laporan krim kencur

47
LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI FORMULASI KRIM KENCUR (Kaempferia galanga Linn) NAMA KELOMPOK C- 2 : NIKMATUR ROHMAH 112210101044 RATNANING S. 112210101048 PUTRI EKA M. 112210101050 IMELDA ROSA I. 112210101056 NURUL FARIDAH 112210101064 BINAR INDAH M. 112210101068 KRISTINE DWI P. 112210101070 PUTRI AYU A. 112210101072 NIDYA ANGGARSASI 112210101074 YORA UTAMI 112210101076 BAGIAN BIOLOGI FARMASI

Upload: defitritrimardani

Post on 18-Jan-2016

475 views

Category:

Documents


53 download

TRANSCRIPT

Page 1: Laporan Krim Kencur

LAPORAN PRAKTIKUM FITOFARMASI

FORMULASI KRIM KENCUR

(Kaempferia galanga Linn)

NAMA KELOMPOK C- 2 :

NIKMATUR ROHMAH 112210101044

RATNANING S. 112210101048

PUTRI EKA M. 112210101050

IMELDA ROSA I. 112210101056

NURUL FARIDAH 112210101064

BINAR INDAH M. 112210101068

KRISTINE DWI P. 112210101070

PUTRI AYU A. 112210101072

NIDYA ANGGARSASI 112210101074

YORA UTAMI 112210101076

BAGIAN BIOLOGI FARMASI

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JEMBER

2014

Page 2: Laporan Krim Kencur

BAB I. PENDAHULUAN

Indonesia memiliki ribuan tumbuhan yang tersebar di berbagai daerah, dimana

keanekaragaman hayati yang ada tersebut dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku obat-

obat baru yang tradisional dan efektif. Masyarakat Indonesia telah mengenal dan memakai

obat tradisional sejak dahulu kala untuk mengobati berbagai macam penyakit. Sekarang ini

dengan semakin meningkatnya angka resistensi terhadap berbagai jenis obat maka bisa

dijadikan sebagai salah satu landasan untuk menggali kembali penggunaan obat tadisional.

Minyak atsiri dari beberapa tumbuhan memiliki sifat aktif biologis sebagai antibakteri dan

antijamur. Sehingga dapat dimanfaatkan sebagai antibiotik alami dan bahan pengawet pada

makanan. Oleh karena itu tidak heran bila minyak atsiri mampu menarik perhatian dunia.

Salah satu tanaman yang memiliki kandungan minyak atsiri, mudah tumbuh dan banyak

ditanam di Indonesia adalah kencur. Selain itu rimpang kencur juga memiliki bahan aktif

lain yang diduga mampu memiliki ativitas sebagai antimikroba (Miranti, L. 2009.)

Kencur (Kaempferia galanga L.) merupakan salah satu dari lima jenis tumbuhan

yang dikembangkan sebagai tanaman obat asli Indonesia. Kencur merupakan tanaman obat

yang bernilai ekonomis cukup tinggi sehingga banyak dibudidayakan. Bagian rimpangnya

digunakan sebagai bahan baku industri obat tradisional, bumbu dapur, bahan makanan,

maupun minuman penyegar lainnya (Rostiana dkk., 2003).

Kencur bersama dengan temulawak, kunyit dan jahe termasuk dalam kelompok

rimpang-rimpangan (Zingiberaceae) sudah sejak lama digunakan sebagai obat tradisional

dan diklaim bisa menyembuhkan berbagai macam jenis penyakit. Berdasarkan pada

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, semua tanaman tersebut di atas memiliki efek

sebagai antibakteri (Winarti, C. 2005)

Kencur (Kaempferia galanga Linn) telah di kenal masyarakat Indonesia baik

sebagai tanaman obat maupun sebagai bumbu masakan. Sebagai obat kencur yang dipakai

untuk mengobati penyakit diantaranya batuk, radang lambung dan bengkak dan penyakit

tersebut dikaitkan dengan sistem imun (Astuti, Y. 1994)

Berbagai penelitian efek biologi kencur dengan pelarut air telah dilakukan yaitu

sebagai anti bakteri dan efek imuno-modulasi ekstrak air dan metanol terhadap

kemampuan fagositosis secara in vitro. Penelitian efek imunomodulasi tanaman kencur

dilanjutkan dengan melihat efek senyawa aktif kencur yaitu senyawa p-metoksi sinamat

etil ester dan flavanoid terhadap kemampuan fagositosis secara in vitro dan in vivo. Hasil

Page 3: Laporan Krim Kencur

penelitian diketahui bahwa senyawa p-metoksi sinamat dan flavanoid dapat menurunkan

kemampuan fagositosis khususnya proses penelanan baik secara in vitro maupun secara in

vivo jika dibandingkan dengan kelompok kontrol. Penurunan kemampuan fagositosis dari

kedua senyawa tersebut mungkin dapat dikaitkan dengan peng-gunaan obat imnosupresi

diantaranya kortikosteroid, diketahui bahwa kortikos-teroid dapat mengurangi kemampuan

fagositosis pada tahap penelanan, migrasi dan mikrobisidal. Untuk itu dilanjutkan

penelitian efek senyawa-senyawa flava-noid terhadap kemampuan mikrobi-sidal atau intra

seluler killing sel netrofil secara in vitro (Sugondo, U. dkk. 1986 )

Rimpang kencur (Kaempferia galanga L.) sudah dikenal luas di masyarakat baik

sebagai bumbu makanan atau untuk pengobatan, diantaranya adalah batuk, mual, bengkak,

bisul dan anti toksin seperti keracunan tempe bongkrek dan jamur. Selain itu minuman

beras kencur berkhasiat untuk menambah daya tahan tubuh, menghilangkan masuk angin,

dan kelelahan, dengan dicampur minyak kelapa atau alkohol digunakan untuk mengurut

kaki keseleo atau mengencangkan urat kaki. Komponen yang terkandung di dalamnya

antara lain saponin, flavonoid, polifenol dan minyak atsiri. Tanaman ini termasuk kelas

monocotyledonae, bangsa Zingiberales, suku Zingiberaceae dan, marga Kaempferia

(Winarto, 2007).

Selain itu kencur (Kaempferia galanga L) sebagai salah satu tanaman obat

memiliki prospek yang baik untuk dikembangkan. Salah satu alasan pengembangannya

adalah kandungan bahan aktifnya yang beragam dan cukup tinggi sehingga mampu

mencegah dan mengobati berbagai penyakit. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997)

tanaman kencur mempunyai kandungan kimia minyak atsiri 2,4-3,9% yang terdiri atas etil-

p-metoksisinamat 30% (EPMS). EPMS merupakan turunan sinamat yang dapat berfungsi

sebagai tabir surya.

