laporan pendahuluan cidera kepala

47
LAPORAN PENDAHULUAN KEPERAWATAN DEWASA II CEDERA KEPALA OLEH: Nama mahasiswa : IRMA ARIANI NIM :010109a055 Program Studi Ilmu Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo Jl. Gedongsongo, Candirejo – Ungaran

Upload: pramudipta-wn

Post on 01-Jan-2016

816 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

irma

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN DEWASA II

CEDERA KEPALA

OLEH:

Nama mahasiswa : IRMA ARIANI

NIM :010109a055

Program Studi Ilmu Keperawatan

Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Ngudi Waluyo

Jl. Gedongsongo, Candirejo – Ungaran

Tahun Ajaran 2011/2012

Page 2: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Kata Pengantar

Puji syukur kehadihat Allah SWT atas limpahan rahmat dan kasih

sayangnya hingga selesainya laporan pendahuluan tentang Cedera Kepala ini,

shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada tauladan terbaik

Rasulullah Muhammad saw. Penulis mengucapkan banyak terimakasih pada

pihak-pihak yang membantu penyusunan laporan pendahuluan ini.

Saran dan kritik sangat penulis harapkan untuk perbaikan lebih lanjut.

Semoga laporan pendahuluan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Page 3: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian pada

kasus-kasus kecelakaan lalu lintas. Di Inggris misalnya, setiap tahun sekitar

100.000 kunjungan pasien ke rumah sakit berkaitan dengan trauma kepala yang

20% di antaranya terpaksa memerlukan rawat inap.Meskipun dalam

kenyataannya sebagian besar trauma kepala bersifat ringan dan tidak

memerlukan perawatan khusus, pada kelompokv trauma kepala berat tidak

jarang berakhir dengan kematian atau kecacatan.

Dalam konteks “clinical governance” maka penanganan Pasien dengan

cedera kepala selain harus mempertimbangkan ketepatan waktu serta akurasi

penegakan diagnosis juga harus diikuti dengan penatalaksanaan yang akurat

dan didasarkan pada bukti-bukti ilmiah yang valid.Salah satu komponen utama

clinical gover - Implementasi Clinical Governance Implementasi Clinical

Governancenance yang relevan untuk diterapkan dalampenatalaksanaan cedera

kepala adalah menajemen risiko klinik.Melalui manajemen risiko klinik ini

morbiditas dan mortalitas penderita cedera kepala diharapkan dapat

diminimalkan sehingga tercapai outcome pelayanan klinik yang baik.Laporan

pendahuluan ini akan menyajikan tentang bagaimana peran perawat dalam

memberikan asuhan keperawatan pada klien yang terkena cedera kepala.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cedera

kepala.

Page 4: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

2. Tujuan khusus

a. Mengetahui tentang pengertian Cedera kepala

b. Mengetahui Etiologi dan faktor resiko Cedera kepala

c. Mengetahui patofisiologi dan pathwayCedera kepala

d. Mengetahui tanda dan gejala Cedera kepala

e. Mengetahui indikasi dan komplikasi dariCedera kepala

f. Mampu melakukan pemeriksaan diagnostik Cedera kepala

g. Penatalaksanaan medis

h. Mampu memberikan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Cedera

kepala

Page 5: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. KONSEP PENYAKIT

1. Definisi

Cidera kepala yang juga dikenal dengan cidera otak merupakan

gangguan pada fungsi otak yang disebabkan trauma-cedera yang dsepakati

berhubungan dengan fungsi neurologis. Cidera kepala meliputi trauma

kulit kepala, tengkorak dan otak.Cidera kepalapaling sering dan penyakit

neurologik yang paling serius di antara penyakit neurologik, dan

merupakan proporsi epidemik sebagai hasil kecelakaan jalan raya.Lebih

dari setengah dari semua pasien cidera kepala berat mempunyai signifikasi

terhadap cidera bagian tubuh lainnya. Adanya shock hipovolemik pada

pasien cidera kepala biasanya karena cidera tubuh bagian lainnya.

Resiko utama pasien yang mengalami cidera kepala adalah

kerusakan otak akibat perdarahan atau pembengkakan otak sebagai respon

terhadap cedera dan menyebabkan peningkatan tekanan intrakranial (TIK).

(Keperawatan Medikal Bedah, hal:2210).

Cedera kepala (terbuka dan tertutup) terdiri dari: fraktur tengkorak,

komusio (gegar) serebri. kontusio (memar)/laserasi perdarahan serebral

(subarakhnoid, subdural, epidural, intraserebral, batang otak). Trauma

primer terjadi karena benturan langsung atau tak langsung

(akselerasi/deselerasi otak).Trauma otak sekunder merupakan akibat dari

trauma saraf (melalui akson) yang meluas, hipertensi intrakranial,

hipoksia, hiperkapnea, atau hipotensi sistemik.

Gangguan neurologis yang diakibatkan direntang dari tidak jelas

terlihat sampai status vegetatif menetap atau kematian.Karena itu setiap

cedera kepala harus dianggap serius (Doenges, 1999).

Page 6: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Cidera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak

yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak

tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak(Hoffman, dkk, 1996)..

Trauma kranioserebral (Cedera kepala) adalah luka yang terjadi

pada kulit kepala, tulang kepala atau otak (Billing dan Stokes, 1982)

Cedera kepala dapat mempengaruhi perubahan fisik maupun

psikologis bagi klien dan keluarganya (Siahaan, 1994).

