masih terus berayun sampai ketinggian H1. Pada posisi ini sisa energi potensial adalah WH1.

i yang digunakan untuk

Gambar 3.2 Schematic drawing of an impact testing machine

Gambar 3.3 Calculating the ‘energy to fracture’ from an impact test

Page 49: Praktikum Material Teknik

49

Impact strength, ketahanan batang uji terhadap pukulan (impact) dinyatakan dengan

banyaknya energi yang diperlukan untuk mematahkan batang uji, dengan notasi IS atau C,

satuannya kg.m atau lb.ft atau joule. Jadi impact strength sebenarnya adalah ketangguhan

juga, ketangguhan tehadap beban mengejut dan pada batang uji yang tertakik, notch

toughness. Logam yang getas akan memperlihatkan impact strength yang rendah.

Hasil pengukuran dengan impact test ini masih tidak dapat digunakan untuk keperluan

perhitungan suatu desain, ia hanya dapat digunakan untuk membandingkan sifat suatu bahan

dengan bahan lain, apakah suatu bahan mempunyai sifat ketangguhan yang lebih baik

daripada bahan lain. Hal ini disebabkan karena banyak sekali faktor yang mempengaruhi

impact strength yang tidak dapat dicari korelasinya antara kondisi pengujian dengan kondisi

pemakaian. Misalnya saja pada pengujian kecepatan pembebanan sudah tertentu sedang pada

pemakaian kecepatan pembebanan dapat bervariasi. Demikian juga halnya dengan triaxial

state of stress, yang dipengaruhi oleh bentuk dan ukuran takikan, bentuk dan ukuran benda

kerja, tentunya semua ini akan menyebabkan impact strength yang berbeda bila faktor

tersebut berbeda. Karena itu untuk pengujian pukul-takik ini bentuk dan ukuran batang uji

serta bentuk dan ukuran takikan harus benar-benar sama, barulah hasil pengujian dapat

dibandingkan satu sama lain. Bentuk penampang batang uji biasanya bujur sangkar 10 x 10

mm dengan bentuk takikan V (V – notched) atau U (U – notched, atau key hole). V notched

biasanya digunakan untuk logam yang dianggap ulet sedang U – notched biasanya digunakan

untuk logam yang getas. Bentuk dan ukuran batang uji yang stadar dapat dilihat pada gambar

3.4.

Gambar 3.4 Notched bar impact test speciments

Page 50: Praktikum Material Teknik

50

Selain mengukur impact strength, impact test juga digunakan untuk mempelajari pola

perpatahannya, apakah batang uji itu patah dengan pola patah getas (brittle fracture) atau

dengan pola patah ulet (ductile fracture) atau kombinasi dari keduanya. Untuk mempelajari

ini dilakukan pengamatan visual pada permukaan patahan. Patahan getas tampak berkilat dan

berbutir (dinamakan juga granular fracture atau cleavage fracture) sedang patahan ulet

tampak lebih suram dan seperti berserabut (dinamakan juga fibrous fracture atau shear

fracture). Dari pengamatan ini kemudian dibuat estimasi persentase luas permukaan yang

patah getas (cleavage fracture).

Hal ketiga yang diukur dengan impact test adalah keuletan (ductility), yang

ditunjukkan dengan persentase pengecilan penampang pada patahan.

Suatu impact test akan lebih bermakna bila dilakukan pada suatu daerah temperatur

pengujian, sehingga dapat dipelajari bagaimana pengaruh temperatur terhadap pola

perpatahan suatu bahan dan juga dapat ditentukan temperatur transisi ulet-getas. Perlu

diketahui bahwa impact strength cenderung menurun dengan turunnya temperatur, dengan

demikian suatu bahan yang pada temperatur relatif tinggi masih bersifat ulet, pada suatu

temperatur tertentu yang lebih rendah mulai berubah menjadi getas, dinamakan temperatur

transisi.

Dari serangkaian pengujian yang dilakukan pada berbagai temperatur dibuat suatu

grafik impact strength – temperatur, atau grafik % cleavage fracture – temperatur. Dari grafik

tersebut kemudian dapat ditentukan temperatur transisi. Bentuk grafik impact strength-

temperatur dan cara menentukan temperatur transisi dapat dilihat pada gambar 3.5.