Page 4: Laporan Krim Kencur

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Krim

Krim adalah sediaan setengah padat berupa emulsi kental mengandung tidak

kurang dari 60% air, dimaksudkan untuk pemakaian luar. Tipe krim ada dua yaitu krim

tipe air minyak (A/M) dan krim minyak air (M/A). untuk membuat krim digunakan zat

pengemulsi. Umumnya berupa surfaktan-surfaktan anionik, kationik, dan nonionik (Anief,

2000).

Menurut (Ditjen POM,1995) krim adalah bentuk sediaan setengah padat

mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang

sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk sediaan setengah padat yang

mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau

minyak dalam air. Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri

dari emulsi minyak dalam air atau disperse mikrokristal asam-asam lemak atau alkohol

berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan lebih ditujukan untuk

penggunaan kosmetika dan estetika. Krim dapat digunakan untuk pemberian obat melalui

vaginal.

Krim disebut juga salep yang banyak mengandung air, sehingga memberikan

perasaan sejuk bila dioleskan pada kulit. Sebagai vehikulum dapat dipakai emulsi kental

berupa emulsi M/A atau emulsi A/M. Krim lebih mudah dibersihkan dari kulit dari pada

salep yang menggunakan vaseline sebagai vehikulum (Joenoes, 1990).

2.1.1 Kelebihan dan kekurangan sediaan krim

Kelebihan sediaan krim, yaitu:

1.  Mudah menyebar rata

2.  Praktis

3.   Mudah dibersihkan atau dicuci

4.   Cara kerja berlangsung pada jaringan setempat

5.   Tidak lengket terutama tipe m/a

6.   Memberikan rasa dingin (cold cream) berupa tipe a/m

7.   Digunakan sebagai kosmetik

8.   Bahan untuk pemakaian topikal jumlah yang diabsorpsi tidak cukup beracun.

Page 5: Laporan Krim Kencur

Kekurangan sediaan krim, yaitu:

1.   Susah dalam pembuatannya karena pembuatan krim harus dalam keadaan panas.

2.   Gampang pecah disebabkan dalam pembuatan formula tidak pas.

3.   Mudah kering dan mudah rusak khususnya tipe a/m karena terganggu sistem

campuran terutama disebabkan oleh perubahan suhu dan perubahan komposisi

disebabkan penambahan salah satu fase secara berlebihan.

2.1.2 Vanishing Krim

Vanishing cream adalah sediaan kosmetika yang digunakan untuk maksud

membersihkan, melembabkan dan sebagai alas bedak. Vanishing cream sebagai pelembab

(moisturizing) meninggalkan lapisan berminyak/film pada kulit.

2.2 Kencur

Kencur (Kaempferia galanga L) merupakan tanaman tropis yang banyak tumbuh

diberbagai daerah di Indonesia sebagai tanaman yang dipelihara. Tanaman ini banyak

digunakan sebagai ramuan obat tradisional dan sebagai bumbu dalam masakan sehingga

para petani banyak yang membudidayakan tanaman kencur sebagai hasil pertanian yang

diperdagangkan dalam jumlah yang besar. Bagian dari tanaman kencur yang

diperdagangkan adalah buah akar yang tinggal didalam tanah yang disebut dengan rimpang

kencur atau rizoma (Soeprapto,1986).

Daun kencur berbentuk bulat lebar, tumbuh mendatar diatas permukaan tanah

dengan jumlah daun tiga sampai empat helai. Permukaan daun sebelah atas berwarna hijau

sedangkan sebelah bawah berwarna hijau pucat. Panjang daun berukuran 10 – 12 cm

dengan lebar 8 – 10 cm mempunyai sirip daun yang tipis dari pangkal daun tanpa tulang

tulang induk daun yang nyata (Backer,1986).

Rimpang kencur terdapat didalam tanah bergerombol dan bercabang cabang dengan

induk rimpang ditengah. Kulit ari berwarna coklat dan bagian dalam putih berair dengan

aroma yang tajam. Rimpang yang masih muda berwarna putih kekuningan dengan

kandungan air yang lebih banyak dan rimpang yang lebih tua ditumbuhi akar pada ruas

ruas rimpang berwarna putih kekuningan.

Bunga kencur berwarna putih berbau harum terdiri dari empat helai daun mahkota.

Tangkai bunga berdaun kecil sepanjang 2 – 3 cm, tidak bercabang, dapat tumbuh lebih dari

Page 6: Laporan Krim Kencur

satiu tangkai, panjang tangkai 5 – 7 cm berbentuk bulat dan beruas ruas. Putik menonjol

keatas berukuran 1 – 1,5 cm, tangkai sari berbentk corong pendek.

Berdasarkan ilmu taksonomi, klasifikasi tanaman kencur adalah sebagai berikut :

Kerajaan : Plantae

Devisi : Spermaiophyta

Sub divisi : Angiospermae

Kelas : Monocotyledonae

Ordo : Zingiberales

Famili : Zingiberaceae

Sub famili : Zingiberoideae

Genus : Kaempferia

Spesies : Kaempferia .galanga

Ekstraksi

Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau serbuk yang tersisa diperlakukan

sedemikian rupa hingga memenuhi standar baku yang telah ditetapkan (Anonim, 1995).

Ekstraksi merupakan proses melarutkan komponen – komponen kimia yang

terdapat dalam suatu bahan alam dengan menggunakan pelarut yang sesuai dengan

komponen yang diinginkan. Pemilihan pelarut harus memenuhi kriteria : murah, dan

mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak mudah menguap dan

tidak mudah terbakar, selektif, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan oleh

peraturan (Harbone, 1996).

Tujuan ekstraksi adalah untuk menarik komponen – komponen kimia yang terdapat

dalam bahan alam baik dari tumbuhan, hewan dengan pelarut organik tertentu. Proses

ekstraksi ini berdasarkan pada kemampuan pelarut organik untuk menembus dinding sel

dan masuk dalam rongga sel yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan larut dalam pelarut

organik dan karena adanya perbedaan konsentrasi di dalam dan konsentrasi di luar sel,

mengakibatkan terjadinya difusi pelarut oragnik yang mengandung zat aktif ke luar sel.

Proses ini berlangsung terus – menerus sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat aktif

di dalam dan di luar sel (Anonim, 1996).

Page 7: Laporan Krim Kencur

Maserasi

Maserasi adalah salah satu metode ekstraksi atau penyarian zat aktif bahan alam

yang dilakukan dengan cara merendam serbuksimplisia dalam cairan penyari yang sesuai

selama 3 hari pada temperatur kamar dan terlindung dari cahaya. Cairan penyari akan

masuk ke dalam sel melewati dinding sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan

konsentrasi antara larutan di dalam sel dengan di luar sel. Larutan yang konsentrasinya

tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh cairan penyari dengan konsentrasi rendah

(proses difusi). Peristiwa tersebut berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi antara

larutan di luar sel dan di dalam sel.