2. Etiologi

Penyebab cidera kepala antara lain:

a. Kecelakaan lalulintas (KLL),

b. Kecelakaan kerja,

c. Perkelahian,

d. Jatuh,

e. dan cedera olahraga (Keperawatan Medikal Bedah, hal:2210).

3. Klasifikasi Cedera Kepala

Brunner & Suddarth (2002) membagi cedera kepala sebagai

berikut:

1. Cidera Kulit Kepala

Karena bagian ini banyak mengandung pembuluh darah ,kulit

kepala berdarah bila cidera dalam. Trauma dapat menyebabkan abrasi,

kontusio, laserasi, atau avulsi.Suntikan prokain melalui subkutan membuat

luka mudah dibersihhkan dan diobati.

2. Fraktur Tengkorak

Fraktur tengkorak adalah rusaknnyakontinuitas tulang tengkorak

disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan

otak. Fraktur tengkorak diklasifikasikan terbuka dan tertutup. Bila fraktur

terbuka maka dura rusak , dan fraktur tertutup keadaan dura tidak rusak.

Page 7: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Menifestasi Klinis: Nyeri yang menetap atau setempat , biasanya

menunjukkan adanya fraktur.

Fraktur kubah kranial menyebabkan bengkak pada sekitar

fraktur ,dan karena alasan ini diagnosis yang akurat tidak dapat ditetapkan

tanpa pemeriksaan dengan sinar-x.

Fraktur dasar tengkorak cenderung melintas sinus paranasal pada

tulang frontal atau lokasi tengah telinga di tulang temporal, juga sering

menimbulkan hemoragi dari hidung, faring, atau telinga dan darah terlihat

di bawah konjungtiva. Suatu area ekimosis , atau memar, mungkin terlihat

diatas mastoid (tanda Battle). Fraktur dasar tengkorak dicurigai ketika CSS

keluar dari telinga (otorea cairan serrebrospinal) dan hidung (rinorea

serebrospinal).

Evaluasi Diagnostik

CT kepala akurat dan aman dalam menggambarakan adanya, sifat,

lokasi dan luasnya lesi dengan baik dalam menyingkap adanya edema

serebral,kontusio hematoma intraserebral, atau ekstraserebral, hemoragi

intraventikular dan perubahan lambat akibat trauma (infark,hidricefalus).

Demikian pula diagnostik dengan MRI dapat digunakan untuk

mengevaluasi pasien dengan cidera kepala.

Angigrafi serebral dapat juga digunakan dan menggambarkan

adanya hematoma supratentorial, ekstraserebral, dan intraserebral serta

kontusion serebral.

Penatalaksanaan:

Fraktur tulang impresi umumnya tidak memerlukan tindakan

pembedahan, tetapi memerlukan observasi pasien yang ketat.

Page 8: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Fraktur tulang tanpa-impresi memerlukan intervensi pembedahan.

Pengobatan antibiotim direncanakan segera, dan terapi komponen darah

diberikan bila diindikasikan.

Fraktur dasar tengkorak merupakan keadaan serius karena

biasanya terbuka (mengenai sinus paranasal atau telinga bagian tengah

atau eksternal) dan dapat menyebabkan bocornya cairan

serebrospinal.Rinorea atau otorea cairan spinal menetap biasanya

memerlukan intervensi pembedahan.

3. Cedera Otak

Kejadian cedera “minor” dapat menyebabkan kerusakan otak

bermakna. Otak tidak dapat menyimpan oksigen dan glukosa sampai

derajat tertentu yang bermakna.

4. Komosio

Komosio serebral setelah cedera kepala adalah hilangnya

fungsi neurologik sementara tanpa karusakan struktur.Komosio

umumnya meliputi sebuah periode tidak sadarkan diridalam waktu

yang berakhir selama beberapadetik sampai beberapa menit. Getaran

otak sedikit saja hanya akan menimbulkan pusing dan berkunang-

kunang, atau dapat juga kehilangan kesadaran koplet sewaktu. Jika

jaringan otak di lobus temporal dapat menimbulkan amnesia atau

disorientasi.

Tindakan terhadapkomosio meliputi mengobservasi pasien

terhadap adanya sakit kepala, pusing, peka rangsang, dan ansietas

(sindrom pasca-komosio), yang dapat mengikuti tipe cedera.Dengan

memberi pasien informasi, penjelasan, dan dukungan pada pasien

yang dapat mengurangi beberapa masalah sindrom pasca-komosio.

Pasien dapat dihospitalisasi semalam untuk observasi atau

dipulangkan dari rumah sakit dalam waktu relatif singkat setelah

Page 9: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

komosio, keluarga diinstruksikan untuk mengobservasi tanda dan

gejala berikut dan untuk meberitahu dokter atau klinik atau mebawa

pasien kembali ke ruang daruratan bila terjadi:

a. Sukar bangun

b. Sukar bicara

c. Konfusi

d. Sakit kepala berat

e. Muntah

f. Kelemahan pada salah satu sisi tubuh

Komosio dipertimbangkan sebagai cedera kepala minor dan

dianggap tanpa sekuela berarti.Namun penelitian telah menunjukkan

bahwa sering ada gangguan dan kadang efek residu yang mencakup

kurang perhatian, kesulitan memori dan gangguan dalam kebiasaan

kerja.Pada lansia terutuma harus dikaji untuk cidera kepala

“minor”.Trauma kepala “minor” yang tidak di ketahui dapat

menimbulkan episode prilaku dan konfusi pada individu

lansia.kesalahan diagnosis atau tidak diatasinya episode konfusi pada

pasien lansia dapat mengakibatkan ketidakmampuan jangka panjang

yang dapat dihindari bila terdeteksi dan teratasi dengan segera.