Gambar 3.5 Various criteria of transition temperature obtained from charpy test

Page 51: Praktikum Material Teknik

51

Dalam pemilihan bahan, seringkali bukan hanya besarnya impact strength yang perlu

diperhatikan, tetapi juga temperatur transisinya. Dalam hal ini lebih disukai bahan yang

mempunyai temperatur transisi lebih rendah, walaupun impact strength maksimumnya tidak

lebih tinggi. Seperti terlihat pada gambar di bawah, baja B walaupun memiliki impact

strength lebih rendah tetapi disukai karena temperatur transisinya lebih rendah. Hal ini

disebabkan karena bila baja B mengalami penurunan temperatur kerja impact strengthnya

masih belum banyak menurun, sedang baja A bila mengalami penurunan temperatur kerja

impact strengthnya sudah sangat berkurang, cenderung terjadi patah getas, yang mungkin

dapat berakibat fatal.

Gambar 3.6 Transition-temperature for two steels, showong fallacy of depending on room-temperature results

C. Langkah-Langkah Percobaan

� Sebelum percobaan

1. Catat merk, type, nomor seri, tahun pembuatan, kemampuan mesin berat dan panjang kampak impact,

2. Sket mesin uji impact dan catat nama bagiannya,

3. Catat cara-cara pemakaian mesin, meletakkan benda uji, menaik turunkan kampak, menahan kampak pada kedudukan siap jatuh dan melepaskan mpenahan kampak,

4. Mencatat besar energy yang ditunjukkan oleh jarim indicator, mengukur suhu benda kerja dan sebagainya,

5. Mencatat jenis logam yang dipergunakan,

6. Menggambarkan bentuk benda uji dalm satuan mm dengan parameter panjang, lebar, tinggi dan dimensi takikan,

7. Menentukan bentuk specimen (menggunakan metode charpy atau metode izod).

Page 52: Praktikum Material Teknik

52

� Saat percobaan

1. Periksa dan siapkan specimen serta table isian pengujian,

2. Periksa dan siapkan mesin yang akan dipakai, naikkan kampak sesuai dengan derajat yang telah ditentukan,

3. Keluarkan specimen yang akan digunakan dari media pendinginan atau pemanas sambil mengukur suhu benda uji. Dengan segera meletakkan pada landasan sehingga suhu specimen pada saat permukaan dalam keadaan tepat,

4. Baca kedudukan jarum yang menyatakan energy total,

5. Hasil percobaan masukkan kedalam table yang telah di persiapkan.

D. Data Hasil Pengujian

T h

P L

Gambar 3.7 Sketsa benda uji

Tabel 3.1 Data Hasil Pengujian Impact

No T

(oC)

a

(mm)

b

(mm)

A

(mm2)

α1

(o)

α2

(o)

E

(Joule)

HI

(J/mm2)

1 0 8 10 80 110 89 6.98 0.087

2 33 8 10 80 110 80 9.98 0.12

3 100 8 10 80 110 77 10.95 0.14

4 150-200 8 10 80 110 79 10.37 0.13

Page 53: Praktikum Material Teknik

53

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3.8 (a) bentuk patahan pada temperature 0oC; (b) bentuk patahan pada temperature 33oC; (c)

bentuk patahan pada temperature 100oC; (d) bentuk patahan pada temperature 150-200oC

E. Pembahasan Soal Sesudah Praktikum

1. Perbedaan dari masing-masing specimen:

• Specimen 1(T = 0oC) : energy dan harga impact rendah, terjadi patah getas karena

terjadi penurunan suhu pada specimen.

• Specimen 2 (T = 33oC) : energy dan harga impact diatas specimen 1, karena suhu

specimen lebih tinggi dibandingkan specimen 1.

• Specimen 3 (T = 100oC) : energy dan harga impact diatas specimen 1 dan 2, terjadi

patah ulet karena peningkatan suhu pada specimen.

• Specimen 4 (T = 150 – 200oC) : energy dan harga impak seharusnya lebih tinggi dari

pada specimenlainnya dan terjadi patah ulet.

2. Hasil perhitungan harga energi impact:

• Specimen 1 (T = 0oC)

E = W x l (cos α2 – cos α1)

= 26.08 x 0.75 (cos 89o – cos 110o)

= 6.98 Joule

Page 54: Praktikum Material Teknik

54

• Specimen 2 (T = 33oC)

E = W x l (cos α2 – cos α1)

= 26.08 x 0.75 (cos 80o – cos 110o)

= 9.98 Joule

• Specimen 3 (T = 100oC)

E = W x l (cos α2 – cos α1)

= 26.08 x 0.75 (cos 77o – cos 110o)

= 10.95 Joule

• Specimen 4 (T = 150 – 200oC)

E = W x l (cos α2 – cos α1)