Maserasi dilakukan dengan cara, bahan simplisia yang dihasilkan sesuai dengan

syarat farmakope disatukan dengan bahan pengekstrak, kemudian rendaman tersebut

disimpan terlindung dari cahaya langsung (mencegah terjadi reaksi yang dikatalis cahaya

atau perubahan warna) dan dikocok berulang. Waktu lamanya maserasi berbeda-beda

untuk masingmasing bahan. Farmakope mencantumkan 4-10 hari telah memadai untuk

memungkinkan berlangsungnya proses yang menjadi dasar dari cara ini. Setelah maserasi,

rendaman diperas dengan kain pemeras (Voigt, 1995).

Pada penyarian dengan maserasi, perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan

konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia, sehingga dengan pengadukan tersebut

tetap terjaga perbedaan konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam sel

dengan larutan di luar sel (Anonim, 1986).

Hasil penyaringan dengan cara maserasi perlu dibiarkan selama waktu tertentu.

Waktu tersebut diperlukan untuk mengendapkan zat-zat yang tidak diperlukan tetapi ikut

terlarut dalam cairan penyari seperti malam dan lain-lain (Anonim, 1986).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan dan peralatan

yang digunakan sederhana dan mudah diusahakan. Kerugian cara maserasi adalah

pengerjaannya lama dan penyariannya kurang sempurna (Anonim, 1986).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT)

Kromatografi lapis tipis (KLT) dikembangkan oleh Izmialoff dan Schraiber

pada tahun 1983. KLT merupakan bentuk kromatografi planar, selain kromatografi kertas

dan elektroforesis. Berbeda dengan kromatografi kolom yang mana fase diamnya diisikan

atau dikemas di dalamnya, pada KLT, fase diamnya berupa lapisan yang seragam

(uniform) pada permukaan bidang datar yang didukung oleh lempengkaca, pelat

Page 8: Laporan Krim Kencur

aluminium,atau pelat plastik. Meskipun demikian, kromatografi planar ini dapat dikatakan

sebagai bentuk terbuka dari kromatografi kolom. Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut

pengembang akan bergerak

sepanjang fase diam karena pengaru kapiler pada pengembangan secara menaik

(ascending),atau karena pengaruhgravitasi pada pengambangan secara menurun

(descending ) (Gandjar dan Rohman, 2007).

Pada dasarnya prinsip pada KLT sama dengan kromatografi kertas hanya KLT

mempunyai kelebihan yang khas dibandingkan dengan kromatografi kertas yaitu

keserbagunaan, kecepatan, dan kepekaannya (Harborne, 1996).

Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan metoode kromatografi cair yang paling

sederhana, penggunaannya telah meluas dan diakui merupakan cara pemisahan yang baik.

KLT dapat dipakai dengan dua tujuan. Pertama, dipakai sebagai metode untuk mencapai

hasil kualitatif, kuantitatif, ataupun preparatif. Maksudnya, KLT dapat digunakan untuk

memisahkan berbagai senyawa seperti ion anorganik, kompleks senyawa organik dan

anorganik, dan senyawa organik baik yang terdapat di alam dan senyawa organik sintetik.

Kedua, dipakai untuk menjajaki sistem pelarut dan sistem penyangga yang akan dipakai

pada kromatografi kolom atau kromatografi cair kinerja tinggi/KCKT (Gritter, 1991).

Kromatografi lapis tipis memiliki beberapa keuntungan : (1) kromatografi lapis

tipis banyak digunakan untuk tujuan analisis, (2) identifikasi pemisahan komponen dapat

dilakukan dengan pereaksi warana, fluoresensi, atau dengan radiasi menggunakan sinar

ultra violet, (3) dapat dilakukan elusi secara menaik (ascending), atau dengan cara elusi 2

dimensi, dan (4) ketetapan penentuan kadar akan lebih baik karena komponen yang akan

ditentukan merupakan bercak yang tidak bergerak (Gandjar dan Rohman, 2007).

Selain itu, kelebihan penggunaan kromatografi lapis tipis ialah karena dapat

dihasilkannya pemisahan yang lebih sempurna, kepekaan yang lebih tinggi, cepat dan

mudah dengan menggunakan peralatan yang sederhana dan dapat dilaksanakan lebih cepat.

Kromatografi ini menggunakan lempeng kaca atau plastic yang dilapisi dengan adsoben

berupa serbuk halus dengan ketebalan 0,1 – 0,25 mm (Sudjadi, 1998).

Perpindahan komponen atau senyawa pada kromatografi ini tergantung pada jenis

pelarut, zat pelarut, zat penyerap dan sifat daya serapnya terhadap masing – masing

komponen. Komponen yang larut terbawa oleh fase gerak (cairan pengelusi) melalui

adsorben (fase diam) dengan kecepatan perpindahan yang berbeda. Perbedaan kecepatan

Page 9: Laporan Krim Kencur

ini dinyatakan dengan Rf (faktor retensi), yaitu perbandingan jarak yang ditempuh oleh

senyawa terlarut dan jarak yang ditempuh pelarut (Adnan, 1997)

Harga Rf berkisar antara 0,1 – 0,99 dan dipengaruhi oleh beberapa factor antara

lain : pelarut, suhu, struktur kimia dari senyawa yang sedang dipisahkan, sifat dari

penyerap dan derajat aktifitasnya, tebal dan kerataan dari lapisan penyerap, jumlah

cuplikan yang digunakan serta teknik percobaan (Sastrohamidjojo, 2002). Identifikasi

senyawa tak berwarna pada lempeng, biasanya digunakan sinar UV (254 atau 366 nm) dan

reagen semprot (Hostetman dan Marston, 1995).

Akar rimpang kencur adalah bagian yang digunakan sebagai obat. Rimpang kencur

mengandung beberapa senyawa aromatik dan alifatik yang mempunyai potensi cukup

besar untuk dikembangkan menjadi bahan dasar industri kimia dan farmasi, terutama dua

komponen utamanya, yaitu trans-p-metoksi sinamat etil ester dan borneol. Dari isolasi dan

pemurnian ekstrak kasar secara kromatografi diperoleh 6 komponen, dua di antaranya

merupakan komponen utama dan salah satu adalah borneol.

Rimpang kencur mengandung minyak atsiri; dari destilasi uap bahan kering

diperoleh minyak atsiri sebanyak 2.4% - 3.8%. Dari akar ditemukan p-metoksi sinamat

dalam bentuk bebas, terikat sebagai metil dan etil ester, dan sebagai garam kalium. Dari

penelitian dengan AAFS (Atomic Absorption Flame, ometer) diketahui bahwa kencur

mengandung berbagai mineral, seperti: Mg. Fe, Cu, Ca, Na, K, Ag, Pb, Zu, Co. AI, Cd dan

Li.