5. Kontusio

Kontusio serebral merupakan cidera kepala berat,dimana otak

mengalami memar,dengan kemungkianan adanya daerah

hemoragi.pasien berada pada preiode tidak sadarkan diri.gejala akan

muncul dan lebih khas.pasien terbaring kehilangan gerakan; denyut

nadi lemah,pernapasan dangkal,kulit dingin dan pucat ,sering terjadi

defekasi dan berkemih tanpa disadari.pasien dapt diusahakan untuk

bnagun teatapi segera masuk kembali kedalam keadaan tidak

sadar.tekanan darah dan suhu sub noramal dengan gambaran yang

sama dengan syok.

Page 10: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Umumnya ,individu yang mengalami cidera luas mengalmi

fungsi motorik yang abnormal,gerakan mata yang abnormal,dan

peningkatan TIK mempunyai prognosis buruk.sebaliknya,pasien dapat

mengalmi pemulihan kesadaran komplet dan mungkin melewati tahap

peka rangsang serebral.

Dalam tahap peka rangsang serebral,pasien sadar tetapi,tetapi

sebaliknya mudah terganggu oleh suatu bentuk stimulasi,suara ,cahaya

dan bunyi-bunyian dan menjadi hiperaktif sewaktu.berangsur-angsur

denyut nadi,pernapasan,suhu,dan fungsi tubuh kembali normal

noramal.walaupun pemulihan sering terlihat lambat. Sakit kepala sisa

dan vertigobisa terjadi,dan sering gangguan fungsi mental atau kejang

terjadi sebagai akibat kerusakan serebral yang tidak dapat diperbaiki.

6. Hemoragi intrakranial

Hematoma (pengumpulan darah) yang terjadi didalam kubah

cranial adalah akibat paling serius dari cidera kepala. Hematoma

disebut sebagai epidural,subdural atau intra serebral,bergantung pada

lokasinya,efek utama adalah seringakli lambat sampai hematoma

tersebut cukup besar untuk menyebabkan distorsi dan herniasi otak

serta peningkatan TIK.

Tanda dan gejala iskimia serebral yang diakibatkan oleh

kompresi yang disebabkan oleh hematoma bervariasi dan bergantung

pada kecepatan dimana daerah vital terganggu pada otak perubahn

yang otak dasar.umumnya , hematoma kecil yang terbrntuk dengan

cepat akan menjadi fatal,diamana hematoama yang lebih massif

terbentuk secara lambat yang dapat memungkinkan pasien

beradaptasi.

Page 11: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

7. Hematoma epidural (Hematoma ekstradural atau hemoragi)

Setelahcidera kepala,darah berkumpul didalam ruang epidural

(ekstradural)diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini sering

diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri

meningeal tengah putus atau rusak (laserasi)diamna arteri ini berada

diantara dura dan tengkorak daerah inferior menuju bagian tipis tualng

temporal ;hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan pada

otak.

Manifestasi klinis,gejala yang ditimbulkan oleh hematoma

luas,disebabkan oleh perluasan hematoma,biasanya terlihat adanya

kehilangan kesadaran sebentar pada saat cidera.diikuti dengan

pemulihan yang nyata secara perlahan-lahan(interval yang jelas),ini

harus dicatat walaupun interval yang nyata merupakan karakteristik

dari hematoma epidural,hal ini tidak terjadi kira-kira 15% dari pasien

dengan lesi tersebut.selama interval tertentu ,kompensasi terhadap

hematoma luas terjadi melalui absorpsi cepat CSSdan penurunan

volume intravascular,yang memepertahankan TIK normal,ketika

mekanisme ini tidak dapat mengkompensasi lagi,bahkan peningaktan

kecil skalipun dalam volume bekuan darah men imbulkan peningkatan

TIK nyata. Kemudian, sering tiba-tiba tanda kompresi

timbul(biasanya penyimpangan kesadaran dan tanda deficit neurologic

fokal seperti dilatasi dan fiksasi pupil atau paralisis ekstremitas )dan

pasien menunjukkan penurunan dengan cepat.

Penatalaksanaan. Hematoma epidural dipertimbangkan

sebagai keadaan darurat yang ekstrem ,dimana deficit neurologic atau

berhentinya pernapasan yang terjadi dalam beberapa menit. Tindakan

yang dilakukan terdiri dari membuat lubang melalui tengkorak

(lubang burr),mengangkat bekuan, dan mengontrol titik perdarahan.

Page 12: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

8. Hematoma subdural

Hematoma subdural adalah pengumpulan darah diantara dura

dan dasar otak,suatu ruang ini pada keadaan normal diisi oleh

cairan.paling sering disebabkan oleh trauma,tetapi dapat juga terjadi

kecendrungan perdarahan yang serius dan aneurisma. hemoragi

subdural lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat

putusnya pembuluh darah kecil yang menjebatani ruang subdural.

Hematoma subdural dapat terjadi akut, subakut, atau kronik,

bergantung pada ukuran pembuluh yang terkena dan jumlah

perdarahan yang ada.

Hematoma subdural akut dihubungkan dengan cedera kepala

mayor yang meliputi kontusio atau laserasi. Biasanya pasien dalam

keadaan koma dan tanda klinis sama dengan hematoma epidural.