= 2608 x 0.75 (cos 79o – cos 110o)

= 10.37 Joule

3. Hasil perhitungan harga impact strength:

• Specimen 1 (T = 0oC)

HI = J� =

�.2$$#

= 0.087 J/mm2

• Specimen 2 (T = 33oC)

HI = J� =

2.2$$#

= 0.12 J/mm2

• Specimen 3 (T = 100oC)

HI = J� =

�#.2 $#

= 0.14 J/mm2

• Specimen 4 (T = 150 – 200oC)

HI = J� =

�#.".$#

= 0.13 J/mm2

4. Gambar ductile fracture dan brittle fracture:

Specimen 1:

Terjadi brittle fracture

Page 55: Praktikum Material Teknik

55

Specimen 2:

Terjadi brittle fracture

Specimen 3:

Terjadi ductile fracture

Specimen 4:

Terjadi ductile fracture

5. Yang menyebabkan suatu material mengalami sifat getas:

• Terajdi penurunan suhu temperature transisi

• Tegangan tarik rendah

• Kadar karbon pada material telalu banyak.

6. Ketebalan batang uji tidak berpengaruh terhadap kekuatan impactdari suatu bahan karena

makin tebal batang uji semakin besar pula energi yang dibutuhkan tetapi kekuatan Impactnya

tetap.

7. Sumber-sumber yang mengakibatkan terjadinya perbedaan antara perhitungan teoritis dengan hasil percobaan :

• keadaan suhu batang uji saat percobaan tidak tepat

• ukuran specimen percobaan tidak tepat

• kadar karbon pada batang uji tidak sama

Page 56: Praktikum Material Teknik

8. Grafik pengaruh suhu terhadap energy impact

F. Analisa Data

Dari data hasil perhitungan diatas, ditarik kesimpulan bahwa pada temparatur relative

lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada temperatur lebih

rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas.

dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan sebaliknya.

a. Pada specimen I membutuhkan energi

b. Pada specimen III membutuhkan

c. Pada specimen IV memiliki sifat paling ulet d

d. Pada specimen I memiliki

G. Kesimpulan

Semakin tinggi rendah suhu kekuatan energy impact semakin tinggi.Sebaliknya

semakin tinggia suhu kekuatan energy impact semakin rendah. Dan dari data bahwa pada

temparatur relative lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada

temperatur lebih rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas.

Demikian juga dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan

sebaliknya.

Grafik pengaruh suhu terhadap energy impact

Dari data hasil perhitungan diatas, ditarik kesimpulan bahwa pada temparatur relative

lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada temperatur lebih

rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas.

dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan sebaliknya.

membutuhkan energi lebih kecil dari pada specimen lainnya

III membutuhkan energi paling besar

Pada specimen IV memiliki sifat paling ulet dari specimen lainnya

I memiliki sifat paling getas dari specimen lainnya.

Semakin tinggi rendah suhu kekuatan energy impact semakin tinggi.Sebaliknya

semakin tinggia suhu kekuatan energy impact semakin rendah. Dan dari data bahwa pada

temparatur relative lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada

ratur lebih rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas.

Demikian juga dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan

56

Dari data hasil perhitungan diatas, ditarik kesimpulan bahwa pada temparatur relative

lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada temperatur lebih

rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas. Demikian juga

dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan sebaliknya.

lebih kecil dari pada specimen lainnya

Semakin tinggi rendah suhu kekuatan energy impact semakin tinggi.Sebaliknya

semakin tinggia suhu kekuatan energy impact semakin rendah. Dan dari data bahwa pada

temparatur relative lebih tinggi suatu logam masih mempunyai sifat ulet, akan tetapi pada

ratur lebih rendah ( temparatur transisi) logam tersebut mulai berubah menjadi getas.

Demikian juga dengan kadar karbon makin tinggi maka makin getas sifat bahan dan

Page 57: Praktikum Material Teknik

57

DAFTAR PUSTAKA

Kehl, George L. 1997. Metallurgy and Metallurgical Engineering Series.

Dieter, G. E. Mechanical Metallurgy. Mc. Graw-Hill Book Co.

Guy, Albert G. Element of Phisical Metallurgy.

Davis, H. E. 1997. Testing and Inpection of Engineering Materials. Mc Graw-Hill Book Co.

Avner, S. H. 1974. Introduction to Physical Metallurgy, 2nd edition. Mc Graw-Hill Book Co.

Callister, William D. Jr. 1997. Material Science and Engineering, an Introduction. John

Wiley & Son Inc.