Etil-p-metoksi sinamat mudah diisolasi dan dimurnikan. Ekstraksi dengan etanol

teknis panas menghasilkan etil-p-metoksi sinamat. Adisi brom pada etil p-metoksi sinamat

dalam pelarut karbon tetraklorida pada suhu 0oC, menghasilkan 8-dibromo etil p-metoksi

sinamat sebanyak 80.50%. Reduksi etil p-metoksi sinamat dengan logam natrium dan

etanol kering pada suhu 60oC, menghasilkan p-metoksi sinamaldehida sebanyak 2.43%

Telah dilakukan kromatografi lapis tipis dan kromatografi gas-spektrometer massa

pada minyak atsiri berasal dari destilasi uap air, ekstraksi dengan metanol dan

mikrodestilasi tanur tas. Diperoleh beberapa bercak dengan harga Rf dan wama yang

Page 10: Laporan Krim Kencur

berbeda, sedangkan dengan kromatogram ion total dan spektra massa didapat 9 puncak

utama dengan kemungkinan kandungan kimia tersebut adalah pentadekana dan borneol.

Kencur yang mempunyai kandungan etil p-metoksi trans sinamat yang diduga

sebagai pengeblok kimia anti UV B yang berguna sebagai tabir matahari. Perhitungan

persentase transmisi eritema dan persentase transmisi pigmentasi etil p-metoksi trans

sinamat dikategorikan sebagai "suntan" pada konsentrasi 8 dan 10 mcg/mL. Sedangkan

pada penentuan nilai sun protection factor, etil p-metoksi trans sinamat dapat

dikategorikan: proteksi minimal (2 dan 3 mcg/mL); proteksi sedang (4 mcg/ml); proteksi

ekstra (5 mcg/ml); proteksi maksimum (6 mcg/mL); proteksi ultra (8, 10 dan 12 mcg/mL).

Dengan bertambahnya umur panen kencur, kandungan p-metoksi sinamat etil ester

juga makin meningkat, pada umur panen 5 bulan dihasilkan 0.33%; 7 bulan 0.50% dan 9

bulan 1,00% (Astuti, Yun, dkk.1996)

Page 11: Laporan Krim Kencur

BAB III FORMULASI KRIM

JENIS DAN CONTOH BAHAN TAMBAHAN

1. Cethyl Alkohol (Hand Book Of Excipient, Hal 155)

Pemerian: lilin, serpihan putih, butiran, kubus, atau cairan

Kelarutan: mudah larut dalam etanol 95% dan eter, kelarutan meningkat dengan

meningkatnya suhu, praktis tidak larut dalam air, larut bila dilelehkan dalam

lemak parafin cair dan padat

Titik didih: 316-344 0C

Titik leleh : 45-52 0C

Konsentrasi penggunaan : 2 – 5 %

Fungsi : sebagai emulsifying agent/ stiffening agent

2. Metil Paraben/ Nipagin (Hand Book Of Excipient, Hal 441)

Pemerian : serbuk, hablur halus, putih, hampir tidak berbau, tidak berasa

Kelarutan : larut dalam 500 bagian air, dalam 20 bagian air mendidih, dala 3,5

bagian etanol pekat 955 dalam aseton P, mudah larut dalam eter P, dan dalam

alkali hidroksida, larut dalam 60 bagian gliserol P panas dan dalam 40 bagian

minyak lemak nabai panas jika didinginkan larutan tetap jernih.

Titik lebur: 125-128 0C

BM :152,15

BJ:1,352 g/cm3

Konsentrasi penggunaan : 0.02 – 0.3 %

Fungsi : sebagai pengawet

3. Paraffin Liquid

Pemerian : tidak berwarna, hamper tidak berbau, tidak berasa, cairan kebtal,

tidak berflouresense

Kelarutan : larut dalam kloroform. Eter. Volatile oil. Sukar larut dalam etanol.

Praktis tidak larit dalam aseton

BJ : 0.84 – 0.89 g/cm3

Titik lebur : 96 – 105 0C

Konsentrasi penggunaan : 1 – 20 %

Fungsi : sebagai emollient

Page 12: Laporan Krim Kencur

4. Aquadestilata (Farmakope Indonesia)

Pemerian : cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak berasa

5. Span 80 (4:567)

Nama resmi : Sorbitan monooleat

Nama lain : Sorbitan atau span 80

RM : C3O6H27Cl17

Pemerian : Larutan berminyak, tidak berwarna, bau karakteristik dari

asam lemak.

Kelarutan : Praktis tidak larut tetapi terdispersi dalam air dan dapat

bercampur dengan alkohol sedikit larut dalam minyak biji

kapas.

Kegunaan : Sebagai emulgator dalam fase minyak

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh : 4,3

6. Tween 80 (4: 509)

Nama resmi : Polysorbatum 80

Nama lain : Polisorbat 80, tween

Pemerian : Cairan kental, transparan, tidak berwarna, hampir tidak

mempunyai rasa.

Kelarutan : Mudah larut dalam air, dalam etanol (95%)P dalam etil

asetat P dan dalam methanol P, sukar larut dalam parafin

cair P dan dalam biji kapas P

Kegunaan : Sebagai emulgator fase air

Penyimpanan : Dalam wadah tertutup rapat

HLB Butuh : 15

Formula

R/ EPMS (dari ekstrak kencur) 1 %

Parafin cair 20 %

Setil alcohol 5 %

Tween 80 3,25 %

Span 80 1,75 %

Metil paraben 0,1 %

Page 13: Laporan Krim Kencur

Aquades ad 50

METODE

a. Alat dan Bahan yang digunakan

Alat

1. Timbangan analitik

2. Water Bath

3. Mortir dan stamper

4. Cawan Porselen

5. Sendok Porselen

6. Sendok Tanduk

7. Beaker Glass

8. Kaca arloji

9. Gelas Ukur

10. Viskometer

11. pH Meter / indikator pH

12. Ekstensiometer

13. Mikroskop

14. Batang pengaduk

Bahan

1. Kencur

2. Paraffin cair

3. Span 80

4. Tween 80

5. Cetil alkohol

6. Metil paraben

7. Aqua destilata

Page 14: Laporan Krim Kencur

b. Prosedur Pembuatan Formula

1. Pembuatan dan Pengeringan Ekstrak

Simplisia

Filtrat

Maserat

Ekstrak kental

Masukkan dalam maserator, basahi dengan 5 bagian pelarut (etanol 96%) sampai terbasahi semua.

Tuangkan sisa pelarut, tutup rapat maserator. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-kali diaduk, diamkan

selama 18 jam.