Tekanan darah meningkat dengan frekuensi nadi lambat dan

pernapasan cepat sesuai dengan peningkatan hematoma yang cepat.

Hematoma subdural subakut adalah sekuela kontusion sedikit

berat dan dicurigai pada pasien yang gagal untuk meningkatkan

kesadaran setelah trauma kepala. Tanda dan gejala sama seperti pada

hematoma subdural akut.

Angka kematian untuk pasien hematoma subdural akut dan

subakut tinggi, karena sering dihubungkan dengan kerusakan otak.

Jika pasien dapat dipindahkan dengan cepat ke rumah sakit,

kraniotomi segera dilakukan untuk membuka dura, yang

memungkinkan evakuasi bekuan subdural padat.Hasil yang baik

bergantung pada kontrol TIK dan pemantauan cermat terhadap fungsi

pernapasan.

Hematoma subdural kronik tampaknya dapat terjadi karena

cedera kepala minor dan terlihat paling sering pada lansia. Lansia

Page 13: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

cenderung mengalami cedera kepala tipe ini sekunder akibat atrofi

otak, yang diperkirakan akibat proses penuaan. Tampaknya cedera

kepala minor dapat mengakibatkan dampak yang cukup untuk

menggeser isi otak secara abnormal dengan sekuela negatif.Waktu di

antara cedera dan awitan gejala mungkin lama (mis. beberapa bulan),

sehingga akibat aktual mungkin terlupakan.Gejala dapat tampak

beberapa minggu setelah cedera minor.

Hematoma subdural kronik menyerupai kondisi lain dan

mungkin dianggap sebagai stroke. Perdarahan sedikit menyebar dan

terdapat kompresi isi intrakranial.Darah di dalam otak mengalami

perubahan karakter dalam 2 sampai 4 hari, menjadi lebih kental dan

lebih gelap.Dalam beberapa minggu, bekuan mengalami pemecahan

dan memiliki warna dan konsistensi seperti minyak mobil.Akhirnya,

terjadi kalsifikasi atau osifikasi bekuan.Otak beradaptasi pada invasi

benda asing ini, dan tanda serta gejala klinis pasien

berfluktuasi.Mungkin terdapat sakit kepala hebat, yang cenderung

timbul dan hilang; tanda neurologik fokal yang bergantian; perubahan

kepribadian; penyimpangan mental; dan kejang fokal.Sayangnya,

pasien mungkin dianggap neurotik atau psikotik bila penyebab gejala

tidak ditemukan.

Tindakan terhadap hematoma subdural kronik terdiri dari

evakuasi bedah bekuan dengan pengisap atau irigasi terhadap area

tersebut. Prosedur ini dapat dilakukan melalui lubang burr ganda, atau

kraniotomi dapat dilakukan untuk le'si massa subdural yang cukup

besar yang tidak dapat dilakukan melalui lubang burr.

9. Hemoragi Intraserebral dan Hematoma

Hemoragi intraserebral adalah perdarahan ke dalam substansi

otak.Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan

mendesak ke kepala sampai daerah kecil (cedera peluru atau luka

Page 14: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

tembak; cedera tumpul). Hemoragi ini di dalam otak mungkin juga di-

akibatkan oleh hipertensi sistemik, yang menyebabkan degenerasi dan

ruptur pembuluh darah; ruptur kantung aneurisme; anomali vaskuler;

tumor intrakranial; penyebab sistemik, termasuk gangguan perdarahan

seperti leukemia, hemofilia, anemia aplastik dan trombositopenia; dan

komplikasi terapi antikoagulan.

Mungkin ada awitan defisit neurologik yang diikuti oleh sakit

kepala.Terapi medis meliputi pemberian cermat cairan dan elektrolit,

medikasi antihipertensif, kontrol TIK, dan perawatan

pendukung.Intervensi pembedahan dengan kraniotomi atau

kraniektomi memungkinkan pengangkatan bekuan darah dan kontrol

hemoragi tetapi tidak mungkin baik karena lokasi perdarahan yang

tidak dapat diakses atau kurang jelasnya batas area darah yang dapat

diangkat.Terapi fisik biasanya diperlukan untuk rehabilitasi optimal

pasien ini dan semua pasien cedera kepala.

Berat ringannya cedera kepala bukan didasarkan berat

ringanya gejala yang muncul setelah cedera kepala (Alexander PM,

1995). Ada berbagai klasifikasi yang dipakai dalam penentuan derajat

cedera kepala. The Traumatic Coma Data Bank mendifinisikan

berdasarkan skor Skala Koma Glasgow (Glasgow coma scale)

Tabel 1. Kategori Penentuan Keparahan cedera Kepala berdasarkan

Nilai Skala Koma Glasgow (SKG)

Penentuan

keparahan

Deskripsi

Minor/ Ringan SKG 13 – 15

Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi

kurang dari 30 menit. Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada

kontusia cerebral, hematoma

Sedang SKG 9 – 12

Page 15: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit

tetapi kurang dari 24 jam. Dapat mengalami fraktur

tengkorak.