Saring dengan menggunakan corong Buchner

Dipekatkan dengan menggunakan rotavapor

Hitung rendemen yang diperoleh = prosentase bobot (b/b) ekstrak kental dengan bobot serbuk simplisia yang digunakan

Aduk rata menggunakan batang pengaduk selama 3-5 menit Timbang ekstrak kental (± 75% dari rendemen) Tambahkan pengering (sorban) Aerosil® sebanyak 1-2% dari bobot

ekstrak kental sedikit-sedkir sambil digerus dalam mortir hingga rata & keringSerbuk

kering

Page 15: Laporan Krim Kencur

2. Penetapan Kadar Senyawa Aktif

Pembuatan larutan pembanding berberin

Timbang 25mg berberin, larutkan dalam ± 15ml etanol di tabung reaksi

Saring dalam labu tentukur 25ml, bilas kertas saring dengan etanol secukupnya hingga tanda

Larutan induk ini diencerkan dan dibuat larutan pembanding dengan kadar 100, 200, 400, dan 800 ppm

Pembuatan larutan uji

Timbang 250mg ekstrak, aduk rata dalam ±15ml etanol ditabung reaksi dengan vortex mixer

Saring dalam labu tentukur 25ml, bilas kertas saring dengan etanol secukupnya hingga tanda

Penetapan kadar epms menggunakan metode KLT

Densitometri

Penotolan: totolkan 2µl pembanding dan 10 µl larutan uji dengan posisi larutan uji semua kelompok di tepi lempeng dan semua larutan pembanding di tengah

Fase gerak: toluena : etil asetat (95 : 5) Fase diam: Silika gel 60 F254 Deteksi: amati pada UV 254 nm Warna noda: gelap (meredam sinar UV). Rf epms ± 0,30 Perhitungan: kadar epms dalam ekstrak kering dihitung dari kurva

baku larutan pembanding dan dinyatakan dalam mg epms/g ekstrak Replikasi: ulangi proses penetapan kadar sebanyak tiga kali.

Tentukan nilai koefisien variasi (KV) kadar epms dari tiga replikasi.

Page 16: Laporan Krim Kencur

3. Formulasi Krim

Fase Minyak

Fase Air

Pencampuran

Cetil alkoholParaffin cair1% epms

Leburan fase minyak ...(1)

Aquades secukupnya

Tween 80

Hasil leburan (1) untuk fase minyak

- dimasukkan dalam mortir panas- dicampur dengan fase air - aduk ad homogen.

Sediaan krim kencur dalam tube, diberi etiket, dimasukkan dlm kemasan

Campuran Fase air

Dilebur diatas water bath ad lebur pada

suhu 75

Campur ad homogen

Span 80

Page 17: Laporan Krim Kencur

Formula Krim Setelah Revisi

Nama bahan Jumlah bahan Kegunaan

EPMS 1 % Tabir surya

Sorbitol 3 % Humectant

Asam stearat 12.5 % Emulsifying agent

Setil alkohol 4 % Stiffening agent

Tween 80 6 % Emulsifying agent

TEA 4 % Emulsifying agent

nipagin 0.1 % Pengawet

Aquadest Ad 25 Pelarut

Cara Kerja

1.

4. Prosedur Evaluasi Sediaan Krim

Agar sistem pengawasan mutu dapat berfungsi secar efektif, harus dibuat

kebijaksanaan dan peraturan yang mendasar dan ini harus selalu diataati. Pertama

tujuan pemeriksaan semata- mata adalah demi mutu obat yang baik. Kedua, setiap

EPMS + sorbitol + tween 80 + TEA + nipagin + aquadest

(FASE AIR)

Asam stearat + setil alcohol

(FASE MINYAK)

Masukkan mortar, aduk ad homogen dan menjadi masa

krim yang baik

Dilebur di atas water bath 70 O C hingga leleh

Page 18: Laporan Krim Kencur

pelaksanaan harus berpegang teguh pada standart atau spesifikasi dan harus

berupaya meningkatkan standart atau spesifikasi yang telah ada. ( Lachman, 1994)

1. Uji Organoleptis

Untuk mengetahui apakah suatu sediaan sudah sesuai dengan spesifikasi yang

telah ditentukan dan merupakan tes awal sediaan yang telah dibuat, uji ini

meliputi bentuk, warna dan bau.

2. Uji pH (FI IV : 1071)

Digunakan untuk mengetahui pH krim apakah sesuai dengan pH kulit.

Alat : pH meter

Prosedur :

pH meter terlebih dahulu dicuci dengan aquadest, sekaligus untuk kalibrasi

1 mg sampel dilarutkan dalam aquadest ad 100 ml dalam beaker glass

Tes pH dengan pH meter

Jika pH terlalu asam maka ditambah basa pada pH yang diinginkan

Jika pH terlalu basa maka ditambah asam pada pH yang diinginkan

Dapat juga digunakan dengan indikator pH

Mencelupkan kertas indikator pada sediaan krim yang telah dibuat

Tunggu beberapa menit untuk melihat perubahan warna pada kertas

indikator

Membandingkan warna pada kertas indikator yg nampak dengan warna

indikator pada pH yang telah diketahui.

3. Daya Sebar

Dilakukan untuk mengetahui kecepatan penyebaran krim pada kulit yang

sedang diobati dan untuk mengetahui kelunakan dari sediaan tersebut untuk

dioleskan ada kulit.

Alat : Ekstensiometer

Prosedur :

0,5 mg sampel atau sediaan diletakkan tepat dipusat lingkaran dengan hati-

hati pada kertas grafik yang dilapisi dengan plastik transparan dibagian

lempeng bawah

Tutup dengan lempeng atas sehingga terbentuk lempeng setangkup

Biarkan sesaat ± 15 detik, amati luas daerah yang diberikan oleh sediaan

Page 19: Laporan Krim Kencur

Tambahkan beban seberat 5 g, biarkan selama 2 menit, amati luas daerah

yang diberikan oleh sediaan

Ulangi langkah diatas sampai luas daerah yang diberikan oleh sediaan tidak

mengalami perubahan atau konstan

Luas daerah yang konstan tersebut menggambarkan karakteristik daya sebar

dari sediaan

4. Uji viskositas

Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui besarnya tahanan suatu

cairan untuk mengalir. Makin tinggi viskositas, maka makin besar tahanannya.

Alat : Viskotester VT 04

Prosedur :

Tempatkan sejumlah sampel atau sediaan dalam cup atau wadah tertentu

Rangkai alat dengan menggunakan rotor nomor tertentu

Celupkan rotor pada sampel

Nyalakan alat dan biarkan rotor berputar

Amati angka yang tertera pada jarum penunjuk alat, dan angka tersebut

menunjukkan nilai viskositas sediaan

5. Penentuan Tipe Emulsi

Pada uji ini menggunakan cara dengan tes kelarutan. Dimana untuk

Emulsi o/w larut dalam air, sedangkan

Emulsi w/o larut dalam minyak

Prosedur :

Ambil sejumlah tertentu sediaan

Masukkan dalam tabung reaksi

Tambahkan air

Apabila krim terlarut dalam air maka krim tersebut termasuk emulsi tipe

o/w

Apabila krim tidak terlarut dalam air maka krim tersebut termasuk emulsi

tipe w/o

6. Uji Stabilitas

Pengujian stabilitas dilakukan untuk mengetahui stabilitas dari krim setelah

penyimpanan selama satu minggu.

Page 20: Laporan Krim Kencur

BAB IV HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN

Hasil Pengamatan

Uji Viskositas : 125 dPas

Uji pH : 4

Uji Daya Sebar : Tanpa beban : 3,6 cm

Beban 5 gram : 4 cm

Beban 10 gram : 4,2 gram

Beban 2o gram : 4,4 gram

Perhitungan kadar ekstrak

Sampel : <1440 µg

1488 µg

Sampel 2

Kadar = 1,440 µ g

2 µl×10000 µl

= 7200 mg dalam 10 ml

Dalam 0,5 ml

Kadar = 7200 µ g500 µl

× 25000 µl

= 360 mg

Kadar = 360 mg250 mg

×100= 144%

Sampel 3

1,448 µ g2 µl

×10000 µl

= 7440 µg dalam 10ml – 0,5 ml

Kadar = 7440 µ g500 ml

× 25000 µl=372000 µ g=372 mg

Kadar = 372 mg250 mg

×100 %= 148,8 %

Rata-rata = 144 %+148,8 %

2=146,4 %

Perhitungan Penetapan Kadar Krim Kencur

1. Sampel 1 :

Page 21: Laporan Krim Kencur

0.69047 µ g0.25 µ g

x 5000 µl = 13809.4µg

13809.4 µ g5000 µl

x 10000 µl = 27618.8 µg = 27.62 mg

Kadar = 27.62mg250 mg

x 100% = 11.048%

2. Sampel 2 :

0.78283 µ g0.25 µ g

x 5000 µl= 15656.6 µg

15656.6 µ g5000 µl

x 10000 µl = 31313.2 µg = 31.31 mg

Kadar = 31.31mg250 mg

x 100% = 12.525%

Rata-rata kadar = 11.048%+12.525 %

2 = 11.787%

Page 22: Laporan Krim Kencur

BAB V. PEMBAHASAN

Kencur (Kaempferia galanga L) sebagai salah satu tanaman obat memiliki prospek

yang baik untuk dikembangkan. Salah satu alasan pengembangannya adalah kandungan

bahan aktifnya yang beragam dan cukup tinggi sehingga mampu mencegah dan mengobati

berbagai penyakit. Berdasarkan penelitian Inayatullah (1997) tanaman kencur mempunyai

kandungan kimia minyak atsiri 2,4-3,9% yang terdiri atas etil-p-metoksisinamat 30%

(EPMS). EPMS merupakan turunan sinamat yang dapat berfungsi sebagai tabir surya.

Langkah pertama dalam pembuatan krim kencur adalah ekstraksi dari rimpang

kencur yang sudah dikeringkan dan diserbuk halus. Ekstraksi merupakan proses

melarutkan komponen – komponen kimia yang terdapat dalam suatu bahan alam dengan

menggunakan pelarut yang sesuai dengan komponen yang diinginkan. Pemilihan pelarut

harus memenuhi kriteria : murah, dan mudah diperoleh, stabil secara fisika dan kimia,

bereaksi netral, tidak mudah menguap dan tidak mudah terbakar, selektif, tidak

mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan oleh peraturan (Harbone, 1996).

Pada kelompok kami, digunakan metode ekstraksi maserasi sonikasi. Dengan

menggunakan alat sonikasi, kerja lebih cepat dan tidak membutuhkan waktu lama. Kurang

lebih 1 jam sonikasi, dihasilkan ekstrak rimpang kencur yang kemudian dipekatkan dengan

rotavapour agar menjadi ekstrak kental.

Ekstraksi sonikasi (ultrasonik) dapat dijadikan metode alternatif. Pada reaktor

ultrasonik/sonicator, gelombang ultrasonik digunakan untuk membuat gelembung kavitasi

(cavitation bubbles) pada material larutan. Ketika gelembung pecah dekat dengan dinding

sel maka akan terbentuk gelombang kejut dan pancaran cairan (liquid jets) yang akan

membuat dinding sel pecah. Pecahnya dinding sel akan membuat komponen di dalam sel

keluar bercampur dengan larutan. Cara ekstraksi ini biasanya lebih cepat dan lebih efisien

dibandingkan cara-cara ekstraksi yang terdahulu (Cintas dan Cravotto, 2005).

KLT Densitometri adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk

penetapan kadar bahan aktif. Sampel dan larutan standar piperin ditotolkan pada lempeng

silica gel 60 F254 sebanyak 2µl untuk larutan standar pembanding dan 10µl untuk larutan

sampel. Chamber dijenuhkan dahulu dengan fase gerak toluena : etil asetat dengan

Page 23: Laporan Krim Kencur

perbandingan 95:5. Lempeng tersebut kemudian dieluasi dalam chamber yang sudah jenuh

dengan fase gerak. Setelah dieluasi dan mencapai garis batas eluasi lempeng dikeringkan

lalu diamati spektrumnya dengan menggunakan densitometer pada panjang gelombang

254. Sehingga diperoleh spectrum yang berasal dari serapan standar pembanding dan

sampel.

Selanjutnya dengan menggunakan densitometer, dari spectrum tersebut dapat

dilihat juga nilai r dan persamaan regresinya. Dalam penetapan kadar ini tidak didapatkan

nilai r dan persamaan regresinya.

Ada beberapa hal yang dapat memungkinkan terjadinya kesalahan yang

mempengaruhi nilai regresi dari percobaan ini yaitu :

Penotolan noda yang kurang tepat sehingga posisinya tidak tepat.

Proses eluasi yang kurang sempurna atau kurang teliti.

Adanya komponen lain yang bercampur dengan epms sehingga

mempengaruhi proses eluasi.

Nilai Rf yang diperoleh dari hasil percobaan jika dibandingkan antara sampel dan

standart dapat dilihat sampel track 2 Rfnya sama dengan standart yaitu 0,34. Sedangkan

sampel track 3 terjadi penyimpangan (Rfnya 0,31), karena nilai Rfnya berbeda maka dapat

dikatakan bahwa terdapat senyawa lain yang bercampur dalam sampel yang ditotolkan.