Berat SKG 3 – 8

Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24

jam. Juga meliputi kontusia serebral, laserasi atau hematoma

intrakranial

sumber :keperawatan kritis, pendekatan holostik vol, II tahun 1995, hal:226

Tabel 2. Skala Koma Glasgow (Blak, 1997)

1. Membuka Mata

Spontan

Terhadap rangsang suara

Terhadap nyeri

Tidak ada

4

3

2

1

2. Respon Verbal

Orientasi baik

orientasi terganggu

Kata-kata tidak jelas

Suara Tidak jelas

Tidak ada respon

5

4

3

2

1

3. Respon Motorik

Mampu bergerak

Melokalisasi nyeri

Fleksi menarik

Fleksi abnormal

Ekstensi

Tidak ada respon

6

5

4

3

2

1

Total 3 - 15

Page 16: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Annegers et al (1998) membagi trauma kepala berdasarkan lama

tak sadar dan lama amnesis pasca trauma yang dibagi menjadi:

1. Cedera kepala ringan, apabila kehilangan kesadaran dan amnesia

berlangsung kurang dari 30 menit.

2. Cedera kepala sedang, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia

terjadi 30 menit sampai 24 jam atau adanya fraktur tengkorak.

3. Cedera kepala berat, apabila kehilangan kesadaran atau amnesia lebih

dari 24 jam, perdarahan subdural dan kontusio serebri.

Penggolongan cedera kepala berdasarkan periode kehilangan

kesadaran ataupun amnesia saat ini masih kontroversional dan tidak

dipakai secara luas. Klasifikasi cedera kepala berdasarkan jumlah Skala

Koma Glasgow (SKG) saat masuk rumah sakit merupakan definisi yang

paling umum dipakai (Hoffman, dkk, 1996).

4. Patofisiologi

Menurut (Sudiharto 1998) patofisiologis dari cedera kepala

traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Kerusakan

yang terjadi dianggap karena gaya fisika yang berkaitan dengan suatu

trauma yang relative baru terjadi dan bersifat irreversible untuk sebagian

besar daerah otak. Walaupun kontusio dan laserasi yang terjadi pada

permukaan otak, terutama pada kutub temporal dan permukaan orbital dari

lobus frontalis, memberikan tanda-tanda jelas tetapi selama lebih dari 30

tahun telah dianggap jejas akson difus pada substasi alba subkortex adalah

penyebab utama kehilangan kesadaran berkepanjangan, gangguan respon

motorik dan pemulihan yang tidak komplit yang merupakan penanda

pasien yang menderita cedera kepala traumatik berat.

a. Proses Primer

Proses primer timbul langsung pada saat trauma terjadi.

Cedera primer biasanya fokal (perdarahan, konusi) dan difus (jejas

akson difus).Proses ini adalah kerusakan otak tahap awal yang

Page 17: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

diakibatkan oleh benturan mekanik pada kepala, derajat kerusakan

tergantung pada kuat dan arah benturan, kondisi kepala yang bergerak

diam, percepatan dan perlambatan gerak kepala. Proses primer

menyebabkan fraktur tengkorak, perdarahan segera intrakranial,

robekan regangan serabu saraf dan kematian langsung pada daerah

yang terkena.

b. Proses Sekunder

Kerusakan sekunder timbul beberapa waktu setelah trauma

menyusul kerusakan primer. Dapat dibagi menjadi penyebab sistemik

dari intrakranial. Dari berbagai gangguan sistemik, hipoksia dan

hipotensi merupakan gangguan yang paling berarti. Hipotensi

menurunnya tekanan perfusi otak sehingga mengakibatkan terjadinya

iskemi dan infark otak. Perluasan kerusakan jaringan otak sekunder

disebabkan berbagai faktor seperti kerusakan sawar darah otak,

gangguan aliran darah otak metabolisme otak, gangguan hormonal,

pengeluaran bahan-bahan neurotrasmiter dan radikal bebas. Trauma

saraf proses primer atau sekunder akan menimbulkan gejala-gejala

neurologis yang tergantung lokasi kerusakan.

Kerusakan sistem saraf motorik yang berpusat dibagian

belakang lobus frontalis akan mengakibatkan kelumpuhan pada sisi

lain. Gejala-gejala kerusakan lobus-lobus lainnya baru akan ditemui

setelah penderita sadar. Pada kerusakan lobus oksipital akan dujumpai

ganguan sensibilitas kulit pada sisi yang berlawanan. Pada lobus

frontalis mengakibatkan timbulnya seperti dijumpai pada epilepsi

lobus temporalis.

Kelainan metabolisme yang dijumpai pada penderita cedera

kepala disebabkan adanya kerusakan di daerah hipotalamus.

Kerusakan dibagian depan hipotalamus akan terjadi hepertermi. Lesi

di regio optika berakibat timbulnya edema paru karena kontraksi

sistem vena. Retensi air, natrium dan klor yang terjadi pada hari

Page 18: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

pertama setelah trauma tampaknya disebabkan oleh terlepasnya

hormon ADH dari daerah belakang hipotalamus yang berhubungan

dengan hipofisis.

Setelah kurang lebih 5 hari natrium dan klor akan dikeluarkan

melalui urine dalam jumlah berlebihan sehingga keseimbangannya

menjadi negatif. Hiperglikemi dan glikosuria yang timbul juga

disebabkan keadaan perangsangan pusat-pusat yang mempengaruhi

metabolisme karbohidrat didalam batang otak.

Batang otak dapat mengalami kerusakan langsung karena

benturan atau sekunder akibat fleksi atau torsi akut pada sambungan

serviks medulla, karena kerusakan pembuluh darah atau karena

penekanan oleh herniasi unkus.