Dari hasil yang diperoleh dengan perhitungan dan dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh dari KLT densitometer dapat dilihat bahwa kadar piperin berturut-turut 144%

dan 148,8%. Kadar yang dihasilkan dalam dua sampel ini lebih dari 100%. Terjadi

penyimpangan yang cukup besar sehingga kadar yang dihasilkan sangat besar. Hal ini bisa

disebabkan oleh kesalahan pada saat ekstraksi dan saat pengenceran ekstrak juga penotolan

saat KLT. Adanya pengaruh pengotor dalam sampel (kandungan zat lain selain epms) yang

menyebabkan pengaruh dalam kadar yang tidak murni, yaitu lebih dari 100%. Adanya

puncak dalam densitometer yang tidak teridentifikasi sebagai epms namun mirip dengan

puncak epms.

Untuk pembuatan krim dilakukan dengan metode peleburan dengan menggunakan

hot plate. Fase minyak terdiri dari asam stearat, setil alcohol dilebur pada suhu 70oC yakni

suhu titik lebur asam stearat hingga meleleh sempurna. Fase air terdiri dari tween 80,

sorbitol, trietanolamin, EPMS, nipagin dan air dipanaskan di atas hot plate pada suhu 70oC

hingga larut sempurna. Fase minyak dan fase air dicampurkan pada mortir

panas.Penggunaan mortir panas bertujuan untuk menjaga suhu kedua fase agar tetap sama

Page 24: Laporan Krim Kencur

sehingga tidak mempercepat pengerasan pada fase minyak. Penambahan fase air pada fase

minyak lebih disukai untuk berbagai sistem emulsi karena emulsi mengalami inversi tipe

emulsi selama penambahan fase air sehingga tetesan fase terdispersi lebih halus (Lachman,

1994).

Pada saat pencampuran krim, saat fase air ditambahkan pada fase minyak sedikit

demi sedikit sehingga terbentuk krim dengan tipe w/o namun saat fase air lebih banyak dari

fase minyak serta dilakukan pengadukan maka terjadi pembalikan fase emulsi w/o menjadi

emulsi o/w dan pada sediaan krim kami terbentuk masa krim o/w.

Setelah pembuatan sediaan krim kencur berhasil dibuat, selanjutnya dilakukan

beberapa uji untuk mengetahui apakah sediaan krim kencur yang dibuat telah memenuhi

syarat yang ditentukan. Uji yang dilakukan diantaranya adalah uji pH, uji viskositas dan uji

daya sebar.

Uji pertama yang dilakukan adalah uji pH. Pemeriksaan pH sediaan krim disini

bertujuan untuk memastikan bahwa pH krim sesuai dengan pH kulit sehingga tidak

menimbulkan iritasi pada saat digunakan. Pengukuran pH dilakukan dengan menggunakan

alat pH indikator. pH indikator dicelupkan ke dalam sediaan krim. Dimana pencelupan

kertas indikator pH tersebut dilakukan dengan cara menimbang 1gram krim kencur

kemudian dilarutkan pada 25ml aquadest. Setelah pencelupan dilakukan selanjutnya

didiamkam sesaat dan dilihat warna yang terjadi yang menunjukkan nilai pH. Dilihat dari

perubahan warna pada kertas indikator didapatkan bahwa sediaan krim yang dibuat

memiliki nilai pH sebesar 4. Dari hasil pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa krim

kencur yang dibuat belum memenuhi syarat yang ditentukan. Dimana nilai pH yang aman

untuk kulit atau sediaan topikal sekitar 4,5-6,5.

Selanjutnya pengujian kedua yang dilakukan adalah uji viskositas. Pemeriksaan

viskositas dilakukan untuk memastikan tingkat kekentalan sediaan krim yang sesuai untuk

penggunaan topikal. Secara fisik krim yang dihasilkan mempunyai kekentalan yang cukup

untuk pemakaian topikal sehingga memudahkan penyebaran di permukaan kulit. Pengujian

viskositas sediaan krim diukur menggunakan viskotester. Sediaan sebanyak 25 gram

dimasukkan kedalam cup, kemudian dipasang spindel ukuran 2 dan rotor dijalankan. Hasil

viskositas dicatat setelah viskotester menunjukan angka yang stabil. Dimana hasil

pengujian viskositas tersebut didapatkan bahwa sediaan krim kencur memiliki viskositas

sebesar 125 dPas. Dari hasil pengujian tersebut dapat dikatakan bahwa krim kencur yang

dibuat telah memenuhi persyaratan yang sesuai untuk viskositas. Atau dapat dikatakan

Page 25: Laporan Krim Kencur

bahwa krim kencur yang dibuat memiliki nilai viskositas yang baik karena dalam literatur

menyebutkan bahwa sediaan krim yang baik adalah apabila memiliki viskositas antara 50-

150 dPas.

Uji ketiga yang dilakukan adalah uji daya sebar. Uji daya sebar dilakukan untuk

mengetahui apakah sediaan krim yang dibuat sudah memenuhi kriteria atau memiliki daya

penyebaran yang baik. Uji daya sebar dilakukan dengan meletakkan sediaan krim tepat di

tengah dua buah lempeng kaca yang telah ditimbang sebanyak 1 gram. Dimana setelah

lempeng kaca tersebut menutup krim yang telah diletakkan pada titik tengah lempeng

dilakukan pengukuran diameter tanpa menggunakan beban. Setelah 1 menit, ditambahkan

beban 5 gram dan didiamkan selama 1 menit. Selanjutnya ditambhankan beban 10 gram

dan juga 20 gram setelah didiamkan 1 menit. Selama proses penambahan beban tersebut

dilakukan pengukuran diameter. Diameter sediaan yang diukur tersebut dilakukan sesuai

dengan prosedur dan diulang sampai didapatkan diameter sebar yang konstan. Dari

pengujian tersebut didapatkan daya sebar sediaan krim kencur yang kami buat tanpa beban

adalah 3,6 cm, dengan beban 5 gram adalah 4 cm, dengan beban 10 gram adalah 4,2 cm

dan dengan beban 20 gram adalah 4,2 cm. Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa dari

uji daya sebar memiliki nilai yang konstan untuk diameter penyebarannya pada beban 20

gram, sehingga dapat dikatakan bahwa daya sebar dari sediaan krim yang dibuat bagus

atau sudah sesuai.