Gejala-gejala yang dapat timbul ialah fleksiditas umum yang

terjadi pada lesi tranversal dibawah nukleus nervus statoakustikus,

regiditas deserebrasi pada lesi tranversal setinggi nukleus rubber,

lengan dan tungkai kaku dalam sikap ekstensi dan kedua lengan kaku

dalam fleksi pada siku terjadi bila hubungan batang otak dengan

korteks serebri terputus.

Gejala-gejala Parkinson timbul pada kerusakan ganglion basal.

Kerusakan-kerusakan saraf-saraf kranial dan traktus-traktus panjang

menimbulkan gejala neurologis khas. Nafas dangkal tak teratur yang

dijumpai pada kerusakan medula oblongata akan menimbulkan

timbulnya Asidesil. Nafas yang cepat dan dalam yang terjadi pada

gangguan setinggi diensefalon akan mengakibatkan alkalosisi

respiratorik.

Cedera otak sekunder tejadi setiap saat setelah terjadi

benturan. Factor-faktor yang menyebabkan cedera otak sekunder

adalah:

1. Hematoma intrakranial

a. Epidural

b. Subdural

Page 19: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

c. Intraserebral

d. Subarahnoid

2. Pembengkakan otak

Mungkin terjadi dengan atau tanpa hematoma intrakranial.

Hal ini diakibatkan timbunan cairan intra atau ekstrasekuler atau

bendung vaskuler.

3. Herniasi : tentorial dan tonsiler

4. Iskhemi serebral, akibat dari:

a. Hipoksia / hiperkarbi

b. Hipotensi

c. Peninggian tekanan intrakranial

5. Infeksi : Meningitis, abses serebri.

Page 20: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

5. Manifestasi Klinis

Trauma kepala mempengaruhi setiap sistem tubuh.Manifestasi

klinis cedera kepala meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas

pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan perubahan tanda

vital.Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi

sensori, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang,

dan banyak efek lainnya.Karena cedera SSP sendiri tidak menyebabkan

syok, adanya syok hipovole-mik menunjukkan kemungkinan cedera

multisystem (Brunner & Suddarth, 2002).

6. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan neurologik dan fisik awal memberi data dasar yang

akan digunakan untuk perbandingan pemeriksaan berikutnya. Pemeriksaan

CT adalah alat diagnostik pencitraan neuro primer, dan ini bermanfaat

dalam evaluasi terhadap cedera jaringan lunak(Brunner & Suddarth,

2002).

Menurut (Doenges, 1999) pemeriksaan diagnostik untuk cedera kepala

adalah sebagai berikut:

Skan CT (tanpa/dengan kontras) : Mengidentifikasi adanya SOL,

hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak.

Catatan : Pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena pada

iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24-72 jam pasca trauma.

MRI: Sama dengan skan CT dengan/tanpa menggunakan kontras.

Angiografi serebral: Menunjukkan kelainan sirkulasi serebral,

sepertipergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan, trauma

EEG:Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang

patologis.

Page 21: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Sinar x: Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran

struktur dari garis tengah (karena perdarahan edema), adanya fragmen

tulang.

BAER (Brain Auditory Evoked Respons): Menentukan fungsi korteks dan

batang otak.

PET (Positron Emission Tomography): menunjukkan perubahan aktivitas

metabolisme pada otak.

Pungsi lumbal, CSS: Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan

subarakhnoid.

GDA (Gas Darah Arteri): Mengetahui adanya masalah ventilasi atau

oksigenasi yang akan dapat meningkatkan TIK.

Kimia/elektrolit darah: Mengetahui ketidakseimbangan yang berperan

dalam meningkatkan TIK/perubahan mental.

Pemeriksaan toksikologi: Mendeteksi obat yang mungkin bertanggung

jawab terhadap penurunan kesadaran

Kadar antikonvulsan darah: Dapat dilakukan untuk mengetahui tingkat

terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

7. Penatalaksanaan

Individu dengan cidera kepala di asumsikan mengalami cedera

modula servikal sampai terbukti demikian. Dari tempat kecelakaan pasien

dipindahkan dengan papan di mana kepala dan leher di pertahankan

sejajar. Traksi ringan harus dipertahankan pada kepala,dan kolar servikal

didapatkan dan di ketahui tidak ada cidera medula spinalis servikal.

Semua terapi diarahkan untuk mempertahankan homeostatis otak

dan mencegah kerusakan otak sekunder.tindakan ini mencakup stabilisasi

kardiovaskuler dan fungsi pernapasan untuk mempertahankan perfusi

Page 22: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

serebral adekuat.hemoragi terkontrol, hipovelemia diperbaiki, dan nilai gas

darah dipertahankan pada nilai yang diinginkan.

Tindakan terhadap peningkatan TIK. Pada saat otak yang rusak

membengkak atau terjadi penumpukan darah yang cepat, terjadi

peningkatan TIK dipantau dengan ketat dan bila meningkat,keadaan ini

diatasi dengan mempertahankan oksigenasi adekuat,pemberian

mannitol,yang mengurangi edema serebral dengan dehidrasi

osmotik;hiperventilasi;penggunaan steroid;peningkatan kepala tempat

tidur; dan kemungkinan intervensi bedah neuro. Pembedahan diperlukan

untuk evakuasi bekuan darah, dan jahitan terhadap laserasi kulit kepala

berat.Alat untuk memantau TIK dapat dipasang selama pembedahan atau

dengan teknik aseptik di tempat tidur.Pasien di rawat dirawat di unit

perawatan intensif dimana ada perawatan ahli keperawatan dan medis.

Tindakan juga mencakup dukungan ventilasi, pencegahan kejang,

dan pemeliharaan cairan, elektrolit, dan keseimbangan nutrisi.Pasien

cedera kepala hebat yang koma diintubasi dan di ventilasi mekanis untuk

mengontrol dan melindungi jalan nafas.Hiperventilasi terkontrol juga

mencakup hipokapnia, yang mencegah vasodilatasi, menurunkan aliran

darah serebral, menurunkan volume darah serebral, dan kemudian

menurunkan TIK.

Bila pasien sangat teragitasi, klorpromazin dapat di berikan untuk

menenangkan pasien tanpa menurunkan tingkat kesadaran.Selang

nasogastrik dapat dipasang, bila motilitas lambung menurun dan peristaltik

terbalik dikaitkan dengan cedera kepala, dengan membuat regurgitasi

umum pada beberapa jam pertama (Brunner & Suddarth, 2002).

8. Komplikasi

Kemunduran pada kondisi pasien mungkin karena perluasan

hematoma intraknial , edema serebral progresif , dan herniasi otak .

Page 23: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Edema serebral dan Herniasi .Edema serebral adalah penyebab

paling umum dari peningkatan tekanan intraknial pada pasien yang

mendapat cidera kepala , puncak pembengkakan yang mengikuti cidera

kepala terjadi kira – kira 72 jam setelah cedera. Tekanan intrakranial

meningkat karena ketidakmampuan tengkoak utuh untuk membesar

meskipun peningkatan volume oleh pembengkakan otak diakibatkan oleh

trauma . Sebagi akibat dari edema dan peningkatan TIK , tekanan

disebarkan pada jaringan otak dan struktur internal otak yang kaku .

Bergantung pada tempat pembengkakan , perubahan posisi kebawah atau

lateral otak (herniasi ) melalui atau terhadap struktur yang terjadi

menimbulkan iskemia, infark, kerusakan otak ireversibel, dan

kematian(Brunner & Suddarth, 2002).

Page 24: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian

Menurut (Doenges, 1999) pengkajian pada kasus cedera kepala

adalah sebagai berikut:

Aktivitas/istirahat

Gejala : Merasa lemah, lelah, kaku, hilang keseimbangan,

Tanda : Perubahan kesadaran, letargi,

Hemiparese, quadreplegia,

Ataksia cara berjalan tak tegap

Masalah dalam keseimbangan

Cedera (trauma) ortopedi

Kehilangan tonus otot, otot plastik,

Sirkulasi

Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)

Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang

diselingi dengan bradikardia disritmia)

Integritas ego

Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian

Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung,

depresi, dan impulsif.

Eliminasi

Gejala : Inkontinensia kandung kemih/usus atau mengalami

gangguan fungsi.

Page 25: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Makanan/cairan

Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera

Tanda : Muntah (mungkin proyektil)

Gangguan menelan (batuk, air liur keluar, disfagia

Neurosensori

Gejala : Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian.

Vertigo, sinkope, tinnitus, kehilangan pendengaran,

tingling, baal pada ekstremitas.

Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya,

diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia.

Gangguan pengecapan dan juga penciuman.

Tanda : Perubahan kesadaran bisa sampai koma.

Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah

laku dan memori).

Perubahan pupil (respons terhadap cahaya, simetri), deviasi

pada mata, ketidakmampuan mengikuti.

Kehilangan pengindraan, seperti pengecapan, penciuman

dan pendengaran.

Wajah tidak simetri.

Genggaman lemah, tidak seimbang.

Refleks tendon dalam tidak ada atau lemah.

Apraksia, hemiparese, quadreplegia.

Page 26: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Postur (dekortikasi, deserebrasi), kejang.

Sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan.

Kehilangan sensasi sebagian tubuh.

Kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.

Nyeri/kenyamanan

Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda,

biasanya lama.

Tanda : Wajah menyeringai, respons menarik pada rangsangan

nyeri yang hebat, gelisah tidak bisa beristirahat, merintih.

Pernapasan

Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh

hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor tersedak.

Ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).

Keamanan

Gejala : Trauma baru/ trauma karena kecelakaan

Tanda : Fraktur/dislokasi

Gangguan penglihatan.

Kulit: Laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon

eye”, tanda Batle di sekitar telinga (merupakan tanda

adanya trauma). Adanya aliran cairan (drainase) dari

telinga/hidung (CSS).

Gangguan kognitif.

Page 27: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara

umum mengalami paralisis.

Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.

Interaksi sosial

Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara

berulang-ulang, disartria, anomia

Penyuluhan/pembelajaran

Gejala: Pengguna alkohol/obat lain.

Pertimbangan DRG menunjukkan rerata lama dirawat : 12 hari

Rencana Pemulangan:

Membutuhkan bantuan pada perawatan diri, ambulasi,

transportasi, menyiapkan makan, belanja, perawatan,

pengobatan, tugas-tugas rumah tangga, perubahan tata

ruang atau penempatan fasilitas lainnya di rumah.

Menurut (Brunner & Suddarth, 2002) pengkajian pada kasus

cedera kepala adalah sebagai berikut:

Riwayat kesehatan meliputi pertanyaan berikut ini :

1. Kapan cidera terjadi ?

2. Apa penyebab cidera ? Peluru kecepatan tinggi ? Obyek yang

membentur kepala ? jatuh?