Hal selanjutnya yang harus dilakukan adalah penetapan kadar sediaan krim

kencur untuk memastikan apakah sediaan yang telah dibuat telah mengandung kadar epms

sebanyak 1%. Metode yang digunakan yakni penetapan kadar menggunakan KLT-

Densitometri. KLT-Densitometri adalah salah satu metode yang banyak digunakan untuk

penetapan kadar bahan aktif. Sampel dan larutan standar epms ditotolkan pada lempeng

silica gel 60 F254 sebanyak 3 kali penotolan (6 µl) untuk larutan sampel dan 2 kali

penotolan (4µl) untuk larutan standar pembanding. Chamber dijenuhkan dahulu dengan

fase gerak toluena : etil asetat dengan perbandingan 95:5. Lempeng tersebut kemudian

dieluasi dalam chamber yang sudah jenuh dengan fase gerak. Setelah dieluasi dan

mencapai garis batas eluasi lempeng dikeringkan lalu diamati spektrumnya dengan

menggunakan densitometer pada panjang gelombang 254. Sehingga diperoleh spectrum

yang berasal dari serapan standar pembanding dan sampel.

Selanjutnya dengan menggunakan densitometer, dari spectrum tersebut dapat

dilihat juga nilai r dan persamaan regresinya. Persamaan regresi yang diperoleh ialah y=

Page 26: Laporan Krim Kencur

330.3 + 1.139X dan nilai r=0.98684. Dari persamaan regresi ini dan nilai r yang diperoleh

dapat disimpulkan bahwa nilai regresinya cukup baik karena nilainya mendekati 1.

Nilai Rf yang diperoleh dari hasil percobaan yakni sebesar 0.60 untuk sampel 1 dan

0.62 untuk sampel 2 dimana jika dibandingkan dengan standart yang memiliki nilai 0.57

untuk standar 1; 0.55 untuk standar 2; 0.56 untuk standar 3;0.57 untuk standar 4, dapat

dilihat adanya penyimpangan karena nilai Rfnya berbeda sehingga dapat dikatakan bahwa

terdapat senyawa lain yang bercampur dalam sampel yang ditotolkan dimana kemungkinan

dapat berasal dari bahan-bahan tambahan yang digunakan dalam formulasi pembuatan

sediaan krim kencur..

Dari hasil penetapan kadar menggunakan KLT-Densitometri, kemudian dapat

dihitung kadar epms dari sediaan krim yang telah dibuat. Dari hasil perhitungan didapatkan

kadar rata-rata epms dari sediaan krim adalah sebesar 11.787% dimana kadar epms

tersebut melebihi kadar epms yang ditetapkan untuk sediaan krim kencur yakni sebesar

1%.

Track 1

Page 27: Laporan Krim Kencur

Track 2

Track 3

Page 28: Laporan Krim Kencur

Track 4

Track 5

Page 29: Laporan Krim Kencur

Track 6

Track 7

Page 30: Laporan Krim Kencur

Track 8

EPMS

Page 31: Laporan Krim Kencur
Page 32: Laporan Krim Kencur

BAB VI KESIMPULAN

1. Dari hasil yang diperoleh dengan perhitungan dan dibandingkan dengan hasil yang

diperoleh dari KLT densitometer dapat dilihat bahwa kadar piperin berturut-turut

144% dan 148,8%. Kadar yang dihasilkan dalam dua sampel ini lebih dari 100%.

Terjadi penyimpangan yang cukup besar sehingga kadar yang dihasilkan sangat

besar.

2. Dari hasil pengujian ph didapatkan hasil 4 maka dapat dikatakan bahwa krim

kencur yang dibuat belum memenuhi syarat yang ditentukan. Dimana nilai pH yang

aman untuk kulit atau sediaan topikal sekitar 4,5-6,5.

3. Pengujian viskositas tersebut didapatkan bahwa sediaan krim kencur memiliki

viskositas sebesar 125 dPas. Dapat dikatakan bahwa krim kencur yang dibuat

memiliki nilai viskositas yang baik karena dalam literatur menyebutkan bahwa

sediaan krim yang baik adalah apabila memiliki viskositas antara 50-150 dPas.

4. Pada uji daya sebar berturut-turut dari tanpa beban, beban 5 gram, beban 10 gram,

dan beban 20 gram didapatkan hasil 3,6 cm, 4 cm, 4,2 cm dan 4,2 cm.Sehingga

dapat dikatakan bahwa krim kencur memiliki daya sebar yang baik.

5. Dari hasil penetapan kadar menggunakan KLT-Densitometri, kemudian dapat

dihitung kadar epms dari sediaan krim yang telah dibuat. Dari hasil perhitungan

didapatkan kadar rata-rata epms dari sediaan krim adalah sebesar 11.787% dimana

kadar epms tersebut melebihi kadar epms yang ditetapkan untuk sediaan krim

kencur yakni sebesar 1%.

Page 33: Laporan Krim Kencur

DAFTAR PUSTAKA

Agus Siswanto, dkk. Formulasi Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang Kencur

(Kaempferia galangal L. Purwokerto: Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah Purwokerto

Anief, M. ( 2000). Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Cetakan ke- 9. Yogyakarta:

Gajah Mada University Press.

Astuti, Y., Sundari, D., Winamo, MW. Tanaman Kencur, Efek Farmakologi, Fitokimia.

Seminar tanaman obat Indonesia. Bandung 1994.

Backer, C. A. dan R. C. B.Van Den Brink.1986. Flora of Java Vol III. Walters- Woordhoff

N.V.- Groningen- The Netherloods. Leyden. Halaman 201-206.

Dirjen POM Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (1995). Farmakope Indonesia.

Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Hal. 1083, 1084.

Joenoes, N., Z. 1990. Ars Prescribendi Resep Yang Rasional. Airlangga University.

Surabaya.

Miranti, L. 2009. Pengaruh Konsentrasi Minyak Atsiri Kencur (Kaempferia galanga L.)

dengan Basis Salep Larut Air Terhadap Sifat Fisik Salep dan Daya Hambat Bakteri

Staphylococcus aureus Secara In Vitro. Skripsi. Diterbitkan oleh Fakultas Farmasi

Univertis Muhammadiyah, Surakarta.

Rostiana, O., S. M. Rosita, H. Wawan, Supriadi, dan A. Siti, 2003. Status Pemuliaan

Tanaman Kencur. Perkembangan Teknologi.

Siswanto, Agus, dkk. Formulasi Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol Rimpang Kencur

(Kaempferia galangal L). Purwokerto: Fakultas Farmasi Universitas

Muhammadiyah.

Soeprapto.1986. Jamu Jawa Asli. Jakarta: Pustaka Sinar Harapan.

Sugondo, U. dkk. 1986. Efek anti mikroba dari infusa kaempferia galanga. Manado.

Winarti, C. dan Nurdjanah, N. Peluang Tanaman Rempah dan Obat Sebagai Sumber

Pangan Fungsional. Jurnal Litbang Pertanian, 2005, 24 (2): 47-55.

Winarto, W.P. 2007. Tanaman Obat Indonesia Untuk Pengobatan Herbal. Karyasari

Herba Media.

Page 34: Laporan Krim Kencur