3. Dari mana arah dan kekuatan pukulan ?

4. Apakah ada kehilangan kesadaran ? Durasi periode tidak sadar ?

Dapatkan pasien dibangunkan? (Riwayat kepala menunjukan derajat

kerusakan otak yang berarti , dimana perubahan selanjutnya dapat

Page 28: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

menunjukkan pemulihan atau menunjukkan terjadinya kerusakan otak

skunder ).

Bidang Pengkajian

a. Tingkat Kesadaran dan Responsivitas

b. Pemantauan Tanda Vital

1. Tanda peningkata TIK meliputi pelambatan nadi , peningkatan

tekanan darah sistolik , dan pelebaran tekanan nadi .

2. Pada saat kompresi otak meningkat , tanda vital cenderung sebaliknya

nadi dan pernapasan menjadi cepat , dan tekanan darah dan pernapasan

menjadi cepat ,dan tekanan darah menurun . Ini adalah perkembangan

yang menyenangkan , sesuai dengan fluktuasi cepat tanda vital .

3. Peningkatan cepat suhu tubuh dianggap hak yang tidak

menguntungkan , karena hipertermia meningkatkan kebutuhan

metabolisme otak dan merupakan indikasi kerusakan batang otak –

indikator prognostik buruk .Suhu dipertahankan dibawah 38 C.

4. Takikardia dan hipotensi arteri dapat mengindikasikan perdarahan

sedang terjadi ditempat lain ditubuh .

c. Fungsi Motorik.

Page 29: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

3. Evaluasi

Hasil yang diharapkan (Brunner & Suddarth, 2002)

1. Mencapai atau mempertahankan bersihan jalan napas yang efektif,

ventilasi dan oksigenasi otak

a. Tercapainya nilai gas darah normal dan bunyi napas normal saat

diaukultasi

b. Membersihkan dan membuang sekret

2. Tercapainya keseimbangan cairan dan elektroit yang memuaskan

a. Memperlihatkan eletrolit serum dalam nilai normal

b. Menunjukkan tanda klinis dehidrasi dan kelebihan hidrasi

3. Mencapai status nutrisi yang adekuat

a. Terdapat kurang dari 50 cc isi lambung saat aspirasi sebelum

pemberian makanan melalui selang lambung

b. Bebas dari distensi lambung dan muntah

4. Menghindari cedera

a. Agitasi dan ketidakberdayaan berkurang

b. Dapat berorientasi terhada waktu, tempat dan orang

5. Memperlihatkan peningkatan fungsi kognitif dan meningkatkan

memori

6. Anggota keluarga memperlihatkan mekanisme koping yang adaptif

a. Mempunyai hubungan dengan kelompok pendukung

b. Berbagai perasaan dengan tenaga pelayanan kesehatan yang tepat

7. Pasien dan anggota keluarga berpartisipasi dalam proses rehabilitasi

sesuai indikasi

a. Melakukan peran aktif dalam mengidentifikasi tujuan rehabilitasi

dan berpartisipasi dalam menemukan aktivitas

b. Mempersiapkan keluarga untuk menerima pasien keluar dari rumah

sakit

8. Tidak ada komplikasi

Page 30: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

a. Mencapai TIK normal, tanda vital dan suhu tubuh normal dan

meningkatkan orientasi terhadap waktu, tempat dan orang

b. Menggambarkan hasrat untuk berespons terhadap tindakan

menurunkan TIK.

Page 31: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Trauma kepala merupakan salah satu penyebab utama kematian

pada kasus-kasus kecelakaan lalu lintas.Dalam konteks “clinical

governance” maka penanganan Pasien dengan cedera kepala selain harus

mempertimbangkan ketepatan waktu serta akurasi penegakan diagnosis

juga harus diikuti dengan penatalaksanaan yang akurat dan didasarkan

pada bukti-bukti ilmiah yang valid.Resiko utama pasien yang mengalami

cidera kepala adalah kerusakan otak akibat perdarahan atau

pembengkakan otak sebagai respon terhadap cedera dan menyebabkan

peningkatan tekanan intrakranial (TIK). patofisiologis dari cedera kepala

traumatic dibagi dalam proses primer dan proses sekunder. Manifestasi

klinis cedera kepala meliputi gangguan kesadaran, konfusi, abnormalitas

pupil, awitan tiba-tiba defisit neurologik, dan perubahan tanda

vital.Mungkin ada gangguan penglihatan dan pendengaran, disfungsi

sensori, kejang otot, sakit kepala, vertigo, gangguan pergerakan, kejang,

dan banyak efek lainnya.Pemeriksaan neurologik dan fisik awal memberi

data dasar yang akan digunakan untuk perbandingan pemeriksaan

berikutnya. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan dengan seksama agar

implementasi keperawatan yang dilakukan dapat memberikan kesembuhan

terhadap diagnosa yang muncul.

Page 32: Laporan Pendahuluan Cidera Kepala

DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart (2002) “Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah”,

Jakarta : AGC.

Doenges, M. E., Moorhouse, M. F. & Geissler, A. C. (2000) “Rencana

Asuhan Keperawatan”, Jakarta : EGC.

Guyton & Hall (1997) “Buku Ajar Fisiologi Kedokteran”, Jakarta : EGC.

Price, S & Wilson, L. M. (1995) “Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-

proses Penyakit”,Jakarta : EGC.

Sudoyo Aru, dkk (2006) “Ilmu Penyakit Dalam”. Jakarta: FKUI.